pemanasan global
TRANSCRIPT
MAKALAHKERUSAKAN EKOSISTEM DAN DAMPAKNYA
TERHADAP MANUSIA“PEMANASAN GLOBAL”
DOSEN :
NASRUDDIN, S.Pd. M.Sc
ROSALINA.K, S.Si, M.Si
Oleh :Nama : Wahyu irpan
NIM A1A507243Kelas : A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFIJURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN2009
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Karena
berkat rahmat dan inayah-Nyalah saya dapat menyelesaikan geografi
lingkungan ini tepat pada waktunya. Juga tidak lupa saya ucapkan beribu-
ribu terima kasih kepada Bapak dan Ibu pembimbing yang telah
membantu dan mengarahkan saya dalam membuat makalahini.
Walaupun saya sadar didalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangannya. Untuk itu saya mohon maaf apabila makalah saya ini
tidak berkenan dihati Bapak dan Ibu Pembimbing.
Terima kasih.
Wassalam
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
ABSTRAK.................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang masalah .................................................... 2
1.2 Tujuan Pembuatan Makalah............................................... 2
1.3 Ruang Lingkup.................................................................... 2
BAB II PEMANASAN GLOBAL............................................................... 3
2.1 Pengertian Pemanasan Global........................................... 3
2.2 Pemanasan Global Akibat Kerusakan Ekosistem dan
Dampaknya Terhadap mannusia.............................................. 5
2.3 Aktivitas Manusia dan Peranannya Dalam Pemanasan
Global........................................................................................
13
2.4 Akibat Pemanasan Global................................................... 19
2.5 Pengendalian Pemanasan Global....................................... 23
BAB III PENUTUP.................................................................................. 26
3.1 Kesimpulan........................................................................... 26
3.2 saran..................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
3
ABSTRAK
Dalam beberapa tahun terakhir, pemanasan global semakin sering
dibicarakan baik dalam skala kecil sampai tingkat internasional. Makalah
ini akan membahas gambaran umum pemanasan global, aktivitas
manusia dan peranannya dalam pemanasan global beserta akibat dari
pemanasan global itu sendiri. Dan juga beberapa usaha yang dilakukan
manusia untuk mengendalikan pemanasan global.
BAB I
PENDAHULUAN
Isu pemanasan global begitu berkembang akhir-akhir ini. Pemeran
utamanya tentu saja manusia dengan berbagai aktivitasnya. Pemanasan
global telah menyebabkan perubahan iklim yang signifikan, seperti yang
terjadi di negara kita, efek dari pemanasan ini telah menyebabkan
perubahan iklim yang ekstrim. Di beberapa daerah sering terjadi hujan
lebat yang mengakibatkan banjir bandang dan longsor, munculnya angin
puting beliung, bahkan kekeringan yang mengancam jiwa manusia.
Makalah ini akan membahas gambaran umum tentang pemanasan global,
peran manusia dalam pemanasan global, dampak, beserta usaha
mengendalikan pemanasan global.
Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan
fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena
terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh
meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana
(CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari
terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan
kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada
kisaran 1,5–40 Celcius pada akhir abad 21.
4
1.1LATAR BELAKANG MASALAH
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius
bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka
air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan
iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama
penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi
masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan
kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti
jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap
permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e)
peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini
membahas tentang pemanasan global akibat kerusakan ekositem dan
dampaknya terhadap manusia.
1.2TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Tujuan pembuatan makalah ini untuk dapat mengetahui kerusakan
ekosistem dan dampaknya terhadap manusia. kegiatan yang dilakukan
masyarakat dalam berinteraksi dengan alam serta lebih memahami
dampak-dampak kerusakan ekosistem terhadap manusia.
Selain daripada itu apabila terjadi bencana alam atau dampak pemanasan
global kita bisa lebih memahami apa penyebabnya dengan cara melihat
situasi dan kondisi kita dapat mengetahui penyebabnya sehingga dapat
menjadi pelajaran.
