pbl blok 26 tbc

Upload: michellelie

Post on 02-Nov-2015

59 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

.............................................................................................

TRANSCRIPT

Program Perencanaan Pemberantasan Pasien TBC di PuskesmasKELOMPOK D9Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJln. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

PendahuluanTuberkulosis(TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang,Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Chinadalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.

IsiEpidemiologiEpidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tentang peristiwa timbulnya penyakit, banyak teori pernah dikemukakan. Gordon dan Le Richt pada tahun 1950 menyebutkan bahwa timbul atau tidaknya penyakit pada manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama yakni:11. Pejamu (Host)Yang dimaksud dengan faktor pejamu ialah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya serta perjalanan suatu penyakit. Faktor tersebut banyak macamnya, antara lain: faktor keturunan, mekanisme pertahanan tubuh, usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaan, kebiasaan hidup.

2. Bibit penyakit (Agent)Yang dimaksud dengan bibit penyakit ialah suatu substansi atau elemen tertentu yang kehadiran atau ketidakhadirannya dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit.

3. Lingkungan (Environment)Yang dimaksud dengan lingkungan ialah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisasi.

Epidemiologi Tuberkulosis ParuIndonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.2Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus BTA positif. Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%. Angka-angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.2Epidemiologi TB dapat dikategorikan sebagai berikut:3 1. AgentTB disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri gram positif, berbentuk batang halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic. Karakteristik alami dari Agent TB hampir bersifat resisten terhadap desinfektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. 2. HostUmur merupakan faktor terpenting dari Host pada TB. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian: paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita; paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita; dan puncak sedang pada usia lanjut.3. LingkunganPada kasus TB, penilaian lingkungannya dapat dilihat dari lingkungan tempat tinggal terutama rumah pasien. Dinilai apakah rumah pasien tersebut sesuai standar atau tidak, apakah rumah tersebut dapat menjadi sarang perkembangannya kuman TB. Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni. Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial. Menurut APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:a. Memenuhi kebutuhan fisiologis Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak. Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10 % dari jumlah luas lantai. Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara. Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah. Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan, ruang tidur, dll. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya.

b. Perlindungan terhadap penularan penyakit Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga cukup tersedia air untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan penghuninya. Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi syarat, juga air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik. Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi permukaan sumber air bersih. Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan gangguan binatang serangga dan debu. Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang biak di dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus rat proof, fly fight, mosquito fight. Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.Luas kamar tidur minimal 8,5 m per orang dan tinggi langit-langit minimal 2.75 meter.

Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru di PuskesmasTujuan jangka panjang adalah memutuskan rantai penularan sehingga TBC tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Tujuan jangka pendek adalah cakupan penemuan penderita (case detection rate) mencapai 70% dari semua penderita yang diperkirakan, kesembuhan minimal 85% penderita baru BTA (+), tercegahnya resistensi obat (Multi Drug Resisten = MDR) di masyarakat. Langkah-langkah kegiatan program pemberantasan TB di Indonesia, adalah:41. Penemuan penderita tersangka Penemuan pasien TBC adalah melalui cara passive case finding. Kaedah penemuan ini adalah di mana penderita TB datang ke Puskesmas dan menunjukkan gejala-gejala yang mendukung seperti: Gejala utama: Batuk terus menerus selama 2 hingga 3 minggu Gejala tambahan: sesak napas, hemoptisis, limfadenopati, ruam misalnya lupus vulgaris, kelainan rontgen toraks, atau gangguan GIT. Efek sistemik yang timbul pula meliputi demam subfebris selama 1 bulan atau lebih, keringat malam, anoreksia atau penurunan berat badan. Diperlukan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan imunosupresi atau dari daerah endemisnya. Antara pertanyaan yang di ajukan pada penderita tersangka TB adalah seperti berikut: Riwayat Penyakit Terdahulu: Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB? Apakah pasien mengalami imunosupresi (kortikosteroid/HIV)? Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan rontgen toraks dengan hasil abnormal ? Adakah riwayat vaksinasi BCG atau Mantoux ? Adakah riwayat diagnosis TB ? Riwayat Penggunaan Obat: Pernahkah pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama terapinya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi dan apakah dilakukan pengawasan terapi ? Riwayat Keluarga dan Sosial: Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial? Tanyakan konsumsi alkohol, penggunaan obat intravena dan riwayat berpergian ke luar negeri.

2. Penegakkan diagnosa RadiologisPemeriksaan radiologis merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru tetapi dapat juga mengenai bagian inferior atau daerah hilus yang menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas. Pada kavitasi bayangan berupa cincin berdinding tipis. Pada kalsifikasi bayangan tampak bercak padat dengan densitas tinggi. Pada ateletaksis terlihat fibrosis luas dengan penciutan pada sebagian, satu lobus atau satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis miliar tampak berupa bercak halus yang umumnya tersebar rata di seluruh lapang paru. Pemeriksaan radiologis lain yang dapat dilakukan adalah bronkografi, CT scan dada atau juga MRI.

