pedo tugas trauma

Upload: vidyavati-krishnan-kumaran

Post on 22-Jul-2015

618 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Makalah Ilmu Kesehatan Gigi Anak II

1. Penatalaksanaan trauma klas II Eliis dan Davey pada gigi sulung 2. Penatalaksanaan trauma klas IV Eliis dan Davey pada gigi sulung

Kelompok 4 Azi pertiwi Devi Balan Govin Raj Vidyavati Lulu

080600 080600 080600 080600130 080600

Penatalaksanaan Trauma Klas II Ellis dan Davey Pada Gigi Sulung

PENDAHULUAN Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Definisi lain menyebutkan bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis. Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.Menurut suatu penelitian prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada anak-anak terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada usia tersebut, anak mempunyai kebebasan serta ruang gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik sehingga sering terjatuh dari tempat tidur, kereta dorong, atau kursi yang tinggi. Frekuensi trauma cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi motorik. Penelitian lain menyebutkan bahwa salah satu periode rawan fraktur adalah pada saat usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan berlari. Prevalensi trauma gigi yang terjadi pada anak usia di atas 5 tahun menunjukkan penurunan disebabkan karena koordinasi motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi peningkatan kembali pada periode 8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas

fisik mereka. Beberapa penyebab trauma yang paling sering terjadi pada periode 812 tahun adalah kecelakaan di tempat bermain, bersepeda, skateboard, atau pada saat berolahraga seperti olahraga, sepak bola, bola basket, lomba lari, sepatu roda, dan berenang.

KLASIFIKASI TRAUMA GIGI Klasifikasi trauma pada gigi anterior perlu kita ketahui agar mempermudah penegakan suatu diagnosa. Terdapat banyak klasifikasi trauma gigi, namun yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi dari WHO. Ellis dan Davey mengklasifikasikan trauma pada gigi anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat yaitu : Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan enamel Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas dan telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum mencapai pulpa. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan telah menyebabkan pulpa terbuka. Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi (Luksasi, Intrusi, Ekstrusi) Kelas 8 : Trauma yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar pada gigi (total destruction) tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar gigi tidak mengalami perubahan Kelas 9 : Semua kerusakan pada gigi sulung akibat trauma.

PENYEBAB TRAUMA Berbagai macam kondisi yang mengakibatkan terjadinya trauma pada gigi anterior adalah kecelakaan lalu lintas yang dewasa ini banyak terjadi di jalan raya, kecelakaan saat berolahraga, saat bermain, tindakan kriminalitas, child abuse, dalam lingkungan rumah tangga (terkena pompa air, jatuh dari tangga, dan lainlain), dalam lingkungan pekerjaan, perkelahian, dan bencana alam. Selain faktor-faktor di atas ada beberapa faktor predisposisi terjadinya rauma gigi anterior yaitu posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya kelainan dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2, kelas II divisi 1 atau yang mengalami overjet lebih dari 3 mm, keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia email, kelompok anak penderita cerebral palsy, dan anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior protrusif.

PEMERIKSAAN Pemeriksaan darurat adalah pemeriksaan yang langsung ditujukan pada gigi yang mengalami trauma. Pemeriksaan ini berbeda dengan pemeriksaan pada pasien non trauma yang mengharuskan dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Selain itu, dalam kasus trauma penanganannya harus diberikan secepat mungkin karena bertujuan mempertahankan vitalitas gigi. Oleh karena itu, prosedur pemeriksaan juga harus dilakukan secepat mungkin. Pemeriksaan darurat pada bayi atau anak yang mengalami trauma dapat dilakukan dengan menidurkan anak pada pangkuan ibu/ayah/atau pengasuh dengan pandangan ke atas. Tangan anak diletakkan di bawah tangan ibu dan dokter gigi duduk di depan ibu dengan kepada anak terletak pada pangkuannya. Posisi demikian dapat memungkinkan dokter gigi untuk dapat melihat kedua rahang anak. Dokter gigi kemudian dapat menggunakan moltmouth-prop atau dengan mengikat jari tangannya dengan menggunakan bantalan dan adhesive tape untuk mencegah tergigit oleh anak. Teknik ini hanya dapat dilakukan untuk anak usia kurang dari 5 tahun. Untuk usia yang lebih tua dapat dilakukan pada dental chair. Teknik tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Anamnesa Anamnesa yang dilakukan meliputi riwayat penyakit dan riwayat dental. Keterangan-keterangan ini sangat diperlukan untuk dapat menegakkan diagnosa secara pasti dan mendukung rencana perawatan yang akan dilakukan. Pada riwayat kesehatan umum pasien, hal-hal yang perlu kita ketahui adalah identitas pasien yang meliputi nama anak, nama orang tua, alamat, nomor telepon dan umur. Selain itu, hal lain yang perlu kita ketahui adalah riwayat penyakit pasien. Riwayat penyakit pasien akan mempengaruhi perawatan. Penyakit-penyakit yang harus diperhatikan pada pasien trauma adalah Penyakit jantung bawaan, rheumatic fever, immunosuppresion yang parah. Penyakit-penyakit ini merupakan kontraindikasi dari perawatan endodontik jangka panjang dan jika perawatan harus tetap dilakukan maka harus dilakukan disertai dengan antibiotik profilaksis. Keadaan lain adalah bleeding disorder yang berpengaruh jika terdapat luka robek, avulsi, atau jika diperlukan ekstraksi. Selain itu, Allergi terhadap obat-obatan, seizure disorder, obat, dan status tetanus (berhubungan dengan luka kotor pada jaringan lunak mulut). Riwayat dental pasien dapat diperoleh melalui when, where, how. When digunakan untuk menanyakan waktu kejadian. Interval waktu antara cedera dengan perawatan mempengaruhi prognosis dari gigi tersebut. Where digunakan untuk menanyakan lokasi cedera. Jika pasien cedera di luar rumah yang kotor maka dapat dipertimbangkan pemberian profilasksis antitetanus. How digunakan untuk memastikan trauma yang diperoleh pasien berasal dari kecelakaan atau karena

