pelayanan publik sektor pendidikan

17
1 Policy Brief Pelayanan Publik Sektor Pendidikan Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional ◦ Tata Kelola Bantuan Operasional Satuan Pendidikan ◦ Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah ◦ Tulisan ini bertujuan untuk menyampaikan pembelajaran dan rekomendasi berdasarkan penerapan konsep, pendekatan, dan pelaksanaan program tata kelola pelayanan publik di sektor pendidikan yang dilaksanakan oleh USAID-Kinerja dan mencakup tiga bidang: Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional (DGP) yang dilaksanakan di enam kabupaten di empat provinsi (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan). Tata Kelola Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) yang dilaksanakan di tiga kabupaten/kota di dua provinsi (Aceh dan Sulawesi Selatan). Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Berorientasi Pelayanan Publik yang dilaksanakan di sembilan kabupaten/kota di empat provinsi (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan). Pengalaman Program Kinerja ini diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan untuk penyusunan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan publik, khususnya di sektor pendidikan. Hal ini sejalan dengan konsep Nawacita dan arah kebijakan nasional bidang pendidikan sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015. Konsep dasar program Kinerja adalah peningkatan mutu pelayanan publik yang prima dengan pendekatan yang transparan, akuntabel, partisipatif, dan responsif. Konsep dan pendekatan tata kelola tersebut dilaksanakan melalui tiga pilar, yakni: Membangun komitmen pemerintah (policy advocacy); Memperkuat penyedia layanan (supply side); Memperkuat penerima layanan (demand side). Membangun komitmen pemerintah Membangun komitmen pemerintah merupakan upaya pertama agar pelayanan publik dapat menjadi kebijakan pemerintah secara berkelanjutan, baik pusat maupun daerah. Kebijakan ini sebaiknya dituangkan ke dalam peraturan perundangan, perencanaan, dan penganggaran. Di era otonomi daerah sekarang ini, komitmen pemerintah daerah menjadi sangat penting karena pemerintah daerah merupakan ujung tombak pelayanan publik sehingga pemerintah daerah mempunyai mandat untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan pelayanan publik yang prima. Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota menjadi instrumen yang efektif untuk menunjukkan bahwa pemerintah daerah mempunyai komitmen dalam peningkatan pelayanan publik. Komitmen dan kebijakan ini akan menjadi jelas ketika pemerintah daerah memasukkan program- program peningkatan pelayanan publik ke dalam perencanaan, baik jangka menengah (RPJMD, Renstra SKPD) maupun tahunan (Renja, RKA SKPD). Hal yang paling penting adalah implementasi, monitoring, dan tindak lanjut laporan hasil monitoring.

Upload: vankhue

Post on 13-Jan-2017

300 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

1

Policy Brief

Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

◦ Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional ◦

◦ Tata Kelola Bantuan Operasional Satuan Pendidikan ◦

◦ Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah ◦

Tulisan ini bertujuan untuk menyampaikan

pembelajaran dan rekomendasi berdasarkan

penerapan konsep, pendekatan, dan

pelaksanaan program tata kelola pelayanan

publik di sektor pendidikan yang dilaksanakan

oleh USAID-Kinerja dan mencakup tiga bidang:

Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional

(DGP) yang dilaksanakan di enam kabupaten

di empat provinsi (Aceh, Jawa Timur,

Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan).

Tata Kelola Bantuan Operasional Satuan

Pendidikan (BOSP) yang dilaksanakan di tiga

kabupaten/kota di dua provinsi (Aceh dan

Sulawesi Selatan).

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah

(MBS) Berorientasi Pelayanan Publik yang

dilaksanakan di sembilan kabupaten/kota di

empat provinsi (Aceh, Jawa Timur,

Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan).

Pengalaman Program Kinerja ini diharapkan

dapat dijadikan salah satu acuan untuk

penyusunan kebijakan Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan dalam rangka peningkatan

mutu pelayanan publik, khususnya di sektor

pendidikan.

Hal ini sejalan dengan konsep Nawacita dan

arah kebijakan nasional bidang pendidikan

sebagaimana tercantum dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) Tahun 2015-2019 dan Rencana Kerja

Pemerintah (RKP) Tahun 2015.

Konsep dasar program Kinerja adalah

peningkatan mutu pelayanan publik yang prima

dengan pendekatan yang transparan, akuntabel,

partisipatif, dan responsif. Konsep dan

pendekatan tata kelola tersebut dilaksanakan

melalui tiga pilar, yakni:

Membangun komitmen pemerintah (policy

advocacy);

Memperkuat penyedia layanan (supply side);

Memperkuat penerima layanan (demand

side).

Membangun komitmen pemerintah

Membangun komitmen pemerintah merupakan

upaya pertama agar pelayanan publik dapat

menjadi kebijakan pemerintah secara

berkelanjutan, baik pusat maupun daerah.

Kebijakan ini sebaiknya dituangkan ke dalam

peraturan perundangan, perencanaan, dan

penganggaran. Di era otonomi daerah sekarang

ini, komitmen pemerintah daerah menjadi sangat

penting karena pemerintah daerah merupakan

ujung tombak pelayanan publik sehingga

pemerintah daerah mempunyai mandat untuk

merumuskan dan melaksanakan kebijakan

pelayanan publik yang prima. Peraturan Daerah

dan Peraturan Bupati/Walikota menjadi

instrumen yang efektif untuk menunjukkan

bahwa pemerintah daerah mempunyai komitmen

dalam peningkatan pelayanan publik. Komitmen

dan kebijakan ini akan menjadi jelas ketika

pemerintah daerah memasukkan program-

program peningkatan pelayanan publik ke dalam

perencanaan, baik jangka menengah (RPJMD,

Renstra SKPD) maupun tahunan (Renja, RKA

SKPD). Hal yang paling penting adalah

implementasi, monitoring, dan tindak lanjut

laporan hasil monitoring.

Page 2: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

2

Untuk membangun komitmen pemerintah,

Kinerja melaksanakan program-program

advokasi kebijakan bersama masyarakat yang

bernaung dalam forum multi stakeholder (MSF).

Tujuannya adalah agar pemerintah, khususnya

pemerintah daerah mempunyai kepedulian

terhadap peningkatan mutu pelayanan publik

dan mendorong munculnya kebijakan nyata di

daerah-daerah mitra.

Penguatan pemberi pelayanan

Penguatan pemberi pelayanan dibutuhkan untuk

menjamin pelayanan pendidikan kepada

masyarakat, orangtua, dan murid disediakan

sesuai kebutuhan dan standar pelayanan tertentu

yang diatur dalam peraturan perundangan. Dinas

Pendidikan mempunyai mandat untuk

menyediakan guru yang mempunyai kompetensi

dan anggaran yang cukup untuk setiap unit

pelayanan pendidikan (sekolah). Tanpa guru

yang cukup dan kompetensi yang memadai,

pelayanan pendidikan bermutu sesuai standar,

khususnya dalam proses pembelajaran, tidak

pernah akan terwujud. Tanpa anggaran yang

cukup, sekolah tidak akan mampu

menyelenggarakan program dan kegiatan

sekolah sehingga penyediaan pelayanan

pendidikan menjadi tidak sesuai dengan standar

pelayanan minimal dan tidak akan pernah

mencapai standar nasional pendidikan.