Gambar1. Foto rontgen penderita TB5

SputumPemeriksaan sputum adalah penting untuk menemukan kuman BTA dan menegakkan diagnosis. Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang telah diberikan. Bagi menegakkan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan pengumpulan spesimen dahak dalam 2 hari kunjungan yang berturutan yaitu dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) yaitu seperti berikut:6 S (sewaktu): dahak yang dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Suspek akan membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada hari kedua pada saat dia pulang. P (pagi): pada pagi hari kedua dahak dikumpulkan segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas di UPK. S (sewaktu): pada hari kedua di UPK, dahak dikumpulkan saat menyerahkan dahak pagi.5Kriteria sputum BTA positif adalah bila paling tidak ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Penderita TB BTA (batang tahan asam) positif adalah apabila minimal pada sputum SPS hasilnya 2 dari tiga sedian adalah BTA positif. Untuk pemeriksaan BTA, bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin atau tinja. Tes tuberkulin Pemeriksaan ini dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Tes ini dilakukan dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin secara intrakutan. Tes ini hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah terinfeksi kuman TB atau mendapat vaksinasi BCG. Tes tuberkulin (mnataoux) dinyatakan posotif apabila diperoleh indurasi 10 mm setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan.6

Definisi Penyakit TB ParuTuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat menahun, disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis, yang sering dihinggapi adalah paru-paru. Pada tingkat awal TB paru hanya dapat diketahui dengan tuberculine test (untuk balita) dan dengan rontgen. Pada tingkat selanjutnya ditemukan ditemukan mycobacterium tuberculosis dalam dahak, disamping gejala-gejala : batuk, batuk darah, sesak nafas, nyeri dalam dada, demam, keringat malam hari, berat badan menurun, dsb.7Klasifikasi pasien TB1. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:7a. Pasien baru TB adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).b. Pasien yang pernah diobati TB adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih ( dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir yaitu: Pasien kambuh adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi). Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up) adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat). Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat:7Pengelompokkan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:a. Mono resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama sajab. Poli resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaanc. Multi drug resistan (TB MDR) : resistan terhadap isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaand. Extensive drug resistan (TB XDR) : TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, dan Amikasin)e. Resisten Rifampisin (TB RR) : resisten terhadap rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

