pendahuluan 050510

35
LAPORAN PEMECAHAN MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH RW II KELURAHAN CILACAP KECAMATAN CILACAP SELATAN KABUPATEN CILACAP Laporan Pemecahan Masalah Kesehatan ini diajukan dalam rangka pembelajaran modul Community Health Problem Solvinng sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan koasistensi Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M) di Fakultas Kedokteran UGM Diajukan Kepada Yth. : 1. Dra Sunarti (Dosen Pembimbing Fakultas) 2. drg. Hastati R (Dosen Pembimbing Lapangan) 3. dr. Slamet Yulianto (Clinical Fasilitator) 4. Susi Fatimah, AMKeb Disusun oleh : 1. Dining Pratidina : 05/190182/KU/11673 2. Norhidayah : 05/188141/KU/11597 3. Retna Pusparini : 05/187527/KU/11514 4. Maria Martiani Trika : 06/195821/KU/11912 5. Dwi Rinawati : 06/196230/KU/11952 1

Upload: alfonso-hasudungan-silalahi

Post on 30-Dec-2014

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PENDAHULUAN 050510

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN 050510

LAPORAN PEMECAHAN MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH RW II KELURAHAN CILACAP KECAMATAN CILACAP SELATAN

KABUPATEN CILACAP

Laporan Pemecahan Masalah Kesehatan ini diajukan dalam rangka pembelajaran modul Community Health Problem Solvinng sekaligus sebagai bagian dari persyaratan

menyelesaikan koasistensi Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M) di Fakultas Kedokteran UGM

Diajukan Kepada Yth. :

1. Dra Sunarti (Dosen Pembimbing Fakultas)2. drg. Hastati R (Dosen Pembimbing Lapangan)3. dr. Slamet Yulianto (Clinical Fasilitator)4. Susi Fatimah, AMKeb

Disusun oleh :

1. Dining Pratidina : 05/190182/KU/116732. Norhidayah : 05/188141/KU/115973. Retna Pusparini : 05/187527/KU/115144. Maria Martiani Trika : 06/195821/KU/119125. Dwi Rinawati : 06/196230/KU/11952

KULIAH KERJA KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERAN UGM

YOGYAKARTAMARET-MEI 2010

1

Page 2: PENDAHULUAN 050510

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M) merupakan kegiatan koasistensi program studi kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang bertujuan untuk mengasah ketrampilan klinis sesuai dengan kepaniteraan yang telah dijalankan di rumah sakit pendidikan dan menerapkan ketrampilan kesehatan di masyarakat yang dilaksanakan di Puskesmas atau wilayah kerjanya di daerah selama masa waktu enam minggu. K3M merupakan salah satu wujud pengejawantahan salah satu tri dharma perguruan tinggi berupa pengabdian masyarakat.

Pada akhir kegiatan ini, dokter muda, anners dan mahasiswa gizi kesehatan akan dapat mengaplikasikan siklus pemecahan masalah, memahami sistem pelayanan kesehatan dan meningkatkan kemampuan bekerja sama dalam satu tim.

Oleh karena itu, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada memulai suatu program Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat yang merupakan suatu bentuk KKN yang terfokus pada masalah kesehatan masyarakat. Hal ini bertujuan agar dokter muda, anners dan mahasiswa gizi kesehatan UGM dapat terjun ke masyarakat untuk mencari dan menangani masalah kesehatan masyarakat yang kelak akan banyak dijumpai setelah lulus menjadi dokter, perawat atau ahli gizi.

K3M merupakan salah satu komponen intrakurikuler dalam kepaniteraan klinis di prodi Pendidikan Dokter dan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM, dimana kegiatan ini mempunyai tujuan untuk mengasah ketrampilan klinis sesuai dengan kepaniteraan yang telah dijalankan di rumah sakit pendidikan dan menerapkan ketrampilan kesehatan di masyarakat yang dilaksanakan di Puskesmas atau wilayah kerjanya di daerah tertentu selama periode enam minggu.Pelaksanaan K3M ini mempunyai tujuan umum agar: 1) Mahasiswa kedokteran mampu mengaplikasikan proses pemecahan salah satu

masalah kesehatan dan kedokteran melalui tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

2) Mampu mempelajari dan mempraktekkan peran dokter, perawat atau ahli gizi di pusat pelayanan primer.

3) Mampu bekerja sama dengan kelompok dan pihak lain yang terkait. Tujuan spesifik pelaksanaan K3M ini adalah agar mahasiswa dapat

mengaplikasikan siklus pemecahan masalah kesehatan, yaitu:1. Mengaplikasikan masalah kesehatan atau kedokteran yang ada dalam masyarakat

dan menentukan prioritasnya sebagai tugas kelompok.2. Menganalisis determinan masalah dengan pendekatan ilmiah (misal perjalanan

alamiah penyakit, faktor resiko, belum atau perlu dikembangkannya alat atau metode diagnostik, terapi dan rehabilitasi)

3. Dapat mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah (misalnya perubahan perilaku, jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan, pengembangan alat atau metode diagnostik, terapi, dan rehabilitasi).

4. Menyusun rencana pemecahan masalah, menetapkan tujuan, detail kegiatan, dan kebutuhan sumber daya

5. Mengimplementasikan pemecahan masalah dengan penggerakan dan monitoring kegiatan

6. Melakukan evaluasi (input, proses, output). Tujuan spesifik lainnya adalah agar mahasiswa dapat memahami sistem pelayanan kesehatan-fungsi pelayanan dokter, manajemen pelayanan (misal pelayanan puskesmas secara keseluruhan), pembiayaan (misal pembiayaan kesehatan maupun program-programnya), dan sistem informasinya. Selain itu mahasiswa juga diharapkan mampu memahami metode pembelajaran, menekankan kemampuan bekerja sama antar anggota dalam kelompok, dengan dosen pembimbing, dan dengan instansi atau pihak yang terkait.

2

Page 3: PENDAHULUAN 050510

B. Gambaran Lokasi Praktek

1. Gambaran Umum Puskesmas Cilacap Selatan IIa. Kondisi geografis.

Puskesmas Cilacap Selatan II terletak di RT 05/RW 03 Kelurahan Tegalkamulyan, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap. Puskesmas ini terletak di tepi jalan raya sehingga mudah dijangkau masyarakat. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan 1 km, jarak dari ibu kota kabupaten 2 km, jarak dari ibukota ibukota propinsi 246 km, dan jarak dari ibukota negara 428 km.

Wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II meliputi daerah berupa dataran rendah yang dekat dengan pantai berbatasan dengan Samudra Hindia. Ketinggian tanah Puskesmas Cilacap Selatan II dari permukaan laut ± 0-3m dengan suhu udara rata–rata 30ºC dengan banyaknya curah hujan 2.000 – 3.000 mm.Batas wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II yaitu: Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Mertasinga. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sidanegara. Sebelah Timur berbatasan dengan Samudra Hindia.Luas wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II adalah 5.435 km2 yang terdiri dari 2 kelurahan: Kelurahan Tegalkamulyan, luas wilayah: 293,297 Ha dari RW 1-16 Kelurahan Cilacap, luas wilayah: 123,605 Ha dari RW 1-18

b. Monografi pendudukBerdasarkan pendataan yang dilakukan pada tahun 2009, diketahui

bahwa pada Kelurahan Tegalkamulyan jumlah kepala keluarga adalah 3829 dengan total jumlah penduduk 16.743 jiwa, terdiri dari 8.591 pria dan 8.152 wanita. Pada kelurahan Cilacap jumlah kepala keluarga adalah 4.385 dengan total jumlah penduduk 18198 jiwa terdiri dari 9.280 jiwa pria dan 8.918 wanita. Dikedua kelurahan jumlah penduduk pria lebih besar daripada wanita. Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cilacap Selatan II Tahun 2009.No.

Kelurahan Pria Wanita Jumlah

1.2.

Tegalkamulyan Cilacap

8.5919.280

8.1528.918

16.74318.198

JUMLAH 17.871 17.060 34.941Sumber: Monografi Kelurahan Tegalkamulyan dan Kelurahan Cilacap.

