penanganan kasus distokia pada sapi perah di pt. …

38
PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN TUGAS AKHIR SRI RATNA SARI WULAN O121 16 019 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017

Upload: others

Post on 18-Dec-2021

26 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. ULTRA

PETERNAKAN BANDUNG SELATAN

TUGAS AKHIR

SRI RATNA SARI WULAN

O121 16 019

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

Page 2: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

ii

PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH

DI PT.ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN

Tugas Akhir Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Dokter Hewan (Drh)

Disusun dan Diajukan Oleh :

Sri Ratna Sari Wulan

O121 16 019

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

Page 3: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Judul Tugas Akhir : Penanganan Kasus Distokia pada Sapi Perah di PT.

Ultra Peternakan Bandung Selatan

Nama : Sri Ratnaa Sari Wulan

NIM : O121 16019

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Akhir Dokter Hewan pada tanggal

27 Desember 2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk menyandang

gelar Dokter Hewan (Drh)

Disetujui Oleh,

Pembimbing Utama

Drh. A. Magfira Satya Apada, M.Sc NIP.19850807 201012 2 008

Diketahui Oleh

Dekan

Fakultas Kedokteran

Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp. Bs NIP. 19551019 198203 1 001

Ketua

Program Profesi Dokter Hewan

Dr. drh. Dwi Kesuma Sari NIP. 19730216 199903 2 001

Page 4: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Sri Ratna Sari Wulan Nim : O121 16 019

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya tulis ilmiah saya adalah asli. b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya tulis ini, terutama dalam bab hasil dan

pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, 27 Desember 2017

Sri Ratna Sari Wulan

Page 5: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Mei 1991 di Ujung

Pandang dari ayahanda M.B. Taula’bi dan ibunda Sitti

Husaifa. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga

bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN

98 Tongko Kab. Enrekang pada tahun 2004, kemudian

penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 13 Makassar

dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis

menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Sungguminasa.

Penulis diterima di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran,

Universitas Hasanuddin pada tahun 2010 melalui Jalur Non Subsidi (JNS) dan

lulus pada tahun 2015. Selama perkuliahan penulis pernah aktif dalam

organisasi external dan internal kampus yaitu anggota Himpunan Minat dan

Profesi Ternak Besar dan Unggas periode 2013/2014. Selain itu, penulis juga

aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa

Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) dan komunitas penyayang hewan

peliharaan seperti Indonesian Cat Asscosiation (ICA) Makassar, serta

mengikuti berbagai kepanitian di dalam dan di luar kampus. Pada tahun 2016

penulis melanjutkan koasistensi pada Program Pendidikan Dokter Hewan

Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Tugas akhir dengan judul

Penanganan Kasus Distokia pada Sapi Perah di PT. Ultra Peternakan Bandung

Selatan berhasil diselesaikan penulis dengan bimbingan dari Drh. Magfira

Satya Apada, M.Sc.

Page 6: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul “Penanganan Kasus Distokia pada Sapi Perah di PT.Ultra Peternakan Bandung Selatan” dapat diselesaikan dengan baik untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Dokter Hewan pada Program Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Tak lupa penulis mengirimkan shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya karya tulis ilmiah terutama kepada:

1. Dr.Drh.Dwi Kesuma Sari selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Hewan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan arahan, dalam penyelesaian tugas karya tulis ilmiah ini.

2. Drh. A. Magfira Satya Apada, M.Sc selaku pembimbing yang telah dengan sabar,tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun karya tulis ilmiah.

3. Seluruh staf Dosen dan Pegawai di PPDH.FK UNHAS dan PSKH FK UNHAS yang telah banyak membantu

4. Sahabat-sahabat terbaik penulis dan seperjuangan: Mita, Ainin, Ety, Nana, Ryan payung, Ita Masita, Endang Jayanti dan Christin Lupita

5. Rekan-rekan mahasiswa koas angkatan pertama Program Pendidikan Dokter Hewan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan dukungan moral dan motivasi yang sangat besar selama koas.

6. Rekan-rekan kerja di DP2 dan UPTD Puskeswan ade Ilmi yang sudah sangat banyak membantu dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini, Drh Yanti, Kak Chicha dan kak Uti yang memberikan dukungan moral dan motivasi yang sangat besar

7. Suami tercinta Asrullah yang telah menemani penulis saat senang, susah, sedih, dan tertawa bersama. Canda tawamu sangat menghibur hati. Terimakasih banyak atas perhatian lebih dan kasih sayangnya.

8. Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta dan mertua terbaik, juga kepada kakak-kakakku serta seluruh keluarga besar atas doa, dukungan, memberi kekuatan moral dan cinta kasih yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Atas perhatian dan dukungannya, penulis menyampaikan terima kasih.

Makassar,……................. 2017 Penulis

Page 7: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

ii

ABSTRAK

Sri Ratna Sari Wulan. O121 16 019. Penanganan Kasus Distokia pada Sapi Perah di PT.

Ultra Peternakan Bandung Selatan. Dibimbing oleh A. Magfira Satya Apada.

Distokia pada ternak maupun hewan kesayangan adalah istilah medis veteriner yang digunakan untuk menggambarkan tentang proses kelahiran yang sulit. Kejadian distokia pada ternak bisa disebabkan oleh beberapa faktor bisa dari induknya maupun dari fetusnya itu sendiri, bisa juga karena manajemen pemeliharaan yang kurang tepat dan penyakit. Gangguan reproduksi seperti distokia sering dijumpai pada beberapa hewan kesayangan seperti anjing, kucing dan beberapa ternak besar seperti kerbau, kuda dan sapi. Sapi perah milik PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan bernama Bazilla berumur ±1 tahun dengan berat badan ±295 kg menunjukkan tanda-tanda ingin partus. Suhu rektal sapi terlihat mengalami peningkatan yaitu 40,2ºC dan frekuensi nafas berada diatas angka normal yaitu 45x/menit. Sapi perah milik PT.Ultra Peternakan Bandung Selatan yang menunjukkan tanda-tanda ingin partus merupakan sapi dara yang pertama kali melahirkan dan selama bunting sapi selalu dikandangkan. Hasil inspeksi terlihat pada tahap pertama kelahiran yang lama dan tidak progresif sehingga kelahiran tidak berlanjut pada tahap kedua dan kurangnya kontraksi uterus dari induk sehingga fetus tidak mampu keluar. Berdasarkan pemeriksaan fisik, tanda klinis dan hasil inspeksi sapi tersebut didiagnosa mengalami distokia. Pertolongan kelahiran sapi perah dilakukan dengan cara penarikan paksa menggunakan alat calf puller. Sesaat setelah melahirkan, induk sapi diberi infus 400 ml cofacalcium secara subkutan dan diberi 20 liter air hangat ditambahkan dengan Mono Propylene Glycol (MPG), selain itu diberikan juga antibiotik spektrum luas (colibact bolus) sebanyak 2 bolus secara intra-uterina. Pengobatan lainnya yaitu pemberian multivitamin Biosan Tp Inj yang mengandung berbagai macam ATP dan vitamin diberikan 20 ml Injeksikan secara intramuskular. Perlakuan pasca pengobatan yaitu perbaikan manajemen dalam pemberian pakan. Setelah penanganan distokia, dilakukan pengamatan terhadap perkembangan kondisi sapi selama 3 hari. Kata kunci: distokia, sapi perah, penanganan distokia