1.3RUANG LINGKUP
Didalam makalah ini saya membatasi masalah yang akan dibahas yaitu
pemanasan global akibat kerusakan ekositem dan dampaknya terhadap manusia.
5
BAB II
PEMANASAN GLOBAL
2.1 PENGERTIAN PEMANASAN GLOBAL
Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan
meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas
manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun
waktu 50 tahun terakhir suhu global cenderung meningkat lebih cepat
dibandingkan data yang terrekam sebelumnya. Dan sepuluh tahun
terpanas terjadi setelah tahun 1990.
Seperti yang telah kita ketahui segala sumber energi yang terdapat
di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam
bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika
energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi
panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap
sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya sebagai radiasi infra
merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun, sebagian panas
tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas
rumah kaca yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini
menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan
Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi.
Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata
bumi terus meningkat.
Menurut Framework Convention on Climate Change (UNFCCC),
yang termasuk dalam gas rumah kaca diantaranya CO2, NO2, CH4, SF6,
PFCs, dan HFCs. CO2, NO2, dan CH4 sebagian besar dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar fosil baik dari sektor industri maupun dari
transportasi. Sementara SF6, PFCs, dan HFCs sebagian besar merupakan
hasil pemakaian aerosol. Gas-gas ini menyumbang kurang dari 1%, tetapi
6
tingkat pemanasannya jauh lebih tinggi dibandingkan CO2, NO2, maupun
CH4. Tingkat pemanasan ini ditunjukkan oleh indeks potensi pemanasan
global. Dalam indeks ini CO2 digunakan sebagai parameter. Sebenarnya
efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang
ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin.
"Global Warming," sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi.
Akan tetapi, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer
sehingga terjadi pemanasan global.
Pemanasan global juga sering dikaitkan dengan perubahan iklim.
Trenberth, Houghton and Filho (1995) dalam Hidayati (2001)
mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan pada iklim yang
dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang
merubah komposisi atmosfer yang akan memperbesar keragaman iklim
teramati pada periode yang cukup panjang. Menurut Effendy (2001) salah
satu akibat dari penyimpangan iklim adalah terjadinya fenomena El-Nino
dan La-Nina. Fenomena El-Nino akan menyebabkan penurunan jumlah
curah hujan jauh di bawah normal untuk beberapa daerah di Indonesia.
Kondisi sebaliknya terjadi pada saat fenomena La-Nina berlangsung.
Global akibat efek rumah kaca tidak dapat diprediksi secara
langsung karena kami tidak memiliki cukup pengetahuan dalam subjek.
Namun, kami telah mampu menarik hubungan langsung antara beberapa
fenomena alam yang mendukung gagasan bahwa ada sesuatu yang
berubah.
Pemanasan global yang sangat berpengaruh pada tanaman dan
kondisi cuaca di seluruh dunia. Belahan utara bumi berisi lebih dari
wilayah belahan bumi selatan, dan sebaliknya, persentase yang lebih
rendah di dunia lautan. Sejak lautan menyerap lebih panas dari daerah
tanah, tidak mengherankan bahwa kebanyakan model cuaca meramalkan
pemanasan cepat atas belahan utara bumi dibandingkan dengan rata-rata
7
global. Selain itu, model memprediksi meningkat lebih cepat pada suhu
tinggi Latitudes. Jika tren pemanasan global terus, suhu di mana-mana di
AS US dapat mengurangi produktivitas pertanian. Kontinental wilayah
utara yang diproyeksikan untuk memiliki tanah kering panas, karena di
bagian sebelumnya ke melts salju di musim semi, dan hotter, lebih ceria
summers, menyebabkan penguapan dari luas tanah air. Selain itu, jika
daerah-daerah pedalaman di belahan bumi utara diharapkan untuk
menerima kurang kelembaban, maka tingkat danau dan sungai akan lebih
rendah.