Kinerja melaksanakan program penguatan

penyedia pelayanan di tingkat kabupaten/kota

dan di tingkat unit-unit pelayanan. Di tingkat

kabupaten/kota Kinerja memperkenalkan

pentingnya tata kelola pendidikan untuk

meningkatkan mutu pelayanan publik kepada

jajaran pemerintah daerah, khususnya Dinas

Pendidikan dan Bappeda. Di bidang tata kelola

distribusi guru, Kinerja mendampingi

pemerintah daerah dalam penghitungan

distribusi guru berdasarkan data yang valid dan

mutakhir.

Hasil penghitungan kemudian ditindaklanjuti

dengan penyusunan rekomendasi tentang

distribusi guru secara proporsional yang

ditujukan kepada pengambil keputusan, yakni

Bupati/Walikota. Di beberapa daerah mitra

Kinerja, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten

Luwu, dan Kabupaten Barru, pimpinan daerah

telah mengeluarkan Peraturan Bupati tentang

Pemerataan dan Penataan Guru PNS

berdasarkan hasil penghitungan dan

rekomendasi teknis tersebut. Pelaksanaan

distribusi guru kemudian dilaksanakan secara

bertahap sesuai kemampuan anggaran

pemerintah daerah. Pada tahun 2013 Dinas

Pendidikan Kabupaten Luwu Utara telah

memindahkan 128 guru dari sekolah-sekolah

dasar yang berkelebihan guru. Setahun

kemudian memindahkan57 guru SMP dan SMA.

Page 3: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

3

Begitu juga di bidang tata kelola BOSP. Kinerja

mendampingi pemerintah daearah dalam

penghitungan kebutuhan per siswa per tahun.

Penghitungan ini didasarkan pada tujuan

pencapaian standar pelayanan minimal dan

standar nasional pendidikan. Hasil penghitungan

biaya satuan pendidikan, termasuk kesenjangan

antara jumlah biaya yang dibutuhkan dan

pembiayaan dari sumber-sumber yang tersedia

(BOS), kemudian direkomendasikan kepada

pimpinan daerah untuk dijadikan dasar

pengambilan kebijakan menutup kesenjangan

pembiayaaan tersebut.

Di Kabupaten Bulukumba, pemerintah daerah

telah mengeluarkan Peraturan Bupati untuk

memayungi kebijakan pengalokasian dana

tambahan untuk setiap sekolah. Demikian juga

di Kabupaten Simeulue dan Kota Banda Aceh

yang telah mengeluarkan Peraturan Bupati/

Walikota, pemenuhan kebutuhan pembiayaan

sekolah dilaksanakan secara bertahap. Ketiga

daerah tersebut sudah mengalokasikan dana

tambahan ke sekolah-sekolah yang bersumber

dari APBD untuk memenuhi kesenjangan

pendanaan program sekolah.

Di bidang MBS berorientasi pelayanan publik,

Kinerja mendorong sekolah-sekolah agar

menyelenggarakan kegiatan sekolah berdasarkan

pencapaian standar pelayanan serta masukan-

masukan dan pengaduan dari murid dan

orangtua/wali murid. Pengaduan-pengaduan ini

diperoleh melalui survei pengaduan yang

dilaksanakan dengan melibatkan ratusan

responden masyarakat. Kinerja juga mendorong

munculnya kebijakan di tingkat kabupaten/kota

agar program MBS berorientasi pelayanan

publik dapat diadopsi dan disebarluaskan ke

sekolah-sekolah lainnya. Di Kota Singkawang,

Dinas Pendidikan telah mulai menyebaluaskan

praktik-praktik baik MBS berorientasi pelayanan

publik ke sekolah-sekolah lain dan

merencanakan akan mencakup seluruh sekolah

di kota itu. Di Kota Probolinggo, pemerintah

kota telah mengeluarkan kebijakan untuk

menerapkannya di semua sekolah secara

bertahap. Demikian juga pemerintah daerah

mitra Kinerja lainnya seperti Kabupaten Barru,

Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten

Melawi. Bahkan Kabupaten Sambas, yang

bukan daerah mitra Kinerja untuk MBS, juga

tertarik dan telah mulai mengadopsi program

MBS berorientasi pelayanan publik melalui

pelatihan untuk Kepala Sekolah dan Komite

Sekolah yang didanai dari sumebr APBD.

Penguatan pengguna pelayanan

Sisi pengguna pelayanan juga perlu untuk

diperkuat sehingga dapat mendorong penyedia

pelayanan menyediakan pelayanan sesuai

dengan standar pelayanan. Pengguna layanan

mempunyai hak untuk memperoleh informasi

yang benar tentang data dan kegiatan yang

diselenggarakan oleh penyedia pelayanan.

Pengguna layanan juga berhak atas kesempatan

untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan

program dan kegiatan di semua tahapan:

perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan

evaluasi. Untuk menjamin agar masyarakat

dapat ikut serta secara efektif dalam

penyelenggaraan pelayanan pendidikan, Kinerja

melaksanakan program penguatan forum multi

stakeholder melalui pelatihan, pendampingan,

dan mendorong terjadinya kerjasama antara

forum dan pemerintah yang berkaitan dengan

program DGP, BOSP, dan MBS.

Pada program DGP dan BOSP, forum multi

stakeholder berperan dalam:

Penghitungan sebaran guru dan biaya satuan

di setiap sekolah;

Penyusunan rekomendasi teknis distribusi

guru;

Konsultasi publik kebijakan distribusi guru;

Pengawalan hingga diterbitkannya regulasi

dan petunjuk teknis pelaksanaannya.

Pada program MBS berorientasi pelayanan

publik, forum multi stakeholder diwakli oleh

Komite Sekolah berperan antara lain dalam hal:

Penyusunan rencana kerja sekolah (RKS dan

RKAS);

Menyeleggarakan survei pengaduan

masyarakat;

Pengawasan tindak lanjut hasil survei

pengaduan;

Penggalangan dana masyarakat dan dunia

industri.

Page 4: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

4

Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional

Distribusi guru menjadi isu penting dalam upaya

pemerataan akses dan mutu pendidikan di tanah

air sehingga Pemerintah Pusat mengeluarkan

Surat Keputusan Bersama 5 Menteri Tahun 2011

tentang Penataan dan Pemeraaan Guru Pegawai

Negeri Sipil. Tulisan hikmah pembelajaran ini

bertujuan untuk memberi masukan kepada

pengambil keputusan, khususnya Pemerintah

Kabupaten/Kota untuk menerapkan kebijakan

yang dapat memecahkan masalah ketimpangan

distribusi guru antar sekolah dan wilayah.

Masukan ini didasarkan pada pengalaman

Program Kinerja yang membantu enam

kabupaten/kota dalam menyusun dan

melaksanakan kebijakan distribusi guru sehingga

pelayanan publik bidang pendidikan menjadi

lebih merata dan meningkat mutunya.

Ketidakmerataan distribusi guru dan

dampaknya

Karakteristik geografis Indonesia menyebabkan

distribusi guru antar wilayah tidak merata.