sebab lain. Kemudian hal lain yang harus diperhatikan pula yaitu gigi/fragmen gigi yang hilang. Jika gigi tidak diketahui keberadaannya dan diketahui pasien mengalami kehilangan ingatan maka foto thorax diperlukan jika diduga gigi tertelan. Adanya concussion, sakit kepala, muntah dan lupa ingatan harus kita pertimbangkan adanya cedera kepala yang melibatkan otak dan harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. Adanya riwayat trauma sebelumnya dapat mempengaruhi tes sensitifitas pulpa dan rencana terapi. Sebagai contohnya, jika pasien ditanyakan mengenai nyeri spontan dan hasilnya positif maka mungkin terjadi inflamasi pulpa akibat fraktur mahkota atau cedera jaringan periodontal.

Pemeriksaan Klinis Setelah mengetahui mengenai riwayat dental dan riwayat penyakit anak maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis untuk pasien trauma meliputi pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral. Pemeriksaan klinis difokuskan pada bagian yang mengalami fraktur atau terjadi perubahan posisi dan cedera-cedera lain yang penting untuk segera ditangani. Pemeriksaan ekstra oral dapat dilakukan dengan cara visual dan dengan cara palpasi. Secara visual bagian yang harus diperiksa adalah pada mata, periksa penglihatan anak dan gerakan mata anak, pada hidung periksa kemungkinan adanya fraktur, perdarahan, keluarnya CSF (cerebrospinal fluid) pada patah tulang basal, pada telinga periksa pendengaran anak, perdarahan pada telinga, atau keluarnya CSF dari telinga, pada bibir periksa adanya laserasi, dan pada bagian wajah lihat adanya bengkak, memar, atau laserasi. Selain itu lihat pula adanya deformitas wajah pada anak dengan cara berdiri dibelakang kepala anak. Kemudian lakukan palpasi pada tulang wajah untuk menentukan adanya diskontinuitas tulang wajah atau tidak. Palpasi dilakukan pada tulang orbita, arkus zigomatik, condilus. Selain itu, yang perlu diperiksa adalah sendi temporomandibular, lihat adanya pembengkakan, clicking, atau krepitasi, periksa gerakan mandibula apakah adanya gangguan atau tidak. Adanya kaku otot atau nyeri pada leher anak dapat menunjukkan terjadi cedera tulang leher sehingga harus segera dirujuk ke dokter anak.

