pelaksanaan fungsi pengawasan dan fungsi rehabilitasi …

19
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi Pada Program Asimilasi Kerja Sosial Bagi Narapidana Korupsi Vidya Marta Fitriana dan Drs. Johannes Sutoyo, M.A. Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia E-mail : [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan dan fungsi rehabilitasi pada program asimilasi kerja sosial bagi narapidana korupsi. Asimilasi kerja sosial merupakan kegiatan membaurkan narapidana dengan masyarakat atau disebut community based - correction. Dalam implementasinya, program yang menjadi kewajiban narapidana korupsi untuk mendapatkan hak asimilasi ini sulit dilakukan. Balai Pemasyarakatan sebagai instansi yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan asimilasi berperan ganda dalam mengawasi sekaligus merehabilitasi. Pengawasan adalah seluruh aktivitas mengamati pelaksanaan asimilasi kerja sosial mulai dari proses pengusulan hingga asimilasi selesai dilakukan, sementara rehabilitasi merupakan upaya memulihkan hubungan pelaku dengan masyarakat. Berdasarkan kedua hal tersebut, rehabilitasi sebagai tujuan utama dalam penyelenggaraan asimilasi kerja sosial perlu didukung dengan adanya fungsi pengawasan yang optimal. Implementation of the monitoring function and the rehabilitation function of community service programs for convicted of corruption Abstract This research discusses about implementation of the monitoring function and the rehabilitation function of community service for convicted of corruption. An offender under a community service order performs labor for the community or called community based - correction. A recognition of the fact that the implementation of assimilation is difficult. Balai Pemasyarakatan as the agency that has the authority to implementation of assimilation as serving a double purpose. It functions to monitoring and rehabilitate. Monitoring is a form of supervisory the implementation of assimilation from began to the end, while rehabilitation is an attempt to alter the attitudes of offender to support the prisoner’s reintegration. Based on these, rehabilitation as the main purpose in assimilation must be supported by monitoring function. Key Words : Assimilation, Community Service, Community based – correction, Implementing Program, Monitoring, Rehabilitation Pendahuluan Dewasa ini, masyarakat semakin menyadari arti penting dari reaksi sosial terhadap terjadinya suatu kejahatan. Reaksi sosial masyarakat terhadap kejahatan dapat diwujudkan melalui konsep penghukuman yang tercantum dalam sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana adalah suatu lembaga resmi pemerintah yang dibuat dalam rangka memberikan reaksi terhadap kejahatan, baik untuk mencegah munculnya korban, menyelesaikan perkara atau menanggulangi pengulangan kembali oleh pelaku (Dermawan, Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Upload: others

Post on 18-Nov-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi Pada Program Asimilasi Kerja Sosial Bagi Narapidana Korupsi

Vidya Marta Fitriana dan Drs. Johannes Sutoyo, M.A.

Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

E-mail : [email protected]

Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan dan fungsi rehabilitasi pada program asimilasi kerja sosial bagi narapidana korupsi. Asimilasi kerja sosial merupakan kegiatan membaurkan narapidana dengan masyarakat atau disebut community based - correction. Dalam implementasinya, program yang menjadi kewajiban narapidana korupsi untuk mendapatkan hak asimilasi ini sulit dilakukan. Balai Pemasyarakatan sebagai instansi yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan asimilasi berperan ganda dalam mengawasi sekaligus merehabilitasi. Pengawasan adalah seluruh aktivitas mengamati pelaksanaan asimilasi kerja sosial mulai dari proses pengusulan hingga asimilasi selesai dilakukan, sementara rehabilitasi merupakan upaya memulihkan hubungan pelaku dengan masyarakat. Berdasarkan kedua hal tersebut, rehabilitasi sebagai tujuan utama dalam penyelenggaraan asimilasi kerja sosial perlu didukung dengan adanya fungsi pengawasan yang optimal.

Implementation of the monitoring function and the rehabilitation function of community service programs for convicted of corruption

Abstract

This research discusses about implementation of the monitoring function and the rehabilitation function of community service for convicted of corruption. An offender under a community service order performs labor for the community or called community based - correction. A recognition of the fact that the implementation of assimilation is difficult. Balai Pemasyarakatan as the agency that has the authority to implementation of assimilation as serving a double purpose. It functions to monitoring and rehabilitate. Monitoring is a form of supervisory the implementation of assimilation from began to the end, while rehabilitation is an attempt to alter the attitudes of offender to support the prisoner’s reintegration. Based on these, rehabilitation as the main purpose in assimilation must be supported by monitoring function.

Key Words : Assimilation, Community Service, Community based – correction, Implementing Program, Monitoring, Rehabilitation

Pendahuluan

Dewasa ini, masyarakat semakin menyadari arti penting dari reaksi sosial terhadap

terjadinya suatu kejahatan. Reaksi sosial masyarakat terhadap kejahatan dapat diwujudkan

melalui konsep penghukuman yang tercantum dalam sistem peradilan pidana. Sistem

peradilan pidana adalah suatu lembaga resmi pemerintah yang dibuat dalam rangka

memberikan reaksi terhadap kejahatan, baik untuk mencegah munculnya korban,

menyelesaikan perkara atau menanggulangi pengulangan kembali oleh pelaku (Dermawan,

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 2: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

2015: 1-2). Pada awalnya, penghukuman menerapkan prinsip balas dendam untuk menebus

kesalahan pelaku, namun ternyata menghadapi kejahatan dengan menggunakan kekerasan

atau penyiksaan justru membuat masalah menjadi lebih buruk (Bohm, 2010: 133).

Penghukuman dalam menghadapi perkara kejahatan pun berubah. Foucault dalam tulisannya

mengenai “Discipline and Punish”, menyebutkan bahwa penyiksaan fisik bukan lagi menjadi

penekanan utama dari falsafah penghukuman saat ini (Ritzer, 2010: 618).

Setelah era kemerdekaan Indonesia, lahirlah gagasan mengenai pemidanaan yang

lebih baik, yaitu melalui pemasyarakatan. Gagasan ini muncul dari pemikiran Dr. Sahardjo,

S.H. (1963) yang ingin menciptakan pidana sebagai sarana untuk membimbing orang – orang

yang bersalah (Panjaitan, 2007: 93). Sejalan dengan ide pemasyarakatan, menurut Gunawan

(2015: 88) dengan merujuk pada Muladi (1985) mengembangkan konsep tujuan pemidanaan

integratif, yaitu dengan menggabungkan fungsi pencegahan dan pengobatan untuk

memperbaiki kesalahan yang merusak ketentraman pelaku maupun masyarakat disekitarnya.

Asimilasi menjadi salah satu upaya mencapai tujuan pemidanaan yang integratit

tersebut. Tahap asimilasi memiliki peranan penting dalam proses pemasyarakatan narapidana.

