pbl sk3 urin

12
LI 3 BPH LO 3.1 DEFINISI Kelainan histologis yang khas ditandai dengan proliferasi sel-sel prostat. Akumulasi sel-sel dan pembesaran kelenjar merupakan hasil dari proliferasi sel epitel dan stroma prostat. BPH adalah bagian dari proses umur yang normal pada laki-laki dan secara hormonal tergantung dari produksi hormon testosteron dan dehidrotestosteron (DHT). Diperkirakan 50% laki-laki menunjukkan histopatologi BPH pada umur 60 tahun, dan jumlahnya meningkat menjadi 90% pada umur 80 tahun. Istilah lain BPH adalah pembesaran/pertumbuhan kelenjar prostat yang menyebabkan sumbatan pada uretra, dan menyebabkan terjadinya gejala pada traktus urinarius bawah (lower urinary tract symptom –LUTS), infeksi saluran kemih (ISK), hematuria, atau membahayakan fungsi traktus urinarius bagian atas. BPH juga didefinisikan sebagai pertumbuhan histologik kelenjar prostat jinak (non malignan). Dengan demikian secara umum istilah BPH digunakan apabila terdapat indikasi pembesaran prostat atau seseorang yang mempunyai gejala gangguan berkemih yang diyakini karena adanya sumbatan kelenjar prostat pada kandung kemih. LO 3.2 ETIO & FAKTOR RESIKO Faktor resiko terjadinya hiperplasia prostat masih kurang diketahui. Beberapa studi mengatakan faktor genetik merupakan predisposisi, karena hampir 50% laki-laki umur 60 tahun yang menjalani operasi hiperplasia prostat benigna ternyata telah mempunyai kecenderungan secara genetik menderita hipertrofi prostat. Yigal Gat dan Menachem Goren dalam studinya tahun 2008 melaporkan bahwa banyaknya testosteron yang bebas dan aktif pada aliran vena prostat yang ekstrim tinggi akan meningkatkan proliferasi sel prostat, dan menyebabkan pembesaran kelenjar prostat. Pada studi ini, hiperplasia prostat dianggap akibat dari malfungsi katup vena spermatik interna akibat varikokel. Hiperplasia prostat akan meningkat dengan cepat sesuai pertambahan umur. Sekiatar 10-15% tiap dekade kehidupan. Dengan memperbaiki varikokel, hiperplasia prostat benigna dapat diatasi. Bukti lain adalah seorang anak yang mengalami kastrasi ternyata tidak mengalami hiperplasia prostat bila sudah tua.

Upload: airindya-bella

Post on 11-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

abc

TRANSCRIPT

LI 3 BPH

LO 3.1 DEFINISIKelainan histologis yang khas ditandai dengan proliferasi sel-sel prostat. Akumulasi sel-sel dan pembesaran kelenjar merupakan hasil dari proliferasi sel epitel dan stroma prostat. BPH adalah bagian dari proses umur yang normal pada laki-laki dan secara hormonal tergantung dari produksi hormon testosteron dan dehidrotestosteron (DHT). Diperkirakan 50% laki-laki menunjukkan histopatologi BPH pada umur 60 tahun, dan jumlahnya meningkat menjadi 90% pada umur 80 tahun. Istilah lain BPH adalah pembesaran/pertumbuhan kelenjar prostat yang menyebabkan sumbatan pada uretra, dan menyebabkan terjadinya gejala pada traktus urinarius bawah (lower urinary tract symptom LUTS), infeksi saluran kemih (ISK), hematuria, atau membahayakan fungsi traktus urinarius bagian atas. BPH juga didefinisikan sebagai pertumbuhan histologik kelenjar prostat jinak (non malignan). Dengan demikian secara umum istilah BPH digunakan apabila terdapat indikasi pembesaran prostat atau seseorang yang mempunyai gejala gangguan berkemih yang diyakini karena adanya sumbatan kelenjar prostat pada kandung kemih.

LO 3.2 ETIO & FAKTOR RESIKOFaktor resiko terjadinya hiperplasia prostat masih kurang diketahui. Beberapa studi mengatakan faktor genetik merupakan predisposisi, karena hampir 50% laki-laki umur 60 tahun yang menjalani operasi hiperplasia prostat benigna ternyata telah mempunyai kecenderungan secara genetik menderita hipertrofi prostat.

