partisipasi kader lansia dalam memberikan pelayanan di
TRANSCRIPT
Partisipasi Kader Lansia Dalam Memberikan Pelayanan di Posyandu Lansia (Studi Kasus Pada Posyandu Lansia RW 011, di Kelurahan Malaka
Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur)
Debora Priskila & Wisni Bantarti
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
E-mail: [email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas mengenai partisipasi lansia sebagai kader di posyandu lansia RW 011, Kelurahan Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Tujuannya adalah memberikan gambaran partisipasi yang dilakukan kader lansia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan ada tiga faktor yang melatarbelakangi partisipasi kader lansia di posyandu yaitu kemauan, kemampuan, dan kesempatan, selain itu ada dua bentuk partisipasi kader lansia di posyandu yaitu partisipasi subyektif dan partisipasi obyektif. Partisipasi kader lansia di posyandu lansia tersebut didukung oleh beberapa faktor seperti lama tinggal, jarak tempuh, apresiasi, kebermanfaatan program, tingkat pendidikan, dukungan keluarga, dan dukungan masyarakat. Selain itu terdapat pula faktor penghambat partisipasi kader lansia di posyandu lansia seperti faktor fisik, dan ketersediaan sarana dan prasarana posyandu. Kata kunci: Lansia, Partisipasi, Partisipasi kader lansia, Posyandu Lansia
Elderly Participation As Cadre in Providing Services at Posyandu Elderly Service (Case Study in Posyandu Elderly Service RW 011, Malaka Jaya Village, Duren Sawit Sub-districts,
East Jakarta)
Abstract
This research reviews about the elderly participation as cadre in posyandu elderly service RW 011, Malaka Jaya Village, East Jakarta. The goal is to give everyone idea about the participation of the elderly. As known that elderly are often regarded as a weak object. This research was qualitative research with descriptive design. The result showed that there are three factors which aspect influenced the participation of elderly cadres that is willingness, ability, opportunity. And two forms of participation of elderly cadres that is participation subjectively and objectively. It is supported by many factors such as lenght of stay, mileage, awards, usefulness program, level of education, family support, and community support and there are hinder factors of elderly participation as cadre in posyandu elderly service such as physical factors and availibility of facilities and infrastructure.
Key Words: Elderly, Participation, Elderly Participation as Cadre, Posyandu Elderly Service
Pendahuluan
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia
harapan hidup penduduk, yang menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat
dari tahun ke tahun. Menurut undang – undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
tahun ke atas. Diseluruh dunia penduduk Lansia (usia 60+) tumbuh dengan sangat cepat
bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya. Saat ini di seluruh dunia diperkirakan ada
500 juta lansia dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan
mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2000).
Walaupun merupakan salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan, proses
penuaan penduduk berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun
kesehatan. Dalam bukunya Hurlock (1999) disebutkan bahwa “Seperti periode lainnya dalam
rentang kehidupan seseorang, lanjut usia memiliki perubahan karakteristik fisik serta
psikologis” (p. 380). Perubahan penampilan lansia terlihat dari mulai munculnya kerutan –
kerutan pada kulit, penurunan kecepatan gerakan, rambut menipis dan berubah warna
(Zastrow, 1994, p. 567). Perubahan pada bagian dalam tubuh terlihat dari mulai menurunnya
kemampuan tubuh dan penurunan daya tahan tubuh para lansia. Hal ini membuat mereka
merasakan munculnya gangguan kesehatan seperti gangguan pencernaan. Jantung,
pernafasan, dan lain – lain (Hurlock, 1991, p. 389).