3. Pengobatan penderita TBObat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip: Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi Diberikan dalam dosis yang tepat Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan1. Tahapan Pengobatan TB:4Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud: Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu. Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.2. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)4Pengobatan TB menggunakan paduan OAT jangka pendek selama 6 bulan yang terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamid (Z), Streptomisin (S), dan Ethambutol (E). OAT terdiri dari Rifampisin, Isoniazid, Pyrazinamid, dan Ethambutol. Obat-obat ini digunakan sebagai kombinasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Rifampisin bekerja menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif. Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Pyrazinamid bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang aktif membelah dan Mycobacterium tuberculosis. Ethambutol bekerja menghambat sintesis metabolit sel, dan digunakan untuk menekan pertumbuhan kuman tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin. Di Indonesia paduan OAT yang tersedia ada 3 macam yaitu kategori-1, kategori-2, kategori-3, dan sisipan (RHZE). Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien. Keuntungan menggunakan OAT dalam bentuk paket KDT adalah sebagai berikut:4,8a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek sampingb. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resepc. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasiend. Menyederhanakan manajemen distribusi obatUntuk memudahkan pemberian dan menjamin kelangsungan pengobatan obat ini disediakan juga dalam bentuk blister kombipak, yang tersedia 1 paket untuk 1 penderita dalam 1 masa pengobatan. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pyrazinamid, dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Tujuan disediakannya OAT dalam bentuk paket ini adalah untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Paduan OAT dalam bentuk paket blister kombipak ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya. Setiap kategori pengobatan terdiri dari 2 tahap pemberian yaitu fase awal intensif dan fase lanjutan berkala. Pada fase awal penderita minum obat setiap hari dengan pengawasan penuh sedangkan fase intermiten penderita minum obat 3 kali seminggu.Penggunaan OAT untuk masing-masing kategori dipilih berdasarkan:4,81. Kategori-1: 2(HRZE)/4(HR)3Diberikan untuk:1. Penderita baru BTA positif (pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis)2. Penderita baru BTA negatif/Rontgen positif yang sakit berat dan ekstra paru berat (pasien TB paru terdiagnosis klinis)3. Yang belum pernah menelan OAT atau kalau pernah kurang dari satu bulanYang dimaksud dengan sakit berat adalah TB paru BTA negatif yang mengenai jaringan parenkim yang luas. Ekstra paru berat contohnya antara lain: meningitis TB, pericarditis, pleuritis berat atau bilateral, peritonitis, milier TB, limfadenitis, osteomyelitis, penyakit pada medulla spinalis dengan komplikasi saraf, TB usus, TB saluran kemih. Panduan obat ini terdiri atas: 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamid (Z), dan Etambutol (E) diminum setiap hari diteruskan dengan fase lanjutan atau intermiten selama 4 bulan dengan Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) tiga kali seminggu.2. Kategori-2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3Diberikan untuk penderita BTA positif yang sudah pernah makan OAT selama lebih dari sebulan. Termasuk kelompok yang mendapat obat Kategori-2 ini ialah penderita:1. Kambuh (relaps) BTA positif2. Pasien gagal (failure) pada pengobatan dengan paduan OAT kategori-1 sebelumnya, BTA positif3. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)Paduan obat ini terdiri dari 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamid (Z), dan Etambutol (E) diminum setiap hari, dan setiap kali selesai minum obat langsung diberi suntikan Streptomisin di sarana pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumah penderita. Kemudian satu bulan lagi diberikan Paduan Sisipan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamid (Z), dan Etambutol (E) diminum setiap hari tanpa suntikan. Setelah itu diteruskan dengan fase lanjutan atau intermiten selama 5 bulan dengan HRE diminum secara intermiten atau 1 kali dalam 2 hari atau 3 kali seminggu.Catatan: Cara melarutkan Streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml. (1 ml = 250 mg) Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua (OAT lini kedua yang digunakan terdiri dari Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin, dan PAS) OAT lini kedua disediakan di Fanyankes yang telah ditunjuk guna memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resisten obat3. Kategori-3: 2(HRZ)/4(HR)3Diberikan untuk:1. Penderita baru BTA negatif/Rontgen positif2. Penderita ekstra paru ringanPaduan obat ini terdiri dari 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamid (Z) diminum setiap hari kemudian diteruskan dengan fase lanjutan atau intermiten selama 4 bulan dengan HR diminum 3 kali dalam seminggu.

OAT untuk masing-masing kategori tersedia dalam bentuk kombipak yang sudah dikemas dalam dos terpisah antara fase awal (intensif) dan fase lanjutan sehingga memudahkan pasien dalam pemakaian obat. Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori-1 atau kategori-2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Perlu diperhatikan bahwa pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri terhadap obat (kekebalan obat). Sementara tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dorman) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Obat Anti Tuberkulosis ini harus disimpan pada tempat yang kering, pada tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya.

4. Pengendalian pengobatan WHO merekomendasikan strategi penyembuhan jangka pendek dengan pengawasan langsung yang dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Shortcourse Chemotherapy). Teknik DOTS ini selalu dipromosikan dalam setiap pertemuan sosialis maupun pelatihan TB bagi petugas puskesmas. Secara prinsip terdapat 5 elemen penting yang menjadi tolak ukur strategi DOTS yaitu antara lainnya ialah:a. Komitmen politis berkesinambungan dari pemegang kebijakan.Dengan keterlibatan pemimpin wilayah, TB dapat menjadi salah satu prioritas utama dalam program kesehatan dan akan tersedia dana yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan strategi DOTS.b. Diagnosis sputum dengan pemeriksaan mikroskopik bermutu.Untuk mendiagnosis penyakit TB diperlukan mikroskop untuk pemeriksaan dahak langsung pada penderita tersangka TB.c. Pengobatan jangka pendek dengan PMO (Pengawas Minum Obat) langsung.Melalui PMO, penderita akan diawasi dalam meminum seluruh obatnya. Ini adalah untuk memastikan bahawa pederita meminum obatnya dengan betul dan diharapkan untuk sembuh pada waktu akhir pengobatannya. PMO haruslah orang yang dikenal dan dipercayai oleh penderita maupun oleh petugas kesehatan. Mereka bisa petugas kesehatan sendiri, keluarga, tokoh masyarat maupun tokoh agama. d. Ketersediaan obat tuberkulosis (OAT) yang cukup dan bermutu.Panduan penggunaan OAT jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu pengobatan yang tepat sangat penting dalam keberhasilan pengobatan penderita. Kelangsungan persediaan panduan OAT jangka pendek harus selalu terjamin.e. Pencatatan dan pelaporan.Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem survailans penyakit TB. Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar akan boleh dipantau kemajuan pengobatan penderita, pemeriksaan follow up, sehingga akhrinya penderita dinyatakan sembuh atau selesai pengobatannya.Kelima elemen itu seperti ikatan rantai yang saling berkaitan, antara satu elemen dengan yang lainnya. Sehingga keterpaduan dan kesinambungan semua pihak sangat menentukan keberhasilan program penanggulangan TB.DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95%. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87% pada tahun 2000. Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85&, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21%, jauh di bawah target WHO yaitu 70%. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi. Dalam strategi DOTS ini, dimasukkan.9