Yigal Gat dan Menachem Goren dalam studinya tahun 2008 melaporkan bahwa banyaknya testosteron yang bebas dan aktif pada aliran vena prostat yang ekstrim tinggi akan meningkatkan proliferasi sel prostat, dan menyebabkan pembesaran kelenjar prostat. Pada studi ini, hiperplasia prostat dianggap akibat dari malfungsi katup vena spermatik interna akibat varikokel. Hiperplasia prostat akan meningkat dengan cepat sesuai pertambahan umur. Sekiatar 10-15% tiap dekade kehidupan. Dengan memperbaiki varikokel, hiperplasia prostat benigna dapat diatasi. Bukti lain adalah seorang anak yang mengalami kastrasi ternyata tidak mengalami hiperplasia prostat bila sudah tua.

Namun dipihak lain, pemberian testosteron ternyata tidak ada hubungannya dengan peningkatan risiko gejala hiperplasia prostat. Sehingga pengaruh testosteron terhadap hiperplasia prostat sampai sekarang masih kontroversi, dehidrotestosteron, metabolit testosteron yang terdapat di sel stroma bila berikatan dengan reseptor androgen akan menyebabkan pertumbuhan sel epitel dan sel stroma sehingga akan menyebabkan pembesaran kelenjar prostat.

LO 3.3 KLASIFIKASIWorld Health Organization (WHO) membuat pedoman untuk melakukan pemantauan berkala derajat gangguan berkemih dan sekaligus menentukan terapi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate symptom score). Terapi non bedah dianjurkan bila selama pengamatan WHO PSS tetap di bawah 15. Apabila dalam pemantauan didapatkan WHO PSS lebih dari 25 atau bila timbul gejala obstruksi, maka dianjurkan untuk melakukan terapi pembedahan.Di dalam praktek, klasifikasi derajat hiperplasia prostat digunakan untuk menentukan terapi. Hiperplasia prostat derajat 1 biasanya belum memerlukan tindakan bedan dan dapat diberikan terapi konservatif misalnya dengan penghambatan adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin, dan terazosin.Hiperplasia prosat derajat II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (transurethral resection of prostat = TURP). Namun, kadangkala, pada derajat ini dapat dicoba dengan terapi konservatif dulu.

Pada hiperplasia prostat derajat III, tindakan TURP dapat dikerjakan oleh ahli bedah yang cukup berpengalaman. Namun, apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan operasi terbuka, kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya.

Pada hiperplasia prostat derajat IV, tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistostomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian dilakukan terapi definitif dengan TURP atau pembedahan terbuka.

LO 3.4 EPIDHiperplasia prostat jinak merupakan tumor yang paling sering terjadi pada laki-laki. Insidensinya terkait erat dengan pertambahan usia. Pada autopsi, prevalensinya meningkat dari 20% pada laki-laki berusia 41-50 tahun menjadi lebih dari 90%

LO 3.5 PATOFPATOGENESISHiperplasia prostat sering merupakan gambaran umum pada laki-laki dengan testis yang utuh. Peningkatan level hormon androgen plasma dan reseptor androgen dalam prostat serta studi tentang efek pemberian berbagai hormon terhadap pertumbuhan kelenjar prostat pada anjing dikastrasi, merupakan hipotesis kerja sebagai patogenesis HPB. Penumpukan dehidrotestosteron (DHT) dalam kelenjar prostat menjadi mediator terjadinya hiperplasia pada manusia maupun anjing. Hiperplasia prostat tidak terjadi pada laki-laki yang mengalami kastrasi sejak umur dini, dan kastrasi ternyata dapat meregresi hal tersebut. Testosteron, andogen yang terbesar dalam sirkulasi, menyebar ke seluruh sel prostat, dan predominan berubah menjadi DHT oleh enzim 5-alfa reduktase. Hampir 90% testosteron dalam prostat berasal dari testis dan sisanya dari kelenjar adrenal. Testosteron dan DHT berikatan dengan reseptor androgen dan hasilnya meningkatkan biosintesis protein dan hiperplasia. Dengan demikian hiperplasia prostat tergantung secara langsung dari rangsang androgen. Obstruksi prostat terdiri dari 2 elemen yaitu komponen statis dan dinamis. Komponen statis berhubungan dengan pembesaran kelenjar prostat, yang membutuhkan adanya DHT, sehingga penggunaan antiandrogen dan 5-alfa reduktase inhibitor merupakan pilihan terapinya. Komponen dinamis berasal dari tonus otot polos prostat dan dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis. Kontraksi otot polos uretra, prostat dan leher kandung kemih merupakan kontribusi gejala hiperplasia prostat, sehingga alfa-1 adrenergik antagonis selektif dapat digunakan sebagai terapi.Teori lain terjadinya hiperplasia prostat, yaitu:

1. Teori hormonal : kenaikan DHT dalam sel prostat akan merangsang pertumbuhan sel. Perkembangan dan stabilitas prostat normal tergantung fungsi androgen-signaling axis yang meliputi komponen: a) sintesis testosteron di testis dan kelenjar adrenal, b) konversi testosteron menjadi DHT, c) transport DHT ke target jaringan, d) ikatan DHT dengan reseptor androgen dengan konsekuensi terjadi modulasi gene2. Teori sel punca (stem cell), yaitu dengan reaktivasi sel punca dan pembesaran prostat benigna. Teori sel punca menyatakan bahwa terjadinya proliferasi sel pada hiperplasia prostat merupakan akibat ketidaktepatan aktivitas sel punca sehingga terjadi produksi yang berlebih pada sel stroma maupun sel epitel.

3. Teori berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis), yang menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat

4. Teori interaksi stroma-epitel oleh faktor pertumbuhan yang merangsang proliferasi sel. Menurut teori ini meknisme terjadinya hiperplasia prostat pada orang tua dalah akumulasi sel epitel senescence yang mengekspresikan IL-1 alfa yang menyebabkan kenaikan sekresi FGF7 dan proliferasi non senescene epitelial

5. Teori faktor inflamasi dan sindrom metabolik: bukti terkini menunjukan bahwa hiperplasia prostat adalah suatu immune inflammatory disease (inflamasi dimulai dengan rangsang yang menciptakan suatu lingkungan proinflamasi didalam kelenjar prostat. Teori ini telah dikonfirmasi dengan studi beberapa otopsi klinis yang mengambarkan hubungan yang signifikan anatara inflamasi dengan berat dan progresivitas hiperplasia prostat. Dengan basis data yang ada maka pengelolaan hiperplasia prostat berdasar inflamasi menjadi penting. Sindrom metabolik yang terdiri dari Diabetes Mellitus type2. Hipertensi, obesitas dan hig-density lipoprotein cholesterol (HDL-C) rendah merupakan faktor resiko terjadinya hiperplasia prostat.