2.2 PEMANASAN GLOBAL AKIBAT KERUSAKAN EKOSITEM DAN
DAMPAKNYA TERHADAP MANUSIA
Tumbuhan, air, sungai, langit, manusia dan mahluk lainnya berada
dalam satu kesatuan yang merupakan mata rantai kehidupan yang tak
terpisahkan sebagai gambaran suatu ekosistem. Apabila salah satunya
rusak ataupun musnah akan mengakibatkan terganggunya
keberlangsungan ekosistem yang telah tercipta secara alami. Kawasan
hutan merupakan areal yang mempunyai manfaat langsung bagi
masyarakat, namun pada kenyataannya selama ini belum banyak
dipahami kalangan awam sebagai sesuatu yang berarti. Mereka menilai
kawasan hutan merupakan kawasan tutupan hutan yang hanya
mempunyai makna ekonomi jika kayu yang ada didalamnya bisa dijual
atau dimanfaatkan untuk bangunan.
Air yang terserap dari gunung menciptakan kesuburan tanah dan
menjaga kecukupan air masyarakat yang keluar lewat mata air kemudian
dialirkan melalui sungai2 dan air tersebut dimanfaatkan untuk lahan
pertanian masyarakat sekitar. Memang sangat berorientasi pada
kepentingan manusia yang ada disekitar kawasan hutan, namun jika
dihubungkan secara global, ekosistem hutan lebih dari itu. Hutan telah
8
berjasa dalam keseimbangan iklim, mengurangi polusi, mereduksi,
menyerap CO2 dan mengurangi pemanasan global.
Beberapa tahun terakhir ini penjarahan hutan atau penebangan liar
di kawasan hutan makin marak terjadi dimana-mana seakan-akan tidak
terkendali. Ancaman kerusakan hutan ini jelas akan menimbulkan dampak
negatif yang luar biasa besarnya karena adanya efek elnino dari hilangnya
hutan, terutama pada kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi ekologis
dan biodiversiti besar. Badan Planologi Departemen Kehutanan melalui
citra satelit menunjukkan luas lahan yang masih berhutan atau yang
masih ditutupi pepohonan di Pulau Jawa tahun 1999/2000 hanya tinggal
empat persen saja. Kawasan ini sebagian besar merupakan wilayah
tangkapan air pada daerah aliran sungai (DAS). Akibat dari kejadian ini
hilangnya suatu kawasan hutan yang tadinya dapat mendukung
kehidupan manusia dalam berbagai aspek. seperti kebutuhan air, oksigen
(O2), kenyamanan (iklim mikro), keindahan (wisata), penghasil kayu,
rotan, dammar, penyerapan karbon, pangan dan obat-obatan, sekarang
ini sudah sulit di dapatkan.
Pada kesempatan ini pembahasan peranan hutan difokuskan pada
penyerapan CO2 dan penghasil O2. Proses untuk menyerap CO2 dan
menghasilkan O2 oleh pohon disebut proses fotosintesis. Fotosintesis
adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, termasuk alga,
dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi)
dengan memanfaatkan energi cahaya matahari.
Akibat dari berkurangnya kawasan yang berhutan di muka bumi ini
mengakibatkan terjadinya pemanasan global karena kurangnya penyerap
CO2 dan penghasil O2. Terjadinya pemanasan global yang terlampau
ekstrim ini adalah akibat pembakaran bahan bakar fosil terutama batu
bara, minyak bumi dan gas alam yang berlebihan. Pembakaran tersebut
melepaskan gas-gas lain yang disebut dengan gas rumah kaca (GRK).
9
GRK ini menimbulkan dampak yang disebut dengan Efek Rumah Kaca
yakni makin tingginya suhu bumi akibat pemanasan global. Pola iklim
akan berubah akibat dari kenaikan suhu, melelehnya es abadi dan
perubahan arus laut.
Efek Rumah Kaca dapat divisualisasikan sebagai sebuah proses
yang pada kenyataannya, di lapisan atmosfer terdapat selimut gas.