Page 8: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

iii

ABSTRACT

Sri Ratna Wulan Sari. 160190121. Handling the case of dystocia in dairy cow at PT Ultra Farm South Bandung. Guided by A. Magfira Satya Apada Dystocia in livestock and pet is a medical term used to describe veterinary procesess that are difficult birth process. The incident dystocia in livestock can be due to several factors such as its could be from its parent as well as its fetus, can also be due to improper maintenance management and disease. Reproductive disorders such as dystocia are often found in some pets such as dogs, cats, and a few huge livestock such as buffaloes, horses, and cows. Dairy cows owned by PT. Ultra Farm South Of Bandung named Bazilla ± 1 year old with a weight of approximately 295 kg showed signs of wanting to partus. Cow's rectal temperature seen increased i.e. 40.2° C and frequency of breath are above the normal number IE 45x/min. Dairy cows owned by PT.Ultra Farm South Of Bandung, which shows signs of wanting to partus is heifer the first childbirth and during pregnancy cows always in cage. The results of the inspection looks at the first stage of a long birth and is not progressive so that birth does not continue on the second stage of uterine contraction and lack of parent so that the fetus was not able to get out. Based on clinical signs, physical examination and the results of inspections of the cow is diagnosed dystocia. Help the birth of dairy cows conducted by way of a forced with drawal using calf puller. Shortly after giving birth, parent of cows were given an infusion of 400 ml cofacalcium in subcutaneous and given 20 liters of warm water mix with Mono Propylene Glycol (MPG), moreover to this broad spectrum antibiotics are also given (colibact bolus) bolus as much as 2 on intra-uterina. Other treatment that is administering multivitamin Biosan Tp Inj containing a variety of ATP and vitamins given in injection 20 ml intramuscular. Treatment of post treatment namaly improved management in feeding. After handling distokia, made observations on the development condition of beef for 3 days. Key words: dystocia, dairy cows, handling dystocia

Page 9: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i ABSTRAK .................................................................................................................... ii ABSTRACT .................................................................................................................iii DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv DAFTAR TABEL ......................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2 1.3 Tujuan Kegiatan ............................................................................................... 2 1.4 Manfaat Kegiatan ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3 2.1 Sapi Perah ........................................................................................................ 3 2.2 Tahap Kelahiran Pada Sapi Perah ..................................................................... 3 2.3 Gangguan Reproduksi pada Sapi Perah............................................................. 4 2.4 Distokia ............................................................................................................ 5 2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Distokia ...................................... 5 2.6 Tanda Klinis Distokia pada Sapi ....................................................................... 6 2.7 Diagnosa .......................................................................................................... 7 2.8 Treatment Distokia ........................................................................................... 7 2.9 Terapi Pasca Penanganan Distokia ................................................................... 9

BAB III MATERI DAN METODE ........................................................................... 11 3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan ........................................................................... 11 3.2 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 11 3.3 Analisis Data ................................................................................................... 11 3.4 MATERI .......................................................................................................... 11

3.4.1 Alat yang Digunakan .................................................................................. 11 3.4.2 Bahan yang Digunakan ............................................................................... 11

3.5 METODE ......................................................................................................... 11 3.5.1 Prosedur Kegiatan ....................................................................................... 11 3.5.2 Sinyalemen ................................................................................................. 12 3.5.3 Anamnesa ................................................................................................... 12 3.5.4 Tanda Klinis ............................................................................................... 12 3.5.5 Diagnosa ..................................................................................................... 12 3.5.6 Penanganan dan Terapi pasca penanganan .................................................. 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 13 BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 19

5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 19 5.2 Saran .............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 20 LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................................... 24

Lampiran Gambar Maldisposisi Fetus Penyebab Distokia ......................................... 24 Lampiran Foto Penanganan Kasus ............................................................................ 27

Page 10: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

v

DAFTAR TABEL

Table 1 Gejala Klinis ....................................................................................................... 14 Table 2 Pakan Total Mix Ration (TMR) untuk sapi laktasi ............................................. 16 Table 3 Kandungan konsentrat yang dicampurkan pada pakan sapi laktasi di PT.UPBS .. 17 Table 4. Perkembangan kondisi sapi perah di PT Ultra Peternakan Bandung ................... 17

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Jenis–jenis sapi perah ...................................................................................... 3 Gambar 2. Fase kelahiran pada sapi berdasarkan urutan proses kelahiran .......................... 4 Gambar 3. Maldisposisi fetus kepala dengan satu kaki depan pada vulva ......................... 7 Gambar 4. Penaganan distokia melalui mutasi dengan cara ekstensi yaitu pembetulan letak

ekstremitas ...................................................................................................... 8 Gambar 5. Penarikan fetus menggunakan alat penarik fetus atau calf puller ...................... 8 Gambar 6. Penarikan fetus menggunakan kekuatan tangan ............................................... 8 Gambar 7. Penanganan distokia dengan cara fetotomy ....................................................... 9 Gambar 8. Kantong amnion yang masih utuh tampak pada vulva .................................... 14 Gambar 9. Alat penarik fetus .......................................................................................... 15

Page 11: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan merupakan sektor pertanian yang berperan penting dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat terutama protein hewan yang sangat berguna untuk kesehatan maupun kecerdasan otak. Peternakan sapi perah, salah satu bentuk usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena dapat menghasilkan produk pangan berupa protein hewani, terutama susu dan daging. Kebutuhan susu dan daging di Indonesia sangat besar seiring bertambahnya jumlah penduduk. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam usaha peternakan sapi perah adalah keberhasilan reproduksinya karena merupakan pendukung dalam peningkatan populasi dan produksi susu, namun banyak permasalahan yang timbul dalam peternakan seperti permasalahan kesehatan, khususnya gangguan reproduksi. Gangguan reproduksi berdampak pada rendahnya fertilitas induk, sehingga efisiensi reproduksi menurun yang mengakibatkan lambatnya pertambahan populasi sapi perah dan produksi susu.

Salah satu gangguan reproduksi yang sering terjadi pada ternak yaitu distokia. Distokia lebih sering terjadi pada sapi perah daripada sapi potong dan lebih umum terjadi pada sapi dara yang pertama kali melahirkan (Youngquist et al, 2007). Distokia adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan tentang kelahiran yang sulit dimana ketidakmampuan induk sapi melakukan perejanan untuk mengeluarkan anaknya dengan usaha sendiri dan penyebab utama penurunan jumlah kelahiran pedet sehingga menimbulkan masalah ekonomi yang besar bagi peternak (Abera, 2017).

Kejadian distokia pada sapi telah banyak dipelajari karena pengaruhnya terhadap produktivitas. Tercatat sekitar 85,5 % distokia terjadi karena faktor dari fetusnya dan 14,5% distokia terjadi karena faktor dari induknya (Arnott et al, 2014). Berdasarkan Studi CHAPA (Survei Sapi-sapi dan Produktivitas) menunjukkan bahwa distokia merupakan penyebab kematian fetus saat partus yaitu sekitar 33% dan kerugian bagi peternak sapi akibat distokia mencapai 15,4 % (Whitter et al, 2009). Menurut Santosa (2003) telah terjadi penurunan populasi sapi perah di Indonesia dimana pada tahun 2012 populasi sapi perah di Indonesia berjumlah 612.000 ekor dan mengalami penurunan jumlah populasi pada tahun 2013 yaitu 444.000 ekor sapi yang disebabkan karena kejadian distokia yang diikuti dengan kematian fetus. Salah satu perusahaan pertama dan penghasil susu terbesar di Indonesia yang juga sampai saat ini masih sering menghadapi gangguan reproduksi seperti distokia yaitu PT Ultra Peternakan Bandung Selatan (PT.UPBS). PT Ultra Peternakan Bandung Selatan memiliki populasi sapi perah hampir mencapai 4000 ekor dan setiap sapi perah miliknya yang ingin partus selalu mengalami kejadian distokia. Kejadian distokia yang terjadi tentunya dapat menyebabkan penurunan angka produktivitas di perusahaan tersebut sehingga dikhawatirkan jika perusahaan tersebut nantinya tidak lagi efektif dan efisien dalam menghasilkan protein hewani terutama susu untuk kebutuhan manusia.

Page 12: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

2

Kasus distokia merupakan kasus yang sangat penting untuk diperhatikan karena kerugian yang ditimbulkan bagi peternak maupun perusahaan yang bergerak di dunia peternakan khususnya peternakan sapi perah bersifat ekonomis yaitu menyebabkan produksi susu dan jumlah kelahiran fetus menurun. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang tepat untuk mengatasi dan mencegah terjadinya distokia pada ternak sapi perah demi ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang dapat disimpulkan dari kegiatan ini adalah bagaimana penanganan kasus distokia pada sapi perah di PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan.

1.3 Tujuan Kegiatan

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membantu proses kelahiran pasien sapi perah yang kesulitan dalam pengeluaran fetus serta memberikan informasi tentang cara penanganan kasus distokia pada sapi perah.

1.4 Manfaat Kegiatan

Manfaat dari kegiatan ini adalah dapat mengetahui penanganan kasus distokia pada sapi perah dan memberi gambaran kepada unit usaha peternakan sapi perah tentang distokia sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam manajemen pemeliharaan sapi perah.

