pembuatan sosis
TRANSCRIPT
PEMBUATAN SOSIS (SAUSAGE) SKALA INDUSTRI
Makalah
disusun untuk memenuhi tugasmata kuliah Teknologi Fermentasi
oleh
Rahmat Darma Wansyah1105105010013
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH2013
I. PENDAHULUAN
Salah satu teknologi pengolahan daging adalah dengan cara fermentasi
menggunakan bantuan bakteri. Daging fermentasi memiliki manfaat yang lebih
baik jika dibandingkan dengan olahan daging segar lainnya. Daging fermentasi
bermanfaat meningkatkan kesehatan dengan jalan meningkatkan jumlah bakteri
baik dalam saluran pencernaan. Maka dari itu mengkonsumsi daging fermentasi
dapat menhindarkan kita dari berbagai macam penyakit terutama penyakit yang
berhubungan dengan saluran pencernaan. Aneka olahan daging fermentasi
diantaranya beberapa sosis seperti salami, bologna dan paperoni.
Sosis merupakan salah satu makanan daging olahan yang terkenal di
berbagai negara, termasuk Indonesia. Bisa dikatakan bahwa sosis merupakan
produk olahan daging giling. Atau bisa juga dikatakan bahwa sosis adalah
makanan sehat yang dibuat dari daging cincang yang dibumbui dan dibentuk
menjadi bulat panjang. Rasanya yang enak, praktis, dan kandungan gizi yang
dimiliki sosis adalah alasan mengapa sosis menjadi salah satu menu favorit.
Kata “sosis” berasal dari Bahasa Latin, salsus, yang berarti garam. Hal ini
berkaitan dengan proses pembuatan sosis. Daging yang menjadi bahan pembuat
sosis diawetkan melalui penggaraman. Selain itu, penambahan garam pada sosis
bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dan kapasitas pengikatan air (water
holding capacity) sebagai bahan pengembang protein dan pelarut protein daging.
Sosis terbuat dari daging (ayam, sapi, kambing, atau ikan) dan organ-organ
lain dari hewan yang dihaluskan dan dicampur dengan bumbu. Adonan daging
lunak ini kemudian dimasukkan ke dalam selongsong, baik yang terbuat dari
bahan alami seperti usus hewan maupun selongsong sintetis. Bahan lain yang
ditambahkan pada sosis biasanya adalah garam, karbohidrat, fosfat, pengawet
(nitrit/nitrat), asam askorbat, zat warna, dan isolat protein.
Pembuatan sosis sudah ada sejak zaman dahulu. Namun, proses
pembuatannya jauh lebih sederhana daripada saat ini. Daging cukup digiling,
dihaluskan, dan diberi bumbu. Kemudian, diaduk dan dicampur dengan lemak dan
dibungkus dengan selongsongnya yang merupakan selongsong alami berupa usus
kambing atau sapi. Pada saat ini sosis sudah diproduksi dengan beragam jenis.
Rata-rata sosis diberi nama berdasarkan nama kota atau asal daerah produksi
sosis. Misalnya, sosis berliner yang diproduksi dari Berlin, braunschweiger yang
berasal dari Brunswich, Genoa Salami berasal dari Genoa, Getuburg berasal dari
Gethenburg, Bologna berasal dari Bologna, dan Frankfuther berasal dari
Frankfurt.
Sosis tersedia dalam berbagai bentuk, rasa, dan kombinasi daging serta
bumbunya. Pada umumnya, sosis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sosis siap
makan (matang) dan sosis tidak siap makan (segar). Sosis matang biasanya dibuat
dari daging yang telah dikuring sebelum digiling. Penguringan adalah sebuah cara
mengolah daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti bumbu-bumbu,
gula, dan bahan pengawet. Semua jenis sosis dalam kelompok ini (kecuali sosis
fermentasi), dalam proses pembuatannya, dimasak terlebih dahulu, baik dengan
cara direbus atau dipanggang di oven atau tempat pengasapan.
Sosis siap makan dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu sosis matang dan
sosis fermentasi. Sosis matang terdiri dari dua jenis, yaitu sosis yang diproduksi
dengan cara diasap atau sosis yang dibuat dengan cara direbus. Sosis fermentasi
biasanya teksturnya kering, diasap, dan belum terlalu matang. Bakteri yang
digunakan dalam proses fermentasi ini adalah bakteri Pediococcus sp dan
Lactobacillus sp.
