pbl ckd

57
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal akibat dari suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, sehingga ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal atau tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. PGK stadium dini yang didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan penunjang dan pengobatan dini terbukti dapat mencegah terjadinya gagal ginjal, penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah komplikasi lainnya. 1,2 PGK sudah merupakan masalah epidemi dengan angka pertumbuhan dialisis pertahun 6-8% di negara barat. Di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir terjadi penurunan angka kematian akibat penyakit pembuluh darah otak dan penyakit jantung koroner, terutama disebabkan oleh pengendalian tekanan darah yang lebih baik. Dalam periode yang sama prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal yang memerlukan terapi pengganti ginjal meningkat secara progresif dengan akibat yang buruk dan biaya yang tinggi. Bahkan prevalensi PGK stadium awal juga semakin meningkat. 4 Insiden dan prevalensi PGK semakin meningkat dan sudah merupakan masalah kesehatan global. Pada sembilan 1

Upload: vimal

Post on 06-Nov-2015

251 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

chronic kidney disease

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal akibat dari suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, sehingga ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal atau tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. PGK stadium dini yang didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan penunjang dan pengobatan dini terbukti dapat mencegah terjadinya gagal ginjal, penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah komplikasi lainnya.1,2PGK sudah merupakan masalah epidemi dengan angka pertumbuhan dialisis pertahun 6-8% di negara barat. Di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir terjadi penurunan angka kematian akibat penyakit pembuluh darah otak dan penyakit jantung koroner, terutama disebabkan oleh pengendalian tekanan darah yang lebih baik. Dalam periode yang sama prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal yang memerlukan terapi pengganti ginjal meningkat secara progresif dengan akibat yang buruk dan biaya yang tinggi. Bahkan prevalensi PGK stadium awal juga semakin meningkat.4Insiden dan prevalensi PGK semakin meningkat dan sudah merupakan masalah kesehatan global. Pada sembilan orang Amerika Serikat satu diantaranya, yaitu sekitar 20 juta orang dapat mengidap penyakit ginjal dan sebagian besar tidak menyadari hal ini. Di Indonesia, masih jarang adanya data epidemiologis yang berkaitan dengan insiden maupun prevalensi PGK. Salah satu data yang berhasil dihimpun adalah data yang berasal dari rumah sakit Hasan Sadikin (rumah sakit rujukan propinsi Jawa Barat). Dimana dalam kurun waktu 5 tahun (1979 1983) cenderung terjadi peningkatan jumlah pasien yang dirawat dengan penyakit ginjal kronis.2Jumlah pasien PGK di Indonesia meningkat pesat dengan angka kejadian pasien penyakit ginjal terminal yang menjalani hemodialisis dari tahun 2002 sampai 2006 adalah 2077, 2039, 2594, 3556, dan 4344. Data dari beberapa pusat penelitian yang tersebar di seluruh Indonesia melaporkan bahwa penyebab gagal ginjal terminal yang menjalani dialisis oleh penyakit ginjal diabetik adalah 19,9%, sedangkan penyebab yang lain meliputi glomerulonefritis (36,4%), penyakit ginjal obstruksi dan infeksi (24,4%), hipertensi (9,1%), sebab lain (5,2%), penyebab yang tidak diketahui (3,8%) dan penyakit ginjal polikistik (1,2%).2Tiga strategi yang dapat diterapkan dalam memperlambat progresifitas PGK yaitu identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen secara holistik. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya PGK adalah umur diatas 60 tahun, diabetes melitus, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya riwayat keluarga menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, penggunaan obat yang berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras) dan kontak dengan bahan kimia yang berulang.3

PGK merupakan penyakit yang kronis, sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.1,2 Oleh karena itu lewat hasil Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) yang telah dilakukan ini diharapkan praktisi kesehatan khususnya dokter muda mampu memahami dengan baik permasalahan pasien dengan PGK di lapangan agar mampu memberikan penanganan yang komprehensif dengan mengutamakan aspek biologis, psikologis, dan sosial.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi

Berdasarkan pedoman Kidney Dialysis Outcome Quality Iniatiative (KDOQI), definisi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama tiga bulan atau lebih, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada pemeriksaan urinalisis, dengan penurunan glomerular filtration rate (GFR) ataupun tidak. Selain itu definisi ini juga memperhatikan derajat fungsi ginjal atau GFR, seperti yang terlihat pada tabel 1.2,3Tabel 1. Definisi PGK1Kriteria

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan manifestasi:

kelainan patologis

terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)

2. GFR kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

2.2 Etiologi

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada tabel 3.1Tabel 2. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun 20001PenyebabInsiden

Glomerulonefritis

Diabetes melitus

Obstruksi dan infeksi

Hipertensi

Sebab lain46,39%

18,65%

12,85%

8,46%

13,65%

2.3 Klasifikasi

Pada individu dengan PGK, klasifikasi ditentukan atas dua hal yaitu atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar GFR, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai GFR yang lebih rendah, yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:1,2,4GFR (ml/menit/1,73m2) =(140 umur) x berat badan*)

72 x kreatinin plasma (mg/dL)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak dalam tabel 3 berikut.