Berdasarkan tabel di atas, mengenai distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II tampak bahwa dari jumlah total 34.941 jiwa ternyata terdiri dari 17.871 jiwa pria dan 17.060 wanita. Jika dilihat dari masing–masing wilayah kelurahan, maka penduduk Kelurahan Cilacap lebih banyak dibandingkan penduduk Kelurahan Tegalkamulyan. Pada masing–masing kelurahan, penduduk pria jumlahnya lebih banyak dibandingkan wanita.

3

Page 4: PENDAHULUAN 050510

Tabel 2. Distribusi Penduduk berdasarkan kelompok umur di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II

No Umur Tegalkamulyan

Cilacap Jumlah

1.2.3.4.5.6.7.

0 – 67 – 1213 – 1819 – 2425 – 5556 – 79

80 keatas

2.7011.4431.8322.1346.915614

-

1.2251.6451.4992.6986.005504

-

3.9263.0883.3314.832

12.9201.118

-

JUMLAH 15.639 13.576 29.215Sumber: Monografi Kelurahan Tegalkamulyan dan Kelurahan Cilacap tahun

2009.

Berdasarkan tabel di atas, mengenai distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II tampak bahwa jumlah penduduk dengan rentang umur 25-55 tahun mempunyai jumlah yang paling banyak sedangkan rentang umur dengan jumlah paling sedikit adalah umur 80 ke atas.Tabel 3.Distribusi Mata Pencaharian Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas

Cilacap Selatan II Tahun 2009.No

Pekerjaan Tegalkamulyan

Cilacap Jumlah

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.

11.

PetaniNelayanSwastaPengrajin industri kecilBuruhPedagangPengangkutanPNSABRIPensiunan PNS/ABRILain-lain

03200

010

132980

02914295

04.091596

0115

3.52652

3597261

215

0729159610

2474506

52650114156215

JUMLAH 4750 9.087 13837

Sumber: Monografi Kelurahan Tegalkamulyan dan Kelurahan Cilacap.

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cilacap selatan II mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan, sedangkan sebagian kecil saja penduduk yang bermata pencaharian di bidang Pengangkutan.Tabel 4. Distribusi Pendidikan Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Cilacap

Selatan II Tahun 2009.No Pendidikan Tegalkamulyan Cilacap Jmlh1.2.3.4.5.6.7.

Perguruan tinggi (S1-S3)Akademi (D1-D3)Tamat SLTATamat SLTPTamat SDTidak tamat sekolahBelum sekolah

457263

3.2525.2264.4675151021

41192

1.37859671483

932

4984554630582251815981953

4

Page 5: PENDAHULUAN 050510

JUMLAH 15.201 3.936 19137Sumber: Monografi Kelurahan Tegalkamulyan dan Kelurahan Cilacap.

Berdasarkan tabel 4, mengenai distribusi pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II pada tahun 2009 tampak bahwa sebagian besar penduduk berpendidikan tamat SLTP dan hanya sebagian kecil pendudik yang berpendidikan akademi (D1-D3). Jika dilihat pada masing–masing wilayah kelurahan, terdapat perbedaan karekteristik pendidikan penduduk. Di Kelurahan Tegalkamulyan sebagian besar penduduk berpendidikan tamat SLTP dan sebagian kecil saja yang berpendidikan akademi (D1-D3), sedangkan di Kelurahan Cilacap sebagian besar penduduk juga berpendidikan tamat SLTP dan sebagian kecil saja yang berpendidikan perguruan tinggi (S1-S3), tetapi terdapat ketidaklengkapan data pada jenis pendidikan tidak tamat sekolah dan belum sekolah di Kelurahan Cilacap.Tabel 5. Distribusi Agama Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Cilacap

Selatan II Tahun 2009.No Agama Tegalkamulyan Cilacap Jumlah1.2.3.4.5.6.

7.

Islam KatolikProtestanHinduBudhaAliran Kepercayaan Thd Tuhan YME

1619999

37240330

15.758688100140112825

31.957787

1.37344116125

JUMLAH 16743 17.568 34.311

Sumber: Monografi Kelurahan Tegalkamulyan dan Kelurahan Cilacap.

Berdasarkan tabel 5, mengenai distribusi agama penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II tampak bahwa sebagian besar penduduk memeluk agama Islam dan sebagian kecil penduduk memeluk agama hindu.

c. Profil PuskesmasDalam profil Kesehatan Puskesmas Cilacap Selatan II, puskesmas adalah

unit pelaksana teknis kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian, puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan warga dan masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Upaya kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas terdiri dari upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya ini memberikan daya ungkit paling besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan melalui peningkatan index pembangunan manusia (IPM), serta merupakan kesepakatan global maupun nasional. Yang termasuk dalam upaya kesehatan wajib adalah promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan. Upaya pengembangan kesehatan adalah upaya kesehatan yang ditemukan di masyarakat setempat serta disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.

Dalam rangka mendukung terwujudnya Indonesia Sehat 2010, Puskesmas Cilacap Selatan II mempunyai misi, visi dan moto. Misi Puskesmas Cilacap Selatan II adalah “menuju puskesmas mandiri, profesional dan sosial”.Visi Puskesmas Cilacap Selatan II adalah: meningkatkan citra/ penampilan puskesmas meningkatkan mutu pelayanan meningkatkan kualitas SDM

5

Page 6: PENDAHULUAN 050510

melayani seluruh golongan masyarakat meningkatkan kesejahteraan karyawan/ karyawati puskesmasMoto Puskesmas Cilacap Selatan II adalah “melayani dengan senyum”.

Dengan visi dan moto tersebut diharapkan puskesmas dapat benar-benar menjadi ujung tombak dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II dapat hidup dengan lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, serta dapat memilih dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata sehingga dapat tercipta kesehatan yang optimal.

d. Fasilitas PuskesmasPuskesmas Cilacap Selatan II merupakan puskesmas dengan tempat

perawatan yang memiliki fasilitas sebagaimana ditunjukkan pada tabel 6.Tabel 6. Fasilitas Puskesmas Cilacap Selatan IINo Fasilitas Layanan Jml Frekuensi Pelayanan1.2.3.4.5.6.7.

8.

Poliklinik UmumPoliklinik GigiPoliklinik KIAApotikPoliklinik ParuPoliklinik MTBSBalai pengobatan TegalkamulyanBalai pengobatan CilacapAmbulans

111111111

Setiap hari, jam kerjaSetiap hari, jam kerjaSetiap hari, jam kerjaSetiap hari, jam kerjaRabu, jam kerjaSetiap hari, jam kerjaSenin, jam kerjaSelasa, Kamis, Sabtu, jam kerjaSetiap hari, jam kerja

Sumber: Data Puskesmas 2008.

Berdasarkan tabel di atas, mengenai Fasilitas Puskesmas Cilacap Selatan II tampak bahwa jumlahnya sangat merata.

e. Sumber Daya Tenaga Kesehatan Tabel 7. Sumber Daya Tenaga Kesehatan di Puskesmas Cilacap Selatan IINo.

Jenis Tenaga Jumlah

1 Dokter Umum 1 orang2 Dokter gigi 1 orang3 Bidan 8 orang4 Gizi 1 orang5 Perawat 7 orang6 Sanitarian 2 orang7 Pengelola gudang obat 1 orang8 Pekarya kesehatan 2 orang9 RR KB 1 orang

Jumlah 24 orangSumber: Data Puskesmas 2008

Pegawai Puskesmas Cilacap Selatan II yang terbanyak adalah bidan sebanyak 8 orang dan sisanya merata di semua pegawai.

f. Angka kesakitan Tabel 8. Data 10 Besar Penyakit Puskesmas Cilacap Selatan II pada Janu 2008 –

11 November 2009No Jenis Penyakit Jumlah Prosentas

e1.2.3.4.5.

ISPAGastritisPenyakit gusi dan jaringan periodontalMyalgiaHipertensi

66901107916754640

54,13 %8,96 %7,41 %6,10 %5,18 %

6

Page 7: PENDAHULUAN 050510

6.7.8.9.10.

