penentuan nilai tukar mata uang asing
DESCRIPTION
Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing dengan Menerapkan Teori Paritas Daya BeliTRANSCRIPT
TUGAS MAKALAH
MANAJEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL
Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing dengan
Menerapkan Teori Paritas Daya Beli
Disusun Oleh :
Yuliana Dewi Warda
06.1.01.04468
5 – J
Konsentrasi :
S1 Akuntansi - Manajemen
7 – Z Malam
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA
SURABAYA
1
2008/2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah Manajemen Keuangan Internasional tentang
“Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing dengan Menerapkan Teori Paritas Daya Beli “ ini
dengan baik. Dengan adanya tugas ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar dan
pengetahuan mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah tersebut.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas in pasti terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kami harapkan akan adanya kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan
tugas.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan dan terwujudnya tugas ini.
Surabaya, 24 Desember 2008
Penulis
Yuliana Dewi Warda
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..…..... i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….…..……… 1
BAB II NILAI TUKAR MATA UANG
2.1. Definisi
…………………………………………………………………………… 2
2.2. Nilai Tukar Ditentukan dalam Pasar Valuta Asing
………………………………. 2
2.3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Mata Uang
…………………… 2
BAB III TEORI PARITAS DAYA BELI
3.1. Definisi …………………………………………………………………………. 4
3.2. Bentuk Paritas Daya Beli ……………………………………………………….. 5
3.2.1. Bentuk Paritas Daya Beli Versi Absolut………………………………… 5
3.2.2. Bentuk Paritas Daya Beli Versi Relatif …………………………………. 6
3.3. Turunan Paritas Daya Beli ……………………………………………………… 8
3.4. Menggunakan Teori Paritas Daya Beli Untuk Mengestimasi Perubahan Kurs…. 10
3.5. Analisis Grafik Teori Paritas Daya Beli ……………….. .…………………….. 11
3.5.1. Garis Teori Paritas Daya Beli …………………………………………… 11
3.5.2. Disparitas Daya Beli ……………………………………………………. 12
3.6. Pengujian Teori Paritas Daya Beli ……………………………………………… 13
3.6.1. Uji Teori Paritas Daya Beli ……………………………………………… 13
3.6.2. Uji Statistik Teori Paritas Daya Beli ……………………………………. 14
3.6.3. Hasil Uji Paritas Daya Beli ……………………………………………… 15
3.6.4. Pengujian Paritas Daya Beli Setiap Mata Uang ………………………… 17
3.6.5. Kelemahan Uji Paritas Daya Beli ………………………………………. 17
3.7. Mengapa Paritas Daya Beli Sulit Diterapkan ……………………………...…… 18
3.7.1. Dampak yang Membingungkan …………………………………………. 18
3
3.7.2. Tidak Ada Substitusi Barang yang Diperdagangkan ……………………. 19
3.8. Paritas Daya Beli dalam Jangka Panjang ……………………………………….. 20
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu hal yang menandai pergerakan meluasnya globalisasi adalah semakin
bebasnya pasar dunia, hambatan perdagangan mulai berkurang dan semakin tidak berarti.
Transaksi melewati batas negara merupakan hal yang relatif mudah dan bukan hal yang luar
biasa. Sehingga volume perdagangan internasional pun semakin meningkat.
Seiring dengan meningkatnya perdagangan internasional, meningkat pula penggunaan
valuta asing. Nilai tukar valuta asing selalu berubah-ubah. Banyak hal yang mempengaruhi
perubahan tersebut, misalnya tingkat inflasi, tingkat pendapatan masyarakat, suku bunga, kontrol
pemerintah atas perekonomian, termasuk harapan atau perkiraan masyarakat mengenai kondisi-
kondisi perekonomian di masa yang akan datang juga turut mempengaruhi perubahan dalam nilai
tukar mata uang (Madura, 1997:108-
114).
Lebih jauh, adanya perbedaan daya beli mata uang suatu negara dengan negara lainnya
akan memberikan kesempatan luas bagi pihak tertentu untuk mengambil keuntungan sebesar-
besarnya, yang dikenal dengan istilah international arbitrage. Pada prinsipnya para international
arbitrageurs berusaha “membeli komoditi dengan harga serendah mungkin untuk kemudian
dijual dengan harga setinggi mungkin,” dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang
arbitrageurs akan mengharapkan perbedaan nilai tukar antar mata uang tetap tinggi dan tidak
stabil. Akibat diatas mendorong adanya pemberlakuan hukum satu harga atau the law of one
price dimana perdagangan barang dan jasa, termasuk komoditi lainnya antar Negara haruslah
memiliki biaya transaksi yang sama nilainya di seluruh dunia. Oleh sebab itu, nilai tukar antara
mata uang domestik dan komoditi domestik haruslah sama dengan nilai tukar antara mata uang
domestik dengan komoditi luar negeri, dengan kata lain, satu unit mata uang dalam negeri
seharusnya memiliki nilai daya beli yang sama di seluruh dunia (Salvatore, 1997:44). Pada
dasarnya penelitian ini ditujukan untuk menemukan penyesuaian perubahan nilai tukar mata
4
uang tersebut, dengan menggunakan konsep yang dinamakan paritas daya beli atau purchasing
power parity.
BAB II
NILAI TUKAR MATA UANG
2.1. Definisi
Exchange Rates (nilai tukar uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs
mata uang adalah catatan (quotation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam
harga mata uang domestik (domestic currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang
domestik dalam mata uang asing.
Nilai tukar mata uang ditentukan oleh kondisi permintaan dan penawaran. Pada suatu
waktu tertentu,Kurs mata uang mencerminkan harga mata uang tersebut. Seperti produk lain
yang dijual di pasar, harga mata uang ditentukan oleh permintaan mata uang tersebut relatif
terhadap penawaran.