Tabel 3. Klasifikasi PGK atas Dasar Derajat Penyakit4DerajatPenjelasanGFR

1

2

3A3B4

5Kerusakan ginjal dengan GFR normal /

Kerusakan ginjal dengan GFR mildlyKerusakan ginjal dengan GFR mildly to moderatelyKerusakan ginjal dengan GFR moderately to severelyKerusakan ginjal dengan GFR severelyGagal ginjal 90

60 89

45 5930 44 15 29

< 15 atau dialisis

Sedangkan klasifikasi atas dasar diagnosis etiologi dibedakan menjadi penyakit ginjal diabetes, non diabetes dan penyakit pada transplantasi. Klasifikasi tersebut tampak dalam tabel 4 berikut.

Tabel 4. Klasifikasi PGK atas Dasar Diagnosis Etiologi1,3

PenyakitTipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes

Penyakit ginjal non diabetes

Penyakit pada transplantasiDiabetes tipe 1 dan 2

Penyakit glomerular

(penyakit otoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vaskular

(makroangiopati, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik

(ginjal polikistik)

Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

2.4 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya PGK meliputi dua mekanisme utama: (1) mekanisme spesifik terkait etiologi (kompleks imun dan mediator inflamasi pada tipe glomerulonefritis tipe tertentu, (2) mekanisme progresif, yang melibatkan hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang masih bisa bertahan, yang merupakan konsekuensi dari pengurangan masa ginjal, apapun penyebabnya. Dalam menghadapi cedera, ginjal memiliki kemampuan untuk mempertahankan GFR. Meskipun kerusakan nefron terjadi secara progresif, GFR dipertahankan dengan hiperfiltrasi dan kompensasi hipertropi nefron sehat yang tersisa. Kerusakan massa ginjal dengan sklerosis ireversibel dan hilangnya nefron akan mengarah ke penurunan GFR.4Penyakit yang mendasari merupakan suatu patofisiologi PGK, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF ). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas PGK adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.1Pada PGK fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah sehingga akan terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya GFR mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor keseimbangan cairannya.1Menurunnya fungsi renal secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya asidosismetabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia, sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas.

Menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon (PTH) dari kelenjar paratiroid. Pada pasien PGK stadium lanjut kemampuan PTH untuk mobilisasi garam kalsium dari tulang akan terganggu. Produksi PTH yang berlebihan menyebabkan gangguan metabolisme vitamin D dan kehilangan yang berlebihan melalui tinja dan semuanya ini merupakan faktor pencetus terjadinya osteodistrofi renal. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi.12.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pasien PGK meliputi:11. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritematosus Sistemik dan lain sebagainya.

2. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

3. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).

Pada Penyakit Ginjal Kronik, fungsi ekskresi dan sekresi ginjal menurun dan menyebabkan berbagai gejala secara sistemik. Gambaran klinik gagal ginjal kronik yang berat dapat disertai sindrom uremia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ meliputi:2,4a. Gangguan Hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau kreatinin clearance kurang dari 25 ml per menit. Anemia merupakan salah satu komplikasi pada PGK, terjadi akibat penurunan sintesis eritropoietin, hormon yang bertanggung jawab dalam merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah (eritropoiesis).

b.Gangguan Saluran Cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Pada PGK akibat adanya retensi toksin (urea), menyebabkan terjadinya edema pada mukosa GIT sehingga terjadi gangguan absorpsi dan inflamasi pada mukosa GIT. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein.

