pemodelan peta rawan banjir rob di belawan
TRANSCRIPT
Jurnal Pembangunan Perkotaan
Volume 8, Nomor 1, Januari – Juni 2020 p-ISSN 2338-6754
e-ISSN 2581-1304 http://ejpp.balitbang.pemkomedan.go.id/index.php/JPP
23
PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN
Ahmad Bima Nusa1*, A. Perwira Mulia Tarigan2, Sirojuzilam3, Agus Purwoko4,
Novrizal Ardian Saputra5
1,3,4Program Studi Perencanaan Wilayah, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
2Program Studi Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 5Porgram Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
*Penulis Korespodensi : [email protected]
Abstrak
Belawan adalah kecamatan yang berada di pesisir utara kota Medan yang paling sering terdampak
banjir pasang (rob). Luas daratan yang terdampak banjir rob di kecamatan ini semakin lama semakin
luas. Oleh karenanya perlu adanya pemetaan terhadap tingkat kerawanan terjadinya banjir rob agar
upaya penanganan dan pencegahan dapat tepat sasaran. Tulisan ini mengalisis daerah rawan banjir
rob di Belawan yang dilakukan dengan menggunakan AHP (Analytic Hierarchy Process) dan SIG
(Sistem Informasi Geografis). Pemetaan zona kerawanan banjir rob banjir dikembangkan dengan
mengintegrasikan konsep AHP dan SIG berdasarkan 9 kriteria: 1. Elevasi. 2. Tata guna lahan. 3.
Slope. 4. Jenis tanah. 5. Jarak dari sungai. 6. Jarak dari laut. 7. Aspek. 8. Curah hujan. 9. Drainage
density. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa lebih dari 80% wilayah kecamatan Medan Belawan
berada pada kerentanan sedang, tinggi dan sangat tinggi. Validasi di lapangan menunjukkan bahwa
peta yang dihasilkan dari pemodelan memiliki tingkat akurasi yang cukup memuaskan yaitu mencapai
75%. Peta rawan banjir ini dapat menjadi dasar dalam perencanaan mitigasi banjir rob di Kota
Medan.
Kata kunci: Model, Banjir Rob, Kerawanan, Analytic Hierarchy Process, GIS.
PENDAHULUAN
Belawan adalah salah satu kecamatan yang
terletak di Utara kota Medan yang memiliki luas ±
21,82 km². Permasalahan yang sering terjadi adalah
ancaman terhadap banjir pasang/banjir rob. Kejadian
banjir rob ini mengganggu keseimbangan ekosistem
yang ada di Belawan, tidak hanya unsur fisik yang
terganggu namun juga mengganggu aktivitas sosial
dan ekonomi sehingga kesejahteraan penduduk
mengalami penurunan. Oleh sebab itu, dibutuhkan
kajian yang mendalam untuk menghadapi ancaman
genangan banjir rob.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya banjir rob antara lain: (1) Adanya
perbedaan elevasi dimana daratan lebih rendah
daripada permukaan air laut pada saat pasang. (2)
Penurunan tanah eksisting yang menyebabkan
elevasinya berada di bawah muka air laut pasang. (3)
Sedimentasi pada sungai yang dapat mengakibatkan
berkurangnya kapasitas sungai tersebut, sehingga air
akan meluap dan mencari tempat yang lebih rendah.
(4) Bertambahnya tinggi permukaan air laut akibat
pemanasan global. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan dari berbagi sumber, bahwa permukaan air
laut secara global mengalami kenaikan dalam setiap
setiap tahunnya (Gambar 1).
Gambar 1. Kenaikan muka laut
Sumber: http://sealevel.colorado.edu/
24 Jurnal Pembangunan Perkotaan 8 (1) (2020) : 23-32
(5) Faktor manusia, seperti pembuangan
sampah sembarangan pada sungai dan perencanaan
sistem drainase yang tidak tepat serta diperparah lagi
dengan tidak dirawatnya sistem drainase tersebut
penggunaan lahan secara tidak langsung dapat
memperparah terjadinya banjir rob. (6) Curah hujan
yang tinggi dapat juga memperparah terjadinya banjir
rob.
