pendidikan di indonesia (tinjauan historis)

35
PROSIDING ISBN: 978   602    9969    84    9 1 MAKALAH UTAMA ====================================================== TINJAUAN HISTORIS PERKEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN DI INDONESIA Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro, M.Ed Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta Pendahuluan Pengalaman pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan persekolahan, lebih  banyak dipengaruhi oleh model pendidikan barat yang dibawa oleh sistem kolonialisme. Kolonialisme sebagai sistem pemerintahan lebih mengutamakan pada kepentingan  penjajah maka kebijakan dasar pemerintahan untuk keamanan dan kesejahteraan bukan ditujukan untuk rakyat yang dijajah, tetapi untuk pihak penjajah. Kegiatan pendidikan juga dilakukan sebagai alat untuk menjaga keamanan dan pengembangan kesejahteraan pihak  penjajah, dan bukan bagi pribumi yang dijajah. Adanya gerakan politik baru “Politik etis” di mana pemerintah kolonial membuka mata terhadap kesengsaraan ,masyarakat pribumi maka timbul kesadaran di kalangan penjajah untuk mengusahakan kemajuan sosial, ekonomi dan pendidikan masyarakat pribumi yang dijajah, sebagai balas budi terhadap kemakmuran yang telah diperoleh oleh penjajah. Sistem pendidikan kolonial bersifat rangkap dua, yang membedakan antara orang Belanda dan orang pribumi, serta memisahkan antara pribumi golongan atas dan rakyat  biasa. Sekolah Belanda seperti ELS (Europeesche Large School) hanya terbuka sedikit  bagi orang pribumi yang berpangkat tinggi saja seperti anak Bupati. Bagi masyarakat  pribumi secara terpisah disediakan sekolah dasar kelas satu yang diberikan kepada anak  pribumi golongan atas dan sekolah dasar kelas dua (ongko loro) untuk anak-anak pribumi golongan rakyat biasa. Sistem pendidikan rangkap dua semacam ini di satu sisi membedakan antara orang Belanda sebagai penguasa dan orang pribumi sebagai golongan yang dijajah (yang dikuasai) dan di sisi lain juga memisahkan antar orang pribumi golongan atas dengan orang pribumi golongan bawah (rakyat biasa). Sedikit anak pribumi yang orang tuanya berpangkat tinggi dalam pemerintahan kolonial seperti Bupati, mereka memperoleh kesempatan memasuki sekolah Belanda. Tujuannya adalah menghasilkan kelompok elite pribumi yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintahan kolonial, yang dapat menggunakan bahasa Belanda dan menerapkan budaya hidup orang Belanda sehingga mereka dapat menjadi tenaga administratif yang setia bagi pemerintah kolonial. Sementara mayoritas pribumi rakyat biasa diberikan pendidikan yang terbatas (sekolah dasar ongko loro) sekedar dapat membaca dan menulis yang bersifat teknikal di mana mereka dipersiapkan sebagai pekerja kasar dan menjadi pelayan yang baik bagi  pemerintah kolonial. Sistem pendidikan dirancang oleh pemerintah kolonial seperti di atas adalah untuk melestarikan ketidaksamaan di antara kelompok-kelompok sosial masyarakat dengan tujuan untuk kepentingan kelangsungan pemerintahan penjajah (Kuntoro, 2006: 133-134). Kebijakan pendidikan pada masa kolonial mencerminkan penggunaan kegiatan  pendidikan sebagai alat untuk memperkuat kekuasaan mereka yang memerintah (yang  berkuasa), bukan untuk membantu kehidupan- sosial dan meningkatkan martabat kemanusiaan mereka yang dikuasai atau bukan untuk semua orang. pendidikan lebih

Upload: syaiful

Post on 07-Aug-2018

235 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 1/35

Page 2: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 2/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

diartikan sebagai pemberian pengetahuan dan keterampilan teknis untuk melakukan

 pekerjaan-pekerjaan yang diarahkan oleh pemerintah kolonial, sehingga makna pendidikan

untuk mengembangkan kesadaran bagi pengembangan martabat manusia dan harga

dirinya sebagai manusia yang merdeka kurang memperoleh perhatian. Tentu saja hal ini

 berbeda dengan teori pendidikan yang secara universal diakui bahwa tujuan pendidikanyang utama adalah untuk mengembangkan martabat manusia atau kepribadian yang sehat

dan seimbang.

Seperti yang disampaikan oleh Pestalozzi (seorang pendidik besar dari Swiss yang

hidup antara 1746-1827) dia menekankan tujuan utama pendidikan adalah untuk

mengembangkan kepribadian atau martabat manusia, bukan sekedar pemberian

 pengetahuan dan keterampilan teknis pada anak untuk melakukan pekerjaan. Suatu

ungkapan yang menggambarkan pemikiran Pestalozzi sebagai berikut:

Yet, with the chaning world, Pestalozzi’s assertions have become more, not less

relevant. For by insisting that education began at birth, Pestalozzi recognized the

influence of the first years of a child’s life on his developing a balanced and  healty

 personality (Heafford H. R. 1967:85).

Dikatakan bahwa dengan dunia yang berubah, penjelasan Pestalozzi menjadi lebih

relevan, bukan kurang relevan. Dengan menekankan bahwa pendidikan mulai dari

kelahiran. Pestalozzi mengakui pengaruh tahun-tahun pertama dari kehidupan anak

terhadap perkembangan kepribadiannya yang sehat dan seimbang. Bagi anak-anak miskin

sebagaimana Pestalozzi mengabdikan dirinya untuk pengembangan meningkatkan derajat

sosial dan kemanusiaan dalam membantu mereka memperoleh kebahagiaan. Dia

menekankan pentingnya mengombinasikan suatu pendidikan umum dasar (basic general

education)  dengan pendidikan vokasional (vocational education)  yang memungkinkan

anak-anak miskin dapat tumbuh dalam kehidupan masyarakat yang bertanggung jawab.

Kehidupan masyarakat miskin tidak dapat berubah dengan baik hanya sekedar diberikan pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan pekerjaan, tanpa mengembangkan derajat

kemanusiaannya atau mengembangkan kepribadiannya yang sehat dan seimbang. Sebab

 perubahan kehidupan dan adaptasi terhadap situasi baru yang dihadapi dalam kehidupan

sangat ditentukan oleh kepribadian yang sehat dan kreatif, bukan sekedar pemilikan

 pengetahuan dan keterampilan teknikal yang memungkinkan mereka menjadi budak dalam

kehidupan sosial.

Untuk meningkatkan derajat kemanusiaannya dan mengembangkan kepribadian

yang sehat dan seimbang bagi masyarakat miskin, Pestalozzi menekankan pentingnya

 pendidikan umum untuk pengembangan kekuatan moral, intelektual dan psikal mereka

secara terpadu dan menyeluruh.

Dia menekankan: Education was infinitely preferable to charity because it enabled thepoor to help

themselves, and more important, because only through it was there the hope of

altering the attitude of the poor to their lives. It was necessary to change them

inwardly, not merely to improve their extermal circumstance (Heafford M. R.

1967:80).

Pendidikan adalah lebih baik dari pada kebaikan pada orang lain, karena dengan

 pendidikan anak-anak miskin dapat menolong diri mereka sendiri, dan lebih penting,

karena hanya melalui pendidikan akan terdapat harapan untuk perubahan sikap anak

miskin terhadap kehidupan mereka. Adalah penting mengubah mereka dari dalam, bukan

hanya sekedar mengembangkan lingkungan eksternal mereka.

Teori pendidikan yang digunakan dalam kebijakan pendidikan pada masa kolonial,menurut pendapat saya cenderung menggunakan pendidikan untuk memberikan

Page 3: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 3/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

 pengetahuan dan keterampilan praktis untuk melakukan pekerjaan yang diarahkan oleh

 pemerintah kolonial, sehingga mereka dapat memperoleh tenaga kerja yang cakap dan

murah. Pendidikan semacam itu yang tidak menaruh perhatian pada pengembangan derajat

martabat kemanusiaan dan harga diri untuk membangun kepribadian yang sehat dan

kreatif. Lembaga pendidikan atau persekolahan pada masa kolonial lebih menekankantugas mengajar dan melatih murid sebagai calon tenaga kerja tang terampil, yang

lulusannya dibutuhkan oleh sistem birokrasi, administrasi, perkebunan dan perdagangan

 pemerintah kolonial.

Tulisan ini bertujuan untuk memahami perkembangan ilmu pendidikan dan

 peranan lembaga pendidikan, sekolah dan lainnya, dalam konteks kesejarahan di

Indonesia. Konteks kesejarahan dalam arti memahami konteks masa lalu dan

keterkaitannya dengan masa sekarang, di mana ilmu pendidikan dan agen atau

kelembagaannya, persekolahan dan lainnya, diwarnai oleh situasi dan kondisi yang

mengelilinginya. Di depan telah diuraikan secara ringkas situasi atau kondisi pendidikan

 pada masa kolonial Belanda dan uraian selanjutnya diarahkan pada pemahaman

 perubahan-perubahan yang terjadi dan keterkaitannya dengan problem pendidikan

sekarang.

Perubahan-perubahan yang Terjadi dan Keterkaitannya dengan Perjuangan

KemerdekaanPendidikan pada masa kolonial yang secara ringkas telah diuraikan, cenderung

menggunakan arti pendidikan secara sempit untuk memberikan pengetahuan dan

keterampilan praktis untuk melakukan pekerjaan yang diarahkan bagi kepentingan

 pemerintah kolonial, tidak semuanya berjalan sesuai dengan keinginan pemerintah

kolonial. Terjadi suatu ironi atau penyimpangan seperti yang dilukiskan oleh Shiraishi

Takashi, seorang peneliti Jepang, bahwa pendidikan yang bersifat hirarkis di zamankolonial Belanda dan sedikit memberi kesempatan belajar bagi anak pribumi

menghasilkan produk yang berbeda dari apa yang diharapkan oleh pemerintah kolonial ini.

Dia melukiskan bahwa anak-anak pribumi yang memiliki kesempatan belajar di

sekolah dasar Belanda di tingkat kabupaten, belajar ke sekolah menengah pertama di ibu

kota propinsi, dan di sekolah menengah atas atau sekolah profesi di Batavia (ibu kota

 Negara) dan Bandung, atau bahkan belajar ke Universitas di negeri Belanda. Mereka

mengalami perjalanan kepergian, yang bermula dari Desa menuju pusat pemerintahan,

 perjalanan yang berangkat dari pinggiran kekaisaran Belanda dan sering kali berakhir pada

titik pusat pemerintahan. Arti penting perjalanan kepergian ini adalah bukan untuk

 penemuan identitas sebagai orang Jawa atau Aceh, tetapi justru penemuan identitas

sebagai penduduk pribumi, “sebagai kita” yang dibawa bersama oleh sejarah  kolonialBelanda. Hanya masalah waktu saja “kita pribumi” berubah menjadi “kita bangsa

Indonesia” (Shiraishi Takashi, 1986:44). 

Perubahan dari “kita pribumi” menjadi “kita bangsa Indonesia” adalah merupakan

awal terbentuknya gerakan kebangkitan kebangsaan dan lebih jauh terbentuknya kemauan

atau tekad untuk mendirikan Negara kebangsaan Indonesia. Berdirinya organisasi Budi

Utomo yang digerakkan oleh para pemuda terpelajar adalah ,merupakan wujud tumbuhnya

kesadaran “kita bangsa Indonesia” jauh mendorong datangnya perjuangan untuk

mewujudkan Negara kebangsaan Indonesia (Kuntoro, 2006:135).

Tidak lama setelah Budi Utomo didirikan, maka diikuti kesadaran yang lebih luas

di kalangan masyarakat pribumi, kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi pribumi,

 pergulatan pendidikan sebagai instrument penting bagi penyebaran kesadaran kebangsaan bagi masyarakat umum (pribumi) mulai mengambil tempat. Bagi para pemuda dan

Page 4: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 4/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

terpelajar yang tergabung dalam organisasi Budi Utomo ini memandang arti penting

 pendidikan secara luas,untuk membangun kesadaran baru, kesadaran kebangsaan dan

kebudayaan sebagai identitas diri atau jati diri masyarakat pribumi yang dihadapkan dalam

 perbedaan dengan penjajah yang berkuasa. Apa yang lebih diutamakan makna pendidikan

adalah bukan makna pendidikan dalam arti sempit untuk menyampaikan pengetahuan danketerampilan teknis untuk melakukan pekerjaan dalam kehidupan bagi para murid setelah

tamat sekolah, tetapi makna lebih luas bagi pengembangan kesadaran sebagai bangsa yang

memiliki jati diri yang merdeka dengan kebudayaan dan cita-citanya sendiri.

Hal ini yang menjadi dasar atau titik awal berkembangnya sekolah dasar yang

digerakkan oleh pribumi sendiri, yang seolah-olah dihadapkan dengan sekolah-sekolah

yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial. Beberapa organisasi sosial

kemasyarakatan mendirikan sekolah swasta (partikulir) yang menjadi alternatif pendidikan

 bagi pribumi di samping sekolah negeri yang diatur oleh pemerintah kolonial Belanda.

Semenjak itu sekolah untuk pribumi menyebar luas menjangkau daerah-daerah di luar

kota. Banyak ahli berpendapat bahwa terdapat dua pasang kekuatan yang muncul sebagai

gerakan pendidikan yang dikembangkan oleh masyarakat pribumi pada awal abad ke-20.

Pertama adalah gerakan pendidikan yang lahir dari kebutuhan pendidikan yang tumbuh

dari kelompok agama (terutama islam), dan kedua gerakan pendidikan yang tumbuh dari

tujuan politik kemerdekaan (Shigeo Nishimura dalam Sodiq A. Kuntoro, 2006:136). Dua

gerakan pendidikan yaitu Muhammadiyah (1912) yang diprakarsai KH. Achmad Dahlan

dan Taman Siswa (1922) yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara merupakan

representasi dari kekuatan tersebut di atas, seolah-olah merupakan dua saudara kembar di

mana yang pertama mengembangkan pendidikan bagi pribumi berbasis dasar nilai

keagamaan (islam), yang kedua mengembangkan pendidikan bagi pribumi berbasis dasar

kebudayaan bangsa (Jawa). Keduanya bermuara yang sama membangun makna

 pendidikan secara luas untuk membangun kesadaran kebangsaan dengan dasar keagamaandan kebudayaan, membangun jati diri bangsa yang dihadapkan dengan sekolah-sekolah

yang diatur oleh pemerintah kolonial Belanda.