Secara geografis, Indonesia memiliki berbagai

wilayah sulit yang dikenal dengan daerah 3T

(terdepan, terluar, tertinggal). Pada umumnya

guru enggan ditempatkan dan bertugas di daerah-

daerah tersebut dalam jangka waktu yang lama.

Di daerah-daerah itu moda transportasi dan

fasilitas hidup – terutama tempat tinggal dan

ketersediaan bahan kebutuhan pokok – sangat

terbatas. Akibatnya, guru cenderung

terkonsentrasi di daerah-daerah nyaman. Di sisi

lain, di daerah-daerah perkotaan pun ketidak-

merataan guru antar sekolah kerap terjadi yang

disebabkan oleh penempatan dan penataan guru

yang lebih didasarkan pada pertimbangan politis

dibandingkan kebutuhan sekolah.

Dalam hal penyebaran guru , rasio guru-murid

yang rendah, khususnya di tingkat sekolah dasar,

tidak otomatis berarti bahwa semua sekolah

memiliki jumlah guru yang diperlukan. Bahkan

masih banyak sekolah yang kekurangan guru,

terutama di daerah terpencil, daerah perbatasan,

dan daerah tertinggal. Sebagian besar

kabupaten/kota tidak memiliki sistem

manajemen guru yang efektif untuk menganalisis

kekurangan dan kelebihan guru secara cermat di

setiap sekolah. Dinas Pendidikan cenderung

memberi perhatian lebih pada kekurangan guru

dibandingkan kelebihan guru.

Ketidakmerataan guru mempunyai dampak

negatif pada dua hal. Pertama, pelayanan publik

bidang pendidikan di sekolah-sekolah yang

kekurangan guru menjadi tidak maksimal karena

pada jam pelajaran banyak kelas dibiarkan

kosong tanpa kegiatan belajar, kriteria

ketuntasan mengajar tidak tercapai, dan akhirnya

kompetensi murid menjadi rendah. Kedua, guru-

guru yang bertugas di sekolah-sekolah yang

berkelebihan guru menjadi tidak aktif dan tidak

dapat memenuhi jumlah jam mengajar sesuai

standar (24 jam per minggu) karena harus

berbagi dengan guru lainnya. Keadaan ini

menimbulkan kerugian pada guru karena

berpengaruh pada pengembangan karir guru,

yakni sertifikasi dan kenaikan pangkat yang

mensyaratkan terpenuhinya jam mengajar.

Sementara itu dapat diasumsikan bahwa

peningkatan jumlah guru akan menunjukkan

jumlah murid per rombongan belajar menjadi

kecil dan dengan demikian proses pembelajaran

lebih efektif. Ada dua aspek terkait dengan

situasi tersebut yang memerlukan eksplorasi

lebih lanjut, yakni pengangkatan guru baru dan

redistribusi guru. Dalam era desentralisasi,

tanggung jawab pengangkatan guru menjadi

urusan pemerintah kabupaten/kota dan

pemerintah pusat berwenang menetapkan kuota

jumlah guru PNS. Kuota untuk guru PNS di

semua jenjang sekolah terus meningkat dan

menyebabkan terus meningkatnya jumlah guru,

terutama di tingkat bsekolah dasar. Untuk

sebagiannya, peningkatan ini disebabkan oleh

perubahan status guru honorer menjadi guru

PNS. Logikanya, hal ini akan menyebabkan

menurunnya jumlah guru non-PNS. Namun,

kenyataannya di sekolah-sekolah di daerah

pedesaan dan terpencil masih banyak ditemukan

guru yang berstatus honorer, baik yang dibayar

oleh pemerintah daerah, maupun oleh sekolah

sendiri.

Pelimpahan wenangan pengelolaan guru ke

pemerintah daerah belum disertai dengan

peningkatan kapasitas untuk pengelolaan guru,

khususnya berkaitan dengan analisis kebutuhan

Page 5: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

5

nyata di setiap tingkat dan jenis sekolah. Hal ini

tercermin dari masih banyaknya daerah yang

berkelebihan guru kelas (dilihat dari rasio guru

untuk jumlah kelas) di tingkat SD, dan guru mata

pelajaran tertentu di tingkat SMP dan SMA jika

dilihat dari jumlah rombongan belajar dan beban

mengajar guru. Padahal saat ini dapat

diasumsikan bahwa jumlah anak usia sekolah

dasar cenderung terus menurun turun.

Jelaslah bahwa kelebihan guru menyebabkan

inefisiensi penggunaan sumber daya. Dalam

konteks ini perlu dicatat bahwa banyak

kabupaten mengalokasikan dana di sektor

pendidikan sekitar 30% sampai 40% dari total

anggaran daerah, dan 80% sampai 85% dari

porsi itu digunakan untuk membayar gaji/honor

dan tunjangan guru.

Kebijakan saat ini

Untuk mengatasi kekurangan guru di daerah 3T,

Pemerintah Pusat meluncurkan program Maju

Bersama Mencerdaskan Indonesia yang meliputi

Sarjana Mendidik di Daerah 3T (SM-3T),

Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi dengan

Kewenangan Tambahan (PPGT), Kuliah Kerja

Nyata di Daerah 3T, Pendidikan Profesi Guru

Terintegrasi Kolaboratif (PPGT Kolaboratif),

dan S-1 Kependidikan dengan Kewenangan

Tambahan (S-1 KKT). Program-program

tersebut memang merupakan jawaban untuk

mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di

daerah 3T. Namun, semua program tersebut

merupakan program jangka pendek yang tidak

menjawab persoalan lokalitas dan keberlanjutan.

Program ini juga menimbulkan masalah baru

dalam hal penataan guru di tingkat

kabupaten/kota. Pemerintah daerah cenderung

lebih mengandalkan pasokan guru dari

Pemerintah Pusat dibandingkan mengurai

masalah kekurangan dan ketidakmerataan guru

serta menemukan solusi dengan mengangkat,

menempatkan, dan menata guru secara mandiri

sesuai tanggungjawab otonomi pengelolaan

pendidikan di daerah.

Program distribusi guru proporsional

Kinerja

Dalam bidang distribusi guru, Kinerja membantu

enam daerah mitra bersama para pemangku

kepentingan dalam:

Penghitungan dan analisis penyebaran guru;

Penyusunan rekomendasi kebijakan dan teknis

pelaksanaan distrubusi secara proporsional;

Pelaksanaan inovasi dalam distribusi guru

secara proporsional.

Sebagaimana telah disinggung di depan,

pendekatan yang digunakan Kinerja dalam

program ini adalah transparan, akuntabel,

partisipatif, dan responsif. Pengalaman di

beberapa daerah menunjukkan bahwa program

distribusi guru tidaklah populer dan mempunyai

tantangan tersendiri yang kadangkala sulit

dihadapi oleh penyelenggara pendidikan. Banyak

penolakan dari pihak guru ketika hendak

dipindahkan. Pemindahan guru yang dilakukan

secara transparan akan menghindari penolakan

tersebut. Pemerintah daerah harus menjelaskan

secara terbuka kepada guru dan para pemangku

kepentingan tentang kondisi sebaran guru,

masalah yang ditimbulkannya, dan rencana

pemecahannya. Pelibatan guru dan pemangku

kepentingan dalam proses distribusi guru

menjadi penting.