Sementara itu, sosis segar atau yang tidak siap makan biasanya tidak
dikuring. Karena itu, sosis jenis ini sebaiknya disimpan di kulkas dan harus
dimasak terlebih dahulu sebelum disajikan.
Berdasarkan pengolahannya sosis digolongkan ke dalam 5 jenis.
1. Cooked sausage
Terbuat dari daging sapi segar, yang diolah dengan cara dimasak. Sosis jenis
ini dapat langsung dikonsumsi, tetapi untuk menjaga cita rasa, biasanya sosis
dihangatkan terlebih dahulu. Dapat disimpan dalam kulkas selama 7 hari setelah
kemasan dibuka.Contoh: braunschweiger, veal sausage, dan liver sausage.
2. Cooked smoked sausage
Sosis ini hampir sama jenisnya dengan sosis masak, hanya saja setelah
matang, sosis kemudian diasap atau dipanggang. Dapat dikonsumsi dalam bentuk
hangat dan dingin. Untuk menjaga kesegarannya dapat disimpan dalam
kulkas.Contoh: bologna, kielbasa, dan wieners.
3. Fresh sausage
Dikenal juga dengan sebutan sosis mentah. Harus dimasak hingga matang,
tidak dapat hanya dihangatkan seperti sosis pada umumnya. Sosis ini hanya
mampu bertahan 3 hari di kulkas.Contoh: boerwors, italian pork, fresh beef
sausage.
4. Fresh smoked sausage
Ini adalah sosis segar yang langsung diasap, tanpa harus direbus terlebih
dahulu. Setelah diasap sosis dapat langsung disimpan dalam kulkas, tetapi tetap
harus dimasak sebelum menikamtinya.Contoh: mettwurst dan roumanian sausage.
5. Dry sausage
Proses pembuatan sosis ini lebih sulit dibandingkan sosis umumnya karena
melalui proses pengeringan. Kelebihan dari jenis sosis satu ini adalah ia dapat
bertahan lama di kulkas, meski tak disimpan difreezer. Contohnya salami.
II. PEMBAHASAN
2.1 Persiapan Bahan Baku
2.1.1 Bahan Baku Utama
Dalam melakukan produksi sosis, digunakan bahan baku seperti daging sapi,
ayam dan ikan. Adapun penggunaan bahan baku tersebut harus memenuhi standar
mutu yang telah ditentukan.Bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Daging Sapi
Daging sapi yang digunakan adalah daging sapi local dan daging sapi impor
dari Australia dan New Zealand. Penggunaan daging impor tersebut
mempertimbangkan dari nilai ekonomisnya, serta mutu yang continue.
Berdasarkan kualitas dan kegunaannya daging sapi dikelompokkan ke dalam 3
kelompok mutu yaitu :
a. Kualitas istimewa
Daging yang masuk dalam kelompok ini memiliki serat-serat yang halus,
lemak yang dikandung tidak banyak dan teksturnya empuk. Oleh karena itu,
daging ini merupakan daging yang paling tinggi kualitasnya. Daging ini biasanya
dipasarkan dalam bentuk daging segar, yang termasuk di antaranya bagian fillet
dan sirloin.
b. Kualitas Sedang
Daging kualitas sedang memiliki serat yang lentur dan empuk, daging yang
termasuk bagian ini adalah daging paha atas (top side), paha dalam (inside), paha
belakang dan rusuk. Daging dengan kulitas ini biasa digunakan untuk produk
delicatessen.
c. Kualitas Menengah
Daging kualitas diambil dari bagian tubuh yang selalu bergerak sehingga
serabut dagingnya lebih keras, urat dan lemak diperbolehkan dalam batas
tertentu. Bagian dari daging ini meliputi Brisket (dada) dan Frank (perut) dan
dapat juga dimasukkan bagian shank hasil trimming dan jenis-jenis daging
sebelumnya.
Pada pembuatan sosis, jenis daging yang digunakan adalah jenis daging
Menengah Apabila daging tersebut tidak langsung digunakan untuk produksi
sosis maka disimpan dalam gudang bahan baku (-20ºC). Sedangkan untuk daging
yang langsung diolah dilakukan proses thawing terlebih dahulu. Adapun daging
yang digunakan dalam pembuatan sosis telah dicek kualitasnya oleh bagian
Quality Control di tempat penerimaan bahan baku. Apabila daging tersebut tidak
memenuhi standar maka akan ditolak.