Selain mengalami proses penuaan, muncullah stigma negatif tentang lansia. Stigma
tersebut menurut Jahja (2011) seperti cerita rakyat yang menggambarkan lansia sebagai
seseorang yang tidak menyenangkan, pendapat klise lama dimana keadaan fisik dan mental
lansia yang loyo, usang, sering pikun, dan sulit hidup bersama karena hari – hari yang penuh
dengan manfaat telah lewat, sehingga orang usia lanjut tidak lagi dapat berperan aktif dan
melakukan produktivitas yang tinggi dalam suatu lembaga tertentu dikarenakan kemampuan
fisik dan mentalnya lemah (p. 313-314). Melihat permasalahan lansia, diperlukan program
pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia yang terencana dan untuk menstabilkan
fisik para lansia serta memenuhi kebutuhan biopsikososial lansia.
Dalam UU Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, pasal 4
disebutkan bahwa “Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bertujuan untuk memperpanjang
usia harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian dan kesejahteraannya,
terpelihara sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa Indonesia serta lebih mendekarkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Dalam UU tersebut bab 2 pasal 3 juga disebutkan bahwa
upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap dapat
diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi,
kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia dan kondisi fisiknya, serta
terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial lanjut usia.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah menciptakan posyandu lansia.
Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia (Komnas Lansia, 2010), dikatakan
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
bahwa program ini merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang bersumber daya
masyarakat dan diselenggarakan oleh masyarakat. Meskipun bersumber daya masyarakat,
tetapi pemerintah tetap ikut andil dalam hal penyediaan bantuan, teknis, dan kebijakan.
Pemerintah dalam posyandu lansia berusaha memberdayakan para lansia untuk ikut
berpartisipasi aktif dalam pembangunan guna mengurangi kemiskinan, meningkatkan derajat
kesehatan, dan mendukung kehidupan sosial lansia itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan
bahwa posyandu lansia merupakan salah satu bentuk kebijakan pelayanan kesehatan yang
dirumuskan pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia
untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna. Selain untuk meningkatkan derajat
kesehatan lansia, posyandu lansia juga bertujuan untuk memenuhi aspek biopsikososial lansia
dengan mengajak lansia berpartisipasi secara aktif di posyandu lansia.
Pada kenyataannya banyak faktor yang mempengaruhi turut tidaknya partisipasi lansia
dalam upaya pencapaian suatu program. Kenyataan yang ada dibeberapa daerah partisipasi
lansia masih kurang, seperti beberapa data yang dijelaskan dibawah ini.
Beberapa hasil penelitian selama ini hanya menjelaskan mengenai pemanfaatan
posyandu lansia oleh lanjut usia, dimana partisipasinya bersifat obyektif, yang menurut Rusidi
(1994) yang didukung oleh hasil penelitian Aprillia (2004), partisipasi obyektif berarti
partisipan melibatkan diri dalam suatu kegiatan di mana ia sendiri sebagai obyek dari kegiatan
itu, dengan melibatkan diri sebagai obyek berarti menyumbangkan diri terhadap kegiatan
untuk menerima (memanfaatkan) sesuatu dari kegiatan itu, sehingga tujuan yang hendak
dicapai untuk kepentingan bersama bisa tercapai. Sedangkan di posyandu lansia Malaka Jaya
partisipasi lansia bukan hanya obyektif, tetapi partisipasi subyektif. Partisipasi subyektif
adalah partisipasi dimana partisipan diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu dalam
kegiatan. Dalam National Commission for Older Persons (2002) dianjurkan untuk penduduk
berpartisipasi penuh dalam kehidupan keluarga dan kemasyarakatan di masa tua, hal ini
bertujuan untuk memperpanjang umur harapan hidup secara sehat dan kualitas hidup seluruh
penduduk di masa tua. Berpartisipasi penuh berarti bukan hanya menerima layanan, tetapi
juga menyumbangkan sesuatu.
