patofisiologi dan penanganan kardiomiopati peripartum

14
108 Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum Dwiana Sulistyanti 1 , Bambang Suryono 2 1 Bagian SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman–Rumah Sakit Umum AW Syahranie Samarinda, 2 Bagian SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada–RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Abstrak Kardiomiopati peripartum adalah salah satu penyebab dari kardiomiopati dilatasi yang timbul pada waktu akhir trimester tiga kehamilan sampai 5 bulan kelahiran. Tanda karakteristik kardiomiopati peripatum adalah berkurangnya fraksi ejeksi ventrikel kiri dan berhubungan dengan gagal jantung kongesti, yang dapat meningkatkan resiko aritmia, tromboemboli dan henti jantung mendadak. Pengertian mendalam tentang fisiologi selama kehamilan dan patofisiologi penyakit jantung pada ibu sangat penting untuk dokter anestesi, dokter kandungan dan dokter jantung yang terlibat pada penanganan pasien PPCM selama periode kehamilan dan persalinan (perawatan peripartum). Penatalaksanaan kardiomiopati peripartum sebagian besar bersifat suportif. Tujuan terapi pada pasien dengan kardiomiopati peripartum adalah optimalisasi hemodinamik, mengoptimalkan preload, menurunkan afterload dan meningkatkan kontraktilitas. Keputusan jenis persalinan pasien dengan kardiomiopati peripartum harus dibuat berdasarkan indikasi obstetri. Pilihan tehnik anestesi yang akan digunakan disesuaikan dengan kondisi klinis ibu pada saat itu dengan memperhatikan efek obat terhadap ibu maupun janin. Baik tehnik anestesi umum maupun tehnik anestesi regional dapat digunakan untuk parturien dengan kardiomiopati peripartum. Kata kunci: kardiomiopati peripartum; patofisiologi; perawatan peripartum Pathophysiology and Management of Peripartum Cardiomyopathy Abstract Peripartum cardiomyopathy (PPCM) is a number of cause of dilated cardiomyopathy which occured during the end third trimester of pregnancy until the fifth months of birth. The characteristic sign of peripartum cardiomy- opathy is reduced the ejection fraction of left ventricle and associated to congestive heart failure, increased risk of arrhythmia, thromboemboli and sudden cardiac arrest. A comprehensive understanding of the physiology of pregnancy and pathophysiology of maternal cardiac disease is importance for anesthesiologist, gynecologists and cardiologists involved in peripartum care in patients with peripartum cardiomyopathy during the pregnancy and childbirth periods. Management of peripartum cardiomyopathy is mostly supportive therapy. The goal of therapy in patients with peripartum cardiomyopathy is hemodynamic optimization, such as maintaining preload, reducing afterload and improving contractility. Decision of the mode of delivery of patient with peripartum cardiomyopathy hould be based on obstetric indication. The choice of anesthesia technique should consider the current clinical condition of parturient and the effect of the drug for the mother and fetus. Both general anesthesia and regional anesthesia techniques can be an option for parturients with peripartum cardiomyopathy. Key words: peripartum cardiomyopathy; pathophysiology; peripartum care

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

108

Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

Dwiana Sulistyanti1, Bambang Suryono2

1Bagian SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman–Rumah Sakit Umum AW Syahranie Samarinda, 2Bagian SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada–RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Abstrak

Kardiomiopati peripartum adalah salah satu penyebab dari kardiomiopati dilatasi yang timbul pada waktu akhir trimester tiga kehamilan sampai 5 bulan kelahiran. Tanda karakteristik kardiomiopati peripatum adalah berkurangnya fraksi ejeksi ventrikel kiri dan berhubungan dengan gagal jantung kongesti, yang dapat meningkatkan resiko aritmia, tromboemboli dan henti jantung mendadak. Pengertian mendalam tentang fisiologi selama kehamilan dan patofisiologi penyakit jantung pada ibu sangat penting untuk dokter anestesi, dokter kandungan dan dokter jantung yang terlibat pada penanganan pasien PPCM selama periode kehamilan dan persalinan (perawatan peripartum). Penatalaksanaan kardiomiopati peripartum sebagian besar bersifat suportif. Tujuan terapi pada pasien dengan kardiomiopati peripartum adalah optimalisasi hemodinamik, mengoptimalkan preload, menurunkan afterload dan meningkatkan kontraktilitas. Keputusan jenis persalinan pasien dengan kardiomiopati peripartum harus dibuat berdasarkan indikasi obstetri. Pilihan tehnik anestesi yang akan digunakan disesuaikan dengan kondisi klinis ibu pada saat itu dengan memperhatikan efek obat terhadap ibu maupun janin. Baik tehnik anestesi umum maupun tehnik anestesi regional dapat digunakan untuk parturien dengan kardiomiopati peripartum.

Kata kunci: kardiomiopati peripartum; patofisiologi; perawatan peripartum

Pathophysiology and Management of Peripartum Cardiomyopathy

Abstract

Peripartum cardiomyopathy (PPCM) is a number of cause of dilated cardiomyopathy which occured during the end third trimester of pregnancy until the fifth months of birth. The characteristic sign of peripartum cardiomy-opathy is reduced the ejection fraction of left ventricle and associated to congestive heart failure, increased risk of arrhythmia, thromboemboli and sudden cardiac arrest. A comprehensive understanding of the physiology of pregnancy and pathophysiology of maternal cardiac disease is importance for anesthesiologist, gynecologists and cardiologists involved in peripartum care in patients with peripartum cardiomyopathy during the pregnancy and childbirth periods. Management of peripartum cardiomyopathy is mostly supportive therapy. The goal of therapy in patients with peripartum cardiomyopathy is hemodynamic optimization, such as maintaining preload, reducing afterload and improving contractility. Decision of the mode of delivery of patient with peripartum cardiomyopathy hould be based on obstetric indication. The choice of anesthesia technique should consider the current clinical condition of parturient and the effect of the drug for the mother and fetus. Both general anesthesia and regional anesthesia techniques can be an option for parturients with peripartum cardiomyopathy.