c.Gangguan Elektrolit dan Cairan

Pengaturan air dan elektrolit oleh ginjal terganggu, sehingga volume ekstraselular akan meningkat dan terjadi peningkatan volume tubuh oleh karena gagalnya ekskresi sodium dan air oleh ginjal. Hal ini biasanya terlihat bila GFR berada dibawah 10-15 mL/min dimana ginjal tidak mampu lagi mengatur keseimbangan cairan. Dengan penurunan fungsi ginjal lebih lanjut, retensi sodium dan peningkatan volume ekstraseluler akan menimbulkan edema, edema paru, dan hipertensi pada pasien PGK. Hiperkalemia yang biasa terjadi pada pasien PGK berkembang ketika GFR kurang dari 20-25 mL/min oleh karena berkurangnya kemampuan ginjal mengeluarkan kalium. Pada penyakit ginjal kronis derajat 5, ginjal tidak dapat mengekskresikan cukup amonia di tubulus proksimal untuk mengeluarkan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk ammonium, sehingga akumulasi fosfat, sulfat, dan anion organik menyebabkan asidosis metabolik.

d.Kelainan Kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

e.Gangguan Mineralisasi Tulang

Kelainan tulang yang terjadi adalah komplikasi umum dari gagal ginjal kronis yang disebabkan oleh karena komplikasi dalam kerangka (intraskeletal, misalnya mineralisasi atau peningkatan bone turnover) dan diluar kerangka (ekstraskeletal, misalnya kalsifikasi vaskular atau jaringan halus. Kelainan metabolism tulang diakibatkan oleh peninggian kadar fosfat (hiperfosfatemia) yang diakibatkan penurunan GFR sehingga mengakibatkan kompensasi oleh kelenjar paratiroid dengan meningkatnya hormone paratiroid (PTH). PTH meningkatkan absorpsi kalsium pada lengkung henle asenden, meningkatkan ekskresi fosfat dengan memblok resorpsi pada tubulus proximal. PTH juga meningkatkan pelepasan kalsium dan aktivasi osteoclast yang melepaskan cadangan kalsium dari tulang. PTH berperan mengaktivasi 1-hydroxylase yang mengonversi vitamin D menjadi bentuk aktif: 1,25 hydroxyl vitamin D. Vitamin D juga dapat meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat di usus halus dan juga memiliki efek inhibisi yang ringan terhadap pelepasan PTH. Hiperparatirodisme sekunder merupakan mekanisme kompensasi akibat hiperfosfatemia akibat menurunnya fungsi ginjal.

f.Kelainan Mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

g.Kelainan Kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.h. Kelainan Neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

2.6 DiagnosisDiagnosis pasti sering memerlukan biopsi ginjal yang meskipun sangat jarang dilakukan tetapi dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, biopsi ginjal dilakukan pada pasien tertentu yang diagnosis pastinya hanya dapat ditegakkan dengan biopsi ginjal atau jika diagnosis pasti tersebut akan merubah baik pengobatan maupun prognosis. Pada sebagian pasien diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik yang lengkap dan faktor penyebab yang didapat dari evaluasi klinik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pencitraan ginjal.32.6.1.Gambaran laboratorium PGK meliputi:11. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dan penurunan GFR yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.

3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.

4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria.

2.6.2 Pemeriksaan radiologis PGK meliputi:11. Foto polos abdomen bisa tampak batu radio-opak.

2. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.

4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

5. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

2.6.3 Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatoplogi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Kontraindikasi biopsi ginjal adalah pada ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas.1

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien PGK disesuaikan dengan derajat GFR.2Tabel 5. Penatalaksanaan PGK atas dasar derajat GFR

DerajatGFR (ml/min/1,73m2)Rencana Tatalaksana

1 90Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi perburukan fungsi ginjal, memperkecil resiko kardiovaskular

260-89Menghambat perburukan fungsi ginjal

3a3b45-5915-29Evaluasi dan terapi komplikasiEvaluasi dan terapi komplikasi

415-29Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 2,5 kali normal karena pemakaian kalsitriol pada kadar fosfat darah yang tinggi dapat menyebabkan terbentuk garam fosfat yang mengendap di jaringan lunak dan dinding pembuluh darah (kalsifikasi metastatik).1,3 Selain itu pemberian kalsitriol juga dapat mengakibatkan penekanan berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.1c.Pembatasan Cairan dan Elektrolit.