Wilayah Utara kota Medan terdiri dari 3
kecamatan, yaitu Kecamatan Medan Belawan,
Kecamatan, Kecamatan Medan Labuhan dan
Kecamatan Medan Marelan. Fokus analisis pada
tulisan dilakukan di Kecamatan Medan Belawan untuk
menentukan zona rawan banjir rob.
Ada dua macam Multi-criteria decision making
(MCDM) yang sering dpakai dalam pengambilan
alternatif keputusan, Multiple Objective Decision
Making (MODM) dan Multiple Attribute Decision
Making (MADM) dimana Analytic Hierarchy Process
(AHP) adalah salah satu metode dari MADM
(Rahardjo et al., 2004). Analisis ini secara prinsip
memberikan seperangkat alternatif yang akan
dievaluasi para stakeholder berdasarkan kriteria-
kriteria yang bertentangan dan tidak seimbang. Dari
kriteria-kriteria tersebut harus dapat diukur sehingga
mempunyai nilai yang nantinya secara perhitungan
dapat menghasilkan nilai akhir yang menunjuk kepada
alternatif sebagai keputusan yang terbaik. Metode
AHP telah banyak digunakan pada berbagai bidang
pekerjaan, seperti contohnya untuk menentukan
kontraktor sebuah pekerjaan konstruksi (Al-Harbi,
2001), penilaian kesesuaian lahan (Agarwal et al.,
2013; Aydi et al., 2016; Chabuk et al., 2017; Gumusay
et al., 2016; Kamali et al., 2015; Khodaparast et al.,
2018), perencanaan tata ruang wilayah perkotaan
(AHAKILI, 2016), manajemen sumber daya air
(Calizaya et al., 2010; Chowdary et al., 2013),
pemetaan wilayah banjir & resikonya (Ouma and
Tateishi, 2014; Papaioannou et al., 2015), pencemaran
lingkungan (Serbu et al., 2016).
Tahapan dalam AHP secara garis besar dapat
dibagi dalam 2 tahapan yaitu structuring dan
assessment. Tahapan structuring adalah proses
menstrukturkan alur pengambilan keputusan
berdasarkan komponen AHP, yaitu: menentukan
tujuan dari keputusan yang akan diambil, menentukan
kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan yang
ditentukan oleh para ahli yang ditunjuk, stakeholder
yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan
ini atau dapat juga dari referensi/ penelitian ilmiah
yang sesuai, serta menentukan alternatif-alternatif
keputusan yang tersedia dan paling mendekati kriteria-
kriteria yang dibutuhkan. Tahapan assessment adalah
tahap pemberian nilai atau bobot terhadap variabel,
sub-variabel, dan alternatif. Pemberian bobot ini dapat
berupa direct Assessment atau pemberian bobot secara
langsung, verbal Assessment, pemberian bobot
berdasarkan persepsi penilaian atasan terhadap
beberapa variabel.
Kriteria-kriteria pada AHP dalam penelitian ini
ditentukan dari studi literatur, jurnal-jurnal ilmiah
serta juga berdasarkan hasil diskusi dengan para ahli
yang berkompeten di bidangnya. Beberapa jurnal
ilmiah yang direview adalah jurnal ilmiah yang
menggunakan metode AHP dengan topik yang
berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Ouma dan
Tateishi (Ouma and Tateishi, 2014) yang menganalisa
tingkat kerentanan terhadap resiko banjir
menggunakan AHP dan menggambarkan dalam
sebuah peta dengan GIS dan Papaioannou
(Papaioannou et al., 2015) menganalisa area dengan
potensi resiko banjir menggunakan AHP dan GIS.
Dari berbagai review jurnal ilmiah dan diskusi
dengan para ahli, maka diputuskan bahwa kriteria
AHP untuk penentuan model pemetaan rawan banjir
rob di Belawan:
1. Elevasi; Kriteria ini merupakan kriteria yang
paling penting, karena karakteristik banjir rob akan
menggenangi area dengan elevasi lebih rendah dari
muka air pasang. 2. Tata guna lahan; Kriteria ini
berkaitan dengan penggunaan lahan yang terdampak
oleh banjir rob tersebut. Karena banjir rob akan
berdampak sangat besar, baik dari segi material
maupun imaterial, apabila mengenai daerah yang
digunakan sebagai pemukiman yang padat penduduk.