Kebijakan pemerintah kolonial menjauhkan anak-anak pribumi yang masuk di

sekolah Belanda dari kehidupan agama. Sebagaimana dilukiskan oleh beberapa penulis

 bahwa terdapat perasaan aneh (keganjilan) di mata masyarakat jika ada seorang anggota

 pamong  praja pergi ke masjid untuk mengikuti ibadah sholat jum’at (Sri Suthiatiningsih

dan Sutrisno Kutoyo ed. 1980/1981;93). Pendidikan yang diselenggarakan oleh

 pemerintah kolonial cenderung menjauhkan anak-anak dari kehidupan agama dan

kebudayaan masyarakat pribumi, dan mereka lebih dibawa ke arah budaya baru (Belanda)

yang dianggap lebih modern. Keterpisahan anak muda dari kehidupan agama dan

kebudayaan sendiri inilah yang menimbulkan keprihatinan bagi tokoh-tokoh pemudaterdidik yang memiliki cita-cita membangun bangsa yang merdeka.

Para pendiri Muhammadiyah memperhatikan keadaan yang menyedihkan secara

ekomomi, politik, sosial dan budaya yang disebabkan oleh penjajahan dan kehidupan

agama yang kurang sesuai dengan Qur’an dan Hadist yang menyebabkan sikap fatalistik

dan statis, yaitu menerima keadaan buruk dan penderitaan sebagai pemberian. Untuk

mengatasi keadaan ini maka diperlukan kebangkitan kesadaran agar masyarakat memiliki

kepercayaan diri (self-reliance) untuk mengubah dirinya. Bagi orang yang taat beragama

kembali pada ajaran Qur’an dan Hadist diyakini sebagai cara membangun kembali jati diri

(self-identity) dan kepercayaan diri, keberanian untuk berjuang melawan penindasan serta

mempunyai kemauan untuk membangun kemerdekaan (Sodiq A.Kuntoro, 2006:137-138).

Berdirinya Muhammadiyah menampilkan corak pendidikan keagamaan yangmodern yang berbeda dengan corak pendidikan pemerintah kolonial ternyata memperoleh

Page 5: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 5/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

sambutan yang baik dari masyarakat pribumi. Masyarakat tertarik pada sekolah

Muhammadiyah karena di sekolah itu diajarkan ilmu pengetahuan ilmiah seperti

matematika, fisika, biologi, kimia dan kainnya, sebagai alat untuk memahami kehidupan

dunia di mana manusia harus memenuhi kebutuhan material untuk hidupnya, dan juga

diajarkannya pendidikan agama sebagai dasar meningkatkan keimanan dan ketaqwaanyang merupakan nilai-nilai pengabdian kepada Tuhan.

Keberhasilan sekolah Muhammadiyah pada tahun-tahun permulaan berdirinya

dinyatakan oleh Mitsuo Nakamura (peneliti jepang) bahwa di kotagede Yogyakarta

walaupun pada tahun 1910-an sekolah rakyat ongko loro (sekolah dasar kelas dua) negeri

sudah ada tetapi hanya sedikit orang Kota Gede yang tertarik memasukkan anaknya ke

sekolah ini. Sebaliknya sekolah rakyat  ongko loro Muhammadiyah yang didirikan di

sebuah pendapa rumah pribadi memperoleh sumbangan dari masyarakat dan menerima

 pendaftaran sejumlah besar laki-laki dan perempuan. Karena keberhasilan sekolah-sekolah

yang telah ada pada tahun 1920-an maka Kota Gede didirikan juga HIS Muhammadiyah

yang ternyata dapat mengalahkan sekolah negeri yang didirikan oleh pemerintah kolonial

Belanda (Sodiq A.Kuntoro, 2006:139).

Secara singkat dikatakan oleh Mitsua Nakamura sampai akhir tahun1930-an

sekolah Muhammadiyah sudah tersebar luas hampir ke seluruh kota besar dan kecil di

Jawa, dan hampir berkembang ke semua pusat kota-kota besar Hindia Timur Belanda.

Menurut beberapa ahli apa yang penting disumbangkan oleh pendidikan Muhammadiyah

tersebar secara meluas itu antara lain: 1) Membangkitkan kesadaran nasional Indonesia

melalui corak islam, 2) Menyebarkan ideologi pembaharuan islam secara luas, 3)

Meningkatkan penyebaran pengetahuan praktis sains modern (Sodiq A. Kuntoro,

2006:140).

Taman Siswa didirikan pada tahun 1922 sepuluh tahun sesudah Muhammadiyah

oleh Ki Hajar Dewantara seorang keturunan bangsawan Jawa. Berbeda degan KH.Achmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) yang banyak menyerap nilai-nilai agama islam

dalam memajukan pendidikan dan kehidupan sosial, Ki Hajar Dewantara terpengaruh oleh

 pandangan baru pendidikan di Barat dan menguraikan teori pendidikannya dengan

menggunakan nilai-nilai budaya bangsa (Jawa). Dari sudut teori pendidikannya dapat

dikatakan dia terpengaruh oleh teori pendidikan “Montessori” yang meletakkan

 penghargaan kemerdekaan jiwa anak,kebebasan dalam belajar, perhatian ada minat dan

kebutuhan anak. Dalam teori ini tugas guru bukan memberi pengetahuan pada anak, tetapi

hanya membimbing belajar anak sesuai dengan minat dan kebutuhan perkembangannya

yang sudah diberikan sebagai kodrat alam. Kekerasan, hukuman dan paksaan tidak

seharusnya dipakai dalam mendidik anak yang mengharapkan berkembangnya jiwa yang

merdeka. Teori semacam ini biasa disebut “child centered education” atau pendidikan berpusat pada anak, yang berbeda dengan pendidikan konvensional yaitu pendidikan yang

 berpusat pada guru, seolah-olah guru yang berperan dominan, sangat sepihak menentukan

 bahan ajar (materi pelajaran) dan menyampaikan pada siswa di mana siswa menerima

secara pasif apa saja yang diberikan oleh guru.

Karena murid harus menerima begitu saja apa yang diberikan guru maka murid

 berkembang sebagai manusia (pribadi) yang tidak kreatif dan menjadi pribadi yang

tergantung pada pikiran atau pendapat orang lain. Sementara pendidikan yang berpusat

 pada siswa menekankan bahwa belajar sebagai proses yang aktif dari siswa untuk mencari

dan mengembangkan pengetahuan. Anak diharapkan dengan potensi bawaan yang dimiliki

mengembangkan kepribadiannya, mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai

dengan tendensi alami yang ada dalam dirinya.

Page 6: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 6/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

Teori pendidikan di barat itu secara sadar dirumuskan dengan menggunakan basis

nilai-nilai budaya Jawa. Dalam budaya Jawa mengasuh anak dengan jiwa merdeka itu

 biasa disebut sebagai momong, among   atau ngemong.  Ki Hajar Dewantara menteorikan

 pendidikan Taman Siswa sebagai pendidikan “sistem among” dengan tugas guru “Tut

Wuri Handayani”, artinya untuk mengasuh anak dengan jiwa merdeka maka gurumembimbing dari belakang, di mana anak aktif bermain dan belajar sedang pendidik

 berada di belakangnya untuk memotivasi, membimbing dan mengarahkan. Dapat

dikatakan konsep ngemong mempunyai arti bahwa anak memperoleh kemerdekaan untuk

 bermain dan belajar sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sedang orang dewasa hanya

 bertugas membantu dan membimbingnya kearah perkembangan yang baik.

Menurut para ahli seperti Kenji Tsuchia (1992) seorang peneliti Jepang :

Dewantara tampaknya tidak hanya sekedar tertarik pada aktivitas pendidikan secara murni,

tetapi juga terpanggil pada pergulatan politik nasional, sehingga dia menggunakan

 pendidikan sebagai instrument penting bagi usaha membangkitkan kesadaran kebangsaan

dan kemerdekaan bangsa melalui membangun sistem pendidikan sebagai bentuk

“tandingan” dari sistem pendidikan pemerintah kolonial.

Dalam membangun sistem pendidikan dia terpengaruh oleh teori pendidikan

Montessori yang mungkin dia pelajari pada waktu dia berada atau diasingkan di negeri

Belanda. Tetapi teori pendidikan yang menghargai kemerdekaan anak secara universal itu

dikembangkan dalam diri anak pribumi untuk membangun semangat merdeka yang

dihadapkan pada sistem penjajahan yang dialami pada waktu itu. Seolah-olah Dewantara

menyiapkan pendidikan pribumi sebagai pendidikan rakyat ata bangsa dengan

mempersenjatai murissd jiwa merdeka sebagai kekuatan untuk berjuang membebaskan diri

dari system kolonialisme. Disini nampaknya dia menggunakan teori kritis pendidikan

untuk menentang sistem penjajahan dan membangun gerakan pembebasan untuk

memperoleh kemerdekaan. Untuk membangun sistem pendidikan yang merdeka “sistemamong” Ki Hajar Dewantara tertarik pada sistem pendidikan tradisional   yang telah ada

seperti padepokan, pondok, asrama dan pesantren yang menjadi lembaga pendidikan yang

 bersifat mandiri dan sering juga berhadapan dengan kekuatan penguasa. Menurut

Dewantara sistem pendidikan nasional seharusnya tidak mengikuti sistem pemerintah

kolonial, tetapi lebih tepat menggunakan sistem pondok dan asrama. Dia memuji sistem

tradisional, asrama, pondok dan pesantren sebagai contoh sistem sekolah yang bagus bagi

sistem pendidikan nasional (Kenji Tsuchia,1992:113-114).

Tampaknya Ki Hajar Dewantara menolak sistem pendidikan barat (kolonial) yang

diterima masyarakat pribumi, karena tidak bebas dari pengaruh politik kolonial. Taman

Siswa merumuskan cita-cita pendidikannya untuk mewujudkan jiwa merdeka dan

semangat nasional sebagai penolakan terhadap sistem pendidikan kolonial. Azas pendidikan Taman Siswa adalah : 1) azas kemerdekaan, 2) azas berdiri diatas kekuatan

sendiri, 3) azas kekeluargaan, 4)azas kebudayaan nasional.

Kemerdekaan Indonesia yang merupakan hasil perjuangan dan revolusi nasional

yang panjang yang dilakukan masyarakat pribumi suatu perjuangan menghapuskan

 penjajahan dan mendirikan Negara bangsa yang merdeka dan berdaulat, telah dicapai

dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan berdirinya

 Negara bangsa Indonesia maka diberlakukan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik

Indonesia, satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, di mana secara resmi sistem

 pemerintah kolonial dihapus dan diganti dengan sistem pemerintahan yang ditentukan oleh

 bangsa sendiri. Dalam sistem pemerintahan kolonial, karakteristik yang menonjol adalah

 pertama, aparatur Negara, kebijaksanaan dasar pemerintah, dan pejabat tinggi pemerintahan semua ditentukan oleh pemerintah Belanda (Netherlands), kedua tugas

Page 7: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 7/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

utama Negara bukan untuk memelihara keamanan dan kesejahteraan rakyat yang dijajah

tetapi untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan bangsa Belanda.

Sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan sesudah proklamasi kemerdekaan,

sistem pendidikan juga mengalami perubahan, di mana pendidikan nasional diletakkan

sejalan dengan dasar dan cita-cita Negara bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar danfalsafah Negara digunakan dan diletakkan sebagai landasan ideal pendidikan. Undang-

undang Pendidikan No.4 Tahun 1950 yang diumumkan pada 5 April1950 tetap

mencantumkan Pancasila. Bab III pasal 4 undang0undang tersebut menyatakan sebagai

 berikut: pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas azas-azas yang termaktub dalam

Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, dan atas kebudayaan

kebangsaan Indonesia. Dapat dikatakan sesudah Negara bangsa Indonesia berdiri maka

satu kesatuan sistem pendidikan yang seragam berlaku secara nasional dilaksanakan

dengan meletakkan Pancasila sebagai landasan idealnya (Kuntoro, 2006:150).

Apa arti penting dari satu sistem pendidikan nasional ini adalah adanya

 penghargaan semua warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang sama,

tanpa membedakan kelas sosial dan kelompok sosial dalam masyarakat. dalam UUD 1945

 bab XIII pasal 31 ayat 1 dinyatakan : tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.

Atas dasar hal tersebut maka kesempatan belajar harus diberikan pada semua warga

 Negara dari semua kelas sosial dan kelompok sosial. Selanjutnya undang-undang

 pendidikan tahun 1950 bab XI pasal 17 menyatakan tiap warga Negara Republik

Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah. jika

memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah

itu.

Pengalaman Historis dan Problem Pendidikan yang Kita Hadapi Sekarang

Di atas sudah disampaikan secara ringkas tinjauan historis perkembangan ilmu pendidikan dan lembaga pendidikan (persekolahan) di Negara kita, dan dalam tulisan ini

uraian selanjutnya dipusatkan pada pembahasan tentang keterkaitan dengan problem

 pendidikan yang kita hadapi sekarang.

Menurut pendapat saya problem pendidikan yang muncul dalam pendidikan

 persekolahan kita sekarang tidak dapat dipisahkan dari pengalaman sejarah pada masa

 pemerintahan kolonial cenderung menggunakan teori pendidikan yang sempit untuk

memberikan pengetahuan dan keterampilan praktis untuk melakukan pekerjaan yang

diarahkan dan dibutuhkan oleh pemerintah kolonial.

Bagi masyarakat pribumi golongan elit yang memiliki hubungan dekat dengan

 pemerintah kolonial, seperti anak Bupati diberi kesempatan sedikit untuk mengikuti

 pendidikan sekolah Belanda, yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar pembelajaran dan menerapkan budaya hidup orang Belanda. Mereka

dipersiapkan sebagai pribumi yang dapat dipercaya menjadi tenaga administratif dalam

 birokrasi pemerintah kolonial yang setia pada penguasa kolonial. Sementara mayoritas

 pribumi tidak memperoleh pendidikan atau beberapa sekedar memperoleh pendidikan

sekolah dasar kelas dua yang dapat membaca dan menulis secara tehnikal dan mereka

dipersiapkan sebagai pekerja kasar yang menjadi pelayan yang baik dalam kehidupan

sosial pemerintah kolonial.