Asimilasi kerja sosial atau juga dapat disebut dengan istilah community based corrections

merupakan kegiatan membaurkan narapidana pada lingkungan masyarakat untuk

mewujudkan terjadinya reintegrasi sosial. Dalam pelaksanaannya asimilasi ternyata menemui

beberapa kendala. Setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012,

perihal pemenuhan hak – hak narapidana tindak pidana khusus, seperti korupsi menjadi

semakin dibatasi. Setelah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidana, untuk mendapatkan

haknya, setiap warga binaan pemasyarakatan diharuskan mengikuti asimilasi kerja sosial.

Terlebih lagi apabila dihadapkan pada narapidana korupsi, yang umumnya memiliki

tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan petugas Lapas

itu sendiri. Lembaga pemasyarakatan sering kali dihadapkan pada situasi yang rumit ketika

berhadapan dengan koruptor. Di Indonesia, pelaksanaan asimilasi kerja sosial menjadi

perdebatan oleh sejumlah kalangan. Sebut saja kasus Mochtar Mochammad yang sempat

membuat Dirjen Pemasyarakatan menjadi sorotan publik karena dinilai memberi kesempatan

narapidana korupsi berkeliaran di luar lembaga pemasyarakatan (tempo.co, 28 Oktober 2015).

Pelaksanaan program asimiliasi kerja sosial di berbagai Negara di dunia juga tidak

jauh berbeda. Berdasarkan uraian diatas, terdapat beberapa faktor yang menghambat

berlangsunya program ini secara optimal, antara lain:

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 3: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

a. Lamanya mengurus prosedur pengusulan asimilasi kerja sosial seperti yang

terjadi di Belgia,

b. Keterbatasan sumber daya manusia yang mengelola layanan asimilasi kerja

sosial yang dialami oleh Malaysia,

c. Kurangnya motivasi individu pelaku untuk menjalani asimilasi,

d. Ketidaksesuaian tempat kerja sosial dengan karakteristik pelaku terjadi di

Indiana dan Swiss,

e. Tidak adanya pembinaan atau sosialisasi yang menjelaskan bentuk kegiatan

selama berlangsungnya kerja sosial seperti yang terjadi di New York, Trinidad

dan Tobago

f. Kurangnya pengawasan selama pelaku menjalankan kerja sosial di Malaysia,

g. Belum optimalnya peranan lembaga yang bertanggungjawab terhadap

pelaksanaan asimilasi kerja sosial terjadi di Swiss.

Mengacu beberapa faktor tersebut, jika dilihat dari persamaan karakteristik ekonomi,

sosial dan budaya, antara Indonesia dengan Malaysia mungkin memiliki masalah yang juga

serupa. Sistem kerja sosial di Malaysia dirancang untuk menjalankan dua fungsi, yaitu

rehabilitasi dan pengawasan. Dengan menjalankan fungsi ganda tersebut, Divisi Pembebasan

Bersyarat Departemen Pemasyarakatan Malaysia sering menemui kendala, baik dibidang

hukum maupun operasional di lapangan. Model gabungan tersebut tersebut mengakibatkan

kebingungan dalam menjalankan peranan petugas pemasyarakatan.

Departemen Pemasyarakatan Malaysia saat ini, cenderung berorientasi pada

pengawasan dan upaya menanggulangi kejahatan, meskipun fungsi rehabilitasi juga tetap

diterapkan dalam penyelenggaraan kerja sosial. Peran ganda tersebut berpotensi menimbulkan

kesulitan untuk menentukan prioritas antara fungsi pengawasan atau rehabilitasi. Apabila

mereka condong ke salah satu fungsi tersebut, maka tujuan asimilasi tidak akan tercapai.

Menurut Astbury (2008) narapidana sulit berpartisipasi aktif dalam kerja sosial karena mereka

tidak banyak diberi pilihan untuk menentukan program mana yang sesuai dengan minat

mereka, sehingga langkah rehabilitasi tersebut hanya mereka lakukan untuk menyelesaikan

hukuman tanpa bermakna apapun. Padahal keberhasilan fungsi rehabilitasi didukung oleh

adanya partisipasi dari narapidana dalam program – program yang telah dibuat dan

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 4: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

pengawasan dari lembaga. Sehingga perlu dibuktikan apakah peran ganda dari lembaga

pelayanan kerja sosial, dalam konteks Indonesia adalah BAPAS juga dapat mempengaruhi

pelaksanaan asimilasi kerja sosial secara optimal.

Selanjutnya, perlu dilihat bagaimana mempraktikkan kedua fungsi tersebut (fungsi

pengawasan dan fungsi rehabilitasi) kepada narapidana tindak pidana korupsi yang umumnya

merasa tidak melakukan kesalahan. Hal seperti inilah yang kemudian membuat pelaksanaan

program asimilasi kerja sosial bagi narapidana kasus korupsi perlu dikaji secara mendalam.

Tinjauan Teoritis

Pemidanaan semakin berkembang untuk mencapai tujuan penghukuman yang lebih

manusiawi dalam memperlakukan pelaku kejahatan. Untuk menjelaskan perubahan tersebut

akan diuraikan mengenai teori – teori yang digunakan dalam penghukuman, yaitu :

• Teori Retributif

Dalam tulisan Durkheim, 1983; Erikson, 1966; Tyler, 1997; Vidmar & Miller,

1980, teori retributif muncul dari pemikiran bahwa seseorang yang melakukan

kejahatan tidak dapat ditoleransi, sehingga sudah sepantasnya pelaku kejahatan

untuk dihukum (Oswald et al, 2009: 44).

• Teori Utilitarian (Detterence)

Penjeraan merupakan akar dari pemikiran utilitarian. Penghukuman

dimaksudkan untuk mencegah kejahatan dengan membuat jera pelaku,

(deterrence) sehingga hukuman tersebut dapat digunakan untuk pencegahan

(Scott, 2013: 11). Artinya, hukuman tersebut bermaksud agar pelaku tidak

mengulangi kesalahannya kembali dan sebagai pembelajaran bagi masyarakat

untuk tidak melakukan kejahatan yang serupa (Sulhin,2010: 145).

• Rehabilitasi

Rehabilitasi dalam prinsip utilitarian artinya upaya menjerakan pelaku dengan

melakukan modifikasi melalui program intervensi (Sulhin, 2010: 145).

Kejatahan yang dilakukan pelaku dalam pemikiran ini dianggap sebagai suatu

penyakit yang perlu disembuhkan (Scott, 2013: 12). Oleh karena itu,

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 5: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

penjatuhan hukuman dalam pemikiran rehabilitasi tidak semata – mata untuk

membalas perbuatan pelaku melainkan membatasi kemerdekaannya agar

pelaku kejahatan kembali mematuhi norma – norma dalam masyarakat.

• Reintegrasi Sosial

Reintegrasi sosial merupakan teori yang muncul akibat ketidakpuasan terhadap

teori penghukuman sebelumnya. Menurut pemikiran Snarr (1996), reintegrasi

muncul dari pandangan bahwa perlu adanya hukuman alternatif diluar

pemenjaraan (Sulhin, 2010: 146). Model non pemidanaan dianggap lebih

efektif dalam memberikan program – program pembinaan kepada pelaku

kejahatan.

