penentuan laju reaksi dan tetapan laju reaksi
DESCRIPTION
laporan pkf semester 5 kimia itb 2010TRANSCRIPT
Laporan Kimia Fisik KI-3141
PERCOBAAN M-2
PENENTUAN LAJU REAKSI DAN TETAPAN LAJU REAKSI
Nama : Kartika Trianita
NIM : 10510007
Kelompok : 2
Tanggal Percobaan : 2 November 2012
Tanggal Laporan : 9 November 2012
Asisten : Liany
Bella
Laboratorium Kimia Fisik
Program Studi Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
2012
Penentuan Laju Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi
I. Tujuan Percobaan
1. Membuktikan bahwa orde reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida
adalah 2.
2. Menentukan tetapan laju reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida.
II. Teori Dasar
Kinetika kimia adalah salah satu ilmu yang membahas tentang laju atau kecepatan dan
mekanisme reaksi. Secara kuantitatif kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi,
yaitu jumlah dari eksponen konsentrasi pada persamaan laju reaksi.
Laju reaksi (Reaction Rate) atau kecepatan reaksi adalah perubahan konsentrasi
konsentrasi pereaksi ataupun produk dalam satauan waktu. Laju suatu reaksi dapat
dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi, atau laju bertambahnya
konsentrasi suatu produk. Konsentrasi baisanya di nyatakan dalam mol per liter, tetapi untuk
reaksi fase gas, suatu tekanan atmosfer, milimeter merkurium, dapat di gunakan sebagai ganti
konsentrasi.
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi
kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi
hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Suatu reaksi yang diturunkan secara
eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi:
v = k [A] [B] 2
Persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan merupakan
reaksi orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut adalah reaksi orde 3. Tetapan
k yang muncul disebut juga sebagai tetapan laju atau koefisien laju. Satuan tetapan atau
koefisien laju bergantung pada orde reaksi.
Ada beberapa cara untuk mengukur laju dari suatu reaksi. Sebagai contoh, jika gas
dilepaskan dalam suatu reaksi. Kita dapat mengukurnya dengan menghitung volume gas yang
dilepaskan permenit pada waktu tertentu selama reaksi berlangsung. Definisi laju ini dapat
diukur dengan satuan cm3s-1. Laju biasanya diukur dengan melihat beberapa cepat konsentrasi
suatu reaktan berkurang pada waktu tertentu. Dalam percobaan ini, pada metode titrasi, laju
reaksi ditentukan dari perubahan banyaknya jumlah basa yang bereaksi dengan etil asetat
untuk menghasilkan produk.
Konduktometri merupakan metode analisis kimia berdasarkan daya hantar listrik suatu
larutan. Daya hantar listrik (L) suatu larutan bergantung pada jenis dan konsentrasi ion di
dalam larutan. Daya hantar listrik berhubungan dengan pergerakan suatu ion di dalam larutan
ion yang mudah bergerak mempunyai daya hantar listrik yang besar. Daya hantar listrik (L)
merupakan kebalikan dari tahanan (R), sehingga daya hantar listrik mempunyai satuan ohm-1.
Bila arus listrik dialirkan dalam suatu larutan mempunyai dua elektroda, maka daya hantar
listrik (L) berbanding lurus dengan luas permukaan elektroda (A) dan berbanding terbalik
dengan jarak kedua elektroda (l).
L= l/R = k (A/ l)
dengan k adalah daya hantar jenis dalam satuan ohm-1 cm-1. Kuat lemahnya larutan
elektrolit sangat ditentukan oleh partikel- partikel bermuatan di dalam larutan elektrolit.