Namun dampak tersebut akan lebih kecil apabila
banjir rob terjadi pada lahan kosong atau daerah yang
tidak memiliki fungsi. 3. Slope; Sama dengan elevasi
dimana kriteria ini juga salah satu faktor yang
mempengaruhi resiko terkena banjir rob. Hal itu
karena banjir rob akan lebih mudah masuk ke area
yang cenderung lebih datar. 4. Jenis tanah; Kriteria
ini memperhatikan kadar lempung dan pasir pada areal
dimana kadar pasir yang yang tinggi dapat
mempercepat proses penyusutan banjir. 5. Jarak dari
sungai; Kriteria ini berkaitan dengan banjir rob yang
tidak hanya diakibatkan dari luapan air laut pasang,
namun banjir tersebut dapat terjadi akibat luapan air
sungai. Hal ini dimungkinan akibat lebar sungai yang
menyempit atau sedimentasi dasar sungai akibat dari
pembuangan sampah sembarangan. 6. Jarak dari
laut; Kriteria ini sama seperti halnya juga jarak dari
sungai. Semakin jauh daerah tersebut dari garis pantai
maka akan menurunkan tingkat kerawanan terkena
banjir rob. 7. Aspek; Kriteria ini aspek ini
menganalisa arah kemiringan dari suatu lokasi.
Misalnya di daerah pinggir sungai yang memiliki arah
kemiringan/ aspek kearah pemukiman sekitarnya,
apabila terjadi banjir rob dari luapan air sungai maka
banjir tersebut akan mengalir kearah pemukiman
disekitarnya sesuai dengan arah kemiringan/aspek
pada daerah tersebut. Begitupun sebaliknya, apabila
daerah dipinggir sungai tersebut memiliki arah
kemiringan/ aspek kearah sungai, maka luapan air
sungai tidak akan berdampak luas. 8. Curah hujan;
Kriteria ini berkaitan dengan daerah yang jauh dari
garis pantai yang dapat terkena banjir rob akibat
luapan dari sungai/paluh. Salah satu penyebab
meningkatnya debit air sungai adalah dari curah hujan.
Pemodelan Peta Rawan Banjir Rob di Belawan 25
Ahmad Bima Nusa, A. Perwira Mulia Tarigan, Sirojuzilam, Agus Purwoko, Novrizal Ardian Saputra
Sehingga analisa terhadap tingkat curah hujan
disebuah wilayah menjadi sangat penting, karena
dapat meningkatkan kerawanan sebuah daerah
terhadap banjir rob. 9. Drainage density; Kriteria ini
berkaitan erat dengan drainase apakah tidak berfungsi
dengan baik seperti tersumbat akibat pembuangan
sampah sembarangan ataupun tidak memiliki drainase.
METODE Penelitian ini dilakukan di 3 kecamatan salah
satunya adalah kecamatan Belawan dengan 6
kelurahan yang terdampak banjir rob (Tabel 1) dengan
menggunakan metode Purposive Sampling yang
merupakan jenis penelitian kuantitatif yang deskriptif.
Penelitian ini dilakukan dalam satu wilayah dan waktu
tertentu, guna mendapatkan gambaran menyeluruh
tentang daerah yang berpotensi (rawan) banjir rob di
wilayah Utara kota Medan. Data yang digunakan
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang secara langsung didapatkan di lokasi
penelitian, baik melalui pengukuran, pengambilan
contoh/sampel, pengamatan maupun wawancara
dengan responden. Penelitian ini juga menggunakan
DEM (Digital Elevation Model) yang diolah dan
divisualisasikan dengan menggunakan aplikasi GIS.
Untuk data sekunder bersumber dari beberapa instansi
yaitu: Badan Pusat Statistik (BPS) kota Medan, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) kota
Medan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) Prov. Sumatera Utara, Dinas
Kehutanan Prov. Sumatera Utara dan instansi-instansi
lain yang terkait.