Rumah kaca adalah analogi atas bumi yang dikelilingi gelas kaca. Nah,
panas matahari masuk ke bumi dengan menembus gelas kaca tersebut
berupa radiasi gelombang pendek. Sebagian diserap oleh bumi dan
sisanya dipantulkan kembali ke angkasa sebagai radiasi gelombang
panjang. Namun, panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke
angkasa menyentuh permukaan gelas kaca dan terperangkap di dalam
bumi. Layaknya proses dalam rumah kaca di pertanian dan perkebunan,
gelas kaca memang berfungsi menahan panas untuk menghangatkan
rumah kaca. Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan
peningkatan konsentrasi selimut gas di atmosfer (Gas Rumah Kaca)
sehingga melebihi konsentrasi yang seharusnya. Maka, panas matahari
yang tidak dapat dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula. Semua
proses itu lah yang disebut Efek Rumah Kaca. Pemanasan global dan
perubahan iklim merupakan dampak dari Efek Rumah Kaca
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global,
daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere)
akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-
gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es
yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang
sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya
lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju
akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan
lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan
malam hari akan cenderung untuk meningkat.
10
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air
yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah
kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan
pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air
merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan
meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih
banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan
memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini
akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang
tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen
untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia
telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai
akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari
tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari
sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola
yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya
dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan
pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin
akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1
persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang
diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di
masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang
timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin
berubahnya iklim di masa depan.
Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah
pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah
masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di
pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti
Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan
11
tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum
dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-
lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih
dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin
bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida
dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen
karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration
(menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Menghilangkan karbon.Cara yang paling mudah untuk
menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara
pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang
muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat
banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam
kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai
level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh
kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika
diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau
pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah
dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin
bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung.
Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-
sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan
(lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk
mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan
batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan
pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbondioksida yang terbawa
ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke
12
aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan. Salah satu sumber
penyumbang karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil.
Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi
industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi
dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan
abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia
sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini
sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah
karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan
karbondioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila
dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi
terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbondioksida
ke udara.
Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan
dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbondioksida
sama sekali. Persetujuan internasional Protokol Kyoto Reaksi dunia
dengan adanya pemanasan global ini mengakibatkan timbulnya
Kerjasama internasional untuk mensukseskan pengurangan gas-gas
rumah kaca. Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil,
150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan
setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang
mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan
persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38
negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam
melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke
tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat
dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat
mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius,
menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990;
13
Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8
persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar
negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam
pengurangan emisi gas. Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika
Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa
perjanjian untuk pengurangan karbondioksida tersebut menelan biaya
yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa
negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan
pengurangan karbondioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-
apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55
persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya.
Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia
Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk
berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005. Banyak orang mengkritik
Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan
segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-
gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan
nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari
perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada
2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan
terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh
industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya
yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini
mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan
Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan
oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa
biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih
kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah
mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih
effisien.
14
Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat,
ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah
dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbondioksida terbukti sulit
dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga
pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi
tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi
karbondioksida. Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan
Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang
belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib
diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah
kaca. Para negoisator merancang sistem di mana suatu negara yang
memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan
dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem
ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit
meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi
di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia,
merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini
diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas
rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong
emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi
untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama
mereka yang ada di Uni Eropa. Bangsa Indonesia juga telah melakukan
aksi nyata dalam menyikapi pemanasan global ini, ini dibuktikan dengan
adanya kegiatan melakukan penanaman melalui program Kampanye
Indonesia Menanam, Kecil Menanam Dewasa Memanen, Rehabilitasi
Hutan dan Lahan, Aksi Penanaman Serentak, Gerakan Perempuan
Tanam dan Pelihara Pohon. Dilanjutkan dengan adanya pertemuan
internasional di Provinsi Bali yaitu Conference Of Parties (COP) 13 United
Nation Framework Convention On Climate Change (UNFCCC) pada
tanggal 3 s/d 14 Desember 2007 yang dihadiri oleh 103 negara dengan
9000 peserta.
