pbl blok 13 alzheimer
DESCRIPTION
alzheimerTRANSCRIPT
Demensia Alzheimer pada Geriatri
Chatarina A Cindy De Patta
102012418
F2
Email: [email protected]
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
2013
Pendahuluan
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Proses
menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan menyebabkan
terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi susunan saraf pusat. Pada beberapa penderita tua
terjadi gangguan daya ingat dan psikomotor yang masih wajar, disebut sebagai “sifat pelupa
banigna akibat penuaan (beign senescent forgetfulness)”. Demensia Alzheimer merupakan suatu
keadaan dimana terjadi gangguan pada memori atau ingatan seseorang, yang biasa terjadi pada
tahapan usia lanjut.1
Anamnesis
Anamnesis atau medical history taking merupakan cara untuk mendapatkan keterangan
dan data klinis tentang keadaan pasien melalui proses tanya-jawab lisan (verbal). Dalam hal ini
ditanya keluhan serta keterangan lain yang dialami atau dirasakan oleh pasien tersebut.
Anamnesis terdiri 2 jenis yaitu autoanamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis adalah
anamnesis yang dilakukan langsung kepada pasien, sedangkan alloanamnesis adalah anamnesis
yang dilakukan terhadap keluarga atau orang terdekat yang mengerti kondisi pasien.
Alloanamnesis dilakukan karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
1
autoanamnesis. Misalnya kondisi pasien yang tidak sadar atau pasien yang masih dalam usia
anak-anak.1
Sistematika anamnesis :
1. Keluhan utama
2. Keluhan dan keterangan tambahan
3. Personal medical history, menyangkut riwayat penyakit terdahulu
4. Riwayat keluarga
5. Riwayat social-ekonomi
Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab demensia, maka anamnesa harus juga diarahkan
pada berbagai factor resiko seperti trauma kepala berulang, infeksi susunan saraf pusat akibat
sifilis, konsumsi alcohol berlebih intoksikasi bahan kimia pada pekerja pabrik, serta penggunaan
obat-obat jangka panjang, seperti sedative. Riwayat keluarga juga harus selalu menjadi bagian
dari evaluasi, mengingat bahwa penyakit Alzheimer ini memiliki kecenderung familia.2
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan dimana kontak pasien dengan dokter secara langsung
pada pemeriksn fisik, selain memeriksa keadaan organ-organ pasien, yang harus dilakukan
adalah memeriksa keadaan umum pasien. Pemeriksaan tanda vital yang terdiri dari tekanan
darah, pernapasan, nadi, suhu.
Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang mencakup: kesan keadaan
sakit, status gizi pasien dengan penilaian keadaan umum maka dapat diperoleh kesan apakah
pasien dalam keadaan akut yang memerlukan pertologan segera atau pasien dalam keadaan
relative stabil sehingga dapat dilakukan anamnesis secara lengkap baru dilakukan pertolongan.
Pengetahuan mengenai status fungsional pasien sehari-hari akan membantu mengatur
pendekatan terapi dengan keluarga.3
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan:
- Compos mentis - tinggi badan 169cm- RR 18x/menit - denyut nadi 78x/menit
2
- TD 160/100 mmHg - suhu 36o C- BB 50kg -konjungtiva pucat- Karang gigi (+) - caries gigi (+)
Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatrik
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kongnitif
dan the mini mental status examination (MMSE), yang dapat pula digunakan untuk memantau
perjalanan penyakit. MMSE merupakan pemeriksaan yang mudah dan cepat dikerjakan, berupa
30 point tes terhadap fungsi kognitif dan berisikan pula untuk uji orientasi, memori kerja dan
memori episodik, kompherensi bahasa, menyebutkan kata dan mengulang kata. Pada penyakit
alzheimer defisit yang terlibat berupa memori episodik, category generation (sebutkan sebnayak-
banyaknya binatang dalam 1 menit), dan kemampuan visuokonstriktif. Dafisit pada kemampuan
verbal dan memori episodik visual yang merupakan abnormalitas neuropsikologis awal yang
terlihat pada penyakit alzheimer, dan tugas yang membutuhkan pasien untuk menyebutkan ulang
daftar kata atau gambar setelah jeda waktu tertentu akan menunjukan defisit pada sebagian
pasien panyakit alzheimer. Pasien dengan demensia vaskular sering menunjukan defisit eksekutif
frontal dan visuospasial. Pada delirium, defisit cenderung terjadi pada areapemusatan perhatian,
memori kerja dan fungsi frontal.3
Pemeriksaan penunjang
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan:4
3
1. atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik
tetap utuh
2. berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:
Neurofibrillary tangles (NFT): Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari
filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque.
Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia
Senile plaque (SP): Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi
nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler,
astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat
berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada
neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada
korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile
plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan
dengan penurunan kolinergik.
Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer
Degenerasi neuron: Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron
pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama
didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada
hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus
dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis
dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik
pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor
pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan
harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.
Pemeriksaan Neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia4
4
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang
terjadi
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang
penting karena:
Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat
diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang
normal.
Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan
kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang
diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
demensia karena berbagai penyebab.
2. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan
volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.4
CT scan:
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel
keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya
gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
MRI:
peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn
pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain
didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal
5
seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura
sylvii
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
4. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia
lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Fosfor, fungsi renal dan hepar, tiroid,
asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.4
Diagnosis
Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari berbagai segi,
karena selain menetapkan pasien yang mengalami demensia atau tidak, juga harus diperhatikan
berat-ringannya penyakit, serta tipe demensianya (demensia Alzheimer, demensia vaskuler, atau
tipe demensia lainnya). Hal ini berpengaruh pada penatalaksanaan dan prognosisnya.
Demensia
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari
(brocklehurst and Allen, 1987). Garis besar manifestasi kliniknya adalah sebagai berikut :
Perjalanan penyakit yang bertahap (biasanya selama beberapa bulan atau tahun)
Tidak terdapat gangguan kesadaran (penderita tetap sadar)
Definisi yang tidak tepat dan diagnosis banding yang lengkap sering menyebabkan terjadinya
under atau over diagnosis yang akan mempengaruhi bukan saja penderita tetapi juga
keluarganya. Dengan pemeberian batasan yang tepat, tatacara diagnosis yang baik, diagnosis
tepat bisa dicapai pada sekitar 90% penderita. Proses menua tidak dengan sendirinya
6
menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan
biokimiawi susunan saraf pusat. Pada beberapa penderita tua terjadi gangguan daya ingat dan
psikomotor yang masih wajar, disebut sebagai “sifat pelupa banigna akibat penuaan (beign
senescent forgetfulness)”. Keadaan ini tidak menyebabkan gangguan pada aktivitas hidup sehari-
hari. Harus diingat pula pada beberapa penderita demensia sering mengalami depresi dan
konfusio, sehingga gambaran kliniknya sering kali membingungkan.2
Secara garis besar demensia pada usia lanjut dapat dikategorikan dalam 4 golongan, yaitu :
Demensia degenerative primer 50%-60%
Demensia multi infark ` 10-20%
Demensia yang reversible atau sebagian reversible 20-30%
Gangguan lain (terutama neurologic) 5-10%
Pengetahuan terakhir demensia Badan Levy dan demensia fronto temporal merupakan demensia
terbanyak ke 3 dan ke 4.2
Alzheimer
Penyakit alzheimer adalah hilangnya intelektual dan kemampuan bersosialisasi yang cukup parah
untuk mempengaruhi aktivitas harian. Pada penyakit Alzheimer, penderita mengalami
kemunduran dalam kemampuan memorinya karena adanya penumpukan plaque yang luas di
bagian korteks otak dan di bagian subcortical otak. Penumpukan plaque ini menyebabkan
menurunnya daya ingat dan kemampuan mental. Penyakit Alzheimer merupakan sejenis
sindroma dengan sel-sel otak yang mengalami apoptosis secara bersamaan sehingga otak
mengecil dan mengalami pengerutan.