Larutan elektrolit akanmengalami ionisasi, dimana zat terlarutnya terurai menjadi ion positif
dan negatif. Adanya muatan listrik inilah yang menyebabkan larutan memiliki daya hantar
listrik. Proses ionisasi sangat penting untuk menunjukkan kemampuan daya hantarnya,
semakin banyak zat yang terionisasi semakin kuat daya hantarnya. Demikian pula sebaliknya
semakin sulit terionisasi semakin lemah daya hantar listriknya
III. Data Pengamatan
1. Metode Titrasi
[NaOH] = 0,0169 M
[HCl] = 0,0205 M
[etil asetat] = 0,02 M
[KCl] = 0,1 M
Untuk vol. NaOH = vol. etil asetat
= 50 ml
t (menit) V titran (ml)
5 18,4
10 18,5
20 19,8
35 20,1
55 21,5
Untuk vol. NaOH = 40 ml dan vol.
etil asetat = 50 ml
t (menit) V titran (ml)
5 18,7
10 20,5
20 20,6
35 21,5
55 21,7
2. Metode Konduktometri
Truang = 27oC
Nilai hantaran pada 40oC
L air = 175 s/cm
L NaOH = 1753 s/cm
L KCl = 12,22 ms/cm
t (menit) Hantaran
(s/cm)
5 1531
10 1522
20 1485
35 1438
55 1402
Dipanaskan 70oC lalu didinginkan 1308
III. Pengolahan Data
1. Metode Titrasi
Etilasetat : NaOH (50 mL : 50 mL)
V x=V b –(20 .
[ HCl ][ NaOH ]
−V T) . V campuran
10
Vx =0,05 – (20 .0.02050.0169
−0,1).0,1
10 = -0,1924 L
x = [ NaOH ] . V x
V campuran
x = 0,0169 .−0,1924
0,1 = -0,0325 M
a = [ Etilasetat ] . V a
V T
= 0,02 .0,05
0,1 = 0,01 M
b = [ NaOH ] . V b
V T
= 0,0169 .0,05
0,1 = 0,00845 M
t (menit) Vtitran (L) Vx (L) x (M) a (M) b (M) c = x/(a(a-x))10 0,184 -0,1924 -0,0325 0,01 0,00845 -76,470520 0,185 -0,1924 -0,0325 0,01 0,00845 -76,470535 0,198 -0,1924 -0,0325 0,01 0,00845 -76,470655 0,201 -0,1924 -0,0325 0,01 0,00845 -76,470665 0,215 -0,1924 -0,0325 0,01 0,00845 -76,4706
0 10 20 30 40 50 60 70
-76.47065
-76.4706
-76.47055
-76.4705
-76.47045
f(x) = 2.06572769959909E-06 x − 76.4706164319249R² = 0.757433489802281
Titrasi 50 mL Etilasetat : 50 mL NaOH
t
c
Dari kurva di atas, diperoleh persamaan garis
y = 2.10-6x - 76,47
Maka, k = slope = 2.10-6
Etilasetat : NaOH (60 mL : 40 mL)
Dengan menggunakan cara yang sama, diperoleh hasil sebagai berikut.