II.1.2 Bahan Baku Pembantu
Bahan baku pembantu untuk pembuatan sosis sangatlah penting digunakan
dalam proses pembuatan sosis karena dapat membantu terbentuknya emulsi atau
adonan sosis, memperbaiki tekstur dan penampakan, serta sebagai penyedap.
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan baku pembantu dalam pembuatan sosis.
1. Emulsi Sosis
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua
cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang
lain. Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase
diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase
kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi
dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang
terdispersi (Soeparno,1994).
2. Air
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang
ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk
meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, menggantikan sebagian
air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut
dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein
larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga
temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan
curing (Soeparno,1994). Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah
air yang ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Menurut Kramlich
(1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es
sebanyak 20-30%. Penambahan es juga berfungsi untuk mencegah agar suhu
adonan tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan emulsi dapat
terjaga.
3. Garam
Garam berfungsi untul memberikan citarasa dan sebagai pengawet. Garam
merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet,
penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik
medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya.
Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan
protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada
sosis sekitar 1-5%.
4. Sodium Trifosfat (STPP)
Penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering
rata-rata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi
kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan
(Wilson et al.,1981). Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk
meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan
daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing
tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari
0.5 %.
Wilson et al. (1981) mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam sistem
pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan
kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam
produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan
memperlambat oksidasi.
5. Lemak
Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis. Kadar lemak
berpengaruh pada keempukan da jus daging. Emulsi dari lemak sapi cenderung
lebih stabil karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Sosis
masak harus mengandung lemak tidak lebih dari 30 %. (Kramlich,1971).
6. Bahan pengikat
Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas
emulsi, meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi
pengerutan selama pemasakan serta mengurangi biaya formulasi. Bahan pengikat
adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging
dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat mempunyai protein yang tinggi. Contoh
dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein kedelai serta skim bubuk.
(Soeparno,1994).
7. Penyedap dan bumbu
Penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang
ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada
produk tersebut. Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam
pembuatan sosis (Soeparno, 1994). Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan
aroatik yang telah dikeringkan dan biasanay sudah dalam bentuk bubuk (Rust,
1987). Penambahn bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukkan untuk
menambah/meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain menambah flavor,
dalam beberapa hal bumbu juga bersifat bakteriostatik dan antioksidan (Pearson
dan Tauber, 1984 ).
8. Selongsong sosis
Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis.
Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan,
pembungkus selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display
selama diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis
(Pearson dan Tauber,1984). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam
selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu:
1) selongsong yang terbuat dari usus hewan,
2) selongsong yang terbuat dari kolagen,
3) selongsong yang terbuat dari selulosa,
4) selongsong yang terbuat dari plastik,
5) selongsong yang terbuat dari logam.
10. Tepung Tapioka
Tepung Tapioka berfungsi sebagai bahan pengisi yang dapat menambah daya
ikat dari suatu adonan sehingga akan mengembangkan hasil dari masakan, biaya
murah, mengikat banyak air sehingga daging dapat bersatu (Person dan Tauber,
1984) dan juga dapat mempengaruhi tekstur sehingga mudah dipotong.
11. Zat Warna
Zat warna yang digunakan merupakan zat warna makanan yang terdiri dari 2
jenis yaitu oleoresin paprika dan tartrazine. Adapun tujuan dari penambahan zat
warna ini adalah untuk memperbaiki warna makanan yang memudar selama
proses pengolahan dan penyimpanan.
2.1.3 Kultur Starter
Kultur starter adalah strain mikroorganisme yang telah diseleksi dan
diketahui dapat melakukan aktivitas metabolisme yang dapat memperbaiki
karakteristik bahan yang difermentasi. Biasanya jumlah bakteri terkontrol yang
dtambahkan ke dalam makanan mentah.
Bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah bakteri
Pediococcus sp dan Lactobacillus sp. Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai
kultur starter harus dapat memenuhi kriteria yaitu mampu bersaing dengan
mikroorganisme lain, memproduksi asam laktat secara cepat, mampu tumbuh
pada konsentrasi garam kurang dari 6%, mampu bereaksi dengan dengan
konsentrasi kurang dari 100 mg/kg, mampu tumbuh pada suhu antara 15-40˚C,
termasuk bakteri homofermentatif, tidak menghasilkan peroksida dalam jumlah
besar, dapat mereduksi nitrit dan nitrat, dapat meningkatkan flavour produk akhir,
tidak memproduksi senyawa asam amino, dapat membunuh bakteri pembusuk dan
patogen, dan bersifat sinergis dengan senyawa starter lain (Vernam dan
Sutherland, 1995).
II.2 Peralatan-peralatan yang Digunakan
Berikut ini adalah beberapa peralatan yang biasanya terdapat di dalam suatu
industri sosis.
1. Receiving Raw Meat Room
Merupakan suatu ruangan tempat penerimaan raw material, inspeksi
terhadap jenis, kuantitas dan mutu dari raw meat.
2. Storage Room
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan raw material
(daging).Ruang penyimpanan dikondisikan dengan suhu ruang antara -18 s/d –
22oC (Suhu Frezeer).
Cold Storage
3. Cutting Machine dan Gilling Mincer
Di beberapa pabrik, bagian ini merupakan satuan operasi clean meat yang
ditujukan untuk preparasi bahan baku. Cutting Machine berfungsi dalam proses
pemotongan daging. Adapun Gilling Mincer berfungsi dalam proses gilling.
Proses Giling bertujuan meratakan lemak dalam daging karena raw meat digiling
dalam kondisi frozen/beku. Hal ini untuk mencegah terdenaturasinya protein yang
sangat penting sebagai emulsifier.Yang perlu diperhatikan saat proses Giling yaitu
gesekan antara daging dan Screw didalam mesin yang berpotensi menaikkan
suhu daging, dan jika tidak terkontrol akan menyebabkan kualitas daging akan
turun.
Cutting Machine
Proses Giling with Mincer Machine
4. Emulsifier Machine
Emulsifier Machine berfungsi untuk mengkombinasi bahan baku
(ingredient).Hasil dari Mesin Giling (Mincer Machine) dicampur dengan bahan
kuring, serpihan es, garam, bahan pengikat dan bahan tambahan lainnya di
Emulsifier Machine atau Bowl Cutter. Proses kerjanya kurang lebih,
menggunakan serangkaian pisau yang berputar untuk mencampur, memotong dan
menghaluskan formulasi produk. Output proses ini berbentuk pasta / stuff.
Emulsifier Machine
5. Stuffing Machine/ Filler Machine
Alat ini berfungsi dalam proses filling. Hasil proses Bowl cutter yang berupa
pasta, diproses di mesin Stuffing atau mesin Filler. Formulasi sosis yang berupa
pasta secara mekanis diinject kedalam Casing.
6. Cooking Machine
Terdapat 3 jenis proses cooking yang membedakan jenis sosis,
yaitu Proses Boilling (perebusan), Proses Cooking dan Smoking (Pemasakan dan
Pengasapan), serta Proses Boilling dan Smoking (Perebusan, kemudian dilanjutkan
pengasapan). Oleh karena itu, peralatan yang digunakan pun berbeda untuk
masing-masing proses tersebut. Untuk sosis yang dibuat dengan cara perebusan,
diperlukan peralatan yang dinamakan Boilling Kettle.
Untuk Proses Cooking dan Smoking, dilakukan dalam sebuah mesin yaitu
SmokeHouse. Mesin ini memiliki program-program yang sesuai jenis sosis. Pada
dasarnya, secara otomatis, mesin sudah tersetting suhu ruang, suhu product, dan
tingkat kelembaban/humidity. Sosis yang masuk dalam mesin ini, akan melalui
tahapan dryeing, smooking, dan cooking secara automatis..Asap yang berasal dari
proses pembakaran serbuk kayu khusus dihembuskan kedalam mesin smoke
house. Pengasapan dapat memberikan cita rasa khas, mengawetkan dan memberi
warna yang khas. Contoh produknya yaitu sosis hot dog.
Untuk proses Boilling dan Smoking, dilakukan di dua alat sebelumnya
(boillingkettle dan smokehouse). Sosis hasil stuffing direbus terlebih dahulu di
mesin Boilkettle, setelah masak dilanjutkan diproses di dalam mesin smokehouse
untuk dilakukan pengasapan.
