pbl mazni leprae kasus 2
DESCRIPTION
penyakit kulitTRANSCRIPT
Penyakit Lepra (Morbus Hansen / Kusta) sebagai Penyakit Infeksi
Nurul Mazni binti Abdullah
10 2009 300
B-4
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
PENDAHULUAN
Kusta termasuk penyakit yang tertua dia dunia. Kata kusta berasal dari bahasa India, 'kustha',
dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kusta juga dikenal sebagai penyakit lepra atau juga dikenal
sebagai morbus Hansen. Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu
kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf
pusat. Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar
penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan
negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Dampak sosial terhadap penyakit ini sedemikian
besarnya, sehingga menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita
sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Masyarakat menganggap bahwa penyakit ini
merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan
menyebabkan kecacatan, oleh sebab itu penderita kusta merasa putus asa sehingga tidak tekun untuk
berobat. Rasa takut yang berlebihan terhadap kusta (Leprophobia) ini timbul karena pengertian
penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkanpun sangat menakutkan. Dari sudut
pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi
sebagai rasa jijik dan takut pada penderita kusta tanpa alasan yang rasional, terdapat kecenderungan
bahwa masalah kusta telah beralih dari masalah kesehatan menjadi masalah sosial.
Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk mempelajari sasaran pembelajaran yang berkaitan
dengan lepra yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, etiologi, epidemiologi,
diagnosis, diagnosis banding, patogenesis, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis
dan pencegahan.
PEMBAHASAN
Anamnesis1-3
• Hal penting yang ditanyakan:
1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang – onset, durasi, lokalisasi, simptom,
3. Riwayat penggunaan obat untuk penyakit diderita atau yang penyakit lain
4. Riwayat penyakit yang diderita anggota keluarga yang lain
5. Penyakit lain yang diderita sekarang dan masa lampau – alergi
6. Kebiasaan tertentu
• Anamnesis dilakukan terarah kepada diagnosis banding setelah dan sewaktu inspeksi.
Anamnesis terarah biasanya ditanyakan pada penderita bersamaan dilakukan inspeksi untuk
melengkapi data diagnostik.
Pemeriksaan fisik2-7
1. Inspeksi
a) Dengan kaca pembesar
b) Dilakukan di ruangan yang terang
c) Inspeksi seluruh kulit tubuh penderita
d) Melakukan pemeriksaan rambut, kuku dan selaput lendir, terutama pada penyakit tertentu,
misalnya liken planus atau psoriasis
e) Hal yang perlu diperhatikan pada kelainan kulit
• Lokalisasi
• Warna
• Bentuk
• Ukuran
• Penyebaran
• Batas
• Efloresensi khusus
2. Palpasi
a) Memerhatikan adanya tanda-tanda radang akut atau tidak (dolor, kalor, fungsiolesa) sedangkan
rubor dan tumor dapat dinilai juga melalui inspeksi
b) Ada tidaknya indurasi, fluktuasi dan pembesaran kelenjar getah bening regional dan
generalisata
Pemeriksaan penunjang2
• Biopsi lesi
◦ Terdapat batang tahan asam (BTA) pada sekret hidung, lesi kerokan mukosa hidung dan kulit
dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen
◦ BTA selalu ditemukan pada sel endotel pembuluh darah atau dalam sel mononuklear
◦ Pada Lepramatosa leprosi (LL) kuman mudah ditemukan manakala pada Tuberkuloid
leprosi(TL) kuman sulit ditemukan. Gambaran klinis khas saja sudah mencukupi untuk diagnosis
• Serologi
◦ Surface lipid : peptidoglycolipid (PGL-1) yang spesifik pada kuman lepra
◦ Memberi hasil positif palsu pada uji serologi nonspesifik, sifilis seperti VDRL dan RPR