7
Patofisiologis
Komponen utama penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik, neufibrillary tangles,
hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakular, dan hirano bodies. Plak neuritik
mengandung b-amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritik distrofik, sementara plak
difus(atau nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunakan untuk deposisi amyloid tanpa
abnormalitas neuron. Deteksi adanya Apo E didalam plak β-amyloid dan studi mengenai
kekuatan high-avidity antara Apo E dan β-amyloid menunjukan bukti hubungan antara
amyloidogenesis dan Apo E. Plak neuritik juga mengandung protein komplemen, microglia yang
teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga komponen inflamasi di duga terlibat
pada pathogenesis penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode the amyloid precursor protein
(APP) terletak pada kromosom 21, menunjukan hubungan potensial patologi penyakit Alzheimer
dengan penyakit sindrom down (trisomi-21), yang diderita oleh semua pasien penderita penyakit
Alzheimer yang muncul pada usia 40 tahun.3
Pada gambar 1 dapat dilihat bagaimana pembentukan amyloid merupakan pencentus
berbagi proses sekunder yang terlibat pada pathogenesis penyakit Alzheimer (hipotesis kaskade
amyloid). Berbagai mekanisme yang terlibat pada pathogenesis tersebut bila dapat dimodifikasi
dengan obat yang tepat diharapkan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit Alzheimer.
8
Gambar 1.
Epidemiologi
Insidensi demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya
usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi meningkat 2 kali lipat setiap
pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada
populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering
demensia di amerika serikat dan eropa adalah penyakit Alzheimer,
sedangkan di asian diperkirakan demenisa vaskuler merupakan penyebab
tersering demensia. Tipe demensia lain yang lebih jarang adalah tipe
demensia lewy body, demensia fronto temporal (FTD), dan demensia pada
9
Pemebentukan β-amyloid
Oksidasi Hiperfosforilasi protein tau
inflamasiagregasi β-amyloidexcitotoxicity
Neurofibrillary tangles
Plak senilis dengan aktivasi mikroglial
Kematian sel neuron
Abnormalitas kognitif dan perilaku (penyakit Alzheimer )Defisit neurotransmitter
penyakit Parkinson. Sebuha penelitian pada populasi usia lanjut di AS
mendapatkan lebih dari 45% mereka yang berusisa 85 tahun atau lebih
menderita penyakit Alzheimer di Jepang dari seluru sentenarian (usia 100
tahun atau lebih), 10 % mengalami demensia denga 76%nya menderita
penyakit demensia Alzheimer. Berbagai penelitian menunjukan laju penyakit
Alzheimer meningkat secara eksponensial seiring dengan bertambahnya
umur. Walaupun terjadi penurunan insidensi pada usia 95 tahun yang diduga
karena terbatasnya jumlah subyek dia atas usia 90 tahun. Secara umum
dapat dikatakan bahwa frekuensi penyakit Alzheimer meningkat seiring usia,
mencapai 20-40% populasi berusia 85 tahun atau lebih.5
Proposisi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi
dibandingkan laki-laki ( sekitar 2/3 pasien adalah perempuan), hal ini
disebabkan oleh perempuan memiliki harapan hidup yag lebih baik dan
bukan karena perempuan mudah mendapatkan penyakit ini. Tingkat
pendidikan yang rendah juga dikaitkan dengan meningkatnya penyakit
Alzheimer. Factor-faktor risiko lain dari berbagai penelitian diketahui
berhubungan dengan penyakit Alzheimer adalah hipertensi, diabetes
mellitus, dislipidemia, serta berbagai factor risiko timbulny atrteroskerosis
dan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak. Mutasi beberapa gen familial
penyakit Alzheimer pada kromosom 21, kromososm 14, dan kromosom 1
ditemukan pada kurang dari 5% pasien dengan penyakit Alzheimer.