Pemidanaan membuat pelaku terisolasi dari masyarakat luar dalam jangka waktu yang

lama, selain itu juga memungkinkan mereka untuk tersosialisasi dengan perilaku kriminal

lainnya. Oleh karena itu, teori reintegrasi muncul untuk meminimalisir kemungkinan negative

yang timbul akibat pemidanaan. Setelah munculnya teori reintegrasi, penghukuman terhadap

pelaku kejahatan menjadi tanggungjawab banyak pihak (UNODC, 2006: 8). Tidak hanya

sistem pemasyarakatan, lingkungan masyarakat juga ikut berperan dalam mendukung

tercapainya reintegrasi. Sistem pemasyarakatan harus memastikan seseorang tetap mampu

berinteraksi dengan dunia luar (UNODC, 2006: 17). Mengutip dari Vernon Fox (1972),

sistem pemasyarakatan mengacu pada aspek organisasi dan manajemen yang memfasilitasi

proses perlakuan terhadap narapidana (Sulhin, 2010: 138).

Beberapa negara memiliki mekanisme untuk membebaskan narapidana sebelum habis

masa pidananya, atau disebut early release (UNODC, 2007:47), yang salah satu bentuknya

adalah parole (pembebasan bersyarat). Parole merupakan kondisi dimana narapidana berhak

mendapatkan kebebasan setelah melewati masa pidana pada jangka waktu tertentu (UNODC,

2006: 49). Dalam penelitian ini, asimilasi kerja sosial dapat dikatakan sebagai pre parole

karena narapidana belum benar – benar terbebas dari hukuman pidana. Narapidana harus

memahami bahwa selama dalam program pre release, perbuatan mereka tetap diawasi untuk

memastikan bahwa narapidana memang dianggap layak mendapatkan program tersebut

(UNODC, 2007: 51).

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 6: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

Metode Penelitian

Penelitian mengenai implementasi program asimilasi kerja sosial bagi narapidana

korupsi ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut John Creswell

(2008) didefinisikan sebagai suatu proses mengamati dan memahami suatu gejala atau

masalah sosial berdasarkan penggambaran yang kompleks, dilaporkan secara terperinci dan

sesuai dengan keadaan alamiahnya (natural setting) (Raco, 2001: 81). Berdasarkan masalah

yang akan diteliti, penulis menggunakan dua jenis data yang nantinya berkaitan dengan teknik

pengumpulan data, yaitu data primer yang didapatkan dengan wawancara dan data sekunder

melalui studi literatur.

Pertama kali, penulis mendatangi Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Timur – Utara,

Jalan Pembina 1 No. 2, Cipinang Muara, Jakarta Timur, untuk mencari informasi mengenai

narapidana yang sedang menjalankan asimilasi kerja sosial. . Berdasarkan informasi yang

penulis dapatkan narapidana yang sedang memperoleh pengusulan asimilasi kerja sosial

sebanyak 9 orang, akan tetapi yang sedang melaksanakan asimilasi kerja sosial hanya satu

orang. Keterbatasan pengumpulan data ini terjadi karena penulis tidak memiliki akses untuk

menentukan narasumber mana yang ingin diwawancarai, melainkan telah dipilihkan oleh

pihak Rumah Tahanan Cipinang melalui Kasie Perawatan Narapidana dan Tahanan.

Setelah mendapat informasi bahwa di Rumah Tahanan Klas I Cipinang, Jalan Raya

Bekasi Timur No. 170 C, Cipinang Raya, Jakarta Timur terdapat narapidana yang sedang

asimilasi kerja sosial maka penulis mengurus perizinan untuk melakukan wawancara kepada

petugas dan narapidana bersangkutan. Dari hasil wawancara dengan narasumber di Rutan,

penulis mengetahui Panti Sosial Marsudi Putera Handayani, Jalan PPA Bambu Apus,

Cipayung, Jakarta Timur, tempat narapidana melakukan kerja sosial. Penulis melakukan

penelitian ke panti sosial untuk melakukan triangulasi dengan koordinator pekerja sosial

mengenai informasi yang telah didapatkan dari Rutan dan Bapas.

Hasil Penelitian

Berkembangnya jenis kejahatan di Indonesia, membuat pemerintah merasa perlu

membedakan perlakuan kepada narapidana tindak pidana khusus seperti korupsi, terorisme,

kejahatan narkotika, pelanggaran HAM berat, dan kejahatan terorganisir lainnya salah satunya

dalam pemberian hak – hak narapidana, yaitu asimilasi. Pelaksanaan asimilasi antara

pelanggar tindak pidana umum dengan tindak pidana khusus menjadi berbeda. Gagasan ini

dapat dilihat dari perubahan peraturan perundang – undangan dibawah ini :

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 7: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

Tabel 1.1. Perkembangan Peraturan tentang Asimilasi

No Peraturan Keterangan

1 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995

- Setiap narapidana berhak mendapatkan

kesempatan berasimilasi termasuk cuti

mengunjungi keluarga, sejalan dengan yang

tercantum dalam KUHP pasal 15 dan 16

- Asimilasi diberikan setelah menjalani ½ masa

pidana (pasal 14)

2 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999

- Setiap narapidana berhak mendapatkan asimilasi

termuat pada pasal 36

- Asimilasi diberikan setelah menjalani

pembinaan ½ masa pidana (Pasal 37)

3 Peraturan Pemerintah

Nomor 28 Tahun 2006

- Peraturan asimilasi perlu ditinjau ulang untuk

menyesuaikan dengan perkembangan hukum

dan rasa keadilan masyarakat

- Pasal 37 dihapus dan diubah menjadi narapidana

yang melakukan tindak pidana korupsi berhak

mendapatkan asimilasi setelah menjalani 2/3

masa pidana

4 Peraturan Pemerintah

Nomor 99 Tahun 2012

- Pemberian asimilasi perlu diperketat untuk

memenuhi rasa keadilan masyarakat

- Asimilasi diberikan setelah menjalani 2/3 masa

pidana (pasal 36), kemudian disisipkan pasal

36A bahwa asimilasi harus diberikan Menteri

melalui pertimbangan Dirjenpas dengan

rekomendasi instansi terkait

- Pasal 38 Asimilasi dilaksanakan berupa kerja

sosial pada pihak ketiga

Sumber : Diolah sendiri oleh penulis berdasarkan peraturan perundang – undangan

Informan utama penulis yaitu AW, sudah sekitar 20 bulan AW menetap di rumah

tahanan kelas I Cipinang, Jakarta Timur akibat terjerat pasal 3 Undang - Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. Setelah hampir 2 tahun melalui masa pembinaan

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 8: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

dalam Rutan, AW diusulkan untuk mendapat asimilasi. Lembaga sosial yang ditempati AW

adalah Panti Sosial Marsudi Putera atau lebih dikenal dengan sebutan PSMP Handayani.