• Indeks bakteriologik (IB) oleh ridley
◦ Untuk mendapatkan banyaknya kuman pada sediaan hapus
▪ 1+ 1-10 kuman rata-rata pada 100 lapangan pandang
▪ 2+ 1-10 kuman rata-rata pada 10 lapangan pandang
▪ 3+ 1-10 kuman rata-rata pada 1 lapangan pandang
▪ 4+ 10-100 kuman rata-rata pada 1 lapangan pandang
Table 1: Assessment of persons affected by Leprosy7
▪ 5+ 100-1000 kuman rata-rata pada 1 lapangan pandang
◦ Contoh perhitungan IB
▪ Kuping kanan 5+, kepala 3+, bokong 3+, dagu 3+, IB=(5+3+3+3)/4 = 3.5
◦ Untuk menyatakan negatif minimal diperiksa 100 lapangan pandang
• Indeks morfologik (IM)
◦ Membandingkan kuman yang berwarna padat/hemogen dengan jumlah keseluruhan kuman
yang dilihat
◦ Dilakukan berdasarkan:
▪ Kuman yang berwana padat – hidup
▪ Kuman yang berwarna lemah dan bentuk iregular – mati
◦ Seharusnya IM turun selama terapi. Jika IM naik kemungkinan
▪ Penderita tidak patuh minum obat-obatan
▪ Timbulnya kuman resisten
◦ Untuk melengkapkan IM dihitung 200 kuman, misalnya kuman yang terhitung adalah 200,
kuman padat adalah 10, IM = 10/200 x 100% = 5%
◦ Bila tidak dijumpai 200 kuman dinyatakan dengan IM = kuman padat/kuman terhitung
Etiologi 2, 5
Lepra disebabkan oleh Mycobacterium leprae
• Sifat-sifat umum
◦ Batang halus
◦ Tidak bergerak
◦ Tiada kapsul
◦ Tiada spora
◦ Obligat aerob
◦ Tahan asam dan alkali
• Sifat penting
◦ Tidak boleh dibiakkan secara in vitro
◦ Hanya tumbuh pada mouse footpad dan armadillo
◦ Suhu optimal untuk tumbuh adalah 27-30°C, yaitu lebih rendah dari suhu tubuh. Tumbuh baik
di jaringan yang suhunya lebih rendah yaitu di kulit, nervus superficial, cuping telinga, ruang mata
anterior, traktus respiratorius superior dan testis tetapi tidak pada kawasan kulit yang lebih panas
seperti axilla, lipat paha, kulit kepala dan garis tengah punggung.
◦ Tumbuh sangat lambat di mana generation time 14 hari.
• Penularan
◦ Kontak lama dengan penderita lepra tipe LL(lepromatous leprosy) yang mengeluarkan kuman
dalam jumlah besar dari lesi kulit dan sekret hidung
◦ Kontak dengan vektor serangga tanah yang terinfeksi
Epidemiologi 5
Umur onset 10-20 tahun
Prevalensi 30-50 tahun
Jenis kelamin Laki > wanita
Ras Terdapat hubungan inversa antara warna kulit dan tahap severitas penyakit. Orang
berkulit hitam lebih mudah terkena tetapi terdapat predominansi penyakit yang lebih
ringan
Hospes Manusia (reservoir utama), armadillo, monyet mangabey, chimpanzees
• Demo
grafi
600,00 kasus baru setiap tahun, 1.5-8 juta kasus sedunia, >80% kasus di India, China,
Myanmar, Indochina, Indonesia, Brazil, Nigeria. Di Amerika terdapat 4000 kasus, 100-
200 kasus baru setiap tahun di mana kebanyakan kasus melibatakan imigran dari
Mexico, Southeast Asia, Filipina, Carribean
Faktor risiko Kemiskinan, daerah desa, HIV/AIDS. Kebanyakan individu mempunyai imunitas
natural dan tidak terkena penyakit
Diagnosis kerja 4-7
• Terdapat 3 tanda kardinal yang penting bagi diagnosa lepra yaitu:
◦ Lesi hipopigmentasi atau kemerahan yang anestetik
◦ Penebalan atau pembesaran saraf perifer dengan kehilangan sensasi atau kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf tersebut
◦ Terdapat batang tahan asam (BTA) pada jaringan terinfeksi dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen
selalunya di mukosa nasal dan cuping telinga.
• Terdapat 2 bentuk lepra yaitu tuberculoid leprosy(TL) dan lepromatous leprosy(LL). Penderita
akan menjadi TL atau LL sebagian tergantung HLA yaitu HLA-DR2. Bentuk pertama cepat dan boleh
bergabung dengan bentuk kedua.
◦ Tuberculoid leprosy (TL)
▪ Makula hipopigmentasi, penebalan saraf perifer, anestesia pada lesi kulit
▪ Cell mediated immune response baik yang membatasi pertumbuhan kuman.