Tabel 1. Kecamatan Medan Belawan
Kelurahan Luas Wilayah
(Km2)
Belawan I 1,1
Belawan II 1,75
Belawan Bahari 1,03
Belawan Bahagia 0,54
Belawan Sicanang 15,1
Bagan Deli 2,3
21,82
Sumber : BPS, 2017
Secara sistemstis bagan alur penelitian ini
bias dilihat skema pada Gambar 2.
Gambar 2. Bagan Alur Penelitian
Agar dapat dilakukan perhitungan AHP,
selanjutnya kriteria-kriteria diberi nilai bobot. Dalam
menentukan penilaian bobot ini melibatkan para ahli
dari bidang akademisi dengan cara mengisi kuisioner
perbandingan antar kriteria, seperti yang ditunjukkan
pada contoh Gambar 3. Penilaian bobot antar kriteria
dilakukan dengan membandingkan tingkat intensitas
kepentingan antara 2 kriteria berdasarkan penilaian
yang digunakan adalah skala dasar dari Saaty (Saaty,
2008) yaitu dengan membagi menjadi 9 skala,
Tabel 2. Skala penilaian antar kriteria
Intensitas
Kepentingan Keterangan
1 Sama pentingnya
2 Kurang penting
3 Cukup penting
4 Cukup lebih penting
5 Kepentingannya tinggi
6 Kepentingannya lebih tinggi
7 Sangat penting
8 Amat sangat penting
9 Paling penting
Sumber: Saaty, 2008
Pengumpulan Data
Survey
Analisis AHP dan GIS
Literatur Wawancara
Pemodelan Peta Rawan Banjir Rob
di Belawan
FGD dan Pembobotan AHP
26 Jurnal Pembangunan Perkotaan 8 (1) (2020) : 23-32
Analisa yang dihasilkan melalui AHP ini
nantinya akan dilakukan` analisis spasial
menggunakan Geographic Information System (GIS)
dengan tahapan sebagai berikut:
1. Proses digitasi peta menggunakan GIS; Peta
yang diperoleh harus dipastikan dapat diolah
dengan menggunakan software GIS. Dengan
syarat adalah:
a. Peta tersebut merupakan file dengan format
GIS (.shp).
b. Peta tersebut memuat keterangan yang
dibutuhkan, seperti nama kecamatan,
penggunaan lahan dan lain sebagainya.
c. Peta yang akan diolah harus sesuai dengan
kondisi real di lapangan.
2. Klasifikasi parameter pada peta eksisting;
Untuk merubah parameter yang ada pada peta
eksisting menjadi nilai agar dapat diolah secara
aritmatik dalam perhitungan AHP diperlukan
klarifikasi peta. Penentuan klasifikasi ini
dilakukan melalui diskusi bersama para ahli yang
berkompeten dengan membagikan 5 tingkat
resiko yang memiliki skor serta warna yang
berbeda. Pengklasifikasian tiap kriteria
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi Parameter
Tingkat kerawanan banjir rob Skor Notasi warna
Sangat rendah 1 Hijau tua
Rendah 2 Hijau muda
Sedang 3 Kuning
Tinggi 4 Jingga
Sangat tinggi 5 Merah
3. Pembuatan grid area 10 m x 10 m; Pada
penelitian ini, lokasi penilaian dibagi menjadi
area-area atau grid dengan ukuran 10 m x 10 m
dibantu dengan menggunakan software QGIS dan
MapInfo. Dasar pertimbangan untuk penentuan
dimensi tersebut, antara lain:
a. Untuk memberikan penilaian keputusan zona
rawan banjir rob dapat rasional dan sesuai
dengan kondisi lapangan.
b. Luas area dengan 100 m2 diasumsikan
kurang lebih sama dengan luas area yang
dibutuhkan untuk hunian per satu keluarga.
c. Penentuan ukuran juga mempertimbangkan
kemampuan maksimal dari hardware untuk
mengolah data GIS
4. Penggabungan semua peta dan penskoran
AHP; Tahapan ini untuk memproses integrasi
AHP dan GIS dengan menjumlahkan nilai (hasil
perkalian skor grid dengan bobot AHP) pada grid
dengan posisi yang sama dari semua kriteria.