PSMP Handayani merupakan lembaga sosial yang bertujuan menampung anak – anak nakal

atau anak yang berhadapan dengan hukum.

Sistem pemasyarakatan saat ini bertujuan sebagai fungsi rehabilitasi, apa yang

dimaksud rehabilitasi tidak melulu tentang mengobati orang – orang sakit, seperti halnya

pengobatan kepada pecandu narkotika. Rehabilitasi juga upaya memperbaiki perilaku

seseorang sehingga menjadi lebih baik. Hal itu juga tengah dirasakan oleh AW, dirinya

mengaku menjadi lebih religius, sehingga lebih positif dalam menyikapi masalah yang

menimpanya saat ini. Sangatlah manusiawi ketika seseorang berada pada titik paling rendah

dalam hidupnya, kemudian ia berusaha mencari pembenaran terhadap apa yang menimpanya

saat itu.

Fungsi rehabilitasi sangat berkaitan dengan bagaimana bentuk pembinaan yang

dilakukan, dan apakah mampu memberikan dampak positif atau tidak. Pembinaan yang

dilakukan Lapas atau Rutan diwujudkan dalam berbagai kegiatan yang harus diikuti warga

binaan pemasyarakatan. Program – program yang diberikan Rutan menjadi sarana yang

menunjang warga binaan untuk melakukan resosialisasi. Interaksi antar warga binaan

menumbuhkan rasa simpati yang mendalam diantara mereka. Hubungan kekeluargaan

diantara teman satu sel sangat terasa, misalnya saja ketika ada salah seorang yang sedang

sakit.

Dengan stigma sebagai seorang narapidana, butuh waktu yang lama untuk

mendapatkan kepercayaan orang lain. Begitu pula yang terjadi pada AW, sebagai seorang

narapidana tipikor dirinya sadar akan mendapat sanksi sosial yang jauh lebih besar dari

masyarakat terutama lingkungan sekitarnya.

“Stigma itu normal. Seperti saya dirumah dibilang napi, “napinya apa?”

“pencuri uang” “wah”. Sehingga kita memang perlu keluarga, kerabat, rekan

kerja atau segala macam perlu untuk membangun komunikasi sehingga mereka

tahu siapa sih Anda. Syukur-syukur memang kalau mereka paham”.

(wawancara dengan AW, 15 Februari 2016)

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 9: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

Program pembinaan sebagai penunjang dalam fungsi rehabilitasi juga dipengaruhi

oleh peranan panti sosial. Dalam asimilasi kerja sosial, panti justru memegang tugas yang

lebih besar untuk melakukan pendampingan dan pembimbingan.

“Kita sih silahkan saja ya kalo mau bersosialisasi tapi kan kita juga punya

banyak pekerjaan jadi kalo misalnya disuruh memperhatikan setiap hari ya

tidak bisa, makanya dia kita berikan kepada anak - anak nanti kalo memang

ada kesulitan ya bisa konseling kepada kami, silahkan” (wawancara dengan

SM, 22 Maret 2016).

Selama melangsungkan asimilasi, pengawasan AW kemudian diserahkan kepada SM,

selaku koordinator pekerja sosial di PSMP Handayani. Dalam pelaksanaan asimilasi tersebut,

panti sosial memberikan kesempatan kepada warga binaan untuk berinteraksi dengan anak –

anak yang tinggal dalam panti.

Pengawasan narapidana dan tahanan pada Rutan Klas I Cipinang berada dibawah

tanggung jawab PD. Petugas PD yang kemudian memberikan izin selama AW keluar masuk

rutan untuk melaksanakan asimilasi, tetapi menyangkut masalah keamanan dan transportasi

menuju panti sosial hingga kembali ke rutan adalah diluar tanggungjawab mereka. Selama

pelaksanaan asimilasi informan tidak didampingi petugas dari Rumah Tahanan atau Balai

Pemasyarakatan. Panti sosial mengungkapkan, petugas bapas hanya datang dua kali, pertama

ketika mengantarkan warga binaan untuk mengikuti kerja sosial hari pertama lalu kedua

kalinya, saat akan mengakhiri kerja sosial yang dilaksanakan oleh AW.

Pembahasan

Pada tahun 1800an di Amerika Serikat berkembang penggunaan kurungan dan isolasi

ke dalam lembaga tertentu sebagai bentuk kontrol sosial terhadap pelaku kejahatan, inilah

yang kemudian disebut imprisonment. Prison (penjara) adalah sebuah tempat yang bertujuan

untuk menampung dan menghukum para penjahat sehingga dapat menimbulkan penderitaan

dan perasaan tidak menyenangkan (McGuire, 2011). Pemenjaraan tidak jauh berbeda dengan

konsep “closed social institution” yang dikemukakan Erving Goffman bahwa institusi total

menciptakan alienasi, keterbatasan dalam beraktivitas dan kesulitan mengakses informasi dari

dunia luar (Peak, 1995: 242).

Model pemenjaraan yang menimbulkan kesakitan ternyata menimbulkan masalah baru

sehingga muncullah pendekatan pemasyarakatan yang tidak hanya mampu menghukum tapi

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 10: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

juga memperbaiki. Corrections atau pemasyarakatan adalah metode penghukuman dengan

membina pelaku berdasarkan pengetahuan tentang penyebab kejahatan dan program yang

tepat untuk mengubah tindakan pelaku kejahatan (Bayens, 2013: 6). Corrections mencakup

berbagai fungsi hukuman, pengobatan pengawasan dan pengelolaan individu yang dihukum

karena telah melakukan tindak pidana tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah

(Stohr, 2009: 1).

Pelaksanaan Fungsi Rehabilitasi

Pemasyarakatan melalui program kerja sosial diyakini mempunyai kekuatan untuk

melakukan reformasi terhadap pelaku kejahatan. Kekuatan ini berasal dari aspek pembinaan

dan pengawasan yang dilakukan (Carney, 1977: 215). Kontak antara individu pelaku dan

masyarakat mempengaruhi pelaksanaan kerja sosial yang lebih efektif, sehingga pelaku yang

telah melalui program kerja sosial lebih mudah dapat kembali ke masyarakat. Blasko dan

Jeglic (2013) menjelaskan konsep pengobatan yang berkembang dalam sistem

pemasyarakatan dalam empat hal berikut (Fuhrmann, 2013: 72) : (1) perilaku kriminal adalah

gejala yang berasal dari kekurangan pribadi individu, (2) kekurangan tersebut dapat

diidentifikasi dengan teknik klasifikasi yang tepat, (3) kekurangan dapat diperbaiki dengan

program pembinaan, (4) setelah kekurangan berhasil diperbaiki diharapkan perilaku kriminal

tidak akan muncul kembali. Ketika seorang narapidana telah berhasil menyelesaikan program

pembinaannya, maka dianggap telah sembuh dan diharapkan kembali menjadi warga yang

taat hukum.