NeuralgiaPenyakit kulit karena infeksiDiare dan koleraPenyakit kulit alergiPenyakit virus lainnya

567495430403356

4,59 %4,0 %3,48 %3,26 %2,9 %

Sumber: Data puskesmas 2009

Berdasarkan tabel tersebut, mengenai angka kesakitan di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II dapat diketahui bahwa angka kesakitan tertinggi adalah ISPA. Angka kesakitan terendah adalah penyakit virus lainnya.

C. Masalah Kesehatan Prioritas

Salah satu masalah pokok kesehatan di negara sedang berkembang adalah masalah gangguan terhadap kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh kekurangan gizi. Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia zat Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan Kurang Vitamin A (KVA). Di Indonesia data tahun 2007, prevalensi gizi kurang di Jawa Tengah sebesar 12% dan menempati urutan 22 dari 33 propinsi. Penyakit kekurangan gizi banyak ditemui pada masyarakat golongan rentan, yaitu golongan yang mudah sekali menderita akibat kurang gizi dan juga kekurangan zat makanan (Syahmien Moehji, 2003:7). Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktor-faktor lain menentukan kebutuhan masing-masing orang akan zat gizi. Anak balita (bawah lima tahun) merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering dan sangat rawan menderita akibat kekurangan gizi yaitu KEP.

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi zat energi dan zat protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan atau gangguan penyakit tertentu. Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan anak hanya nampak kurus karena ukuran berat badan anak tidak sesuai dengan berat badan anak yang sehat. Anak dikatakan KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS,1983. KEP ringan apabila BB/U 70% sampai 79,9% dan KEP sedang apabila BB/U 60% sampai 69,9%, % Baku WHO-NCHS tahun 1983 (Supariasa, 2001).

Kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab tingginya kematian pada bayi dan anak. Apabila anak kekurangan gizi dalam hal zat karbohidrat (zat tenaga) dan protein (zat pembangun) akan berakibat anak menderita kekurangan gizi yang disebut KEP tingkat ringan dan sedang, apabila hal ini berlanjut lama maka akan berakibat terganggunya pertumbuhan, terganggunya perkembangan mental, menyebabkan terganggunya sistem pertahanan tubuh, hingga menjadikan penderita KEP tingkat berat sehingga sangat mudah terserang penyakit dan dapat berakibat kematian (Pudjiadi, 2003).

Penentuan prioritas masalah kesehatan di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap dilakukan berdasarkan diskusi dan pertimbangan bersama dari Puskesmas Cilacap Selatan II. Penentuan prioritas masalah kesehatan aktual di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap dilakukan berdasarkan penilaian enam kriteria, yaitu besaran masalah (magnitude-M) dalam tahun terakhir, luasnya masalah (scope-Sc), kecenderungan dari tahun ke tahun (trend-T) paling tidak dalam 3 tahun terakhir, tingkat kemendesakan (urgensi-U) yang menjelaskan vatalitas jika masalah itu tidak dipecahan (misalnya dilihat dari case fatality rate), Feasibility dalam memecahkan masalah tersebut dilihat dari aspek sumber daya, waktu, teknologi serta metode (feasibility-F), dan dukungan dari stakeholder (support-Sp). Stakeholder adalah berbagai pihak yang memiliki kepentingan langsung atau tidak terhadap permasalahan yang ada, sekaligus mempengaruhi keberhasilan pemecahan masalah kesehatan masyarakat tersebut. Tidak menutup kemungkinan adanya kriteria lain (Others-Os) yang ditambahkan.

7

Page 8: PENDAHULUAN 050510

Tabel 9. Skoring Prioritas Masalah Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Cilacap Selatan II Tahun 2009

No Masalah KesehatanKriteria Prioritas Skor

Prioritas*M Sc T U F Sp

1 ISPA 6 6 2 4 4 2 242 Myalgia 5 2 5 1 3,5 1 17.53 Gastritis 4 4 4 5 3,5 3,5 244 Hipertensi 3 1 3 6 5 5 23

5 Penyakit kulit karena infeksi

2 5 1 2 1 3,5 14,5

6 Gizi buruk 1 3 6 4 6 6 261. Magnitude

ISPA mendapat skor magnitude tertinggi karena berdasarkan data primer dan sekunder dari puskesmas, ISPA adalah penyakit yang paling banyak ditemui; sementara masalah gizi kurang mendapat skor terkecil karena berdasarkan data primer, insidensi gizi kurang yang paling sedikit diantara yang lain.

2. Scope ISPA mendapat skor terbesar dengan asumsi bahwa penyakit ini dapat

diderita semua kelompok umur. Sementara itu, penyakit hipertensi mendapat skor terkecil karena dirasa bukan suatu permasalahan dengan lingkup yang luas, karena hanya terbatas pada usia dewasa/ lanjut.

3. Trend Nilai trend tertinggi terdapat pada penyakit hipertensi,karena terjadi

kecenderungan peningkatan prevalensi penyakit dari 3,1 % pada tahun 2006 menjadi 3,9 % pada tahun 2007 dan menjadi 5,4 % pada tahun 2008. Hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya di tempat pelayanan kesehatan dan pada posyandu lansia, dan ternyata banyak diantara mereka yang menderita hipertensi. Sementara itu penyakit diare, neuralgia dan penyakit kulit alergi mengalami penurunan prevalensi pada tahun 2008 dibandingkan tahun 2007 dan 2006.

4. Urgency Hipertensi mempunyai nilai urgensi tertinggi karena jika tidak segera diatasi

akan minmbulkan komplikasi bagi masing–masing penderitanya namun disesuaikan dengan stagingnya juga. Sedangkan myalgia mempunyai tingkat urgensi paling rendah karena tidak menimbulkan komplikasi yang serius atau bahkan kematian.

5. Feasibility Gizi kurang mendapat skor terbesar ditinjau dari segi deteksi dini yang

mudah dan terjangkau, bisa dicegah atau dikontrol lewat edukasi terutama mengenai modifikasi gaya hidup dan pola makan yang benar.

6. Support dari stakeholders Gizi kurang mendapat skor terbesar dukungan dari stakeholder untuk

ditangani karena untuk program balita mendapat perhatian dalam setiap posyandu di setiap RW.

Hasil skoring masalah kesehatan prioritas di Kecamatan Cilacap Selatan II menunjukkan bahwa penyakit gizi kurang mendapat skor tertinggi yaitu sebesar 26, diikuti gastritis dan ISPA dengan skor 24, hipertensi dengan skor 23, myalgia 17,5 dan penyakit infeksi kulit dengan skor 14,5.

Puskesmas Cilacap Selatan II membawahi dua kelurahan yaitu kelurahan Cilacap dan Kelurahan Tegalkamulyan. Jumlah balita pada kelurahan yaitu 1225 balitan sedangkan di kelurahan Tegalkamulyan yaitu 2701 balita. Berdasarkan data puskesmas Cilacap Selatan II pada bulan Maret, jumlah kasus gizi kurang berdasarkan BB/U pada kelurahan Cilacap yaitu 13 balita dan gizi buruk berjumlah 13 balita. Sedangkan pada kelurahan Tegalkamulyan, jumlah kasus gizi kurang yaitu 27 balita dan gizi buruk 2 balita. Selain itu jumlah kasus gizi buruk pada bulan maret di Kelurahan Cilacap meningkat dari 7 kasus pada bulan februari menjadi 13 kasus gizi buruk pada bulan maret. Sedangkan pada kelurahan Tegalkamulyan,

8

Page 9: PENDAHULUAN 050510

jumlah kasus gizi buruk pada bulan maret meningkat dari nol kasus gizi buruk pada bulan Februari menjadi dua kasus gizi buruk pada bulan maret. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pada kelurahan Cilacap terdapat masalah gizi lebih banyak sehingga dijadikan prioritas.