2.2. Nilai Tukar Ditentukan Dalam Pasar Valuta Asing
Ketika perusahaan multinasional atau pihak lain melakukan investasi atau meminjam dari
pasar asing, mereka umumnya bergantung pada pasar valuta asing untuk memperoleh mata uang
yang dibutuhkan. Karenanya, tindakan investasi atau peminjaman internasional umumnya
membutuhkan pasar valuta asing. Dengan memudahkan pertukaran mata uang, pasar valuta asing
memfasilitasi perdagangan dan transaksi keuangan internasional untuk menukarkan mata uang
asal dengan mata uang asing yang dibutuhkan untuk membeli produk impor atau melakukan
investasi asing langsung. Sebaliknya, perusahaan multinasional juga membutuhkan pasar valuta
asing untuk menukarkan mata uang asing yang diterima menjadi mata uang local. Sistem
penetapan nilai tukar berubah sepanjang waktu.
2.3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Uang
Kurs keseimbangan akan berubah sepanjang waktu karena perubahan kurva permintaan
dan penawaran. Berikut faktor – faktor yang dapat mempengaruhi nilai tukar mata uang :
5
a. Tingkat Inflasi Relatif
Perubahan pada tingkat inflasi relatif dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan
intternasional yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran suatu mata uang dan
karenanya mempengaruhi kurs nilai tukar.
b. Suku Bunga Relatif
Perubahan pada suku bunga relatif mempengaruhi investasi pada sekuritas asing, yang akan
mempengaruhi kurs nilai tukar.
c. Tingkat Pendapatan Relatif
Pendapatan mempengaruhi jumlah permintaan barang impor, maka pendapatan dapat
mempengaruhi kurs mata uang.
d. Pengendalian Pemerintah
Pemerintah negara asing dapat mempengaruhi kurs keseimbangan dengan berbagai cara
termasuk :
a. mengenakan batasan atas pertukaran mata uang asing
b. mengenakan batasan atas perdagangan asing
c. mencampuri pasar mata uang asing (dengan membeli dan menjual mata uang)
d. mempengaruhi variable makro
e. Prediksi Pasar
Pasar mata uang juga bereaksi terhadap berita yang memiliki dampak masa depan. Beberapa
investor instituisi ( seperti bank komersial dan perusahaan asuransi) mengambil posisi mata
uang berdasarkan pergerakan suku bunga di berbagai negara.
f. Interaksi Faktor
Transaksi dalam pasar mata uang asing memfasilitasi baik arus perdagangan maupun arus
keuangan. Transaksi mata uang asing terkait perdagangan biasanya tidak terlalu bereaksi
terhadap berita tertentu. Namun transaksi arus modal sangat responsitif terhadap berita,
karena keputusan untuk mempertahankan sekuritas dalam mata uang tertentu sering kali
bergantung pada antisipasi perubahan nilai mata uang tersebut. Sering kali faktor yang terkait
perdagangan maupuan keuangan berinteraksi dan mempengaruhi pergerakan mata uang
secara simultan.
6
BAB III
TEORI PARITAS DAYA BELI
Nilai tukar suatu mata uang dapat ditentukan oleh pemerintah (otoritas moneter) seperti
pada negara-negara yang memakai system fixed exchange rates ataupun ditentukan oleh
kombinasi antara kekuatan-kekuatan pasar yang saling berinteraksi (bank komersial-perusahaan
multinasional-perusahaan manajemen asset-perusahaan asuransi-bank devisa-bank sentral) serta
kebijakan seperti pada negara-negara yang memakai rezim system ‘flexible exchange rates’.
Karena setiap negara mempunyai hubungan dalam investasidan perdagangandengan beberapa
negara lainnya, maka tidak ada satu nilai tukar yang dapat mengukur secara memadai daya beli
(purchasing power) dari mata uang domestik atas mata uang secara umum.
Konsep-konsep dari nilai tukar uang yang efektif telah dikembangkan untuk mengukur
rata-rata tertimbang (weighted average) harga dari mata uang asing dalam mata uang domestik.
Begitu juga berbagai skema penimbangan (weighting) telah diajukan, termasuk didalamnya
timbangan (weight) impor untuk merefleksikan daya beli terhadap barang-barang impor,
timbangan perdagangan bilateral untuk merefleksikan pentingnya hubungan perdagangan dengan
negara asing tertentu, timbangan perdagangan global untuk merefleksikan pentingnya berbagai
mata uang dalam perdagangan global (dunia), da juga timbangan elastisitas porsi perdagangan
untuk merefleksikan tingkatan yang berbeda dari daya saing (competitiveness) sebuah negara
dengan negara-negara yang lainnya.
3.1. Definisi
Paritas daya beli (Purchasing Power Parity) pertama kali diperkenalkan oleh ekonom
Swedia Gustav Cassel pada tahun 1918. Paritas daya beli sering digunakan oleh bank sentral
sebagai petunjuk untuk memperkenalkan par value mata uang baru ketika nilai mata uang baru
ketika nilai mata uang lama telah berada pada posisi disequilibrium. Sedang dari sudut pandang
manajemen, paritas daya beli sering digunakan untuk memprediksi kurs masa mendatang untuk
7
tujuan yang bermacam-macam mulai dari menentukan denomasi mata uang bagi utang-utang
perusahaan yang berjangka panjang hingga penentuan ke negara mana perusahan harus
mendirikan.
Menurut Shapiro (1996:820) “Purchasing power parity is the notion that the ratio
between domestic and foreign price level should equal the equilibrium exchange rate between
domestic and foreign currencies.” Shapiro berusaha menjelaskan paritas daya beli merupakan
persamaan yang menyatakan bahwa rasio antara tingkat harga domestic dan luar negeri
seharusnya sama dengan tingkat ekuilibrium nilai tukar mata uang domestik dan luar negeri.
Pada dasarnya, teori paritas daya beli adalah sebuah cara untuk meramalkan kurs
keseimbangan, jika suatu negara mengalami ketidakseimbangan neraca pembayaran. Kurs
keseimbangan adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan ekspor suatu Negara
(Salvatore, 1997:43). Jadi jika nilai impor lebih besar daripada nilai ekspornya (defisit) maka
mata uang negara tersebut akan mengalami depresiasi atau kursnya melemah.