Sebagaimana di depan yang telah diuraikan menurut Pestalozzi tujuan utama

 pendidikan adalah mengembangkan martabat kemanusiaan, mengembangkan kepribadian

yang sehat dan seimbang di mana kekuatan intelektual, moral dan psikal berkembang

secara utuh terkait satu dengan lain. Dia menekankan tujuan pendidikan bukan sekedar pemberian pengetahuan dan keterampilan teknis untuk dapat melakukan pekerjaan, sebab

Page 8: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 8/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

tanpa pengembangan harga diri, dan martabat kemanusiaan, atau kepribadian yang sehat

maka orang (individu) dengan pengetahuan dan keterampilan teknis saja mereka dapat

menjadi budak dalam kehidupan sosial. Menurut Pestalozzi pendidikan yang tepat bagi

orang miskin adalah mengembangkan derajat martabat manusia dan harga diri untuk

terbentuknya kepribadian yang sehat dan kreatif yang memungkinkan mereka mengubahkehidupannya dari dalam (inward ) dan dapat menolong diri mereka sendiri.

Pendidikan pada pemerintahan kolonial yang menekankan penyiapan tenaga kerja

 bagi kepentingan kelompok penjajah kurang dapat menghasilkan warga Negara (individu)

yang terdidik, dengan pengetahuan luas yang memiliki kesadaran akan hak-hak dan

tanggung jawab kemanusiaan bagi kehidupan bersama, sebagaimana dibutuhkan dalam

kehidupan demokratis masyarakat modern.

Tampaknya sesudah dicapai kemerdekaan dan terbentuk pemerintahan Republik

Indonesia yang berdaulat untuk melindungi dan mengembangkan keamanan dan

kesejahteraan semua warga Negara, kita dihadapkan problem ketenagaan untuk mengisi

 jabatan birokrasi pemerintahan, tenaga ahli yang dibutuhkan dalam bermacam-macam

 profesi (guru, dokter, insinyur dan lainnya), tenaga pembangunan dalam bermacam-

macam bidang, dan tenaga teknis yang terampil dalam industri dan pembangunan fisik.

Pemenuhan tenaga kerja ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari tugas pendidikan,

sekolah dan perguruan tinggi (universitas) untuk menghasilkan lulusan yang memiliki

 pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam semua sektor pembangunan.

 Namun yang menjadi persoalan adalah tugas pendidikan sekolah dan universitas

(perguruan tinggi) bukan sekedar terbatas pada menghasilkan tenaga kerja atau tenaga

 professional yang dibutuhkan oleh pembangunan dalam bermacam-macam bidang, tetapi

 juga harus mencakup tugas bagi pengembangan kepribadian ( personality) dari warga

 Negara yang memiliki pengetahuan luas dan karakter yang baik, memiliki kesadaran akan

hak-hak dan tanggung jawab kemanusiaan dalam kehidupan demokratis. Disamping duatugas diatas yaitu pengembangan tenaga kerja yang dibutuhkan bagi pembangunan dan

 pendidikan kewarganegaraan, masih terdapat tugas ketiga bagi pendidikan tinggi yaitu

 pengembangan ilmu pengetahuan untuk mencari dan menemukan kebenaran ( search for

truth).

Dalam tradisi pendidikan tinggi (universitas) di Eropa dan Amerika tugas

 pendidikan tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam rangka mencari

kebenaran atau kejelasan yang memberi pencerahan kehidupan masyarakat adalah menjadi

tugas tertinggi. Secara klasik pendidikan tinggi di barat memiliki peran sebagai menara

gading, di mana sejumlah elite, ilmuwan berkumpul secara sukarela di kampus melakukan

 penelitian-penelitian, kajian-kajian untuk mencari dan menemukan kebenaran yang

digunakan untuk memberikan pencerahan terhadap problem-problem kehidupanmasyarakat.

Di Negara kita perkembangan pendidikan tinggi, tidak dapat dibandingkan dengan

 perkembangan pendidikan tinggi di Eropa, karena di Eropa perkembangan pendidikan

tinggi pertama dimulai abad pertengahan sampai revolusi industri, di mana perguruan

tinggi berkedudukan sebagai menara gading yang memberi kesempatan sekelompok elite

 berkumpul untuk mencari kebenaran bagi kebenaran itu sendiri. Ini merupakan tahap

 pertama berdirinya universitas di Eropa. Setelah revolusi industri tugas universitas untuk

 pencarian kebenaran demi kebenaran, memberi peluang penekanan pada pengembangan

ilmu pengetahuan terapan dan teknologi, sehingga tugas pendidikan tinggi berkembang

menjadi pusat pendidikan tenaga ahli atau profesi. Ini merupakan tahap kedua

 perkembangan tugas pendidikan tinggi di Eropa di mana tugas pendidikan tinggimembuka diri bagi tugas pendidikan tenaga ahli dan profesi. Gelombang ketiga terjadi

Page 9: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 9/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

 pada abad 20 di mana pendidikan tinggi membuka pintu gerbangnya secara luas bagi

wanita dan bagi warga Negara sehingga tugas pendidikan tinggi berkembang untuk

 pendidikan umum untuk pengembangan kepribadian menjadi warga Negara yang terdidik

(Nagai Michio, 1971: 7-8).

Tulisan ini tidak bermaksud membahas tugas pendidikan tinggi, tetapi karena diatas telah disinggung bahwa pendidikan kita (sekolah dan pendidikan tinggi) menghadapi

 problem yang cenderung melakukan tugas menghasilkan tenaga kerja atau tenaga profesi,

sehingga melupakan tugas yang lebih utama melakukan pengembangan ilmu pengetahuan

 bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan pengembangan kepribadian dan karakter warga

 Negara. Secara umum sekolah dan pendidikan tinggi sampai sekarang di Negara kita lebih

memusatkan perhatian pada menghasilkan lulusan yang segera dapat memasuki dunia

kerja, sehingga tugas penelitian untuk pengembangan kemajuan keilmuan dan tugas

mengembangkan pendidikan umum bagi pengembangan kepribadian dan karakter warga

 Negara kurang diperhatikan.

PenutupSebagaimana di atas telah disampaikan bahwa menurut para ahli pendidikan

seperti Pestalozzi, tujuan utama pendidikan adalah mengembangkan harkat kemanusiaan

atau kepribadian dan pembentukan karakter anak, sedangkan pemberian pengembangan

 pengetahuan dan keterampilan teknis untuk melakukan pekerjaan dalam kehidupan sehai

hari adalah tugas kedua yang melengkapi. Dia menekankan pendidikan bagi anak-anak

miskin yang diasuhnya dalam sekolah dan asrama adalah basic general education 

(pendidikan umum dasar) dengan dilengkapi vocational education (pendidikan

vokasional) yang memungkinkan anak miskin dapat tumbuh dalam kehidupan yang

 bertanggung jawab. Tidak diharapkan masyarakat miskin sekedar diberikan pengetahuan

dan keterampilan teknis,dengan melupakan pendidikan umum yang memberi pencerahan bagi kemanusiaan dan pengembangan kepribadian yang sehat, dimana mereka dapat

menjadi budak dalam kehidupan sosial.

Begitu juga tugas pendidikan tinggi yang cenderung menghasilkan lulusan yang

dibutuhkan sebagai tenaga kerja, dimana universitas kurang memperhatikan tugas

mengembangkan ilmu pengetahuan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan pencerahan

kehidupan manusia, serta kurang memperhatikan tugas pendidikan umum bagi

 pembentukan warga Negara yang terdidik (berpengetahuan luas dan bermoral), dapat

menghasilkan kehidupan sosial yang banyak ketimpangan dan ketidakadilan sosial.

Seharusnya kita dapat memperbaiki pengalaman kesejarahan pendidikan pada masa

kolonial dan pengalaman pendidikan masa lalu yang kurang sesuai dengan kebutuhan

 pendidikan masyarakat modern yang demokratis sekarang ini, terutama kehidupan globalyang membawa dampak perubahan kehidupan yang cepat, kompleks dan penuh resiko.

DAFTAR PUSTAKAHeafford, M. R. (1967). Pestalozzi, His Thought And Its Relevan Today. London: Methuen

& Co Ltd.

Hirst, Dearden P.H & Peters R.S (1975).  A Critique of Current Educational Aims.

London: Routledge & Kegen Paul.

Kenji, Tsuchio. 1992. Demokrasi dan Kepemimpinan Kebangkitan Gerakan Taman Siswa.

Terjemahan H.G. Jassin: Pustaka.

Michio, Nagai. (1971).  Higher Education in Japan. Terjemahan Jerry Dusembur. Tokyo:

Universityof Tkyo Press.

Page 10: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 10/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

10 

Mitsuo, Nakamura. (1983).  Bulan Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin. Terjemahan

Yusron Asrofi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Shigeo, Nishimura.(1995). The Development of Pancasila Moral Education in Indonesia.

Jurnal Southeast Asian Studies, Vol.33. Kyoto: Center for Southest Asian Studies.

Shiraishi, Takashi.(1986). Uniformity and Oddity in Indonesian National Integretation:School Education Uniforms and Drakula. Jurnal East Asian Cultural Studies, Vol.

XXV, Tokyo: The Center for East Asian Cultural Studies.

Sodiq A. Kuntoro (2006).  Menapak Jejak Pendidikan Nasional Indonesia, dalam Jurnal

UNY, Kearifan sang professor. Yogyakarta: UNY Press.

Page 11: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 11/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

11 

MEMBANGUN INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN

UNTUK DAYA SAING BANGSA PADA ERA GLOBAL1 

Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag

2

 

PendahuluanEkonom senior Jim O’Neill mempromosikan poros kekuatan terbaru dalam

 perekonomian dunia. Ia memperkenalkan MINT (Meksiko, Indonesia, Nigeria, dan Turki)

sebagai kekuatan ekonomi dunia baru. Diantara alasan yang dikemukakan adalah (1)

 jumlah penduduk yang masif, (2) bonus demografi dalam 20 tahun ke depan, (3) posisi

geografis yang strategis, dan (4) produsen komunitas. O’Neill memprediksi negara MINT

dapat menembus 10 negara dengan ekonomi terbesar seperti Cina, Amerika, dan Jepang,

 pada 30 tahun mendatang. (Harian Republika, Kamis 9 Januari 2014 hlm. 1).

Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019

menargetkan Indonesia menjadi negara maju. Wakil Menteri Perencanaan pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Lukita Dinarsyah

Tuwo mengatakan Indonesia memiliki bonus demografi yang bisa mendukung Indonesia

menjadi negara maju. Jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari yang tidak

 produktif. Jumlah penduduk usia produktif setiap tahunnya meningkat. Pada tahun 2020

Indonesia diperkirakan memiliki komposisi penduduk usia produktif mencapai 67, 7

 persen. (Harian Republika, Rabu 19 Februari 2014 hlm.13)

Membangun Indonesia Melalui PendidikanDiantara argumen membangun daya saing bangsa Indonesia melalui pendidikan

adalah argumen secara filosofis-sosiologis dan demografis. Secara filosofis-sosiologis, pendidikan diasumsikan sebagai elevator sosial yang mampu memobilisasi warga

masyarakat secara vertikal menuju status sosial, ekonomi, kemanusiaan, dan peradaban

setinggi mungkin.

Secara demografis, berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, pada periode 2010-

2035, Indonesia memiliki populasi usia produktif yang sangat luar biasa besarnya. Pada

tahun 2010, jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak

usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Nanti pada tahun 2045, mereka yang usia 0-9

tahun akan berusia 35-45 tahun, sedangkan yang usia 10-20 tahun akan berusia 45-54.

Warga negara dengan usia di seputar 35-54 itulah yang lazim memegang peran di suatu

negara. Populasi usia produktif tersebut akan menjadi bonus demografi (demographic

dividend ) manakala berkualitas. Sebaliknya, hal tersebut akan menjadi bencana demografi(demographic disaster ) manakala kualitasnya tidak memadai.

1 Makalah disampaikan pada seminar nasional pada tanggal 21 Juni 2014 di STKIP PGRI Pacitan,

Jawa Timur.2  Dosen Ilmu Pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah dan Pasca Sarjanan UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta.

Page 12: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 12/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

12 

100 tahun kemerdekaan"Bonus Demografi"

Demografi Sebagai Modal

SDMUsia Produktif

Melimpah

Kompeten

Tidak KompetenBeban

Pembangunan

Modal

PembangunanTransformasi Melalui Pendidikan

-Kurikulum

- PTK

-Sarpras

-Pendanaan

-Pengelolaan

 

Sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa pendidikan adalah sesuatu yang penting

 bagi perkembangan keberadaban manusia. Hampir berusia 70 tahun usia kemerdekaan

Indonesia. Akan tetapi kualitas sumber daya manusia Indonesia belum memadai, terutama

dalam persaingan dunia internasional pada era global. Hal itu salah satunya diakibatkan

oleh kualitas penyelenggara pendidikan berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang

ada di Indonesia belum memadai. Dua sisi, yakni rendahnya kualitas dan hasil pendidikan

sebenarnya diakibatkan pula oleh berbagai faktor, di antaranya kebijakan yang berlaku,

 pengembangan kurikulum, pengadaaan dan pengembangan tenaga pendidikan, sistem

evaluasi, metode pembelajaran, sarana dan prasarana, bahkan landasan filosofis

 pendidikan atau dalam arti sempit pada landasan berpikir proses pembelajaran.

Pendidikan Nasional Untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia

Pendidikan nasional seharusnya beorientasi pada kualitas, yaitu untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perhatian ditujukan pada kualitas lulusan dari

lembaga pendidikan. Kesenjangan kualitas lulusan, baik antar daerah maupun antar

sekolah umum dan madrasah perlu menjadi perhatian. Lulusan madrasah dan daerah

tertentu nyaris tak ada yang bisa masuk ke perguruan tinggi (PT) favorit jika harus melalui

tes masuk. Jika ada perusahaan besar berinvestasi di daerah dan melakukan seleksi secara

obyektif untuk mendapatkan karyawan, nyaris tak ada lulusan lokal yang diterima.

Lulusan pendidikan Indonesia seringkali tidak mendapatkan pengakuan yang semestinya

ketika harus bersaing dengan lulusan pendidikan dari negara-negara maju.