▪ Ini menyebabkan jumlah kuman yang ditemukan sedikit
▪ Tes lepromin positif
▪ Tidak selalu terlihat lesi yang tipikal, hipestetik dan mengandung granuloma yang hanya
mengandung infiltrat limfositik. 2/3 dari karakteristik ini cukup untuk diagnosa. Namun, overdiagnose
lebih disarankan agar pasien tidak dibiarkan tidak diobati
◦ Lepromatous leprosy (LL)
▪ nodul multipel pada kulit yang membentuk facies leontina
▪ Cell mediated immune response terhadap kuman lepra buruk menyebabkan kuman tumbuh baik
dan dapat ditemui banyak di kulit dan mukosa
▪ Tes lepromin negatif
▪ Hanya kekebalan seluler terhadap kuman lepra yang buruk, pada kuman lain tetap baik
▪ Kekebalan humoral terhadap kuman lepra baik tetapi tidak protektif
▪ Area yang terdapat nodul, plak, dan indurasi optimal sebagai tempat biopsi. Walaupun begitu,
kulit yang kelihatan normal juga didiagnosa secara umum. Pada LL terdapat hiperglobulinemia yang
bisa menyebabkan test serologi palsu (VDRL, RA, ANA) yang menyebabkan kekeliruan pada diagnosa
Table 2: Signs of activity in leprosy
Diagnosis banding7
1. Diagnosis banding dari kondisi neurologikal
(a) Post infections (viral) sensory/motor peripheral neuropathy.
i. Acute/sub-acute onset
ii. Correlation (temporal) with recovery from viral illness
iii. Neuritic symptoms heralds onset, may quieter later
iv. Variable sensor/motor loss-different from leprosy
v. No nerve thickening/skin patch
(b) Alcoholic neuropathy
i. Patient has alcoholic history
ii. Face that of an alcoholic
iii. Red-angry tongue
iv. Cheilitis present. (inflammation of the lips)
(c) Diabetic neurophathy
i. Distal bilateral neuropathy.
ii. ‘glove & stocking’ type of anaesthesia.
iii. 'burning feet’ syndrome.
iv. Knee and ankle reflexes lost.
v. High blood sugar level.
vi. Peripheral nerves normal
(d) Syringomyelia
i. Uncommon condition
ii. Disease of CNS
iii. Cause unknown
iv. Heat and pain sensation lost
v. Touch sensation present
vi. Peripheral nerves not enlarged
(e) Tabes – dorsalis
i. A variety of neurosyphilis.
ii. Intense, recurring lightening pain in legs
iii. Stamping type of gait.
iv. Romberg's sign positive (inability to stand erect with eyes closed & feet together)
v. Knee reflexes absent.
vi. Common peroneal nerve normal
2. Diagnosis banding dari jenis lesi kulit seperti makula, papula dan nodula.
Lepra negatif jika lesi
(a) putih (depigmentasi), merah atau hitam
(b) squama (kecuali selepas reaksi tipe 1)
(c) gatal
(d) wujud sejak lahir
(e) nyeri
(f) hilang timbul mengikut musim
Patogenesis4-7
• Inkubasi – beberapa tahun, perjalanan penyakit lambat
• M. lepra adalah parasit intracellular obligat yang hanya membiak di sel hospes. Bakteri ini
melakukan replikasi intraselular, khususnya dalam histiosit kulit, sel endotel, sel fagositik dan sel
schwann saraf
• Ia menyebabkan anesthesia yang bercak apabila ia menginvasi nervus sensoris perifer
• Beberapa M. lepra terdapat di lesi tuberkuloid, yaitu lesi granulomatosa dengan sel epiteloid
ekstensif, sel raksasa dan infiltrasi limfositik
Manifestasi klinis2,5,7
Orang yang dengan respons Cellular mediated immunity (CMI) mendapat gejala penyakit lepra
(Tuberculoid) yang lebih ringan dan terlokalisasi dengan bacterial load yang lebih sedikit. Manakala
orang yang mempunyai CMI yang lemah mendapat gejala disseminata yang tersebar luas dengan
bacterial load yang tinggi.
Paucibacillary leprosi
Hal ini ditemukan pada orang dengan CMI baik. Penyakit ini tetap terlokalisasi dan
menghasilkan kulit tunggal atau sedikit lesi dengan atau dengan kelainan saraf keluar perifer.
Gambar 1: Patogenesis lepra7
Terdapat lesi kulit makula/ papula dan plak. Orang dengan respon kekebalan yang kuat mampu
menghancurkan sejumlah besar organisme dan apusan kulit rutin biasanya negatif dalam
penderita ini.