Kinerja mendorong pemerintah daerah untuk

melaksanakan program distribusi guru secara

bertanggung jawab. Semua biaya program

ditanggung oleh pemerintah daerah, termasuk

penyediaan insentif untuk guru yang

dipindahkan bilamana diperlukan. Pemerintah

daerah juga perlu tanggap terhadap keluhan

masyarakat, terutama orangtua/wali murid,

tentang ketersediaan guru di sekolah. Tanggapan

juga perlu diberikan kepada guru yang

dipindahkan ketika menghadapi kesulitan-

kesulitan di tempat tugas yang baru.

Proses distribusi guru

Pendampingan Kinerja bersama organisasi mitra

dalam program tata kelola distribusi guru

proporsional dilaksanakan melalui proses

sebagai berikut:

Pembentukan Tim;

Penghitungan kondisi sebaran guru antar

sekolah dan wilayah;

Rekomendasi kebijakan;

Uji publik kebijakan;

Publikasi kebijakan;

Page 6: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

6

Penetapan kebijakan dan penerbitan regulasi;

Penyusunan petunjuk teknis;

Monitoring dan evaluasi.

Seluruh proses tersebut dilaksanakan dengan

memegang prinsip-prinsip:

Dilaksanakan secara transparan dan

akuntabel;

Melibatkan instansi terakit di luar Dinas

Pendidikan (Bappeda, BKD, Bagian

Keuangan, Bagian Hukum, DPRD);

Melibatkan forum multi stakeholder;

Pendampingan intensif.

Hasil yang diharapkan

Diharapkan proses pendampingan tata kelola

distribusi guru dapat menghasilkan:

Data sebaran guru yang, valid, dan mutakhir;

Analisis distribusi guru di seluruh kecamatan

di kabupaten/kota mitra;

Rekomendasi teknis distribusi guru

proporsional;

Rencana kerja distribusi guru proporsional;

Skema insentif bagi guru yang ditempatkan di

daerah „terpencil‟;

Peraturan Bupati/Walikota;

Petunjuk teknis pelaksanaan distribusi guru

proporsional;

Implementasi distribusi guru secara

proporsional sesuai rekomendasi teknis;

Keberlanjutan program dengan dukungan

forum multi stakeholder;

Replikasi praktik-praktik yang baik oleh

kabupaten/kota lainnya.

Hasil yang dicapai

Selama sekitar tiga tahun melaksanakan

pendampingan program distribusi guru di enam

kabupaten mitra, hasil-hasil yang telah dicapai

meliputi:

Semua kabupaten mitra telah melaksanakan

penghitungan dan analisis sebaran guru secara

transparan dan partisipatif menggunakan data

guru yang valid dan mutakhir;

Enam kabupaten mitra telah menerbitkan

Peraturan Bupati, yakni Kabupaten Luwu

Utara, Kabupaten Luwu, Kabupaten Barru,

dan Kabupaten Aceh Singkil;

Kabupaten Luwu Utara telah melaksanakan

mutasi 128 guru SD yang kemudian diikuti

oleh pemindahan 57 guru SMP dan

SMA/SMK;

Kabupaten Barru juga telah melaksanakan

mutasi 326 guru dari semua jenjang sekolah

Kabupaten Sambas dan Kabupaten

Bondowoso sudah menerbitkan Petunjuk

PelaksanaanPeraturan Bupati.

Replikasi Program Tata Kelola DGP

Selain melanjutkan dukungan teknis kepada

kabupten mitra melalui organisasi mitra

pelaksana dan konsultan paruh waktu, Kinerja

mendorong kabupaten/kota non-mitra untuk

mereplikasi praktik-praktik yang baik penerapan

distribusi proporsional. Kinerja menyediakan

bantuan teknis terbatas kepada pemerintah

daerah yang ingin mereplikasi program ini.

Untuk mendukung replikasi, Kinerja juga

memperkuat organisasi mitra pelaksana sehingga

siap digunakan oleh pemerintah daerah non-

mitra. Sampai saat ini Program Tata Kelola DGP

telah direplikasi oleh Kabupaten Sampang.

Kesimpulan

Berdasarkan pengalaman pendampingan Kinerja

di enam kabupaten mitra, dapat disimpulkan

beberapa hal:

Pada dasarnya pemerintah kabupaten

mempunyai komitmen untuk melaksanakan

program distribusi guru, namun

membutuhkan perhatian dan bantuan teknis

dari pihak luar;

Distribusi guru dapat dilaksanakan jika proses

penghitungan dan perumusan kebijakan

dilakukan secara transparan dan partisipatif

dengan melibatkan pihak-pihak terkait,

termasuk masyarakat yang terhimpun dalam

forum multi stakeholder.

Untuk bisa berperan dalam proses tata kelola

distribusi guru proporsional, kapasitas forum

Page 7: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

7

multi stakeholder perlu diperkuat terlebih

dahulu.

Pengelolaan data guru belum berjalan dengan

baik di banyak daerah sehingga proses

penghitungan sebaran guru yang valid dan

mutakhir memerlukan waktu yang cukup

lama. Meskipun pemerintah telah

menyediakan Data Pokok Pendidikan

(DAPODIK) sebagai sistem database

pendidikan terpadu, namun implementasinya

perlu terus ditingkatkan;

Hasil penghitungan dan pemetaan distribusi

guru berguna tidak hanya untuk pemerataan

guru, namun juga dimanfaatkan sebagai dasar

penyusunan kebijakan lainnya seperti

penggabungan sekolah yang berdekatan,

pembelajaran kelas rangkap bagi sekolah

dengan jumlah murid sedikit, dan guru

kunjung untuk sekolah di daerah sangat

terpencil.

Page 8: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

8

Tata Kelola Bantuan Operasional Satuan Pendidikan

Banyak daerah telah meluncurkan program

pendidikan gratis tanpa mengetahui dengan pasti

jumlah dana yang dibutuhkan sekolah untuk

menyelenggarakan program dan kegiatan yang

berkaitan dengan pencapaian standar pelayanan

minimal. Itulah sebabnya diperkirakan sekitar

70% sekolah belum mencapai standar pelayanan

minimal yang diamanatkan oleh peraturan

perundangan.

Bagi sekolah-sekolah yang dana operasional-nya

tidak mencukupi, pernyataan sekolah gratis

menyulitkan dalam upaya memperoleh dukungan

dana dari sumber-sumber lain. Masyarakat

beranggapan bahwa dengan program sekolah

gratis pemerintah (pusat mapun daerah) telah

mampu memenuhi seluruh kebutuhan

pembiayaan sekolah.

Pada kenyataannya tidaklah demikian. Sebagai

contoh, pada tahun 2012 Pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan meluncurkan program

pendidikan gratis dengan mengalokasi dana

sebesar Rp.48.000 per siswa per tahun untuk

sekolah dasar. Padahal jumlah itu belum dapat

menutup kesenjangan pembiayaan sekolah yang

dari hasil penghitungan biaya operasional satuan

pendidikan, membutuhkan total biaya

Rp.837.000 per siswa per tahun.