5. Follow up pengobatan Pasien yang mengikuti pengobatan TBC perlu di pantau (follow up) dengan melakukan pemeriksaan ulang dahak SPS secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak dilakukan sesuai jadwal per kategori pengobatan yaitu: Kategori 1: saat akhir fase intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan dan saat akhir pengobatan. Kategori 2: saat akhir fase intensif, setelah sisipan 1 bulan, sebelun sebelum akhir pengobatan dan saat akhir pengobatan. Kategori 3: saat akhir fase intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan dan saat akhir pengobatan.9Penelitian Proses penelitian pada garis besarnya terdiri atas empat tahap, yaitu:1. Tahap persiapan (perencanaan)2. Tahap pelaksanaan (pengumpulan data)3. Tahap analisis data4. Tahap penulisan hasil penelitian (laporan)

1. Tahap persiapan (perencanaan)Pada tahap persiapan ini mencakup kegiatan-kegiatan pemilihan (perumusan) masalah sampai dengan penyusunan instrumen (alat pengukur/ pengumpulan data). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan ini biasanya dirumuskan dalam bentuk usulan atau proposal penelitian. Usulan penelitian ini biasanya dibedakan menjadi dua versi, yaitu:1. Usulan penelitian dimana hasil penelitian nanti difokuskannya diarahkan kepada pemecahan masalah atau mencari informasi yang akan digunakan untuk memecahkan suatu masalah atau keperluan program.2. Usulan penelitian dimana hasilnya difokuskan kepada kepentingan ilmu pengetahuan atau karya ilmiah, misalnya untuk membuat skripsi, tesis atau desertasi, dan sebagainya. Format kedua versi usulan penelitian ini sedikit berbeda meskipun pada prinsipnya sama.10 Usulan penelitian mengandung beberapa hal yakni :i. Latar Belakang.Latar belakang berisi uraian tentang apa yang menjadi masalah penelitian, yang terkait dengan judul, serta alasan mengapa masalah itu pentingdan perlu diteliti. Masalah tersebut harus didukung oleh fakta empiris (pemikiran induktif) sehingga jelas, memang ada masalah yang perlu diteliti. Juga harus ditunjukkan letak masalah yang akan diteliti dalam konteks teori (pemikiran deduktif) dengan permasalahan yang lebih luas, serta peranan penelitian tersebut dalam pemecahan permasalahan yang lebih luas.

ii. Rumusan Masalah.Rumusan masalah adalah rumusan secara konkrit masalah yang ada, dalam bentuk pertanyaan penelitian yang dilandasi oleh pemikiran teoritis yang kebenarannya perlu di buktikan. iii. Tujuan Penelitian.Bagian ini mengemukakan tujuan yang ingin dicapai melalui proses penelitian. Tujuan penelitian harus jelas dapat diamati dan atau diukur. Biasanya merujuk pada hasil yang akan dicapai atau diperoleh dari maksud penelitian. iv. Manfaat Penelitian.Bagian ini berisi uraian tentang manfaat hasil penelitian bagi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (IPTEKS) serta pemerintah maupun masyarakat. v. Ruang Lingkup Penelitian.Bagian ini berisi uraian tentang objek yang diteliti, variabel-variabel penelitian. 2. Tahap pelaksana Pada tahap pelaksana ini terdiri dari dua kegiatan yaitu pengambilan atau pengumpulan data dan pengolahan data. Pengambilan atau pengumpulan data Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan. Jenis sumber data adalah mengenai dari mana data diperoleh. Apakah data diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau data diperoleh dari sumber tidak langsung (data sekunder).Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui angket, wawancara, pengamatan, tes, dokumentasi dan sebagainya. Sedangkan instrumen pengumpul data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena berupa alat, maka instrumen dapat berupa lembar cek list, kuesioner (angket terbuka / tertutup), pedoman wawancara, camera photo dan lainnya. Adapun tiga teknik pengumpulan data yang biasa digunakan adalah angket, observasi dan wawancara.