Page 13: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Perah

Sapi perah adalah sapi yang dikembangbiakan secara khusus karena kemampuannya dalam menghasilkan susu dalam jumlah besar. Ada enam jenis sapi perah yang umum dan biasanya paling banyak dipelihara yaitu Ayrshire, Browm Swiss, Guernsey, Milking Shorthorn, Jersey dan Friesian Holstein. Dari keenam jenis sapi perah ini yang paling populer dikalangan peternak yaitu sapi perah jenis Friesian Holstein, karena FH cukup baik beradaptasi pada segala lingkungan, memiliki sifat yang jinak dan memiliki produksi susu yang tinggi dari pada breed lainnya (Anonim, 2016).

2.2 Tahap Kelahiran Pada Sapi Perah

Menurut Deutscher et al (1988), proses kelahiran pada sapi perah merupakan proses fisiologis yang berhubungan dengan pengeluaran fetus dan plasenta dari induk pada akhir masa kebuntingan. Kondisi normal proses kelahiran fetus dibagi menjadi 3 fase yaitu :

1. Dilatasi serviks dan kontraksi uterus yang berlangsung sekitar 2-6 jam, terlihat ternak tampak gelisah, relaksasi dan dilatasi serviks, fetus mengambil postur kelahiran dan kontraksi uterus terjadi

2. Pengeluaran fetus yang berlangsung sekitar 1 jam atau bisa kurang dari 1 jam yaitu sekitar ½ jam, pada fase ini kontraksi uterus berlanjut, fetus memasuki saluran peranakan, kantong amnion memasuki vagina dan akan pecah secara refleks ini merupakan awal terjadinya kontraksi otot-otot abdominal. Dengan adanya dua macam kontraksi yaitu kontraksi uterus dan kontraksi abdominal maka fetus akan terdorong melalui saluran kelahiran dan dikeluarkan.

3. Pengeluaran plasenta, pada fase ini membran janin (plasenta) dikeluarkan dalam waktu 3 jam setelah melahirkan. Jika tidak dikeluarkan dalam waktu 8 jam pasca melahirkan, pengobatan mungkin diperlukan.

Gambar 1 Jenis–jenis sapi perah (Pinterest, 2012)

Page 14: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

4

2.3 Gangguan Reproduksi pada Sapi Perah

Menurut Partodihardjo (1980), gangguan reproduksi pada ternak secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian. Pertama, gangguan reproduksi karena faktor pengelolaan termasuk teknik pelakasanaan inseminasi yang kurang terampil, penanganan masalah reproduksi dengan prosedur yang kurang tepat sehingga menyebabkan terjadinya trauma fisik yang akan menjadi faktor predisposisi gangguan reproduksi, defisiensi mineral dan pemberian pakan yang kurang sehingga tidak mendukung kesuburan saluran reproduksi dan sekresi hormon terganggu. Kedua, gangguan reproduksi karena faktor internal hewan, antara lain karena kelainan bentuk anatomi seperti adanya saluran reproduksi yang tidak berkembang, ovarium kecil dan tidak berkembang atau ovarium hanya satu, dan gangguan reproduksi karena faktor internal hewan lainnya yaitu karena penyakit yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan protozoa. Ketiga, faktor-faktor lain yang bersifat aksidental (kecelakaan atau kelainan dapatan) yang pada umumnya ditemukan secara sporadis, misalnya torsio uteri dan distokia.

Tahap 1 terlihat fetus mengambil postur kelahiran dan kontraksi uterus

terjadi, terlihat adanya kantong amnion sampai pecah

Tahap 2 adanya perejanan yang

kuat hingga pengeluaran fetus

Terlihat induk menjilati anaknya untuk

menghilangkan lendir dan merangsang

syaraf-syaraf pada pedet

Tahap 3 terlihat pengeluaran

plasenta

Gambar 2. Fase kelahiran pada sapi berdasarkan urutan proses kelahiran (dokumentasi BBVT Lampung, 2013)

Page 15: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

5

2.4 Distokia

Distokia merupakan istilah medis yang biasa digunakan untuk menyatakan kesulitan dalam proses melahirkan. Distokia pada sapi perah adalah suatu gangguan dalam proses kelahiran atau partus, berupa kesulitan dan ketidakmampuan pada fase pertama dan fase kedua untuk mengeluarkan fetus atau terjadi perpanjangan periode kelahiran (diatas 8 jam), sehingga induk membutuhkan pertolongan tenaga ahli untuk mengeluarkan fetus (Whittier et al, 2009). Tercatat sekitar 85,5 % distokia terjadi karena faktor dari fetusnya dan 14,5% distokia terjadi karena faktor dari induknya (Arnott et al, 2014). Berdasarkan Studi CHAPA (Survei Sapi-Sapi dan Produktivitas) menunjukkan bahwa distokia merupakan penyebab kematian fetus saat partus yaitu sekitar 33% dan kerugian bagi peternak sapi akibat distokia mencapai 15,4 %. (Whitter et al, 2009). 2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Distokia

Menurut Blanchard et al (2017), kejadian distokia pada ternak disebabkan oleh dua faktor umum yaitu: (1) faktor maternal dan (2) faktor fetal. Faktor maternal yaitu faktor yang disebabkan dari induknya, seperti adanya penyempitan saluran kelahiran akibat ketidakseimbangan hormonal sehingga serviks tidak dilatasi sepenuhnya atau hal lain yang menghalangi masuknya fetus secara normal ke dalam saluran kelahiran seperti ukuran pelvis yang kecil karena betina belum dewasa tubuh dan adanya cacat anatomis atau patologis. Cacat anatomis atau patologis pada jalan saluran kelahiran yang biasa terjadi seperti fraktura pelvis, adanya pertumbuhan jaringan ikat atau bekas luka di vagina atau vulva akibat kesulitan pada kelahiran sebelumnya dan cacat miometrium yang menyebabkan kehilangan kemampuan uterus untuk berkontraksi (Inersia) (Peters et al, 2004).

Faktor fetal yaitu faktor yang disebabkan dari fetusnya, seperti ukuran fetus yang terlalu besar, semakin besar ukuran fetus maka akan semakin sulit keluar melalui saluran peranakan yang dikarenakan ukuran fetus yang melebihi dari saluran peranakan induk (Purohit et al., 2012). Kematian fetus, kematian fetus intrauterina pada akhir kebuntingan atau awal kelahiran dapat menyebabkan distokia. Misalnya, fetus mengalami hipoksia kronis, kegagalan pelepasan hormon yang cukup pada fetus (ACTH dan kortisol) dan bisa juga disebabkan karena ukuran fetus yang terlalu besar (Purohit et al., 2012). Maldisposisi fetus merupakan penyebab paling umum terjadinya distokia (Anonim, 2011). Istilah maldisposisi meliputi abnormalitas presentasi, postur dan posisi yang menyebabkan fetus sulit atau tidak mungkin melewati saluran peranakan. Presentasi yaitu menjelaskan tentang hubungan antara poros panjang fetus dan poros panjang saluran peranakan maternal (longitudinal anterior, longitudinal dan transversal). Posisi yaitu menjelaskan tentang hubungan antara dorsum atau punggung fetus pada presentasi longitudinal atau kepala pada presentasi transversal, terhadap sisi pelvis induk yaitu sacrum, pubis, illium kiri dan illium kanan. Postur yaitu menjelaskan tentang bagian tubuh mana yang terdapat pada jalan kelahiran seperti disposisi kepala,tungkai dan lengan fetus (Dasrul, 2014). Menurut Wahab (2011), terdapat beberapa kejadian maldisposisi fetus yang bisa menyebabkan terjadinya kasus distokia dapat dilihat pada lampiran 1.