Adapun penelitian ini akan menggambarkan partisipasi lansia bukan hanya secara
objektif tetapi secara subyektif, dimana lansia bertindak sebagai (kader) yang memberikan
pelayanan kepada lansia dan menyumbangkan sesuatu baik itu tenaga, material, maupun
pikiran, yakni di posyandu lansia RW 011, Kelurahan Malaka Jaya, Jakarta Timur.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan penelitian yang timbul adalah
sebagai berikut :
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
1. Apa latar belakang kader lansia memberikan pelayanan di posyandu lansia?
2. Bagaimana partisipasi kader lansia dalam memberikan pelayanan di posyandu lansia?
3. Apa faktor – faktor yang mendukung dan menghambat partisipasi kader lansia di posyandu
lansia?
Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran mengenai latar belakang kader
lansia dalam memberikan pelayanan di posyandu lansia, melihat bagaimana partisipasi lansia
dalam memanfaatkan dan berkontribusi terhadap pelayanan di posyandu lansia dan faktor –
faktor apa pendukung dan penghambat partisipasi kader lansia sehingga dapat berperan aktif
di posyandu lansia.
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, dimana dalam penelitian berusaha menyajikan
gambaran yang lengkap mengenai setting sosial dan hubungan yang terdapat dalam
penelitian. Menurut Neuman (2007), tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan
secara detail dan spesifik suatu situasi, setting sosial, atau sebuah hubungan (p. 22).
Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan
menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan,
diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif (Saryono, 2010, p. 1)
Kerangka Teori
Lansia dan Klasifikasi Lansia
Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
(dalam Nugroho, 2008), lansia adalah seseorang yang berusia 65 tahun ke atas untuk Amerika
Serikat dan Eropa menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: Usia pertengahan (middle age)
adalah 45 – 59 tahun; Lanjut usia (elderly) adalah 60 – 74 tahun; Lanjut usia tua (old) adalah
75 – 90 tahun; Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).
Masalah pada Lansia
Ada beberapa masalah umum bagi orang yang memasuki usia lanjut (Hurlock, 1991, p. 387) :
1. Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, sehingga bergantung pada orang lain
2. Status ekonomi lansia terancam karena pendapatan mereka berkurang.
3. Sulit untuk mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah
meninggal atau pergi jauh atau cacat
4. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah
5. Dll
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
Perubahan pada Lansia
Aspek Fisik. Sistem indera lansia seperti penglihatan mulai mengalami penurunan.
Ketajaman penglihatan pun sudah mulai kabur, lansia mulai kehilangan gigi, liver mengecil,
sensitivitas di lambung menurun, berat badan menurun, dll.
Aspek Psikologis. Lansia akan mengalami perubahan yaitu akan lebih mudah merasa frustasi
atau kesepian dikarenakan jumlah mereka diantara keluarga dan lingkungannya yang mulai
menjadi minoritas. Selain itu mereka juga akan merasa takut kehilangan yang berlebihan,
karena banyak rekannya bahkan suami atau istrinya yang telah meninggalkan mereka, selain
itu mereka juga takut ditinggalkan oleh anak – anak mereka karena anak – anak yang sudah
mulai dewasa dan memiliki kehidupan dengan keluarga barunya, takut menghadapi kematian,
perubahan keinginan, dan depresi.
Aspek Sosial. Penurunan fungsi tubuh lansia membuat lansia tidak lagi produktif dan dapat
bersosialisasi dengan baik seperti sebelumnya. Lansia juga mengalami perubahan peran
dimana lansia seringkali dianggap tidak berguna lagi. Lebih jauh lagi lansia diharapkan
mengurangi peran aktifnya dalam urusan masyarakat dan sosial. Hal ini mengakibatkan
pengurangan jumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia (Hurlock, 1999, p. 384).