Bertujuan mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar dengan asumsi bahwa air keluar melalui insensible water loss antara 500-800 ml/hari, maka air yang dianjurkan masuk 500-800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi adalah Na dan K sebabhiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal dan hipernatremia dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Oleh karena itu pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium seperti sayur

dan buah harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3.5-5.5 mEq/lt.12.7.6 Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Dilakukan pada PGK stadium 5, yaitu pada GFR kurang dari 15 ml/mnt. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.1

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik uremia, dan malnutrisi. Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati uremik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu GFR antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.8

2) Dialisis peritoneal (DP)

Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat perawatan ginjal.8

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:8

a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

b. Kualitas hidup normal kembali

c. Masa hidup (survival rate) lebih lama

d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

2.8 Prognosis

Mortality rate untuk pasien yang menjalani dialisis adalah sebesar 20%. Apalagi jika disertai dengan gangguan kardiovaskular, mortality rate dapat meningkat 30%.BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

No. RM

: 14022498Nama

: NKAUmur

: 36 tahunJenis kelamin

: PerempuanKewarganegaraan: Indonesia

Agama

: Hindu Status

: Belum Menikah

Pekerjaan

: Pegawai tokoAlamat

: Banjar Dukuh, Pulau Serangan (depan lapangan)Tanggal pemeriksaan: 26 Mei 2015

Tanggal Kunjungan: 26 Mei 20153.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Gatal-gatalRiwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh gatal pada seluruh badan sejak 2 bulan SMRS. Gatal dirasakan terus-menerus dan cukup berat sehingga mengganggu pasien. Gatal ini muncul tiba-tiba dan tidak membaik dengan obat alergi. Gatal berkurang setelah pasien melakukan hemodialisa namun tidak pernah hilang sama sekali. Selain gatal pasien juga mengeluhkan lemas, dan mual muntah.

Lemas dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Lemas dirasakan pertama kali di malam hari setelah beraktivitas, dirasakan semakin memberat dan membuat pasien susah beraktivitas seperti biasanya. Awalnya lemas tidak pernah membaik terutama 1 bulan pertama, semakin hari semakin berkurang. Lemas dirasakan sepanjang hari oleh pasien.

Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 1 tahun yang lalu dengan frekuensi satu kali. Muntah berisi makanan dan minuman tanpa disertai darah. Mual muntah dirasakan saat sebelum dan setelah makan atau minum sehingga membuat pasien makan dan minum dalam jumlah yang sedikit. Awalnya gejala ini sangat parah sehingga pasien tidak bertenaga dan tidak dapat beraktivitas. Namun sekarang sudah berangsur membaik sejak pasien melakukan hemodialisa rutin. Pasien mengatakan karena turunnya nafsu makannya, berat badannya turun sekitar 20 kg sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan sesak napas, batuk darah, nyeri dada, nyeri kepala, berdebar, demam, kejang, BAK keluar darah atau batu disangkal oleh pasien. Nafsu makan sekarang dikatakan normal seperti biasa oleh pasien (dibantu dengan obat penambah nafsu makan). Frekuensi BAK pasien 4-5 kali per hari. BAK dikatakan berwarna kuning dan volume kencing pasien botol Aqua besar 1000 cc perharinya. Nyeri saat berkemih, kencing kelur batu dan kencing bercampur darah disangkal pasien. Frekuensi BAB 1 kali sehari berwarna kecoklatan, konsistensi padat. Nyeri saat BAB, BAB bercampur darah dan berak hitam disangkal pasien. Keluhan lain seperti sesak nafas, demam, mual dan muntah disangkal oleh pasien . Saat kunjungan rumah keluhan lemas dan mual muntah yang pasien rasakan sudah sangat minimal. Riwayat Pengobatan dan Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi dikatakan sudah lama diderita pasien. Pasien mengatakan tekanan darahnya pernah mencapai 200/150. Hipertensi baru diketahui pasien 1 tahun yang lalu (Mei 2014). Pasien sudah sering merasa sakit kepala sejak awal tahun 2014 namun tidak diobati.

Pasien pernah 6x MRS pada tahun 2014 karena keluhan lemas dan mual muntahnya, sesak, dan bengkak pada kaki. Pasien sudah rutin HD 1x seminggu sejak Juli 2014 dan 3 bulan terakhir pasien rutin HD 2x seminggu. Pasien mengatakan tidak rutin atau terkadang malas mengkonsumsi obat-obatnya karena terlalu banyak. Obat yang sudah dikonsumsi pasien adalah Lisinopril, Cetirizine, Allopurinol, dan vitamin penambah nafsu makan. Riwayat penyakit dalam keluarga

Ibu pasien dikatakan juga memiliki riwayat hipertensi. Penyakit sistemik lainnya disangkal oleh pasien.Riwayat pribadi dan sosial