Setelah dikurangi dana dari BOS (Rp.580.000)

dan pemerintah provinsi, masih ada kesenjangan

sebesar Rp.209.222.

Dengan demikian, penitungan BOSP menjadi

besar manfaatnya. Bagi sekolah hasil

penghitungan BOSP bermanfaat:

Sebagai masukan untuk pedoman mengenai

pembiayaan berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005;

Sebagai pedoman dalam penyusunan rencana

dan anggaran sekolah dalam rangka

pencapaian standar pelayanan publik, standar

pelayanan minimal, dan standar nasional

pendidikan;

Sebagai bahan untuk mengkomunikasikan

kebutuhan dana tambahan bagi biaya

operasional sekolah dengan pihak-pihak yang

berpotensi memberi dana seperti orangtua/

wali murid dan dunia usaha/dunia industri;

Sebagai pendukung lancarnya proses

kegiatan belajar mengajar sesuai dengan

SPM dan SNP.

Manfaat penghitungan BOSP yang rinci bagi

masyarakat/orangtua adalah sebagai informasi

yang transparan dan mudah dimengerti tentang

(1) biaya operasional yang harus dikeluarkan

oleh sekolah agar dapat memberikan pelayanan

pendidikan yang bermutu (sesuai standar), dan

(2) besarnya dana tambahan yang masih

dibutuhkan sekolah untuk menutupi biaya

operasionalnya, jika pendapatan sekolah dari

pemerintah dan sumber-sumber lain belum

mencukupi. Penghitungan BOSP yang rinci,

transparan, dan mudah dimengerti akan lebih

mudah mendorong partisipasi masyarakat dalam

hal pendanaan untuk sekolah. Selain itu

masyarakat dapat memperoleh gambaran tentang

alokasi penggunaan dana operasional di sekolah,

sehingga memberi peluang untuk ikut

mengawasi penggunaan dana di sekolah.

Page 9: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

9

Bagi pemerintah, penghitungan BOSP sebagai

dasar untuk menghitung kebutuhan pendanaan

untuk biaya operasional sekolah dan dapat

dijadikan acuan untuk:

Mengalokasikan dana ke sekolah, misalnya

sebagai dana pendamping BOS bilamana

masih ada kesenjangan antara BOS dan dana

yang dibutuhkan sekolah.

Melakukan negosiasi guna mendapatkan

tambahan dana pendamping BOS pusat dari

pemerintah provinsi.

Menetapkan kebijakan tentang pendanaan

pendidikan, misalnya kebijakan diperboleh-

kan atau tidaknya penarikan dana dari

orangtua murid jika nilai BOSP lebih tinggi

daripada nilai dana BOS pusat ditambah dana

pendamping BOS dari APBD Kabupaten/

Kota dan APBD Provinsi.

Dalam hal kebijakan “Sekolah Gratis” perlu

diperhatikan bahwa jika sekolah tidak boleh lagi

menarik dana dari orangtua/wali peserta didik,

maka sekolah harus mendapat dana yang cukup

sesuai BOSP dari Pemerintah. Kebijakan

“Sekolah Gratis” tanpa pendanaan yang cukup

bagi sekolah akan memaksa sekolah memberikan

pelayanan pendidikan yang tidak bermutu.

Hasil penghitungan BOSP juga bermanfaat bagi

DPRD. Secara struktural DPRD merupakan

lembaga yang bertugas melakukan pengawasan

terhadap kinerja pemerintah kabupaten/kota.

Dalam kaitannya dengan tugas tersebut, DPRD

melakukan pengawasan dan pemantauan

terhadap kegiatan pemerintah kabupaten secara

keseluruhan mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, sampai akhir kegiatan.

DPRD juga berperan aktif dalam pembahasan

Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang

APBD dan sangat menentukan dalam

persetujuan usulan anggaran baru dari

pemerintah daerah setiap tahunnya, meskipun

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 memberi

peluang pemerintah daerah untuk menetapkan

Rancangan Peraturan Bupati tentang APBD. Jika

DPRD tidak menyetujuinya, maka nilai anggaran

maksimalnya adalah sejumlah tahun anggaran

sebelumnya. Selain menjadi salah satu bentuk

sanksi bagi pemerintah daerah, mekanisme

tersebut memberi peluang bagi anggota DPRD

untuk memainkan perannya dalam mendorong

pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Dengan

demikian, bagi DPRD hasil penghitungan BOSP

dapat dijadikan acuan dalam penganggaran dan

pengawasan penggunaan anggaran untuk biaya

operasional pendidikan.

Program BOSP Kinerja

Dalam bidang BOSP, Kinerja membantu tiga

daerah mitra bersama para pemangku

kepentingan dalam:

Page 10: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

10

Penghitungan dan analisis biaya operasional

satuan pendidikan di tingkat SD dan SMP;

Penyusunan rekomendasi kebijakan dan teknis

pengalokasian dana operasional untuk sekolah;

Pelaksanaan inovasi dalam distribusi guru

secara proporsional.

Sama halnya dengan program DGP, pendekatan

yang digunakan Kinerja dalam program BOSP

adalah transparan, akuntabel, partisipatif, dan

responsif seperti digambarkan diagarm di depan.

Proses penghitungan BOSP

Pendampingan Kinerja bersama organisasi mitra

dalam program tata kelola BOSP dilaksanakan

melalui proses sebagai berikut:

Pembentukan Tim;

Penghitungan biaya operasional yang

dibutuhkan sekolah untuk pencapaian

standar-standar secara bertahap.;

Rekomendasi kebijakan;

Uji publik kebijakan;

Publikasi kebijakan;

Penetapan kebijakan dan penerbitan regulasi;

Penyusunan petunjuk teknis;

Monitoring dan evaluasi.

Seluruh proses tersebut dilaksanakan dengan

memegang prinsip-prinsip:

Dilaksanakan secara transparan dan

akuntabel;

Melibatkan instansi terakit di luar Dinas

Pendidikan (Bappeda, Bagian Keuangan,

Bagian Hukum);

Melibatkan forum multi stakeholder;

Pendampingan intensif.

Hasil yang diharapkan

Proses pendampingan tata kelola BOSP dapat

menghasilkan:

Penghitungan biaya opersional satuan yang

dibutuhkan sekolah dengan mengacu pada

SPM dan SNP;

Analisis kesenjangan pembiayaan operasional

sekolah;

Rekomendasi teknis pembiayaan operasional

sekolah (BOSDA);

Rencana kerja pengalokasian BOSDA ke

sekolah;

Peraturan Bupati/Walikota;

Petunjuk teknis pelaksanaan BOSDA;

Implementasi BOSDA sesuai rekomendasi

teknis;

Keberlanjutan implementasi BOSDA dengan

dukungan forum multi stakeholder;

Replikasi praktik-praktik yang baik oleh

kabupaten/kota lainnya.

Hasil yang dicapai

Hingga saat ini hasil-hasil yang telah dicapai

oleh daerah mitra Kinerja adalah sebagai berikut:

Ketiga kabupaten/kota mitra Kinerja telah

menyelesaikan penghitungan BOSP secara

transparan dan partisipatif dengan melibatkan

forum multi stakeholder. Pemerintah daerah

juga sudah mengeluarkan Pertaturan

Bupati/Walikota.