Teori Aktivitas (Activity Theory)
Teori aktivitas dikembangkan oleh (Palmore dan Lemon et al.). Teori aktivitas
menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung pada bagaimana individu atau lansia
merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas.Havighurst (1952) adalah orang pertama
yang menulis tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri
yang sehat untuk lansia. Seseorang yang dimasa mudanya aktif biasanya akan meneruskan
keaktifan pada masa tuanya. Sense of Integrity yang dibangun pada masa mudanya akan
terpelihara sampai tua. Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan mengikuti
banyak kegiatan sosial. Hal tersebut untuk mempertahankan antara sistem sosial dengan
individu agar kehidupan lansia tetap stabil. (Nugroho, 2000)
Lansia aktif (active aging)
Istilah active aging diadopsi oleh WHO pada akhir tahun 1990. Maksud dari istilah
tersebut adalah mengakui bahwa ada faktor – faktor lain yang mempengaruhi penuaan
penduduk selain faktor kesehatan atau pelayanan kesehatan. Karena itu WHO, mendefinisikan
active aging sebagai proses mengoptimalkan peluang kesehatan, partisipasi, dan keamanan
untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang di masa tua (WHO, 2002).
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
Aktif berarti turut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial, ekonomi, budaya,
spiritual, dan kemasyarakatan. Lansia diharapkan bukan hanya aktif dalam angkatan kerja
saja, tetapi mereka yang telah memasuki masa pensiun dapat tetap berkontribusi dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, bahkan negara. Tujuan lansia aktif adalah untuk
memperluas harapan hidup lansia dan meningkatkan kualitas hidup para lanjut usia termasuk
mereka yang lemah, cacat, dan memerlukan perawatan (WHO, 2002).
Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah suatu sarana pelayanan kesehatan yang dipergunakan untuk
melayani lanjut usia dalam tingkat masyarakat. Program pengembangan dari kebijakan
pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia, sebagai suatu forum komunikasi dalam
bentuk peran serta masyarakat usia lanjut, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial
dalam penyelenggaraanya, dalam upaya peningkatan tingkat kesehatan secara optimal.
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah
tertentu yang sudah di sepakati, yang di gerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa.
Partisipasi
Adi (2008, p. 110), mengatakan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat
dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan
pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan
upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengavaluasi perubahan
yang terjadi. Menurut Adi (2007) apabila masyarakat tidak banyak dilibatkan dalam berbagai
tahapan perubahan dan hanya bersifat pasif dalam perencanaan, maka masyarakat akan
cenderung menjadi lebih dependent (tergantung) pada orang lain dan semakin meningkat.
Margono dalam Mardikanto (2003), menjabarkan tiga faktor utama yang mendukung
partisipasi tersebut:
1. Adanya kesempatan yang diberikan masyarakat untuk berpartisipasi
2. Adanya kemauan untuk berpartisipasi
3. Adanya kemampuan dalam berpartisipasi
Faktor lain yang Mempengaruhi Partisipasi
a. Penghargaan
Ife dalam Adi (2008) mengatakan bahwa berbagai bentuk partisipasi harus diakui serta
dihargai. Ini akan semakin membuat masyarakat terdorong untuk berpartisipasi.
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
b. Dukungan struktur masyarakat
c. Kebiasaan
Adi (2008, p. 260) mengatakan bahwa setiap individu pada umumnya akan bereaksi
sesuai dengan kebiasaannya. Kebiasaan merupakan salah satu hal yang dapat
mempengaruhi sikap. Dalam hal ini, kebiasaan dapat menjadi penghambat partisipasi
maupun mendorong partisipasi.
d. Kebermanfaatan program
Balu dalam Ndraha (1990) mengatakan bahwa semakin banyak manfaat program yang
akan diperoleh suatu pihak dari pihak lain melalui kegiatan tertentu, maka keterlibatan
mereka dalam kegiatan tersebut juga semakin besar. (p. 105)
e. Dukungan Keluarga
Rodin & Salovey (1989) dalam Smet (1994) menyatakan bahwa perkawinan dan keluarga
merupakan sumber dukungan sosial terpenting. Terkait dengan partisipasi lansia dalam
posyandu lansia, dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau
kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia.