Pada Kelurahan Cilacap, jumlah kasus gizi buruk dan gizi kurang terbanyak terdapat pada RW I yaitu 4 balita gizi kurang dan 5 balita gizi buruk. Sedangkan pada RW II terdapat 3 balita gizi kurang dan 3 balita gizi buruk. Penelitian ini akan dilaksanakan di RW II karena pada periode penelitian sebelumnya telah dilaksanakan di RW I.

Berdasarkan data diatas dan hasil skoring prioritas masalah kesehatan, maka didapatkan permasalahan kesehatan yang menjadi prioritas utama di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II yaitu masalah gizi khususnya di RW II Kelurahan Cilacap Kecamatan Cilacap Selatan.

9

Page 10: PENDAHULUAN 050510

BAB IIIDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO

A. Kepentingan Permasalahan

Masalah gizi kurang juga merupakan masalah gizi yang masih melanda Indonesia. Pada tahun 1989, prevalensi gizi kurang pada balita adalah 37.5% menurun menjadi 24,7% tahun 2000. Walaupun terjadi penurunan prevalensi gizi kurang, yang menjadi pusat perhatian adalah penderita gizi buruk pada anak balita, yang terlihat tidak ada penurunan semenjak tahun 1989. Pada tahun 1989, prevalensi gizi buruk anak balita adalah 6.3%. Prevalensi ini meningkat menjadi 11,56% pada tahun 1995 dan menurun menjadi 7,53% pada tahun 2000.

Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita berhubungan dengan masih tingginya bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Prevalensi BBLR ini masih berkisar antara 7 sampai 14% pada periode 1990-2000. Akibat dari BBLR dan gizi kurang pada balita berkelanjutan pada masalah pertumbuhan anak usia masuk sekolah. Masalah gizi kurang pada anak berkelanjutan pada wanita usia subur, yang akan melahirkan anak dengan risiko BBLR disertai dengan masalah anemia dan gizi mikro lainnya.

B. Rumusan Permasalahan

Dari alasan pemilihan judul di atas masalah yang diajukan sebagai berikut:Adakah hubungan antara status gizi pada balita dengan, yaitu:1) Tingkat konsumsi energi2) Tingkat konsumsi protein 3) Penyakit infeksi dengan status gizi?4) Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan5) Pendidikan ibu6) Pendapatan keluarga7) Jumlah anggota keluarga pada balita di kelurahan Cilacap.

C. Tujuan

Untuk mengetahui hubungan antara status gizi pada balita dengan :1) tingkat konsumsi energi dengan status gizi,2) tingkat konsumsi protein dengan status gizi,3) penyakit infeksi dengan status gizi,4) tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan dengan

status gizi,5) pendidikan ibu dengan status gizi,6) pendapatan keluarga dengan status gizi,7) jumlah anggota keluarga dengan status gizi.pada balita di kelurahan Cilacap.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:1) Memberikan informasi mengenai gambaran status gizi balita di kelurahan

Cilacap.2) Mengetahui adanya factor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita di

kelurahan Cilacap.3) Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi kegiatan penelitian sejenis

di masa yang akan datang dan menambah pengetahuan di bidang ilmupengetahuan kesehatan masyarakat.

10

Page 11: PENDAHULUAN 050510

TINJAUAN PUSTAKA

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Berdasarkan hasil susenas data gizi kurang tahun 1999 adalah 26,4 %, sementara itu data gizi buruk tahun 1995 yaitu 11,4 %. Sedangkan untuk tahun 2000 prevalensi gizi kurang 24,9 % dan gizi buruk 7,1%.

Data WHO menyebutkan angka kejadian gizi buruk dan kurang yang pada balita tahun 2002 masing-masing meningkat menjadi 8,3% dan 27,5% serta pada 2005 naik lagi menjadi masing-masing 8,8% dan 28%. Kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan. Alasannya, selain berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, kekurangan gizi juga termasuk salah satu penyebab utama kematian balita. Data WHO tahun 2002 menunjukkan 60% kematian bayi dan balita terkait dengan kasus gizi kurang.

Penyebab langsung dari anak kurang gizi adalah tidak cukup zat gizi dan penyakit. Penyebab tidak langsung meliputi kurangnya akses ke makanan, tidak cukupnya perhatian ibu, air bersih, sanitasi dan kurangnya ke akses pelayanan kesehatan. Sedangkan penyebab yang ada pada masyarakat atau lingkungan adalah jumlah dan mutu sumber daya: manusia, ekonomi dan struktur masyarakat. Termasuk pula potensi sumber daya lingkungan, teknologi dan juga manusianya (UNICEF, 2000).

Menurut Susanto (1993), faktor-faktor penentu masalah gizi-kurang adalah (1) kemiskinan, (2) penyakit infeksi, (3) deparivasi (pengurangan atau perampasan hak, ketidakadilan), 4) keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pelayanan umum, termasuk pelayanan kesehatan, informasi pangan dan gizi, dan (5) ketidaktahuan tentang hubungan antara makanan dengan kesehatan atau kebutuhan tubuh.

1. Faktor yang Berhubungan dengan Kurang GiziMasalah kurang gizi disebabkan oleh berbagai hal yaitu: Faktor penyebab

langsung, faktor penyebab tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah (Supariasa, 2001).

Masalah kurang gizi merupakan akibat dari interaksi antara berbagai faktor, akan tetapi yang paling utama adalah dua faktor yaitu konsumsi pangan dan infeksi.Adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat energi dan zat protein melalui makanan, baik dari segi kuantitatif dan kualitatif. Dideritanya panyakit infeksi, yang umumnya infeksi saluran pernafasan dan infeksi saluran pencernaan, maka keadaan kurang gizi akan bertambah parah. Namun sebaliknya penyakit-penyakit tersebut dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan serta meningkatnya kebutuhan gizi akibat adanya penyakit (Yahya, 2001).

Selain dari penyebab utama tersebut banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya masalah kurang gizi yaitu ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola pengasuhan anak, kondisi lingkungan atau penyediaan air bersih serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai serta faktor sosial budaya dan ekonomi seperti tingkat pendapatan keluarga, besar anggota keluarga, pantangan atau tabu dalam hal makanan dan adat kebiasaan yang merugikan (Soekirman, 2000).

a. Penyebab langsung1) Konsumsi Zat Gizi.

Defisiensi gizi yang paling berat dan meluas terutama dikalangan anak-anak ialah akibat kekurangan zat gizi energi dan protein sebagai akibat kekurangan konsumsi pangan dan hambatan mengabsorbsi zat gizi. Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai sumber tenaga yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, zat protein digunakan oleh tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh. Pada defisiensi yang berat anak dapat menderita marasmus, suatu keadaan kekurangan zat energi dan protein yang berat, atau kwashiorkor yang disebabkan terutama oleh defisiensi protein yang berat. Konsumsi makanan sangat diperlukan dan harus diperhatikan oleh anggota keluarga dalam

11

Page 12: PENDAHULUAN 050510

mengkonsusmi makanan sehari-hari dengan demikian apabila keluarga dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi dapat terpnuhi maka kesehatan tubuh dapat terjaga di samping kegiatan untuk menjaga kesehatan lainnya.

Kurang energi protein pada anak disebabkan karena anak mendapat makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan anak, baik menurut jumlah maupun mutu makanan.

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi ke-IV menganjurkan kecukupan gizi rata-rata anak balita sebagai berikut:

Angka Kecukupan Gizi Anak Usia 1-6 Tahun.Golongan umur Berat

badanTinggi badan

Energi Protein

0-6 bl 6 kg 60 cm 550 Kkal 10 gram

7-12 bl 8,5 kg 71 cm 650 Kkal 16 gram

1- 3 tahun 12 kg 90 cm 1000 Kkal 25 gram4 - 6 tahun 17 kg 110 cm 1500 Kkal 39 gram

Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004)

Faktor yang berhubungan dengan konsumsi pangan yaitu:a) Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan.