Faktor lain yang mempengaruhi kejadian distokia adalah manajemen pemberian pakan, penyakit dan exercise (latihan). Pemberian pakan, harus

Page 16: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

6

diupayakan dengan baik dan seimbang terutama pada umur muda. Pemberian pakan dengan nutrisi yang buruk seperti defisiensi mineral meliputi kalsium, fisfor, cobalt, selenium, iodine, zinc dan magnesium di akhir kebuntingan akan mempengaruhi sistem tubuh dari induk sehingga pada waktu partus induk tidak memiliki kekuatan untuk melakukan perejanan untuk mengeluarkan fetus (Anonim, 2010). Sedangkan pemberian pakan yang berlebih bisa menyebabkan obesitas fetus, timbunan lemak intrapelvis sehingga efisiensi pengejanan dapat menurun akibat berlemak (Jackson, 2004). Penyakit yang biasanya terjadi pada saat partus yang secara tidak langsung bisa menyebabkan terjadinya distokia yaitu hipokalsemia. Hipokalsemia saat melahirkan merupakan penyebab inersia uterine primer atau kegagalan uterus dalam berkontraksi sehingga mengalami kesulitan pada saat pengejanan (Jackson, 2013). Kurang latihan seperti kurang bergerak dan berjalan-jalan setiap hari juga bisa sebagai faktor penyebab terjadinya distokia, memperbanyak melakukan exercise saat bunting dapat mempengaruhi tonus otot yang merupakan pendukung dalam proses partus (Hilton et al, 2016).

2.6 Tanda Klinis Distokia pada Sapi

Menurut Jackson (2004), tanda klinis yang bisa diamati pada sapi yang

mengalami distokia yaitu :

1. Kelahiran pada tahap pertama yang berkepanjangan dan tidak progresif

kejadian ini disebabkan karena kegagalan dilatasi serviks yang merupakan

penyebab distokia sapi paling umum, tidak ada kontraksi uterus dan

amnion sering kali masih utuh. Tidak adanya kontrasi yang efektif

biasanya akibat hipokalsemia dengan tanda-tanda milk fever saat

kelahiran.

2. Induk sapi berusaha keras untuk melakukan perejanan selama 30 menit

namun tidak nampak fetus mengambil postur kelahiran, biasanya

disebabkan karena otot perut hewan tidak mampu berkontraksi atau

mengejan dengan baik. Selain itu pada sapi yang sangat tua, otot-otot perut

mungkin sudah tertarik melebihi kapasitas elastisitas alamiahnya. Kondisi

sakit yang melibatkan abdomen, diafragma dan dada seperti

retikulitis/perikarditis dapat menghambat upaya mengejan.

3. Kegagalan fetus untuk dikirim ke vulva dalam waktu 2 jam setelah amnion

muncul biasanya dipengeruhi oleh ukuran tulang pelvis yang terlalu kecil

untuk lewatnya fetus. Meternal immaturity adalah penyebab paling umum

dan sering terjadi sebagai akibat sapi dara dikawinkan pada umur terlalu

muda dan disebabkan ketika fetus lebih besar dari ukuran normal.

4. Fetus mengalami malpresentaion yang jelas, malposture, atau

maldisposition; misalnya penampilan kepala fetus tanpa disertai forelimbs

(kaki depan), ekor tapi tidak ada tungkai belakang, kepala dengan satu

forelimb (kaki depan).

Page 17: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

7

2.7 Diagnosa

Beberapa hal yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan diagnosis terhadap kasus distokia pada sapi perah. Menurut Roberts (2004) terlebih dahulu dilakukan anamnesa untuk memperoleh informasi dari peternak maupun dari pengamatan sendiri tentang sejarah kejadian distokia. Informasi ini penting untuk pemeriksaan dan penanggulangan distokia secara cermat dan tepat. Diagnosa terhadap kejadian distokia dapat juga dilakukan dengan melihat gejala klinis seperti, tahap pertama kelahiran yang lama dan tidak progresif, sapi mengejan dengan kuat selama 30 menit namun anak sapi tidak muncul, cairan amnion telah tampak pada vulva selama 2 jam namun anak sapi gagal keluar, fetus mengalami malpresentasi, malpostur atau maldisposisi, misalnya kepala keluar tanpa kaki depan, ekor keluar tanpa kaki belakang atau kepala keluar dengan salah satu kaki depan (Jackson, 2004). Pemeriksaan umum penting juga dilakukan yaitu meliputi kondisi fisik hewan saat itu. Pada kebanyakan kasus distokia denyut nadi dan respirasi meningkat secara cepat dan suhunya sedikit lebih tinggi dari biasanya hal ini disebabkan karena usaha melakukan perejanan dengan kuat untuk partus tetapi fetus tidak bisa dikeluarkan. Untuk menunjang diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan obstetrik yaitu pemeriksaan terhadap saluran kelahiran dan kondisi fetus untuk menentukan presentasi, posisi dan postur tubuhnya (Kumar, 2009).

2.8 Treatment Distokia

Menurut Saber (2017) terdapat beberapa treatment yang dapat dilakukan untuk penanganan kasus distokia pada ternak yaitu: Untuk dilatasi serviks yang tidak terjadi sepenuhnya bisa dilakukan

treatment dengan pemberian hormon yaitu hormon Oxitosin 50 IU bersama Diethyl Stilbestrol yang merupakan estrogen sebanyak 30 mg.

Untuk relaksasi otot polos berikan Valethamate Bromide (Injection Epidosin) 80 mg secara intramuskular yang merupakan anti kolinergik yang mempunyai efek spasmolitik (melemaskan otot) dapat membantu dalam beberapa kasus jika casearian section harus dilakukan.

Gambar 3. Maldisposisi fetus kepala dengan satu kaki depan pada vulva (Anonim2, 2012)

Page 18: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

8

Untuk inersia uterin primer berikan Kalsium Borogluconat 400 ml secara intravena dan Oxytocin 20-60 IU Secara intramuskular.

Untuk inersia uterus sekunder: distokia dapat tangani dengan tindakan (a) mutasi, (b) ekstraksi paksa, (c) fetotomi (d) casearian section.

a. Mutasi adalah tindakan mengembalikan presentasi, posisi dan postur fetus agar normal. Mutasi dapat dilakukan melalui repulsi (pendorongan fetus keluar dari pelvis induk atau jalan kelahiran memasuki rongga perut dan rahim sehingga tersedia cukup ruangan untuk pembetulan posisi atau postur fetus dan ektremitasnya), rotasi (pemutaran tubuh pada sumbu panjangnya untuk membawa fetus pada posisi dorso sakral), versi (rotasi fetus pada poros transversalnya yaitu situs anterior atau posterior), dan ekstensi (pembetulan atau perentangan letak ekstremitas) (Toelihere, 2006)

b. Penarikan paksa dilakukan apabila uterus lemah dan janin tidak ikut menstimulasi perejanan. Penarikan fetus melalui jalan lahir dapat menggunakan kekuatan. Kekuatan tersebut diaplikasikan dengan tangan atau menggunakan alat penarik fetus yang dapat diaplikasikan saat melakukan pertolongan pada proses kelahiran. penarikan fetus dalam kasus distokia dilakukan dengan tepat dan tidak menggunkan kekuatan berlebihan karena dapat menyebabkan trauma pada induk dan fetus (Roberts, 2004).

c. Pemotongan janin (Fetotomi) dilakukan apabila presentasi, posisi, dan postur fetus yang abnormal dan sangat sulit diatasi dengan mutasi atau penarikan paksa demi mengutamakan keselamatan induk (Ratnawati et al.,

A B

Gambar 4. Penaganan distokia melalui mutasi dengan cara ekstensi yaitu pembetulan letak ekstremitas ( Anonim, 2015)

Gambar 6. Penarikan fetus menggunakan kekuatan tangan

(Karen Lee, 2016)

Gambar 5. Penarikan fetus menggunakan alat penarik fetus

atau calf puller (Avet, 2014)

Page 19: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

9

2007). Menurut Jackson (2004) jika fetus mati dan tidak mungkin untuk dikeluarkan atau menarik anggota badannya, dapat dilakukan proses fetotomy. Kawat fetotomy diikatkan di antara forelimb bagian atas fetus dan pada bagian toraksnya, kemudian proses pemotongan fetus segera dilakukan menjadi potongan-potongan kecil yang lebih mudah dikeluarkan.

d. Operasi caesar (Sectio Caesaria), merupakan alternatif terakhir apabila semua cara tidak berhasil. Operasi caesar adalah prosedur operasi (bedah) untuk mengeluarkan janin (fetus) dengan incisi melalui dinding abdomen (laparotomi) dan uterus (hiskotomi). Indikasi untuk prosedur ini mencakup fetus yang maldisposisi berat, kondisi maternal yang abnormal seperti torsio uterus yang tidak dapat dibetulkan lagi dan untuk mengurangi trauma pada saluran reproduksi induk (Cady, 2009).