Jika perhatian pendidikan Indonesia fokus pada kualitas lulusan, maka akan terjadi

 perubahan mendasar pada kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia sebagai produk

dari sistim pendidikan. Sistim pendidikan yang terfokus pada upaya dapat menghasilkan

lulusan berkualitas, akan mendorong tumbuhnya berbagai karakter SDM yang positif

Page 13: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 13/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

13 

seperti disiplin, jujur, dan lebih mengandalkan kemampuan sendiri, pola pikir yang lebih

logis dan ilmiah, serta terbiasa bekerja keras, dan tahan mental dalam menghadapi

kesulitan.

Indikator kemajuan di bidang pendidikan tidak lagi diukur dengan statistik angka

 partisipasi murid, tetapi lebih pada tingkat literasi nasional seperti angka buta huruf, penguasaan baca tulis, dan berhitung pada murid kelas tiga dan enam, proporsi lulusan

SMP dengan nilai cemerlang. Orang akan cenderung membandingkan kualitas lulusan

dengan tahun sebelumnya maupun dengan negara lain (benchmarking ). Masyarakat tidak

akan menilai kualitas sekolah dari gedung megah dan fasilitas tambahan yang dimiliki

saja, melainkan dari proporsi kelulusannya yang berkualifikasi cemerlang.

Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Nasional:Berorientasi pada mutu lulusan, tanpa menghasilkan lulusan yang bermutu,

 pendidikan bukanlah suatu investasi SDM melainkan justru pemborosan dari segi beaya,

tenaga dan waktu, serta akan menimbulkan masalah sosial. Yang dimaksud lulusan

 bermutu ialah yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan karakter pribadi/ watak yang

dapat diandalkan yang lulusannya diakui di tingkat nasional, regional dan internasional.

Ciri-ciri pendidikan yang beorientasi pada mutu lulusan adalah (1) keberhasilan

 pendidikan tidak diukur dari angka partisipasi murid tetapi lebih pada tingkat literasi yang

dikuasai; (2) sekolah tidak diukur dari menterengnya fasilitas fisik serta proses kurikuler

yang dijalankan, melainkan dari kualitas dan kuantitas lulusannya; (3) standardisasi

kualitas lulusan secara nasional adalah lebih penting dari pada standardisasi kurikulum dan

sarananya; dan (4) adanya kepedulian yang tinggi terhadap mutu, yang manifestasinya

adalah dilakukannya manajemen mutu (quality control and quality assurance).

Adil dan non diskriminatif, dengan indikator sebagai berikut: 1) distribusi anggaran

 belanja untuk pendidikan baik di pusat maupun di daerah harus lebih memihak kepadarakyat mayoritas yang kurang mampu; 2) perlu dilakukan pemetaan sekolah dari segi

kualitas pelayanan, yang dikaitkan dengan kesungguhan dalam mencapai lulusan yang

 berkualitas; 3) alokasi anggaran lebih diutamakan bagi pengentasan sekolah/madrasah

yang miskin tapi serius dalam misi pendidikannya; 4) prinsip birokrasi pendidikan harus

lebih bersifat melayani murid dan guru. Murid yang mengalami proses belajar dan guru

yang mengalami proses mengajar, maka seluruh bentuk kebijakan maupun anggaran

hendaknya untuk membantu murid agar sukses belajar dan membantu guru agar sukses

mengajar; 5) murid dan guru yang miskin perlu mendapat prioritas pertolongan/ layanan.

Misalnya, 90% dari anggaran non-fisik hendaknya disalurkan secara langsung kepada

murid, guru, dan sekolah dalam berbagai bentuknya (beasiswa, block grant, insentif, buku,

alat belajar/ kerja, dsb); 6) tidak boleh ada diskriminasi antara sekolah negeri dan sekolahswasta baik dalam hal perlakuan maupun anggaran; 7) harus dibangun suatu sistim/

mekanisme birokrasi pendidikan yang dapat menjamin terwujudnya hal tersebut; 8)

 berbagai jenis subsidi harus langsung kepada murid dan guru, bukan kepada program.

Pembebasan berbagai beaya tidak boleh berlaku secara umum tetapi hanya bagi murid dan

guru yang kurang mampu. Perlu kebijakan membebaskan beaya sekolah secara selektif,

dan segmen masyarakat yang mampu justru wajib turut serta membeayai pendidikan.

Demokratis, dengan indikator sebagai berikut: 1) murid memiliki kekebasan dalam

memilih mata pelajaran yang ingin dipelajari sesuai dengan cita-citanya; 2) pada tingkat

wajar sembilan tahun cukup empat atau lima pelajaran saja yang wajib dikuasai dengan

standar nasional. Selebihnya adalah pelajaran pilihan yang ketersediaannya sesuai

kebutuhan dan kemampuan; 3) pada tingkat SMA, paling banyak tiga pelajaran saja yangwajib dipelajari oleh semua murid; selebihnya adalah pilihan murid sesuai cita-citanya

Page 14: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 14/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

14 

(sistim kredit). Murid yang ingin jadi dokter akan memilih himpunan mata-pelajaran yang

 berbeda dengan yang ingin jadi ahli hukum, insinyur sipil, dan sebagai berikut, sesuai

 persyaratan masuk yang ditetapkan oleh masing-masing jurusan di perguruan tinggi; 4)

yang ingin langsung berkerja, dapat memilih pelajaran aplikatif, kursus, dan pemagangan

yang dihargai kredit SKS-nya;5) pada tingkat pendidikan tinggi, yang dipilih oleh peserta didik adalah paket-paket

keahlian dan/atau kemahiran yang disediakan dalam bentuk program studi, baik pada jalur

akademik, vokasi, maupun profesi; 6) ijasah dan ujian dikaitkan dengan gelar dan/atau

 profesi tertentu, dengan standar keahlian atau kemahiran yang ditetapkan oleh masyarakat

keahlian atau profesi; 7) guru bebas memilih pendekatan dan metoda mengajar sepanjang

dapat membuktikan telah mencapai tujuan yang dibebankan kepadanya dan tidak

melanggar etika serta aturan yang berlaku; 8) setiap kebijakan yang menyangkut

 perubahan pada sistim, implementasinya harus bersifat partisipatif. Disosialisasikan

terlebih dahulu kelebihan/ manfaatnya serta syarat-syarat untuk mengikutinya, kemudian

ditawarkan sebagai suatu pilihan; 10) sekolah yang bersedia melaksanakan lebih awal,

diberi insentif. Sedangkan yang menyusul, diberi bantuan untuk mempersiapkan diri.

Tentu saja dengan target waktu dalam berapa tahun kebijakan tersebut akan terwujud

secara menyeluruh

Pendidikan untuk persatuanKesenjangan dalam bidang pendidikan, baik antar daerah maupun antar kelompok

masyarakat, merupakan ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Terdapat dua jenis

kesenjangan dalam pendidikan yaitu dalam pelayanan dan kualitas. Kesenjangan dalam

 pelayanan dapat diatasi dengan (a) pemetaan secara rinci tentang ketersediaan dan

keterjangkauan layanan pendidikan, misal kesenjangan antara madrasah dan sekolah

umum; (b) dibuat prioritas dalam penganggaran dan perlakuan baik antar daerah maupunantara sekolah umum dan madrasah; dan (c) pemetaan ini harus dilaksanakan oleh

lembaga professional yang independen. Kesenjangan kualitas lulusan pendidikan

sebagaimana tersebut di atas, jelas perlu dibuat kebijakan yang efektif untuk

menguranginya, baik kesenjangan antar daerah maupun antara lulusan madrasah dengan

sekolah umum.

Manajemen Pendidikan yang EfisienJika lulusan pendidikan tidak bermutu barangkali banyak kebocoran anggaran, atau

karena salah prioritas distribusi anggaran yang tidak langsung kepada murid dan guru.

Setiap ada kenaikan anggaran pendidikan bisa berarti pemborosan dan sia-sia, karena yang

menikmati adalah mereka yang berada di dalam sistim manajemen, bukan murid dan gurusebagai pelaku utama pendidikan. Oleh sebab itu, kenaikan anggaran pendidikan tidk

 boleh diberikan tanpa syarat dan berdasarkan “daftar belanja” saja. Perlu restrukturisasi

sistim manajemen pendidikan. Sistem kridit semester (sks) lebih ekonomis. Karena, jika

tidak semua murid SMA harus menempuh pelajaran ilmu kimia, maka peralatan pelajaran

 bahkan guru kimia yang dibutuhkan akan lebih sedikit. Bandingkan dengan saat ini di

mana setiap murid SMA wajib mempelajari ilmu kimia, meskipun kenyataannya tak

sampai 25% dari lulusan SMA yang memerlukan ilmu kimia dalam pekerjaannya nanti.

KKNI Menjadikan SDM Indonesia Unggul Untuk Memenangkan Persaingan Pada

Era Globalisasi

Era globalisasi ditandai oleh tingkat persaingan yang tinggi pada berbagai aspekkehidupan. Terutama persaingan pada aspek sumber daya manusia (SDM). Persaingan

Page 15: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 15/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

15 

akan dimenangkan oleh bangsa yang memiliki SDM berkualitas. Salah satu upaya

Indonesia untuk menghadapi globalisasi, khususnya pasar bebas adalah dengan

mengeluarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (Indonesian Qualification

 Framwork).

Seiring denngan berbagai perubahan sosial, perkembangan ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam skala regional, nasional dan internasional (global) serta

 berbagai perkembangan terbaru terkait dengan regulasi bidang pendidikan nasional

 bahkan dengan berbagai nota kerjasama antar negara seperti  ASEAN Economy

Community, GATS, APEC, AFTA, WTO, reginal convention  serta recognition studies,

 Diplomas and Degrees in Higher Education in Asia and Pasific dan sejenisnya dimana

Indonesia ikut menandatangani perjanjian kerjasama tersebut menjadi suatu variabel dan

faktor keniscayaan untuk dilakukan penataan dan perubahan pendidikan nasional.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) merupakan perwujudan mutu dan

 jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan kerja

nasional serta sistem penilaian kesetaraan capaian pembelajaran nasional, yang dimiliki

Indonesia untuk menghasilkan sumberdaya manusia nasional yang bermutu dan produktif.

Indonesia sudah memiliki KKNI untuk menghadapi tantangan dan persaingan global

 pasar tenaga kerja nasional maupun internasional yang semakin terbuka. Pergerakan tenaga

kerja dari dan ke Indonesia tidak lagi dapat dibendung dengan peraturan atau regulasi yang

 bersifat protektif. Ratifikasi yang telah dilakukan Indonesia untuk berbagai konvensi

regional maupun internasional, secara nyata menempatkan Indonesia sebagai sebuah

negara yang semakin terbuka dan mudah tersusupi oleh banyak sektor termasuk sektor

tenaga kerja atau sumberdaya manusia pada umumnya. Oleh karena itu, agar dalam jangka

 pendek dan jangka panjang bangsa Indonesia mampu bergerak maju di arena ekonomi

global, maka pengakuan timbal balik dan setara antara kualifikasi dan capaian pembelajaran

yang dimiliki tenaga kerja Indonesia dengan negara asing menjadi butir-butir yang kritisdalam pengembangan suatu kerangka kualifikasi tenaga kerja nasional.

KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat

menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan

 bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan

kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. (Peraturan Presiden

 Nomor 8 Tahun 2012 dan UU Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012). Sedangkan

Kerangka Kualifikasi Nasional bidang Pendidikan merupakan kerangka penjenjangan

kualifikasi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan capaian

 pembelajaran dari jalur pendidikan nonformal, pendidikan informal, dan/atau pengalaman

kerja ke dalam jenis dan jenjang pendidikan. (Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 73 Tahun 2013).

Page 16: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 16/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

16 

•   Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia,

yang selanjutnya disingkat KKNI, adalahkerangka penjenjangan kualifikasi kompetensiyang dapat menyandingkan, menyetarakan,dan mengintegrasikan antara bidangpendidikan dan bidang pelatihan kerja sertapengalaman kerja dalam rangka pemberianpengakuan kompetensi kerja sesuai denganstruktur pekerjaan di berbagai sektor.

•   KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri

Bangsa Indonesia terkait dengan sistempendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki

Indonesia

[email protected] 12

1

2

3

4

5

7

89

6

 

Page 17: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 17/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

17 

Capaian Pembelajaran (learning

outcomes): internasilisasi dan akumulasi

ilmu pengetahuan, pengetahuan,

pengetahuan praktis,ketrampilan, afeksi,dan kompetensi yang dicapai melalui

proses pendidikan yang terstruktur dan

mencakup suatu bidang ilmu/keahlian

tertentu atau melalui pengalaman kerja.

Deskripsi Kualifikasi pada KKNI

merefleksikan capaian pembelajaran

(learning outcomes) yang peroleh

seseorang melalui jalur

• pendidikan

• pelatihan

• pengalaman kerja

• pembelajaran mandiri

The share of Science, Knowledge, Knowhow

and Skills in each IQF level may vary according

to the national qualification assessment

established by all concerned parties.

 

52

 

Page 18: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 18/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

18 

53

 

Ruang Lingkup KKNIKKNI terdiri atas Sembilan level atau tingkatan. Dalam kaitan dengan pendidikan

tinggi, level KKNI dimulai dari level 3 (tiga) sampai level 9 (Sembilan). Level 3 (tiga)

setara dengan diploma 1; level 4 (empat) setara dengan diploma 2; level 5 (lima) setara

dengan diploma 3; level 6 (enam) setara dengan diploma 4 dan sarjana; level 7 (tujuh)

setara denngan pendidikan profesi; level 8 (delapan) setara denngan program magister;dan level 9 (Sembilan) setara denngan program doktor. Dengan demikian rumusan

kualifikasi pada setiap jenjang dalam KKNI menjadi bahan rujukan dan pertimbangan

dalam mengembangkan dan menyusun kurikulum baru pada program studi.

Deskripsi Generik KKNISesuai dengan ideologi Negara dan budaya Bangsa Indonesia, maka implementasi

sistem pendidikan nasional dan sistem pelatihan kerja yang dilakukan di Indonesia pada

setiap level kualifikasi mencakup proses yang menumbuhkembangkan afeksi sebagai

 berikut: 1) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) memiliki moral, etika dan

kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya; 3) berperan sebagai warganegara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia; 4) mampu

 bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap

masyarakat dan lingkungannya; 5) menghargai keanekaragaman budaya, pandangan,

kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan orisinal orang lain; 6) menjunjung tinggi

 penegakan hukum serta memiliki semangat untuk mendahulukan kepentingan bangsa serta

masyarakat luas.