Bagian penting dari pengelolaan gizi adalah pengetahuan, kurangnya daya beli merupakan suatu kendala, tetapi defisiensi gizi akan banyak berkurang bila orang mengetahui bagaimana menggunakan daya beli yang ada. Menurut Sediaoetama tingkat pengetahuan akan mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan. Untuk masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi, pertimbangan fisiologis lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan psikis. Tetapi umumnya akan terjadi kompromi antara keduanya, sehingga akan menyediakan makanan yang lezat dan bergizi seimbang (Sediaoetama, 1995).

Rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena mempengaruhi kemampuan ibu dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan kecukupan bahan makanan. Pengetahuan tentang kandungan zat gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang berharga tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Moehji, 2003).

b) Pendidikan ibuTingkat pendidikan formal membentuk nilai–nilai progresif bagi

seseorang terutama dalam menerima hal-hal baru. Tingkat pendidikan formal merupakan factor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan menekuni pengetahuan yang diperoleh.

Peranan orang tua, khususnya ibu, dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi bagi keluarga, khususnya anak menjadi penting. Masukan gizi anak sangat tergantung pada sumber-sumber yang ada di lingkungan sosialnya, salah satu yang sangat menentukan adalah ibu. Kualitas pelayanan ibu dalam keluarga ditentukan oleh penguasaan informasi dan faktor ketersediaan waktu yang memadai. Kedua faktor tersebut antara lain faktor determinan yang dapat ditentukan dengan tingkat pendidikan, interaksi sosial dan pekerjaan (Soekirman, 2000).

c) Pendapatan keluargaMasalah kekurangan gizi, keamanan pangan dan kemiskinan selalu

berkaitan dan sukar ditunjukkan apa penyebabnya. Meskipun tersedia bahan makanan yang cukup, jika keluarga miskin kelaparan masalah gizi kemungkinan masih akan timbul. Jika tingkat pendapatan naik maka jumlah makanan yang dikonsumsi cenderung untuk membaik juga, secara tidak langsung zat gizi yang diperlukan tubuh akan terpenuhi dan akan meningkatkan status gizi (Suhardjo, 2003).

12

Page 13: PENDAHULUAN 050510

Tingkat pendapatan akan menentukan makanan apa yang akan dibeli oleh keluarga. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannyauntuk makanan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi (Sayogya, 1996).

13

Page 14: PENDAHULUAN 050510

d) Jumlah anak dan dalam KeluargaJumlah anak dan jarak kelahiran antar anak akan berpengaruh dalam

acara makan bersama, sering sekali anak yang lebih kecil mendapat jumlah makanan yang kurang mencukupi karena anggota keluarga lain makan dalam jumlah yang lebih banyak. Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing anak. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus diberikan makan dalam jumlah anak yang sedikit (Suhardjo, 2003).

Menurut Sediaoetama bahwa distribusi pangan yang dikonsumsi suatu keluarga sering tidak merata, yaitu jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya menurut umur dan keadaan fisik serta jenis kelaminnya. Zat gizi yang diperlukan oleh anak-anak dan anggota keluarga yang masih muda, pada umumnya lebih tinggi dari kebutuhan orang dewasa bila dinyatakan dalam satuan berat badan.

2) Penyakit infeksiPenyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi

sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Status gizi yang rendah akan menurunkan resistensi tubuh terhadap infeksi penyakit sehingga banyak meyebabkan kematian, terutama pada anak balita, keadaan ini akan mempengaruhi angka mortalitas (Baliwati, 2004).

Gangguan gizi dan infeksi sering bekerja sinergisitas dan bila bekerja bersama-sama akan memberikan prognosa yang lebih buruk dibandingkan dengan bila kedua faktor tadi masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Berikut penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita:a) Infeksi saluran pernafasan.

Infeksi saluran pernafasan meliputi penyakit saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah beserta adenoxanya dari seluruh kematian balita. Dalam program P2 ISPA dikenal 3 klasifikasi ISPA yaitu: ISPA berat, Ditandai sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu inspirasi (secara Kinis ISPA berat = Pnemonia berat). ISPA sedang, Bila frekuensi nafas menjadi cepat, yaitu;(1) Umur 2 bulan sampai1 tahun = 50 kali /menit atau lebih.(2) Umur 1 sampai 4 tahun = 40 kali /menit atau lebih (secara klinis

ISPA sedang = pnemonia).ISPA ringan, Ditandai dengan batuk atau pilek yang bisa disertai

demam, tetapi nafas cepat dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

b) DiareSecara umum diare didefinisikan sebagai berak encer atau cair, 3 X

atau lebih dalam 24 jam dan di dalam tinja disertai dengan atau tanpa lendir atau darah. Diare merupakan gejala penyakit yang penting dan dapat disebabkan banyak faktor seperti salah makan. Kejadian diare biasanya berhubungan dengan musim, misalnya pada musim buah-buahan sering bersamaan banyaknya lalat. Gejala penyakit ini dapat berbahaya dan menyebabkan kematian pada anak-anak kecil terutama bila pada penderita didapatkan gizi kurang.

Diare dapat menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan sehingga kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya, yang dapat berakibat kurang gizi. Serangan diare berulang atau diare akut yang berat pada anak berakibat kurang gizi dan mengarah ke gizi buruk merupakan resiko kematian.

b. Penyebab tidak langsung1) Ketahanan Pangan Keluarga (house hold food security)

Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu gizinya. Ketahanan pangan

14

Page 15: PENDAHULUAN 050510

keluarga terkait dengan ketersedian pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.a) Pola Asuh Anak

Pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, memberikan kasih sayang dsb. Hal tersebut berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental) status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan ketrampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat sifat pekerjaan sehari-hari serta adat kebiasaan keluarga masyarakat.

b) Pelayanan KesehatanKetidak terjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau

tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.

Pelayanan kesehatan adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas praktek bidan atau dokter, rumah sakit dan persediaan air bersih.

c) Pokok Masalah dan Akar di masyarakatBerbagai faktor langsung dan tidak langsung diatas berkaitan

dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional yaitu krisis moneter tingkat nasional.

2. Status GiziStatus gizi merupakan gambaran atau keadaan umum tubuh sebagai hasil

interaksi antara faktor genetika dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain: gizi (makanan), fisik, ekonomi, Sosial, budaya, psikososial, higiene dan sanitasi lingkungan serta geografis (Djaeni, 2000).

Oleh sebab itu status gizi dapat memperlihatkan keadaan seseorang (anak) dilihat dari perbandingan berat badan dan tinggi badan yang selanjutnya dihubungkan dengan keadaan–keadaan lain dalam tubuhnya, misalnya umur, keadaan biokimiawi darah, fisik, psikomotor dan sebagainya (Djaeni, 2000).

3. Penilaian Status GiziPenilaian status gizi dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam metode

antara lain dengan pemeriksaan gejala klinis, biofisik, laboratorium, antropometri. Dari beberapa metode yang ada tersebut ditemui beberapa kendala seperti besarnya biaya atau tidak praktis dilaksanakan di lapangan. Hanya pemeriksaan gejala-gejala klinis dan pengukuran antropometri yang paling praktis digunakan di lapangan (Supariasa, 2001).a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

1) AntropometriUntuk menilai pertumbuhan gizi anak sering digunakan ukuran-

ukuran antropometrik yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang tergantung umur yaitu berat badan terhadap umur, tinggi badan terhadap umur, lingkar kepala terhadap umur dan lingkar lengan atas terhadap umur. Kesulitan menggunakan cara ini adalah menetapkan umur anak yang tepat, karena tidak semua anak mempunyai catatan mengenai tanggal lahirnya.

Selain itu tidak tergantung umur yaitu berat badan terhadap tinggi badan, lingkar lengan atas terhadap tinggi badan. Kemudian hasil pengukuran antopometrik tersebut dibandingkan dengan suatu baku tertentu, misalnya baku harvard, NCHS, atau baku nasional (Supariasa, 2000).

15

Page 16: PENDAHULUAN 050510

Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita mengunakan metode antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka dalam penelitian ini peneliti mengunakan penilaian status gizi dengan cara pemeriksaaan fisik yang disebut antropometri ini.(a) Berat badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting dan paling sering digunakan pada setiap kesempatan pemeriksaan kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lainlainnya.