15
2.3 AKTIVITAS MANUSIA DAN PERANANNYA DALAM
PEMANASAN GLOBAL
Kerusakan demi kerusakan tersebut menyebabkan terjadinya
pemanasan global. Konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal sebagai
gas rumah kaca, terus bertambah di udara akibat tindakan manusia
melalui kegiatan industri, khususnya CO2 dan chloro fluorocarbon. Yang
terutama adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan dari
penggunaan batubara, minyak bumi, gas, penggundulan hutan, serta
pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi
industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan
pertanian. Chlorofluorocarbon (CFC) merusak lapisan ozon seperti juga
gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang
dihapus dalam Protokol Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon,
metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan
menyaring banyak panas dari matahari.
Proses pemanasan global dipicu oleh adanya efek rumah kaca,
dimana energi dari matahari memacu cuaca dan iklim bumi serta
memanasi permukaan bumi; sebaliknya bumi mengembalikan energi
tersebut ke angkasa. Gas rumah kaca pada atmosfer (uap air, karbon
dioksida dan gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan,
menahan panas seperti rumah kaca. Tanpa efek rumah kaca natural ini
maka suhu akan lebih rendah dari yang ada sekarang dan kehidupan
seperti yang ada sekarang tidak mungkin ada. Jadi gas rumah kaca
menyebabkan suhu udara di permukaan bumi menjadi lebih nyaman
sekitar 60°F/15°C. Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi
konsentrai gas rumah kaca pada atmosfer bertambah. Sejak awal revolusi
industri, konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer bertambah mendekati
30%, konsetrasi metan lebih dari dua kali, konsentrasi asam nitrat
bertambah 15%. Penambahan tersebut telah meningkatkan kemampuan
menjaring panas pada atmosfer bumi. Mengapa konsentrasi gas rumah
kaca bertambah? Para ilmuwan umumnya percaya bahwa pembakaran
16
bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab
utama dari bertambahnya konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah
kaca.
Sementara lautan dan vegetasi yang bertugas menangkap banyak
CO2 tidak mampu mengimbangi pertambahan CO2 dari kegiatan manusia
di bumi, hal ini berarti bahwa jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang
berada di udara bertambah setiap tahunnya dan berarti mempercepat
pemanasan global. Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia
bertambah secara spektakuler, dimana sekitar 70% energi dipakai oleh
negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan
bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan
sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan.
Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan ”energi tak dapat habis”
seperti matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro, baik
di negara maju maupun miskin tetaplah rendah (dalam perbandingan
dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan
bakar fosil dan energi nuklir). Padahal sumber energi ini dapat
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Penggundulan hutan yang
mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon
bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus
hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah. Padahal tanah
mengandung karbon sebanyak 24 milyar ton dan hutan Indonesia
menyumbangkan emisi CO2 sebesar 2.6 milliar ton per tahun, walaupun
juga mengandung 19 milliar ton carbon.
Jika diamati maka sumber pencemar utama adalah transportasi,
kebakaran hutan, limbah rumah tangga, limbah tambang, dan limbang
industri. Selama 1985 – 2000 jumlah kendaraan sebagai sarana
transportasi meningkat dari 1.2 juta menjadi 19 juta. Pada tahun 1985 –
1997 seluas 20 juta hektar hutan terbakar dan dibakar, dan pada tahun
1997-1998 luas hutan yang terbakar dan dibakar sebesar 10 juta hektar.
Dalam hal limbah rumah tangga – hanya 3-5% yang punya akses saluran
17
limbah rumah tangga, sehingga menyumbangkan Emisi CO2 sebanyak 35
juta ton CO2. Pertambangan menyumbang limbah seperti tailing dan
merkuri dalam jumlah yang besar, sedangkan industri lainnya
menyumbangkan limbah cair (black liquor) karena system daur ulang
limbah yang tidak ada, tidak lengkap, atau tidak baik dan juga
menyumbangkan Emisi CO2 sebanyak 275 juta ton per tahun.
Terjadinya Global Warming diakibatkan oleh adanya kebijakan
pemerintah yang tidak tepat. Pengelolaan hutan yang salah dan
menyebabkan hutan tropis hancur serta tidak memberikan manfaat yang
signifikan baik bagi pemerintah maupun bagi penduduk di sekitarnya.