Setelah pemeriksaan ekstra oral selesai dilakukan maka dilanjutkan dengan pemeriksaan intra oral. Pada pemeriksaan intra oral beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : Jika ada fraktur gigi, catat apakah fraktur hanya pada email, dentin, atau sudah mengenai pulpa karena perawatan akan berbeda tergantung dari luasnya fraktur yang terjadi. Selain itu, catat jika ada pergeseran gigi, lakukan palpasi pada gigi dan alveolus untuk melihat apakah gigi mobiliti karena gigi yang bergeser akan memerlukan reposisi dan gigi yang mobiliti memerlukan splinting, Selain itu pula, dilakukan pemeriksaan pada jaringan lunak rongga mulut, catat jika terdapat laserasi pada bibir, gingiva, dan mukosa pipi, periksa dengan cermat untuk melihat adanya bagian gigi atau debris yang masuk kedalamnya untuk menghindari terjadinya tetanus. Hal lain yang perlu juga diperhatikan adalah maloklusi, perdarahan gingiva, sensitivitas terhadap perkusi dan palpasi, diskolorisasi. Semua pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan secara sistematik dimulai dari pemeriksaan ekstra oral terlebih dahulu, kemudian diikuti pemeriksaan jaringan keras intraoral dan pemeriksaan jaringan lunak intraoral.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu penegakan diagnosa kasus secara pasti. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada kasus trauma adalah test vitalitas, transillumination, dan radiografi. Test vitalitas pulpa pada gigi sulung sering tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan gigi sulung tidak berespon pada saat injury sedang terjadi dan memerlukan pasien yang tenang dan kooperatif untuk dapat menjelaskan reaksi secara objektif. Namun demikian, reaksi positif terhadap test pulpa menunjukkan prognosis vitalitas pulpa jangka panjang dan baik. Pada test vitalitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan tes termal dan tes elektrik. Tes elektrik dapat memberi hasil yang negatif sesaat setelah gigi mengalami injuri. Oleh karena itu perlu dilakukan test ulang 710 hari berikutnya. Namun, penurunan respon dini dapat berarti telah terjadi kerusakan pada pulpa dan memerlukan monitoring secara teratur.

Transilluminasi dilakukan dengan cara gigi disinari dengan cahaya khusus. Jika berkas cahaya menembus gigi maka dapat dipastikan adanya kerusakan pada pulpa yang ditandai dengan perdarahan sampai ke dentin. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan untuk melihat garis fraktur yang tidak terlihat dengan mata telanjang. Pemeriksaan radiografi juga merupakan bagian yang penting dalam menentukan diagnosis dan rencana perawatan. Terdapat 3 jenis radiografi yang digunakan pada kasus trauma yaitu Periapical, occlusal, dan orthopantogram. Teknik radiografi periapikal digunakan bila ada fraktur akar dan untuk melihat tahap perkembangan akar. Biasanya dilakukan dua kali pengambilan dengan sudut yang berbeda untuk memastikan letak fraktur. Foto occlusal digunakan untuk mendeteksi adanya fraktur atau untuk melihat fragmen asing yang masuk dalam luka jaringan lunak. Pada bibir bawah dengan foto occlusal pandangan occlusal sedangkan pada bibir atas dengan foto occlusal pandangan lateral. Foto yang terakhir yang dapat digunakan adalah orthopantogram. Orthopantogram digunakan jika dicurigai adanya fraktur pada rahang. Foto ini terdiri atas lateral oblik, lateral skull (foto spesifik untuk fraktur maksillofasial), Panoramic, anteroposterior skull dan occipitalomental.

PENATALAKSANAAN Fraktur sampai dentin (klas II) akan mengakibatkan terbukanya tubuli dentin sehingga memungkinkan masuknya toksin bakteri yang berakibat inflamasi pulpa.Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa tindakan agar nekrosis pulpa tidak terjadi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah: 1). Pembuatan restorasi mahkota sementara- Pemberian kalsium hidroksida pada dasar kavitas gigi dan penutupan email dengan menggunakan resin komposit merupakan langkah sederhana dan mudah dilakukan. Penutupan ditujukan untuk melindungi pulpa. 2). Melekatkan kembali fragmen mahkota- Perlu disosialisasikan bagi masyarakat untuk menyimpan dengan benar fragmen mahkota gigi yang mengalami fraktur. Cara terbaik untuk menyimpan fragmen tersebut adalah dengan merendam di dalam air atau ke dalam NaCl fisiologis bila tidak dapat dilakukan tindakan secara langsung. Preparasi permukaan fraktur dan dilakukan etsa serta pemberian bonding agent dan resin komposit guna melekatkan kembali fragmen tersebut. 3).Bila dentin yang terlibat cukup banyak, pulp capping indirek dilakukan terlebih dahulu untuk merangsang dentin sekunder. Setelah gigi dibersihkan dari debris, bahan pulp capping diletakkan di atas dentin.Sebagai penahan bahan pulp capping digunakan seluloid crown, steel crown atau akrilik crown. Setelah 2-4 minggu gigi dapat ditambal permanen

trauma klas II

DAFTAR PUSTAKA 1) http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdf 2) http://chakraproject.blogspot.com/ 3)Buku pedodonsia terapan 4) https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:geFz6ksUj7EJ:pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdf+&hl=en&pid=bl&srcid=ADGEE Sigrte0bYynod9uC97KLi85Hp3aMQ5OYfU5glVW3aLl8ytb5SXFU6Mj6IRIMjjErh7hZG_2lZzIo-tJLzXMHhyPCz7Q82Q3wamc9hOMMNz3TEddktO1iDvZHx5CjmWDyDrkjd&sig=AHIEtbT3SfQlbfDqyMGqItVjbE6WHf0fOA