Berat badan juga dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik status gizi kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, oedema dan adanya tumor. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu.

(b) Tinggi Badan menurut UmurTinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang

terpenting. Keistimewaannya adalah bahwa ukuran tinggi badan pada masa pertumbuhan meningkat terus sampai tinggi maksimal dicapai.Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang jika umur tidak diketahui dengan tepat.

Keuntungan indikator tinggi badan (TB) adalah pengukurannya obyektif dan dapat diulang, alat dapat diolah sendiri, murah dan mudah dibawa, merupakan indikator yang baik untuk gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat sebagai perbandingan terhadap perubahan-perubahan relatif, seperti terhadap nilai berat badan (BB) dan lingkar lengan atas (LLA).

Kerugiannya adalah perubahan tinggi badan relatif pelan, sukar mengukur tinggi badan yang tepat, kadang-kadang diperlukan lebih dari seorang tenaga. Disamping itu di butuhkan dua macam teknik pengukuran, pada anak dua tahunan tidur terlentang dan lebih dari dua tahun dengan posisi berdiri. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri sendiri dilakukan dengan alat mikrotoa (mikrotoise) yang mempunyai ketelitian 0,7 cm.

(c) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)Indeks BB/TB merupakan indikator antropometri yang tepat

untuk menilai status gizi saat ini. Berat badan memiliki hubungan linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa dkk., 2002).Cara yang dipakai untuk mengetahui status gizi balita adalah dengan

cara antropometri yaitu pengukuran berat badan dikaitkan dengan tinggi badan dan klasifikasi dengan standart baku WHO NCHS.

2) KlinisPemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk

menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan selain salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi

16

Page 17: PENDAHULUAN 050510

seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (sympton) atau riwayat penyakit (Supariasa, 2001).

3) BiokimiaPenilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen

yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa, 2001).

4) BiofisikPenentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan

status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahanstruktur dari jaringan.

Metode ini umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemik of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2001).

Kerangka Teori

Faktor Penyabab Gizi KurangSumber : I Dewa Nyoman Supariasa (2001: 13), A. Djaeni S (2000: 49)

17

Hygiene rendah

Akar masalah

Penyebab tidak

langsung

Pokok masalah

Penyebab langsung

Kurang Gizi

Konsumsi makanan Penyakit infeksi

Pengetahuan Gizi Kurang

Persediaan makanan di

rumah

Perawatan anak dan ibu

hamil

Persedaiaan makanan di

rumah

Daya beli rendah

Kemiskinan, kurang pendidikan dan ketrampilan

Krisis ekonomiPekerjaan rendah

Page 18: PENDAHULUAN 050510

Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:1) Ada hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi,2) Ada hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi,3) Ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi,4) Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan

dengan status gizi,5) Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi,6) Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi,7) Ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi,pada balita di wilayah Puskesmas Cilacap II.

18

Tingkat konsumsi energi

Tingkat konsumsi protein

Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan

kesehatan

Pendapatan keluarga

Jumlah anggota keluarga

Penyakit infeksi

Pendidikan ibu

Status gizi

Page 19: PENDAHULUAN 050510

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian kami berada di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Selatan II yaitu di RW II, Kelurahan Cilacap. Waktu penelitian mulai dari 16 April 2010 sampai 30 April 2010.

B. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,1996). Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita yang tinggal di wilayah Kelurahan Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap yang berjumlah 1225 anak balita.

C. Sampel Penelitian

Populasi Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti. Sampel pada penelitian ini adalah semua anak balita yang berada di wilayah RW II Kelurahan Cilacap, Puskesmas Cilacap Selatan 2, Kecamatan Cilacap Selatan Cilacap tercatat pada bulan Maret 2010 berjumlah 101 balita dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel minimal dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel studi Cross-sectional menurut Supadi (2000) adalah sebagai berikut:

no = Z 2 P Q d2

Keterangan :n = Besar sampel P = Proporsi variabel (angka kejadian gizi kurang pada anak sekolah belum

diketahui) = 0,5 Q = 1-P = 1 – 0,5 = 0,5d = presisi yang ditetapkan sebesar 10% atau 0,1 Z = 1,96 (tingkat kepercayaan 95%) N = populasi (N = 1255)

Berdasarkan perhitungan rumus tersebut diperoleh sampel minimal sebesar 50.

D. Cara Pemilihan Sampel

Teknik pengambilan sampel dengan Purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dan eksklusi dalam pemilihan sampel adalah:Kriteria inklusi:

1) Anak balita di RW II Kelurahan Cilacap, Puskesmas Cilacap Selatan 2, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap.

2) Anak berumur kurang dari lima tahun (60 bulan) saat penelitian berlangsung.3) Bertempat tinggal dan pada saat penelitian berada di wilayah RW II Kelurahan Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap.

4) Responden bersedia mengikuti penelitian.Kriteria eksklusi:

1) Anak berumur lebih dari lima tahun (60 bulan) saat penelitian berlangsung.2) Responden tidak bersedia mengikuti penelitian.3) Tidak memiliki tempat tinggal tetap di wilayah RW II, Kelurahan Cilacap,

Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap.

19

Page 20: PENDAHULUAN 050510

E. Definisi Perasional

Variabel Keterangan Ukuran Skala1.Status gizi Yaitu keadaan tubuh

sebagai akibat konsumsi makanan dn penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara BB menurut umur maupun menurut TB dengan rujukan/standar yang telah ditetapkan.

1) < -3 SD2) < -2 SD3) (-2)-2

SD4) > 2 SD

Ordinal.1) buruk2) kurang3) baik4) lebih

2.PendapatanKeluarga

Yaitu jumlah seluruh pendapatan yang diperoleh oleh seluruh keluarga dalamsatu bulan dan digunakan oleh keluarga tersebut. Dikelompokkan berdasarkan UMK (Upah Minimum Kota) Cilacap

1) <730.0002) >730.000

Nominal:1)< Rp730.0002) > Rp730.000

3. Jumlahanggotakeluarga

Yaitu jumlah anggota yangtinggal bersama di rumah tersebut dan mengkonsumsi makanan yang disediakan bersama anggota keluarga.Dikelompokkan berdasarkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera).

1) <4 orang2) >4 orang

nominal:1) <42) >4

4.TingkatPengetahuanIbu tentanggizi dan kesehatan

Yaitu kemampuan ibu dalam ilmu pengetahuan, diperoleh dengan jumlah jawaban yang benar dari semua pertanyaan yang ada yang diberi nilai dengan skor, kemudian hasilnya dinyatakan dalam persen

1) nilai 60%2) nilai 60-80%3)nilai>80%

Ordinal:1) kurang2) sedang3) baik

5.Pendidikanibu.

Yaitu jenjang pendidikan normal yang ditempuh oleh responden yaitu ibu pada balita KEP ringan dan sedang sampai tamat dan lulus pada jenjang tersebut.

1) SD2) SLTP3) SLTA4) PT5)TIDAK BERSEKOLAH

Ordinal:1) SD2) SLTP3) SLTA4) PT5)TIDAK BERSEKOLAH

6.Penyakitinfeksi.

Adalah penyakit yang diderita oleh balita yang diambil sebagai sampel selama satu bulan terakhir. Penyakit infeksi yang dimaksud yaitu ISPA (batuk, pilek) dan infeksi pencernaan

1)terkena penyakit2) tidak terkenapenyakit.

Nominal;1) ada2) tidak

20

Page 21: PENDAHULUAN 050510

(mencret, diare)7.Tingkatkonsumsienergi danprotein.

Adalah konsumsi zat gizi balita (energi dan protein) yang diperoleh dengan recall 1 kali 24 jam. Setelah itu hasilnya dikonversikan kedalam bentuk kalori dan protein kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG), dan dinyatakan ke dalam %.