Pasien merupakan seorang pegawai toko di Nusa Dua. Pasien mengatakan lebih senang bergaul di tempat kerja pasien. Namun sejak sakit pasien mengatakan sering tidak dapat bekerja karena kondisi yang tidak memungkinkan. Pasien saat ini tinggal dengan adik dan ayahnya. Jika tidak bekerja pasien selalu membantu adiknya untuk merawat keponakannya. Kondisi ekonomi keluarga pasien saat ini ditanggung oleh pasien dan ayah pasien. Pasien menyangkal kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol. Pola makan pasien normal 3 kali sehari kurang lebih 2 sendok makan nasi, minum air putih rutin 3 gelas/hari. Pasien mengatakan kadang terlalu banyak minum dan kadang minum minuman bersoda. Pasien mengaku dirinya jarang berolahraga. 3.3Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

: Sedang Kesadaran

: Compos Mentis (GCS E4V5M6)

Tekanan darah

: 190/100 mmHg

Nadi

: 120 kali/menit,reguler, isi cukup

Respirasi

: 23 kali/menit, teratur

Suhu aksila

: 37 C

Tinggi badan

: 160 cm

Berat badan

: 54 kg

BMI

: 21.0 kg/m2

Pemeriksaan UmumMata: anemis +/+, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-

THT :Telinga : sekret -/-

Hidung : sekret (-), mukosa nasalis intak/intakBibir: Stomatitis angularis (-), ulkus (-)

Tenggorokan: Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)Leher: JVP 2 cmH2O, pembesaran kelenjar (-) , terdapat pemasangan double lumen di leher kanan.Thorax: Simetris (+), retraksi (-)Cor :

Inspeksi: ictus cordis terlihatPalpasi : ictus cordis teraba 1cm lateral MCL (S)

Perkusi : Upper Border: ICS II

Right Border: PSL(D)

Left Border: 1cm lateral MCL(S)Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)Pulmo :

Inspeksi

: Simetris statis dan dinamis

Palpasi

: Tactile fremitus N/N

Perkusi

: Sonor/sonor

Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

+/+-/-

-/-

+/+-/-

-/-

Abdomen

Inspeksi

: Distensi (-)

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Palpasi: Hepar/lien tidak teraba, Ballotement (-/-)

Perkusi: Shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)

Ekstremitas : Hangat +/+, edema - / -

+/+ - / -3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (5/3/2015)

ParameterHasilUnitRemarksNilai Normal

WBC5,47103/L3,70 10,1

Neu3,48(63,7%)103/L

1,63 6,9639,3 73,7 %

Lymph0,872(15,9%)103/LRendah 1,9 2,9918,0 48,3 %

Mono1,01(18,5%)103/LTinggi0,24 0,794,40 12,7 %

Eos0,29(0,535%)103/LRendah0,030 0,4400,60 7,30 %

Baso0,073(1,34)103/L0,00 0,800,00 1,70 %

RBC2,96106/LRendah4,06 4,69

HGB7,95g/dlRendah 12,9 14,2

HCT26,4%Rendah37,7 53,7

MCV89,2Fl81,1 96,0

MCH26,9Pg27,0 31,2

MCHC30,1g/dl31,8 35,4

PLT150,103/ulRendah155 366

MPV6,5FlRendah6,90 10,6

Analisis Gas Darah (04/03/2015)

ParameterHasilUnitRemarksNilai Normal

pH7,45g/dL7,35 7,54

pCO238mmHg35,00 45,00

pO275mmHg80,00 100,00

BEecf2,4Mmol/LTinggi-2 2

HCO3-26,4Mmol/LTinggi22,00 - 26,00

SO2c96%95% - 100%

TCO227,6Mmol/L24,00 - 30,00

Kimia Klinik (20/03/2015)

ParameterHasilUnitRemarksNilai Normal

BS Acak114mg/dl70,00 140,00

BUN102mg/dlTinggi8,00 23,00

Creatinin11,64mg/dlTinggi0,50 0,90

Uric Acid9,1mg/dlTinggi2,00 5,70

Kimia Klinik (04/03/2015)

ParameterHasilUnitRemarksNilai Normal

BUN23mg/dL8,0 23,0

Creatinin2,9mg/dLTinggi0,7 1,2

Na141Mmol/L136 - 145

K4,2Mmol/L3,50 - 5,10

GFR (Menurut Cockroft Gault Formula )

(140- umur) x BB (kg) / 72 x serum creatinin

GFR = (140-44) x 54 kg = 23,69 x 0,85 = 20,14 ml/min/1,73 m2( PGK Stage IV

72 x 2,9 mg/dL

Pemeriksaaan Urine Lengkap (05/03/2015)

ParameterHasilSatuanRemarksNilai Rujukan

KLINIK RUTIN

Specific Gravity1,005Negative

PH7Rendah7,35 7,45

Leucocyte500(+++)leuco/uLNegative

NitriteNegatifNegative

Protein (Urine)150 (+++)mg/dLNegative

Glukosa (Urine)50 (+)mg/dLNormal

KETNegatifNegative

UrobilinogenNormalmg/dLNormal

Bilirubin (Urine)Negatifmg/dLNegative

ERY50 (+++)Ery/UlNegative

ColourP.Yellowp.yellow-yellow

SEDIMEN URINE

Lekosit10-12/lp 5,5 mE1), oliguria, atau anuria.

7. Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan ( 500 ml).

8. Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen pitidoksin, asam folat, vitamin C, dan vitamin D.

9. Mengurangi asupan rokok dan alkohol per hari.

Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali. Jenis makanan dikatakan tidak selalu sama setiap harinya. Adapun gambaran umum menu untuk masing-masing jadwal makan adalah sebagai berikut:

Makan pagi: nasi, tempe atau tahu, telur ayam Makan siang: nasi, daging ayam, sayur

Makan malam: nasi, tempe atau tahu atau daging ayam, sayurBahan Makanan yang Dianjurkan

Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau, kentang, tepung- tepungan, madu, sirup, permen, dan gula.

Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam. Bahan makanan pengganti protein hewani hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang kedele, dapat dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien yang menyukai sebagai variasi menu atau untuk pasien vegetarian asalkan kebutuhan protein tetap diperhitungkan.

Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine rendah garam, mentega.

Sumber Vitamin dan Mineral : semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami hipekalemia perlu menghindari buah dan sayur tinggi kalium.

Bahan Makanan yang Dihindari

Sumber Vitamin dan Mineral Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami hiperkalemi. Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam, gambas, daun singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka.

Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites. Bahan makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan, dikalengkan dan diasinkan.

Dengan perhitungan diatas maka dicoba untuk memberikan suatu pola jadwal yang mencakup pilihan jenis makanan dan jumlah makanan. Berdasarkan data dari Poliklinik Gizi RSUP Sanglah maka, penulis mencoba menyusun pola makanan yang sudah diubah dalam bentuk ukuran yang dapat dimengerti oleh pasien. Pemilihan jenis makanan pun disesuaikan dengan makanan yang tersedia di pasien.

Tabel 6. Contoh Menu Makanan Pasien PGK

Terapi gizi medik merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien. Tujuan diet adalah memberikan nutrisi yang cukup untuk mempertahankan status gizi, mempertahankan (menormalkan) kadar tekanan darah, menurunkan kadar creatinin dan BUN darah, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit serta mencegah timbulnya komplikasi lebih lanjut serta dapat melaksanakan pekerjaan sehari-hari.

Pasien menderita PGK st.IV dimana distribusi makanan sebaiknya rendah protein untuk menghindari hiperfiltrasi glomerulus dan menjaga fungsi ginjal dengan baik. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Untuk hipertensi yang diderita oleh pasien, asupan garam sebaiknya dikurangi dengan tujuan untuk menghilangkan retensi (penahanan) garam atau air dalam jaringan tubuh dam menurunkan tekanan darah pada hipertensi. Pasien mengatakan saat ini pasien sudah sedikit minum air putih seperti yang diinstruksikan.

b. Kegiatan fisik

Selain terapi gizi klinis, latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam penatalaksanaan PGK. Latihan jasmani sebaiknya dilakukan teratur selama kurang lebih 10 menit setiap harinya. Contoh latihan jasmani yang dimaksud adalah jalan santai. Pasien mengatakan jarang berolahraga dan saat bekerja pasien lebih banyak duduk dikursic. Akses Pelayanan KesehatanPasien tinggal di Pulau Serangan Denpasar Selatan. Akses pelayanan kesehatan dikatakan cukup mudah untuk dijangkau karena rumah pasien berada dekat puskesmas sekitar 300m. Sedangkan untuk jarak rumah ke RSUP Sanglah Denpasar sekitar 2 km. RSAD maupun RSUP Sanglah sebagai pusat layanan kesehatan juga dalam wilayah yang dapat dijangkau pasien. Akses ke rumah sakit swasta juga tidak jauh, namun di rumah sakit swasta pasien tidak dapat menggunakan asuransinya, sehingga lebih memilih ke RSUP Sanglah. Setiap kali melakukan HD bapak pasien tidak bekerja untuk mengantarkan pasien.