Page 19: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 19/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

19 

Model Pencapaian Level KKNI melalui Berbagai Jalur

Maksud dan Tujuan KKNISebagai perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia dalam sistem pendidikan

nasional, sistem pelatihan kerja nnasional dan sistem pengakuan kompetensi nasional,

KKNI menjadi acuan pokok dalam penetapan kompetensi lulusan pendidikan akademik,

vokasi dan profesi.

Graduates

JENIS PENDIDIKAN SAAT INI

S3

S2

S1

SMUSMK

Sekolah MenengahKejuruan

Profesi

Spesialis

Subspesialis

S2(T)

D I

D III

D II

D IV

S3(T)

[email protected] 16

 

Oleh karena itu, KKNI dimaksudkan sebagai pedoman untuk: 1) menetapkan

kualifikasi capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal,

informal, pelatihan atau pengalaman kerja; 2) menetapakan skema pengakuan kualifikasicapaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan nasional formal, nonformal,

Page 20: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 20/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

20 

informal, pelatihan atau pengalaman kerja; 3) menyetarakan kualifikasi antara capaian

 pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, pelatihan

atau pengalaman kerja; 4) mengembangkan metode dan sistem pengakuan kualifikasi

nasional sumber daya manausia dari Negara lain yang akan bekerja di Indodnesia; 5)

 pengembangan KKNI mempunyai tujuan yang bersifat umum dan khusus.Adapun tujuan umum dari KKNI adalah: 1) meningkatkan komitmen pemerintah

dan masyarakat untuk menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu an

 berdaya saing internasional; 2) mendorong peningkatan mutu dan aksesibilitas sumber

daya manusia Indodnesia ke pasar kerja nasional dan internasional; 3) membangun proses

 pengakuan yang akuntabel dan transparan terhadap capaian pembelajaran yang diperoleh

melalui pendidikan formal, nonformal, informal, pelatihan atau pengalaman kerja yang

diakui oleh dunia kerja secara nasional dan/atau internasional; 4) meningkkatkan

kontribusi capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal,

informal, pelatihan atau pengalaman kerja dalam pertumbuhan ekonomi nasional; 5)

mendorong perpindahan pelajar, mahasiswa dan tenaga kerja antara Negara berbasis

kesetaraan kualifikasi; 6) menjamin terjadinya peningkatan aksesibilitas sumber daya

manusia Indonesia ke pasar kerja nasional dan internasional; 7) memperoleh pengakuan

 Negara-negara lain baik secara bilateral, regional, maupun internasional tanpa

meninggalkan cirri dan kepribadian bangsa Indonesia; 8) memfasilitasi pengembangan

mekanisme mobilitas akademik untuk meningkatkan saling pengertian dan solidaritas dan

kerja sama pendidikan tinggi antar Negara di dunia. Salah satu indikator SDM berkualitas

adalah SDM yang memiliki teknologi tinggi. Tidak ada bangsa pada era globalisasi ini

yang mencapai kemajuan tanpa memiliki teknologi tinggi. Indonesia akan mencapai

kemajuan jika memiliki SDM yang memiliki teknologi tinggi. Bangsa Indonesia bisa

memenangkan persaingan pada era global jika bangsa Indonesia memiliki teknologi

tinggi.

Page 21: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 21/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

21 

KONFIGURASI PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL

Dr. H. Maryono, M.M3 

Dosen Prodi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Pacitan

PendahuluanPendidikan sebagai salah satu aspek penting dalam perkembangan suatu bangsa.

Hal itu dikarenakan pendidikan sebagai ujung tombak utama suatu bangsa dan negara

dalam meraih tujuannya. Sebagai ilustrasi, masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah

tidak akan mempunyai kapasitas yang mumpuni untuk memajukan, bahkan meneruskan

kelangsungan eksitensi bangsa dan negaranya. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat

 juga identik dengan keterbelakangan, kebodohan, dan pada ujungnya akan mengakibatkan

taraf hidup masyarakat rendah sehingga apabila terakumulasi akan memberatkan juga

 bangsa dan negara yang bersangkutan.

Meningkakan mutu pendidikan berarti investasi. Dalam konteks ini investasi tidakselalu berhubungan dengan konsep-konsep ekonomi, dengan uang atau modal yang akan

menghasilkan keuntungan besar pada masa depan. Investasi ini dapat berupa pengetahuan,

kreativitas, dan ketrampilan, yang akan menambah nilai individual. Nilait ersebut yang

nantinya akan membawa seseorang, masyarakat, bahkan negara mempunyai nilai lebih

yang dapat dirasakan manfaatnya pada masa depan. Oleh karena itulah pendidikan dapat

dikatakan sebagai investasi masa depan suatu bangsa.

Keberlangsungan hidup bangsa berkaitan erat dengan pendidikan. Sejarah

 perjalanan dunia membuktikan bahwa bangsa yang berhasil adalah bangsa yang mampu

 berinvestasi pada bidang pendidikan. Suatu bangsa ingin lebih maju, digdaya, dan lebih

sejahtera pada masa depan maka harus berinvestasi dalam bidang pendidikan. Investasi

 pada pendidikan akan berdampak pada penambahan value suatu bangsa. Melalui pendidikan, penguasaan teknologi dengan mudahnya dapat dikuasai sehingga negara

tersebut menjadi negara maju dan pada gilirnnya kesejahteraan rakyat dapat terlaksana.

Bangsa-bangsa yang maju dan unggul adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem

 pendidikan yang baik, dan bangsa-bangsa yang memiliki sistem pendidikan yang baik

adalah bangsa-bangsa yang memiliki pemerintahan secara politis kebijaknnya untuk

memajukan pendidikan bangsanya. Mereka secara komprehensif dan konsisten

menggunakan kewenangan dan kekuasaan politik untuk memajukan pendidikan. Mereka

terus berupaya membuat berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan

 program-program pendidikan yang riil, yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

masyarakat, sekadar retorik. Secara proporsional mampu memisahkan hakikat dasar

 pendidikan. Ranah pendidikan tidak dimanfaatkan atau diperalat kepentingan-kepentingan politik atau untuk tujuan pencitraan (education for politics). Sebaliknya, mereka

menggunakan kekuasaan politik untuk berbuat yang terbaik untuk kemajuan pendidikan

( politics for education) demi kelangsungan hidup bangsanya.

Dengan pandangan tersebut, pendidikan juga suatu yang mahapenting bagi

Indonesia sebagai bangsa. Akan tetapi, kenyataannya sampai sekarang ini pendidikan

Indonesia masih tergolong rendah apabila dibanding dengan negara lain. Ini dibuktikanantara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan

Manusia ( Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

 pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks

 pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia,

3 Ketua STKIP PGRI Pacitan masa bakti 2013-2017.

Page 22: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 22/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

22 

Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109

(1999) (Sumber: World Economic Forum - The Global Competitiveness Report tahun

2008-2009).

Masih gambaran pendidikan Indonesia, menurut survei  Political and Economic

 Risk Consultant  (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The

World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu

hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. masih berdasar

survei dari lembaga yang sama dan fakta yang ada Indonesia hanya berpredikat sebagai 

 follower  bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Kualitas pendidikan

Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari ribuan SD

di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam

kategori The  Primary Years Program  (PYP). Demikian juga tataran SMP di Indonesia

ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The

 Middle Years Program (MYP). Adapun klasifikasi SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja

yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori  The Diploma Program  (DP)

(http://www.asiarisk.com/subscribe/indindex.html).

Harus diakui bahwa Indonesia mengalami ketertinggalan dari segi kualitas

 pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Gambaran jelas didapat

setelahadanya pembandingan dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi

 penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan

 bangsa. Oleh karena itu, semua komponen bangsa ini seharusnya dapat meningkatkan

sumber daya manusia Indonesia utamanya melalui pendidikan agar tidak kalah bersaing

dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Semua komponen harus sadar bahwa

 peran pendidikandengan pembentukan karakter bangsa (nation and character building )

dalam rangka menjadi bangsa bermartabat adalah persoalan bangsa Indonesia dulu,sekarang, dan mendatang. Pembentukan karakter bangsa melalui pendidikanmerupakan

upayasepanjang zaman secara terus menerus dan berkelanjutan. Itulah pentingnya

 pendidikan.

Pendidikan dan Daya Saing BangsaKata pendidikan yang dikenal dalam kosa kata bahasa Indonesia berasal dari kata

dasar didik dan mendapatkan afiksasi pen-an, sehingga menjadi pendidikan yang berarti

hal atau cara-cara mendidik (W.J.S Poerwadarminta, 1997: 250). Adapun berdasarkan ala

katanya, pendidikan berasal dari terminologi Yunani  pedagogie  yang berarti bimbingan

yang diberikan kepada generasi berikutnya, khususnya pada anak. Tercantum dalam UU

 No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar danterencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagaamaan dan

 pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa, dan negara. Dalam konteks ini pendidikan juga

dapat didefinisikan sebagai serangkaian proses pembinaan dan pembimbingan kepada

generasi muda yang dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan agar tercapai

tujuannya. Sebagaimana dikemukakan Afifudin (2013: 13), pendidikan adalah proses

 pembinaan dan bimbingan yang dilakukan oleh seseorang secara terus-menerus kepada

anak didik untuk mencapai pendidikan.

Pada era globalisasi ini bangsa Indonesia tidak dapat menghindarkan diri dari

 persaingan yang universal karena Indonesia sudah termasuk salah satu desa dunia, yang pada saat ini antarwilayah geografis, kultural, maupun ideologi sudah tidak ada lagi

Page 23: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 23/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

23 

 batasan. Sisi ini berakibat pisau bermata dua, mempunyai sisi positif dan negatif bagi

Indonesia sebagai masyarakat dunia. Namun, dari sekian dampak itu yang berperan agar

Indonesia tetap bisa eksis dalam percaturan global adalah pendidikan.

Terkait hal di atas, Indonesia telah memiliki sebuah sistem pendidikan yang telah

diperkuat dengan UU No. 20 tahun 2003. Dapat diambil pengertian pembangunanIndonesia sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar: 1. Pemerataan

kesempatan memperoleh pendidikan; 2. Relevansi pendidikan; 3. Peningkatan kualitas

 pendidikan; dan 4. Efisiensi pendidikan. Berdasar itu, ada hal yang penting dalam

 pendidikan di Indonesia, yakni kualitas dan kesempatan pemerolehan pendidikan bagi

masyarakat Indonesia.

Sebenarnya, konsep pendidikan di Indonesia sudah jelas. Pendidikan yang ada

dituntut untuk bisa relevan dengan kebutuhan secara individual, kelompok, nasional,

 bahkan global. Jika pendidikan di Indonesia tidak memenuhi relevansi, tidak kontekstual,

dan tidak berwawasan global maka pendidikan Indonesia tidak akan mampu

mengantarkan bangsa ini bersaing dalam tataran global. Di samping itu, masyarakat secara

kesuluruhan adalah elemen penting yang harus mempunyai kesamaan akses terhadap

 pendidikan. Pendidikan tidak hanya didapat oleh kelompok tertentu, ternikmati oleh

segelintir masyarakat. Akan tetapi, ia harus mampu diperoleh oleh seluruh lapisan

masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dua hal penting ini pada saat ini belum sepenhnya

diwujudkan oleh pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap

 pendidikan nasional.

Pada era sekarang daya saing bangsa, muncul dan semakin pesat selaras dengan

semakin derasnya arus globalisasi dan perdagangan bebas. Berkaitan dengan itu, Hatten

dan Resenthal (2000:5) menyatakan bahwa penguasan bidang ilmu dan teknologi dalam

kadar yang memadai sangat diperlukan agar masyarakat dapat meningkatkan kemampuan

kreativitas, pengembangan, dan penerapan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) sebagaituntutan yang mutlak dalam kehidupan global. Tanpa penguasaan teknologi, suatu bangsa

hanya akan menjadi objek dan tidak pernah mejadi subjek aktif sebagai pelaku utama

globalisasi. Penguasaan teknologi yang menopang daya saing bangsa dapat diperoleh dari

 berbagai cara, utamanya pendidikan.

Pada dasarnya pendidikan adalah mengembangkan potensi manusia. Manusia

harus mempunyai perubahan nilai setelah mendapatkan pendidikan. Dalam kerangka ini

 pendidikan sebagai investasi yang mempunyai berbagai fungsi. Menurut Atmanti (2005:

36) pendidkan mempunyai beberapa fungsi, yakni fungsi teknis ekonomis, fungsi sosial-

kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya dan fungsi kependidikan.

Dijelaskan bahwa fungsi teknis ekonomis, pendidikan dikaitkan dengan

 pertumbuhan ekonomi. Orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akanmemiliki pekerjaan dan upah yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang

 pendidikannya lebih rendah. Fungsi sosial-kemanusiaan, pendidikan mempunyai

kontribusi terhdap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat

sosial yang berbeda. Fungsi politis, pendidikan mampu menyumbangkan kondisi

 perpolitikan yang berbeda pada tingkat sosial tertentu. Pendididan dapat mengarahkan

warga negara yang bertanggung jawab, mengerti hak dan kewajiban. Fungsi budaya,

 pendidikan dapat mendukung peralihan dan perkembangan budaya. Adapun fungsi

kependidikan adalah merujuk pada sumbangan pendidikan yang mengarahkan pada

 pemikiran belajar sepanjang hayat (life long learning). Dalam praktiknya pendidikan tidak

 berdiri secara otonom. Pendidikan berinteraksi dengan dunia lain, utamanya dunia politik

dan ekonomi. Bahkan dunia lain tersebut berupaya keras untuk mendominasi dunia pendidikan (Zamroni, 1993: 147).

Page 24: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 24/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

24 

Tuntutan terhadap peran pendidikan Indonesia sedemikian tinggi, tetapi

dalammeciptakan manusia Indonesia seutuhnya, pendidikan Indonesia belum mampu

sepenuhnya mampu mewujudkannya. Ada beberapa masalah pendidikan yang perlu segera

ditangani. Masalah itu antara lain: 1) Sekularisme Sebagai Paradigma Pendidikan;

2) Sarana dan Prasarana; 3) Kualitas Guru; dan 4) Rendahnya Relevansi Pendidikandengan Kebutuhan (Shiddiq Al-Jawi, 2006). Dengan masih banyaknya kelemahan dan

kekurangan pendidikan nasional, berbagai pihak perlu segera membenahi dan mereformasi

dunia pendidikan sebagai bentuk investasi sumber daya manusia yang diharapkan dapat

 bersaing dalam era Global.

Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Untuk itu, pendidikan

harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan subjeknya mengembangkan

suasana potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam penuh kebebasan,

kebersamaan dan tanggung jawab. Di samping itu, pendidikan harus menghasilkan

manusia yang dapat memahami masyarakatnya dengan faktor yang dapat mendukung

mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan dalam kehidupan

 bermasyarakat. Salah satu altematif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan

 pendidikan yang berwawasan global.

Bangsa Indonesia pada saat ini dapat dikatakan sedang mengalami krisis moral,

etika dan bahkan krisis terhadap religiusitas dalam beragama. Sehingga pembenahan

mekanisme pendidikan nasional mendesak untuk dapat dilakukan reformasi dan

restrukturisasi. Pemikiran ini berpijak pada tujuan pendidikan nasional, yang mengarahkan

 pendidikan dengan tidak meninggalkan karakteristik bangsa yang bermartabat dan berbudi

luhur serta religius. Jika permasalahan tersebut di atasi, kemungkinan besar pendidikan

Indonesia akan dapat berfungsi secara komprehensif membawa bangsa Indonesia mampu

 bersaing pada era global sejajar dengan pendidikan bangsa lain.

Berkaitan hal di atas, pendidikan merupakan komponen penting yang harusmendapat prioritas utama. Pendidikan diharapkan dapat berkontribusi bagi perkembangan

seutuhnya setiap orang, baik jiwa, raga, intelijensi, kepekaan, estetika, tangung jawab, dan

nilai-nilai spiritual. Melalui pendidikan, setiap orang hendaknya dapat diberdayakan untuk

 berpikir mandiri dan kritis. Dalam dunia yang terus berubah dan diwarnai oleh inovasi

sosial dan ekonomi, pendidikan tampak sebagai salah satu kekuatan pendorong untuk

meningkatkan kualitas imajinasi dan kreativitas sebagai ungkapan dari kebebasan manusia

Karakter Manusia Aspek Penting Pendidikan IndonesiaBangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang mempunyai sejarah keberadaban

yang panjang dan kompleks. Bahkan pada era masa lalu Indonesia adalah subjek yang

 berperan penting dalam percaturan global. Dengan kata lain, Indonesia masa lalu sebagai pelaku aktif globalisasi. Pada rangkaian ini, Indonesia dapat memaksimalkan akar

 budayanya dalam membangun pendidikannya, tidak harus berkiblat pada budaya asing

yang dianggap lebih maju atau lebih modern. Berkenaan dengan itu, konsep-konsep yang

ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara merupakan konsep yang pas bagi pendidikan

Indonesia. Pendidikan yang berkiblat penuh pada nilai-nilai asing hanya akan

menghasilkan manusia Indonesia yang tercerabut dari akar budayanya. Hal itu

dikarenakan, pada hakikatnya, persoalan-persoalan pendidikan dan pembangunan yang

terjadi di negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia, secara mendasar berbeda

dengan problem yang ada di negara-negara Barat. Persoalan pendidikan di Indonesia

sangat erat kaitannya dengan falsafah dan budaya bangsa.

Manusia merupakan satu kesatuan. Terkait itu, Ki Hajar Dewantara melihatmanusia lebih pada sisi kehidupan psikologisnya. Menurutnya manusia memiliki daya

Page 25: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 25/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

25 

 jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut

 pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan

 pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia.

Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka

hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Pendidikan tidak diperbolehkanhanya bertitik pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan

olah rasa dan karsa. Jika hal itu berlanjut terus, akan menjadikan manusia kurang humanis

atau manusiawi.

Proses membentuk karakter manusia memerlukan peran pendidikan. Pendidikan

dapat menawarkan berbagai hal yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan potensi

yang ada dalam diri manusia, yang diantaranya meliputi karakter, peringai, atau watak.

Sebagaimana Jene (2002) berpendapat bahwa pendidikan dapat sebagai alat pembentukan

karakter, baik bagi para penjaga maupun bagi seluruh warga negara. Pendidikan karakter

 bukanlah kegiatan baru, karena dalam melewati perjalanan waktu, pendidikan karakter

 pada dasarnya sudah dilakukan oleh manusia.

Pendidikan karakter di Indonesia tidak hanya dilakukan di dalam ranah formal,

melainkan harus dilakukan dalam ranah informal maupun nonformal. Pendidikan karakter

sudah menjadi keharusan dan tanggung jawab bersama, seluruh komponen bangsa.

Pendidikan karakter dimaksudkan untuk membangun kualitas dan kearifan manusia unuk

mampu hidup pada zamannya. Penerapan pendidikan terhadap karakter hendaknya

mempertimbangkan empat hal, yaitu 1. Karakter itu dibiasakan bukan diajarkan apalagi

sebagai dogma; 2. Dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen; 3.

Mempertimbangkan suasana dalam rangkaian proses; 4.Suatu proses yang tidak

 berkesudahan.

Penguatan karakter manusia senantiasa menjadi isu yang menarik jika

dihubungkan dengan pendidikan. Hampir sebagian besar masyarakat sepakat bahwa padasaat ini dan yang akan datang karakter manusia Indonesia harus menjadi fokus utama

 pendidikan Indonesia. Hal itu wajar karena pembangunan yang tidak berdasarkan pada

manusia atau human oriented development   hanya akan bersifat fisik semata dan tidak

akan menjadi pembangunan yang menyentuh tata nilai serta esensif. Pendidikan cukup

 berkepentingan menempatkan karakter manusia sebagai fokusnya, karena pendidikan

dapat dominatif terhadap pembentukan performance manusia. Selain itu, alasan utama

 perlunya pendidikan karakter adalah fenomena pergeseran nilai-nilai budi pekerti di

kalangan masyarakat dari akar budaya Indonesia.

Pengembangan pendidikan karakter dapat berdasar pada pilar penting. Berbagai

ahli sudah mendeskripsikan secara jelas pilar penting pendidikan karakter, salah satunya

adalah Marc R Major dalam The Teacher’s Survival Guide: Real Classroom Dilemmasand Practical Solutions. Menurut Major (2008:19) ada enam pilar penting pendidikan

karakter. Hal itu sebagai berikut. Trustworthiness (Keterpercayaan). Pilar ini mengandung

unsur-unsur kejujuran, reliabilitas, keberanian bertindak atas dasar kebenaran,

 pembangunan reputasi yang baik; dan kesetiaan, baik pada keluarga, teman, dan negara.

Berikutnya, rasa hormat. Komponen yang ada di dalamnya adalah menghargai dan

memperlakukan orang lain dengan hormat; bertenggang rasa dan menerima berbagai

 perbedaan; berperilaku baik dan menghindari kata-kata kasar; mempertimbangkan

 perasaan orang lain; tidak mengancam, memukul atau mencederai orang lain; dan

menahan amarah, tidak menghina orang lain, dan tidak memaksakan ketidaksetujuan pada

orang lain. Ketiga, Bertanggung jawab. Bertanggung jawab dipahami dalam beberapa

 perspektif seperti melaksanakan kewajiban, membuat perencanaan, ketangguhan, berusaha

Page 26: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 26/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

26 

melakukan yang terbaik, pengendalian diri, disiplin, berpikir sebelum bertindak,

 bertanggungjawab atas ucapan, perbuatan, dan sikap, dan menjadi teladan bagi orang lain.

Selain tiga hal di atas masih ada tiga lagi, yakni fairness (adil). Pengertian fairness

adalah kesediaan untuk bertindak adil bagi diri sendiri dan orang lain. Sebagai

indikatornya adalah oleh kesediaan untuk mengikuti aturan main, memberikan kesempatan pada diri sendiri dan orang lain, berpikiran terbuka (mau mendengar orang lain), tidak

memanfaatkan orang lain, tidak menyalahkan orang lain dengan semena-mena, dan

memperlakukan orang lain secara adil. Kelima adalah kepedulian. kepedulian ditandai

oleh keramahan/kebaikan hati, simpati dan empati, rasa terima kasih, kemauan memaafkan

orang lain, dan membantu orang yang tengah membutuhkan. Terakhir Citizenship (Rasa

Persatuan). Nilai-nilai rasa persatuan diwujudkan dalam bentuk kontribusi nyata untuk

membuat komunitas tempat ia berada menjadi lebih baik, bekerjasama dengan orang lain,

terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, terus mengikuti perkembangan

informasi, menjadi anggota masyarakat yang baik, mematuhi hukum dan perundang-

undangan, menghargai para pemimpin, peduli pada lingkungan, dan kesukarelaan.

Pembentukan karakter manusia melalui pendidikan memang tidak semudah

membalikan telapak tangan. Karena manusia yang berkarakter modal utama suatu bangsa

untuk tetap ada dan diperhitungkan di percaturan dunia, penguatan karakter manusia

Indonesia melalui pendidikan adalah suatu keharusan dan agar berhasil perlu adanya

tindakan sinergitas antarkomponen bangsa ini.

SimpulanBerdasarkan pembahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan hal-hal berikut: 1)

tingkat mutu pendidikan suatu bangsa akan berbanding lurus dengan eksistensi bangsa

tersebut. Semakin baik kualitas pendidikan suatu bangsa akan berdampak pada kemapanan

suatu bangsa dalam percaturan dunia; 2) kondisi pendidikan Indonesia, baik ranah formal,informal, dan nonformal masih perlu ditingkatkan kualitasnya karena pada faktanya

kualitas yang ada masih kalah jika dibandingkan dengan bangsa lain. Oleh karena itu, jika

tidak segera berbenah, Indonesia akan semakin tertinggal; 3) dari sekian aspek kehidupan

manusia, penguatan karakter manusia melalui pendidikan merupakan suatu yang penting

karena pembangunan yang hanya berorientasi fisik semata tidak dapat menyentuh sisi

esensi manusia; 4) penguatan karakter manusia melalui pendidikan tidak dapat dilakukan

secara spasial, tetapi harus dilakukan secara menyeluruh oleh semua komponen bangsa

dan harus berkelanjutan.

Saran

Tripusat pendidikan, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah harus bersinergidalam berbagai aspek pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan dan keberlangsungan

 pendidikan di Indonesia. Pendidikan Indonesia hendaknya dibangun dengan dasar akar

 budaya Indonesia dan dikontekskan dalam paradigma pendidikan global.

DAFTAR PUSTAKA

Afifudin. 2013. Landasan Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Atmanti. 2005. “Invetasi Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan”. Dinamika

Pembangunan. Vo.2. No.1.

Dewantara, Ki Hadjar.1997. Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur

Persatuan Taman Siswa.

Hatten, K.J. & Rosenthal, S.R. 2001.  Reaching for the Knowledge Edge.  New York:

Amrican Management Association.

Page 27: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 27/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

27 

Major, Marc R. 2008. The Teacher’s Survival Guide: Real Classroom Dilemmas and

 Practical Solutions. Maryland: Rowman & Littlefield Education.

Jane, Jeremias. 2002. “Pendidikan sebagai Kontrol Sosial dan Kebebasan Individu:

Diskursus mengenai Pendidikan menurut Plato. Majalah Filsagfat  Driyakara. Th.

XXV Nomor 4, April 2002.Poerwadarminta, W.J.S.1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Solihin, Agus Imam. 1995.  Investasi Modal Manusia Melalui Pendidikan: Pentingnya

 Peran Pemerintah. Mini Economia 23, Jakarta, Halalaman: 6-20.

Zamroni. 1993. “Perkembangan Pendidikan dalam Bayang-Bayang Ekonomi: Perlunya

Kekuatan Nasional Pendidikan” dalam Prospektif. Volume 5 Nomor 3, Tahun 993.http://www.asiarisk.com/subscribe/indindex.html 

World Economic Forum - The Global Competitiveness Report tahun 2008-2009.

Page 28: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 28/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

28 

DEMOKRASI PENDIDIKAN

DAN MASA DEPAN KEBANGSAAN

Mukodi, M.S.I.

4

 

Dosen PBSI STKIP PGRI Pacitan

E-mail: [email protected]

Abstrak:

Bukan hanya bernegara dan berbangsa yang membutuhkan keadaban demokrasi, tapi

 pendidikan juga sangat membutuhkan prinsip-prinsip demokrasi yang asali. Demokrasi

 berprinsipkan transparansi, partisipatif, toleransi, keterbukaan pemikiran, dan keragaman ide

serta gagasan. Pun demikian halnya dengan pendidikan, meretas kultur dan alaminya dengan

hal itu. Terwujudnya pendidikan demokratis menjadikan proses pematangan akademik.

Ujungnya, berdampak pada terbentuknya manusia toleran, dan humanis. Muara akhirnya,

mewujudkan generasi Indonesia yang handal dan siap berkompetisi dalam percaturan duniaglobal.

Keyword: demokrasi, pendidikan, dan manusia.

PendahuluanFenomena terpenting yang mewarnai transformasi global di tiga dasawarsa ini

adalah menguatnya tuntutan demokratisasi, khususnya di negara-negara berkembang,

termasuk negara yang berpenduduk mayoritas Islam. Demokrasi telah menjadi diskursus

yang melibatkan hampir semua komponen masyarakat. Praktis, diskursus-diskursus lain

yang melawan kecenderungan ini menjadi termarginalkan (Masdar, 1999: 1).

Derasnya tuntutan demokratisasi dan maraknya diskursus demokrasi tidak lainkarena adanya anggapan bahwa demokrasi merupakan suatu sistem yang bisa menjamin

keteraturan publik dan sekaligus mendorong transformasi masyarakat menuju suatu

struktur sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan yang lebih ideal. Ideal dalam arti,

manusiawi, egaliter dan berkeadilan. Demokrasi yang diyakini sebagai sistem yang paling

realistis dan rasional untuk mencegah suatu struktur masyarakat yang dominatif, refresif

dan otoritarian.

Ditilik secara historis, diskursus demokrasi telah melahirkan teoritisasi demokrasi.

Korelasi antara diskursus demokrasi dan tuntutan demokratisasi bersifat timbal balik atau

saling mempengaruhi kuatnya tuntutan demokratisasi menyebabkan maraknya diskursusdemokrasi atau maraknya diskursus telah mendorong dan menyadarkan komponen

masyarakat untuk mendukung gerakan pro demokrasi (Siswanto, 2006: Vol. 2).Gelombang demokratisasi menggelinding tidak saja dalam tata kenegaraan dan

 pemerintahan, bahkan mulai menjalar hingga ke bilik-bilik pendidikan dan ruang kelas.