1) <70% AKG2) 70 s.d. 80 %

AKG3) 80 s.d. 99%

AKG4) >100% AKG

Ordinal:1) buruk2) kurang3) sedang4) baik

F. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi.a. Variabel Terikat (dependent): Status gizi.b. Variabel Bebas (independent): Kurang Gizi, yaitu:

(1) Tingkat konsumsi energi,(2) Tingkat konsumsi protein,(3) Penyakit infeksi,(4) Tingkat pengetahuan Ibu tentang gizi dan kesehatan,(5) Pendidikan Ibu,(6) Pendapatan keluarga,(7) Jumlah anggota dalam keluarga.

G. Rancangan Penelitian

Jenis Penilitian ini yaitu penelitian observasional analitik, dengan rancangan atau desain studi cross-sectional yaitu untuk pengukuran variabel-variabelnya hanya dilakukan satu kali dan pada satu saat. (Sastroasmoro, 1995).

H. Teknik Pengambilan Data

Pada penelitian ini pengambilan data disesuaikan dengan jenis.berikut:a. Data primer diambil melalui cara sebagai berikut:

1) Angket adalah teknik pengumpulan data dengan memberikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian (Arikunto, 1996).

b. Data sekunderPengumpulan data yang diinginkan diperoleh dari orang lain atau tempat

lain dan tidak dilakukan oleh peneliti sendiri. Pengambilan data sekunder melalui cara dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mencari data yang dibutuhkan dalam penelitian melalui catatan, transkrip, surat kabar, buku, notulen rapat atau dokumen resmi yang berlaku seperti dokumen dari Posyandu, kelurahan dan Puskesmas.

I. Jalannya Penelitian

Studi cross-sectional merupakan salah satu jenis studi observasional untuk

21

Page 22: PENDAHULUAN 050510

menentukan hubungan antara aktor risiko dan penyakit (Sastroasmoro, 1995). Dalam penelitian ini, pengamatan dengan melihat keadaan sekarang yang didasarkan pada kejadian kasus.

Status gizi dapat diketahui melalui catatan yang pernah ditimbang di Posyandu yang kemudian dilaporkan ke Puskesmas yang meliputi data biologik seperti; nama, umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan.

Langkah penelitian selanjutnya yaitu peneliti melakukan pengambilan data dengan bantuan instrumen penelitian yang telah disiapkan. Responden dalam penelitian ini yaitu ibu balita. Data yang diperoleh kemudian dilakukan pengolahan dan analisis.

Pengumpulan data penelitian dilakukan mulai 16 April 2010 sampai dengan 30 April 2010. Data primer dikumpulkan dengan membagikan kuesioner kepada responden sedangkan data sekunder diambil dari catatan balita yang ada. Data untuk sampel balita dan reponden bersumber dari Puskesmas Cilacap Selatan 2 selama periode penelitian.

J. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoadmodjo, 2002). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, dimana responden (dalam hal angket) dan interviewer (dalam hal wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoadmodjo, 2002). Kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sampel penelitian berupa informasi mengenai variabel bebas dari penelitian.

K. Analisis Data

Analisis data adalah metode yang digunakan untuk mengolah hasil penelitian guna memperoleh kesimpulan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan:a. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2002). Dari hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi, untuk mengevaluasi besarnya proporsi masing–masing variabel yang diteliti. Analisis univariat bermanfaat untuk melihat apakah data sudah layak untuk dilakukan analisis, melihat gambaran data yang dikumpulkan dan untuk analisis lebih lanjut.

b. Analisis BivariatAnalisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas

dengan variabel terikat pada penelitian. Korelasi yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan bantuan SPSS karena skala variabel berbentuk ordinal dan nominal. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% atau taraf kesalahan 0,05%. Menurut Sugiyono (2002) kriteria hubungan berdasarkan nilai p dan menurut Singgih Santoso (2002) kriteria hubungan berdasarkan nilai X2 yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan nilai X2 dalam tabel, dengan kriteria sebagai berikut:1) jika X2 < X2 tabel, maka Ho diterima, Ha ditolak.2) Jika X2 >X2 tabel, maka Ho ditolak, Ha diterima.3) jika p value > 0,05 maka Ho diterima, Ha ditolak.4) Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak, Ha diterima.

Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat menurut Sugiyono (2002) maka digunakan koefisiensi kontingensi yaitu sebagai berikut:1) 0,00 – 0,199 : hubungan sangat rendah.2) 0,20 – 0,399 : hubungan rendah.3) 0,40 – 0,599 : hubungan sedang.4) 0,60 – 0,799 : hubungan kuat.5) 0,80 – 1,000 : hubungan sangat kuat

22

Page 23: PENDAHULUAN 050510

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diperoleh pada pnelitian ini yaitu sebanyak 71 balita.Tabel 10. Karakteristik Responden di RW II pada bulan November 2009

Karakteristik responden Jumlah Persentase (%)0102

RT 03040506

0 – 6 bulan7 – 12 bulan

Usia balita 13 – 36 bulan37 – 60 bulan

<20 tahun21-30 tahun

Usia ibu 31-40 tahun41-50 tahun>50 tahun

SDPendidikan ibu SLTP

SLTAPTTidak Sekolah

Pekerjaan ibu IRT Wiraswasta TKW PNS

Pendapatan keluarga <730.000dalam sebulan >730.000

Jumlah anggota keluarga ≤ 4 > 4

Jumlah anak < 5 ≥ 5

Penyakit infeksi ya tidak

16128

139

13

89

3420

4461902

19252241

541043

4328

2942

629

5318

22,516,911,318,312,718,3

11,312,747,928,2

5,664,826,8

02,8

26,835,2315,61,4

47,926,823,91,4

60,639,4

40,859,2

87,312,7

74,625,4

Sumber : Data primer, 2010.Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

terdapat di RT 01 (22,5 %), sebagian besar balita berusia antara 13 – 36 bulan (47,9 %), sebagian besar ibu balita berpendidikan SLTP (35,2 %), sebagian besar ibu berusia 21-30 tahun (64,8%), sebagian besar keluarga memiliki pendapatan <Rp 730.000,00 (60,6%), sebagian besar ibu memiliki anak <5 (87,3%) dan mempunyai pekerjaan sebagai IRT (47,90 %) serta sebagian besar balita memiliki penyakit infeksi dalam 1 bulan terakhir (74,6%).

B. Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Kesehatan Balita

23

Page 24: PENDAHULUAN 050510

Skor pengetahuan ibu mengenai gizi dan kesehatan balita merupakan akumulasi nilai yang diperoleh dari 20 pertanyaan dalam kuesioner penelitian. Setiap pertanyaan bernilai 1 untuk jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawaban yang salah pada 3 soal pertama, sedangkan pada soal lainnya bernilai 2 untuk jawaban benar, 1 untuk jawaban kurang tepat dan 0 untuk jawaban salah. Ringkasan kategorisasi tingkat pengetahuan responden mengenai gizi dan kesehatan balita menjadi kategori baik, sedang, dan kurang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 11. Kategorisasi Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Gizi dan Kesehatan Balita.Kategori Jumlah Persentase (%)

BaikKurangSedang

06011

084,515,5

Sumber : Data primer, 2010.

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan dalam kategori kurang (84,5 %). Pengetahuan ibu mengenai gizi dan kesehatan didasarkan 13 pesan gizi seimbang.

C. Tingkat Konsumsi Energi Balita

Tingkat konsumsi energi dihitung menggunakan program Nutrisurvey pada recall makanan balita 24 jam. Tingkat kecukupan energi dikelompokan menjadi empat yaitu baik, sedang, kurang, buruk dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 12. Kategorisasi Tingkat Konsumsi Energi Balita.

Kategori Jumlah Persentase (%)Baik

SedangKurang Buruk

13311215

18,343,716,921,1

Sumber : Data primer, 2010.Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar balita mempunyai

tingkat konsumsi energi dalam kategori sedang (43,7 %).

D. Tingkat Konsumsi Protein Balita

Tingkat konsumsi protein dihitung menggunakan program Nutrisurvey pada recall makanan balita 24 jam. Tingkat kecukupan protein dikelompokan menjadi empat yaitu baik, sedang, kurang, buruk dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 13. Kategorisasi Tingkat Konsumsi Protein Balita.