1. AngketAngket / kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan responden untuk dijawabnya.112. Observasi Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar.3. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber data. Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai studi pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden, sedangkan pada sampel kecil teknik wawancara dapat diterapkan sebagai teknik pengumpul data (umumnya penelitian kualitatif).11Sampling Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar- benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian. Cara pengambilan sampel dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: probability sampling dan nonprobability sampling. a. Probability samplingPrinsip utama probability sampling adalah bahwa setiap subjek dalam populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. Setiap bagian populasi mungkin berbeda satu dengan lainnya tetapi menyediakan populasi parameter, mempunyai kesempatan menjadi sampel yang representatif. Dengan menggunakan sampling random, peneliti tidak bisa memutuskan bahwa X lebih baik dari pada Y untuk penelitian. Demikian juga, peneliti tidak bisa mengikutsertakan orang yang telah dipilih sebagai subjek karena merreka tidak setuju atau tidak senang dengan subjek atau sulit untuk dilibatkan.121. Simple random sampling Pemilihan sampel dengan cara ini merupakan jenis probabilitas yang paling sederhana. Untuk mencapai sampling ini, setiap elemen diseleksi secara acak. Jika sampling frame kecil, namun bisa ditulis pada secarik kertas, diletakkan dikotak, diaduk, dan diambil secara acak setelah semuanya terkumpul. Misalnya, kita ingin mengambil sampel 30 orang dari 100 populasi yang tersedia, maka secara acak kita mengambil 30 sampel melalui lemparan dadu atau pengambilan nomor yang telah ditulis.2. Stratified random samplingStratified artinya strata atau kedudukan subjek (seseorang) di masyarakat. Jenis sampling ini digunakan peneliti untuk mengetahui beberapa variabel pada populasi yang merupakan hal yang penting untuk mencapai sampel yang representatif. Misalnya, jika kita merencanakan ada 100 sampel, peneliti mengelompokkan 25 subjek dengan tingkat pendidikan: tidak sekolah dan SD tidak tamat; dasar (SD dan SMP); SLTA; dan perguruan tinggi. Pada jenis sampling ini harus diyakinkan bahwa semua variabel yang diidentifikasi akan mewakili populasi.3. Cluster samplingCluster berarti pengelompokkan sample berdasarkan wilayah atau lokasi populasi. Jenis sampling ini dapat dipergunakan dalam dua situasi. Pertama jika simple random sampling tidak memungkinkan karena alasan jarak dan biaya; kedua peneliti tidak mengetahui alamat dari populasi secara pasti dan tidak memungkinkan menyusun sampling frame. Misalnya, peneliti ingin meneliti anak yang mengalami stres hospitalisasi. Maka peneliti mengambil sampel pada klien anak berdasarkan tempat klien dirawat (di rumah sakit A,B,C) yang mempunyai karakteristik berbeda.4. Systematic samplingPengambilan sampel secara sistematik dapat dilaksanakan jika tersedia daftar subjek yang dibutuhkan. Jika populasi adalah N=1200 dan sampel yang dipilih= 50, maka setiap kelipatan 24 orang akan menjadi sampel (1200;50=24). Maka sampel yang dipilih didasarkan pada nomor kelipatan 24, yaitu sampel no.24, 24, dan seterusnya.b. Nonprobability sampling1. Purposive samplingPurposive sampling disebut juga judgement sampling, adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Misal kita ingin meneliti peran keluarga dalam perawatan klien skizofrenia dirumah, maka peneliti memilih subjek pada keluarga klien yang mempunyai anak dengan skizofrenia.122. Consecutive samplingPemilihan sample dengan consecutive (berurutan) adalah pemilihan sample dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi. Jenis sampling ini merupakan jenis non-probability sampling yang terbaik dan cara yang agak mudah. Untuk dapat menyerupai probability sampling, dapat diupayakan dengan menambahkan jangka waktu pemilihan klien. Misalnya, terjadinya wabah demam berdarah selama kurun waktu tertentu dimana waktu tersebut menunjukkan terjadinya puncak insiden demam berdarah. Jenis sampling ini sering dipergunakan pada penelitian epidemiologi di komunitas.3. Convinience samplingPemilihan sampel convinience adalah cara penetapan sampel dengan mencari subjek atas dasar hal-hal yang menyenangkan atau mengenakkan peneliti. Sampling ini dipilih apabila kurangnya pendekatan dan tidak memungkinkan untuk mengontrol bias. Subjek dijadikan sample karena kebetulan dijumpai ditempat dan waktu secara bersamaan pada pengumpulan data. Dengan cara ini, sampel diambil tanpa sistematika tertentu, sehingga tidak dapat dianggap mewakili populasi sumber, apalagi populasi target. Misalnya, ada waktu peneliti praktik diruangan kebetulan menjumpai klien yang diperlukan (sesuai masalah penelitian), maka peneliti langsung menetapkan subjek tersebut untuk diambil datanya. Kemudian peneliti cuti dan tidak melanjutkan. Setelah beberapa lama, peneliti melanjutkan lagi pemilihan subjek, demikian seterusnya.4. Quota sampling Teknik penentuan sampel dalam kuota menetapkan setiap strata populasi berdasarkan tanda-tanda yang mempunyai pengaruh terbesar variabel yang akan diselidiki. Kuota artinya penetapan subjek berdasarkan kapasitas/ daya tampung yang diperlukan dalam penelitian. Misal, dalam suatu penelitian didapatkan adanya 50 populasi yang tersedia, peneliti menetapkan kuota 40 subjek untuk dijadikan sampel, maka jumlah tersebut dinamakan kuota.12 Pengolahan data Data yang dikumpulkan merupakan data mentah yang harus diorganisasi sedemikian rupa agar apat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik hingga mudah dianalisis dan ditarik kesimpulan. Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses pengolahan data adalah:1. Pemeriksaan data (editing)Yang dimaksud dengan proses editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan kartu atau buku register. Yang dilakukan pada kegiatan memeriksa data adalah menjumlah dan melakukan koreksi.13Penjumlahan ialah menghitung banyaknya lembaran daftar pertanyaan yang telah diisi untuk mengetahui apakah sesuai dengan jumlah yang ditentukan. Bila terdapat kekurangan dapar segera dicari tahu sebabnya lalu diatasi. Sebaliknya bila terdapat jumlah berlebih yang mungkin terjadi karena pencatatan ganda atau pencatatan subjek studi tidak termasuk dalam sampel amak dapat segera diketahui dan diambil tindakan. Selain itu, dilakukan juga perhitungan-perhitungan yang ada. Mislanya, untuk mengetahui jumlah pendapatan perkapita per tahun ditanyakan jumlah pengeluaran tiap hari maka perhitungan per kapita per tahun dilakukan pada saat pengolahan data.Koreksi ialah proses membenarkan atau menyelesaikan hal-hal yang salah atau kurang jelas. Misalnya, memeriksa apakah semua pertanyaan telah diisi dan apakah isi jawaban sesuai dengan pertanyaan atau terdapat tulisan yang kurang jelas atau terdapat kesalahan dalam pengisian, misalnya umur balita 4,5 tahun ditulis 45 tahun.2. Pemberian kode (coding)Untuk mempermudah pengolahan, sebaiknya semua variabel diberi kode terutama data klasifikasi, misalnya jenis kelamin untuk laki-laki diberi kode 1 dan untuk wanita diberi kode 2. Meskipun pemberian kode dapat memudahkan pengolahan, tetapi pekerjaan ini harus dilakuka dengan seteliti mungkin karena mudah menimbulkan kesalahan dalam pemberian kode atau dalam memasukkan data. Pemberian kode dapat dilakukan sebelum atau sesudah pengumpulan data dilaksanakan. Dalam pengolahan selanjutnya kode-kode tersebut dikembalikan lagi pada ariabel aslinya.3. Penyusunan data (tabulasi)Penyusunan data merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata unruk disajikan dan dianalisis. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan metode tally, menggunakan kartu dan menggunakan komputer.133. Tahap analisis data Langkah-langkah analisis dataa) Analisis deskriptif12Analisis deskriptif adalah suatu prosedur pengolahan data dengan menggambarkan dan meringkas data secara ilmiah dalam bentuk tabel dan grafik. Data-data yang disajikan meliputi frekuensi, proporsi dan rasio, ukuran-ukuran kecendrungan pusat (rata-rata hitung, median, modus), maupun ukuran-ukuran variasi (simangan baku, variansi, rentang, dan kuartil). Salah satu pengamatan yang dilakukan pada tahap analisis deskriptif adalah pengamatan terhadap tabel frekuensi. Tabel frekuensi terdiri dari kolom-kolom yang memuat frekuensi dan persentase untuk setiap kategori. Beberapa ukuran frekuensi kejadian yang dapat dianalisis dengan deskriptif adalah:1. Jumlah mutlak kejadian. Misal jumlah penderita AIDS pada tahun 2002 di Jawa Timur adalah 4000 orang.2. Proporsi. Disebut proporsi apabila pembilang merupakan bagian dari penyebut. Misal proporsi perawat yang menggunakan sarung tangan di instalasi rawat darurat adalah 20%, berarti 20 orang dari 100 perawat menggunakan sarung tangan saat memberikan asuhan keperawatan pada klien gawat darurat.3. Rasio. Rasio adalah perbandingan dari dua bilangan. Misalnya rasio pendidikan perawat di rumah sakit x adalah 1,3, berarti perbandingan banyaknya pendidikan AKPER dibandingkan SPK adalah 13:10.4. Angka (rate). Rate dipakai untuk menyatakan banyaknya kejadian pada suatu populasi dalam jangka waktu tertentu. Misal angka kejadian demam berdarah di Indonesia 0,25% menggambarkan bahwa perkembangan penyakit demam berdarah di Indonesia munculnya 25 kasus baru per 10.000 orang dalam setahun. b) Analisis inferensial (uji signifikasi)12Dalam pengujian inferensial, uji yang digunakan harus sesuai dengan rancangan penelitian. Pengujian statistik yang tidak sesuai akan menimbulkan penafsiran yang salah dan hasil yang tidak dapat di generalisasi. Terdapat beberapa macam uji signifikan yang dapat diaplikasikan bergantung pada tujuan analisis dan jenis data yang ada, antara lain (1) uji korelasi: pearson, spearmen, atau kendali tau; (2) regresi: binomial logistik, linker, ordinal, dan berganda ;(3) uji chi-kuadrat ;(4) uji komparasi data kuantitatif: interval/rasio dengan uji t dan untuk data peringkat dengan uji Mann-Whitney/Wilcoxon; dan (5) uji-uji lain yang sesuai (penjelasan lebih lengkap pada lampiran),1. Dasar-dasar pemilihan uji statistik adalah Skala pengukuran data Distribusi populasi Jenis sampel: bebas atau perpasangan Jumlah kelompok sampel Banyaknya variabel yang dianalisis Ukuran atau besar sampel2. Dari uji statistik akan diperoleh dua kemungkinan hasil uji, yaitu: Signifikan/bermakna. Adanya hubungan, perbedaan atau pengaruh antara sampel yang diteliti, pada taraf signifikasi tertentu. Misalnya 1% (0,01); 5% (0,05). Tidak signifikan/tidak bermakna. Artinya tidak ada hubungan, perbedaan, atau pengaruh sampel yang diteliti. Dalam kemungkinan hasil yag pertama (ada hubungan/ perbedaan/pengaruh), hipotesis penelitian (hipotesis alternatif: H1/Ha) diterima, dan hipotesis penelitian/ nihil (Ho)ditolak. Sebaliknya, dalam kemungkinan hasil yang kedua (tidak ada hubungan atau perbedaan atau pengaruh) dinyatakan bahwa hipotesis nihil tidak terbukti (Ho diterima). Klasifikasi skala pengukuran A. NominalData ditetapkan atas dasar proses penggolongan. Data tersebut hanya mempunyai sifat membedakan. Misalna, jenis kelamin perawat laki-laki dan perempuan serta golongan darah. Angka-angka yang digunakan ini hanyalah sebagai kategori dan tidak mempunyai makna dan tidak bisa digunakan untuk perhitungan secara matematis dalam arti lebih kecil daripada 2. Misalnya, skor yang dituliskan untuk mempermudah dalam menganalisis data pada variabel pengelompokan sikap yaitu sikap positif dan negatif.12B. OrdinalData yang disusun atas dasar jenjang dalam atribut tertentu. Data ordinal merupakan himpunan yang beranggotakan pangkat, jabatan, tingakatan, atau order. Pada pengukuran ini, peneliti tidak hanya mengkategorikan pada persamaan, tapi bisa menyatakan lebih besar dari atau lebih kecil dari. Misalnya dalam pengetahuan klien tentang diet pada kasus diabetes melitus 0=jelek; 1=cukup; 2=baik; 3=sangat baik. Skor yang sering digunakan untuk mempermudah dalam mengkategorikan jenjang atau peringkat dalam penelitian biasanya dituliskan dalam presentase. Misalnya pengetahuan baik=76-100%; cukup=56-75; dan kurang 56. C. IntervalData dihasilkan dari pengukuran yang bersifat kontinu dan dalam pengukuran itu diasumsikan terdapat pengukuran yang sama. Pada data interval dapat memberikan nilai interval antara ukuran kelas. Dalam pengukuran ini tiap anggota kelas mempunyai persamaan nilai interval, demikian juga terkandung nilai lebih besar atau lebih kecil dari. Misal, pengukuran suhu badan dapat membentuk variabel interval tiga buah objek A, B, dan C berturut-turut memberikan variabel suhu dengan skala interval 36oC-37oC; 37,1oC-38oC; 38,1oC-39oC dan seterusnya.D. Rasio Skala rasio hampir sama dengan skala interval, yang membedakannya adalah bahwa skala pengukuran rasio mempunyai nilai nol mutlak sedangkan interval tidak. Pada pengukuran ini nilai 0 mutlak dipergunakan dan menandakan adanya atau tidak adanya variabel yang sedang diukur. Angka-angka ini dipergunakan untuk menyatakan jarak dari asal murninya. Misal; berat badan, umur, kadar glukosa darah puasa, kadar oksigen, dan sebagainya.12