Key words: peripartum cardiomyopathy; pathophysiology; peripartum care

Page 2: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

109

I. Pendahuluan

Sekitar 0,2 – 4% kehamilan di negara maju disertai komplikasi penyakit kardiovaskular. Spektrum kejadian penyakit kardiovaskular selama kehamilan berubah sepanjang waktu dan berbeda antara masing-masing negara. Risiko seorang wanita untuk mengalami gangguan jantung pada masa kehamilan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia ibu saat pertama kali mengandung, gangguan metabolik seperti diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas. Penyakit kardiovaskular ini merupakan penyebab tingginya angka kematian maternal selama masa kehamilan terutama di negara maju. Salah satu penyakit kardiovaskular yang dapat terjadi pada periode kehamilan adalah kardiomiopati peripartum. Walaupun kejadiannya di masyarakat jarang, gangguan ini memiliki komplikasi kardiovaskular yang berat baik terhadap ibu maupun janin yang dikandung. Penyakit kardiomiopati merupakan kelompok gangguan organ jantung akibat abnormalitas struktur anatomis yang terbatas hanya pada miokardium dengan penyebab utama yang masih belum diketahui pasti.1

Berbagai usaha sudah dilakukan untuk menyederhanakan klasifikasi kardiomiopati. American Heart Association (AHA) berdasarkan etiologi membagi kardiomiopati menjadi 2 kelompok besar (Gambar 1 dan Gambar 2). Kelompok pertama adalah kardiomiopati primer yaitu kardiomiopati dengan etiologi yang tidak diketahui. Kelompok yang kedua adalah kardiomiopati sekunder yaitu kardiomiopati dengan etiologi yang berkaitan dengan suatu penyakit sistemik yang melibatkan jantung sebagai bagian dari suatu proses penyakit.1

WHO bekerja sama dengan International Society and Federation of Cardiology (ISFC) membagi kardiomiopati kedalam 3 tipe berdasarkan gambaran anatomi, presentasi klinis dan abnormalitas fisiologis ventrikel kiri, yaitu :1,2 Kardiomiopati dilatasi, ditandai dengan adanya pembesaran ruang ventrikel disertai dengan gangguan fungsi kontraksi sistolik. Kardiomiopati hipertropik, ditandai dengan adanya penebalan dinding ventrikel yang abnormal disertai dengan

relaksasi diastolik abnormal, tetapi biasanya fungsi sistoliknya tetap. Kardiomiopati restriktif, ditandai dengan pengerasan otot jantung abnormal (karena fibrosis atau proses infiltrasi) yang mengakibatkan gangguan relaksasi diastolik tetapi fungsi kontraksi sistolik normal atau mendekati normal.

Adapun tipe kardiomiopati dilatasi meliputi:2 idiopatik, familial (genetik); inflamasi: infeksi (terutama virus), non infeksi: connective tissue diseases, peripartum cardiomyopathy, sarkoidosis. Toksin: Alkoholik kronik, obat kemoterapi (contoh doxorubicin); metabolik: hipotiroid, hipokalsemia kronik atau hipopospatemia; neuromuskuler: distropi muskuler atau distropi miotonik. Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang menyebabkan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri, terutama muncul pada periode kehamilan dan masa nifas. Kardiomiopati peripartum didefinisikan sebagai kardiomiopati pada wanita hamil yang terjadi pada trimester tiga kehamilan sampai 5 bulan periode post partum, tidak ditemukan penyebab gagal jantung yang lain, dan tidak ditemukan penyakit jantung sebelumnya pada trimester akhir kehamilan, didukung dengan pemeriksaan echokardiografi yang menunjukkan disfungsi sistolik ventrikel kiri, Ejection Fraction < 45%, LV end diastolik > 2,7 cm/m2, M-Mode fractional shortening <30%.1–4

Insiden yang sebenarnya dari kardiomiopati peripartum ini tidak diketahui dengan pasti. Akhir-akhir ini insiden kardiomiopati semakin meningkat frekwensinya. Di Amerika Serikat insiden kardiomiopati peripartum diperkirakan antara 1:3000 sampai 1:15.000 kelahiran hidup, variasi ini diyakini akibat faktor genetik dan budaya setempat. Sedangkan di Afrika selatan insidennya 1:1000, di Asia didapati 1:1374 (Rumah Sakit Tersier di India), di Jepang 1:6000, di Pakistan 1:837, di Malaysia 34:100.000. Kasus tertinggi dilaporkan di Nigeria, insidennya 1:300 kehamilan. Insiden yang tinggi di Nigeria ini mungkin disebabkan karena konsumsi Kanwa, sebagai tradisi selama 40 hari post partum. Kanwa

Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

Page 3: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

110 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

adalah sejenis garam kering, dapat menyebabkan hipervolemi dan hipertensi Etiologi dan Faktor ResikoSampai saat ini etiologi dari kardiomiopati peripartum belum jelas. Banyak hipotesis yang diajukan sebagai etiologi dari kardiomiopati peripartum, antara lain:3–6genetik atau faktor lingkungan, miokarditis, baik oleh karena virus (parvovirus B-19, human herpesvirus-6, epstein-barr virus, human cytomegalovirus, ectromelia virus, adeno-associated virus) atau chlamydia pneumoniae, respon autoimun abnormal, defisiensi makronutrien (contoh protein, zat besi) maupun mikronutrien (Vitamin A, Vitamin B12, Vitamin C, Vitamin E, β-carotene dan selenium), ketidakseimbangan hormonal, volume overload, stres fisiologi kehamilan, alkoholik, idiopatik. Faktor resiko terjadinya kardiomiopati peripartum meningkat pada ras afrika, umur >30 tahun, obesitas, operasi sesar, kehamilan ganda,

preeklamsi, hipertensi kronis, multiparitas dan riwayat kardiomiopati peripartum sebelumnya.3,5

Perubahan Fisiologi KehamilanKardiomiopati peripartum jarang terjadi pada periode prepartum, tetapi 90% kasus terjadi pada periode 2 bulan postpartum.4,5 Hal ini berhubungan erat dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita hamil, dimana perubahan ini semakin meningkat dengan cepat pada akhir kehamilan dan akan kembali ke fisiologis normal dalam waktu beberapa minggu post partum.7

Perubahan adaptasi fisiologis selama kehamilan dan peripartum penting diketahui untuk evaluasi status klinis pasien dan interpretasi parameter fungsi jantung. Perubahan fisiologis ini biasanya dimulai pada trimester awal kehamilan (usia kehamilan 5 hingga 8 minggu), mengalami puncaknya pada saat trimester kedua akhir, dan cenderung dalam kondisi plateau setelahnya hingga periode

Gambar 1. Klasifikasi KardiomiopatiHCM= Hypertrophy Cardiomiopathy; ARVC/D= Arrhytmogenic Right Ventricular Cardiomyophaty/Dyspla-sia; LVNC= Left Ventricular Noncompaction; LQTS= Long QT Syndrome; SQTS= Short QT Syndrome; CVPT= Catecholaminergic Polymorphic Ventricular Tachicardia; SUNDS= Sudden Unexplained Nocturnal Death Syndrome; DCM= Dilated Cardiomiopathy; PPCM= Peri Partum Cardiomyopathy; IDDM= Insulin Dependent Diabetes Melitus.

Page 4: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

111

Gambar 2. Kardiomiopati Sekunder

pasca melahirkan. Pada periode kehamilan akan terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dan energi akibat peningkatan kadar katekolamin plasma dan sensitivitas reseptor adrenergik.8 Kehamilan merupakan proses fisiologis, akan

terjadi beberapa adaptasi perubahan sistem kardiovaskuler untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme maternal dan fetus selama periode gestasi. Adaptasi ini meliputi peningkatan volume darah dan curah jantung

Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

Page 5: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

112 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Gambar 3. Gambar Anatomi KardiomiopatiA. Jantung yang normal memperlihatkan LV dan LA. B. Kardiomiopati dilatasi ditandai dengan dilatasi ventricular dengan hipertrofi ringan. C. Kardiomiopati Hipertrofi ditandai dengan hipertrofi ventricular yang signifikan, sering melibatkan septum intraventrikular. D. Kardiomiopati restriktif yang disebabkan infiltrasi atau fibrosis dari ventrikel tanpa adanya pelebaran ruang jantung. Pelebaran LA umum ditemukan pada ketiga tipe kardiomiopati ini.

serta penurunan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah. Peningkatan volume darah mempunyai beberapa fungsi penting yaitu untuk memelihara kebutuhan peningkatan sirkulasi karena ada pembesaran uterus dan unit foeto-placenta, mengisi peningkatan reservoir vena, melindungi ibu dari perdarahan katastropik pada saat melahirkan, tetapi selama proses kehamilan ibu menjadi lebih hiperkoagulopati yang akan meningkatkan resiko terjadinya tromboemboli.

Peningkatan curah jantung, peningkatan volume sekuncup, peningkatan denyut jantung dan penurunan resistensi vaskuler sistemik mungkin tidak dapat ditoleransi oleh wanita hamil dengan penyakit katup jantung (misalnya stenois aorta, stenosis mitral) atau penyakit jantung korener. Dekompensasi jantung berat dapat terjadi

pada 24 minggu kehamilan, selama persalinan dan segera setelah melahirkan. Hal lain yang perlu diketahui selama periode trimester ke-3 kehamilan adalah bahwa curah jantung dan volume sekuncup sangat dipengaruhi oleh posisi tubuh, yang akan meningkat saat berbaring posisi lateral dan berkurang saat berbaring terlentang akibat kompresi vena cava inferior oleh uterus yang telah membesar (sindrom uterocaval).8

Proses melahirkan akan meningkatkan curah jantung dan tekanan darah lebih lanjut akibat kontraksi uterus serta peningkatan kebutuhan oksigen, perubahan hemodinamik ini sangat dipengaruhi oleh pilihan metode melahirkan. Curah jantung juga akan tetap meningkat sesaat setelah melahirkan pada periode nifas akibat bertambahnya volume darah sirkulasi maternal yang berasal dari pergeseran aliran darah uterus dan plasenta sehingga menyebabkan peningkatan preload. Hal ini menyebabkan pasien rentan mengalami edema pulmoner pada periode pasca melahirkan.8 Pada kebanyakan kasus, perubahan hemodinamik ini akan berangsur-angsur kembali normal seperti keadaan sebelum hamil dalam waktu beberapa minggu setelah melahirkan.7

PatogenesisBeberapa hipotesis telah diajukan namun tidak ada yang dapat menjadi penjelasan utama bagi semua kasus PPCM. PPCM diketahui mempunyai patogenesis yang melibatkan banyak faktor.