Lebih lanjut, teori paritas daya beli mencoba untuk menjelaskan bahwa pergerakan kurs
antara mata uang dua negara disebabkan oleh tingkat harga masing-masing negara. Dalam
jangka panjang, tingkat harga domestik akan mempengaruhi pembentukan suatu kurs. Teori
paritas daya beli memprediksikan bahwa kenaikan tingkat harga domestik mencerminkan adanya
penurunan daya beli mata uang domestik. Penurunan daya beli mata uang tersebut akan diikuti
dengan depresiasi mata uangnya. Demikian pula sebaliknya, kenaikan daya beli mata uang
domestik mencerminkan terjadinya apresiasi mata uang tersebut secara proporsional dalam pasar
valuta asing.
Adanya depresiasi ataupun apresiasi mata uang yang proporsional ini menyebabkan
terjadinya keseimbangan dalam perdagangan internasional. Jadi, suatu negara tidak akan
mengalami kelebihan impor atau ekspor, dengan kata lain, nilai ekspor-impornya seimbang.
3.2. Bentuk Paritas Daya Beli
Bentuk paritas daya beli ( Purchasing Power Parity ) yang paling populer, yang masing –
masing memiliki amplikasi sendiri yaitu :
3.2.1. Bentuk Paritas Daya Beli Versi Absolut
Bentuk absolut paritas daya beli dibentuk berdasarkan asumsi tanpa adanya hambatan
internasional, pelanggan akan mengubah permintaan mereka ke tempat di mana harga lebih
8
rendah. Bentuk ini menyatakan bahwa harga dari sejumlah produk yang sama pada dua negara
berbeda seharusnya setara jika diukur dalam mata uang yang sama. Jika terjadi perbedaan harga
yang diukur pada mata uang yang sama, permintaan akan berubah sehingga kedua harga tersebut
akan menyesuaikan menjadi setara.
Konsep ini merupakan aplikasi hukum satu harga (law of one price ) pada tingkat harga
nasional daripada harga individual. (dengan asumsi bahwa perdagangan bebas akan
menyamakan harga barang pada semua negara, meskipun kesempatan untuk melakukan arbitrase
masih terbuka. Meskipun demikian, paritas daya beli versi absolut mengesampingkan pengaruh
perdagangan bebas pada biaya transportasi, kuota, tarif, dan berbagai macam pembatasan serta
diferensiasi produk.
Contoh :
Jika sejumlah produk yang sama diproduksi oleh Amerika Serikat dan Inggris, dan harga di
Inggris lebih rendah jika diukur pada mata uang yang sama, maka permintaan produk tersebut di
Inggris akan meningkat dan permintaan di Amerika Serikat akan turun. Karenanya, harga aktual
pada kedua negara tersebut akan terpengaruh, dan/atau nilai tukar akan berubah. Kedua kekuatan
ini menyebabkan harga produk itu akan setara jika diukur dalam mata uang yang sama.
Secara realitis, adanya biaya transportasi, bea masuk, dan kuota dapat menghindari
terjadinya bentuk absolut konsep paritas daya beli. Jika biaya transportasi pada contoh
sebelumnya sangat tinggi, maka permintaan produk mungkin tidak berubah seperti yang
diperkirakan. Karenanya, perbedaan harga akan tetap terjadi.
Teori paritas daya beli dalam bentuk absolut mampu menyederhanakan terbentunya
nilai tukar antar mata uang. Tetapi dalam praktek sering ditemukan kesulitan untuk memperoleh
sekumpulan komoditas dan jasa yang sama (secara kualitas dan kuantitas) di negara yang
berbeda. Hal karena terdapat perbedaan selera dan corak kebutuhan. Akibatnya setiap komoditas
dan jasa akan memperoleh bobot pengaruh yang berbeda.
Untuk mengatasi kesulitan dalam menerapkan versi absolut paritas daya beli, maka
ditempuh cara lain, yaiu membendingkan laju inflasi antar negara. Ini merupakan bentuk relatif
dari paritas daya beli.
3.2.2. Bentuk Paritas Daya Beli Versi Relatif
9
Bentuk relatif paritas daya beli mempertimbangkan kemungkinan pasar yang tidak
sempurna seperti biaya transportasi, bea masuk, dan kuota. Versi ini menyatakan bahwa karena
adanya ketidaksempurnaan pasar, harga sejumlah produk pada negara yang berbeda tidak selalu
sama jika diukur dalam mata uang yang sama. Namun bentuk ini menyatakan bahwa tingkat
perubahan harga barang kurang lebih akan sama jika diukur dalam mata uang yang sama, selama
biaya transportasi dan batasan perdagangan lainnya tidak berubah.
Contoh :
Diasumsikan bahwa tingkat perdagangan antara Amerika Serikat dan Inggris cukup besar dan
awalnya tingkat inflasi keduanya adalah nol. Sekarang diasumsikan bahwa tingkat inflasi
Amerika Serikat adalah 9 persen, sementara tingkat inflasi Inggris adalah 5 persen. Berdasarkan
kondidi ini, teori paritas daya beli menyatakan bahwa pound sterling Inggris akan terapresiasi
sekitar 4 persen, yaitu perbedaan tingkat inflasinya. Karenanya, nilai tukar akan menyesuaikan
untuk mengompensasi perbedaan tingkat inflasi kedua negara tersebut. Jika hal ini terjadi, harga
barang di kedua negara akan sama bagi konsumen. Atau dengan kata lain, daya beli relatif saat
membeli produk pada suatu negara akan sama dengan daya beli ketika membeli produk pada
negara lain.
Jika dua negara menghasilkan produk yang merupakan substitusi satu sama lain,
permintaan produk tersebut akan berubah saat terjadi perbedaan tingkat inflasi. Pada contoh
sebelumnya, inflasi Amerika Serikat yang relatif tinggi akan menyebabkan konsumen Amerika
Serikat meningkatkan impor dari Inggris, sebaliknya konsumen Inggris menurunkan permintaan
untuk barang Amerika Serikat (karena kenaikan harga produk Inggris lebih kecil). Kekuatan
tersebut mendorong kenaikan nilai poundsterling Inggris.