Setelah terbentuk peta zona rawan banjir rob,
maka selanjutnya harus dilakukan proses verifikasi
yaitu untuk menguji kebenaran dari zonasi tersebut.
Proses verifikasi ini dilakukan dengan mengambil
langsung bukti berupa citra atau foto pada kondisi real
dilapangan. Untuk mendeteksi banjir dengan analisis
gambar, pada beberapa studi literatur umumnya terdiri
dari tiga cara, yaitu: (a) penggunaan gambar dari
satelit; (b) penggunaan gambar dari kamera tetap di
tanah; dan (c) penggunaan gambar dari pesawat
terbang atau unmanned aerial vehicle (UAV) atau
yang biasa kita kenal dengan drone. Dengan
mempertimbangkan akurasi data, biaya dan
fleksibilitas, maka metode UAV adalah metode yang
relatif lebih murah, lebih fleksibel namun dapat
menghasilkan akurasi gambar yang baik, bahkan
dalam kondisi cuaca buruk (Popescu et al., 2017).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan nilai-nilai skala perbandingan
antar kriteria yang telah disepakati, maka disusun
dalam tabel matriks yang selanjutnya dilakukan
dengan AHP yaitu pada Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6
(Saputra et al., 2020)
Tabel 4. Matriks Perbandingan Antar Kriteria
Kriteria El Sl As JDL JDS TGL CH DD JT
El 1 3 4 2 1 3 4 5 5
Sl 0,33 1 2 0,5 0,5 0,5 2 4 4
As 0,25 0,5 1 0,25 0,25 0,33 2 2 2
JDL 0,5 2 4 1 1 2 4 5 5
JDS 1 2 4 1 1 2 4 5 5
TGL 0,33 2 3 0,5 0,5 1 3 3 3
CH 0,25 0,5 0,5 0,25 0,25 0,33 1 2 2
DD 0,2 0,25 0,5 0,2 0,2 0,33 0,5 1 1
JT 0,2 0,25 0,5 0,2 0,2 0,33 0,5 1 1
Ʃ = 4,07 11,5 19,5 5,9 4,9 9,83 21 28 28
Sumber: Hasil perhitungan, 2019
Pemodelan Peta Rawan Banjir Rob di Belawan 27
Ahmad Bima Nusa, A. Perwira Mulia Tarigan, Sirojuzilam, Agus Purwoko, Novrizal Ardian Saputra
Tabel 5. Bobot Kriteria
Kriteria Bobot
Elevasi (El) 0,234
Slope (Sl) 0,099
Aspek (As) 0,058
Jarak dari laut (JDL) 0,181
Jarak dari sungai (JDS) 0,194
Tata guna lahan (TGL) 0,117
Curah hujan (CH) 0,050
Drainage density (DD) 0,033
Jenis tanah (JT) 0,033
Sumber: Hasil perhitungan, 2019
Tabel 6. Nilai Priority Vector Pada Tiap Kriteria
Kriteria Priority
vector
El 2,108
Sl 0,890
As 0,522
JDL 1,627
JDS 1,750
TGL 1,055
CH 0,448
DD 0,300
JT 0,300
Ʃ = 9,000
Uji Konsistensi AHP
Setelah didapatkan nilai bobot semua kriteria, maka
dilakukan uji konsistensi AHP dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Menghitung perkalian matrik antara bobot dan
skor kriteri.
Hasil yang diperoleh
[ 2,2030,9060,5321,6891,8071,1040,4530,3060,306]
2. Hasil perkalian matriks tiap kriteria dibagi lagi
dengan bobot dari kriteria tersebut, yaitu:
9,409 9,348 9,097
9,158 9,293 9,177
9,179 9,417 9,177
3. Dengan menjumlahkan semua hasil, maka
diperoleh nilai 𝜆𝑚𝑎𝑥 = 9,251
4. Nilai indeks konsistensi / consistency index (CI) =
0,031
5. Nilai konsistensi acak / random consistency (RI) =
1,45.