Sementara riwayat keluarga dan munculnya alel e4 dari apolipoprotein E
pada lebih dari 30% pasien dengan penyakit ini mengindikasikan adanya
10
factor genetic yang berperan dari munculnya penyakit ini. Seorang dengan
riwayat keluarga pada anggota keluarga tingkat pertama, mempunyai risiko
dua sampai tiga kali menderita, walaupun sebgaian besar pasien tidak
mempunya riwayat keluar yang positif. Walaupun alel e4 bukan ApoE bukan
penyebab timbulnya demensia, namun munculnya alel ini merupakan factor
utama yang mempermudah seorang menderita penyakit Alzheimer.5
Etiologi
Faktor resiko yang terdapat pada penyakit Alzheimer diantaranya adalah:5
Usia: semakin bertambahnya usia, resiko untuk menderita penyakit ini semakin besar.
Genetik dan riwayat keluarga:faktor ini sebenarnya masih tergolong kompleks dan belum
dimengerti secara keseluruhan. Namun kedua faktor ini berperan pada penyakit Alzheimer dalam
30%-50% kasus. Penyakit Alzheimer diturunkan dengan pola dominan autosomal yang terbukti
berhubungan dengan kromosom 21 dan sebagian pada kromososm 14. Resiko Alzheimer sedikit
lebih tinggi jika ada anggota keluarga utama yang juga menderita Alzheimer seperti orang tua
dan saudara kandung.
Jenis kelamin: pria dan wanita dapat terserang penyakit Alzheimer, hanya saja wanita
cenderung lebih mudah terkena dibandingkan dengan laki-laki karena usia harapan hidupnya
yang lebih lama.
Gaya hidup: kemungkinan untuk terkena penyakit Alzheimer didukung oleh penyakit lainnya
yang meningkatkan resiko, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, atau gula darah tinggi.
Tingkat pendidikan: beberapa ilmuwan meneliti bahwa semakin orang yang berpendidikan
tinggi mempunyai resiko yang lebih rendah untuk terkena penyakit Alzheimer dibandingkan
dengan orang yang berpendidikan rendah. Hal ini karena pada orang yang berpendidikan tinggi,
mereka lebih sering melatih otaknya sehingga terbentuk sinapsis yang banyak dan nantinya akan
dapat digunakan sebagai cadangan di masa tuanya. Namun belum ditemukan alasan yang tepat
untuk mendasarinya.
11
Trauma kepala:trauma kepala (misalnya benturan) dapat menyebabkan otak bergeser di dalam
tengkorak sehingga menyebabkan kerusakan pada saraf, pembuluh darah, dan jaringan otak.
Orang yang bertahan hidup dengan trauma kepala mungkin akan berkahir dengan kerusakan otak
dan gangguan saraf.
Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering terjadi pada penderita Alzheimer adalah beberapa
aktivitas yang berhubungan dengan memori jangka pendek, antara lain :4
Kurangnya kebersihan. Ini adalah tanda paling jelas dari penyakit Alzheimer.Orang-orang
yang biasa berpakaian rapi setiap hari mulai mengenakan pakaian kotor atau berhenti mandi.
Kehilangan memori jangka pendek. Orang dengan demensia mungkin lupa pengalaman
baru. Orang normal bisa lupa detil aktivitas atau percakapan yang baru. Tapi orang dengan
demensia bisa lupa seluruh hal.
Pengulangan. Orang dengan Demensia bisa mengulang cerita. Terkadang kata demi kata.
Mereka mungkin terus bertanya pertanyaan yang sama, tidak peduli berapa kali mereka
menjawab.