2.9 Terapi Pasca Penanganan Distokia

Pemberian antibiotik spektrum luas perlu diberikan pada sapi yang telah mengalami distokia saat partus hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri sebagai akibat dari proses kelahiran yang tidak steril. Penggunaan antibiotik berbentuk bolus yang mengandung sulfadiazine dan trimethoprim umum digunakan untuk terapi kasus-kasus reproduksi yang terjadi setelah melahirkan pada ternak dengan tujuan untuk mengeliminasi bakteri yang menginfeksi uterus (Gilbert et al, 2002). Colibact bolus merupakan kombinasi antibiotik trimethoprim dan sulfadiazine yang bersifat bakterisidal yang efektif terhadap bakeri gram positif maupun gram negatif dan bekerja dengan cara mengganggu sintesis/pembentukan asam folat bakteri. Colibact bolus diindikasikan untuk melindungi uterus terhadap infeksi bakteri penyebab endometritis, metritis, dan pyometra pada sapi, babi, dan ruminansia kecil akibat dari retensio secundinae, abortus, prolapsus uteri, operasi caesaria, proses kelahiran (partus), mengobati penyakit saluran reproduksi, kemih, pencernaan, dan pernapasan (Anomin1, 2012). Tiap Bolus Colibact mengandung Sulfadiazine (1000 mg) dan Trimethoprim (200 mg). Dosis yang biasa diberikan untuk sapi yaitu 2-4 bolus dan cara pemakaian yaitu secara Intra-uterine setelah melahirkan ( ASOHI, 2013). Ternak yang mengalami distokia saat partus dianjurkan untuk pemberian terapi supportif seperti pemberian multivitamin, untuk menjaga stamina tubuh dan menguatkan otot yang lemah akibat melahirkan dan meningkatkan nafsu makan

Gambar 7. Penanganan distokia dengan cara fetotomy (Anonim, 2002)

Page 20: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

10

sehingga asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh tetap terpenuhi. Pada saat asupan nutrisi tercukupi maka daya tahan tubuh pasien akan semakin kuat sehingga memudahkan proses penyembuhan dan mengurangi adanya infeksi sekunder. Salah satu multivitamin yang dapat diberikan yaitu Biosan Tp Inj. Biosan Tp Inj merupakan larutan yang berisi ATP dan vitamin. Dimana tiap ml mengandung: Adenosine Triphosphat 1,1 mg, Mg-Aspartate: 15,0 mg, K-Aspartate 10,0 mg, Na selenite 1,0 mg dan Vitamin B12 0,5 mg. Kandung dalam Biosan Tp Inj. akan menjaga dan mengembalikan stamina tubuh hewan, serta menguatkan otot yang lemah akibat kesulitan saat melahirkan, kekurangan makanan, infeksi penyakit dan lain-lain. Dosis dan cara pemakaian yaitu untuk sapi diberikan 20 ml per ekor yang diberikan secara intramuskular sebanyak 3 kali sehari dan diberikan dengan interval waktu 2 – 5 hari (ASOHI, 2013).

Page 21: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

11

BAB III MATERI DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan

Kegiatan penanganan distokia pada sapi perah ini dilaksanakan di PT Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS) pada bulan Mei 2017.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dengan melakukan wawancara dengan dokter hewan dan paramedik serta melakukan pengamatan di lapangan seperti persiapan penanganan, pengobatan sampai dengan perawatan sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari literatur yang berkaitan dengan penanganan distokia pada ternak sapi.

3.3 Analisis Data

Data hasil pengamatan dibandingkan dan dibahas secara deskriptif. Berdasarkan sumber referensi yang diperoleh melalui wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.

3.4 MATERI

3.4.1 Alat yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain kandang jepit alat penarik fetus (Calfpuller), gloves plastik,tali dan spoit 20 ml.

3.4.2 Bahan yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain, iodine tincture 20%, elektolit, Mono Propylene Glycol (MPG), multivitamin (Biosan Tp Inj), cofacalcium 400 ml (1 botol), dan antibiotik spektrum luas (COLIBACT BOLUS) 2 bolus.

3.5 METODE

3.5.1 Prosedur Kegiatan

Kegiatan dilakukan dengan survei terhadap responden. Sebagai respondennya adalah para petugas dan paramedik yang bekerja dan berhubungan langsung dengan sapi tersebut. Melakukan observasi lapangan dan interview kepada responden meliputi: data sinyalemen dan anamnesa berupa: status ternak sapi, gangguan reproduksi yang pernah dialami oleh sapi tindakan dan penanganan yang dilakukan untuk mengatasinya serta tatalaksana pemeliharan sapi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan umum diantaranya melakukan inspeksi

Page 22: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

12

terhadap gerak-gerik induk yang sudah memasuki kandang sawdust pans (kandang melahirkan) untuk persiapan partus.

3.5.2 Sinyalemen

Pemilik : PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan Nama hewan : Bazilla Jenis hewan : Sapi perah (Friesian Holstein) Warna : Hitam Putih Jenis kelamin : Betina Umur : ± 1 tahun Berat badan : ± 295 kg

3.5.3 Anamnesa

Sapi dikandangkan terus-menerus Partus pertama (sapi dara) Pada tahap kedua kelahiran sapi perah terlihat tidak berlanjut /kegagalan

dalam melahirkan karena tidak mampu berkontraksi atau mengejan dengan baik

Hasil palpasi vagina fetus berada pada presentasi, postur dan posisi yang tepat

3.5.4 Tanda Klinis

Peningkatan suhu tubuh dan frekuensi nafas yang cepat Tahap pertama kelahiran yang lama sehingga kelahiran tidak berlanjut

pada tahap kedua. Kurangnya kontraksi uterus dari induk saat partus sehingga fetus tidak

mampu keluar Kantong amnion yang masih utuh telah tampak pada vulva selama 2 jam

3.5.5 Diagnosa

Berdasarkan hasil anamnesa dan tanda klinis yang ditemukan, ternak sapi perah tersebut mengalami distokia, sehingga induk membutuhkan pertolongan tenaga ahli dengan penarikan paksa untuk mengeluarkan fetus.

3.5.6 Penanganan dan Terapi pasca penanganan

Melakukan penarikan fetus melalui jalan lahir menggunakan alat penarik fetus yang diaplikasikan saat melakukan pertolongan pada proses kelahiran

Infus 1 botol (400 ml) cofacalcium secara subkutan Pemberian Mono Propylene Glycol (MPG) yang dicampur air dengan

perbandingan 1 botol Mono Propylene Glycol (MPG) dengan 20 liter air

Antibiotik spektrum luas Pemberian multivitamin injeksi (Biosan Tp Inj) 20 ml

Page 23: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bulan Mei 2017 sapi perah milik PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan menunjukkan tanda-tanda ingin partus. Sapi perah digiring ke kandang sawdust pans (kandang melahirkan) dan dimasukkan ke kandang jepit. Dilakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah sapi tersebut mengalami distokia. Pemeriksaan pertama yang dilakukan yaitu mengukur suhu rektal dan frekuensi nafas dengan cara menghitung gerakan flank dan tulang rusuk yang bergerak simetris pada saat inspirasi. Hasil suhu rektal 40,2ºC dan frekuensi nafas 45x/menit. Suhu rektal terlihat mengalami peningkatan dan frekuensi nafas termasuk cepat atau berada diatas angka normal. Menurut Rosenberger (1979) suhu normal pada sapi yaitu 38ºC-39ºC dan biasanya mengalami peningkatan yaitu 0.5ºC-1ºC dalam kurun waktu 24 jam sebelum partus. Menurut Jackson dan Cockroft (2002) frekuensi nafas normal pada sapi dewasa adalah 15-35 kali per menit. Peningkatan frekuensi nafas disebabkan karena stres akibat usaha melakukan perejanan untuk partus.