Stres OksidatifStres oksidatif selama periode peripartum memiliki peran cukup penting dalam menyebabkan kerusakan ventrikel kiri. Senyawa proinflamatorik dan peristiwa stres oksidatif akan makin meningkat selama proses kehamilan normal dan mencapai puncaknya pada trimester terakhir kehamilan. Data baru menunjukkan keterlibatan stres oksidatif, prolactin-cleaving protease cathepsin D, dan prolaktin pada patofisiologi PPCM. Ketidakseimbangan proses stres oksidatif selama periode kehamilan dan pasca melahirkan dapat menyebabkan terjadinya pemotongan enzimatik hormon prolaktin oleh cathepsin-D menjadi fragmen prolaktin dengan berat molekul 16-KDa. Fragmen prolaktin

Page 6: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

113 Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

dengan berat molekul 16-KDa ini dapat menginduksi apoptosis sel endotelial pembuluh darah, menghambat proliferasi sel endotel yang diinduksi VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor), menghambat migrasi sel endotel, mengganggu mekanisme vasodilatasi vaskuler yang diperantarai nitric oxide dan merusak fungsi kardiomiosit yang pada akhirnya akan menyebabkan dilatasi ruang jantung dan disfungsi sistolik ventrikel kiri.9 Pasien PPCM akut mempunyai kadar low density lipoprotein (LDL) serum tinggi (suatu indikasi stres oksidatif tinggi) dan juga peningkatan kadar serum katepsin D yang teraktivasi, prolaktin total dan fragmen prolaktin 16kDa yang bersifat angiostatik.1,9,10

Efek prolaktin 16kDa berlawanan dengan efek kardioprotektif prolaktin bentuk lengkap. Prolaktin 16kDa tidak berfungsi melalui reseptor prolaktin bentuk lengkap.1,11,12 Pro-apoptotic serum markers (soluble death receptor sFas/Apo-1) telah ditemukan kadarnya meningkat pada pasien PPCM. Marker ini juga dapat

memprediksi status fungsional, dan mortalitas penderita PPCM.1,12,13 Secara molekuler, beberapa jalur transduksi sinyal telah terbukti memiliki peran penting dalam melindungi organ jantung maternal dari kerusakan selama proses kehamilan, termasuk jalur STAT3 (Signal Transducer and Activator of Transcription Factor-3).

Pada model binatang percobaan, delesi gen yang mengkode jalur STAT3 akan menyebabkan terjadinya pemotongan proteolitik secara enzimatik hormon prolaktin menjadi faktor antiangiogenik, proapoptotik dan proinflamatorik poten sehingga berhubungan dengan terbentuknya serta progresivitas kardiomiopati dilatasi. Data eksperimental pada model mencit PPCM (mencit dengan cardiomyocyte restricted deletion of the signal transducer and activator of transcription-3, STAT3) menyatakan bahwa suatu mekanisme defensif terhadap antioksidan yang rusak mungkin juga bertanggung jawab atas

Gambar 4. Perbandingan Kardiomiopati Dilatasi, Kardiomiopati Hipertrofi dan Kardiomiopati Restriktif.2

Page 7: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

114 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Tabel 1. Perubahan Fisiologi selama Kehamilan dan PersalinanKehamilanKardiovaskuler Peningkatan volume darah (plasma) sampai 50%

Peningkatan denyut jantung sampai 25%Peningkatan kardiak output sampai 40%Penurunan resistensi vaskular sistemik dan tekanan darahPenurunan venous return jika berbaring terlentang (aorta-caval compression)

Pernafasan Peningkatan minute ventaltion dan penurunan level arte-rial carbon dioxidePeningkatan konsumsi oksigenPenurunan kapasitas residual Fungsional

Gastrointestinal Peningkatan reflux gastro-oesophagealKoagulasi Peningkatan faktor, VI, IX, X, dan XII; peningkatan

kecenderungan pembekuanPersalinanKardiovaskuler Peningatan kardiak output sebesar 25%-50% pada saat

nyeri kontraksi Resiko respon berlebihan untuk valsalva maneouvre (menekan)Peningkatan venous return dikala tiga dikarenakan kon-traksi uterusPeningkatan resistensi veskular sistemik setelah melahir-kan akibat kontraksi uterine dan hilangnya low resistance placental bed

Pernapasan Peningkatan ventilasi (sampai 3-4 kali)Gastrointestinal Penurunan pengosongan lambung jika diberikan opioid

terjadinya PPCM.1 Hasil penelitian ini ditunjang dengan data bahwa penekanan produksi prolaktin oleh agonis reseptor dopamin D2, bromokriptin, dapat mencegah terjadinya PPCM.1,11,12

MiokarditisSelain stres oksidatif, inflamasi jantung disebut juga miokarditis, telah diketahui berhubungan dengan PPCM. Salah satu penelitian hubungan miokarditis dengan PPCM mengemukakan bahwa dari 26 pasien, 8 pasien menunjukkan adanya viral genome pada biopsi miokardium. Virus tersebut antara lain, parvovirus B19, human herpes virus 6, Epstein-Barr virus, dan human cytomegalovirus. Penelitian itu berdasarkan hipotesis bahwa perubahan sistem imun saat hamil dapat mengeksaserbasi infeksi de novo atau mereaktivasi virus laten pada wanita hamil,

menyebabkan miokarditis yang berujung pada kardiomiopati.1,3,10,13 Infeksi virus pada jantung merupakan salah satu etiologi yang mungkin menyebabkan inflamasi peripartum. Beberapa penelitian melaporkan bahwa sejenis cardiotropic enterovirus bertanggung jawab atas terjadinya PPCM.1,3