Masalah bahasa. Orang dengan demensia dapat memiliki masalah besar mengingat, bahkan
mengingat kata-kata dasar. Cara mereka bicara bisa menjadi kening berkerut dan sulit untuk
dikuti.
Perubahan kepribadian. Orang dengan demensia mungkin memiliki perubahan suasana
hati tiba-tiba. Mereka mungkin menjadi emosional; kesal atau marah tanpa alasan tertentu.
Mereka menarik diri atau berhenti melakukan kegiatan yang biasanya menikmati.
Disorientasi dan kebingungan. Orang dengan demensia dapat tersesat di tempat-tempat
yang mereka ketahui dengan baik, seperti lingkungan rumah mereka sendiri. Mereka
mengalami kesulitan menyelesaikan kegiatan pokok dan biasa, seperti makan malam atau
mencukur.
Perilaku aneh. Orang normal sering salah menaruhkan kunci kami dari waktu ke waktu.
Orang-orang dengan penyakit Alzheimer cenderung menempatkan objek di tempat-tempat
12
aneh dan sepenuhnya tidak pantas. Mereka mungkin meletakkan sikat gigi di dalam lemari es
atau susu di bawah wastafel.
Terapi dan efek samping
Tujuan utama dari penatalaksanaan pada seorang pasien demensia adalah mengobati
penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung
bagi pasien dan pramuwerdhanya. Menghentikan obat-obat yang bersifat sedative dan
mempengaruhi fungsi kognitif banyak memberikan manfaat. Pasien dengan penyakit
degenerative sering mucul gejala depresi, dan sebagian dari mereka akan respons pada terapi
antidepresi. Agitasi, halusinasi, delusi dan kebingungan seringkali sulit ditatalaksanakan dan
sering menjadi alasan keluarga memasuakan para usia lanjut demensi ke panti werdha atau
rumah rawat usia lanjut. Sebelum memberikan obat untuk factor tersebut perlu diperhatikan
factor lingkungan dan metabolic yang mungkin dapat dikoreksi atau dimodifikasi. Imobilisasi,
asupan makan yang kurang, nyeri, konstipasi, infeksi dan intoksikasi obat adalah beberapa factor
memberikan obat-obatan antipsikosis. Obat-obatan yang dapat meredakan agitasi dan insomnia
tanpa memperberat demensia diantaranya Haloperidol dosis rendah (0,5 samapai 2 mg),
tradozone, buspiron atau propranolol. Beberapa penelitian yang membandingkan terapi obat
(farmakoterapi) dengan intervensi perilaku, menunjukan dua pendekatan tersebut sama
efektifnya.
Dalam mengelola pasien demensia perlu pula diperhatikan upaya-upaya mempertahankan
kondisi fisis atau kesehatan pasien. Seiring dengan progresi demensia maka banyak sekali
komplikasi yang akan muncul seperti pneumonia, dan infeksi saluran nafas bagian atas,
septikimia, ulkus dekubitus, fraktur dan berbagai masalah nutrisi. Kondisi-kondisi ini terkadang
13
merupakan sebab utama kematian pasien dengan demensia, sehingga pencegahan dan
penatalaksanaan menjadi sangat penting. Pada stadium awal penyakit, seorang dokter harus
mengusahakan berbagai aktifitas dalam rangka mempertahankan status kesehatan pasien, seperti
melakukan latihan (olahraga), mengendalikan hipertensi dan bebagai penyakit lain, imunisasi
terhadap pneumokok dan influenza, memperhatikan higine mulut dan gigi serta mengupayakan
kacamata dan alat bantu dengar bila terdapat gangguan penglihatan atau pendengaran. Pada fase
lanjut demensia, merupakan hal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien
seperti nutrisi, hidrasi, mobilisasi dan perawatan kulit untuk mencegah ulcus dekubitus. Yang
juga sangat penting dalam pengelolaan secara paripurna dengan demensia adalah kerja sama
yang baik antara dokter dengan pramuwerdha. Pramuwerdha pasien adalah orang yang sangat
penting mengerti kondisi pasien dari hari ke hari dan bertanggung jawab terhadap berbagai hal
seperti pemberian obat dan makanan.5
Komplikasi dan pencegahan
Seiiring dengan progresi demensia maka banyak sekali komplikasi yang akan muncul
seperti pneumonia, dan infeksi saluran nafas bagian atas, septikimia, ulkus dekubitus, fraktur dan
berbagai masalah nutrisi. Kondisi-kondisi ini terkadang merupakan sebab utama kematian pasien
dengan demensia, sehingga pencegahan dan penatalaksanaan menjadi sangat penting. Penyakit
Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti tinggi efektifitasnya.