PATOFISIOLOGIPembesaran prostat tergantung potensi DHT dalam kelenjar prostat 5-alfa-reduktase tipe 2 merubah testosteron menjadi DHT yang bekerja lokal dan menyebabkan hiperplasia prostat. Pada penelitian invitro reseptor alfa-1 adrenergik terdapat di otot polos stroma, kapsul prostat dan leher kandung kemih. Rangsangan pada reseptor-2 ini akan meningkatkan tonus otot polos yang dapat memperburuk gejala traktus urinarius bawah, sebaliknya bila dihambat akan menyebabkan relaksasi dan memperbaiki gejala traktus urinarius bawah.Pembesaran prostat merupakan proses hiperplasia, yang akan menekan aliran urin dalam kandung kemih, dan akhirnya akan menimbulkan manifestasi klinik. Teori tradisional mengatakan, hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang mengelilingi dan menekan uretra, sehingga terjadi obstruksi dan menyebabkan disfungsi kandung kemih. Peningkatan sensitivitas otot detrusor, bahkan dengan volume urin yang sedikit dalam kandung kemih, diyakini sebagai kontributor terjadinya peningkatan frekuensi berkemih dan gejala traktus urinarius bagian bawah lainnya. Kandung kemih secara bertahap akan bertambah lemah dan kehilangan kesanggupan mengeluarkan/mengosongkan urin secara sempurna, akibatnya dapat terjadi peningkatan residu urin dan retensi urin akut ataupun kronik. Obstruksi saluran keluar dari kandung kemih akan menyebabkan hipertrofi otot detrussor dan penebalan kandung kemih akibat peningkatan beban melawan retensi jalan keluar. Dalam kondisi normal pengosongan kandung kemih terjadi dengan tekanan detrussor dibawah 30 cmH2O dan maksimal peak flow rate lebih dari 25 cc/detik. Pada fase awal obstruksi saluran keluar, flow rate dipertahankan dengan peningkatan tekanan pengosongan, sehingga terjadi kompensasi hipertrofi. Pada obstruksi lebih lanjut, tekanan detrussor meningkat lebih tinggi dan flow rate turun dengan sejumlah besar residu urin dalam kandung kemih. Otot detrussor diganti dengan jaringan fibrosis, sehingga menjadi lemah dan mengalami penurunan tonisitas. Pada fase akhir, terjadi dekompensasi hipertrofi dan kerusakan kandung kemih menjadi irreversible. Akibat adanya penebalan dinding kandung kemih, selain terjadi peningkatan tekanan detrussor, terjadi juga pembentukan trabekula, saccule dan divertikel pada kandung kemih. Jika obstruksi tidak bisa diperbaiki dengan terapi medik maka perlu tindakan operatif (TURP)LO 3.6 MANIFESTGejala KlinisGejala klinis hiperplasia prostat dapat dibagi dalam 2 keluhan yaitu karena gejala obstruksi dan iritasi. Keluhan karena obstruksi antara lain berupa penurunan kekuatan dan besarnya aliran urin, perasaan pengosongan urin dan kandung kemih yang tak tuntas, double voiding, strinning urinate dan post-void dribbling. Sedangkan gejala iritasi antara lain urgency, peningkatan frekuensi berkemih, dan nokturia. The American Urological Association membuat sistem skor untuk menilai berat- ringannya gejala obstruksi dan iritasi. Sistem skor ini terdiri dari 7 pertanyaan dan masing-masing pertanyaan memiliki skor 0-5, sehingga nilai keseluruhan berkisar antara 0-35. Skor 0-7 menunjukkan keluhan ringan, skor 8-19 menunjukkan keluhan sedang, dan skor 20-35 menunjukkan keluhan berat.

Tanda Klinis

Biasanya ditemukan dengan pemeriksaan fisik colok dubur, dan pemeriksaan neurologi pada semua pasien. Ukuran dan konsistensi prostat dapat dicatat, bahkan ukurannya bisa ditentukan dengan colok dubur. Tidak ada korelasi antara beratnya gejala dengan beratnya obstruksi. Hiperplasia prostat benigna biasanya teraba halus, lunak, dan elastis. Bila seorang dokter curiga adanya keganasan maka evaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan PSA (prostat spesific antigen) ultrasonografi (USG) dan biopsi.

LO 3.7 DIAGNOSIS DAN DBDiagnosis hiperplasia prostat benigna ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan colok dubur), dan pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium, urodinamik, maupun ultrasonografi.Evaluasi dengan menggunakan American urological Assosiation Symotoms Score Questionnaire (BPH index) juga diperlukan.

RIWAYAT PENYAKIT

Riwayat perjalanan penyakit biasanya merupakan dasar untuk mendiagnosis penyakit hiperplasia prostat, seperti mulai dan lamanya gejala timbul, riwayat seksual, kebugaran karena intervesi pembedahan, beratnya gejala atau bagaimana mereka mempertahankan kualitas hidupnya, pengobatan, dan usaha pengobatan sebelumnya. Gejala penyakit lain yang memberikan gambaran mirip hiperplasia prostat juga pentung untuk diketahui, untuk menyingkitkan penyebab lain dari gejala traktus urinarius bagian bawah. Bila sudah terjadi pembesaran prostat tentu akan menyebabkan gejala klinis yang nyata antara lain: peningkatan frekuensi berkemih. Urinari urgency, hesitancy, incomplete bladder emptying, straining, decreased force stream dan dribbling. Riwayat seksual sangat penting, karena berdasarkan studi epidemiologi, gejala traktus urinarius bagian bawah merupakan faktor risiko independen dari disfungsi ereksi dan disfungis ejalkulasi.