Saat ini pasien terdiagnosis menderita PGK stage V dan hipertensi stage II. Hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol. Komplikasi PGK dan hipertensi sendiri tidak dapat dihindari, namun perkembangannya dapat dihambat. Untuk mengetahui perkembangan penyakitnya, serta mengontrol tekanan darahnya penderita harus rutin memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan terdekat.

Untuk mengobati PGK stage V diperlukan renal replacement therapy, yaitu hemodialisis di RSUP Sanglah. Saat ini pasien sudah punya jadwal HD rutin 2x seminggu yaitu hari Selasa-Jumat.

d. LingkunganPasien tinggal disebuah rumah bersama bapak dan adik pasien. Dalam satu rumah seluas 6 X 6 m2 terdapat 3 kamar dan 1 ruang tamu. Kamar berukuran sekitar 3 x 3 m2, 1 pintu masuk setiap kamar dengan 1 jendela, serta 1 dapur dan 1 kamar mandi di luar rumah . Lantai kamar terbuat dari keramik, tembok batako, dan beratapkan genteng. Kamar pasien terkesan tidak rapi karena memang sempit dan terdapat banyak sekali barang-barang yang dimiliki pasien tetapi tidak tertata. Baju-baju kotor, dan tempat tidur berantakan disekitar kamar. Dapur pasien terletak di bangunan sebelah rumah pasien, berisikan tempat menaruh peralatan dapur serta kompor gas kecil, didalamnya terdapat tong sampah. Dapur terkesan cukup bersih dan rapi. Kamar mandi letaknya dibelakang dapur. Sumber air MCK untuk pasien adalah dari air PAM sedangkan sumber air minum adalah air galon. Sumur bor tidak digunakan. Diantara bangunan utama dan dapur terdapat lorong yang digunakan sebagai gudang serta tempat parkir motor pasien. Keadaan rumah disebelah kanan dan kiri terkesan rapi. Halaman rumah cukup luas, halaman ini terletak dalam satu pekarangan bersama 2 rumah lainnya milik tetangga yang masih kerabat pasien (saudara bapak pasien). Dalam pekarangan tersebut terdapat satu padmasana yang cukup besar dan digunakan oleh semua penghuni ketiga rumah tersebut. Pasien tidak memiliki binatang peliharaan. Pembuangan sampah menggunakan tempat yang diletakkan dekat dapur dan biasanya jika sudah penuh di letakkan dekat pintu pekarangan. Hubungan pasien dengan tetangga lainnya terlihat baik, dimana saling bertegur sapa dan bercanda.

.

4.3.2 Kebutuhan Bio-Psiko-Sosiala. Lingkungan BiologisDalam lingkungan keluarga pasien, ibu pasien juga memiliki hipertensi sejak lama, selebihnya tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien saat ini ataupun penyakit sistemik lain. Kondisi rumah pasien belum cukup terjaga kebersihannya, hal tersebut dapat menjadi faktor resiko terjadinya PGK mengingat penyakit ini erat kaitannya dengan faktor sanitasi. Selain faktor sanitasi, beratnya PGK ini juga dipengaruhi oleh faktor penjamu atau host. Kualitas kehidupan sehari-hari pasien dikatakan cukup baik, karena pasien bisa melakukan semua aktivitas dasar seperti makan, minum, membersihkan diri, mengontrol BAB dan BAK tanpa ada masalah dan tidak perlu bantuan.

b. Faktor Psikologis dan SosialDalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan dukungan dari keluarga dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan menjalani pengobatannya termasuk untuk minum obat setiap harinya dan pengaturan dietnya. Pasien saat ini tinggal bersama bapak dan adiknya. Dimana Bapak pasien sebagai penanggung jawab pasien. Sebenarnya bapak pasien sudah mengingatkan pasien mengenai dietnya namun pasien sering kali melanggar diet tersebut dan akhirnya dibawa ke rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa terkadang dirinya jenuh dan putus asa akan penyakitnya. Pasien juga merasa kesepian karena belum dan takut unuk memiliki pasangan. Pasien merasa dengan penyakitnya ini pasien hanya akan memberatkan pasangannya. Hubungan pasien dengan tetangga terlihat baik, dari cara mereka saling bertegur sapa dan bercerita satu sama lain.4.4 Pemecahan MasalahDari beberapa permasalahan yang telah kami jabarkan sebelumnya, kami mengusulkan penyelesaian masalah sebagai berikut:

1. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya.