Yang mengeruk keuntungan adalah pengusaha yang secara semena-
mena telah menghancurkan hutan yang menjadi tempat menyimpan air
dan penghasil oksigen bagi mahluk hidup dan tempat hidup flora dan
fauna. Pengelolaan yang salah menyebabkan bencana banjir dan dampak
lingkungan lain, rakyat yang sudah miskin tetap miskin dan bahkan
menjadi lebih miskin karena hutannya sudah hancur. Bertambahanya
suhu global yang tidak dapat dicegah lagi dan bahwa perubahan iklim
mungkin sudah terjadi sekarang. Selain itu penyebab utamanya adalah
adanya konsumsi yang berlebihan. Bukan oleh 80% penduduk miskin di
2/3 belahan bumi, tetapi oleh 20% penduduk kaya yang mengkonsumsi
86% dari seluruh sumber alam dunia. Program konversi minyak tanah
menjadi gas juga dapat diambil sebagai contoh bahwa ketidaksiapan
pemerintah secara infrastruktur dan juga sosialisasi, menyebabkan
banyak orang desa menggunakan lagi kayu bakar dengan merambah
hutan, karena untuk memasak mereka sulit memperoleh minyak tanah
dan gas, serta harga gas terus membumbung tinggi. Kampanye dalam
rangka Pemilu juga memacu kerusakan lingkungan, karena penyumbang
dana pemilu bisa jadi disumbang oleh pengusaha pembalakan hutan liar
sebagai upaya pencucian uang.
Tidak dapat dipungkiri lagi, manusia sebagai makhluk yang “lebih
berkuasa” merupakan pemeran utama adanya pemanasan global. Hal ini
18
disebabkan manusia lah yang penyumbang gas rumah kaca terbesar. Dari
berbagai aktivitasnya penggunaan energi fosil merupakan penyumbang
gas rumah kaca terbanyak. Berdasarkan World Development Report
1998/99 dari Bank Dunia, total emisi CO2 dunia pada tahun 1995, baik
berasal dari penggunaan energi maupun dari sumber lain sebesar 22.700
juta ton. Amerika Serikat menempati urutan pertama dalam hal
pembuangan emisi gas CO2 sebanyak 24,1% (melebihi Jepang, India,
China, maupun gabungan tiga negara ini, maupun jika dibandingkan
dengan Eropa). Selain penggunaan energi fosil, pemakaian barang-
barang yang akan menimbulkan aerosol yang berlebihan di atmosfer juga
menimbulkan pemanasan global. Sebagai contoh penggunaan freon pada
AC, pemakaian hair dan parfum spray maupun asap kendaraan bermotor
yang menimbulkan senyawa timbal (Pb).
Semakin berkurangnya hutan memegang peranan dalam
pemanasan global. Kawasan hutan merupakan areal yang mempunyai
manfaat langsung bagi masyarakat, namun pada kenyataannya selama ini
belum banyak dipahami kalangan awam sebagai sesuatu yang berarti.
Mereka menilai kawasan hutan merupakan kawasan tutupan hutan yang
hanya mempunyai makna ekonomi jika kayu yang ada di dalamnya bisa
dijual atau dimanfaatkan untuk bangunan.
Air yang terserap dari gunung menciptakan kesuburan tanah dan
menjaga kecukupan air masyarakat yang keluar lewat mata air kemudian
dialirkan melalui sungai-sungai dan air tersebut dimanfaatkan untuk lahan
pertanian masyarakat sekitar.
Memang sangat berorientasi pada kepentingan manusia yang ada
disekitar kawasan hutan, namun jika dihubungkan secara global,
ekosistem hutan lebih dari itu. Hutan telah berjasa dalam keseimbangan
iklim, mengurangi polusi, mereduksi, menyerap CO2 dan mengurangi
pemanasan global.