Kabupaten Bulukumba sudah mengalokasi

BOSDA sesuai hasil penghitungan BOSP

sejak tahun 2012 dan berlanjut hingga tahun

2015.

Kabupaten Simeulue sudah mengalokasi dana

tambahan sejak 2011 walaupun belum

menutup secara penuh kesenjangan

pembiayaan sekolah. Namun pada akhirnya

pemerintah daerah sudah memenuhi seluruh

kebutuhan pembiayaan sekolah di tingkat SD

dan SMP pada 2014.

Sama halnya dengan Kabupaten Simeulue,

pemerintah Kota Banda Aceh juga sudah

mengalokasi dana tambahan sejak 2011.

Dalam pengalokasian dana penunjang

pendidikan (DPP) Kabupaten Simeulue dan

Kota Banda Aceh menggunakan formula

yang membuat alokasi dana menjadi lebih

adil bagi semua sekolah.

Berdasarkan pengalaman di Simelue dan Banda

Aceh, Kinerja bersama organisasi mitra

pelaksana dan MSF mendorong pemerintah

daerah lainnya untuk menggunakan formula

yang memperhitungkan besar kecilnya sekolah

dan tingkat kemajuan sekolah dalam menentukan

alokasi dana penunjang pendidikan.

Page 11: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

11

Replikasi Program Tata Kelola BOSP

Disamping melanjutkan dukungan teknis kepada

kabupten/kota mitra melalui organisasi mitra

pelaksana dan konsultan paruh waktu, Kinerja

mendorong kabupaten/kota non-mitra untuk

mereplikasi praktik-praktik yang baik penerapan

Tata Kelola BOSP. Kinerja menyediakan

bantuan teknis terbatas kepada pemerintah

daerah tang ingin mereplikasi program ini.

Untuk mendukung replikasi, Kinerja juga

memperkuat organisasi mitra pelaksana sehingga

siap digunakan oleh pemerintah daerah non-

mitra. Sampai saat ini Program Tata Kelola

BOSP telah direplikasi dan mulai dilaksanakan

oleh pemerintah daerah di Kabupaten Sidenreng

Rappang, Kota Palopo, Kabupaten Jeneponto,

Kota Batu, dan Kabupaten Pakpak Bharat.

Kesimpulan

Berdasarkan pengalaman pendampingan Kinerja

di tiga kabupaten/kota mitra, dapat disimpulkan

beberapa hal:

Pemerintah telah menaikkan jumlah dana

BOS per sekolah. Kenaikan ini sangat

membantu sekolah-sekolah untuk

meningkatkan mutu pelayanannya. Meskipun

demikian Program Tata Kelola BOSP tetap

diperlukan untuk terus mengantisipasi

peningkatan kebutuhan sekolah. Selain itu,

mengingat dana BOS masih terbatas pada

pemenuhan minimal, hasil penghitungan

BOSP yang terus diperbaharui akan sangat

berguna bagi pemerintah daerah yang

mempunyai komitmen untuk meningkatan

mutu pelayanan di atas minimal.

Sama halnya dengan program DGP, pada

dasarnya pemerintah kabupaten mempunyai

komitmen untuk melaksanakan program

BOSP, namun membutuhkan perhatian dan

bantuan teknis dari pihak luar;

Program Tata Kelola BOSP dapat

dilaksanakan jika proses penghitungan,

perumusan kebijakan, dan pengalokasian

BOSDA dilakukan secara transparan dan

partisipatif dengan melibatkan pihak-pihak

terkait, termasuk masyarakat, melalui forum

multi stakeholder.***

Page 12: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

12

Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik

Di Indonesia, konsep manajemen berbasis

sekolah (MBS) telah diperkenalkan dan

dilaksanakan sejak tahun 1997/1998. MBS

merupakan wujud otonomi sekolah sejalan

dengan kebijakan desentralisasi kewenangan

pendidikan dan dimaksudkan agar sekolah

mempunyai otonomi yang lebih besar untuk

menyelenggarakan program dan kegiatannya

dengan mendorong peran serta masyarakat

melalui komite sekolah.

Dalam konteks otonomi, sekolah diberi

kewenangan untuk mengatur dirinya dan warga

sekolah menurut prakarsa sendiri, berdasarkan

aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan

perundangan. Sekolah diberi wewenang untuk

mengelola dan memanfaatkan sumber daya

sekolah semaksimal mungkin untuk

meningkatkan mutu proses dan output

pembelajaran.

Namun, pada praktiknya pelaksanan MBS

perlu lebih ditingkatkan. Sebagian besar

sekolah melaksanakan MBS apa adanya,

belum dilaksanakan secara maksimal, dan

belum mengarah pada perbaikan mutu

pelayanan. Di sebagian besar sekolah,

pengelolaan masih belum transparan dan

akuntabel serta tidak partisipatif, apalagi

responsif. Oleh karena itu Kinerja berupaya

mendampingi sekolah dan komite sekolah

untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan

sekolah dan mutu pelayanan sekolah.

Program MBS Kinerja

Konsep utuh MBS mengandung setidaknya

tiga komponen yang saling berkaitan, yakni

manajemen sekolah, pembelajaran, dan

partisipasi masyarakat. Program bantuan teknis

Kinerja lebih difokuskan pada dua komponen,

yakni manajemen sekolah dan partisipasi

masyarakat dengan asumsi bahwa jika dua

komponen tersebut bekerja baik, maka akan

ada peningkatan komponen pembelajaran.

Komponen manajemen cukup luas

cakupannya, namun pendampingan Kinerja

difokuskan pada perencanaan, penganggaran,

dan pelaporan keuangan sekolah.

Tujuan utama pendampingan Kinerja di bidang

MBS adalah untuk meningkatkan pelayanan

publik sekolah sebagai suatu unit layanan di

sektor pendidikan. Upaya peningkatan

pelayanan publik ini disertai dengan penguatan

sisi pengguna layanan yang difokuskan pada

peningkatan peran komite sekolah sebagai

forum multi stakeholder di tingkat sekolah.

Upaya sekolah dalam peningkatan pelayanan

publik harus dilakukan sejak awal, secara

Page 13: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

13

sistematis dan terencana. Oleh karena itu,

perencanaan sekolah yang mencakup

pencapaian standar pelayanan, standar

pelayanan minimal, dan standar nasional

pendidikan menjadi sangat penting.

Perencanaan dalam konsep MBS berorientasi

pelayanan publik harus partisipatif dan

responsif. Perencanaan harus dibuat bersama

komite sekolah dan berdasarkan data sekolah

yang valid dan mutakhir, evaluasi diri sekolah,

dan hasil survei pengaduan masyarakat.

Survei pengaduan masyarakat di sekolah

tergolong hal baru dan langka. Selama ini

sekolah tidak dianggap sebagai unit layanan

sebagaimana halnya Pukesmas dan Kantor Pos.

Survei pengaduan masyarakat mengacu pada

Peraturan Menteri PAN 13/2009 tentang

Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan

Publik dengan Partisipasi Masyarakat.