Tujuan analisis data Mendeskripsikan data, biasanya dalam bentuk frekuensi, ukuran tendensi sentral maupun ukuran dispersi, sehingga dapat dipahami karakteristik datanya. Dalam statistika, kegiatan mendeskripsikan data ini dibahas pada statistika deskriptif.Membuat induksi atau menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi, atau karakteristik populasi berdasarkan data yang diperoleh dari sampel (statistik). Kesimpulan yang diambil ini bisanya dibuat berdasarkan pendugaan (estimasi) dan pengujian hipotesis. Dalam statistika, kegiatan membuat induksi atau menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi atau sampel ini dibahas pada statistika inferensial.14

4. Tahap penulisan hasil penelitian (laporan)Penulisan hasil penelitian dipersiapkan untuk tujuan khusus dan sasaran yang berbeda. Skripsi maupun tesis ridak hanya mengkomunikasikan hasil suatu penelitian, tetapi juga meyediakan informasi kepada orang lain atau mahasiswa dalam menelaah dan mempelajari fakta-fakta empiris yang ditemukan. Oleh karena itu, bahsa yang dipergunakan harus menggunakan bahsan yang sudah baku dan menganut aturan tata bahasa yang standar.Meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam penulisan hasil penelitian, pada prinsipnya hasil penulisan secara umum adalah sama. Isi penulisan laporan hasil penelitian meliputi pendahuluan, bagian metodologi, bagian hasil, bagian pembahasan dan kesimpulan dan saran.12

