pemeriksaan fisik saraf.docx
TRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh
terhadap organ lainnya. Secara spesifik sistem saraf merupakan suatu
sistem protektif dari rangsangan yang membahayakan, dapat
menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya untuk
menghasilkan respon tubuh dan sebagai sistem komunikasi untuk
mengirimkan informasi ke otak. Pemeriksaan neurologik merupakan
suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk
mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Pemeriksaan ini
membutuhkan ketelitian dan pengalaman, yang terdiri dari sejumlah
pemeriksaan yang spesifik.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan melihat
riwayat penyakit pasien dan kondisi fisiknya. Otak dan medula spinalis
tidak dapat dilihat, diiperkusi, dipalpasi ataupun diauskultasi seperti
sistem lainnya dalam tubuh. Agar pemeriksaan neurologis dapat
memberikan informasi yang akurat, maka perlu di usahakan kerja sama
yang baik antara pemeriksa dan pasien dan pasien diminta untuk
kooperatif (Brunner, 2001).
Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala
pasien, dan pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada anggota
keluarga pasien, akan memfokuskan pemikiran pemeriksa,
mengarahkan pemeriksaan fisik dan menjadi kunci pemeriksaan
diagnostik. Hubungan erat antara gejala neurologik dan gejala penyakit
medis lainnya memerlukan evaluasi medis yang lengkap dan akurat.
Pengaturan pemeriksaan neurologis sangat penting dalam mengikuti
suatu urutan pemeriksaan tertentu sehingga tenaga medis dapat
mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen
selanjutnya yang belum diperiksa (Price dan Wilson, 2006)
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan Umum makalah ini adalah mengetahui macam-macam teknik
pemeriksaan fisik sistem neuro.
1.2.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui status kesehatan neurologis pasien
2. Sebagai alat untuk menegakkan diagnosa
3. Mengetahui berbagai teknik pemeriksaan fisik sistem persarafan
4. Mengetahui hasil normal dan abnormal pemeriksaan fisik
5. Mengetahui macam-macam pemeriksaan fisik pada sistem persarafan
1.3 Implikasi dalam keperawatan
Sistem persarafan merupakan suatu sistem pengontrol seluruh sistem
tubuh manusia sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara
menyeluruh dan teliti.Pemeriksaan fisik neurologi dilakukan secara
akurat oleh perawat sebagai upaya mengetahui fungsi fisiologis dan
patologis pasien, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
secara tepat, cepat dan efisien. Pengamatan dapat diperoleh dari
respon pasien maupun perilaku pasien. Peran perawat memberikan
penyuluhan dan perubahan kebutuhan pasien sehingga diharapkan
dapat membantu mengurangi kesulitan gerak motorik halus maupun
sensorik.
Pemeriksaan secara tidak tepat dapat berdampak buruk pada pasien
sebab diagnosa yang dibuat berdasarkan pemeriksaan tersebut akan
menjadi fatal sehingga perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara cermat
untuk mengurangi kesalahan dalam pemeriksaan fisik.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian sistem saraf
Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling
berhubungan, sangat khusus dan kompleks untuk mengkoordinasikan,
mengatur dan mengendalikan interaksi antara seorang individu dengan
lingkungan sekitarnya. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neoron) dan
sel-sel penyokong (neuroglia dan sel schawnn) yang saling berkaitan
dan terintegrasi satu sama lain (Price dam Wilson, 2006).
2.2 Pengertian pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis adalah suatu proses yang membutuhkan
ketelitian dan pengalaman yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada
fungsi yang sangat spesifik. Meskipun pemeriksaan neurologis sering
terbatas pada pemeriksaan yang sederhana, namun pemeriksaan ini
sangat penting dilakukan oleh pemeriksa, sehingga mampu melakukan
pemeriksaan neurologis dengan teliti dengan melihat riwayat penyakit
dan keadaan fisik lainnya. Banyak fungsi neurologik paisen yang dapat
dikaji selama pengkajian riwayat dan pengkajian riwayat fisik rutin. Salah
satuya adalah mempelajari tentang pola bicara, status mental, gaya
berjalan, cara berdiri, kekuatan motorik,dan koordinasinya. Aktivitas
sederhana yang dapat memberikan informasi banyak bagi orang yang
melakukan pengkajian adalah saat berjabat tangan dengan pasien
(Smeltzer dan Bare, 2002).