Perubahan konsumsi dari Amerika Serikat ke Inggris akan terus berlangsung hingga nilai
pound sterling Inggris terapresiasi hingga (1) harga yang dibayar atas produk Inggris oleh
konsumen Amerika Serikat tidak lebih rendah dari harga produk serupa yang diproduksi di
Amerika Serikat dan (2) harga yang dibayar atas produk Amerika Serikat oleh konsumen Inggris
tidak lebih tinggi dari harga produk serupa yang diproduksi di Inggris. Untuk memperoleh
keseimbangan ini, pound sterling perlu terapresiasi sekitar 4 persen, seperti akan dijelaskan
berikut.
10
Dengan mempertimbangkan inflasi Inggris sebesar 5 persen dan apresiasi pouns sterling
sebesar 4 persen konsumen Amerika Serikat akan membayar produk Inggris 9 persen lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai keseimbangan awalnya. Angka ini sama dengan kenaikan harga
produk Amerika serikat sebesar 9 persen karena nilai inflasi Amerika Serikat.
Pertimbangan situasi di mana pound sterling hanya terapresiasi sebesar 1 persen terkait
dengan perbedaan inflasi tersebut. Pada kasus ini, kenaikan produk Inggris untuk konsumen
Amerika Serikat adalah sekitar 6 persen ( 5 persen dan apresiasi pound sterling Inggris ), yang
lebih kecil dibandingkan kenaikan harga produk Amerika Serikat sebesar 9 persen. Karenanya,
dapat diperkirakan konsumen Amerika Serikat akan tetap mengonsumsi produk Inggris. Paritas
daya beli menyatakan bahwa peningkatan konsumsi Amerika Serikat atas produk Inggris akan
tetap terjadi hingga pound sterling terapresiasi sebesar 4 persen. Pada tingkat apresiasi di bawah
ini akan membuat harga Inggris lebih menarik relatif dibanding harga di Amerika Serikat dari
sudut pandang konsumen Amerika Serikat.
Dari sudut pandang konsumen Inggris, harga produk Amerika Serikat awalnya akan
meningkat 4 persen lebih tinggi dibandingkan produk Inggris. Karenanya konsumen Inggris akan
tetap mengurangi impor dari Amerika Serikat hingga pound sterling terapresiasi cukup tinggi
sehingga produk Amerika Serikat tidak lebih mahal dibandingkan barang Inggris. Ketika pound
sterling terapresiasi sebesar 4 persen, maka hal ini akan mengompensasi sebagian dari kenaikan
harga Amerika Serikat sebesar 9 persen dari sudut pandang konsumen Inggris. Tepatnya,
dampak bersihnya adalah harga di Amerika Serikat akan meningkat sekitar 5 persen bagi
konsumen Inggris ( inflasi 9 persen dikurangi penghematan 4 persen terkait dari apresiasi pound
sterling sebesar 4 persen).
3.3. Turunan Paritas Daya Beli
Diasumsi bahwa indeks harga pada negara asal ( h ) dan negara asing ( ƒ ) adalah setara.
Sekarang diasumsi bahwa sepanjang waktu, negara asal mengalami tingkat inflasi sebesar Ih,
sementara negara asing mengalami inflasi sebesar Iƒ. Karena inflasi, indeks harga barang pada
negara asal konsumen (Ph) adalah :
Indeks harga negara asing ( Pƒ ) juga akan berubah sesuai inflasi di negara tersebut :
11
Jika Ih > Iƒ, dan nilai tukar mata uang kedua negara tersebut tidak berubah, maka daya
beli konsumen atas barang asing lebih besar dibandingkan daya beli atas barang lokal. Pada
kasus ini tidak terjadi paritas daya beli. Jika Ih < Iƒ dan nilai tukar mata uang kedua negara
tersebut tidak berubah, maka daya beli konsumen atas produk lokal lebih besar dibandingkan
daya beli atas produk asing. Pasa kasus in paritas daya beli tidak terjadi.
Teori paritas daya beli menyatakan bahwa nilai tukar tidak tetap tetapi akan berubah
untuk mempertahankan paritas daya beli. Jika terjadi inflasi dan kurs mata uang berubah, indeks
produk asing dari sudut pandang konsumen lokal adalah :
dimana eƒ mencerminkan persentase perubahan pada nilai mata uang asing. Menurut teori paritas
daya beli, persentase perubahan mata uang asing (eƒ ) harus berubah untuk mempertahankan
paritas berdasarkan indeks harga baru pada dua negara tersebut. eƒ pada kondisi paritas daya beli
dapat dihitung dengan menggunakan rumus indeks harga baru pada negara asing sesuai dengan
rumus indeks harga baru pada negara asal, sebagai berikut :
Rumus untuk menghitung ej adalah sebagai berikut :
ef =
Karena Ph sama dengan Pj ( karena indeks harga awal pada kedua negara diasumsikan
sama ) , maka rumus diatas menjadi
ef =
Rumus ini mencerminkan hubungan antara tingkat inflasi relatif dan nilai tukar
berdasarkan paritas daya beli. Jika Ih > If , ef harus bernilai positif. Implikasi hal ini adalah mata
uang asing akan terapresiasi jika inflasi negara asal melebihi inflasi negara asing. Sebaliknya,
jika Ih < If, maka nilai ef akan negatif. Implikasi ini adalah mata uang asing akan terdepresiasi
saat inflasi pada negara tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi di negara asal.
12
3.4. Menggunakan Teori Paritas Daya Beli untuk Mengestimasi Perubahan Kurs
Bentuk relatif teori paritas daya beli dapat digunakan untuk mengestimasi bagaimana
nilai tukar akan berubah sebagai akibat dari perbedaan ingkat inflasi antar negara.
Contoh :
Diasumsikan bahwa pada awalnya nilai tukar berada dalam keseimbangan. Kemudian mata uang
asal mengalami inflasi sebesar 5 persen, sementara inflasi atas mata uang asing adalah 3 persen.