Smoke hous Smoke House Machine
7. Cooling Chamber
Boilling Kettle
Alat ini digunakan untuk proses pendinginan terhadap produk sosis yang
telah melalui proses cooking. Di dalamnya terdapat aliran air dingin yang telah
disterilkan (air ozon) yang nantinya akan disemprotkan secara cepat ke produk
untuk menurunkan suhu produk. Pendinginan Cepat ini memerlukan waktu ± 2
menit untuk setiap lot produk. Setelah didinginkan cepat, sosis disimpan dalam
cold room bersuhu Chiller ( 0-5 oC ), Chiller Room ini memiliki spesifikasi
khusus, yaitu memiliki hembusan angin blower pada evaporator yang sangat kuat.
8. Sausage Cutter
Mesin ini digunakan untuk memotong sosis per pieces yang masih terikat di
masing-masing ujungnya. Terdapat beberapa type sosiscutter dengan mekanisme
potong yang berbeda-beda. Mesin yang sistem potongnya dilengkapi dengan
sensor proximity yang akan memberikan sinyal pada sistem cutting untuk
melakukan proses pemotongan menghasilkan output yang lebih presisi.
9. Packaging Machine
Pada mesin ini terdapat pengaturan secara otomatis mulai dari proses sealing
kemasan, pengeluaran udara/gas-gas dalam kemasan dan pendinginan yang
dinyatakan dalam satuan detik. Proses pengemasan ini dibantu dengan conveyor
untuk memudahkan pekerjaan. Dengan adanya proses pengeluaran udara dari
dalam kemasan maka produk dikemas secara vakum sehingga mengurangi tingkat
kerusakan produk.
II.3 Proses Pengolahan
Proses pembuatan sosis fermentasi meliputi beberapa tahapan, yaitu tahapan
persiapan (meat preparation), chilling/ freezing, pemberian bumbu dan
pencampuran, filling/pengisian, fermentasi, pengasapan, aging/ drying, dan
penyimpanan.
1. Persiapan
Pada tahap ini, dilakukan pemilihan daging yang baik kemudian dipotong-
potong menjadi bagian yang lebih kecil. Daging tersebut kemudian dicincang
menjadi daging yang lebih halus. Dalam tahap ini harus dilakukan proses
penanganan yang tepat agar daging tidak mengalami kontaminasi silang.
2. Chilling/ Freezing
Pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan dapat dicegah dengan cara
penurunan suhu. Terdapat dua macam pengawetan dengan suhu rendah, yaitu
pendinginan carachilling dan deep-feezing (pembekuan pada suhu sangat rendah).
Pada pendinginan cara chilling, pangan ditempatkan pada suhu diatas titik
beku air (diatas 0°C). Suhu di dalam alat pendingin rumah tangga adalah dalam
kisaran 0-5°C. Pertumbuhan hampir semua mikroorganisme diperlambat dan
beberapa diantaranya dapat mengalami kematian. Namun beberapa
mikroorganisme tetap tumbuh lambat pada suhu tersebut dan spora bakteri tetap
bertahan hidup.
Pada deep-freezing, pangan disimpan pada suhu -18°C atau lebih rendah
lagi.Freezing tidak dapat mensterilkan makanan atau membunuh mikroorganisme
pembusuk yang menyebabkan bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu
menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk, sehingga dapat
memperlambat kerja dari mikroba pembusuk tersebut.
3. Pemberian Bumbu dan Pencampuran
Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah lada, pala,
bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi bumbu yang digunakan
tergantung selera, daerah dan aroma yang dikehendaki. Setelah daging dicincang
halus, bumbu-bumbu ditambahkan pada adonan daging cincang kemudian
dicampur hingga merata. Sluri dibuat dari bumbu-bumbu dan garam
menggunakan dua gelas air lalu dicampur merata. Penambahan air bertujuan
untuk memecah curing agents, memfasilitasi proses pencampuran dan
memberikan karakteristik tekstur dan rasa pada produk sosis.
4. Filling/ Pengisian
Stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam selongsong.
Pengisisan adonan sosis ke dalam selongsong tergantung tipe sosis, ukuran
kemudahan proses, penyimpanan serta permintaan konsumen. Pemasukan adonan
sosis ke dalam casing menggunakan alat khusus (disebut stuffer) yang bertujuan
membentuk dan mempertahankan kestabilan sosis.