Peraturan ini memberi mandat setiap unit

layanan, termasuk sekolah, melaksanakan

survei pengaduan masyarakat untuk

meningkatkan mutu pelayanannya. Secara umum prinsip MBS berorientasi

pelayanan publik yang difasilitasi oleh Kinerja

adalah sebagai berikut:

Menempatkan sekolah sebagai unit layanan,

dimana sekolah sebagai penyedia layanan

diwajibkan untuk memberikan pelayanan

sesuai standar yang berlaku (Standar

Pelayanan Publik, Standar Pelayanan

Minimum Pendidikan Dasar, dan Standar

Nasional Pendidikan);

Memberikan ruang partisipasi yang

memadai bagi pengguna pelayanan (siswa,

orang tua dan masyarakat sekitar) untuk

menyampaikan masukan, keluhan dan saran

guna peningkatan pelayanan sekolah,

melalui survei pengaduan ataupun

mekanisme lainnya;

Proses penyusunan dokumen perencanaan

sekolah secara partisipatif, antara pihak

sekolah bersama Komite Sekolah;

Memberikan informasi yang memadai bagi

Komite Sekolah tentang perencanaan,

penganggaran, dan pendanaan sekolah,

termasuk pelaporan keuangannya dan

informasi penting lainnya sebagai upaya

penerapan transparansi dan akuntabilitas

sekolah;

Page 14: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

14

Pemerintah Daerah – SKPD terkait lebih

aktif dalam mendukung upaya peningkatan

pelayanan di sekolah;

Adanya mekanisme monitoring

implementasi MBS berorientasi pelayanan

publik oleh forum multi stakeholder;

Keterlibatan media massa, termasuk jurnalis

warga, dalam mempublikasikan praktik-

praktik yang baik, keluhan, dan saran

masyarakat untuk mendukung peningkatan

pelayanan publik.

Hasil yang diharapkan

Hasil yang diharapkan dari pendampingan di

sekolah-sekolah mitra Kinerja meliputi, namun

tidak terbatas pada:

Data sekolah yang valid dan mutakhir;

Evaluasi diri sekolah;

Survei pengaduan masyarakat;

Janji perbaikan layanan berdasarkan survei

pengaduan;

Rekomendasi perbaikan layanan;

Perencanaan dan penganggaran sekolah

yang partisipatif menggunakan data yang

valid dan mutakhir, hasil evaluasi diri

sekolah, dan hasil survei pengaduan serta

meengakomodasi standar pelayanan, SPM,

dan SNP;

Implementasi rencana sekolah yang

transparan dan akuntabel;

Komite sekolah aktif dalam survei

pengaduaan, perencanaan sekolah, dan

monitoring tindak lanjut janji perbaikan

layanan;

Laporan kegiatan dan keuangan sekolah

terintegrasi, transparan, dan akuntabel;

Perbaikan pelayanan sekolah;

Perluasan penerapan praktik-praktik MBS

yang baik ke sekolah lain.

Hasil yang dicapai

Bersama organisasi mitra pelaksana, Kinerja,

melaksanakan pendampingan pengembangan

MBS berorientasi pelayanan publik di 180

sekolah mitra di sembilan kabupaten/kota di

empat provinsi (20 sekolah di masing-masing

kabupaten/kota).

Pendekatan Kinerja telah menunjukkan

manfaat yang cukup signifikan di hampir

semua sekolah mitra, baik dari aspek

peningkatan partisipasi forum multi

stakeholder sekolah, transparansi,

akuntabilitas, dan peningkatan kualitas

pelayanan sekolah. Sekolah-sekolah menyusun

RKS dan RKAS secara partisipatif dan

memasukkan program dan kegaiatan menuju

pencapaian standar pelayanan serta

berdasarkan data yang valid, evaluasi diri

sekolah, dan hasil survei pengaduan.

Sekolah-sekolah mitra Kinerja melaksanakan

survei pengaduan, menganalisis hasilnya

menjadi sebuah indeks pengaduan masyarakat,

membuat janji perbaikan layanan dan

menindaklanjuti pengaduan yang menjadi

wewenang sekolah dan menyampaikan

rekomendasi tindak lanjut kepada Dinas

Pendidikan. Di Kabupaten Barru, ada sekolah

yang menyampaikan rekomendasi kepada

instansi lain di luar Dinas Pendidikan, yakni

Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk

memperbaiki layanan UKS.

Beberapa kepala sekolah menyatakan bahwa

survei pengaduan sangat efektif untuk

memperbaiki pelayanan sekolah. Tanpa survei

pengaduan, mereka tidak mengetahui apa yang

menjadi keluhan dan harapan pengguna

layanan.

Di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, terlihat

jelas perubahan pelayanan sekolah terhadap

murid dan siswa. Fasilitas dan kegiatan

pembelajaran membaik sehingga murid belajar

dengan nyaman. Lingkungan sekolah juga

menjadi lebih baik berkat peran serta

pemerintah daerah, komite sekolah, dan

masyarakat yang tanggap terhadap pengaduan

masyarakat.

Beberapa sekolah di Kabupaten Melawi telah

berhasil meraih dukungan pendanaan dari

orangtua/wali murid, masyarakat, dan dunia

industri setelah sekolah menerapkan

perencanaan yang transparan dan partisipatif.

Page 15: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

15

Replikasi Program Tata Kelola MBS

Setelah melihat dan merasakan manfaat

Program Tata Kelola MBS, beberapa daerah

mitra Kinerja menyebarluaskan program ini ke

sekolah-sekolah lain seperti di Kota

Probolinggo, Kabupaten Jember, Kabupaten

Bener Meriah, Kabupaten Barru, dan Kota

Singkawang. Bahkan Kota Probolingo pada

tahun 2014 menerapkan program ini ke semua

SD dan SMP.

Sama halnya dengan Program Tata Kelola

DGP dan BOSP, selain melanjutkan dukungan

teknis Tata Kelola MBS kepada

kabupaten/kota mitra melalui organisasi mitra

pelaksana dan konsultan paruh waktu, Kinerja

mendorong kabupaten/kota non-mitra untuk

mereplikasi praktik-praktik yang baik

penerapan Tata Kelola MBS. Kinerja

menyediakan bantuan teknis terbatas kepada

pemerintah daerah tang ingin mereplikasi

program ini. Untuk mendukung replikasi,

Kinerja juga memperkuat organisasi mitra

pelaksana sehingga siap digunakan oleh

pemerintah daerah non-mitra. Sampai saat ini

Program Tata Kelola MBS telah direplikasi

dan mulai dilaksanakan oleh pemerintah

daerah di Kabupaten Pacitan, Kabupaten

Mojokerto, dan Kota Mojokerto. Pada tahun

Kesimpulan

Berdasarkan pengalaman bekerja bersama

sekolah dan komite sekolah di berbagai daerah,

dapat disimpulkan bahwa:

Jika diterapkan dengan benar dan sungguh-

sungguh, melalui MBS sekolah dapat

meningkatkan pelayanannya.