Berdasarkan teori paritas daya beli, nilai mata uanga asing akan berubah sebagai berikut :
ef =
=
= 0,0914 atau 1,94%
Maka, pada contoh ini, mata uang asing harus terapresiasi sebesar 1,94 % sebagai akibat
dari inflasi pada negara asal yang lebih tinggi relatif dibandingkan inflasi negara asing. Jika
perubahan kurs terjadi, indeks harga pada negara asing akan sama tinggi dengan indeks pada
negara asal dari sudut pandang konsumen negara asal. Meskipun inflasi negara asing lebih
rendah, apresiasi mata uang mendorong naik indeks harga negara asing dari sudut pandang
konsumen pada negara asal. Dengan mempertimbangkan dampak nilai tukar, indeks harga kedua
negara akan meningkat sebesar 5 persen dari sudut pandang negara asal. Jadi daya beli
konsumen atas produk asing akan sama dengan produk lokal.
Contoh :
Contoh ini mempelajari situasi ketika inflasi asing lebih tinggi dibandingkan inflasi lokal.
Diasumsi bahwa awalnya nilai tukar berada dalam keseimbangan. Kemudian negara asal
mengalami inflasi sebesar 4 persen, sementara negara asing mengalami inflasi sebesar 7 persen.
Sesuai paritas daya beli, mata uang asing akan mengalami penyesuaian sebagai berikut :
ef =
=
13
= - 0,028 atau – 2,8%
Jadi, pada contoh ini, mata uang asing akan terdepresiasi sebesar 2,8 persen akibat dari
inflasi negara asing yang lebih tinggi relatif terhadap negara asal. Meskipun inflasi negara asal
lebih rendah, naun depresiasi mata uang asing menekan harga produk pada negara asing dari
sudut pandang konsumen lokal. Dengan mempertimbangkan dampak kurs, harga pada kedua
negara akan meningkat sebesar 4 persen. Oleh karena itu, teori paritas daya beli akan tetap
terjadi akibat penyesuaian pada nilai tukar
Menggunakan Hubungan yang Disederhanakan
Hubungan teori paritas daya beli yang lebih sederhana namun kurang akurat adalah :
Atau, persentase perubahan atas nilai tukar harus kurang lebih sama dengan perbedaan tingkat
inflasi antara dua negara. Rumus sederhana ini hanya layak jika perbedaan inflasi relatif kecil.
3.5. Analisis Grafik Teori Paritas Daya Beli
Dengan menggunakan teori paritas daya beli, kita dapat menilai potensi dampak inflasi
terhadap kurs. Tampilan grafik 1 berikut menggambarkan grafik dari teori paritas daya beli. Titik
– titik pada tampilan tersebut menggambarkan bahwa dengan mempertimbangkan perbedaan
inflasi antara negara asal dengan negara asing sebesar X persen, maka mata uang asing harus
disesuaikan sebesar X persen sebagai akibat dari perbedaan inflasi tersebut.
3.5.1. Garis Teori Paritas Daya Beli
Garis diagonal yang menghubungkan seluruh titik tersebut dinamakan garis
paritas daya beli. Titik A mencerminkan contoh sebelumnya di mana tingkat inflasi Amerika
Serikat (sebgai negara asal) dan tingkat inflasi Inggris diasumsikan masing – masing 9 persen
dan 5 persen, sehinga . Hal ini menyebabkan apresiasi pound sterling Inggris
sebesar 4 persen, seperti tercermin pada titik A. titik B mencerminkan situasi di mana tingkat
inflasi Amerika Serikat dan negara asing masing – masing adalah 1 persen dan 6 persen,
sehingga Situasi ini menyebabkan taksiran depresiasi mata uang asing sebesar 5
persen seperti tercermin pada titik B. Jika kurs menanggapi perbedaan inflasi seperti yang
dinyatakan teori paritas daya beli, maka titik aktual akan terletak dekat atau pada garis teori
paritas daya beli.
14
Garis Paritas Daya Beli
_ A
_ 4
_
_ 2
_
| | | | | | | | | |
4 2 _ 2 4
_ -2
_
_-4
_
•
% pada kurs spot - - mata uang asing
B •
Tampilan Grafik 1
3.5.2. Disparitas Daya Beli
Tampilan grafik 2 mengidentifikasi area disparitas daya beli. Diasumsi situasi
keseimbangan awal, kemudian terjadi perubahan pada tingkat inflasi pada dua negara. Jika kurs
tidak berubah sesuai yang diyatakan teori paritas daya beli, maka terjadi disparitas daya beli pada
dua negara tersebut.
Titik C pada tampilan 2 mencerminkan situasi di mana inflasi negara asal
lebih tinggi 4 persen dibandingkan inflasi di negara asing .
Namun, apresiasi mata uang asing sebagai akibat perbedaan inflasi tersebut hanya 1 persen.
Akibatnya, terjadi disparitas daya beli. Daya beli konsumen negara asal atas barang asing lebih
tinggi dibandingkan dengan daya beli konsumen atas produk negara asalnya. Teori paritas daya
beli menyatakan bahwa disparitas daya beli hanya akan terjadi pada jangka pendek. Seiring
berjalannya waktu, saat konsumen negara asal memanfaatkan disparitas dengan membeli produk
asing lebih banyak, terjadi tekanan yang mendorong naik nilai mata uang asing yang
15
menyebabkan titik C bergerak ke arah garis paritas daya beli. Seluruh titik pada bagian kiri ( atau
di atas ) garis paritas daya beli mencerminkan daya beli atas produk asing yang lebih tinggi
dibandingkan untuk produk negara asal.
Titik D pada tampilan 2 mencerminkan suatu situasi di mana inflasi negara asal lebih
rendah 3 persen dibandingkan negara asing. Namun mata uang negara asing tersebut hanya
terdepresiasi 2 persen. Sekali lagi terjadi disparitas daya beli. Daya beli untuk produk asing lebih
rendah relatif dibandingkan daya beli produk negara asal. Teori paritas daya beli menyatakan
bahwa mata uang negara asing pada contoh ini harus terdepresiasi sebesar 3 persen untuk
mengompensasi perbedaan inflasi sebesar 3 persen. Karena melemahnya mata uang tidak tinggi,
maka konsumen negara asal akan berhenti membeli produk asing, sehingga menyebabkan mata
uang asing kembali melemah sebesar yang telah diantisipasi oleh teori paritas daya beli. Jika hal
ini terjadi, titik D akan bergerak ke arah garis paritas daya beli. Seluruh titik di bagian kanan
(atau di bawah) garis paritas daya beli mencerminkan daya beli produk negara asal yang lebih
tinggi dibandingkan produk asing.