AutoimunSerum pasien PPCM ditemukan mempengaruhi maturisasi sel dendrit in vitro, berbeda dibandingkan dengan serum wanita postpartum sehat. Serum wanita PPCM mengandung titer autoantibodi tinggi terhadap protein jaringan kardium yang tidak terdapat pada pasien kardiomiopati idiopatik. Satu penelitian menyatakan bahwa tidak seperti yang ditemukan pada DCM, yaitu up-regulation selektif G3

Page 8: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

115 Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

Gambar 5. Patogenesis Kardiomiopati Dilatasi

subclass immunoglobulin (IgG3s), pada PPCM terdapat kenaikan kelas G dan semua subclass immunoglobulin terhadap myosin heavy chain.1,15

Autoantibodi berasal dari sel fetal (microchimerism) (yang dapat masuk ke dalam sirkulasi maternal), dan beberapa protein (seperti aktin dan miosin) yang dilepaskan oleh uterus selama proses melahirkan telah terdeteksi pada pasien PPCM. Autoantibodi ini bereaksi dengan protein miokardium maternal yang kemudian menyebabkan PPCM.1,3,15 Multiparitas adalah faktor risiko PPCM, menyimpulkan adanya pajanan terhadap antigen fetal atau paternal dapat menyebabkan respon inflamasi miokardium abnormal.3

GenetikPada pasien dengan predisposisi genetik terdapat setidaknya 6 gen yang berperan dalam patogenesis kardiomiopati dilatasi, mutasi pada gen-gen ini dapat menimbulkan gangguan produksi protein mutan sel otot jantung yang tidak sensitif

terhadap ion kalsium sehingga terjadi gangguan kontraksi miokardium.16 The European Society of Cardiology mengklasifikasikan PPCM sebagai suatu bentuk DCM nonfamilial dan nongenetik berhubungan dengan kehamilan. Tetapi beberapa kasus PPCM telah terbukti berhubungan dengan faktor genetik.10 Beberapa literatur melaporkan wanita PPCM mempunyai ibu atau saudara perempuan didiagnosis PPCM, ada pula yang melaporkan hubungan antara first-degree relative berjenis kelamin perempuan.1,9 Ada juga yang melaporkan bahwa perempuan yang mempunyai gen DCM (dilated cardiomyopahty), dapat berujung pada PPCM setelah kehamilan karena adanya stres hemodinamik. Selain itu, terdapat hubungan antara wanita dengan keluarga laki-laki yang mempunyai DCM.17 Penelitian 90 keluarga familial DCM dan PPCM mengungkapkan adanya causative mutation yang dapat dideteksi lebih awal dengan penapisan. Penelitian tersebut menemukan adanya mutasi (c.149A>G, p.Gln50Arg) di dalam gen yang mengkode

Reduced sarcolemmal integrity

Decreased energy production

Disruption of force transmission

Aberrant Ca2+

handling

Decreased myofilament activation

Abnormalities of the nuclear envelope

Aberrant transcription

Aberrant splicing

Lamin A and CNuclear pore

Emerin

Nucleus

Myofibril

Mitochondrion

DystrophinSymtrophins and

dystrobrevin

Ryanodine receptor

Sacroplasmic reticulum

SERCA and phospo-lamban

Ca2+

3Na+

ADP ATPActin-associated

cytoskeleton

Ca2+

2K+3Na+

Ca2+

Sarcolgycan complex

Distrogylcan complex

Caveolin

Ca2+

Page 9: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

116 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

cardiac troponin C (TNNC1).15 Adanya variasi genetik dalam JAK/STAT signaling cascade juga dapat menjadi salah satu penyebab PPCM.17

Pada pemeriksaan patologi makroskopis dapat ditemui dilatasi semua ruang jantung dengan sedikit hipertrofi dinding. Secara mikroskopis ditemukan tanda degenerasi miosit dengan hipertrofi serta atrofi ireguler serabut otot jantung disertai fibrosis intersitial dan perivaskular yang ekstensif.10

PatofisiologiPatofisiologi kardiomiopati peripartum secara hipotesis diawali dengan adanya kerusakan pada sel-sel otot jantung (myocite) yang mengakibat-kan penurunan fungsi kontraksi dan penurunan stroke volume, yang pada akhirnya akan men-gakibatkan dilatasi ventrikel kiri, penurunan kar-diak output dan peningkatan tekanan pengisisan ventrikel.1,2

Diagnosis Gejala klinis dari kardiomiopati peripartum pada tahap awal hampir tidak terdeteksi karena memiliki gejala yang sama seperti gejala wanita hamil pada akhir kehamilan, seperti cepat lelah, dispneu, batuk, ortopneu dan paroksimal nokturnal dispneu. Selain itu pasien dengan kardiomiopati peripartum mempunyai gejala klinis yang sama dengan gejala klinis pada gagal jantung kiri.2-6,11

Tanda dan gejala klinis tersebut meliputi:2-6,11 lelah,

sesak nafas berat, bahkan saat istirahat, ortopneu, paroksimal nokturnal dispneu, batuk, bahkan batuk darah, nyeri dada, palpitasi/berdebar-debar, nyeri perut, mual, muntah dan tidak nafsu makan, peripheral or pulmonary edema, distensi vena juguler, ascites, hepatomegali, aritmia, irama gallop, sistolik murmur. Pemeriksaan penunjang menunjukkan: foto thorak: kardiomegali, efusi pleura bilateral, odem paru, infiltrat paru, ECG: normal, sinus takikardi, left ventriculer hypertrophy, disritmia dengan perubahan gelombang ST dan T non spesifik, atrial fibrilasi, ventrikel takikardi, RBBB, echocardiografi: Dilatasi 1 atau 4 ruang jantung, hipokinetik ventrikel, mitral dan atau trikuspid regurgitasi, EF menurun, LVED dimensi meningkat, biopsi endomiokardial : non spesifik, miokarditis