6. Nilai rasio konsistensi / consistency ratio (CR) =
0,021
Hasil perhitungan uji konsistensi AHP di atas,
didapatkan nilai CR (0,021) < 0,1 sehingga analisa
AHP ini dapat dinyatakan konsisten.
Hasil Skor dan Klasifikasi dengan Gis
Klasifikasi 5 tingkat disesuaikan ke dalam
sebuah notasi tingkatkan dan warna yang dapat dilihat
pada Tabel 3.
(a) (b) (c)
28 Jurnal Pembangunan Perkotaan 8 (1) (2020) : 23-32
Gambar 3. Peta Hasil Klasifikasi Tiap Kriteria: (a) Elevasi, (b) Slope, (c) Aspek, (d) Jarak Dari Laut,
(e) Jarak Dari Sungai, (f) Tata Guna Lahan, (g) Curah Hujan, (h) Drainage Density, (i) Jenis Tanah
Berdasarkan hasil yang di dapat dari AHP dan
GIS maka pada Gambar 3(f), klasifikasi area
pemukiman di Belawan sebahagian berada pada
daerah dengan elevasi rendah dilihat pada dilihat dari
warna merah dan jingga . Hasil klasifikasi slope pada
Gambar 3(b), area kecamatan Belawan mayoritas
memiliki tingkat resiko tinggi, karena kondisi lahan
yang sebagian besar mempunyai kemiringan rendah.
Pada Gambar 3(h). drainage density kecamatan
Belawan juga sebagian cukup tinggi. Gambar 3(e)
menunjukkan bahwa area ini dilalui di kecamatan
Belawan cukup banyak anak sungai. Untuk kondisi
curah hujan yang tinggi pada Gambar 3(g)
menyebabkan air pasang yang bergerak ke darat
tertahan aliran air yang bersumber dari hujan deras
sehingga kondisi ini yang menyebabkan banjir rob.
Gambar 3(i), kondisi tanah pada daerah kecamatan
Belawan justru dengan kondisi mayoritas sedang
tetapi akibat jenuh, maka tanah tidak lagi mampu
untuk menyerap air dan hal ini semakin meningkatkan
resiko banjir rob.
(d) (e)
(g) (h)
(f)
(i)
Pemodelan Peta Rawan Banjir Rob di Belawan 29
Ahmad Bima Nusa, A. Perwira Mulia Tarigan, Sirojuzilam, Agus Purwoko, Novrizal Ardian Saputra
Gambar 4. Peta Zona Rawan Banjir Rob
Hasil analisa dari Gambar 4 menunjukkan bahwa lebih
dari 80% Belawan berada pada tingkat kerawanan
yang sedang, tinggi, dan sangat tinggi banjir rob.
Berdasarkan validasi lapangan, akurasi dari peta yang
dihasilkan memberikan tingkat ketelitian mencapai
73% yang dianggap cukup memuaskan mengingat
keseluruhan data yang digunakan merupakan data
sekunder. Selanjutnya peta hasil pemodelan ini dapat
digunakan sebagai dasar kebijakan dalam upaya
mitigasi banjir rob di Kota Medan. Strategi banjir rob
yang diusulkan di sini dapat berjenjang sesuai dengan
tingkat kerawan banjir robnya. Strategi mitigasi berat,
yang lebih bercirikan kepada pendekatan hard
structures dari pada soft structures, ditujukan untuk
zona dengan tingkat kerawanan sangat tinggi dan
tinggi. Strategi mitigasi moderat, yang bercirikan
kepada pendekatan berimbang antara hard structures
dan soft structures, ditujukan untuk zona dengan
tingkat kerawanan sedang dan rendah. Sedangkan
strategi mitigasi ringan, yang lebih bercirikan kepada
pendekatan soft structures dari pada hard structures,
ditujukan untuk zona dengan tingkat kerawanan
sangat rendah.