f. Jarak tempuh
Yang dimaksud dengan jarak adalah ukuran jauh dekat kegiatan pelaksanaan posyandu
dilakukan dengan tempat tinggal para lansia. Ife (2008) mengatakan bahwa ketika
seseorang berpartisipasi dibutuhkan sarana pendukung seperti akses yang mudah dan
letak tempat kegiatan yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat.
g. Faktor Pekerjaan dan Penghasilan
Menurut Angell, pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari -
hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat. Hal ini
berarti bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana
yang mapan dalam perekonomiannya (Angell dalam Ross, 1967, p. 130).
h. Faktor Tingkat Pendidikan
Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap lingkungannya,
suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat (Angell
dalam Ross, 1967, p. 130).
i. Faktor Lama Tinggal
Faktor ini dianggap mempengaruhi partisipasi karena warga masyarakat yang lebih lama
tinggal akan lebih besar perasaan “memiliki” nya daripada warga yang tinggal untuk
sementara waktu saja. Sehingga mereka yang tinggal menetap selalu berusaha untuk
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesejahteraan lingkungan hidupnya melalui
partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan yang ada (Angell (dalam Ross, 1967, p. 130).
Bentuk – bentuk Partisipasi
menurut Rusidi (1994, p. 12) berdasarkan beberapa pengertian dan bentuk partisipasi
yang dikemukakan para pakar,dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah peran serta atau
ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan yang bermanfaat bagi
kepentingan umum, dengan cara menyumbangkan pikiran dan material atau tenaga. Dalam
hal ini partisipasi dilihat dari dua segi yaitu segi subyektif dan obyektif. Segi subyektif artinya
partisipan dipandang sebagai subyek yang menyumbangkan sesuatu. Sedangkan segi
obyektif, artinya partisipan melibatkan diri dalam suatu kegiatan di mana ia sendiri sebagai
obyek dari kegiatan itu, dengan melibatkan diri sebagai obyek berarti menyumbangkan diri
terhadap kegiatan untuk menerima (memanfaatkan) sesuatu dari kegiatan itu, sehingga tujuan
yang hendak dicapai untuk kepentingan bersama bisa tercapai (Rusidi, 1994, p. 14).
Hamijoyo (2007) tentang tiga macam partisipasi dalam segi subyektif, yaitu berupa
ide, dana/peratalan dan tenaga, seperti penjelasan berikut ini:
1. Memberikan sumbangan berupa ide (gagasan/pikiran)
2. Memberikan sumbangan berupa material (dana, uang, barang, alat)
3. Memberikan sumbangan tenaga
Hasil Penelitian
Posyandu lansia adalah salah satu bentuk pelayanan berbasis masyarakat, dari, oleh,
dan untuk masyarakat yang dibuat oleh pemerintah yang dilakukan dengan dukungan petugas
kesehatan seperti dokter dan petugas puskesmas, untuk meningkatkan kesejahteraan lansia.
Tujuan posyandu lansia adalah meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia
dimasyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia,
serta mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam
pelayanan kesehatan. Menurut Adi (2007, p. 23) Tujuan intervensi sosial untuk lansia yang
berbasis masyarakat seperti posyandu lansia adalah untuk meningkatkan taraf hidup para
lansia. Dalam meningkatkan kesejahteraan para lansia menurut Adi (2007) dibutuhkan
pengetahuan akan masalah (problems), kebutuhan (needs), dan kondisi yang diinginkan oleh
lansia (expected condition). Dan informasi mengenai hal ini hanya digali kebenarannya dari
lansia itu sendiri. Karena itu lansia adalah sumber daya utama yang dibutuhkan dalam
meningkatkan program berbasis masyarakat seperti posyandu lansia. Hal tersebut berarti,
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
partisipasi lansia sebagai pelaku perubahan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan tujuan dan
meningkatkan taraf hidup lansia melalui posyandu lansia. Partisipasi lansia dalam posyandu
biasanya hanya sebagai pengguna layanan. Tetapi sebagai pelaku perubahan lansia bukan
hanya menerima layanan saja tetapi sedapat mungkin juga masuk dalam struktur organisasi
posyandu. Seperti yang terjadi di posyandu lansia RW 011, dimana lansia bertindak sebagai
kader posyandu. Kelurahan Malaka Jaya terdiri dari tiga orang kader yang merupakan lansia
dan satu orang kader yang merupakan pra lansia. Lansia yang diteliti menurut WHO (1989)
adalah mereka yang termasuk Lanjut usia (elderly) yang berusia 60 – 74 tahun.