II. Tata Laksana

Penatalaksanaan kardiomiopati peripartum sebagian besar bersifat suportif. Dimana terapi medikal pada kardiomiopati peripartum sama dengan terapi pada gagal jantung. Untuk mencapai hasil yang optimal selama periode kehamilan dan persalinan, penatalaksaannya harus melibatkan tim medis yang terdiri dari dokter ahli jantung, dokter ahli kandungan dan dokter ahli anestesi. Dalam pemberian terapi, selain bisa mencapai hasil yang optimal pada ibu juga harus dipertimbangkan efek obat terhadap janin dan bayi yang sedang menyusui.5,12

Tujuan terapi pada pasien dengan kardiomiopati peripartum adalah:5,11,13

Gambar 6. Mikroskopik Kardiomiopati (B) dan Makroskopik Kardiomiopati (C)

Page 10: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

117 Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

Optimalisasi hemodinamik, mengoptimalkan preload, menurunkan afterload, meningkatkan kontraktilitas, standar terapi pada kardiomiopati peripartum adalah:3-6,11-14 bed rest, oksigenasi, untuk menjaga oksigenasi jaringan sehingga membantu mencegah disfungsi end-organ dan gagal organ multipel. vasodilator: nifedipin, amlodipine, nitroglycerin, dan hidralazin dapat digunakan pada wanita hamil. Hidralazin dapat menyebabkan transient trombositopeni neonatus. Sedangkan ACE inhibitor, ARB (angiotensin II reseptor blocker) kontraindikasi pada kehamilan (oleh karena fetal renal agenesis) tetapi masih dapat diberikan setelah melahirkan karena aman untuk bayi menyusui. Untuk menurunkan dan mengoptimalisasikan preload: restriksi pemasukan cairan dan sodium (garam), loop diuretik (furosemid) aman digunakan selama kehamilan, tetapi sebaiknya tidak menggunakan spironolactone. Pemberian diuretik furosemid terutama jika terdapat tanda-tanda kelebihan cairan. Dengan dosis awal 20–40 mg bolus intravena. Pada ibu hamil sebaiknya menggunakan dosis furosemid yang paling kecil. Pemberian diuretik furosemid dapat menyebabkan hipoperfusi uteroplacenta sehingga tidak dianjurkan penggunaannya pada keadaan hipoperfusi uteroplacenta seperti pada IUGR dan preeklamsi. Efek samping furosemid

pada kehamilan antara lain pankreatitis, penurunan intoleransi karbohidrat, perdarahan dan hiponatremi pada bayi baru lahir. Hal ini kadang-kadang menjadi perdebatan penggunaan furosemid pada ibu hamil dengan peripartum kardiomiopati antara dokter ahli jantung dan dokter ahli anestesi. Positif inotropik: digoxin, jika diperlukan dapat diberikan dopamine, dobutamine dan milrinone. Diberikan pada pasien dengan hipoperfusi perifer (hipotensi, penurunan fungsi ginjal). Β Bloker: biasanya diberikan setelah pasien stabil dari episode akut (biasanya setelah 4 hari), dapat menurunkan lama perawatan di rumah sakit, meningkatkan fungsional kelas NYHA dan mencegah memburuknya gagal jantung. Efek sampingnya bradikardi pada janin, hipoglikemi, berhubungan dengan kelahiran prematur dan BBLR. Antikoagulan harus diberikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi sangat rendah karena sering terjadi trombus intramural ventrikel kiri dan embolisme perifer terutama emboli otak pada kardiomiopati dilatasi. Selain itu, pasien gagal jantung dengan atrial fibrilasi baik paroksimal maupun persisten harus diberikan antikoagulan secara adekuat untuk mencegah stroke emboli. Karena periode peripartum merupakan suatu kondisi peningkatan aktivitas prokoagulan maka obat golongan antikoagulan harus diberikan

Gambar 7. Patofisiologi Kardiomiopati Peripartum

Page 11: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

118 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

secara hati-hati. Obat antikoagulan yang sering dipakai adalah LMWH (low molecular weight heparin) merupakan pilihan selama hamil atau warfarin (pilihan setelah melahirkan, oleh karena dapat mengakibatkan kematian janin jika diberikan pada masa kehamilan). LMWH diberikan secara injeksi subkutan dengan dosis 1 mg?kgBB setiap 12 jam dengan evaluasi kadar faktor anti-Xa, sedangkan warfarin diberikan secara oral dengan target INR berkisar antara 2,0 – 3,0. Terapi imunosupresi: azathioprine, steroid. Morpin: memberikan efek dilatasi vena, dilatasi ringan arteri dan menurunkan denyut jantung. Transplanstasi jantung: apabila terapi medikal gagal.