5. Fermentasi
Tahapan ini merupakan tahap peningkatan suhu sosis yang memungkinkan
bakteri alami tumbuh dan bereaksi dengan daging. Fermentasi merupakan tahapan
penting pada proses pembuatan sosis dan suhu yang tepat juga memainkan peran
yang penting. Semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi kecepatan pertumbuhan
bakteri. Suhu pertumbuhan yang terbaik adalah suhu tubuh kita (36,6°C).
6. Pengasapan
Pengasapan dilakukan pada suhu 70°C selama 30 menit, asap diusahakan
menempel dan masuk ke dalam casing sehingga sosis berflavor asap. Pengasapan
adalah suau cara pengawetan bahan makanan terutama pada daging dan ikan.
Pengasapan dapat memberikan cita rasa khas, mengawetkan, dan memberikan
warna yang khas.
7. Aging/ Drying
Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi/ mengeluarkan
sebagian air dari sosis dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan
energi panas. Biasanya kandungan air sosis dikurangi sampai batas agar mikroba
tidak dapat tumbuh didalamnya. Kadar air berpengaruh terhadap tekstur sosis.
Pengeringan dapat menurunkan kandungan air dan menyebabkan pemekatan dari
bahan-bahan yang ditinggal seperti karbohidrat, lemak, protein sehingga bahan
pangan memiliki kualitas simpan yang lebih baik.
8. Penyimpanan
Faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan meliputi
jenis dan bahan baku yang digunakan, metode dan keefektifan pengolahan, jenis
dan keadaan kemasan, perlakuan mekanis yang cukup berat dalam produk yang
dikemas dala penyimpanan, dan distribusi dan juga pengaruh yang ditimbulkan
oleh suhu dan kelembaban penyimpanan.
Pengendalian Proses Pembuatan Sosis Fermentasi
Tahapan Proses Sosis Semi Kering Sosis Kering
Persiapan Suhu daging <7°C; pH <5.8; tidak ada kontaminasi silang
Chilling/Freezing Suhu daging <2°C
Pemberian
Bumbu dan
Pencampuran
100-125 mg
NaNO2/kg;Pediococcus
acidilactici; Gula 0,5-
0,8%; Aw 0,95
50-70mg
NaNO2/kg;Lactobacillus atauPediococcus atau
campuranMicrococcus danLactobacillus; Gula
0,3-0,5%; Aw 0,95
Fermentasi 20-25°C; 2-3 hari;
pH<5.3 18-22°C; 3 hari; pH<5.3
Aging/Drying <15°C; RH 70-80%;
Aw 0.93 10-15°C; RH 70-80%; Aw <0.90
Penyimpanan <15°C <25°C
III.KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Sosis merupakan salah satu teknologi pengolahan daging dengan bantuan
bakteri.
2. Bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah bakteri
Pediococcus sp dan Lactobacillus sp.
3. Bahan baku pembantu diperlukan dalam pembuatan sosis untuk membantu
terbentuknya emulsi atau adonan sosis, memperbaiki tekstur dan penampakan,
serta sebagai penyedap.
4. Tahap pembuatan sosis fermentasi yaitu tahapan persiapan, chilling/ freezing,
pemberian bumbu dan pencampuran, filling/pengisian, fermentasi,
pengasapan, aging/ drying, dan penyimpanan.
5. Pembuatan sosis skala industri memerlukan beberapa peralatan, seperti
Receiving Raw Meat Room, Storage Room, Cutting Machine, Emulsifier
Machine, Filler Machine, Cooking Machine, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, A. 2012. Ayo Mengintip Proses Pembuatan Sosis. http://www.anneahira.com.
Ahira, A. 2012. Mengenal Sosis dari Berbagai Negara. http://www.anneahira.com.
Kramlich, R. V. (1971). The Science of Meat and Meat Products. 2nd ed. Ed. J. F. Price dan B. S. Schweigert. W. H. Freeman and Co., San Fransisco. Hal. 230-286.
Nursiam, I. 2011. Sosis Fermentasi: Salami. http://intannursiam.wordpress.com
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Varnam, A. N. Dan J. P. Sutherland. 1995. Meat and Meat Product. Chapman and Hall, London.