Prinsip-prinsip demokrasi pun dalam batas-batas tertentu mulai dipraktikkan di dunia

 persekolahan. Hal itu terlihat dalam pelbagai suksesi kepemimpinan di level SD/MI,

SMP/MTs dan SMA/MA/SMK mulai melaksanakan prinsip-prinsip demokratis. Sebut

saja, prosesi pemilihan ketua kelas, ketua OSIS, PMR, Pramuka dan sejumlah

keorganisasian lainnya. Di level PTN/PTS pun demikian adanya, sivitas akademika mulai

menancapkan pilar-pilar demokrasi dalam kadar kearifan lokal masing-masing.

 Namun, harus diakui ruang demokrasi belum sepenuhnya dipraktikkan secara

elegan. Kebebasan berfikir, kebebasan merumuskan, dan menyatakan pendapat yang

4 Kandidat Doktor Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Page 29: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 29/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

29 

 berbeda belum membudaya. Keseragaman (homoginitas), keteraturan, dan kepatuhan pun

masih mengakar kuat di persekolahan. Selain itu, dunia persekolahan cenderung berkutat

di ranah kognitif, belum berkerak secara massif di ranah afektif, dan psikomotorik. Ada

memang lembaga pendidikan yang membuka kran demokrasi secara lebih longgar, tapi

 jumlahnya relatif kecil.Di samping itu, tidak sedikit dunia persekolahan masih meneguhkan dinasti

kekerabatan dalam melakukan rekrutmen pegawai, karyawan dan tenaga kependidikan.

Praktis, sistem rekrutmen menjadi sangat kenyal dengan unsur like dislike  (suka-tidak

suka), siapa yang membawa dan siapa yang merekomendasikan. Tak ayal lagi, dunia

 persekolahan mulai di level rendahan hingga perguruan tinggi masih mementingkan unsur

subyektifitas daripada obyetifitas dalam memutuskan pelbagai kebijakan.

Padahal, esensi pendidikan adalah meneguhkan asas-asas keadilan, transparansi,

akuntabel, nirlaba , kesamaan hak dan kesamaan kesempatan. Lebih dari itu, memberikan

 pengalaman kepada warga pembelajar agar dapat belajar mengetahui (learning to know),

 belajar melakukan (learning to do), belajar menjadi, dan belajar hidup bersama (learning

to live together). Dalam konteks itu, artikel ini--dengan segala keterbatasannya--mencoba

mengungkap bilik-bilik demokrasi dalam pendidikan. Harapannya, artikel ini dapat

menempati ruang-ruang kosong konsep pendidikan di dunia persekolahan.

Pendidikan Demokratis: Kematangan AkademikAktifitas pendidikan pada hakikatnya bersumber pada landasan pendidikan. Walau

harus diakui, menyoal landasan pendidikan di Indonesia seolah menjadi hal yang sangat

muskil (Lengeveld dalam Dimyati, 2009: 148). Hal itu disebabkan karena secara empiris,

 pendidikan merupakan peristiwa sosial sehari-hari yang kompleks, yang terkandung di

dalamnya hal interaksi multi-dimensi. Secara teknis, tindak pendidikan mencakup tiga sisi

tindakan berupa tindakan logis (berkenaan dengan isi pendidikan), tindakan strategis(berkenaan dengan upaya pencapaian tujuan), dan tindakan-tindakan institusional, baik

makro, maupun mikro.

Selain itu, secara teoritis, teoritasi tentang pendidikan yang didasarkan atas

 penelitian keilmuan tidak banyak dilakukan; sebaliknya, teorisasi tentang pendidikan pada

kebudayaan Eropa yang didasarkan atas penelitian keilmuan banyak dilakukan. Secara

normatif, teorisasi berorientasi nilai kebudayaan lokal, nusantara, Indonesia, universal atau

religious. Di sisi lainnya, secara filosofis, tindak pendidikan menuntut pada satu sisi

adanya pengakuan tentang hakikat manusia; tuntutan tentang adanya hakikat manusia

yang relevan dengan tindak paedagogis tersebut telah dibuktikan dengan analisis

fenomenologis, bahwa “manusia adalah animal educandum” yang secara antropologis-

filosofis relevan dengan pandangan bahwa “manusia adalah makhluk individu, sosial,moral, beriman, berakal, dan berkepribadian”. 

Aktifitas pendidikan pun sering kali direduksi dalam bentuk-bentuk yang lebih

sempit. Sebut saja, dunia persekolahan/ sekolah menjadi bentukan yang lebih kecil.

Sekolah pun dipersempit lagi dalam aktifitas pembelajaran di ruang kelas. Pembelajaran di

ruang kelas adalah bagian dari aktifitas pendidikan di sekolah. Praktis, pembelajaran di

kelas pun harus dikemas dengan suasana yang nyaman, egaliter, humanis dan bermakna.

Kondisi yang demikian itu, mendorong terwujudnya budaya akademik yang baik. Budaya

akademik yang baik berdampak langsung pada prestasi dan output  yang baik.

Sebaliknya, proses pembelajaran yang otoriter, baik manajemen, interaksi atau

transaksi, proses kedudukan, maupun subtansinya tidak mungkin menghasilkan manusia

demokratis (Uno, 2011: 12). Ini maknanya bahwa membangun dunia pendidikan harusmenggunakan ruh demokratis. Praktis, pendidikan merupakan tangga menuju kehidupan

Page 30: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 30/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

30 

demokrasi. Tanpa pendidikan yang baik warga Negara tidak dapat melaksanakan

kehidupan yang demokratis. Praktik pendidikan demokratis di Indonesia biasanya diretas

oleh sekolah-sekolah non formal, sekolah alam dan homeschooling , sebut saja SMP

Alternatif Qaryah Thayyibah.

SMP (QT) terletak di Desa Kalibening Kotamadia Salatiga. Sekolah inidilaksanakan di rumah salah satu penduduk desa dengan menggunakan sistem pendidikan

 berbasis komunitas, artinya segala sesuatunya didasarkan pada kebutuhan komunitas.

Dengan demikian, pendidikan berbasis komunitas adalah satu solusi untuk masyarakat

Indonesia yang masih kental dengan kultur kekerabatan. Pendidikan yang berbasis

komunitas ini memiliki prinsip-prinsip dasar yang diterapkan yaitu: membebaskan,

keberpihakan, partisipatif, kurikulum berbasis kebutuhan, kerja sama, sistem evaluasi

 berpusat pada subyek didik, serta kepercayaan diri.

Di samping itu, pendidikan ini berbasis pada alam. Penggunaan alam sebagai

media belajar diharapkan agar kelak siswa jadi lebih aware  dengan lingkungannya dan

 bisa mengaplikasikan pengetahuan yang dipelajari, tidak hanya sebatas teori saja. Meski

mengadopsi kurikulum nasional, SMP QT lebih menggunakan pendekatan pendidikan

yang membebaskan, artinya siswa diberi kebebasan untuk berperan aktif dalam kelas. Para

siswa adalah anak-anak dari buruh tani setempat yang begitu lantang berbicara di kelas.

Mereka berani mengemukakan pendapatnya sendiri. Tentunya sikap-sikap seperti ini

sangat baik sebagai modal mereka menjalani kompetisi kehidupan nanti (Suparwi, 2011:

3).

Selain itu, pendidikan non formal yang bisa dikatakan sebagai pendidikan yang

melaksanakan prinsip-prinsip demokratis adalah lembaga pesantren tradisional. Tidak

sedikit anggapan bahwa pesantren tradisional “dilabeli” sebagai lembaga pendidikan yang

kolot, sekterian,  primordial, dan otoritatif. Anggapan-anggapan tersebut, tentunya tidak

sepenuhnya benar dan juga tidak sedikit yang salah. Pesantren mempunyai kekhasan dankeunikan tersendiri dalam menempa santrinya agar menjadi pribadi-pribadi yang unggul.

Cara, metode dan model pendidikannya pun berbeda satu sama lainnya.

 Namun demikian, pada hakikatnya pesantren-pesantren tradisional telah

mempraktikkan nilai-nilai demokratis secara baik dan utuh. Hal ini dapat dilihat dengan

 jelas mulai dari rekrutmen santri, proses pendidikan, dan luaran (alumni) yang tersebar di

masyarakat. Rekrutmen santri dilaksanakan dengan model terbuka. Setiap orang bisa

menjadi santri. Tidak ada batas waktu pendaftaran, usia latar belakang, dan status sosial.

Proses pendidikan diramu dengan racikan kurikulum mandiri ala sang kiai. Gambaran

demokratis ditunjukkan dalam mata pelajaran  fiqih.  Kitab  fiqih  merupakan kitab yang

mengajarkan pelbagai pandangan ulama dari berbagai madzab tentang hukum dan

kaidahnya, sehingga membentuk pola pikir santri yang pluralis dan toleran terhadap ragam perbedaan.

Alumni luaran pensantren pun pada umumnya mempunyai tanggung jawab yang

sama, antara pesantren satu dan lainnya, yakni dituntut menjadi manusia yang baik, dan

 bermanfaat. Bermanfaat untuk dirinya sendiri, keluarga, bahkan masyarakat di sekitarnya.

Slogan pesantren yang sangat lazim didengung-dengungkan adalah “khoirunnnas

anfauhum linnas/ sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi sesama”,

“ballighu anni walau ayaat / sampaikan dariku, walau satu ayat”. Menjadi sangat rasional,

 jika alumni pesantren di mana pun ia berada, berusaha menjadi pribadi yang bermanfaat,

tentunya dengan cara dan kekhasan yang dimilikinya. Biasanya alumni yang memiliki

tingkat keilmuan yang mumpuni meretas pesantren baru di desanya, atau menjadi

ustaz/kiai di kampungnya.

Page 31: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 31/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

31 

Paradoksal memang realitas di atas tersebut, dengan kondisi di lapangan saat ini.

Tindak kekerasan dalam pendidikan justru kembali terjadi di tengah pelbagai elemen

memperjuangkan terwujudnya pendidikan humanis. Sebut saja, kasus terbaru soal cara

mendidik yang sadis dilakukan Oknum guru kelas VI di SDN Jati Mulya VII, Kecamatan

Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, berinisial RS, diduga dengan sengaja telah memukulmurid satu kelas sebanyak 39 anak. Pemukulan ini dilakukan dengan menggunakan

 penggaris besi, gara-gara para murid tidak hafal isi Pasal 18 ayat (1) UUD 1945. Kejadian

ini kontan membuat berbagai pihak mengecam perilaku oknum guru tersebut. Seorang

guru harusnya sabar dalam menyampaikan dan mencerdaskan siswanya justru bertindak

emosional, destruktif dan anarkis (http://edukasi.kompasiana.com/2013/08/31/). 

Gara-gara melempar buah pepaya milik gurunya, MN, seorang murid sekolah

dasar--sebut saja Putra--mendapatkan tendangan dan tamparan.

(http://www.tribunnews.com/regional/2013/08/20/). Selain itu, DI, guru mata pelajaran seni

dan budaya SMK PGRI 3 Kota Bogor, mengaku memukul ke enam siswanya, karena kesal

mereka sering mengabaikan tugas yang telah diberikan. "Saya terpaksa melakukan itu(menempeleng, menjambak, dan menendang) karena kesal kelompok (6 orang) itu. Sudah

 berkali-kali ditugaskan untuk memfoto copy dan menghafal bahan mata pelajaran, tapi

tidak dilaksanakan," kata Deden, kepada wartawan di Bogor,

(http://metro.sindonews.com/read/2013/04/02/31/733584).

Kasus tindak kekerasan dalam pendidikan seolah menjadi rentetan pristiwa yang

 panjang. Hilang satu, tumbuh silih berganti. Dalam konteks itu, idealnya pendidikan lebih

 berorientasi untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri peserta didik,sehingga ia mampu menjadi manusia berkualitas. Manusia berkualitas tentunya tidak

hanya identik dengan tingginya intelektualitas. Namun sejauh mana peserta didik tersebut

 bisa menjadi pribadi yang mandiri. Pribadi yang mampu menciptakan kreasi-kreasi dalam

hidupnya, sehingga ia mampu menghadapi pelbagai perubahan di kemudian hari.Tindak kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan, biasanya diakibatkan karena

adanya kesalahan yang diikuti dengan hukuman fisik. Misalnya peserta didik yang tidak

mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR), atau terlambat datang, lantas dihukum berdiri di

depan kelas sampai jam pelajaran berakhir. Bahkan tak sedikit dari mereka harus berlari

mengelilingi lapangan, atau sampai kena pukul.

Dulu model hukuman (punishment) seperti ini memang sering kali dilakukan oleh

sang guru. Tujuannya, tak lain hanya memberikan efek jera kepada sang murid. Namun,

dalam konteks kekinian, model hukuman semacam ini sudah tak relevan lagi dipraktikkan.

Sebab proses pendidikan tidak harus dilakukan dengan cara-cara kekerasan. Pendidikan

saat ini lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Posisi peserta didik, bukan lagi

sebagai obyek, tapi menjadi bagian dari subyek pendidikan itu sendiri (Mukodi, 2011: 17).Hal itu, seolah menegaskan tidak ada oposisi biner   antara pendidik dan peserta didik.

Keduanya, sama derajatnya.

Lebih dari itu, semestinya proses pendidikan harus berbasis kemanusiaan.

Pendidikan yang dikembangkan melalui nilai-nilai kemanusiaan tentunya mengedepankan

media dialogis sebagai alat komunikasi. Melalui komunikasi yang intensif, pendidikan

dapat berjalan dengan baik. Tak heran, jika John Dewey, seorang tokoh pendidikan,

sekaligus penggiat demokrasi menegaskan bahwa: “…education consists primarily in

transmission through communication. Communication is a process of sharing experience

till it becomes a common possession. It modifies the disposition of both the parties who

 partake in it”. 