Latar belakang lansia menjadi kader
Keterlibatan kader lansia dalam memberikan pelayanan di posyandu lansia menjadi
perhatian khusus. Hal ini dikarenakan menurut Jahja (2011), lansia sering kali dianggap
sebagai seseorang yang tidak lagi produktif dan dapat bersosialisasi dengan baik. Dengan
keterlibatan para lansia ini sebagai kader dalam posyandu lansia mematahkan mitos – mitos
yang kurang baik mengenai lansia. Penelitian ini menemukan beberapa alasain umum yang
melatarbelakangi lansia terlibat dalam memberikan pelayanan di posyandu lansia, yaitu:
Pertama adalah karena penunjukan. Kader lansia dapat berpartisipasi dalam posyandu
lansia dikarenakan penunjukkan. Penunjukkan terjadi karena adanya kepercayaan kepada
orang yang ditunjuk. Selain itu orang yang ditunjuk oleh masyarakat adalah orang yang
memiliki pendidikan yang baik, yang dapat berkomunikasi dengan baik dengan warga.
Alasan kedua adalah untuk mengisi waktu luang. Beberapa dari kader lansia
perempuan juga sudah kehilangan suami, dan merasa bosan selalu berada dirumah, sehingga
butuh menyibukkan diri untuk mengisi waktu kosong mereka. Hal ini sesuai pernyataan
Achir, et. al. (2001) yang menyatakan bahwa usia harapan hidup perempuan lebih tinggi
dibandingkan laki – laki.
Alasan lainnya adalah hobi. Kegemaran masuk dalam organisasi merupakan salah satu
hal yang melatar belakangi lansia menjadi kader. Para lansia ditemukan tidak lagi
mengharapakan uang dari kegiatan mereka, hal tersebut juga dikarenakan status sosial
ekonomi para kader lansia cukup baik.
Selanjutnya yang membuat para lansia ini mau memberikan pelayanan di posyandu
adalah karena waktu yang tepat untuk berpartisipasi. Beberapa lansia memiliki tugas lain di
masa tua mereka seperti mengurus cucu ketika anak – anak mereka bekerja. Lansia ini dapat
mengurus cucunya yang masih balita sementara orangtuanya dapat bekerja tanpa terganggu
dihari – hari kerja orangtuanya. Dan anak – anak mereka dapat berkarir dengan baik. Karena
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
waktu pelaksanaan posyandu biasanya hanya satu kali dalam sebulan dan pada hari libur dan
untuk rapat kader hanya diadakan satu kali dalam satu bulan juga, sehingga lansia dapat ikut
memberikan pelayanan. Sehingga tidak dapat dipungkiri waktu yang sesuai bagi lansia
mempengaruhi partisipasi lansia tersebut dalam memberikan pelayanan.
Alasan lain para lansia ini mau menjadi kader adalah sebelum memasuki masa lansia,
dua informan merupakan seorang pegawai negri sipil (bekerja). Dalam teori active aging,
aktif berarti turut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial, ekonomi, budaya, spiritual,
dan kemasyarakatan. Teori ini mengharapkan agar lansia bukan hanya aktif dalam angkatan
kerja saja, tetapi mereka yang telah memasuki masa pensiun dapat tetap berkontribusi dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, bahkan negara.