t (menit) Vtitran (mL) Vx (L) x (M) a (M) b (M) c = [1/(a-b)] . ln[b(a-x)/a(b-x)]5 18,7 -0,2024 -0,0342084 0,012 0,00676 -86,5502270110 20,5 -0,2024 -0,03420536 0,012 0,00676 -86,5486199920 20,6 -0,2024 -0,03420519 0,012 0,00676 -86,5485307135 21,5 -0,2024 -0,03420367 0,012 0,00676 -86,5477271155 21,7 -0,2024 -0,03420333 0,012 0,00676 -86,54754852
0 10 20 30 40 50 60
-86.5505-86.55
-86.5495-86.549
-86.5485-86.548
-86.5475-86.547
-86.5465-86.546
f(x) = 4.41010490833826E-05 x − 86.5496331946124R² = 0.713788166411155
Titrasi 60 mL Etilasetat : 40 mL NaOH
t
c
Dari kurva di atas, diperoleh persamaan garis
y = 4.10-5x - 86,55
Maka, k = slope = 4.10-5
2. Metode Konduktometri
Lsel = LH2 O + LKCl
Lsel = 0,175 mS/cm + 12,22 mS/cm = 12,395 mS/cm
Ksel = X literatur
L sel = 1,337 Ω−1m−1
0,12395 mS .m−1 = 12,7866Ω−1mS−1
t (menit) Lo (mS/cm) Lt (mS/cm) Lc (mS/cm) a (1/a)(Lo-Lt/Lt-Lc)5 1,753 1,531 1,308 0,01 99,5515695110 1,753 1,522 1,308 0,01 107,943925220 1,753 1,485 1,308 0,01 151,412429435 1,753 1,438 1,308 0,01 242,307692355 1,753 1,402 1,308 0,01 373,4042553
0 10 20 30 40 50 600
100
200
300
400f(x) = 5.61088010128457 x + 54.6519718170349R² = 0.986518934785186
Konduktometri
t
(1/a
)(Lo-
Lt/L
t-Lc
)
Dari kurva di atas diperoleh persamaan garis
y = 5,610x + 54,65
k = slope = 5,610
IV. Pembahasan
Pada percobaan ini dibuktikan bahwa orde reaksi penyabunan etil asetat oleh
ion hidroksida adalah 2, serta ditentukan nilai tetapan laju reaksi tersebut (k).
Parameter yang terukur adalah pengurangan konsentrasi ester yang diukur dengan
cara titrasi dengan basa kuat terhadap asam asetat yang dihasilkan serta waktu reaksi.
Pada metode titrasi, larutan NaOH yang diberikan sudah distandardisasi
sehingga dapat langsung digunakan. Larutan NaOH merupakan larutan baku sekunder
yang tidak stabil dalam penyimpanannya sehingga perlu dilakukan standardisasi
terlebih dahulu sebelum digunakan.
Pada percobaan ini digunakan labu erlenmeyer tertutup yang bertujuan agar
tidak terdapat kontaminasi terhadap larutan yang dianalisis. Selain itu juga agar suhu
dalam labu dapat konstan lebih lama. Larutan NaOH dan etil asetat yang akan
dicampurkan, sebelumnya perlu dilakukan penyamaan suhu terlebih dahulu. Pada
percobaan ini digunakan suhu 40oC. Hal ini dilakukan agar laju reaksi yang dihasilkan
tidak mengalami perubahan yang besar. Laju reaksi dipengaruhi oleh suhu. Kenaikan
suhu akan menyebabkan tumbukan antarpartikel berlangsung lebih cepat dikarenakan
energi kinetiknya meningkat. Pengocokan dilakukan agar campuran kedua larutan
homogen. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq) → CH3COONa (aq) + C2H5OH (aq)
Campuran reaksi dimasukkan ke dalam 20 ml HCl sebelum dititrasi dengan
NaOH. Pencampuran dengan HCl dimaksudkan untuk menetralkan campuran reaksi
yang bersifat basa seperti ditunjukkan oleh reaksi di atas. Maka, yang dititrasi adalah
kelebihan HCl yang tidak digunakan untuk menetralkan basa. Digunakan phenoftalein
sebagai indikator. Oleh karena mulanya larutan yang dititrasi bersifat asam, maka
perubahan warna yang diamati adalah dari tidak berwarna menjadi pink. Reaksi yang
terjadi saat titrasi adalah sebagai berikut.
NaOH (aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) + H2O (l)
Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin lama, volume titran semakin
besar. Hal ini berarti banyaknya HCl yang tidak digunakan untuk menetralkan larutan
basa semakin banyak, artinya jumlah OH- yang digunakan untuk membentuk produk
larutan basa semakin sedikit.