Multibacillary leprosi
MB kusta ditemukan pada orang dengan CMI lemah. Pada leprosi lepromatous multibasilar,
kekebalan selular rendah dan pertumbuhan M. lepra tidak terkawal. Secara histologi, lesi padat
dengan infiltrasi sel batang lepra dan kebanyakannya boleh masuk ke pembuluh darah.Sel basil
berkembang biak dan menyebar lebih luas sehingga penyakit menjadi diseminata berupa
lesi pada saraf, kulit, pada yang ringan boleh menular ke organ lain seperti mata, mukosa
pernapasan, testis dan sistem reticulo-endotel pada keadaan yang lebih berat. Biasanya ia tidak
menginfeksi sistem saraf pusat dan sistem reproduksi atas pada wanita. Lesi kulit mungkin
multipel (garis batas) atau tak terhitung (lepromatosa). Dalam lepromatosa leprosi bentuk,
lesi dapat simetris bilateral dan ill defined macules atau infiltrasi difus yang dapat berlanjut ke
pembentukan plak dan nodul. Selain itu, mungkin ada pendarahan hidung dan oedema pada
kedua kaki.
Antara manifestasi klinis pada lepra adalah
• Lesi kulit
◦ lesi pucat atau kemerahan dengan kehilangan sensasi panas, dingin, raba dan nyeri, terdapat
hipopigmentasi, erytematous atau berwarna tembaga, kecil atau besar, permukaan rata, menonjol atau
bernodul, berlokalisasi di mana-mana(tetapi lebih banyak di bagian yang terdedah)
◦ Infiltrasi atau penebalan kulit atau terdapat papula, plak atau nodul
▪ Nodul kemerahan atau berwarna kulit atau penebalan kulit mengkilat dan difus tanpa
Table 5: Criteria for grouping MB and PB leprosy
kehilangan sensasi
▪ Pembengkakan atau nodul pada muka dan cuping telinga
◦ Leonine facies – leontiasis(muka seperti singa)
▪ infiltrat lesi kulit terlihat di pipi, cuping telinga dan bagian frontalis
▪ kulit muka menebal disebabkan infiltrasi nodulasi
▪ hidung membengkak dan melebar
▪ alis mata menipis atau hilang
▪ kedutan dahi dan pipi bertambah dalam dan cuping telinga membesar dan tergantung
◦ Histoid Leproma:
▪ variasi MB leprosi apabila terdapat nodul yang berbatas tegas, eritematosa, bulat atau oval,
berkilau atau pedunculated nodules terlihat pada kulit normal pada orang yang belum sembuh atau
pasien yang baru berobat separuh jalan
◦ Membran mukosa - membran mukosa dari saluran pernapasan bagian atas dari hidung ke laring
penuh dengan infiltrasi, terjadi edema, penebalan dan ulserasi
• Kelainan saraf perifer
◦ Saraf yang menebal nyeri dan melunak/teraba
◦ Penebalan saraf dengan atau tanpa nyeri dan melunak terutama belakang telinga, sekitar siku,
pergelangan tangan, lutut dan pergelangan kaki
◦ Baal dan geli pada tangan dan kaki
◦ Kehilangan sensasi (suhu, raba, nyeri) terutama pada hujung jari dan telapak kaki dan pada lesi
kulit
◦ Disabilitas dan deformitas tangan, kaki dan mata. Lemah pada tangan, kaki dan kelopak mata
dan tidak mampu melakukan pergerakan tertentu yang mungkin disebabkan leprosi seperti gejala
Gambar 3: Lesi makula hipopigmentasi pada paha
Gambar 2: Lesi nodular pada siku
Gambar 4: Lesi nodul pada cuping telinga
Table 7: Leonine facies
Table 6: Histoid limfoma pada trunkus
▪ wrist drop – tidak boleh menggerakkan tangan ke belakang pada sendi pergelangan tangan
▪ foot drop – tidak boleh menggerakkan kaki ke atas pada sendi pergelangan kaki
▪ ulnar claw dan complete(ulnar and median) claw hand
▪ tidak boleh menutup mata sepenuhnya
• Trauma atau kesan luka bakar tanpa nyeri yang berulang
◦ Pada stadium kronis, deformitas disebabkan oleh resorpsi atau destruksi tulang
• Respon imun pada M. leprae menghasilkan beberapa reaksi yang tergantung perubahan
mendadak pada status klinis. Reactional state ini berlaku pada lebih 50% penderita.