Pemeriksaan kedua dilakukan anamnesa dengan bertanya ke paramedik. Menurut paramedik sapi yang menunjukkan tanda akan partus merupakan sapi dara yang pertama kali melahirkan dan sapi tersebut selalu dikandangkan selama bunting sehingga kurang exercise. Menurut Youngquist et al (2007) distokia pada ternak sapi bervariasi namun lebih umum terjadi pada sapi dara yang pertama kali melahirkan. Peters et al (2004) berpendapat bahwa sapi dara yang pertama kali melahirkan dan dikawinkan pada umur terlalu muda biasanya beresiko mengalami distokia, karena memiliki ukuran tulang pelvis yang masih kecil. Pelvis yang kecil adalah penyebab distokia kaitannya dengan disproposi fetopelvis dan diperburuk dalam kasus fetus lebih besar dari ukuran normal yang merupakan hasil perkawinan dengan pejantan yang besar. Pendapat lain yaitu menurut Hilton et al (2016) bahwa kurang exercise seperti kurang bergerak setiap hari pada sapi bunting juga berpotensi mengalami distokia. Melakukan banyak exercise dapat mempengaruhi tonus otot yang merupakan pendukung dalam proses partus.

Pemeriksaan ketiga yaitu dilakukan pemeriksaan fisik diantaranya inspeksi dengan melihat kondisi sapi secara umum dan mengamati perubahan tingkah laku sebelum partus, pada pemeriksaan ini teramati dengan durasi tiap 10 menit sapi gelisah dan menghentakkan kaki, dengan melakukan inspeksi induk sapi perah dibiarkan terlebih dahulu mengeluarkan fetus secara normal selama ±1 jam untuk melihat apakah induk memilki kemampuan untuk melakukan perejanan dalam mengeluarkan fetus. Pada proses kelahiran sapi, terlihat tanda klinis yaitu pada tahap pertama kelahiran yang lama dan tidak progresif sehingga kelahiran tidak berlanjut pada tahap kedua, terlihat kantong amnion divulva yang masih utuh dan tidak mengalami perejanan sehingga fetus tidak keluar. Menurut Peters et al (2004), kurangnya kontraksi uterus dari induk saat partus juga merupakan penyebab terjadinya distokia. Terkadang ketidakseimbangan hormonal dapat menyebabkan serviks tidak dilatasi sepenuhnya atau kontraksi uterus tidak cukup kuat . Tanda klinis sapi dapat dilihat pada tabel 1.

Page 24: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

14

Table 1 Tanda Klinis Gejala Penanganan

Sapi gelisah, menghentakkan kaki dan berkeliling

Dilatasi serviks dan kontrasi uterus

Diamati

Diamati

Kantong amnion keluar Diamati Kesulitan merejan Diamati

Ditunggu 1 jam pengeluaran fetus tetapi tidak ada tanda-tanda

partus

dilakukan penanganan distokia untuk membantu proses kelahiran

Gambar 8. Kantong amnion yang masih utuh tampak pada vulva

Berdasarkan pemeriksaan fisik, anamnesa, tanda klinis dan hasil inspeksi

maka sapi perah milik PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan didiagnosa mengalami distokia. Hal ini kemudian membuat dokter hewan yang bertugas menganjurkan untuk dilakukan tindakan untuk membantu proses kelahiran ternak sapi dikarenakan kondisi ternak yang tidak memungkinkan untuk menjalani kelahiran normal.

Proses pertolongan kelahiran sapi perah yang mengalami distokia di PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan dilakukan dengan cara pemecahan kantong amnion, kemudian melakukan palpasi vagina menggunakan gloves plastik yang sudah diberi antispetik. Menurut Phillips (2010) pemeriksaan spesifik yang terdiri dari pemeriksaan obstetrik terhadap saluran kelamin dan fetus perlu dilakukan sebelum memberi pertolongan yang tepat dalam kasus distokia. Pemeriksaan saluran kelamin dilakukan untuk mengetahui adanya trauma atau cacat pada saluran kelahiran yang menyebabkan induk tidak mampu melakukan perejanan dan pemeriksaan fetus lebih umum dilakukan untuk mengetahui posisinya. Pemeriksaan obstetrik dilakukan dengan cara vulva ternak hewan dan sekitarnya harus dicuci sampai benar-benar bersih dengan antiseptik. Ekor harus dipegang satu sisi oleh asisten. Operator harus mencuci dan melumasi lengannya dengan antiseptik sebelum melakukan pemeriksaan terhadap jalan lahir dan fetus (Kumar, 2009).

Page 25: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

15

Hasil palpasi menunjukkan tidak ada gangguan saluran reproduksi induk dan posisi fetus normal yaitu fetus pada presentasi longitudinal anterior, posisi dorsal dan postur kepala dan kaki-kaki depan terjulur mengarah ke caudal induk. Pertolongan dilakukan dengan penarikan paksa yaitu pengeluaran fetus dari induk melalui saluran kelahiran dengan menggunakan kekuatan atau tarikan dari luar. Penarikan paksa dilakukan karena kelemahan uterus dan fetus tidak menstimulasi perejanan. Tumpuan penarikan dilakukan pada tiga titik, yaitu kedua kaki depan dan kepala. Sesudah kepala dan kedua kaki depan melewati vulva, penarikan dilakukan terhadap kedua kaki yaitu pengikatan menggunakan tali pada bagian pergelangan kaki depan fetus, selanjutnya tali tersebut dikaitkan pada alat calf puller dan alat direbahkan ke arah panggul dan pada saat sapi merejan dilakukan penarikan secara hati-hati.

Calf puller merupakan alat yang didesain dari stainless steel yang sangat kuat dan praktis dan mempunyai fungsi untuk menarik pedet pada proses kelahiran yang sulit dari induk. Alat ini dilengkapi dengan tali temali yang diperlukan untuk mengikat kaki atau kepala dan saat menarik fetus dalam proses kelahiran, penarikan pedet secara ritmis memungkinkan pedet keluar secara perlahan sehingga induk terhindar dari rasa sakit berlebih dan meminimalisir sobeknya vulva atau vagina. Manfaat lain alat ini meminimalisir kelahiran dengan operasi sesar (caesaria section) pada sapi (Anonim1, 2017).

Pedet yang sudah lahir segera dipindahkan, kemudian lendir yang ada di

hidung dan mulut dibersihkan, pada potongan tali pusar pedet dioleskan larutan iodine untuk menghindari masuknya berbagai infeksi penyakit. Tindakan selanjutnya tubuh pedet diberi pakan Total Mix Ration (TMR) yaitu pakan yang sudah diolah dan dicampur dengan berbagai kandungan nutrisi, hal ini bertujuan agar naluri keibuan sapi muncul untuk menjilati anaknya. Menurut Bojrab et al (2014), jilatan induk pada pedet akan membantu untuk menstimulus gerak pernafasan dan merangsang peredaran darah.

Terapi yang diberikan pasca penanganan untuk induk sapi perah yang mengalami distokia di PT Ultra Peternakan Bandung Selatan yaitu pemberian 1 botol (400 ml) calciject untuk menghindari terjadinya hipokalsemia. Calciject merupakan Cairan injeksi steril untuk mengatasi kekurangan Calcium dan Magnesium, dimana tiap 400 ml mengandung 11,9 gr calcium dan 1,85 gr magnesium. Pemberian calciject dilakukan secara subkutan, menggunakan jarum

Gambar 9. Alat penarik fetus (anonim2, 2017)

Page 26: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

16

bersih dan steril. Selain pemberian calciject sapi juga diberi 20 liter air hangat ditambahkan dengan Mono Propylene Glycol (MPG). Mono Propylene Glycol (MPG) memiliki fungsi sama seperti glukosa yaitu untuk menyeimbangkan energi dan menambah asupan energi pada ternak setelah partus. Selain itu diberikan juga antibiotik spektrum luas (colibact bolus) sebanyak 2 bolus secara intra-uterina. Colibact bolus merupakan kombinasi antibiotik trimethoprim dan sulfadiazine yang bersifat bakterisidal yang efektif terhadap bakeri gram positif maupun gram negatif. Pemberian antibiotik berspektrum luas untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri sebagai akibat dari proses kelahiran yang tidak steril. Pengobatan lainnya yaitu pemberian multivitamin Biosan Tp Inj yang mengandung berbagai macam ATP dan vitamin diberikan 20 ml secara intramuscular. Hal ini sesuai dengan referensi menurut ASOHI (2013) bahwa Biosan Tp Inj bisa diberikan pada ternak seperti sapi untuk menjaga stamina tubuh dan menguatkan otot yang lemah akibat melahirkan sebanyak 20 ml/ekor sebanyak 3 kali sehari dan diberikan dengan interval waktu 2 – 5 hari. Pemberian Biosan Tp Inj merupakan terapi suportif yang bertujuan untuk peningkatan nafsu makan pada induk sapi pasca melahirkan karena biasanya sapi yang mengalami distokia tidak ada nafsu makan, untuk menstimulasi tubuh secara umum terutama pada tonus otot karena kelemahan setelah melahirkan, untuk meningkatkan daya tahan tubuh sapi sehingga memudahkan proses penyembuhan dan mengurangi adanya infeksi sekunder serta mencegah defisiensi vitamin.