Di banyak sekolah, penerapan MBS

ternyata tidaklah mudah dan memerlukan

pendampingan terus menerus. Untuk

menjamin keberlanjutan diperlukan

komitmen dan dukungan nyata dari Dinas

Pendidikan, khususnya pengawas sekolah,

dan komite sekolah. Dengan demikian,

penguatan di tingkat kabupaten/kota,

UPTD, dan komite sekolah menjadi

penting.

Penyelenggaraan sekolah yang transparan,

partisipatif, dan akuntabel telah terbukti

mampu mendatangkan dukungan dari

orangtua/wali murid, masyarakat dan dunia

usaha.

Survei pengaduan, janji perbaikan layanan,

dan rekomendasi kepada instansi terkait

sangat bermanfaat bagi sekolah untuk

meningkatkan pelayanan publik.***

Page 16: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

16

Rekomendasi

Berdasarkan pengalaman pelaksanaan

program pendidikan Kinerja, beberapa

rekomendasi perlu disampaikan agar tata

kelola pendidikan di tingkat kabupaten/kota

dan sekolah dapat memenuhi standar

pelayanan sebagaimana telah diatur dalam

peraturan perundangan yang berlaku.

Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional

1. Pemerintah pusat perlu mengeluarkan

regulasi yang lebih kuat agar pemerintah

daerah bersedia melaksanakan distribusi

dan penataan guru secara lebih baik. SKB

5 Menteri tentang Pemerataan dan

Penataan Guru PNS belum cukup efektif.

Direkomendasikan agar pemerintah pusat

menerbitkan regulasi dalam bentuk

Peraturan Pemerintah ditindaklanjuti

dengan Peraturan Menteri tantang petunjuk

teknisnya.

2. Pemerintah pusat perlu memberi

bimbingan teknis bagi pelaksana di daerah

sehingga distribusi dan penataan guru

dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Pemerintah pusat perlu menerapkan

insentif bagi daerah-daerah yang siap

melaksanakan distribusi dan penataan guru

dengan baik. Sebaliknya sanksi juga perlu

diterapkan bagi daerah-daerah yang tidak

melaksanakannya.

4. Pemerintah daerah harus melaksanakan

distribusi dan penataan guru untuk

menajamin pelayanan publik di sektor

pendidikan, khususnya di sekolah menjadi

lebih baik.

5. Dalam melaksanakan distribusi dan

penataan guru, pemerintah daerah perlu

melibatkan instansi-instansi pemerintah

daerah terkait dan masyarakat melalui

forum multi stakeholder. Hal ini

dimaksudkan agar kebijakan distribusi

guru dilaksanakan secara transparan dan

akuntabel serta dapat diterima oleh

berbagai pihak dan mengurangi dampak

yang ditimbulkannya seperti penolakan

oleh masyarakat dan guru yang akan

dipindahkan.

6. Dalam pelaksanaan distribusi guru,

pemerintah daerah harus mempertimbang-

kan berbagai faktor seperti jenjang

sekolah, jarak sekolah, biaya ekonomi,

sosial dan psikologis.

7. Pemerintah daerah perlu menyediakan

skema insentif, terutama bagi guru-guru

yang ditempatkan di daerah terpencil.

8. Untuk menjamin keberlangsungan

distribusi dan penataan guru secara

proporsional, pemerintah daerah perlu

menerbitkan regulasi dalam bentuk

Peraturan Bupati/Walikota berikut

petunjuk teknis pelaksanaannya.

Tata Kelola Biaya Operasional Satuan

Pendidikan

1. Pada 2015 pemerintah pusat sudah

meningkatkan alokasi BOS ke sekolah-

sekolah yang sangat membantu pencapaian

standar pelayanan minimal. Di samping itu

pemerintah juga menerapkan formula yang

lebih adil bagi sekolah-sekolah dengan

jumlah murid sedikit. Namun

penghitungan BOSP tetap diperlukan agar

pemrintah daerah dapat ikut serta dalam

pendanaan sekolah, terutama untuk

sekolah-sekolah yang tingkat kemajuan

dan kebutuhan berada di atas rata-rata.

2. Apabila dana BOS tidak dapat memenuhi

kebutuhan sekolah, pemerintah pusat perlu

menerbitkan peraturan yang mewajibkan

pemerintah daerah untuk mengalokasikan

dana tambahan ke sekolah-sekolah untuk

menutup kesenjangan pembiayaan

operasional sekolah.

3. Dalam proses penyusunan kebijakan,

penghitungan BOSP dan pelaksanaannya,

pemerintah daerah perlu melibatkan

masyarakat melalui forum multi

stakeholder sesuai prinsip-prinsip

transparansi dan akuntabilitas sebagaimana

diamanatkan oleh peraturan perundangan.

Page 17: Pelayanan Publik Sektor Pendidikan

17

4. Untuk menjamin keberlangsungan alokasi

dana tambahan ke sekolah-sekolah

(BOSDA), pemerintah daerah perlu

menerbitkan regulasi dalam bentuk

Peraturan Bupati/Walikota berikut

petunjuk teknis pelaksanaannya.

Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah

1. Penyelenggara pendidikan di semua

tingkatan harus memahami bahwa sekolah

merupakan unit pelayaan publik

pemerintah di sektor pendidikan

sebagaimana disebut dalam Permenpan

No.13/2009. Dengan demikian sekolah

wajib menyediakan pelayanan bagi murid

dan masyarakat sesuai standar pelayanan.

2. Pemerintah pusat perlu menerbitkan

peraturan mengenai pelaksanaan

manajamin berbasis sekolah untuk

menjamin otonomi sekolah dapat

dilaksanakan dengan melibatkan

masyarakat melalui komite sekolah.

Hirarki legalitas Kepmendiknas No.

044/U/2002 tidak cukup kuat untuk

pelaksanaannya. Demikian juga PP

No.17/2010 yang walaupun secara hirarki

legalitas cukup kuat, namun tidak secara

tegas mengatur tentang keharusan sekolah

melaksanakan manajemen berbasis

sekolah.

3. Untuk menguatkan pelaksanaan

manajamen berbasis sekolah yang

berorientasi pelayanan publik, pemerintah

daerah perlu menerbitkan peraturan yang

mewajibkan sekolah melaksanakan survei

pengaduan sebagai bagian dari proses

perencanaan dan penganggaran sekolah.

Survei pengaduan ini kemudian

dilanjutkan dengan janji dan pelaksanaan

perbaikan layanan sekolah.

4. Untuk menjamin manajemen berbasis

sekolah dilaksanakan dengan sungguh-

sungguh, pemerintah daerah perlu

menguatkan peran pengawas sekolah untuk

dapat melakukan supervisi dan memberi

bimbingan teknis kepada sekolah-sekolah,

termasuk komite sekolah. Disamping itu,

musyawarah kerja kepala sekolah dapat

dijadikan forum untuk menguatkan

pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.

5. Dengan meningkatnya tuntutan agar kepala

sekolah dan guru melaksanakan tata kelola

MBS dengan baik, maka sudah saatnya

manajemen SD mempunyai tenaga

administrasi sebagaimana di SMP dan

SMA/SMK, sehingga kepala sekolah dan

guru dapat mencurahkan lebih banyak

waktu dan perhatiannya ke peningkatan

mutu tata kelola dan kegiatan

pembelajaran.

*****