Selain metode titrasi, dilakukan pula penentuan orde reaksi dan tetapan laju
reaksi dengan metode konduktometri. Metode ini digunakan untuk mempelajari reaksi
yang melibatkan ion-ion yang memiliki daya hantar listrik cukup tinggi, seperti ion H+
dan OH-. Daya hantar listrik suatu larutan bergantung pada jenis dan konsentrasi ion
dalam larutan tersebut. Daya hantar listrik berhubungan dengan pergerakan suatu ion
dalam larutan yang mudah bergerak. Daya hantar listrik merupakan kebalikan dari
tahanan. Oleh karenanya daya hantar listrik memiliki satuan ohm-1.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa daya hantar listrik larutan menurun
seiring dengan bertambahnya waktu. Hal ini terjadi dikarenakan selama percobaan
terjadi penggantian ion OH- dari larutan dengan ion CH3COO- seperti ditunjukkan
pada reaksi sebelumnya. Semakin bertambahnya waktu, maka semakin banyak
penggantian ion OH- dari larutan dengan ion CH3COO-. Ion OH yang awalnya
memiliki nilai hantaran yang besar jumlahnya menjadi lebih sedikit, sedangkan
jumlah CH3COO- menjadi lebih banyak sehingga nilai hantaran larutan menjadi lebih
kecil karena ch3coo- memiliki nilai hantaran yang lebih kecil.
Nilai tetapan laju reaksi yang diperoleh dari metode titrasi dengan metode
konduktometri memberikan hasil yang berbeda. Hal ini bisa terjadi karena prinsip
keduanya berbeda. Metode konduktometri lebih baik dibandingkan metode titrasi.
Metoda konduktometri didasarkan pada adanya ion-ion dalam larutan yang dapat
menghantarkan listrik sehingga hanya dilakukan pengukuran nilai hantaran, tidak
menggunakan indikator. Sedangkan metode titrasi berdasarkan pada titik akhir titrasi
yang ditunjukkan oleh perubahan warna larutan. Metode titrasi ini kurang akurat
dikarenakan penentuan titik akhir titrasi yang tidak jelas.
Kesalahan pada hasil percobaan dapat terjadi disebabkan suhu larutan tidak
benar2 konstan pada 40oC. Jika tidak dilakukan pada suhu konstan, maka hasil yang
diperoleh tidak hanya dipengaruhi konsentrasi, namun juga pada suhu larutan saat
percobaan.
Bila arus listrik dialirkan ke dalam suatu larutan melalui dua electrode, maka daya hantar listrik (G)
berbanding lurus dengan luas bidang luas bidang electrode, maka daya hantar listrik (G) berbanding
lurus dengan luas bidang electrode (A) dan berbanding terbalik dengan jarak kedua electrode (l).
jadi,
G= 1/R=k A/l
Dimana k adalah daya hantar jenis dalam satuan ohm-1cm-1
V. Kesimpulan
Orde reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida terbukti merupakan reaksi
orde 2 karena diperoleh kurva linier dengan nilai R2>0,9 atau mendekati 1. Sedangkan
dengan metode titrasi tidak terbukti dikarenakan kurva yang diperoleh tidak linier
(R2<0,9).
Dengan metode titrasi, tetapan laju reaksi penyabunan etil asetat oleh ion
hidroksida pada saat volume etil asetat sama dengan volume NaOH adalah 4.10-5,
sedangkan pada saat volume etil asetat:NaOH = 3:2 tetapan laju reaksi adalah 4.10-5.
Dengan metode konduktometri, tetapan laju reaksi saat volume etil asetat sama dengan
NaOH sebesar 5,610.
VI. Daftar Pustaka
Daniels, et al. 1970. Eksperimental Physical Chemistry, ed.7. Hal 144-149
Findlay. 1967. Practical Physical Chemistry, ed. 8. Hal 307
Shoemaker, et al. 1974. Eksperiments in Physical Chemistry, ed. 3. Hal 3
http://www.scribd.com/doc/57070405/52692056-Konduktometri (8 November
2012; 20.45)
http://www.scribd.com/doc/87426970/Kimia-Fisika-III-Kinetika-Reaksi-
Saponifikasi-Etil-Asetat (8 November 2012; 20.55)
VII. LAMPIRAN
Jawaban Pertanyaan
1. Kenyataan yang membuktikan bahwa reaksi penyabunan etil asetat ini adalah
orde 2 dapat dilihat pada kurva yang diperoleh. Liniernya kurva yang memiliki
nilai R2>0,9 atau mendekati 1 menunjukkan bahwa reaksi tersebut merupakan
reaksi orde 2.