KESIMPULAN
Dari hasil dan analisa yang telah dilakukan
pada penelitian ini, maka ada beberapa poin
kesimpulan yang dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Model Pemetaan rawan banjir di kecamatan
Belawan dapat dilakukan secara rasional dan
konsisten berdasarkan AHP dengan
mempertimbangkan aspek teknis berupa elevasi,
slope, aspek, jarak dari laut, jarak dari sungai,
curah hujan, jenis tanah dan drainage density, dan
juga dengan aspek sosial lingkungan berupa tata
guna lahan.
2. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa lebih dari
80% Belawan berada pada tingkat kerentanan
sedang, tinggi dan sangat tinggi banjir rob.
3. Dari hasil penskoran daerah rawan banjir rob
pada tingkat kelurahan, diketahui bahwa untuk
daerah yang paling rawan terkena banjir rob
dengan parameter luas area yang beresiko tinggi
dan sangat tinggi di Kecamatan Medan Belawan
adalah:
a. Kelurahan Pulau Sicanang.
b. Kelurahan Bagan Deli
30 Jurnal Pembangunan Perkotaan 8 (1) (2020) : 23-32
4. Hasil validitas pengecekan akurasi dari pemetaan
menunjukkan bahwa 73% data sesuai dengan
kondisi di lapangan.
5. Ada 3 alternatif strategi mitigasi banjir rob yang
diusulkan berdasarkan tingkat kerawanan banjir
rob yaitu: strategi mitigasi berat untuk zona
dengan tingkat kerawanan sangat tinggi dan
tinggi, strategi mitigasi moderat untuk zona
dengan tingkat kerawanan sedang dan rendah, dan
strategi mitigasi ringan untuk zona dengan tingkat
kerawanan sangat rendah.
Berdasarkan dari hasil yang diperoleh, maka
ada beberapa rekomendasi yang menjadi
pertimbangan dalam mengambil kebijakan:
1. Tindakan penanganan banjir rob dapat
diprioritaskan pada daerah-daerah sesuai peta
zona rawan banjir rob pada penelitian ini.
2. Pada daerah dengan tingkat rawan sedang hingga
tinggi, perlu dilakukan sosialisasi dari pemerintah
daerah kepada masyarakat setempat mengenai
kerugian akibat banjir rob agar masyarakat
setempat dapat lebih menjaga lingkungan dan
tidak bertindak yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya banjir rob pada wilayah tersebut.
3. Perlu perhatian yang sangat serius dari
Pemerintah terkait rawan banjir rob ini terutama
pada Kota Belawan dan dapat diprediksi jika
persoalan ini tidak segera diatasi, maka pada
tahun 2100 Kota Belawan akan tergenang
seluruhnya.
4. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan
menambahkan faktor penurunan tanah dan iklim.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
yang telah memberikan dana beasiswa pada program
studi Doktoral Perencanaan Wilayah di USU Medan.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, E., Agarwal, R., Garg, R., Garg, P., 2013.
Delineation of groundwater potential zone: An
AHP/ANP approach. Journal of earth system
science 122, 887–898.
Ahakili, B., 2016. Metode Multi Criteria Planning Of
Urban Infrastructure System (Mcpuis) Dalam
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Perkotaan.
Jurnal Technopreneur (JTech) 4, 43–51.
Al-Harbi, K.M.A.-S., 2001. Application of the AHP in
project management. International journal of
project management 19, 19–27.
Aydi, A., Abichou, T., Nasr, I.H., Louati, M., Zairi,
M., 2016. Assessment of land suitability for
olive mill wastewater disposal site selection by
integrating fuzzy logic, AHP, and WLC in a
GIS. Environmental monitoring and
assessment 188, 59.
Calizaya, A., Meixner, O., Bengtsson, L., Berndtsson,
R., 2010. Multi-criteria decision analysis
(MCDA) for integrated water resources
management (IWRM) in the Lake Poopo
Basin, Bolivia. Water Resources Management
24, 2267–2289.
Chabuk, A.J., Al-Ansari, N., Hussain, H.M.,
Knutsson, S., Pusch, R., 2017. GIS-based
assessment of combined AHP and SAW
methods for selecting suitable sites for landfill
in Al-Musayiab Qadhaa, Babylon, Iraq.
Environmental Earth Sciences 76, 209.