Selain mengatasi gejala perubahan tingkah laku dan membangun ‘rapport’ dengan pasien,
anggota keluarga, dan pramuwerdha, saat ini focus pengobatan fungsi kognitif adalah pada
defisit sistem kolinergik. Selain itu beberapa penelitian klinis juga mencoba mengarah pada
terapi lain yang disesuaikan dengan patofisioligis timbulnya demensia yang melibatkan berbagai
mekanisme.2
14
Kolinesterase inhibitor
Tacrine (tetrahydroamino-acridine), donepezil, rivastigmin, dan galantamin adalah kolinesterase
yang telah disetujui oleh U.S Food dan Drug Administration (FDA) untuk pengobatan
Alzheimer. Efek obata-obatan ini adalah dengan menghambat enzim kolinesterase, dengan hasil
meningkatnya kadar asetilkolin di jaringan otak
Antioksidan
Antioksidan yang telah diteliti dan memberikan hasil yang baik adalah alfa tokoferol (vitamin E).
pemberian vitamin E pada satu penelitian dapat memperlambat progresi penyakit Alzheimer
menjadi lebih berat, vitamin E banyak digunakan karena khasiatnya dan harganya yang murah.
Dengan mempertimbangkan stress oksidatif sebagai salah satu dasar proses menua yang terlibat
pada patofisiologi penyakit Alzheimer. Tetapi vitamin E hanya efektif bila dikombinasikan
dengan kolinesterase inhibitor.
Memantin
Obat yang satu ini juga telah di setujui oleh FDA sebagai terapi pada demensia sedang dan berat
adalah memantin, suatu antagonis N-metil-D-aspartat. Efek terapinya diduga telah melalui
pengaruhnya pada glutaminergic excitotoxicity dan fungsi neurin di hipokampus. Pemakaian
memantin akan lebih efektif pada pasien yang diberi kolinesterase tetap terbukti terdapat
perbaikan fungsi kognitif.2
Prognosis
Prognosis pada penyakit demensia rata-rata lama penyakit sejak dari diagnosis awal
sampai kematian berkisar antara 9, tahun (antara 8-15 tahun) bila disertai komplikasi, tetapi bila
15
tidak disertai komplikasi dan ditambah dengan gaya hidup yang sehat baik melalui lingkunagn
keluarga dan pengobatan maka akan memeperpanjang harapan hidup.1,5
Kesimpulan
Demensia Alzheimer merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada memori atau
ingatan seseorang, yang biasa terjadi pada tahapan usia lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga Medical
Series,2007.
2. Kris Pranarka, Demensia dalam R. Boedhi – Darmojo dan H. Hadi Martono. Balai
Penerbit FKUI ;2004 Buku Ajar Geriatri Edisi III:Hal 206-216.
3. Rochmah W, Harimurti K. Ilmu penyakit dalam, Edisi V, Jilid I. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit ; 2000. p 837-43.
4. Arief I. Gejala klinis penyakit alzheimer atau demensia. 5 januari 2011. Diunduh dari
http://www.pjnhk.go.id/content/view/3377/31/ , 16 januari 2011.
5. Purba J.S. Demensia dan penyakit Alzheimer. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002
16