Penatalaksanaan ObstetriKelahiran bayi dapat dilakukan baik melalui operasi sesar maupun persalinan pervaginam dengan menggunakan alat bantu seperti forcep atau vakum. Keputusan jenis persalinan pasien dengan kardiomiopati peripartum harus dibuat berdasarkan indikasi obstetri. Pada beberapa kasus, persalinan pervaginam (induksi persalinan) dapat dilakukan apabila keadaan ibu sudah stabil. Keuntungan persalinan pervaginam anatara lain, perdarahan tidak banyak, stabilitas hemodinamik ibu lebih baik, komplikasi infeksi post operasi

berkurang dan komplikasi paru post operasi juga berkurang. Tetapi bila parturien menunjukkan gejala dekompensasi jantung akut sebaiknya persalinan dilakukan dengan cara operasi sesar, karena tidakmampuan ibu untuk mentoleransi stres persalinan lebih lama lagi.13

Penatalaksanaan AnestesiParturien dengan kardiomiopati peripartum membutuhkan penanganan anestesi yang spesial selama kehamilan dan persalinan. Hal ini merupakan tantangan bagi dokter ahli anestesi. Baik tehnik anestesi umum maupun tehnik anestesi regional dapat digunakan untuk parturien dengan kardiomiopati peripartum. Pilihan tehnik anestesi yang akan digunakan walaupun merupakan hak prerogatif dokter ahli anestesi, tetap berpedoman bahwa tujuan dari tindakan anestesi yang diberikan adalah sebagai berikut: menghindari depresi jantung dan menjaga stabilitas hemodinamik, ibu dan bayi aman, menjaga normovolemia dan mencegah peningkatan afterload ventrikel, menjaga adekuatnya sirkulasi uteroplacenta.

Pemasangan monitoring invasif, seperti arteri line, kateter arteri pulmoner dan CVP, dapat dilakukan dengan tujuan untuk menilai status

Tabel 2. Daftar obat yang Aman untuk Kehamilan dan Periode MenyusuiPengobatan Kemungkinan Efek Samping Keselamatan saat

KandunganKeselamatan saat Menyusui

ACE inhibitor Embroyopathy Tidak YaAR blocker Embroyopathy Tidak YaB-blocker Fetal bradycardia/TUGR Ya YaHydralizin Tidak ada Ya YaDigoxim Berat lahir rendah Ya YaDiretics Pengurangan pada perfusi uteroplacenta Tidak jelas YaNitrates Gawat janin disertai Hypotensi ibu Ya Tak ada laporanLidocain Fetal CNS depression Ya YaProcainamide Maternal osteoroposis Ya YaLMWH Pendarahan Ya YaHeparin Pendarahan/ maternal osteoporosis/

thrombocytopeniaYa Ya

Warfarin Warfarin embroyopathy Ya setelah 12 minggu YaAdenosine Takm ada laporan Ya Tak ada laporan

Page 12: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

119 Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

hemodinamik pasien, menjadi panduan dalam memberikan terapi, untuk titrasi obat-obat vasoaktif dan dapat menjadi panduan dalam pemberian terapi cairan.13

Regional anestesi mempunyai keuntungan blok simpatis (simpatektomi), menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat menurunkan preload dan afterload. Untuk pasien dengan kardiomiopati peripartum dapat digunakan tehnik epidural dengan titrasi pelan, intratekal opioid melalui tehnik CSE, tehnik spinal kontinyu

dan low dose of spinal anesthesia, tehnik ini memberikan keuntungan menjaga stabilitas tekanan darah. Tehnik epidural anestesi juga bisa membantu memberikan analgesia pasca operasi. Sementara tehnik spinal anestesi single-shot tidak dianjurkan karena terjadi perubahan hemodinamik yang sangat cepat yang mungkin tidak dapat ditoleransi dengan baik.13,14 General anestesi dibutuhkan pada keadaan darurat (fetal distres) atau ketika tehnik regional anestesi merupakan kontraindikasi pada pasien dengan terapi antikoagulan. Jika tehnik general anestesi

Anestesi Regional Anestesi GeneralKeuntungan Ibu sadar saat melahirkan bayi Terhindari dari kecemasan selama operasi

Pasangan bisa saja hadir Tak terdampak masalah antikoagulasiTerhindar dari resiko anestesi general Bisa memberikan 100% oksigen jika diperlu-

kanMemungkinkan titrasi perlahan terhadap respon obat

Lebih mudah pemasangan monitor invasif

Analgesik pasca operasi yang lebih baik Lebih melakukan DC cardioversion jika diper-lukan

Lebih sedikit pusing/ muntah pasca operasi Memungkinkan tracheobronchial suction Transisi mudah ke ventilati postoperative jika perlu

Kerugian Kecemasan ibu berakibat buruk-buruk pada kardiovaskuler

Intubasi trakea gagal/sulit

Sulit untuk berbaring Aspirasi isi lambungMasalah anti-koagulasi Depresi kardiovaskuler dan intubasi/ekstubasiResiko sakit kepala Efek depresi jantung dari obat anestesikResiko blok yang tak adekuat Resiko awarenessResiko blok yang terlalu tinggi disertai kesulitan

N2O cenderung memperbesar gelembung udara (penting pada pasien right-to-left shunt yang punya resiko emboli udara sistemik

Penurunan resistensi veskuler sistemik resiko hipotensi berat (terutama pada pasien dengan output cardiac terbatas) atau hipok-semia yang memburuk (pada pasien dengan shunt kanan ke kiri

Gas anestesik membuat uterus jadi rileksDepresi nafas ibu dan bayi akibat opioid

Bisa memberikan O2 100%Tidak nyaman jika operasinya lama Peningkatan resiko atelectasis pasca operasi

Peningkatan resiko thromboemboli

Lebih sakit/mual/muntah pasca operasi

Tabel 3. Perbandingan Regional Anestesi dan General Anestesi

Page 13: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

120 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

menjadi pilihan maka sebaiknya menggunakan tehnik induksi yang menggunakan obat-obat induksi yang tidak mendepresi jantung (seperti etomidat) dan pemeliharaannya menggunakan dosis tinggi opioid. Hati-hati terhadap resiko terjadi depresi pernafasan janin, hal ini harus sudah dapat diantisipasi sebelumnya. Proses laringoskopi dan intubasi yang disertai pemberian obat anestesi yang mendepresi jantung bisa memberikan efek yang tidak baik pada pasien dengan peripartum kardiomiopati.13,14