BAB 3. KAJIAN TEORI
Pemeriksaan fisik neuro terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan
berdasarkan dari pemeriksaan imobilitas sampai pemeriksaan mobilitas,,
antara lain.1. Pemeriksaan GCS
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan. Perubahan tingkat kesadaran
dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena
berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam
rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan
adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami
injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan
angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Penurunan
tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran
dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia),
kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok), penyakit
metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis), dehidrasi,
asidosis, alkalosis, pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan,
hipertermia, hipotermia, peningkatan tekanan intrakranial (karena
perdarahan, stroke, tomor otak), infeksi (encephalitis), epilepsi.
Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:1. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil
subjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale).
GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka
mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami
cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.1. Membuka mata (E)
Spontan : 4
Dengan diajak bicara : 3
Rangsang nyeri : 2
Tidak ada respon : 11. Respon verbal (V)
Terdapat kesadaran dan orientasi : 5
Disorientasi waktu : 4
Berkata tanpa arti : 3
Hanya menegrang : 2
Tidak ada suara : 11. Respon motoik (M)
Sesuai perintah : 6
Lokalisir nyeri : 5
Menghindari nyeri : 4
Fleksi abnormal : 3
Ekstensi abnormal : 2
Tidak ada gerak : 1
Jika nilai GCS:
14-15 : cedera kepala ringan
9-13 : cedera kepala sedang
3-8 : cedera kepala berat
1. Inspeksi
Pemeriksaan secara inspeksi dilakukan dengan menggunakan system
penglihatan pengamat yang memprioritaskan posisi tubuh bayi dan
anak. Posisi telungkup menjadi posisi yang digunakan saat menentukan
normal dan abnormal tubuh bayi. Posisi normal pada bayi yaitu saat
posisi telungkup, kepala dapat menyentuh meja, serta tangan bayi
menggenggam dengan posisi tungkai pada keadaan fleksi.
Beberapa pemeriksaan fisik secara inspeksi dapat diketahui posisi
abnormal pada bayi, yaitu :1. Frog Posture
Keadaan posisi tubuh bayi saat tangan bayi tampak lemas disamping
tubuhnya dengan posisi terbuka (tidak menggenggam).1. Hemiplegi
Suatu keadaan dimana salah satu sisi tubuh bayi fleksi dan yang lainnya
tampak ekstensi lemah.1. Hipototoni
Suatu keadaan dimana posisi bayi tertelungkup dengan posisi tangan
dan tungkai terletak lurus diatas meja. Kadangkala hal tersebut
menunjukkan bahwa bayi kemungkinan mengalami gangguan SSP
(system saraf pusat).
1. Pemeriksaan bahasa dan bicara
Salah satu pemeriksaan yang perlu diperhatikan pada saat pasien
berbicara dan menangkap inti pembicaraan sebab hal ini menjadi fungsi
hemisfer dominan. Hemisfer kiri adalah bagian yang dominan untuk
berbicara yang pada umumnya terjadi pada pengguna tangan kanan
dominan, sebagian juga pada orang kidal.
Beberapa gangguan bicara dapat menandakan adanya gangguan pada
system neuronya. Ada 3 jenis gangguan yang dapat dikategorikan
gangguan bicara, yaitu:1. Disartria adalah suatu gangguan yang menyerang system otot bicara
sehingga terjadi penurunan kemampuan artikulasi, enumerasi, dan irama bicara. Misalnya saat pasien diminta untuk menirukan kata “endokarditis” maka dapat diperkirakan pasien tidak dapat menirukan kata tersebut. Penurunan fungsi otot bicara tersebut dapat disebabkan oleh sklerosis amiotropik lateral, paralisis pseudobulbar, atau miastenia gravis.
2. Disfonia adalah suatu gangguan pada suara, atatu vokalisasi. Berbeda dengan disartia yang terdeteksi disebabkan oleh gangguan neuro, pada disfonia juga dapat disebabkan non-neurologis tetapi penyebab neurologisnya yaitu cedera saraf rekuren laringeus dan tumor otak. Karakteristik penderita disfonia adalah pasien diminta untuk mengucapkan kata “E” maka suara pasien terdengar parau dan kasar.
3. Afasia merupakan suatu istilah yang menyebutkan adanya hilangnya kemampuan untuk memahami, mengeluarkan dan menyatakan konsep bicara. Afasia dibagi menjadi 2 yaitu afasia motorik yang merupakan istilah hilangnya suatu konsep pemikiran seseorang yag tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata atau tulisan serta afasia sensorik merupakan hilangnya kemampuan untuk memahami suatu percakapan. Karakteristik penyebab afasia adalah adanya gangguan serebrovaskular yang mengenai arteria serebri media.