Kategori Jumlah Persentase (%)Baik

SedangKurang Buruk

342089

47,928,211,312,7

Sumber : Data primer, 2010.Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar balita mempunyai

tingkat konsumsi protein dalam kategori baik (47,9 %).

E. Status Gizi Balita di RW II

Status gizi balita ditentukan dengan menggunakan tabel BB/PB untuk anak < 2 tahun, sedangkan anak umur > 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel BB/TB. Semua sampel dikategorikan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan perhitungan status gizinya. Kategorisasi tersebut yaitu lebih (> +2 SD), baik (-2 SD sampai +2 SD), kurang (≥ -3 SD sampai -2 SD), buruk (< -3SD). Dari 71 balita, gmbaran status gizi

24

Page 25: PENDAHULUAN 050510

balita di RW II, Kelurahan Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.Tabel 14. Gambaran Status Gizi Balita di RW II.

Status Gizi Balita Frekuensi Persentase (%)

LebihBaikKurangBuruk

057131

080,318,31,4

Sumber : Data primer, 2010.Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar balita mempunyai

status gizi dalam kategori baik (80,3 %).

F. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Jumlah Anak, Tingkat Pengetahuan Ibu, Tingkat Konsumsi Energi Balita, Tingkat Konsumsi

Protein Balita, Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita

Uji statistik dengan Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak, tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi dan kesehatan balita, tingkat konsumsi energi balita, tingkat konsumsi protein balita, penyakit infeksi dengan status gizi balita. Hasil uji statistiknya dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 18. Uji statistik hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku dengan kejadian ISPA pada balita.

Variabel independe

n

Variabel dependen

Jenis variabel

Jenis uji statistik

Hasil

Tingkat pendidikan ibu

Pendapatan keluarga

Jumlah anak

Tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi dan kesehatan balita

Tingkat konsumsi energi balita

Tingkat konsumsi protein balita

Penyakit infeksi

Status gizi balita

Ord – Ord

Ord – Ord

Ord – Ord

Ord – Ord

Ord – Ord

Ord – Ord

Nom – Ord

Chi Square

Chi Square

Chi Square

Chi Square

Chi Square

Chi Square

Chi Square

(p = 0,756 ) >0,05

(p = 0,276) >0,05

(p = 0,028) <0,05

(p = 0,615) >0,05

(p = 0,190) >0,05

(p = 0,014) <0,05

(p = 0,214) >0,05

25

Page 26: PENDAHULUAN 050510

Sumber : Data primer, 2010.

1. Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balitaSebagian besar ibu berpendidikan terakhir SLTP (35,2 %). Berdasarkan hasil uji

statistik diperoleh (p = 0,756) > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu terhadap status gizi balita. Peranan orang tua, khususnya ibu, dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi bagi keluarga, khususnya anak menjadi penting. Masukan gizi anak sangat tergantung pada sumber-sumber yang ada di lingkungan sosialnya, salah satu yang sangat menentukan adalah ibu. Kualitas pelayanan ibu dalam keluarga ditentukan oleh penguasaan informasi dan faktor ketersediaan waktu yang memadai. Kedua faktor tersebut antara lain faktor determinan yang dapat ditentukan dengan tingkat pendidikan, interaksi sosial dan pekerjaan (Soekirman, 2000:26). Dalam hal ini meskipun pendidikan ibu rata-rata hanya SLTP namun ibu memiliki interaksi sosial yang bagus sehingga banyak informasi yang dapat diserap sehingga ibu dapat tetap menyajikan makanan yang bergizi seimbang. Hal ini juga dipengaruhi dengan banyaknya ibu yang menjadi ibu rumah tangga (47,9%) sehingga memiliki ketersediaan waktu yang cukup.

2. Hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balitaSebagian besar responden mempunyai pendapatan per bulan <Rp 730.000,00

(60,6%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh (p = 0,276) < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita. Dengan pendapatan yang kurang akan mempengaruhi daya beli ibu, kurangnya daya beli merupakan suatu kendala, tetapi defisiensi gizi akan banyak berkurang bila ibu mengetahui bagaimana menggunakan daya beli dan mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan kecukupan bahan makanan. Sehingga ibu dapat menyajikan makanan yang tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi.

3. Hubungan antara jumlah anak terhadap status gizi balitaSebagian besar responden mempunyai anak <5 (87,3%). Berdasarkan hasil uji

statistik diperoleh (p = 0,028) < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah anak yang dimiliki terhadap status gizi balita. Jumlah keluarga dan jarak kelahiran antar anak akan berpengaruh dalam acara makan bersama, sering sekali anak yang lebih kecil mendapat jumlah makanan yang kurang mencukupi karena anggota keluarga lain makan dalam jumlah yang lebih banyak. Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus diberikan makan dalam jumlah keluarga yang sedikit (Suhardjo, 2003:23).

Menurut Sediaoetama bahwa distribusi pangan yang dikonsumsi suatu keluarga sering tidak merata, yaitu jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya menurut umur dan keadaan fisik serta jenis kelaminnya. Zat gizi yang diperlukan oleh anak-anak dan anggota keluarga yang masih muda, pada umumnya lebih tinggi dari kebutuhan orang dewasa bila dinyatakan dalam satuan berat badan.

4. Hubungan antara pengetahuan ibu terhadap status gizi balitaSebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang gizi

(84,5 %). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh (p = 0,615) > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu terhadap status gizi balita. Dari hasil kuesioner, umumnya ibu sudah mengetahui tentang menu gizi seimbang namun ibu masih kurang memahami tentang komponen-komponen makanan yang diperlukan, misalnya jenis makanan yang banyak mengandung karbohidrat atau protein. Ibu juga masih kurang mengerti dengan pengetahuan tentang beberapa penyakit seperti ISPA, diare, dan gondok. Hal ini yang menyebabkan skor pengetahuan cenderung kurang.

5. Hubungan antara konsumsi energi balita terhadap status gizi balitaSebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi energi yang sedang

(43,7%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh (p = 0,190) > 0,05. Hal ini

26

Page 27: PENDAHULUAN 050510

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat konsumsi energi terhadap status gizi balita. Defisiensi gizi yang paling berat dan meluas terutama dikalangan anak-anak ialah akibat kekurangan zat gizi energi dan protein sebagai akibat kekurangan konsumsi pangan dan hambatan mengabsorbsi zat gizi. Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai sumber tenaga yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat. Konsumsi makanan sangat diperlukan dan harus diperhatikan oleh anggota keluarga dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari dengan demikian apabila keluarga dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi dapat terpenuhi maka kesehatan tubuh dapat terjaga di samping kegiatan untuk menjaga kesehatan lainnya.

6. Hubungan antara konsumsi protein balita terhadap status gizi balitaSebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi protein uang baik

(47,9%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh (p = 0,014) < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat konsumsi proteinterhadap status gizi balita. Zat protein digunakan oleh tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh. Pada defisiensi yang berat anak dapat menderita marasmus, suatu keadaan kekurangan zat energi dan protein yang berat, atau kwashiorkor yang disebabkan terutama oleh defisiensi protein yang berat. Kurang energi protein pada anak disebabkan karena anak mendapat makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan anak, baik menurut jumlah maupun mutu makanan. Dari recall makanan balita selama 24 jam, sebagian besar balita mengkonsumsi ikan dan susu baik ASI maupun susu botol. Hal ini yang menyebabkan balita memiliki konsumsi protein yang cukup.

7. Hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balitaSebagian besar balita pernah mengalami penyakit infeksi seperti ISPA, diare

dalam 1 bulan terakhir (74,6%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh (p = 0,214) > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara penyakit infeksi terhadap status gizi balita di RW II Kelurahan Cilacap Kecamatan Cilacap Selatan.

Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Status gizi yang rendah akan menurunkan resistensi tubuh terhadap infeksi penyakit sehingga banyak meyebabkan kematian, terutama pada anak balita, keadaan ini akan mempengaruhi angka mortalitas (Yayuk Farida Baliwati, 2004). Pada penelitian ini, berdasarkan hasil statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dengan baik, sehingga penyakit infeksi segera tertangani.

27