3.6. Pengujian Teori Paritas Daya Beli
Teori paritas daya beli tidak hanya memberikan penjelasan bagaimana tingkat inflasi
relatif di antara dua negara dapat mempengaruhi nilai tukar, tetapi juga memberikan informasi
yang dapat digunakan untuk memprediksi nikai tukar.
3.6.1. Uji Teori Paritas Daya Beli
Salah satu cara untuk menguji teori adalah dengan memilih dua negara (misalnya
Amerika Serikat dan satu negara lain) dan membandingkan perbedaan pada tingkat inflasi
mereka dengan persentase perubahan nilai mata uang asing selama beberapa periode waktu
tertentu. Dengan menggunakan grafik yang serupa dengan Tampilan 2, kita dapat
menggambarkan tiap titik yang mencerminkan perbedaan inflasi dan persentase perubahan nilai
kurs untuk setiap periode waktu dan kemudian menentukan apakah titik ini mencerminkan garis
paritas daya beli seperti digambarkan pada Tampilan 2. Jika titik – titik tersebut menyimpang
sangat jauh dari garis paritas daya beli, maka persentase perubahan nilai tukar tidak terpengaruh
oleh perbedaan inflasi seperti yang dinyatakan oleh teori paritas daya beli.
16
Garis Paritas Daya BeliPeningkatan aya beli
produk asing —
— • C
— 3
—
— 1
| | | | | | | | | | % Δ pada kurs spot
-3 -1 — -1 1 3 mata uang asing
—
• D — -3
—
—
Tampilan 2
Sebagai pengujian alternatif, beberapa negara asing dapat dibandingkan dengan negara
asal selama beberapa periode tertentu. Tiap negara asing akan mencerminkan perbedaan inflasi
relatif dengan negar asal, yang dapat dibandingkan dengan persentase perubahan kurs selama
periode pengamatan. Karenanya suatu titik dapat digambarkan pada suatu grafik seperti pada
Tampilan 2 untuk setipa negara asing yang dianalisis. Jika titik tersebut menyimpang jauh dari
garis paritas daya beli, berarti nilai tukar tidak bereaksi terhadap perbedaan inflasi sesuai teori
paritas daya beli. Teori paritas daya beli diuji setiap negara yang menyediakan informasi
mengenai inflasi.
3.6.2. Uji Statistik Teori Paritas Daya Beli
Uji statistik paritas daya beli sedikit disederhanakan dengan menggunakan analisis
regresi atau kurs historis dan perbedaan inflasi dapat dikembangkan. Sebagai gambarannya
17
diasumsi satu nilai tukar tertentu. Persentase perubahan kuartalan atas nilai mata uang asing
dapat diregresi dengan perbedaan inflasi yang terjadi pada awal kuartal, seperti berikut :
di mana adalah konstanta, adalah koefisien kemiringan dan μ adalah symbol eror. Analisis
regresi sksn dilakukan pada keseluruhan data kuartal untuk menentukan koerfisien regresi. Nilai
hipotesis dan masing – masing adalah 0 dan 1,0. koefisien ini menunjukkan bahwa untuk
perbedaan inflasi tertentu, terdapat perubahan persentase nilai kurs setara sebagai kompensasi,
secara rata – rata. Uji-t yang layak atas setiap koefisien regresi memerlukan pembanding dengan
nilai hipotesis dan pembagi berupa standard error (s.e.) untuk koefisien tersebut, sebagai
berikut:
Uji = 0 : Uji = 1 :
Kemudian table t digunakan untuk melihat nilai t. Jika uji t memperlihatkan bahwa koefisien
berbeda jauh dengan yang diharapkan, maka hubungan antara perbedaan inflasi dengan tukar
berbeda dengan yang dinyatakan oleh teori paritas daya beli. Perbedaan waktu yang layak antara
perbedaan inflasi dengan perubahan kurs masih kontrovesial.
3.6.3 Hasil Uji Paritas Daya Beli
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menguji apakah paritas daya beli terjadi.
Penelitian oleh Miskhin, Adler dan Dumas, serta Abuaf dan Jorion menemukan bukti terjadi
penyimpangan cukup jauh dari paritas daya beli selama periode yang cukup lama. Penelitian
terkait oleh Adler dan Lehman menemukan bukti yang menentang paritas daya beli selama
periode yang lebih lama lagi.
Namun Hakkio menemukan bahwa ketika nilai kurs menyimpang jauh dari taksiran nilai
yang dihitung berdasarkan paritas daya beli, namun nilai ini bergerak kea rah nilai paritas daya
beli. Meskipun hubungan antara inflasi dan kurs tidak sempurna bahkan pada jangka panjang,
namun hubungan ini mendukung penggunaan perbedaan inflasi untuk memprediksi pergerakan
kurs jangka panjang.
18
- 30 - - 20 - -•10 -
| | | | | |•• •••| | | | | | - - -10 -• - -20 - - -30
- 30 - -20
- -10
•• - | | | | | ••| • •| •| | | | |
- - -10 - - -20 - - -30
- 30 - - 20 - •• 10 -
| | |•• | •| ••|• • | | | | |• | - - -10 - - -20 - - -30
- 30 - - 20
- • • 10 • - • • •
| | | | • | | | • | | | | | - - -10 - - -20 - - -30
Di Indonesia, studi tentang doktrin paritas day abeli pernah dilakukan oleh Setyawati
(1993,hal 87-100). Dalam menguji paritas daya beli, Setyawati menggunakan tiga model yaitu
model empiris frenkel, Error Correction Model (EMC), dan Insukindro Error Correction Model
(I-EMC).