1. Pemeriksaan status dan fungsi mental
Pada pemeriksaan ini lebih menunjukkan fungsi neuro bagian korteks
yang lebih tinggi termasuk memberikan suatu alas an pada setiap kasus
yang dialami, menggunakan abstraksi, membuat perencanaan, dan
memberi penilaian.
Pemeriksaan status dan fungsi mental memiliki hubungan dengan
pemeriksaan bahasa sebab pemeriksaan bahasa merupakan modal
fungsi korteks. Perubahan perilaku seseorang berkaitan dengan
disfungsi otak organic, maka dari itu perawat perlu memeriksa riwayat
keluarga pasien untuk menentukan penyebab perilaku yang
berhubungan dengan status mental pasien.
Pemeriksaan mental pasien dapat dievaluasi dengan cara memeinta
pasien menyebutkan 6 digit nomor yang sebelumnya telah ditentukan
oleh pemeriksa serta pasien dapat diminta menyebutkan 6 macam
Negara yang berbeda. Hal tersebut dapat menentukan status dan fungsi
mental pasien.
1. Pemeriksaan motorik
Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara
formal dan biasnya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak
atas dan bawah. Uji kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak
yang sudah dapat mengerjakan instruksi pemeriksa dan kooperatif.
Pada bayi dan anak yang tidak dapat kooperatif hanya dapat dinilai
kesan keseluruhannya saja.1. Respon traksi
Pada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum duduk maka dia
terlebih dulu harus mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot
lehernya. Sejak lahir sampai usia 2 bulan, kepala anak akan tertinggal
apabila kita mengangkat anak tersebut pada kedua tangannya dari
posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut dengan head leg. Salah
satu tes untuk mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher dan kepala
adalah respon traksi.
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi supinasi, kemudian pemeriksa memegang
kedua tangan bayi pada pergelangan tangan, secara perlahan-lahan
anak ditarik sampai pada posisi duduk. Kemudian dievaluasi
kemampuan bayi dalam mengontrol posisi leher dan kepalanya. Apabila
kepala masih tertinggal di belakang pada saat bayi posisi duduk maka
head leg-nya positif (masih ada), tapi apabila bayi mampu mengangkat
kepalanya pada saat posisi duduk maka head leg-nya negatif
(menghilang). Head leg harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3
bualn. Apabiala setelah 3 bulan masih didapat head leg yang positif,
maka harus dicurigai adanya kemungkinan hipotoni, kelainan SSP atau
prematurasi.1. Suspensi ventral
Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura
thoraks, kontrol tangan dan kaki terhadap gravitasi.
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa
menyanggah badan bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan
normal, posisi kepala akan jatuh ke bawah ± membentuk sudut 45° atau
kurang dari posisi horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi, tangan
fleksi pada siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi
pada sendi lutut. Dengan bertambahnya usia, posisi kepala terhadap
badan bayi akan semakin lurus (horizontal). Pada bayi hipotoni, leher
dan kepala bayi sangat lemas sehingga pada tes suspensi ventral akan
berbentuk seperti huruf “U” terbalik. Sedangkan pada bayi palsi serebral,
tes suspensi ventral akan menunjukkan posisi hiperekstensi.
Tonus otot yaitu retensi yang terdeteksi oleh pemeriksa saat
menggerakkan sendi secara pasif, tonus otot sering kali terganggu jika
terdapad gangguan sistem saraf. Otot dapat diamati untuk melihat
adanya tanda-tanda kelemahan, fasikulasi, atau kontraktur. Kekuatan
otot dapat diperiksa dengan membandingkan otot satu sisi dengan otot
sisi lainnya.
Perubahan fungsi motorik:Gangguan otot Tanda klinis Gangguan neurologisDistonia Posisi bagian-bagian tubuh
bertahan dengan keadaan abnormal dengan sedikit
Gangguan ekstrapiramidal, penyakit
tahanan sewaktu delakukan gerakan pasif
wilson,neuropati venotiazin, infeksi virus pada otak
ParatoniaTahanan terhadap gerakan pasif pada seluruh gerakan
Penyakit lobus frontalis
Kekakuan deserebrasi
Ektensi dan pronasi lengan dan pronasi dari tungkai
Cedera otak berat di atas spons
HipotoniaPeningkatan macam gerak sendi Gangguan sereberal
Hemibalismus
Gerakan unilateral, mengenal bagian yang berlawanan dengan lesi, gerakan sendi proksimal yang kasar dan mengayun
Penyempitan pembuluh darah otak mengenai nukleus subtalamikus
Tremor Rimik involunterLesi pada jaras sereberal
1. Pemeriksaan Tanda Meningeal
1. Kaku duduk
Posisikan tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang
sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan
agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya
tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak
dapat mencapai dada. Normalnya dagu pasien akan menempel di dada
dan tidak ada tahanan.1. Brudzinsky I
Letakkan satu tangan perawat di bawah kepala pasien dan tangan lain
di dada pasien untuk mencegah badan tidak terangkat kemudian kepala
pasien di fleksikan ke dada secara pasif. Brudzinsky akan positif bila
kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut1. Brudzinsky II
Tanda Brudzinsky II positif bila fleksi klien pada sendi panggul secra
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan
lutut.1. Tanda Kerniq
Pasien diposisikan telentang, kemudian fleksikan tungkai atas agak
lurus lalu luruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normalnya dapat
membentuk sudut 135 terhadap tungkai bawah.1. Pemeriksaan Refleks
1. Reflek superfisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat goresan yang membentuk segi empat dibawah xifoid.