Keberhasilan fungsi rehabilitasi dari program asimilasi kerja sosial memang tidak

dapat diukur dengan mudah. Ketika seseorang terbebas dari masa pidananya kemudian

mengulangi perbuatan kriminal kembali bukan berarti fungsi rehabilitasi ini telah gagal,

melainkan banyak faktor yang melatarbelakangi hal tersebut, seperti kondisi ekonomi atau

adanya tekanan sosial. Rehabilitasi melihat kejahatan sebagai ungkapan kegelisahan dan rasa

frustasi akibat kesenjangan sosial di masyarakat (Worrall, 2013: 17).

Pelaksanaan asimilasi kerja sosial bagi narapidana bertujuan untuk melakukan

rehabilitasi. Rehabilitasi dapat membantu mengurangi kejahatan, baik ditingkat mikro

(individu) maupun makro (masyarakat) (Tongat, 2001: 16). Pada tingkat masyarakat, upaya

rehabilitasi bertujuan untuk mencegah atau memperkecil peluang terjadinya kejahatan. Bagi

individu, upaya rehabilitasi bertujuan mengobati para pelanggar hukum melalui berbagai

program pembinaan. Selama asimilasi kerja sosial AW diberi kesempatan untuk berinteraksi

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 11: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

dengan warga masyarakat disekitar panti sosial. Kesempatan ini menjadi cara yang baik untuk

membuat narapidana merasa dirinya dapat diterima kembali oleh masyarakat.

Adanya program kerja sosial cukup membantu pelaku melakukan integrasi ke dalam

masyarakat. Dalam artikel yang ditulis oleh Kwadwo Ofori, Kofi Osei Akuoko, Jonas

Asamanin Barnie, John Yaw Kwarteng, & John Boulard Forkuo (2015) yang berjudul Prison

without Walls: Perception about Community Service as an Alternative to Imprisonment in

Kumasi Metropolis, Ashanti Region, Ghana, program kerja sosial dinilai bermanfaat untuk

mengurangi stigma yang melekat pada mantan pelanggar hukum di Ghana. Program ini

menjauhkan pelaku dari stigmatisasi dan penolakan dari masyarakat. Oleh karena itu,

keterlibatan masyarakat sangat penting dalam mencapai keberhasilan pengawasan dan

kegiatan program kerja sosial.

Sistem pemasyarakatan bermaksud mengobati pelaku kriminal menjadi warga taat

hukum. Petrus Irwan Panjaitan (2007: 22), merujuk pada John Kaplan (1982), menyebutkan

bahwa rehabilitasi adalah memperlakukan pelaku kejahatan secara manusiawi, bahwa setiap

individu memiliki kebutuhan dan masalah berbeda – beda yang harus dipahami, sehingga

nantinya diperoleh cara yang paling tepat dalam menghadapi pelaku kejahatan tersebut.

Sebagai kejahatan white collar, korupsi yang dilakukan AW tentu akan menciptakan

stigma terhadapnya. Stigma tersebut tidak mudah hilang begitu saja, bahkan nantinya dapat

mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Dengan stigma sebagai seorang narapidana,

butuh waktu yang lama untuk mendapatkan kepercayaan orang lain. Begitu pula yang terjadi

pada AW, sebagai seorang narapidana tipikor dirinya sadar akan mendapat sanksi sosial yang

jauh lebih besar dari masyarakat terutama lingkungan sekitarnya.Untuk membantu narapidana

melewati masa sulit tersebut dipelukanlah suatu pengobatan atau rehabilitasi. Rehabilitasi

merupakan upaya memperbaiki perilaku seseorang sehingga menjadi lebih baik. Hal itu juga

tengah dirasakan oleh AW, dirinya mengaku menjadi lebih religius, sehingga lebih positif

dalam menyikapi masalah yang menimpa saat ini.

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan

Keberhasilan pelaksanaan asimilasi kerja sosial dipengaruhi pula pada fungsi

pengawasannya. Seperti yang diungkapkan Roy Coleman & Michael Mc Cahill (2011: 12)

bahwa praktik pengawasan adalah proses mengamati target dan mengumpulkan informasi

mengenai beberapa perilaku menyimpang yang dilakukan oleh aktor – aktor tertentu. Dalam

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 12: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

hal ini, aktor yang melakukan pengawasan adalah Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Timur

- Utara, Rumah Tahanan Klas I Cipinang, dan Panti Sosial Marsudi Putera Handayani.

Berdasarkan penuturan petugas AA pada 28 April 2016, bentuk pengawasan

narapidana dibedakan dalam empat tahapan, antara lain : (1) Maximum security, pengawasan

ketat yang dilakukan sejak narapidana menjalani masa pidana sampai batas 1/3 dari masa

pidananya; (2) Medium security, pengawasan dengan sedikit memberikan kelonggaran

beraktifitas setelah narapidana melewati 1/3 sampai batas ½ dari masa pidana; (3) Minimum

security, pengurangan pengawasan karena narapidana dianggap telah mencapai kemajuan

secara fisik, mental maupun ketrampilan, dimulai setelah ½ masa pidana sampai 2/3 dan

dilanjutkan dengan tahap integrasi; (4) Tahap integrasi dimulai saat narapidana menjalani 2/3

masa pidana sampai habis masa pidana, tahap ini kemudian disebut masa asimilasi, yaitu

membaurkan kembali narapidana dengan masyarakat dan dapat diusulkan untuk memperoleh

pembebasan bersyarat.

Pada kasus AW yang merupakan narapidana korupsi, praktik asimilasi kerja sosial

dilaksanakan setelah dirinya melewati 2/3 masa pidana Sesuai dengan tahapan pengawasan,

1/3 masa pidana atau tahap medium security menunjukkan bahwa seorang narapidana sudah

dianggap tidak lagi ‘berbahaya’ sehingga akan sedikit diberi kebebasan beraktifitas.

Tanggungjawab keamanan AW selama melakukan perjalanan dari Rutan ke panti sosial

hingga kembali lagi ke Rutan, sempat menjadi perdebatan antara pihak Rutan dengan panti

sosial. Petugas Rutan menyatakan panti sosial yang seharusnya bertanggungjawab terhadap

perjalanan AW, sementara dilain pihak, panti sosial merasa keberatan dengan tanggungjawab

yang dibebankan kepada mereka.

Setelah melakukan kesepakatan antara rutan, bapas, lembaga sosial dan pihak

keluarga, pengawalan asimilasi kerja sosial dalam perjalanan antara rutan menuju panti sosial

kemudian kembali lagi ke rutan diserahkan kepada keluarga. Sehingga yang

bertanggungjawab terhadap transportasi warga binaan adalah penjamin sendiri yaitu pihak

keluarga. Transportasi memang menjadi kendala dalam pelaksanaan program seperti ini,

tetapi dengan kerjasama dari berbagai pihak masalah tersebut dapat teratasi.