Dengan mengunakan model empiris Frenkel diperoleh bahwa paritas daya beli secara
absolut tidak berlaku di Indonesia. Sementara itu, hasil estimasi paritas daya beli secara relatif
menunjukkan bahwa variable rasio persentase perubahan harga tidak signifikan sehingga paritas
daya beli secara relatif di Indonesia tidak berlaku.
Inflasi AS dikurangi inflasi Kanada Inflasi AS dikurangi inflasi Swiss
•
•• • • • • ••
-30 -20 -10 •• 10 20 30 -30 -20 -10 •• 10 20 30
inflasi AS dikurangi inflasi Jepang (%) inflasi AS dikurangi inflasi Inggris (%)
• •• •
-30 -20 -10 • 10 20 30 -30 • -20 • -10 ••• 10 20 30
Tampilan 3
19
3.6.4. Pengujian Paritas Daya Beli Setiap Mata Uang
Mengenai validitas paritas daya beli, Tampilan 3 memperlihatkan hubungan antara
tingkat relative dengan pergerakan kurs sepanjang waktu. Perbedaan inflasi diperlihatkan pada
masing – masing dari empat grafik di atas ( satu grafik mencerminkan satu valuta asing) yang
diukur dari selisih antara inflasi Amerika Serikat dikurangi inflasi negara asing. Perbedaan
inflasi per tahun antara Amerika Serikat dan tiap negara asing tersebut dicerminkan sumbu
vertikal. Persentase perubahan nilai tukar per tahun pada tiap valuta asing (relatif terhadap dolar
AS) dicerminkan oleh sumbu horizontal. Perbedaan inflasi dan persentase perubahan kurs per
tahun sejak 1982 hingga 2004 digambarkan melalui titik – titik pada garafik. Jika paritas daya
beli terjadi pada periode pengamatan, maka titik – titik pada grafik seharusnya mencerminkan
garis imajiner 45 derajat, yang membelah sumbu (seperti pada Tampilan 2).
Meskipun masing – masing grafik memperlihatkan hasil yang berbeda, terdapat beberapa
komentar umum yang berlaku untuk seluruh grafik. Persentase perubahan pada kurs umumnya
lebih berfluktuasi dibandingkan dengan perbedaan inflasi. Jadi perubahan kurs lebih besar
dibandingkan dengan yang diprediksi berdasarkan teori paritas daya beli. Pada beberapa tahun,
pergerakan mata uang bahkan tidak dapat diantisipasi oleh teori paitas daya beli. Tampilan 3
memperlihatkan bahwa hubungan antara perbedaan inflasi dengan pergerakan kurs sering kali
mengalami distorsi.
3.6.5. Kelemahan Uji Paritas Daya Beli
Kelemahan dalam pengujian teori paritas daya beli adalah bahwa hasilnya berbeda
tergantung dari periode dasar yang digunakan. Misalnya, jika periode dasar menggunakan tahun
1978, maka sebagian besar periode berikutnya memperlihatkan penilaian dolar yang relatif
terlalu tinggi; sebaliknya jika menggunakan periode dasar tahun 1984, maka penilaian dolar akan
terlalu rendah pada periode berikutnya.
Periode dasar yang dipilih harus mencerminkan posisi keseimbangan, karena evaluasi
periode berikutnya akan dibandingkan dengan periode dasar tersebut. Sayangnya, sulit untuk
memilih periode dasar. Faktanya, salah satu alasan utama meniadakan kurs tetap adalah karena
sulitnya mengidentifikasi keseimbangan kurs yang layak.
20
3.7. Mengapa Paritas Daya Beli Sulit Diterapkan
Paritas daya beli tidak terjadi secara konsisten karena adanya pengaruh hal lain dan
karena tidak tersedianya substitusi untuk beberapa barang yang diperdagangkan. Alasan ini
dijelaskan sebagai berikut ;
3.7.1. Dampak yang Membingungkan
Teori paritas daya beli mengasumsikan bahwa pergerakan kurs hanya disebabkan oleh
perbedaan inflasi antara dua negara. Namun, perubahan kurs spot mata uang dipengaruhi oleh
faktor – faktor berikut :
dimana :
e = persentase perubahan spot
∆INF = perubahan diferensial antara tingkat inflasi Amerka Serikat dengan inflasi
negara asing
∆INT = perubahan diferensial antara suku bunga Amerika Serikat dengan suku bunga
negara asing.
∆INC = perubahan diferensial antara tingkat pendapatan Amerika Serikat dengantingkat
pendapatan negara asing.
∆GC = perubahan pada pengendalian pemerintah.
∆EXP = perubahan prediksi nilai tukar masa depan.
Karena pergerakan inflasi nilai tukar tidak hanya dipengaruhi oleh ∆INF, maka hubungan
antara inflasi dan pergerakan nilai tukar tidak sederhana seperti yang dinyatakan pada teori
paritas daya beli.
Contoh :
Diasumsi bahwa tingkat inflasi Venezuela adalah 5 persen lebih tinggi dibandingkan inflasi
Amerika Serikat. Dari informasi ini, teori paritas daya beli menyatakan bahwa Bolivar
Venezuela seharusnya terdepresiasi sebesar 5 persen terhadap dolar Amerika Serikat. Namun,
jika pemerintah Venezuela mengenakan batasan perdagangan atas ekspor Amerika Serikat,
konsumen dan perusahaan di Venezuela tidak dapat menyesuaikan pengeluaran mereka dengan
21
perbedaan inflasi tersebut. Karenanya, nilai tukar tidak berubah sesuai dengan teori paritas daya
beli.
3.7.2. Tidak Ada Substitusi Barang yang Diperdagangkan
Gagasan di balik teori paritas daya beli adalah bahwa segera setelah harga menjadi relatif
lebih tinggi di suatu negara, konsumen di negara lain akan berhenti mengimpor barang dan
berbalik membeli produk dalam negeri. Hal ini akan mempengaruhi nilai tukar. Namun, jika
terdapat barang substitusi lokal, maka konsumen tidak akan berhenti mengimpor barang.