Selain pemberian treatment pasca penanganan untuk induk sapi perah yang mengalami distokia di PT Ultra Peternakan Bandung Selatan dilakukan juga perbaikan manajemen dalam pemberian pakan. Pemberian pakan pada sapi perah di PT Ultra Peternakan Bandung Selatan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari dan pakan untuk sapi laktasi yang diberikan disebut Total Mix Ration (TMR) yaitu pakan yang sudah dicampur dengan berbagai bahan seperti hijauan, konsentrat, limbah pertanian, mineral, suplemen, kalsium yang diperoleh dari kapur mill, silase yang merupakan alternatif teknologi pengawetan pakan yang bertujuan untuk mempertahankan nilai nutrisi pakan serta urea untuk meningkatkan kualitas dan merubah struktur serat kasar menjadi bentuk yang mudah dicerna oleh rumen. Menurut Setiyono (2007), bahan pakan untuk sapi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu hijauan dan pakan tambahan (konsentrat). Untuk mendapatkan hasil produksi yang baik maka bahan pakan untuk sapi yaitu hijauan dan pakan tambahan (konsentrat) harus diberikan, karena diharapkan dari kedua macam bahan pakan ini kebutuhan protein dapat terpenuhi. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari. Campuran Total Mix Ration (TMR) untuk sapi perah laktasi di PT Ultra Peternakan Bandung Selatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Table 2 Pakan Total Mix Ration (TMR) untuk sapi laktasi (data PT. UPBS)

Bahan Kg Persentase Hijauan (Rumput Gajah) 5 11.98 %

Konsentrat 13.08 31.36 % Silase Jabon 18 43.14 %

Page 27: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

17

Suplemen (Molases) 2.2 5,27 % Rumput jerami 0.2 0.48 %

Urea 0.04 0.10 % Air 3 7,19 %

Kapur mill 0.1 0,12 %

Table 3 Kandungan konsentrat yang dicampurkan pada pakan sapi laktasi di PT.UPBS ( data PT.UPBS)

Konsentrat Kg

Rumput laut 65

Ground wheat 1305

DDGS 7325

Mix wheat 3950

Copra 1720

SBM 895

Biscuit 3075

M.tox 36

Levucel 0,6

Highfive 10

Selplex 2

Cupri 6

Setelah penanganan distokia, dilakukan pengamatan terhadap perkembangan

kondisi sapi selama 3 hari. Pengamatan terhadap perkembangan kondisi sapi dapat dilihat pada Tabel 4.

Table 4. Perkembangan kondisi sapi perah di PT Ultra Peternakan Bandung Selatan

Hari ke- Makan Minum Defekasi Urinasi Kondisi sapi

1 ++ ++ ++ ++ Kondisi baik, tidak terlihat

adanya plasenta

mengggantung pada vulva

dan sapi juga tidak

mengalami hipokalsemia

2 ++ ++ ++ ++ Keadaan sapi membaik

3 ++ ++ ++ ++ Keadaan sapi membaik,

makan dengan lahap, tidak

ada masalah

Keterangan: Sedikit : (+) , Normal : (++) , Banyak : (+++)

Dilihat dari Tabel 4 perkembangan kondisi sapi selama tiga hari cukup baik

dari hari kehari. Makan, minum, defekasi dan urinasi sapi normal. 3 jam setelah sapi melahirkan terlihat pengeluaran plasenta dan tidak ada kejadian

Page 28: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

18

hipokalsemia. Hipokalsemia yaitu suatu kejadian kelumpuhan yang terjadi sebelum, sewaktu atau beberapa jam sampai 72 jam setelah partus. Kejadian hipokalsemia bisa disebabkan karena stres akibat kesulitan saat melahirkan (distokia). Stres saat melahirkan dapat menyebabkan hormon tirokalsitonin yang mengatur glukosa usus dalam menyerap mineral kalsium dari pakan menurun dan mempengaruhi kadar kalsium dalam darah. Bila hormon tirokalsitonin menurun dapat diikuti menurunnya kadar kalsium dalam darah. Sapi Frisian Holstain salah satu jenis sapi perah yang paling sering menderita hipokalsemia. Sapi berumur 4 tahun dan produksi tinggi biasanya lebih rentan mengalami hipokalsemia, namun pada beberapa daerah ternyata penyakit ini ditemui juga pada sapi dara yang produksi tinggi dan terjadi ditengah-tengah laktasi (Achjadi, 2003).

Page 29: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

19

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Distokia merupakan suatu kondisi dimana pada stadium pertama kelahiran yaitu proses dilatasi serviks dan pada stadium kedua kelahiran yaitu pengeluaran fetus terjadi lebih lama dan kesulitan sehingga tidak mungkin bagi induk untuk mengeluarkan fetus sendiri. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, tanda klinis dan hasil inspeksi maka sapi perah milik PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan didiagnosa mengalami distokia. Pada kasus ini dilakukan penanganan dengan cara tarik paksa menggunakan alat calf puller. Sesaat setelah melahirkan pedet, induk sapi diberi infus 400 ml calciject secara subkutan, sapi diberi 20 liter air hangat ditambahkan dengan Mono Propylene Glycol (MPG). Selain itu diberikan juga antibiotik spektrum luas (colibact bolus) sebanyak 2 bolus secara intra-uterina. Pengobatan lainnya yaitu pemberian multivitamin Biosan Tp Inj yang mengandung berbagai macam ATP dan vitamin diberikan 20 ml Injeksikan secara intramuskular. Selain itu dilakukan juga perbaikan manajemen dalam pemberian pakan. Setelah penanganan distokia, dilakukan pengamatan terhadap perkembangan kondisi sapi selama 3 hari.

.

5.2 Saran

Sebaiknya lebih memperhatikan kondisi sapi dara (heifer) sebelum dikawinkan seperti bobot badannya, perkembangan tubuh dan kesehatannya juga harus baik. Perbaikan manajemen pemeliharan sapi perah yang bunting seperti tidak dikandangkan terus-menerus perlu diperhatikan agar bisa melatih otot-ototnya tetap kuat untuk persiapan partus.

Page 30: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

20

DAFTAR PUSTAKA

Abera Dessie. 2017. Management of Dystocia Cases in the Cattle: A Review. Journal of Reproduction and Infertility 8 (1): 01-09, 2017 Ethiopian Institute of Agricultural Research, Assosa, Ethiopia

Achjadi, K. 2003. Penyakit Gangguan Metabolisme. Handout Kuliah. Bagian Reproduksi dan Kebidanan. FKH-IPB

Anonim. 2002. Dystocia. http:// people. upei.ca/ lofstedt /public/chromosome.puzzle/images%20for%20chromosomes/private/vhm321/cases/bovine.cases/bov.dystocia.MS.c.html dipublikasikan pada tanggal 7 April 2002.

Anonim. 2010. Calving School Handbook. Beef Cattle Sciences, Oregon State University.

Anonim. 2011. Healthy Heifer: Causes & Effects Of Dystocia. http://www.cattlenetwork.com/recovered_articles/cn/healthy_heifer_causes__effects_of_dystocia_132082323.html. dipublikasikan pada tanggal 18 Oktober 2011

Anonim1. 2012. Colibact Bolus – Kemoteurapetika Bolus. http://duniahewan-

online.com/colibact-bolus-kemoteurapetika-bolus/ diposting pada tanggal

14 Agustus 2012.

Anonim2.2012. Dystocia. http://vetbook.org/wiki/cow/index.php?title=File:Dystocia01.jpg. diposting pada tanggal 31 Agustus 2012.