Chowdary, V., Chakraborthy, D., Jeyaram, A.,
Murthy, Y.K., Sharma, J., Dadhwal, V., 2013.
Multi-criteria decision making approach for
watershed prioritization using analytic
hierarchy process technique and GIS. Water
resources management 27, 3555–3571.
DetikNews, 2012. Selain Supermoon, Banjir Rob di
Medan juga Disebabkan Curah Hujan Tinggi
[WWW Document]. news.detik.com. URL
https://news.detik.com/berita/d-
1912589/selain-supermoon-banjir-rob-di-
medan-juga-disebabkan-curah-hujan-
tinggi?_ga=2.5504054.4473571.1564980712-
994419755.1527820920
Gumusay, M.U., Koseoglu, G., Bakirman, T., 2016.
An assessment of site suitability for marina
construction in Istanbul, Turkey, using GIS and
AHP multicriteria decision analysis.
Environmental monitoring and assessment 188,
677.
Kamali, M., Alesheikh, A.A., Khodaparast, Z.,
Hosseinniakani, S.M., Borazjani, S.A.A., 2015.
Application of delphi-AHP and fuzzy-GIS
approaches for site selection of large extractive
industrial units in Iran. Journal of Settlements
and Spatial Planning 6, 9.
Khodaparast, M., Rajabi, A.M., Edalat, A., 2018.
Municipal solid waste landfill siting by using
GIS and analytical hierarchy process (AHP): a
case study in Qom city, Iran. Environmental
earth sciences 77, 52.
Kurniawan, L., 2014. Kajian Banjir Rob di Kota
Semarang (Kasus Dadapsari). Alami 8.
Marfai, M.A., King, L., Sartohadi, J., Sudrajat, S.,
Budiani, S.R., Yulianto, F., 2008. The impact
of tidal flooding on a coastal community in
Semarang, Indonesia. The Environmentalist 28,
237–248.
Ouma, Y.O., Tateishi, R., 2014. Urban Flood
Vulnerability and Risk Mapping Using
Integrated Multi-Parametric AHP and GIS:
Methodological Overview and Case Study
Assessment, Water, 6, 1515–1545.
Papaioannou, G., Vasiliades, L., Loukas, A., 2015.
Multi-criteria analysis framework for potential
flood prone areas mapping. Water resources
management 29, 399–418.
Pemodelan Peta Rawan Banjir Rob di Belawan 31
Ahmad Bima Nusa, A. Perwira Mulia Tarigan, Sirojuzilam, Agus Purwoko, Novrizal Ardian Saputra
Popescu, D., Ichim, L., Stoican, F., 2017. Unmanned
aerial vehicle systems for remote estimation of
flooded areas based on complex image
processing. Sensors 17, 446.
Rahardjo, J., Yustina, R., Stok, R.E., 2004. Penerapan
Multi-Criteria Decision Making Dalam
Pengambilan
Keputusan Sistem Perawatan. Jurnal Teknik Industri
2, 1–12.
Saaty, T.L., 2008. Decision making with the analytic
hierarchy process. International journal of
services sciences 1, 83–98.
Santama, J., 2017. Banjir Rob 50 Cm di Belawan
Sumut, Ratusan Rumah Terendam [WWW
Document]. news.detik.com. URL
https://news.detik.com/berita/d-
3485681/banjir-rob-50-cm-di-belawan-sumut-
ratusan-rumah-
terendam?_ga=2.253377292.4473571.1564980
712-994419755.1527820920
Saputra, N. A., Tarigan, A. P. M, dan Nusa, A. B.,
2020. Penggunaan Metode AHP dan GIS
Untuk Zonasi Daerah Rawan Banjir Rob di
Wilayah Medan Utara. Media Komunikasi
Teknik Sipil, Volume 26, No. 1, 2020, 73-82.
Serbu, R., Marza, B., Borza, S., 2016. A spatial
Analytic Hierarchy Process for identification of
water pollution with GIS software in an eco-
economy environment. Sustainability 8, 1208.
32 Jurnal Pembangunan Perkotaan 8 (1) (2020) : 23-32