COLOK DUBUR

Menentukan ukuran, bentuk, dan konsistensi kelenjar. Prostat yang normal akan teraba lunak, sedangkan pada keganasan akan teraba keras, kadang seperti batu dan sering tidak teratur. Bila prostat teraba membesar dan terasa tak normal, perlu dilanjurkan dengan pemeriksaan yang lainAmerican Urological Assosiation Symptoms Score Questionnaire (AUA symptom Index)

Skor 0-7 menunjukkan gejala ringan, 8-19 menunjukkan gejala sedang, dan 20-35 menunjukkan gejala berat

Pemeriksaan Prostat Spesific Antigen (PSA) dan Prostatic Acid Phosphatase (PAP)

Tes ini dilakukan dengan menentukan kadar PSA dalam darah, dan PAP pada penderita BPH. PSA adalah antigen spesifik yang dihasilkan oleh sel kapsul protat (membran yang meliputi prostat) dan kelenjar periuretral/ peningkatan kadar PSA menunjukkan pembesaran kelenjar prostat atau prostatitis, dan juga dapat menentukan perkiraan ukuran dan berat prostat. Kadar normalnya adlaah kurang dari 4 ng/ml. Kadar PSA 4-10 ng/ml menunjukkan pembesaran ringan, 10-20 ng/ml menunjukkan pembesaran sedang dan 20-35 ng/ml menunjukkan pembesaran berat. Seseorang yang mempunyai kadar PSA ringan biasanya masih normal atau bukan keganasan.

Hasil positif palsu bila kadar PSA naik tetapi tak ada gehala keganasan, sedangkan hasil negatif palsu terjadi bila kadar PSA normal tetapi terdapat keganasan prostat. Pada keadaan tersebut diatas perlu dilakukan biopsi. Dalam darah ada 2 macam PSA, yaitu yang bebas dan yang terikat dengan protein. Beberapa studi menunjukkan bahwa sel ganas banyak menghasilkan PSA terikat protein, karenanya bila dalam darah kadar PSA bebas lebih sedikit berarti ada keganasan sedangkan bila kadar PSA bebas tinggi menunjukkan BPH atau prostatitis. Pemeriksaan Urodinamik

Pemeriksaan urodinamik digunakan untuk mengukur volume dan tekanan urin di dalam kandung kemih dan untuk mengevaluasi aliran urin. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendiagnosis gangguan sfingter intrinsik dan menentukan tipe inkontinensia seperti overflow, urgency atau inkontinensia total. UROFLOWMETRY

Pemeriksaan sederhana untuk mencatat aliran urin, menetukan kecepatan dan kesempurnaan kandung kemih dalam mengosongkan urin dan untuk mengevaluasi obstruksi. Penurunan kecepatan aliran menunjukkan adanya hiperplasia prostat.

USG REKTAL

untuk menentukan keganasan maupun kelainan lainnya dari kelenjar prostat. Caranya dengan memasukkan langsung probe USG ke dalam rektum dan melihat gambaran prostat di layar monitor.

SISTOSKOPI

Digunakan untuk melihat keadaan uretra dan kandung kemih dengan jalan memasukkan alat cystoscope ke dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini dapat menentukan ukuran kelenjar prostat dan dapat mengidentifikasi lokasi dan tingkatan obstruksinya.

Urinalisis

Dapat menunjukkan adanya infeksi atau kondisi lain yang sangat mendukung diagnosis maupun komplikasi dari hiperplasia prostat

Pemeriksaan fungsi ginjalUntuk menentukan adakah gangguan fungsi ginjal akibat obstruksi karena hiperplasia prostat

LO 3.8 TATALTERAPI OBSERVASI (WATCHFUL WAITING)

Pada penderita hiperplasia prostat dengan skor AUA 0-7 terapi observasi merupakan pilihanTERAPI MEDIK

1. Penghambat alfa

Penghambat alfa bekerja dengan menghambat efek pelepasan noradrenalin endogen pada otot polos sel prostat, sehingga menurunkan tonus prostat dan mengurangi obstruksi saluran keluar kandung kemih. Penghambat adrenoreseptor alfa-1a lebih dominan dari pada alfa-1B sehingga penggunaan penghambat alfa selektif banyak digunakan.

Ada 4 jenis obat penghambat alfa di indonesia yaitu: alfuzosin HCL (alfuzosin), doxazosin mesylate (doxazosin), tamsulosin HCL (tamsulosin) dan terazosin HCL (terazosin).

Manfaat

Bila dibandingkan secara langsung maupun tak langsung, ke-4 obat tersebut mempunyai manfaat yang hampir sama pada dosis yang sesuai. Terapi ini dapat menurunkan gejala hingga 35-45% dan dapat meningkatkan maximum urinary flow rate (Qmax) hingga 20-25%.