◦ Lepra type 1 reactions (downgrading and reversal reactions)
▪ Inflamasi pada lesi sedia ada, demam ringan, makulopapular multipel berbentuk satelit, neuritis
▪ Downgrading reaction berlaku sebelum terapi manakala reversal reaction berlaku sewaktu
terapi
◦ Lepra type 2 reactions (erythema nodosum leprosum, ENL)
▪ Nyeri pada nodul, khususnya pada sisi extensor tibia dan ulna, neuritis dan uveitis setelah terapi
Gambar 5: Drop wrist
Gambar 6: Ulkus yang disebabkan luka bakar
Table 8: Progresivitas kelainan saraf
yang menandakan pulihnya kekebalan selular
▪ Terlihat pada separuh penderita LL yang selalu terjadi selepas permulaan antile-promatous
therapy, umumnya pada 2 tahun pertama terapi
▪ Terdapat inflamasi masif dengan lesi seperti eritema nodosum
Table 9: Lepra type 1 reactions Table 10: Lepra type 2
reactions
Table 11: Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2
◦ Reaksi lucio
▪ Individu dengan LL difus membentuk ulkus besar poligonal yang tidak dalam dan menggelupas
di tungkai
▪ Merupakan variasi ENL atauu reaksi sekunder oklusi arteriolar
• Ekspresi klinis lepra adalah pembentukan granuloma. Spektrum granulomatosa lepra adalah:
◦ TT =Tuberculoid
◦ BT = Borderline tuberculoid
◦ BB = Mid-borderline
◦ BL= Borderline lepromatous
◦ LL = Lepromatous
Table 12: Clinical aspects of Ridley-Jopling's classification of leprosy7
Penatalaksanaan5,7
Prinsip umum penatalaksanaan
◦ Terapi antilepra - Multi-drug therapy(MDT)
▪ membunuh M. leprae dalam tubuh. Ia menghentikan perkembangan penyakit, mencegah
komplikasi dan mengurangkan risiko relaps.
▪ Dengan membunuh M. leprae dalam tubuh, penderita tidak infeksius dan penyebaran infeksi
dalam tubuh juga dikurangkan.
▪ Sebelum memulakan pengobatan, hendaklah diperhatikan sama ada penderita mempunyai
penyakit yang berikut
• Jaundice – pengobatan dimulakan apabila jaundice hilang
• Anaemia – mulakan pengobatan anaemia bersama pengobatan MDT
• Tuberculosis – jika pasien mengambil Rifampicin, pastikan dia terus mengambil dosis yang
diperlukan untuk pengobatan tuberculosis bersama pengobatan lepra
• Alergi pada sulfa – elakkan pemberian Dapson. Berikan obat alternatif
▪ MDT aman bagi ibu hamil dan penderita HIV namun pada penderita tuberculosis, Rifampicin
diambil menurut dosis untuk tuberculosis.
Table 13: Dosis multi-drug therapy yang direkomendasikan bagi penderita lepra7
Table 14: Efek samping Dapsone7
Table 15: Efek samping Rifampicin7
◦ Pencegahan dan pengobatan reaksi
▪ Lepra type 1 reactions
• Prednison
◦ Dosis – 40-60mg/hr, dosis dikurangi dalam 2-3 bulan
◦ Indikasi – neuritis, lesi yang tersangka ulkus, lesi muka
▪ Lepra type 2 reactions (ENL)
• Prednison – 40-60mg/hr, tapered fairly rapidly
• Talidomid – 100-300mg/hr, untuk enl rekuren
▪ Reaksi lucio
• Prednison dan talidomid tidak begitu efektif. Karena tidak ada alternatif lain, digunakan
Prednison 40-60mg/hr, tapered fairly rapidly
◦ Mengurangkan risiko kerusakan saraf
▪ Memberi tumpuan pada kaki untuk mengelakkan ulkus neuropati
◦ Edukasi penderita untuk menangani neuropati dan anestesi
◦ Mengobati komplikasi kerusakan saraf
▪ Orthopedic care splints untuk mengelakkan kontraktur pada daerah kerusakan saraf
◦ Rehabilitasi penderita ke dalam masyarakat
◦ Memberi antimikroba sistemik
▪ Infeksi sekunder ulkus harus diidentifikasi dan diobati denga antibiotik yang benar untuk
mengelakkan infeksi lebih dalam seperti osteomyelitis
Table 16: Efek samping Chlofamizine 7
Komplikasi6
• Extremitas
◦ Neuropati yang menyebabkan insensitivitas dan miopati. Reseptor raba, nyeri dan panas
menjadi insensitif tetapi reseptor posisi dan getaran tidak
◦ Paling banyak di nervus ulnaris yang menyebabkan kontraktur jari 4 dan 5, kehilangan otot