Hal ini senada dengan hasil penelitian dimana informan yang telah memasuki masa
pensiun dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Seperti ditemukan
dua informan sebelumnya bekerja sebagai pegawai negri sipil setelah memasuki masa pensiun
tetap berkontribusi dalam lingkungan keluarganya dan lingkungan masyarakatnya dimana
mereka menjadi kader posyandu. Kontribusi lain yang dilakukan oleh informan dalam
lingkungan keluarga adalah ikut membantu mengurus cucu mereka.
Ada pula kader lansia yang kegiatan sebelum memasuki usia lansia merupakan ibu
rumah tangga, tetapi ketika masa mudanya ia banyak mengikuti kegiatan kemasyarakatan
seperti PKK, pengajian dan arisan – arisan. Hal ini sesuai dengan teori aktivitas (activity
theory) yang dikemukakan oleh Nugroho (2000), dimana seseorang yang dimasa mudanya
aktif biasanya akan meneruskan keaktifan pada masa tuanya. Sense of Integrity yang dibangun
pada masa mudanya akan terpelihara sampai tua. Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang
aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial. Para kader ini pada masa mudanya adalah orang –
orang yang aktif, ada yang merupakan pegawai, ada pula yang merupakan ibu rumah tangga
yang telah lama aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Hal tersebutlah yang
mendorong mereka menjadi kader di posyandu lansia. Pekerjaan mereka sebelum memasuki
masa lansia dan keaktifan mereka sebelum memasuki masa lansia juga mempengaruhi
penunjukkan terhadap kader.
Faktor yang melatarbelakangi partisipasi kader lansia di posyandu lansia
Dalam penelitian terlihat bahwa ada faktor – faktor yang melatarbelakangi partisipasi
kader lansia di posyandu lansia. Menurut Margono dalam Mardikanto (2003), ada tiga faktor
utama yang mendukung partisipasi yaitu:
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
Adanya kesempatan yang diberikan masyarakat untuk berpartisipasi. Kesempatan
yang diberikan masyarakat kepada lansia merupakan faktor pendorong para lansia menjadi
kader. Kesempatan yang diberikan biasanya berdasarkan unsur kepercayaan serta hubungan
yang terjalin baik antara kader lansia dengan masyarakat sekitar, sehingga menimbulkan
kepercayaan di lingkungan sekitar terhadap kinerja para lanjut usia. Hubungan yang terjalin
baik berarti aspek sosial lansia sehat. Penunjukkan merupakan salah satu bentuk kesempatan
yang diberikan masyarakat untuk lansia dapat berpartisipasi dalam memberikan pelayanan di
posyandu lansia. kesempatan lainnya adalah karena lansia tinggal sendiri dan beberapa lansia
sudah ditinggal oleh pasangan dan anak – anak mereka, serta sudah pensiun sehingga lansia
memiliki kesempatan untuk berpartisipasi di lingkungan posyandu.
Adanya kemauan untuk berpartisipasi. Menjadi kader ditemukan dalam penelitian
adalah kemauan sendiri, setelah memasuki masa lansia hal inilah yang menjadi kunci utama
bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi. Karena berpartisipasi merupakan keinginan
yang timbul dari dalam diri sendiri, maka tugas yang dilakukan pun akan dikerjakan pun akan
terasa lebih mudah seperti penjelasan para informan. Selain itu terlihat juga bahwa kegemaran
lansia masuk kedalam organisasi dan perasaan senasib sepenanggungan membuat para lansia
memiliki kemauan untuk memberikan pelayanan di posyandu.
