pembahasan efusi pleura
DESCRIPTION
Pembahasan efusi pleuraTRANSCRIPT
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada tanggal 15 Mei 2011 telah dirawat pasien Tn. B, 70 tahun dengan keluhan
utama sesak napas. Keluhan ini telah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Sesak napas
juga disertai dengan batuk berdahak warna putih dan demam yang turun naik. Anamnesis
dan pemeriksaan fisik pertama kali di lakukan pada tanggal 23 Mei 2011, sesaat sebelum
di lakukan punksi pleura. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar
getah bening pada supraklavikula kanan, pemeriksaan status lokalis paru ditemukan pada
perkusi terdengar redup di sela iga 4 – 6 paru kanan, sedangkan perkusi lapang paru kiri
adalah sonor. Untuk auskultasi pada paru kanan suara pokok adalah vesikuler lemah
dengan rhonki sedangkan pada paru kiri terdengar vesikuler. Adanya bunyi redup pada
perkusi menandakan terdapat cairan pada paru, semakin banyak cairan maka bunyi yang
di timbulkan akan semakin redup bahkan pekak. Vesikuler melemah juga menandakan
adanya cairan. Dari auskultasi terdengar adanya rhonki pada paru kanan, dan basal paru
kiri.
Dari gambaran radiologi pada tanggal 15 Mei 2011, menunjukkan adanya
gambaran raioopac pada lapang bawah paru kanan, sudut costopherincus tumpul serta
terdapat kavitas pada lapang paru atas kanan dan kalsifikasi pada lapang tengah paru
kanan dan dari USG dada ditemukan efusi pleura dekstra relatif banyak. Dari
pemeriksaan tersebut dapat dipastikan bahwa terdapat efusi pleura pada pasien. Adanya
kavitas dan kalsifikasi dapat mengarahkan bahwa pasien ini menderita tuberculosis.
Pemeriksaan mikroskopis dahak SPS pada tanggal 18- 20 Mei 2011, ketiga-
tiganya tidak ditemukan BTA. Hal ini mempunyai dua makna, yang pertama adalah
pasien tidak menderita tuberculosis dan makna yang lain adalah tidak ditemukannya BTA
bisa saja disebabkan oleh konsentrasi kuman yang sedikit. Namun untuk mendiagnosis
apakah seseorang menderita tuberculosis diperlukan beberapa pertimbangan antara lain
pemeriksaan dahak, foto thorak ( walaupun pemeriksaan ini sensitif namun tidak terlalu
spesifik ), dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta yang paling pasti yakni dengan
pembiakan kuman. Dalam hal ini penulis mengklasifikasikan pasien, Tn B menderita
tuberculosis paru BTA negatif. Adapun kriteria diagnostik TB paruu BTA negatif harus
meliputi:
1. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasil BTA-nya negative
2. Foto thoraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
3. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
4. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Selain itu, mengingat Indonesia merupakan Negara dengan angka kejadian TB
paru yang cukup tinggi, maka pada pasien ini di diagnosis sebagai penderita TB. Namun
untuk lebih memastikan diagnosis tersebut perlu dilakukan pemeriksaan dahak ulang dan
pembiakan kuman.
Pemeriksaan darah rutin, GDS, Ureum-Creatinin, dan SGOT-SGPT masih dalam batas
normal.
Pada tanggal 23 Mei 2011 telah dilakukan punksi pleura (torakosintesis) pada
pasien, yakni tindakan aspirasi cairan pleura yang berguna sebagai sarana untuk
diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada posisi pasien
duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior
dengan memakai jarum abbocath 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi sebaiknua dilakukan
berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus karena dapat menimbulkan pleura
shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edem paru akut dapat terjadi karena paru-paru
mengembang terlalu cepat. Namun cairan pleura yang diambil dari aspirasi tersebut tidak
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mendukung diagnosis. Dari cairan pleura
tersebut dapat dilakukan beberapa pemeriksaan lanjutan seperti:
1. Warna cairan. Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan. Bila
agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan dan adanya
kebocoran aneurisma aorta.
2. Biokimia. Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat. Selain
itu juga diperikasa kadar pH dan glukosa, yang biasanya rendah pada penyakit-
penyakit infeksi dan neoplasma. Serta diperiksa juga kadar amylase, yang
biasanya meningkat pada pancreatitis dan metastasis adenosarkoma.
3. Transudat. Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentunya cairan
pada satu sisipleura akan melebihi reabsorbsi oleh pleura satunya.
4. Eksudat. Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler
yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi
dibandingkan protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane
adalah karena adanya peradangan pada pleura: infeksi, infark paru atau
neoplasma. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari
saluran getah bening. Kegagalan aliran getah bening ini ( misalnya pada pleuritis
tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat.
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dL) < 3 > 3
Kadar protein dalam serum < 0, 5 > 0,5
Kadar LDH dalam efusi ( U/I) < 200 >200
Kadar LDH dalam serum <0,6 > 0,6
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
rivalta negatif positif
5. Sitologi. Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostic penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau
dominasi sel-sel tertentu:
a. Sel neutrofil menunjukkan adanya infeksi akut
b. Sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma maligna
c. Sel mesotel, bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark
paru. Sel mesotel maligna ditemukan pada mesotelioma
d. Sel-sel besar dengan banyak inti ditemukan pada arthritis rheumatoid
e. Sel LE pada SLE
6. Bakteriologi. Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen. Efusi yang purulen
dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman yang
sering ditemukan dalam cairan pleura adalah Pneumonokokus, E. coli,
pseudomonas, enterobacter. Pleuritis tuberkulosa, biakan cairan terhadap kuman
tahan asam hanya dapat menunjukan yang positif sampai 20%- 30%.
7. Biopsy pleura. Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus- kasus pleuritis tuberkulosa
dan tumor pleura.
Setelah dilakukan aspirasi cairan pleura, keluhan sesak pada pasien semakin
berkurang, namun pasien merasakan nyeri dada kanannya, hal ini bisa disebabkan oleh
tindakan apirasi yang mengenai pleura parietalis, dimana pada pleura parietalis tersebut
terdapat banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap nyeri dan suhu. Setelah pasien
di follow up beberapa hari, pada pemeriksaan fisik paru masih ditemukan perkusi redup
dan auskultasi terdengar vesikuler yang melemah disertai rhonki pada paru kanan. Untuk
itu pada tanggal 26 Mei dilakukan foto thorak ulang, dan didapatkan gambaran radioopac
pada paru kanan, yang menunjukkan masih ada cairan dalam paru pasien. Serta
direncanakan lagi untuk dilakukan aspirasi cairan pleura pada pasien.
Selain dilakukan aspirasi cairan pleura, pada pasien ini juga diberikan terapi
medikamentosa untuk TB yakni penyakit yang mendasarinya. Pengobatan yang diberikan
berupa OAT kategori 1 (2RHZE/ 4H3R3), yang diberikan untuk pasien baru dengan
kriteria:
1. Pasien baru TB paru BTA positif
2. Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif
3. Pasien TB ekstra paru
Tujuan pengobatan ini adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuuhan, memutus rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT. Apabila telah dilakukan aspirasi cairan pleura serta pengobatan
yang teratur dan adekuat dapat dipastikan bahwa prognosis pasien ini adalah baik.