Efek samping yang dapat terjadi adalah dizziness dan hipotensi ortostatik

2. Penghambat 5 alfa reduktase

Bekerja dengan menghambat 5 alfa reduktase yang merupakan enzim untuk mengubah testosterone menjadi DHT, sehingga diharapkan dapat mengecilkan kelenjar prostat. Ada 2 tipe yaitu:

Tipe 1: memiliki aktivitas predominan diluar kelenjar prostat (misal kulit dan hati)

Tipe 2: memiliki ekspresi dominan pada kelenjar prostat

Dua jenis penghambat 5 alfa reduktase yang direkomendasikan yaitu : Dutasteride dengan dosis 1 kali 0,5mg/hari dan Finasteride dengan dosis 1 kali 5mg/hari

Manfaat

Baru terlihat apabila terapi telah diberikan selama 6-12 bulan. Terapi dalam jangwa 2-4 tahun akan mengurangi gejala saluran kemih bagian bawah. Penurunan volume prostat sekitar 18-25% dan peningkatan Qmax bebas uroflowmeter.Terapi obat ini hanya dipertimbangkan untuk pasien dengan gejala saluran kemih bagian bawah dan pembesaran prostat. Karena efeknya yang lambat, maka obat ini hanya cocok untuk terapi jangka panjang. Efek samping yang terjadi antara lain penurunan libido, disfungsi ereksi, dan gangguan ejakulasi (walau jarang) seperti ejakulasi retrograde, kegagalan ejakulasi atau penurunan volume semen.

3. Fitofarmaka

Penggunaannya masih diperdebatkan. Komponen utama adalah phytosterol yang dari hasil studi invitro diperkirakan memiliki manfaat: memiliki efek anti inflamasi, antianrogenik ataupun efek estrogenik.

Jenis obat yang paling banyak digunakan untuk terapi hiperplasia prostat adalah serenoa repens. Hasil uji klinis (randomized clinica trial) terkini mendapatkan bukti manfaat beta-sitos terol, suatu ekstrak saw palmetto yang berisi beberapa fitosterol yang dapat menurunkan gejala traktus urinariys bawah

Terapi ini direkomendasikan pada penderita gejala traktus urinarius sedang dan berat, pembesaran prostat, dan penurunan Qmax.

4. Terapi kombinasiObat yang sering digunakan sebagai terapi kombinasi adalah penghambat alfa dan penghambat 5 alfa-reduktase. Terapi kombinasi menurut studi adalah terazosin dan finasteride, tamsulosin dan dutasteride.

Terapi kombinasi lebih superior dibandingkan monoterapi dalam mencegah progresivitas penyakit berdasarkan kriteria IPSS.

5. Terapi pembedahan konvensional

Indikasi pembedahan pada hiperplasia prostat adalah

Tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi medikamentosa Retensi urin Infeksi saluran kemih berulang Hematuria Gagal ginjal Timbul batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bawahBeberapa tindakan pembedahan yang dilakukan untuk terapi hiperplasia prostat anatara lain:

Transuretral resection of the prostat (TURP) Transuretral incision of the prostat Open simple preostatectomy

LO 3.9 KOMPLIKASIKomplikasi yang dapat terjadi hiperplasia prostat antara lain:

Retensi urin

Batu kandung kemih infeksi saluran kemih (ISK), kerusakan kandung kemih atau ginjal

Inkontinensia

Ejakulasi retrograde

Infeksi

Pneumonia

Terjadi bekuan darah

Perdarahan berlebihan

Impotensi

LO 3.10 PROGNOSISLebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang dialaminya. Sekitar 10-20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5 tahun.

LO 3.11 PENCEGAHANPerubahan histologi dan pembesaran prostat akan terjadi pada hampir semua laki-laki sering peningkatan usia. Hal ini dapat diprediksi dengan pemeriksaan PSA yang merupakan marker dan pengukuran volume prostat. Biasanya bila volume prostat lebih dari 30 ml dan PSA lebih dari 1,5 ng/ml. Maka risiko progresivitas akan meningkat. Terapi pencegahan yang dapat diberikan adalah penghambat 5 alfa reduktase yang akan menurunkan risiko penyakit hiperplasia prostat karena DHT.