Contoh :
Pada contoh sebelumnya, di mana inflasi Venezuela 5 persen lebih tinggi dibandingkan inflasi
Amerika Serikat. Jika konsumen Amerika Serikat tidak memperoleh produk substitusi lokal,
maka mereka akan tetap membeli produk dari Venezuela dengan harga tinggi, dan Bolivar tidak
akan terdepresiasi seperti yang diperkirakan teori paritas daya beli.
3.8. Paritas Daya Beli dalam Jangka Panjang
Paritas daya beli dapat diuji pada jangka panjang dengan menilai kurs ‘riil’ di antara dua
mata uang sepanjang waktu. Kurs riil merupakan kurs nilai tukar aktual setelah disesuikan
dengan cara ini, nilai tukar merupakan ukuran daya beli. Jika mata uang melemah 10 persen
namun inflasi negara asalnya 10 persen lebih tinggi dibandingkan inflasi negara asing, maka kurs
riil tidak berubah. Pelemahan mata uang tersebut dikompensasi oleh dampak inflasi yang lebig
rendah atas produk asing.
Jika kurs riil mendekati tingkat rata – rata tertentu seiring waktu, maka dapat dianggap
nilai akan konstan pada jangka panjang, dan penyimpangan dari rata – rata berlangsung
sementara waktu. Sebaliknya, jika kurs riil mengikuti pola acak ( random walk ), maka hal ini
berarti bahwa kurs bergerak acak tanpa pola yang dapat diprediksi. Dengan kata lain, kurs tidak
akan mendekati tingkat rata – rata tertentu, dan karenanya tidak dapat dianggap konstan pada
jangka panjang. Berdasarkan kondisi ini, gagasan paritas daya beli tidak berlaku karena
pergerakan kurs riil bukan merupakan penyimpangan sementara dari suatu nilai keseimbangan.
Penelitian Abuaf dan Jorion, yang telah disebutkan sebelumnya, menguji paritas daya
beli dengan menggunakan pola pergerakan kurs riil jangka panjang. Abuaf dan Jorion
menyatakan bahwa hasil penelitian sebelumnya yang menolak paritas daya beli menjadi
meragukan karena pembatasan metode yang digunakan untuk menguji paritas daya beli. Mereka
22
menyarankan bahwa penyimpangan dari paritas daya beli akan tinggi pada jangka pendek namun
akan berkurang separuhnya selama tiga tahun. Karenanya, meskipun kurs menyimpang dari nilai
yang diprediksi paritas daya beli pada jangka pendek, penyimpangan tersebut akan berkurang
pada jangka panjang.
Hubungan paritas daya beli, meskipun tidak persis tepat, dapat menjelaskan bahwa
beberapa peristiwa membawa dampak besar bagi MNC melalui perubahan kurs.
Contoh :
Dampak harga minyak tanah terhadap inflasi dank arena terhadap kurs. Selama tahun 2000,
harga pasar meningkat tajam, sehingga mendorong naik tingkat inflasi pada beberapa negara
pengimpor minyak. Negara – negara Eropa yang menggunakan euro mengimpor minyak dan
terkena kenaikan harga minyak. Karena Inggris memproduksi minyak sendiri, maka Inggris tidak
terkena dampak langsung dari kenaikan harga minyak. Namun MNC Inggris terkena dampak
buruk karena hubungan usaha dengan negara Eropa lainnya. Inflasi di Eropa meningkat selama
tahun 2000, yang menekan turun nilai euro relatif terhadap pound sterling. MNC Inggris yang
mengekspor ke negara euro ini terkena dampak buruk karena pound sterling menjadi relatif lebih
mahal dibandingkan euro, sehingga mengurangi permintaan atas produk Inggris.
MNC di negara yang menggunakan euro juga terkena dampak. Negara yang mengekspor ke
Inggris beruntung karena produk mereka menjadi relatif murah bagi konsumen Inggris. Namun,
inflasi pada negara yang menggunakan euro menyebabkan bank sentral Eropa meningkatkan
suku bunga guna menurunkan tingkat inflasi. Karenanya, perekonomian di negara tersebut
melemah, dan permintaan lokal atas produk yang diproduksi MNC berkurang.
MNC yang memahami ketergantungan pada tingkat inflasi asing akan termotivasi untuk
memonitor tingkat inflasi asing dan membatasi eksposurnya pada negara yang mungkin
mengalami peningkatan inflasi mendadak.
RANGKUMAN
1. Teori paritas daya beli menerangkan bahwa hubungan sempurna antara tingkat inflasi
relatif di dua negara dengan kurs mereka.
2. Teori paritas daya beli menyatakan bahwa keseimbangan kurs akan menyesuaikan
dengan besaran perbedaan tingkat inflasi di dua negara.
23
3. Meskipun teori paritas daya beli merupakan konsep yang berharga, terdapat bukti
penyimpangan yang cukup besar atas pelaksanaan teori dalam dunia yang sesungguhnya.
4. Ada dua bentuk paritas daya beli, yaitu paritas daya beli versi absolut dan paritas daya
beli versi relatif. Paritas daya beli versi absolut menyatakan bahwa harga sekumpulan
komoditas di suatu negara akan sama dengan harga sekumpulan komoditas yang sama di
negara lain dikalkan dengan kurs spot antar kedua negara tersebut. Sedangkan dalam paritas
daya beli versi relatif diperhitungkan perbedaan inflasi antar berbagai negara.
5. Terdapat sensitivitas perubahan indeks harga konsumen terhadap perubahan nilai tukar
mata uang terhadap mata uang negara lain.
6. Terdapat kontribusi factor inflasi dalam menentukan nilai tukar mata uang tiap – tiap
negara.
24
DAFTAR PUSTAKA
Madura, Jeff. Intenational Corporate Finance. Edisi kedelapan. Jakarta:Penerbit Salemba
Empat, 2006.
Sartono, Agus. Manajemen Keuangan Internasional. Cetakan pertama.Yogyakarta:BPFE
-Yogyakarta,2001.
Kuncoro, Mudrajat. Manajemen Keuangan Internasional. Edisi kedua. Yogyakarta:BPFE
-Yogyakarta. 2001.
25