interossea dorsal di tangan yang terkena dan kehilang sensasi pada area ini
◦ Ulserasi plantar – selalunya di caput metatarsal
◦ Footdrop – oleh palsi perineal
◦ Kehilangan digiti distal disebabkan insentivitas, trauma dan infeksi sekunder,
• Hidung
◦ Kongesti nasal dan epistaxis
◦ Apabila tidak dirawat dalam jangka panjang, terjadi kerusakan kartilago nasal yang
menyebabkan saddle-nose deformity atau anosmia
• Mata
◦ Diperburuk oleh palsi nervus cranial, lagophtalmos dan insensitivitas kornea
◦ Trauma, infeksi sekunder, ulkus kornea dan opasitis dan boleh menyebabkan buta
• Testis
◦ Disfungsi testicular dengan peningkatan luteinizing and follicle- stimulating hormones,
penurunan testosteron dan aspermia atau hipospermia
◦ Penderita LL boleh menjadi infertil
• Amyloidosis
◦ Amyloidosis sekunder adalah komplikasi leprosi LL dan ENL yang jarang ditemui dalam era
antibiotika
◦ Fungsi abnormal hati dan ginjal
• Abses saraf
◦ Paling sering di nervus ulnaris
◦ Disertai adjacent cellulitic appearance pada kulit
◦ Saraf yang terkena membengkak dan melunak
Prognosis7
• Baik – jika dideteksi awal dan diobati
• Buruk – pengobatan yang tidak inadekuat menyebabkan disabilitas
Pencegahan2
• Isolasi penderita khususnya LL
• Chemoprofilaksis dapson untuk anak dengan orang tua penderita lepra yang disebabkan oleh
kontak erat dan lama.
PENUTUP
Lepra (Hansen's disease) atau umumnya dikenali sebagai kusta merupakan penyakit yang bersifat
kronis dan progresif yang ditularkan melalui kontak yang erat dan lama seperti pada ibu bapa dengan
anak. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri batang tahan asam, gram negatif yaitu Mycobacterium
leprae. Kusta ditandai dengan lesi hipopigmentasi dengan baal pada kawasan lesi tersebut. Umumnya
terdapat dua bentuk leprosi yaitu Tuberkuloid leprosi (TL) dan Lepramatosa leprosi(LL). Penderita
kusta umumnya mengalami gangguan pada saraf perifer yang seterusnya menyebabkan gangguan
Gambar 7: Komplikasi kerusakan saraf 7
fungsi pada organ yang dipersarafinya itu. Selain menyebabkan komplikasi gangguan saraf, penderita
kusta yang telah sembuh terpaksa berhadapan dengan berbagai deformitas dan disabilitas karena
bakteri penyebabnya juga menyebabkan resorpsi tulang dan sebagainya. Walaupun kelihatan berat,
namun penyakit ini jika diobati pada stadium awal bisa memberi prognosis yang baik. Anamnesis dan
pemeriksaan yang tepat sangat penting dalam mendeteksi penyakit ini pada fase awal karena penyakit
ini mempunyai banyak persamaan dengan penyakit kulit yang lain seperti panu, vitiligo, dan juga
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nah YK, Hidayat D, Hudyono J, Santoso M. Buku panduan ketrampilan medik (skill-lab).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Krida Wacana; 2009.
2. Budimulja U, Lokananta MD, Majawati ES, Nah YK, Wiryadi B, Rumawas M, et al. Skin &
integumen. Bahan kuliah blok 15. Jakarta: Fakultas Kedokteran Krida Wacana; 2011.
3. Habif TP. A colour guide to diagnosis and therapy clinical dermatology 4th edition.
Pennsylvania: Mosby; 2004.
4. Ryan KJ, Ray CG. Mycobacterium leprae dalam Sherris medical microbiology an introduction
to infectious diseases 4th edition. USA; Mc Graw Hill; 2004.h.451-3
5. Wolff K, Johnson RA. Leprosy dalam Fitzpatrick's Color atlas and synopsis of clinical
dermatology 6th edition . USA: Mc Graw Hill; 2009.h.665-70
6. Gelber RH. Leprosy(Hansen's disease) dalam Harrison’s principle of internal medicine. USA:
Mc Graw Hill;2008.h.1021-7
7. Nirman Bhawan . Training manual for medical officers – National leprosy eradication
programme. New Delhi: Ministry of Health and Family Welfare, Government of India ; 2009