19
Beberapa tahun terakhir ini penjarahan hutan atau penebangan liar
di kawasan hutan makin marak terjadi dimana-mana seakan-akan tidak
terkendali. Ancaman kerusakan hutan ini jelas akan menimbulkan dampak
negatif yang luar biasa besarnya karena adanya efek El-Nino dari
hilangnya hutan, terutama pada kawasan-kawasan yang mempunyai
fungsi ekologis dan biodiversiti besar. Badan Planologi Departemen
Kehutanan melalui citra satelit menunjukkan luas lahan yang masih
berhutan atau yang masih ditutupi pepohonan di Pulau Jawa tahun
1999/2000 hanya tinggal empat persen saja. Kawasan ini sebagian besar
merupakan wilayah tangkapan air pada daerah aliran sungai (DAS).
Akibat dari kejadian ini hilangnya suatu kawasan hutan yang tadinya dapat
mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek. seperti kebutuhan
air, oksigen (O2), kenyamanan (iklim mikro), keindahan (wisata), penghasil
kayu, rotan, dammar, penyerapan karbon, pangan dan obat-obatan,
sekarang ini sudah sulit di dapatkan lagi. Analisis penyebab pemanasan
global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang
dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus
pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2,
pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang
menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca,
pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara
sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah
kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas
CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air
absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan
agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya
berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang
panjang di atmosfer. Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang
menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan
memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan
meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan
20
tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke
angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-
nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada
beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut.
Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain
karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-
batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk
model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat).
Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila
dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif
(menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam
Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Umpan balik penting lainnya adalah
hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika
temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair
dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya
es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan
maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila
dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak
radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan
lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang
berkelanjutan. Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari
melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang
berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan
melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan
lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat,
hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic
sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang
merupakan penyerap karbon yang rendah.
21
2.4 AKIBAT DARI PEMANASAN GLOBAL
Adanya pemanasan global menmbulkan berbagai akibat yang
sebagian besar sangat merugikan. Para ilmuwan memperkirakan bahwa
selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara
(Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di
Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan
mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut.
Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak
akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian
yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair.
Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada
musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air
yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah
kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan
pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air
merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan
meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih
banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan
memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini
akan menurunkan proses pemanasan Kelembaban yang tinggi akan
meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap
derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah
meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan
menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah.
Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya.
Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang
berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari
penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan
22
yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi.
Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
Berikut ini penulis akan memberikan berbagai contoh akibat
pemanasan global di berbagai dunia. Tahun 2002, Colorado, Arizona dan
Oregon menderita musim kering dengan debu-debu yang mampu
menimbulkan angin ribut. Daerah Texas dan Montana juga mengalami
banjir yang menimbulkan banyak kerugian. Jakarta juga mengalami banjir
terburuk dalam lima tahun terakhir pada tahun 2007.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan
di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6%
daerah Belanda, 17,5% daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau.
Bahkan mungkin negara-negara Mikronesia akan tenggelam semuanya.
Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi
lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di
daratan. Indonesia tahun ini juga mengalami banjir air pasang sebagai
dampak dari meningkatnya tinggi muka air laut. Negara-negara kaya akan
menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah
pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat
melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Di bidang pertanian, orang mungkin beranggapan bahwa Bumi
yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya,
tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan
Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih
tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan
pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak
dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari
gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan
salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair
sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Di daerah tropis seperti
23
Indonesia kemungkinan gagal panen juga akan semakin besar. Di saat
musim tanam sistem DAS maupun tanah tidak mampu menyimpan air
sehingga terjadilah banjir. Selain itu pola curah hujan yang berubah,
misalnya hujan yang biasanya turun dalam sebulan tetapi kenyataannya
turun seminggu. Tanaman pangan dan hutan juga dapat mengalami
serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Pemanasan global juga menimbulkan naiknya muka air laut. Ketika
atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat,
sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan
laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama
sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi
muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi)
selama abad ke-20, dan para ilmuan memprediksi akan terjadi
peningkatan lebih lanjut sekitar 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit
menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah
dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk
bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan
mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat
lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan
menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara
atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian
mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara
cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
Di bumi yang semakin memanas, para ilmuan memprediksi bahwa
lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress
panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti
penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya,
akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang
24
sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45% penduduk dunia
tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa
parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika
temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat
menyebar seperti malaria, seperti demam dengue, demam kuning, dan
encephalitis. Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi
dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan
memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari. Perubahan cuaca
dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang
panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul
kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan
peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat
menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana
alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma.
Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit,
seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis,
penyakit kulit, dan lain-lain. Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak
pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun
penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti
meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang
(ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya
perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes
Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat
tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa
diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan
terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstrem
ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (climate change)yang bis
berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA
(kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan
25
tidak menentu) Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran
limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan
vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-
gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap
penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi,
coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
Tahun 2004, konsultan dari Pentagon juga merilis laporan dari
akibat terburuk dari pemanasan global terhadap keamanan nasional.
Pemanasan global bisa membuat sebagian besar area dunia tak dapat
didiami. mengalami kekurangan air dan makanan, peperangan dan
migrasi tersebar luas.
2.5 PENGENDALIAN PEMANASAN GLOBAL
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1
persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang
diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di
masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang
timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin
berubahnya iklim di masa depan.
Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah
pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah
masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di
pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti
Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan
tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum
dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-
lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih
dingin.
26
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin
bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida
dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen
karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration
(menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di
udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih
banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya,
menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui
fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia,
tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan.
Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah
kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti
untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk
mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan
dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung.
Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-
sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan
(lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk
mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan
batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan
pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbondioksida yang terbawa
ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke
aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbondioksida adalah
pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai
meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu,
batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh
27
minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas
mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren
penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah
mengurangi jumlah karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas
melepaskan karbondioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak
apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian,
penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi
pelepasan karbon dioksida ke udara.
Beberapa konferensi dan perjanjian tingkat internasional juga
semakin gencar diupayakan. Perjanjian itu lebih mengarah ke
perdagangan karbon dan peraturan pemotongan emisi bagi negara-
negara industri yang memegang presentase paling besar dalam
pelepasan gas-gas rumah kaca.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pemanasan global merupakan akibat dari aktivitas manusia yang
cenderung possibleistik (manusia dapat mengubah alam). Aktivitas ini lah
yang memacu peningkatan emisi gas rumah kaca ke atmosfer.
Kesadaran manusia akan lingkungan juga berpengaruh. Golongan
manusia yang dikatakan pro lingkungan semakin lama semakin sedikit.
Akibat rusaknya lingkungan dan ekosistem.
3.2 SARAN
Jadi jelaslah kini masalah Pemanasan Global memiliki dampak
sangat serius bagi kelangsungan kehidupan dan penghidupan bangsa kita
serta umat manusia umumnya di Bumi ini. Oleh sebab itu marilah kita
mulai dengan diri kita sendiri untuk mengubah gaya hidup kita sendiri
dengan cara sederhana seperti mematikan dua titik lampu listrik antara
pukul 17.00 s/d 22.00, membuat sumur resapan, hemat energi dengan
cara selektif menggunakan peralatan elektronik, mengurangi pemakaian
mobil pribadi, mengurangi pemakaian kemasan plastik, memilah dan
mengelola sampah rumah tangga, menanam pohon di halaman rumah
dan banyak hal lain. Karena tanpa dimulai dari diri kita sendiri, masyarakat
dan bangsa kita tidak akan berubah dan pada akhirnya semua manusia di
Bumi tidak juga akan berubah. Mari kita mulai hari ini juga.
29
DAFTAR PUSTAKA
NASA: Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox
News, August 31, 2007.
Soden, Brian J., Held, Isacc M. (01-11-2005). "An Assessment of Climate
Feedbacks in Coupled Ocean-Atmosphere Models" (PDF). Journal of
Climate 19 (14) Diakses pada 21 April 2007.
infopemanasanglobal.wordpress.com/
.(http://handy.hagemman.com/index.php/2007/12/01/dampak-pemanasan-
global-bagi-indonesia/)
arhidayat.staff.uii.ac.id/page/3/
kir8g.blogspot.com/2009/02/kajian-pustaka.html
30