Sudah menjadi tanggungjawab Bapas yang telah memberi kesempatan narapidana

keluar dari penjara, bekerja di masyarakat untuk kemudian menjalankan fungsi kontrol

(Johnston, 1962: 695). Selama AW melaksanakan asimilasi, setidaknya dua kali petugas Balai

Pemasyarakatan berkunjung ke panti sosial. Dalam peraturan sudah disebutkan bahwa

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 13: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

pengawasan dilakukan oleh petugas rutan atau bapas. Petugas Bapas kemudian menjelaskan

teknis pelaksanaan asimilasi kerja sosial yaitu pihak panti berkoordinasi dengan keluarga

mengenai jam kerja, dan siapa yang bertanggungjawab pelaksanaan disana.

Meskipun demikian, asimilasi kerja sosial yang dilaksanakan oleh AW dikatakan

cukup berjalan dengan baik. Monitoring sebagai kegiatan mengawasi dan melakukan kontak

baik secara langsung maupun tidak langsung (Alarid, 2013: 143), telah dilakukan oleh

petugas balai pemasyarakatan. Petugas AA tidak setiap hari datang ke panti sosial tetapi ada

supervisi yang dilakukannya terhadap narapidana AW.

Berbeda dengan program kerja sosial yang terjadi di Skotlandia bermakna sebagai

hukuman (merampas kebebasan pelaku), rehabilitasi (efek positif dari membantu orang lain)

dan reparasi (memberi manfaat kepada masyarakat yang kurang beruntung) (McIvor, 2010).

Program ini dinilai cukup potensial untuk mengintegrasikan pelaku dengan masyarakat,

mempertahankan hubungan yang baik dengan keluarga ataupun lingkungan kerja. Melalui

kontak dengan orang lain, seorang narapidana dapat terhindar dari isolasi sosial.

Kerja sosial secara lebih luas bertujuan merubah perilaku dan memberikan

pekerjaan yang bermanfaat. Dalam makna sempit, kerja sosial bertujuan mengurangi

pelanggaran ulang oleh pelaku (residivis), sama halnya yang terjadi di Skotlandia, Belanda

dan Belgia (McIvor, 2010). Selain motivasi individu pelaku, keberhasilan pelaksanaan

pelayanan masyarakat tentunya membutuhkan dukungan dari penegak hukum. Asimilasi kerja

sosial AW cukup didukung oleh Balai Pemasyarakatan dan Panti Sosial.

Proses Reintegrasi Sosial dalam Pelaksanaan Asimilasi Kerja Sosial

Pengalaman hidup menjalani pidana penjara menjadi sebuah masalah bagi kebanyakan

narapidana ketika harus kembali berinteraksi dengan masyarakat. Dalam mengatasi hal

tersebut, munculah konsep asimilasi untuk membantu narapidana melakukan reintegrasi.

Reintegrasi sendiri diartikan sebagai pemulihan kembali kesatuan hubungan hidup,

kehidupan, dan penghidupan narapidana sebagai individu, anggota masyarakat, dan makhluk

Tuhan (Sujatno, 2008: 129). Dengan adanya asimilasi kepercayaan diri seorang narapidana

diharapkan dapat bangkit lagi, termotivasi untuk melanjutkan hidup yang lebih baik, sekaligus

mendorong masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemasyarakatan.

Perubahan cara pandang masyarakat terhadap penghukuman bahwa penyiksaan tidak

selalu akan berhasil mengurangi kejahatan, membuat paradigma pemasyarakatan muncul

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 14: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

sebagai sebuah alternatif. Pemasyarakatan berarti memberikan pembinaan kepada narapidana,

salah satunya dengan asimilasi atau community - based correction. Konsep community –

based correction yang dikemukakan Burrell and English (2006) adalah suatu program yang

diberikan kepada narapidana menjelang kebebasannya sebagai alternatif pemenjaraan melalui

pembinaan yang berlangsung di dalam masyarakat atau disebut juga sebagai upaya reintegrasi

narapidana pada masa peralihan atau transisi dari penjara ke masyarakat.

Community – based Correction merupakan sanksi non – pemenjaraan yang meliputi :

(1) usaha menjauhkan pelaku dari sistem peradilan pidana; (2) hukuman dan program yang

berlangsung ditengah masyarakat; (3) usaha – usaha transisi narapidana dari penjara ke

masyarakat dengan cara yang lebih lembut (McCarthy, 2001: 1). Asimilasi kerja sosial

termasuk pada konsep community based correction yang ketiga, yaitu program untuk

melakukan transisi narapidana dari penjara ke masyarakat dengan cara yang lebih lembut,

bukan sebagai upaya menjauhkan pelaku dari sistem peradilan pidana karena dilakukan

setelah berlangsungnya putusan pengadilan. Dalam konteks Indonesia, asimilasi kerja sosial

dapat dikatakan sebagai program pre parole karena dilakukan sebelum narapidana diputuskan

mendapat pembebasan bersyarat.

Seperti yang telah disebutkan, asimilasi bertujuan melakukan integrasi sosial. Integrasi

adalah tindakan berkoordinasi menyelaraskan perilaku dan kesadaran setiap anggota untuk

bekerja sama dan mencoba menghindari konflik (Johnson, 2008: 323). Asimilasi kerja sosial

memberi kesempatan narapidana untuk berinteraksi dengan dunia luar. Narapidana merasa

diberi kesempatan memulai hidupnya kembali dalam masyararakat. Pengalaman AW selama

berada dalam lapas menimbulkan tekanan pada dirinya, sehingga asimilasi kerja sosial

menjadi sebuah ajang yang tepat untuk mengobati kegelisahan tersebut.

Reaksi pelaku setelah menjalani kerja sosial sangat bervariasi, ada yang lebih

toleran maupun kurang toleran tergantung dari karakter individu masing – masing. Namun,

dengan melihat model asimilasi kerja sosial ini kurang tepat bila dibebankan kepada

narapidana tindak pidana khusus seperti korupsi. Seperti yang dikemukakan Sutherland

(1968), korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dari kelas sosial ekonomi

tinggi (Mustofa, 2010: 193), sehingga umumnya mereka memiliki karakteristik yang

berwibawa karena terbiasa memiliki kedudukan dan dihormati, sehingga ketika dia tiba – tiba

harus menjalankan asimilasi kerja sosial yaitu bekerja secara sukarela dengan orang – orang

yang memiliki status sosial lebih rendah mungkin akan kesulitan beradaptasi.

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 15: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

Kesimpulan

Pemasyarakatan menjadi titik balik dalam usaha memberikan penghukuman yang

lebih baik bagi pelaku kejahatan. Pemasyarakatan pula yang kemudian melahirkan hak warga

binaan berupa asimilasi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 bahwa

hak asimilasi kepada narapidana tindak pidana korupsi dijalankan dengan melakukan kerja

sosial. Asimilasi kerja sosial bertujuan untuk mempersiapkan narapidana agar dapat kembali

diterima dalam kehidupan masyarakat dengan baik.