2. Refleks tendon dalam dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon biseps, trisep, patela dan achiles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi sendi siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku), patela (terjadi ekstensi sendi lutut )dan pada achiles (terjadi fleksi plantar kaki) apabila hiperfleks apabila hiporefleks apabila terjadi kelainan pada lower motor neuron.
3. Refleks patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara menggores permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya positif apabila terjadi reaksi ekstensi ibu jari.
Refleks Metode pengkajian Temuan yang lazim Refleks tendon dalam
Biseps
Fleksikan lengan bawah anak. Letakkan ibu jari perawat di atas ruang antekubiti dan ketuk dengan palu refleks.
Lengan bawah sedikit fleksi
Triseps
Tekuk lengan anak pada siku sambil menopang lengan bawah. Ketuk tendon triseps di atas siku.
Lengan bawah sedikit ekstensi
brakioradialis
Letakkan lengan dan tangan anak pada posisi relaks dengan telapak tangan di bawah. Ketuk radius 2,5 cm diatas pergelangan tangan.
;engan bawah flesi dan telapak tangan mengangkat keatas.
Patella
Dudukan anak di atas meja atau pangkuan orang tua dengan tungkai fleksi dan tergantung. Ketuk tendon patela tepat di bawah tempurung lutut.
Tungkai bawah ekstensi
Achiles Dudukan anak di atas meja atau pangkuan orang tua dengan
Plantar fleksi kaki (menunjuk ke bawah)
tungkai fleksi dan topang kaki dengan pelan ketuk tendon achiles
Refleks superfisial
Abdomen
Gores kulit ke arah umbilikus. Kaji refleks di empat kuadran. Refleks abdominal mungkin tidak dijumpai pada 6 bulan pertama.
Umbilikus bergerak ke arah stimulus
kremasterik Gores paha bagian dalam atas
Testis tertarik ke dalam kanalis inguinalis
Anus Rangsang kulit di area perianal
Terjadi kontraksi sfingter anus yang kuat.
Refleks bayi (automatisme)
Refleks DeskripsiMetode pengkajian Makna temuan
Berkedip
Di jumpai pada tahun pertama kehidupan
Sorotkan cahaya ke mata
Jika refleks ini tidak dijumpai maka menunjukan adanya kebutaan
Tanda babinski
Jari kaki mengembang dan ibu jari kaki dorsofleksi. Dijumpai sampai umur 2 tahun
Gores telapak kaki sepanjang tepi terluar, dimulai dari tumit
Pengembangan jari kaki dan ibu jari kaki dorsofleksi.
Merangkak
Bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan dan kaki bila di letakkan pada abdomen
Letkakkan bayi tengkurap di atas permukaan yang rata
Ketidaksimetrisan gerakan menunjukan gangguan neurologi
Menari atau melangkah
Kaki bayi bergerak ke atas dan kebawah bila kaki sedikit disentuhkan ke permukaan yang keras.
Pegang bayi sehingga kakinya sedikit menyentuh permukaan yang keras
Refleks yang menetap melebihi 4-8 minggu merupakan keadaan abnormal
Dijumpaiselama 4-8 minggu pertama
Ekstruksi
Lidah ekstensi ke arah luar bila di sentuh. Di jumpai dampai umur 4 bulan
Sentuh lidah dengan ujung spatel lidah
Ekstensi lidah yang persisten menunjukkan down syndrom.
Galant’s
Punggung bergerak ke arah samping bila di stimulasi
Gores punggung bayi sepanjang sisi tulang belakang dari bahu sampai ke bokong
Tidak adanya reflek menunjukan adanya gangguan
Moro’s
Lengan ekstensi, jari- jari mengembang, kepala terlempar ke belakang, tungkai sedikit ekstensi. Lengan kembali menggenggam. Tulang dan ekstremitas bawah ekstensi.