Interaksi antara peserta didik dengan pendidikan yang terjalin dengan harmoniakan menjamin budaya akademik yang baik. Budaya akademik yang terbangun dengan

Page 32: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 32/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

32 

sendi-sendi kebaikan, nantinya melahirkan kematangan akademik. Kematangan akademik

 berdampak positif terhadap output luaran pendidikan.  Alhasil , luaran pendidikan yang

dihasilkan adalah pribadi-pribadi yang tangguh, ulet, tahan banting, tahan uji, pantang

menyerah, terampil, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Pendidikan Demokratis: Manusia ToleranPada prinsipnya, pendidikan demokrasi adalah proses di mana siswa berpartisipasi

dalam pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan sekolah. Lewat

 partisipasi ini, para siswa akan berinteraksi dengan guru dan pendidik yang lain untuk

menciptakan kondisi pembelajaran yang baik. Megan Howey,--salah seorang tokoh dalam

 pendidikan demokrasi--menyatakan bahwa pendidikan demokrasi merupakan suatu cara

yang jitu untuk memperkuat kebersamaan dan kerja sama dari seluruh komponen sekolah,

khususnya para guru, siswa dan orang tua siswa (Zamroni, 2011: 25).

Lebih lanjut, Zamroni (2011: 28) menjelaskan bahwa pendidikan demokrasi harus

menekankan pada empat aspek. Pertama, kurikulum dan pembelajaran pendidikan

demokrasi harus menyampaikan pesan-pesan atau isi yang penting dan bermakna. Siswa

didorong untuk mengembangkan critical thinking  bersumber pada perpaduan teoritis dan

realitas sekitar agar dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, berkaitan dengan karakteristik pertama, maka materi pendidikan demokrasi

yang dibawa ke ruang-ruang kelas tidak hanya bersifat “pengetahuan teoritis murni”

melainkan dipadukan “controversial issues” yang tengah merebak di masyarakat. Dengan

kata lain, pembelajaran membuka simpul-simpul diskursus wacana sosio kemasyarakatan,

sehingga warga sekolah dapat menawarkan solusi alternatifnya.

Ketiga, pendidikan demokrasi memberikan pelayanan pembelajaran yang optimal

kepada siswa. Dalam kaitan pelayanan pembelajaran ini, John Dewey--filosof dan pionir

 pendidikan demokrasi--menekankan bahwa pendidikan demokrasi mengimplementasikankurikulum yang fleksibel dan terbuka, sesuai dengan konteks lingkungan dan kebutuhan

siswa.

Keempat, dilaksanakannya pendidikan ekstra kurikuler yang berorientasi pada

 penyiapan siswa menuju pribadi yang tangguh, dan bertanggung jawab. Kelima,

dikembangkannya partisipasi dalam pengelolaan sekolah. Keenam, dilaksanakannya

simulasi proses demokrasi di sekolah. Apa yang ada di masyarakat di sekolah, sesuai

dengan prinsip pendidikan. Sekadar contoh, jika di masyarakat ada sistem pemerintahan

dan lembaga pemerintahan, maka sekolah pun perlu dikembangkan sistem dan keberadaan

 pemerintahan siswa.

Aspek-aspek tersebut di atas, sepertinya mudah dipahami, tapi sejatinya sulit

dilaksanakan, apalagi di Indonesia. Keragaman suku, bahasa, etnis, demografi, geografi,kultur, sistem politik, dan keunikan penduduk menjadikan konsep pendidikan demokrasi

sangat sulit diterapkan. Sekadar contoh, pada aspek kurikulum misalnya, ketercapaiannya

sulit terlaksana. Aspek kualitas sumberdaya Jawa dan luar Jawa jauh berbeda. Belum lagi,

aksesibilitas propinsi versus kabupaten. Kota versus desa. Sekolah unggulan versus non

unggulan. Sekolah favorit versus  non favorit. Sekolah negeri vis a vis swasta. Strata

 pringkat akreditasi (A, B dan C) pun menjadi pembeda. Semua itu, menjadi deret angka,

sulitnya terimplementasinya suatu kurikulum.

Meskipun demikian, perwujudan pendidikan demokratis harus diupayakan. Banyak

efek positif dari pendidikan demokratis. Salah satu buah dari pendidikan demokratis

adalah terwujudnya manusia toleran. Hal itu diejohwantakan melalui cinta kasih,

 penghargaan, dan penerimaan keragaman pendapat. Lantas apa yang harus dilakukan agar benih-benih toleransi dapat teretas dalam dunia persekolahan?

Page 33: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 33/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

33 

Demokrasi dalam Pendidikan: Membentuk Manusia HumanisPendidikan, khususnya pendidikan formal sistem persekolahan, disingkat dengan

sebutan sekolah, memiliki struktur, kultur dan proses. Disebut sekolah yang demokratis

manakala struktur, kultur dan proses sekolah itu mengandung nilai-nilai dan karakteristikdemokrasi. Seperti, terdapat kebebasan, kesetaraan, keseimbangan kekuasaan, keadilan,

musyawarah, toleransi dan partisipasi (Zamroni, 2011: 44).

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa struktur sekolah bisa disebut demokratis apabila,

dalam struktur tersebut tidak ada dominasi satu bagian atas bagian yang lain tanpa kontrol

dari pihak manapun. Ketiadaan kontrol ini akan menjurus munculnya absolute power. 

Sebab kekuasaan, terlepas dari besar dan kecil, dan dari siapa pun yang menguasainya

memiliki potensi untuk disalahgunakan.  Power tends to corrupt. Absulute power-

absolutely. Karena itu, kekuasaan tidak boleh dipusatkan di salah satu tangan, lembaga,

daerah, ataupun kelompok orang (Mudasir,  “desentralisasi pendidikan politik dan

demokrasi”. http://www.banyuasinkab.go.id/tampung/dokumen/dokumen-15-44).Sekolah yang demokratis adalah sekolah yang memiliki kultur demokratis. Kultur

merupakan totalitas, organisasi way of life,  termasuk nilai-nilai, norma, lembaga, dan

karya yang diwariskan antar generasi. Kalau konsep ini diaplikasikan di sekolah, muncul

konsep kultur sekolah, yakni norma-norma, nilai-nilai, keyakinan, sikap, harapan-harapan,

dan tradisi yang ada di sekolah.

Kultur sekolah pun sangat menentukan pola perilaku warga sekolah, memilki

dampak yang luar biasa atas kinerja, dan mempengaruhi bagaimana warga sekolah,

 berfikir, bersikap dan bertindak. Alih kata, kultur sekolah menempati peran yang strategis,

karena pembelajaran yang baik hanya dapat berlangsung pada sekolah yang memiliki

kultur positif. Kultur sekolah yang sehat akan berdampak pada kesuksesan siswa dan guru.

Terwujudnya manusia humanis dari produk pendidikan adalah pekerjaan beratyang menjadi bidang garapan semua Negara saat ini. Produk manusia humanis dapat

segera terwujud, jika struktur, proses dan kultur pendidikan menyehatkan manusia terdidik

yang hidup di dalamnya. Agar dapat membentuk, struktur pendidikan yang baik, tentu

harus ada sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas

dapat tercipta, jika proses pendidikannya pun berkualitas pula. Struktur, dan proses

 pendidikan yang baik akan rusak, jika kultur pendidikan tidak tercipta dengan baik.

Praktis, struktur, sumber daya manusia, dan kultur harus selaras dengan idealisasi

 pendidikan yang demokratis.

Pertanyaannya, mana yang harus dibangun lebih awal? Jika, menggunakan

 perspektif pemikiran John Dewey, kultur pendidikan lebih didahulukan. Hal ini didasarkan

 pada pelbagai tulisan Dewey yang mengatakan, bahwa “…We never educate directly, butindirectly by means of the environment. Whether we permit chance environments to do the

work, or whether we design environments for the purpose makes a great difference. And

any environment is a chance environment so far as its educative influence is concerned

unless it has been deliberately regulated with reference to its educative effect ”. 

Dengan demikian, lingkungan menjadi hal yang sangat penting dalam membangun

 pendidikan. Banyak hal disemaikan dari lingkungan, dan peserta didik pun memungut

 pelbagai pengalaman darinya. Komponen material kultur pendidikan pada hakikatnya

terbentuk dari lingkungan. Alhasil, lingkungan pendidikan membentuk kultur pendidikan.

Jika, lingkungannya baik, kultur pendidikannya juga menjadi baik. Sebaliknya, jika

lingkungannya buruk, buruk pula kultur pendidikannya.

Page 34: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 34/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

34 

Menuju Ruang Demokrasi PendidikanHarus diakui praktik persekolah dalam dunia pendidikan acap kali dipenuhi dengan

tempelan kamuflase  lipstik demokrasi. Kemerdekaan semu dalam berfikir, bersikap dan

 bertindak. Meminjam bahasa Rendra dalam puisinya, “…ma bukan kematian yang ku

takutkan, tapi kehidupan yang tidak hidup yang ku takuti…” atau dalam bahasa Cak Nundisebut dengan istilah “matinya rasa.” Mati rasa merupakan bentuk ketidakpekaan

terhadap orang lain,--guru terhadap peserta didik, kepala sekolah terhadap warga sekolah

yang dipimpinnya, atau guru terhadap teman sejawat--sehingga menjadikan seseorang

menjadi apatis, pragmatis dan oportunis.

Padahal, pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara (1977: 95) adalah sebagai

 berikut:

Pendidikan dan pengajaran yang terluhur adalah terkandung dalam kodrat alam.

Untuk mengetahui kodrat alam itu perlulah orang mempunyai wijsheid,  atau

 bersihnya budi, yang harus terdapat dari tajamnya angan-angan, halusnya rasa, dan

suci-kuatnya kemauan, yaitu sempurnanya cipta, rasa, karsa. Maksud pendidikan

itu ialah sempurnanya hidup manusia, hingga dapat memenuhi segala keperluan

hidup lahir dan batin yang kita dapat dari kodrat alam.

Kodrat alam dalam perspektif Ki Hadjar tentunya sama dengan pandangan John

Locke (1632-1704) yang beranggapan bahwa manusia bagaikan kertas yang belum

ditulisi. Hal ini pun diamini oleh Ivan Pavlov, John B. Watson, B.F. Skinner penggagas

aliran behaviorisme  yang mendasarkan konsep stimulus respons. Mereka memandang

 bahwa ketika dilahirkan pada dasarnya manusia tidak membawa apa-apa. Manusia akan

 berkembang berdasarkan stimulasi yang diterimanya dari lingkungan sekitar (Ancok,

1994: 66). Lingkunganlah yang membentuk seseorang menjadi manusia seperti waktu

dewasa. Kodrat alam tentunya identik dengan kebebasan dan keteraturan.Kebebasan dan keteraturan dalam pendidikan dikemas dalam dialog interaktif yang

 baik. Arenanya, jelas di bilik-bilik kelas dunia persekolahan. Praktis, sang guru sebagai

educator model  (uswatun khasanah) di bilik-bilik kelas menjadi kuncinya. Jika, sang guru

 pandai menyemaikan kebebasan, dan keteraturan, niscaya peserta didik akan tumbuh

kembang ke arah itu. Sebaliknya, jika sang guru gagal, gagal pula benih-benih kebebasan

dalam diri peserta didik. Hal ini diperkuat pula oleh Jane Roland Martin yang mengatakan

“ Education is primarily a process in which educators and educated interact, and such a

 process is called education if and only if it issues or is intended to issue in the formation, in

the one being educated, of certain desired or desirable abilities, habits, dispositions, skills,

character traits, beliefs, or bodies of knowledge.” 

Dalam konteks itu, demokrasi dalam pendidikan semestinya bisa segera diretas,dan dibudayakan. Hal ini menjadi sangat penting, dikarenakan dengan adanya sistem

 pendidikan yang demokratis akan melahirkan generasi unggul yang toleran dan humanis.

Agar terjadinya percepatan sistem pendidikan yang demokratis diperlukan tela’ah

agregratif untuk mengurai benang kusut kultur pendidikan otoritatif. Telaah agregratif

merupakan pemecahan masalah secara berlapis dan berjenjang dari pelbagai perspektif

dalam memecahkan objek permasalahan (Baca, Muhadjir, 2002: 6).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Proses pendidikan yang dilaksanakan dengan nilai-nilai demokratis berdampak pada

kematangan akademik. Nilai-nilai demokratis terinternalisasikan melalui paradigmaegalitarian, sikap dan perilaku yang open minded . Tidak mudah marah terhadap perbedaan

Page 35: Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

8/20/2019 Pendidikan Di Indonesia (Tinjauan Historis)

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-di-indonesia-tinjauan-historis 35/35

PROSIDING ISBN: 978 –  602 –  9969 –  84 –  9

 pendapat, dan memahami pentingnya arti keragaman. Nilai-nilai demokratis inilah,

nantinya membentuk terlaksananya pendidikan demokratis.

Buah dari pendidikan demokratis, adalah terwujudnya manusia toleran dan humanis.

Toleransi dijabarkan melalui aktifitas pemikiran dan tindakan yang penuh cinta, kasih dan

sayang, tanpa memandang status identitas kemanusiaan. Prilaku humanis dipraktikkanmelalui kepekaan subyek didik terhadap sesama.

Saran

Grafik kuantitas kajian di bidang pendidikan, tidak semassif di bidang engeenering, 

teknologi, kesehatan, dan ilmu sosial lainnya. Hal itu tentunya sudah berlangsung lama,

namun hingga kini kajian pendidikan tetap saja miskin produk. Oleh karena itu,

diharapkan para praktisi, penggiat dan peneliti dapat menggarap bidang-bidang

 pendidikan, sehingga ilmu pendidikan nantinya kenyal teori dan kaya tawaran perbaikan

 pendidikan.

DAFTAR PUSTAKAAncok, Djamaludin. 1994. Psikologi Islami Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi. 

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dimyati, Mohammad, “Landasan Pendidikan Analisis Keilmuan, Teorisasi dan Praktik”

dalam Kumpulan pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Negeri Malang.

Malang: IKIP Malang, 2009.

Dewey, John.  Democracy and Education. A Penn State Electronic Classics Series

Publication.

----------------. Experience and Education. New York: Kappa Delta Pi, 1997.

Mukodi. 2011.  Mendialogkan Pendidikan Kita: Sebuah Antologi Pendidikan. Yogyakrta:

Magnum Pustaka.

Muhadjir, Noeng. 2000. Kebijakan dan Perencanaan Sosial Pengembangan Sumber Daya Manusia Tela’ah Cross Discipline. Yogyakarta: rake Sarasin.

Roger, Marples. The Aims of Education. New York: Routledge, 1999.

Suparwi, Sri.  Pendidikan Berbasis Alam: Refleksi atas pendidikan di Qaryah Thayyibah,

 Kalibening, Kota Salatiga. STAIN Salatiga.

Tim Taman Siswa. 1977.  Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama. Yogyakarta:

Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.