Program kerja sosial bagi pelaku kejahatan juga berkembang di negara – negara lain,

seperti halnya Malaysia. Pemerintah Malaysia menggunakan kerja sosial untuk membantu

narapidana menghadapi masa transisi dari penjara menuju masyarakat. Program ini

memungkinkan petugas memiliki peran ganda, yaitu merehabilitasi sekaligus mengawasi.

Serupa dengan yang terjadi di Indonesia, pelaksanaan asimilasi pada kasus AW membuat

petugas melaksanakan dua peran tersebut. Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Timur –

Utara, Rumah Tahanan Klas I Cipinang, dan Panti Sosial Marsudi Putera adalah pihak – pihak

yang berperan penting dalam terselenggaranya program asimilasi kerja sosial.

Pertama, fungsi rehabilitasi, artinya upaya untuk memperbaiki hubungan sosial pelaku

kejahatan. Berkaitan dengan fungsi rehabilitasi, asimilasi kerja sosial yang dilaksanakan di

Panti Sosial Marsudi Putera Handayani telah membantu narapidana bersosialisasi dengan

masyarakat luar yang sempat terputus selama menjalani hukuman kurungan. Program ini

tentunya tidak dapat dilaksanakan dengan mudah. Ketidaksesuaian tempat kerja sosial dengan

karakter dan kemampuan narapidana sempat menjadi kendala, terbukti dari latar belakang

pendidikan narapidana di bidang pertanian yang kemudian harus menangani anak nakal atau

ABH.

Keberhasilan pelaksanaan asimilasi kerja sosial juga ditunjang dengan fungsi

pengawasan. Fungsi pengawasan oleh Balai Pemasyarakatan mencakup seluruh aktivitas yang

berlangsung selama pelaksanaan asimilasi kerja sosial mulai dari proses pengusulan hingga

asimilasi kerja sosial selesai dilakukan. Balai Pemasyarakatan memang tidak dapat melakukan

kunjungan setiap hari ke panti, tetapi berdasarkan kesepakatan bersama, tugas supervisi telah

diberikan kepada pihak keluarga dan panti sosial. Pengawasan terhadap pelaksanaan asimilasi

kerja sosial AW menjadi tugas Panti Sosial Marsudi Putera Handayani, sementara transportasi

dari rutan ke panti dan sebaliknya menjadi tanggung jawab keluarga. Selama pelaksanaan

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 16: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

asimilasi berlangsung, tanpa meninggalkan perannya Balai Pemasyarakatan tetap melakukan

monitoring secara berkala kepada koordinator pekerja sosial di panti.

Dengan didampingi koordinator pekerja sosial, narapidana diberi kebebasan

bersosialisasi dengan anak – anak maupun pekerja sosial lainnya. Interaksi antara narapidana

dengan lingkungannya di PSMP Handayani merupakan proses sosialisasi yang dikembangkan

dalam rangka mewujudkan rehabilitasi sosial. Melalui pengawasan yang optimal, pelaksanaan

program asimilasi kerja sosial dapat mencapai terwujudnya rehabilitasi bagi narapidana.

Saran

Dalam lingkup akademis, penulis berharap dapat dilakukannya penelitian lanjutan

mengenai asimilasi kerja sosial di Indonesia, baik dengan metode yang sama digunakan oleh

penulis maupun metode yang berbeda. Melihat pelaksanaan asimilasi yang berbeda pada

masing – masing narapidana, penulis juga menyarankan adanya penelitian mendalam

mengenai kemungkinan diskriminasi yang muncul akibat perbedaan perlakuan tersebut.

Asimilasi kerja sosial merupakan program yang sangat bermanfaat apabila dapat

dijalankan dengan baik. Program ini mampu menjadi sarana bagi para pelaku kejahatan untuk

memulihkan hubungan sosialnya dengan masyarakat yang sempat terputus akibat

pemenjaraan. Secara teknis, ketidaksesuaian lembaga sosial dengan karakter narapidana dapat

tertutupi apabila ada kerjasama yang baik antar lembaga, baik dari pihak swasta maupun

pemerintah sendiri. Ketika setiap lembaga ikut mengambil bagian dalam penyelenggaraan

asimilasi kerja sosial tersebut, maka keberhasilan program akan lebih mudah tercapai.

Daftar Referensi

Buku Agustino, Leo. (2006). Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung. Alarid, Leanne Fiftal. (2013). Community - Based Corrections. Wadsworth : Cengage Learning. Barton, Shannon M., Bellessa, & Robert D. Hanser. (2012). Community-Based Corrections : A Text/Reader.

Thousand Oaks, California : Sage Publications, Inc. Bayens, Gerald, & John Ortiz Symkla. (2013). Probation, Parole, and Community - Based Corrections :

Supervision, Treatments, and Evidence-Based Practices. New York: McGraw-Hill. Bohm, Robert M. & Brenda L. Vogel. (2010). A Primer On Crime & Delinquency Theory. Belmont: Wadsworth

Cengange Learning. Carney, Louis P. (1977). Probation and Parole: Legal and Social Dimensions. New York: McGraw-Hill, Inc.

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 17: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

Coleman, Roy, & Michael McCahill. 2011. Surveillance and Crime. London: Sage Publication. Denzin, Norman K. & Yvonna S. Lincoln. (2009). Handbook of Qualitative Research (terjmh.). Yogyakarta :

Pustaka Pelajar Dermawan, M. Kemal, & M. Irvan Oli’i. (2015). Sosiologi Peradilan Pidana. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Fuhrmann, Johan, & Stevan Baier. (2013). Prisons and Prison System : Practices, Type, and Challenges. New

York : Nova Science Publishers, Inc. Garland, David, & Peter Young. (1983). The Power to Punish: Contemporary Penalty and Social Analysis.

London: Heinemann Educational Books Ltd. Gunawan, T.J. (2015). Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai Kerugian Ekonomi. Yogyakarta : Genta Press. Jannah, Lina Miftahul dan Bambang Prasetyo. (2008). Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi.

Rajawali Press. Johnson, Doyle Paul. (2008). Contemporary Sociological Theory : An Integrated Multi-Level Approach. New

York: Springer. Johnston, Norman, & Leonard Savitz, Marvin E. Wolfgang. (1962). The Sociology of Punishment & Correction

Second Edition. New York: John Wiley&Son,Inc. Jones, Charles O. (1984). An Introduction to the Study of Public Policy 3rd Edition. California : Wadsworth, Inc. Knepper, Paul. (2007). Criminology and Social Policy. London: SAGE Publications. Kusumanegara, Solahuddin. (2010). Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Penerbit

Gava Media McCarthy, Belinda Rodgers, et.al. (2001). Community-Based Corrections. Belmont, USA: Wadsworth. Mustofa, Muhammad. (2010). Kriminologi. Bekasi : Sari Ilmu Pratama. Oswald, Margit E., Steffen Bienneck, & Jorg Hupfeld Heinemann. Social Psychology Punishment of

Crime.Oxford: John Wiley & Sons Ltd. Panjaitan, Petrus Irwan, & Samuel Kikilaitety. (2007). Pidana Penjara Mau Kemana. Jakarta: Ind Hill Co. Peak, Kenneth J. (1995). Justice Administration: Police, Courts, and Corrections Management. New Jersey :

Prentice-Hall, Inc Pettway, Coretta (2008). Best Practices Tool-Kit: Community Corrections and Evidence-Based Practices. Ohio

Department of Rehabilitation and Correction. Poernomo, Bambang. (1986). Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan. Yogyakarta:

Liberty Raco.JR. (2001). Metode Penelitian Kualitatif, Jenis Karakteristik dan Keunggulanya. Jakarta: Grasindo. Ritzer, George, & Douglas J. Goodman. (2010). Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-6. Jakarta: Kencana. Scott, David. (2013).Why Prison?. New York: Cambridge University Press. Siswosoebroto, Koesriani. (2009). Pendekatan Baru Dalam Kriminologi. Jakarta: Universitas Trisakti.