Pasien dijelaskan bahwa gagal ginjal kronik merupakan penyakit seumur hidup yang terapi definitifnya adalah transplantasi ginjal. Namun, untuk saat ini pasien harus menjalani terapi pengganti yaitu melakukan hemodialisis reguler setiap minggu. Diberi tahu juga bahwa penyakitnya tersebut tidak bisa sembuh karena merupakan suatu kelainan ginjal yang bisa disebabkan oleh berbagai hal seperti genetik, infeksi, atau penyakit sistemik lainnya, tetapi bisa dikontrol agar tidak memberat dengan melakukan hemodialisis secara rutin. Dengan menjelaskan keadaan penyakitnya kepada pasien, diharapkan akan meningkatkan kepatuhan pasien dan pasien tidak bosan berobat. Memberikan penjelasan bahwa rasa lemah yang dialami pasien adalah karena anemia yang dialami pasien.

Memberikan informasi faktor resiko yang kemungkinan terjadi pada pasien. Tekanan darah tinggi yang berkelanjutan dapat merusak atau mengganggu pembuluh darah halus dalam ginjal yang lama kelamaan dapat mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring darah. Dengan mengendalikan tekanan darah maka risiko terjadinya kerusakan ginjal yang lebih parah dapat dicegah.

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa untuk dapat mengendalikan penyakitnya, diperlukan kombinasi antara terapi gizi, medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Selain itu mengingatkan kepada pasien bahwa terapi farmakologis yang diberikan kepada pasien harus diminum rutin terutama obat ginjal dan hipertensinya untuk mengontrol tekanan darah dan hiperuremianya Pasien juga dapat berperan aktif dalam pemantauan tekanan darahnya secara mandiri serta menginformasikan kepada pasien mengenai target pencapaian yang diharapkan.

2. Edukasi pasien tentang kontrol dan hemodialisis

Kontrol ke RSUP Sanglah secara reguler dan teratur, dan selalu terbuka serta rajin melaporkan perkembangan penyakit serta keluhannya kepada dokter. Kontrol dilakukan untuk mengecek tekanan darah dan melakukan hemodialisis. Memberikan saran pada pasien yang melakukan hemodialisis di RSUP Sanglah agar menjaga kondisi tubuhnya, sehingga pasien dapat menghindari terjadinya infeksi yang didapat di rumah sakit sehingga mencegah perburukan kondisi pasien..3. Dukungan keluarga

Pasien disarankan untuk berkomunikasi secara rutin dengan keluarganya mengenai kehidupan sehari-hari, masalah-masalah yang sedang dihadapi seperti keinginan pasien untuk menikah dan terutama perkembangan penyakitnya, dengan demikian pasien mendapatkan dukungan emosional dari keluarga dan keluarga bisa dengan sigap terhadap kondisi pasien. Sesekali keluarga juga dapat mengajak pasien keluar jalan-jalan keluar untuk refreshing. 4. Pola makan yang teratur

Menjelaskan pada pasien bahwa kunci keberhasilan dari pengobatan PGK adalah dalam pengaturan pola hidup dimana didalamnya termasuk juga pola makan pasien. Beri saran kepada pasien untuk tetap menerapkan pola hidup sehat dan pola makan yang teratur sesuai dengan diet PGK. Beri tahu juga kepada pasien dan keluarga agar mengatur makanannya agar menjadi makanan seimbang dengan gizi yang cukup. Pola makan yang teratur ini dengan tujuan mempertahankan kondisi optimal dari pasien sehingga tidak muncul infeksi atau komplikasi dari penyakitnya.BAB VSIMPULAN

Pasien perempuan NKA berumur 36 tahun bertempat tingal di Jalan Sudirman Gang Kartika II No. 39 Denpasar. Pasien terdiagnosa gagal ginjal sejak 20 Februari 2015 belum pernah menjalani hemodialisis pasien sedang menunggu hasil pemeriksaan saat pasien kontrol kembali tanggal 12 Maret 2015. Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama seorang suami dan 3 orang anaknya.Permasalahan yang masih menjadi kendala pasien antara lain Pasien awalnya kurang peduli dengan masalah kesehatan yang dialaminya,pasien juga belum memahami jika memerlukan pengobatan PGK untuk seumur hidup, pasien masih kurang paham tentang penyakitnya, dan sebelum sakit pasien mengaku jarang berolahraga karena tidak memiliki waktu. Maka dari itu berdasarkan analisis kondisi pasien saat ini, penulis mengusulkan beberapa penyelesaian masalah yakni edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya, edukasi pasien tentang kontrol kondisi kesehatan, dukungan keluarga dan pola makan yang teraturLampiran 1. Denah Rumah Pasien

Lampiran 2. Dokumentasi Kunjungan

TEMPAT SAMPAH

33