PrognosisPrognosis tergantung pada berapa lama fungsi ventrikel kiri kembali normal, semakin cepat kembali normal prognosisnya semakin baik. Kardiomiopati peripartum mempunyai angka rekurensi yang tinggi, sehingga pasien yang mempunyai gejala kardiomegali yang menetap selama 6 bulan post partum dianjurkan untuk tidak hamil lagi karena angka kematian meningkat 11–14% untuk kehamilan selanjutnya. Jika fungsi ventrikel kiri tetap terganggu setelah 1 tahun persalinan, maka angka kematian meningkat 20% pada kehamilan berikutnya. Dan apabila setelah melahirkan terdapat kardiomegali yang menetap maka angka kematian meningkat menjadi 40–80%.3-5,15 Lebih dari 50% pasien menunjukkan normalisasi ejection fraction dalam waktu 6 bulan.15

III. Simpulan

Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang sering timbul pada periode post partum. Etiologinya tidak jelas, insidensi bervariasi tergantung geografi, dengan faktor resiko antara lain umur tua, multiparitas, ras afrika, kehamilan ganda dan penggunaan kokain atau alkohol. Gambaran klinis seperti sesak, berdebar-debar, fenomena tromboemboli. Echokardiografi diperlukan untuk diagnosis kardiomiopati peripartum yang menggambarkan penurunan fraksi ejeksi. Penatalaksanaan kardiomiopati meliputi optimalisasi hemodinamik, menurunkan afterload, optimalisasi preload dan kontraksi jantung. Pemilihan tehnik anestesi pada prinsipnya meningkatkan fungsi sistolik dan mencegah terjadinya cardiac arrest.

Pilihan tehnik anestesi yang akan digunakan merupakan hak prerogatif dokter ahli anestesi, sesuai dengan kondisi klinis ibu saat itu dengan memperhatikan efek obat terhadap ibu maupun janin. Angka kematian dilaporkan 15–50%, dan angka rekurensinya cukup tinggi sehingga disarankan untuk tidak hamil lagi.

Daftar Pustaka

1. Maron BJ. Cardiomyopathies. In: Fuster V, editor. The AHA Guidelines and Scientific Statements Handbook. New York:Willey‐Blackwell; 2009;236‐43.

2. Lilly LS, Lee TC, Dec GW. The Cardiomyopathies. In: Pathophysiology of heart disease, 5th edition. Lippincott William & Wilkins, 2011; 244–60.

3. Oakley CM. Peripartum cardiomyopathy. In: Women & Heart Disease, 2nd edition. Taylor & Francis, 2005;341–48.

4. Foster O, Ansari AA, Sliwa K. Current issues in the diagnosis and management of peripartum cardiomyopathy. Women’s Health, 2006;2(4): 587–96.

5. Shaikh N. An obstetric emergency called peripartum cardiomyopathy. Journal of Emergency Trauma and Shock 2010;3:39–42.

6. Foley MR, Rokey R, Belfort MA. Cardiac Disease. In: Critical care obstetrics, 5th edition. Blackwell Publishing Ltd, 2010; 256–77.

7. Richards NA, Yentis SM. Anaesthesia, analgesia and peripartum management in women with pre-existing cardiac and respiratory disease. Fetal and maternal medicine review, 2006;17(4):327–47.

8. Chestnut DH, Polley LS, Tsen LC, Wong CA. Chestnut’s obstetric anesthesia principles and practice, 4th edition. Mosby elsevier, 2009;15–36.

Page 14: Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum

121

9. Hilfi ker-Kleiner D, Kaminski K, Podewski E, Bonda T, Schaefer A, Sliwa K, et al. A cathepsin D-cleaved 16 kDa form of prolactin mediates postpartum cardiomyopathy. Cell 2007;128:589–600.

10. Watkins H, Ashrafian H, Redwood C. Inherited cardiomyopathies. New England Journal Medicine 2011;17:1643–56.

11. Lata I, Gupta R, Sahu S, Singh H. Emergency management of decompensated peripartum cardiomyopathy. Journal of emergency, trauma and shock, 2009;12:124–8.

12. McHugh AMG. Recognizing and treating peripartum cardiomyopathy. Nursing, 1999;29(3):32C8.

13. Fragneto RY. The high-risk obstetric patient. In: Obtsteric and gynecologic anesthesia: the requisites in anesthesiology. Elsevier mosby, 2006:79–113.

14. Carvalho B, Jackson E. Structural heart disease in pregnant women. In: Obstetric

anesthesia and uncommon disorders, 2nd edition. Cambridge university press, 2008;1–27.

15. Maitra G, Sengupta S, Rudra A, Debnath S. Pregnancy and non-valvular heart disease-anesthetic considerations. Annals of cardiac anaesthesia, 2010;132:102–9.

16. Morales A, Painter T, Li R, Siegfried JD, Li DX, Norton N. Mutations in 6 Genes Identified in Patients With Peripartum Cardiomyopathy. JACC March 9 2010;55;10A:1029–168.

17. Sliwa K1, Hilfiker-Kleiner D, Petrie MC, Mebazaa A, Pieske B, Buchmann E, et al. Position statement on current state of kowledge on aetiology, diagnosis, management, and therapy of peripartum cardiomyopathy: a position statement from the Heart Failure Association of the European Society of Cardiology Working Group on Peripartum Cardiomyopathy. European Journal Heart Failure 2012;12:767–78. http://eurjhf.oxfordjournals.org/content/12/8/767.full.pdf+html

Patofisiologi dan Penanganan Kardiomiopati Peripartum