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 18: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

Stohr, Mary, Anthony Walsh, & Craig Hemmens. (2009). Corrections: A Text/Reader. California: SAGE publications

Sugiyono. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif Cet.4. Bandung: Penerbit Alfabeta. Sujatno, Adi. (2008). Pencerahan di balik Penjara: Dari Sangkar Menuju Sanggar untuk Menjadi Manusia

Mandiri. Jakarta: Teraju Tongat. (2001). Pidana Kerja Sosial dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Djambatan. UNODC. (2007). Custodial and Non-Custodial Measures Social Reintegration. New York : United Nations UNODC. (2007). Handbook of basic principles and promising practices on Alternatives to Imprisonment. New

York : United Nations Worrall, John, & Larry Siegel. (2013). Essential of Criminal Justice Eight Edition. Wadsworth, Cengange

Learning Jurnal

Beqiri, Mitasin, Qebir Avziu. (2014). Some Open Issues Concerning the Resocialization of the Convicted People. Academic Journal of Interdisciplinary Studies, Mediterranean Center of Social and Educational Research (MCSER publishing) Vol 3 No 2, pp. 287-291

Hamin, Zaiton, &Rafizah Abu Hassan. (2012). The Roles and Challenges of Parole Officers in Reintegrating

Prisoners into Community under The Parole System. Social and Behavioral Sciences, ScienceDirect Vol. 36 pp. 324 – 332

Killias, Martin, Gwladys Gillieron, Izumi Kissling & Patrice Villettaz. (2010). Community Service Versus

Electronic Monitoring What Works Better? British Journal of Criminology, Oxford Journal pp. 1-16 Kleis, Kathryn M. (2010). Facilitating Failure: Parole, Reentry, and Obstacles to Success. Springer Vol. 34 No.

4 pp. 525-531 MacKenzie, Doris Layton. (2013). First do no harm: a look at correctional policies and programs today. Journal

of Experimental Criminology. Springer 9 : 1 -17 McGuire, M. Dyan. (2011). Doing The Life : An Exploration of The Connection Between The Inmate Code And

Violence Among Female Inmates. The Journal of the Institute of Justice & International Studies, University of Central Missouri, Vol. 11, pp. 145-155

McIvor, Gill (2010). Paying back: 30 years of unpaid work by offenders in Scotland. European Journal of

Probation (EJP), Vol. 2 No. 1, pp 41 – 61 McIvor, Gill, Kristel Beyens, Ester Blay, & Miranda Boone (2010). Community service in Belgium, the

Netherlands, Scotland and Spain : a comparative perspective. European Journal of Probation (EJP), Vol. 2 No.1, pp. 82 -98

Mongold, Jennifer L., & Bradley D. Edwards. (2014). Reintegrative Shaming: Theory into Practice. Journal of

Theoretical & Philosophical Criminology, Vol. 6 No. 3, pp. 207 Nally, John, et. al. (2012). An Evaluation of the Effect of Correctional Education Programs on Post-Release

Recidivism and Employment: An Empirical Study in Indiana. Journal of Correctional Education, Proquest 63 (1) pp. 69 – 84

Ofori, Kwadwo, Kofi Osei Akuoko, Jonas Asamanin Barnie, John Yaw Kwarteng, & John Boulard Forkuo.

(2015). Prison without Walls: Perception about Community Service as an Alternative to Imprisonment in Kumasi Metropolis, Ashanti Region, Ghana. International Journal of Social Science Studies, Redfame publish. Vol. 3 No.6 pp 130-142

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016

Page 19: Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan Fungsi Rehabilitasi …

Sulhin, Iqrak. (2010). Filsafat Sistem Pemasyarakatan. Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 7 No. 1, pp. 134 -150 Sumter, Melvina, Elizabeth Monk & John Rougier. (2013). Assessing Current Programs and Reentry Needs in

Trinidad and Tobago: Insights from Offenders – An Exploratory Study. African Journal of Criminology and Justice Studies (AJCJS) Vol. 7 pp. 118 – 139

Wermink, Hilde, Arjan Blokland, Paul Nieuwbeerta, Daniel Nagin dan Nikolaj Tollenaar. (2010). Comparing

the effects of community service and short-term imprisonment on recidivism: a matched samples approach. Springer 6:325-349

Zlobin, Sergei Ivanovish. (2013). Re-Socialization of Prisoners in Russia at the Present Stage. World Applied

Sciences Journal, International Digital Organization for Scientific Information (IDOSI publications), 26 (5), pp. 588-590

Publikasi Elektronik Hamluddin. (2014). Napi Koruptor Ini Keluyuran di Luar LP http://www.

tempo.co/read/news/2014/10/29/064617976/Napi-Koruptor-Ini-Keluyuran-di-Luar-LP (Diakses pada 28 Oktober 2015, pukul 12.18)

Sistem Database Pemasyarakatan. (2015). Data Terakhir Jumlah Penghuni Khusus per kanwil.

http://smslap.ditjenpas.go.id/public/krl/current/monthly/year/ 2015/month/6 (Diakses pada 8 Oktober 2015 pukul 01.02 WIB)

Joe Casey & Ben Jarman. (2011). The Social Reintegration of Ex-Prisoners: in Council of Europe Member

States. Brussel: The Quaker Council for European Affairs (QCEA) Report http://cep-probation.org/wp-content/uploads/2015/03/rprt-reintegration-full-en-may-2011.pdf (Diakses pada 23 Oktober 2015, pukul 23.09)

Metrotv News. (2014). Kasus Dugaan Korupsi Light Trap Keentan, Kejati DKI Diminta Usut Keterlibatan

Tokoh PPP http://news.metrotvnews.com/read/ 2014/09/18/293171/kasus-dugaan-korupsi-light-trap-kementan-kejati-dki-diminta-usut-keterlibatan-tokoh-ppp (Diakses pada 20 Maret 2016, pukul 18.43)

Pelaksanaan Fungsi ..., Vidya Marta Fitriana, FISIP UI, 2016