Ubah posisi bayi secara tiba-tiba atau pukul meja
Refleks menetap lebih dari 4 bulan menunjukan kerusakan otak. Menetap lebih dari 6 bulan sangat menunjukan kerusakan otak. Respon yang tidak simetris menunjukan hemiparesis, fraktur klavikula. Tidak adanya respon pada ekstremitas bawah menunjukan dislokasi pinggul kongenital atau cedera medula spinalis bagian bawah
Neck righting Bila bayi terlentang, bahu dan badan kemudian pelvis berotasi ke arah dimana bayi
Letakkan bayi dalam posisi telentang coba menarik perhatian bayi dari satu sisi
Tidak ada reflek/ reflek yang menetap lebih dari 10 bulan menunjukan gangguan pada
berputar. Di jumpai selama 10 bulan pertama sistem syaraf pusat
Menggenggam
Jari-jari bayi melengkung di sekitar jari yang diletakkan di telapak tangan bayi dari sisi ulnar. Refleks ini menghilang pada umur 3-4 bulan
Letakkan jari di telapak tangan bayi dari sisi ulnar
Fleksi yang tidak simetris menunjukan paralisis. Reflek menggenggam yang menetap menunjukan gangguan srebral
Rooting
Bayi memutar pada pipi yang di gores. Refleks ini menghilang pada umur 3-4 bulan, tetapi bisa menetap hingga umur 12 bulan, khususnya selama tidur
Gores sudut mulut bayi atau garis tengah bibir
Tidak adanya refleks menunjukan gangguan neurologi yang berat
Kaget (startle)
Bayi mengekstensikan dan memfleksikan lengan dalam berespon terhadap suara yang keras. Tangan tetap rapat. Refleks ini akan menghilang setelah umur 4 bulan
Bertepuk tangan dengan keras
Tidak adanya refleks menunjukan kerusakan pendengaran
Mengisap
Bayi mengisap dengan kuat dalam berespon terhadap stimulasi
Berikan botol atau dot
Refleks yang lemah atau tidak ada menunjukan keterlambatan perkembangan atau abnormalitas neurologi
Tonic neck Bayi melakukan Putar kepala Dinggap tidak
perubahan posisi bila kepala di putar ke satu sisi. Lengan dan tungkai akstensi ke arah sisi putaran kepala dan fleksi pada sisi yang berlawanan. Normalnya refleks ini tidak terjadi setiap kali kepala di putar. Tampak pada usia kurang lebih 2 bulan dan menghilang pada umur 6 bulan
dengan cepat ke satu sisi
normal jika respon terjadi setiap kali kepala di putar. Jika menetap menunjukan kerusakan serebral mayor
Tambahan Kajian Kelompok :
1. Anamnese
Wawancara berfungsi untuk mengumpulkan data terkait kesehatan pasien.
Pengumpulan data ini bisa diperoleh dari pasien maupun dari pihak keluarga pasien.
Aspek-aspek yang dikaji antara lain:
Keluhan Utama
Hal-hal yang dapat di kaji yaitu nyeri, vertigo,masalah pengelihatan, penciuman,
menelan, sulit berbicara,gagguan eliminasi pernapasan, sirkulasi, suhu tubuh,
seksualitas, dan emosi. Pengumpulan data-data tersebut dapat menggunakan pola
PQRST.
1. Riwayat penyakit dahulu
Dalam mengumpulkan data tentang riwayat penyakit dahulu, perawat dapat
menanyakan apakah pasien pernah mengalami cedera kepala, stroke, pembedahan,
dan lain sebagainya.
1. Obat-obatan
Perawat dapat menanyakan mengenai penggunaan obat-obatan yang dapat
mengganggu sistem syaraf
1. Riwayat kesehatan keluarga
Perawat dapat menanyakan mengenai adanya anggota yang menderita penyakit terkait
sistem persyarafan, hipertensi, atau stroke.
1. Pola pemeliharaan kesehatan
Perawat dapat mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari
pasien, pola rekreasi, gizi, pola pemecahan masalah.
1. Konsep diri
Perawat dapat mengkaji mengenai kemampuan pasien dalam merawat diri,
mewujudkan peranan yang diharapkan, memenuhi kebutuhan seksualnya.
1. Pertimbangan perkembangan
Aspek ini ditujukan terutama pada usia Lansia dan anak-anak. Pada pasien anak atau
bayi dapat ditanyakan kepada orang tua pasien mengenai adakah faktor risiko yang
dialami selama kehamilan, adakah keluarga yang memiliki gangguan persyarafan,
bagaimana perkembangan motorik dan kognitif anak, dan lain sebagainya.