Etika penelitian Dalam penelitian, banyak hal yang harus dipertimbangkan, tidak hanya metode, desain, dan yang lainnya, tetapi ada hal sangat penting dan krusial yang harus diperhatikan oleh peneliti yaitu ethical principles. Hal ini memang menjadi pertimbangan dan hal mutlak harus dipatuhi oleh peneliti bidang apapun termasuk bidang kesehatann, keperawatan, kebidanan, kedokteran, dan lain-lan. Berikut ini akan dijelaskan tentang prinsip-prinsip etika dalam penelitian, yaitu: Menghormati otonomi kapasitas dari partisipan penelitian partisipan harus bebas dari konsekuensi negative akibat penelitian yang diikutinya. Mencegah dan meminimalisir hal yang berbahaya Dalam penelitian peneliti tidak hanya respek kepada partisipan tetapi juga kepada keluarga dan kerabat lainnya Memastikan bahwa benefits dan burdens dalam penelitian equitably distributed Memproteksi privacy partisipan secara semaksimal mungkin Memastikan integritas proses penelitian Membuat laporan tentang hal-hal yang bersifat suspected, alleged, or known incidents of scientific misconduct in research.15

Kesimpulan Angka prevalensi penyakit tuberkulosis di Indonesia semakin hari semakin meningkat atau tetap tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhinya seperti faktor pendidikan, ekonomi, gaya hidup, dan kepedulian masyarakat yang kurang. Sebagai layanan kesehatan lini pertama, puskesmas memiliki peran penting untuk membantu mengatasi masalah ini. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah strategi DOTS, namun sayangnya cara ini masih kurang efektif. Oleh karenanya, diperlukan penelitian untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab dari pasien yang tidak mau mengambil obat kembali. Untuk melakukan penelitian, maka perlu dibuat usulan penelitian sebelum melaksanakan penelitian dan melaporkan hasil penelitian tersebut.

Daftar pustaka 1. Azwar A. Pengantar epidemiologi. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher; 2007.h.35-43.2. Chandra B. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC; 2007.h.163-5.3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.2232.4. Kemenkes RI. Pedoman nasional pengendalian TB. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014.h.13-50.5. No name. Diunduh dari http://ndoware.com/studi-ketidakpatuhan-berobat-penderita-tuberkulosis.html, 4 Juli 2015. 6. Amin Z, Bahar A, Pengobatan Tuberkulosis Mutakhri, Buku ajar ilmu penyakit dalam, 4th ed, Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta; 2006.h. 1005-10.7. Chandra B. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC; 2007.h.163-5.8. Depkes RI. Pedoman informasi obat bagi pengelola obat di puskesmas. Jakarta: Bakti Husada; 2006.h.100-5.9. Aditama Tjandra, et all. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia;2008.10. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2007.h. 36-48.11. Dewi A, Eko B. Pengantar epidemiologi. Jakarta: EGC; 2005.h.39-48.12. Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.93-128.13. Eko Budiarto. Biostatistika unutk kedokteran kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC; 2006.h. 29-32. 14. Rasdihan R. metode statistik deskriptif untuk umum. Jakarta: Grasindo; 2006.h.14.15. I Ketut S. Metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET; 2012.h. 167.

12