2. Turunan satuan-satuan SI untuk hantaran jenis dan hantaran molar.
Hantaran jenis larutan ialah hantaran ‘sebatang’ larutan yang panjangnya 1
meter dan luas penampang lintang 1 m2. Maka untuk dua permukaan sejajar
seluas A m2 dan berjarah 1 m satu sama lain berlaku hubungan : L = к A/1 atau
к = L 1/A
К = [siemens][m] / [m2] sehingga satuan к adalah siemens.m-1.
Hantaran molar didefinisikan jika terdapat dua buah elektroda yang cukup luas
dan sejajar dan berjarak 1 m, ditempatkan sejumlah larutan yang mengandung
1 mol elektrolit, dinyatakan dengan Λ. Λ= к / C dengan C adalah konsentrasi
larutan dalam mol m-3 sehingga Λ = [siemens][m-1] / [mol][m-3] sehingga Λ
memiliki satuan siemens.m2.mol-1.
3. Akibat bila titrasi HCl tidak segera dilakukan, berarti titrasi dilakukan ketika
suhunya sudah menurun. Hal ini akan mempengaruhi laju reaksi yang
diperoleh menjadi lebih lambat karena pada suhu rendah energi kinetik kecil
sehingga laju reaksi pun akan kecil. Seandainya titrasi harus ditunda sampai
semua percobaan selesai, maka harus dilakukan pemanasan agar laju reaksi
yang diperoleh lebih besar dan sesuai dengan harapan.
4. Tiga cara untuk menentukan orde reaksi adalah sebagai berikut.
1. Metode Integrasi
Pada metode ini dC/dt ditentukan langsung dengan memplot konsentrasi
terhadap waktu. Nilai tangen menunjukkan kecepatan pada daat t. Orde
reaksi dan tetapan laju reaksi ditentukan dari kurva log v terhadap log C.
Masalah yang timbul dalam metode ini adalah adanya reaksi samping dan
reaksi kebalikan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan. Namun cara ini
merupakan cara penentuan orde reaksi yang paling tetap.
2. Metode laju reaksi Awal (Initial Rates Method)
Pada metode ini, masalah reaksi samping dan reaksi kebalikan dapat
ditiadakan. Cara yang dilakukan adalah mengukur laju reaksi awal dengan
konsentrasi awal reaktan yang berbeda-beda.
3. Metode waktu paruh
Secara umum, untuk reaksi yang berorde n, waktu paruh sebanding dengan
1/Con-1, dimana Co adalah konsentrasi awal reaktan. Data hasil percobaan
dimasukkan ke dalam persamaan di atas, kemudian dibuat kurva yang
berbentuk garis lurus dengan cara yang sama seperti pada metode integrasi.
Seperti halnya pada metode integrasi, adanya reaksi samping mempengaruhi
ketepatan metode ini.
5. Prinsip penentuan energi pengaktifan secara percobaan dan persamaan-
persamaan yang digunakan.
Energi pengaktifan dapat ditentukan secara ekperimen dengan menentukan
nilai tetapan laju reaksi (k) pada berbagai suhu. Dengan mengalurkan ln k
terhadap 1/T akan diperoleh kurva. Dari hasil regresi akan diperoleh
persamaan garis linear dimana nilai dari kemiringan garis (gradien) sebanding
dengan –Ea/R sedangkan intersep sebanding dengan 1/A.
Digunakan persamaan empiris Arhenius yaitu
k = A e-Ea/RT
sehingga ln k = - EaR
1T
+ ln A