Anonim. 2015. How to Deliver a Calf in an Abnormal Presentation/Posture. Veterinary Disease Information Blog.

Anonim.2016. Breeds of Dairy Cattle. Dairy moos of a3 rd generation Ca dairy farmer.california

Anonim1. 2017. Alat-alat Peternakan dengan Prinsip Fisika Calf Puller. https://www.scribd.com/document/343071384/calf-puller-docx. Diakses pada tanggal 26 maret 2017.

Anonim2.2017. Vink Stainless Steel Calf Puller. https://www.enasco.com/product/Z49003N. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2017.

Arnott, G., D. Roberts, S.P. Turner, A.B. Lawrence and K.M.D. Rutherford, 2014. The Importance of the gestation period for welfare of calves:maternal stressors and difficult births. American Society of Animal Science, 90: 5021-5034

ASOHI. 2013. Indeks obat indonesia. Ed.IX. Gita Pustaka. Indonesia.

Page 31: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

21

Avet. 2014. Getting it right at calving. Irish Farmer Journal. https://www.farmersjournal.ie/getting-it-right-at-calving-a-vets-perspective-153956. diposting pada tanggal 30 Januari 2014

Blanchard et al. 2017. Reproduction: Dystocia. Three Hills Farm Bartlow Cambridge UK.

Bojrab, M.J., Waldron, D.R., dan Toombs, J.P. 2014. Current Techniques In Small Animal Surgery 5th Edition. Tenton New Media, Jackson, WY, USA.

Cady, R.A. 2009. Dystocia—Difficult Calving, What It Costs and How to Avoid

It. www.wvu.edu/~agexten/forglvst/Dairy/dirm20.pdf. Diakses pada 15 Januari 2014.

Dasrul,Drh. 2014. Distokia. Bahan ajar Ilmu Kebidanan dan Kemajiran. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Deutscher Gene H. And Donald B. Hudson.1988. Assisting the Beef Cow at Calving Time. Historical Materials from University of Nebraska-Lincoln Extension. Paper 322.

Gilbert, Ekman T dan Esteras 0. 2002. Retained Fetal Placenta and Dry Cow Therapy. J. Vet Mned (10-11): 277-282.

Hall, J.B., 2009. The cow-calf manager. Virgina Cooperative. Extention. http://www.ext.vt.edu/news/.

Hilton W. Mark and Bethany J. Funnell,. 2016. Management and Prevantion of Dystocia. Review Article. Veterinary Clinics of North America: Food Animal Practice, Volume 32, Issue 2, July 2016, Pages 511-522

Jackson PG, Cockroft PD. 2002. Clinical Examination of Farm Animals. University of Cambridge, UK http://www.wanfangdata.com.cn/NSTLHY_NSTL_HY323912.aspx. [13 Agustus 2009].

Jackson PGG. 2004. Handbook of Veterinary Obstetric. Elseiver Saunders Company.

Jackson, P, G. 2013. Handbook Obstetrik Veteriner. Edisi ke-2. Diterjemahkan oleh Aris Junaidi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Kementerian Pertanian Balai Besar Veteriner Lampung.2013. Calf Puller Sangat Membantu Kelahiran pada Sapi. Artikel. http://bvetlampung.ditjenpkh.pertanian.go.id/calf-puller-sangat-membantu-pertolongan-kelahiran-pada-sapi/ dipublikasikan pada tanggal 27 Oktober 2017.

Kumar, P., 2009. Applied Veterinary Gynacology and Obstetrics. 1sted. IBDC (International book distributing co.), Pp. 132-140.

Page 32: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

22

Lee Karen. 2016. How to Troubleshoot Difficult Calving. https://www.progressivedairycanada.com/topics/herd-health/how-to-troubleshoot-difficult-calvings. dipublikasiakn 29 Januari 2016

Manan D. 2002. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Aceh : Universitas Syah Kuala

Norman Scott. 2014. The Management Of Dystocia In Cattle. Senior Lecturer in Veterinary Reproduction. Charles Sturt University Wagga Wagga. https://www.researchgate.net/profile/Scott_Norman/publication/43460590_The_management_of_dystocia_in_cattle/links/02e7e53421e3c70a22000000/Themanagement-of-dystocia-in-cattle.pdf. diunduh pada tanggal 18 September 2017.

Peters A.R. and P.J.H. Ball . 2004. Reproduction in Cattle. 3nd edition. published by Blackwell Publishing Ltd, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK

Phillips, C.J.C., 2010. Principles of cattle production. 2nd ed. Cambridge: CABI., pp: 208-209.

Purohit, G.N., Solanki, K., Shekhar, C., Yadav, S.P. 2012. Prespectives of Fetal Dystocia in Cattle and Buffalo. Veterinary Science Development 2012; volume 2;e8

Pinterest. 2012. Dairy cow breeds.

https://www.pinterest.com/explore/2012/2017/dairy-cow-breeds diakses pada tanggal 17 Januari 2017.

Ratnawati, D. Pratiwi, W.C., dan Affandhy, L. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Grati (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

Roberts, S.J., 2004. Veterinary Obstetrics and genital diseases. 2nd ed. Satish Kumar Jain for CBS publishers & distributors pvt. Ltd., pp: 237-274.

Rosenberger G. 1979. Clinical Examination of Cattle. Berlin & Hamburg: Verlag Paul Parley.

Saber Walid. 2017. Dystocia in Cattle.Overview of the disease. Veterinary Medical Encyclopedia. All Rights Reserved. http://www.veterpedia.net/diseases-of-the-reproductive-system/1238 cattle/dystocia/overview-of-the-disease/1011-dystocia-in-cattle-overview-of-the-disease.html. diakses pada tanggal 19 September 2017.

Santosa, U. 2003. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Jakarta: Penebar Swadaya. hlm 23

Setiyono PBWHE, Suryahadi T, Torahmat, dan Syarief R. 2007. Strategi suplementasi protein ransum sapi potong berbasis jerami dan dedak padi. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peternakan 30(3): 207−217.

Toelihere, M.R. 2006. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Cetakan ke- 8. Univesitas Indonesia Press. Bogor.

Page 33: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

23

Wahab Mohamed. 2011. 5th Year Practical Revision Part 2 Fetal Presentation.Alexandria University Faculty of Veterinary Medicine Theriogenology Departement. http://www.slideshare.net/MohamedWahab2/5th-year-practical-revision-fetal presentations. dipublikasikan pada tanggal 7 juni 2011.

Whittier, W.D., Currin, N.M., Currin, J., Hall, J.B. 2009. Calving emergencies in beef cattle: identification and prevention. Virginia Cooperation Extension Publication. 400-018.

Youngquist, R.S. and W.R. Threlfall, 2007. Current Therapy in Large Animal theriogenology.2nded. London: Saunders Elsevier, pp: 310-333.

Page 34: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

24

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran Gambar Maldisposisi Fetus Penyebab Distokia

POSISI NORMAL

Page 35: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

25

Presentasi : Posterior Longitudinal Posisi : Dorso sacral Posture : Bilateral Hip Flexio

(Breech Presentation)

Presentasi : Longitudinal anterior Posisi : Dorso sacral Posture : Head neck flexion

posture ventral

Page 36: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

26

Presentasi : Longitudinal anterior

Posisi : Dorso sacral

Postur :Head neck flexion posture

dorsal

Presentasi : Ventro transversal presentation

Posisi : Chepalo pubic Postur : Dorsoilliaca

sinister/dexter

Page 37: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

27

Lampiran Foto Penanganan Kasus

.

Penarikan fetus yang masih di dalam

saluran kelahiran dengan mengikuti

perejanan dari induk

Penarikan fetus dengan perlahan-lahan

dimana kaki depan sudah keluar

Penarikan fetus dengan perlahan-lahan dimana kepala dan kaki sudah keluar

Page 38: PENANGANAN KASUS DISTOKIA PADA SAPI PERAH DI PT. …

28

Kondisi fetus yang sudah keluar

Air yang ditambahkan MPG

sebagai asupan energi induk

pasca melahirkan

Kalsium yang diberikan secara

subkutan

Multivitamin dan ATP