Adanya kemampuan dalam berpartisipasi. Hal lainnya yang tidak kalah pentingnya
adalah kemampuan untuk berpartisipasi. Saat seorang lansia sudah memiliki kesempatan dan
kemauan, tetapi tanpa kemampuan yang baik maka partisipasi nya tidak akan maksimal. Hal
ini karena dalam berpartisipasi seperti di posyandu lansia, seorang kader lansia perlu untuk
menentukan dan memahami kesempatan – kesempatan yang ada dalam posyandu, hal tersebut
sudah dilakukan oleh para kader melalui sumbangan pemikiran yang mereka berikan yang
mencakup ide – ide baru untuk kegiatan posyandu yang dilihat dari kesempatan –
kesempatan yang ada. Selain itu lansia diharapkan mampu untuk melaksanakan kegiatan
posyandu yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. Dalam
hal ini pendidikan memang merupakan salah satu hal yang mendukung seseorang memiliki
kemampuan untuk berpartisipasi. Hal tersebut pun dilakukan oleh para kader lansia, misalnya
pendidikan petugas kesehatan atau menjahit, maka kader posyandu ini memberikan pelayanan
di bidang kesehatan atau mengajarkan keterampilan menjahit.
Partisipasi kader lansia di posyandu lansia
Partisipasi subyektif kader lansia
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
Partisipasi yang dilakukan oleh kader lansia di posyandu lansia terdiri dari banyak hal.
seperti melaksanakan tugas administrasi posyandu yang ada dalam Depkes RI (2003b),
memberikan pelayanan secara langsung kepada para anggota posyandu, memberikan
informasi yang dibutuhkan anggota posyandu, memberikan pelatihan keterampilan kepada
anggota, memberikan pelayanan kesehatan kepada anggota posyandu, dan beberapa hal
lainnya. Hal ini berarti bentuk partisipasi yang dilakukan oleh kader lansia adalah partisipasi
subyektif. Menurut Rusidi (1994), partisipasi dalam segi subyektif artinya partisipan
dipandang sebagai subyek yang menyumbangkan sesuatu. Dalam hal ini lansia yang
menyumbangkan sesuatu. Hamijoyo (2007) menjelaskan dalam partisipasi subyektif, bentuk
partisipasinya dapat kita lihat dalam tiga bentuk seperti dijelaskan dibawah ini:
Memberikan sumbangan berupa ide (gagasan/pikiran). Partisipasi dalam bentuk
sumbangan ide / gagasan / pikiran dilakukan lansia dengan memberikan masukan – masukan
yang bersifat membangun demi terlaksananya tujuan yang diharapkan bersama, seperti ide –
ide baru untuk kegiatan posyandu agar lebih menarik. Sumbangan dalam bentuk ide lebih
banyak dan memungkinkan untuk dilakukan oleh lansia karena menurut Jahja (p. 322) dalam
psikologi perkembangan, mobilitas lansia semakin rendah karena kecepatan lansia menurun
serta kekuatannya pun semakin menurun, karena lanjut usia memerlukan waktu yang lebih
banyak untuk mendapakan kekuatan kembali. Sehingga jika tenaga yang diberikan terlalu
banyak, maka lansia akan sedikit mengalami kesulitan untuk mendapatkan kekuatan kembali.
Memberikan sumbangan berupa material (dana, uang, barang, alat). Salah satu
masalah lansia adalah status ekonomi mereka yang terancam karena pendapatan mereka
berkurang dan biaya pemeliharaan kesehatan meningkat. Tetapi ternyata tidak mengurangi
partisipasi mereka dalam bentuk swasembada dana dalam berbagai kegiatan posyandu. Para
kader lansia ini bekerja tanpa dibayar, mereka bukan hanya tidak dibayar tetapi justru mereka
juga menyumbangkan dana, uang, dan peralatan mereka untuk pelaksanaan posyandu lansia.
Partisipasi dalam bentuk sumbangan material, dapat berupa sumbangan dana/uang
yang dilakukan dalam bentuk iuran perbulan/perminggu, atau bisa juga sumbangan sukarela
yang diberikan sewaktu – waktu. Dalam hal ini lansia telah memberikan dana mereka untuk
membeli makanan dan minuman, untuk kegiatan administrasi, serta alat kesehatan milik para
informan pun juga diberikan untuk kegiatan posyandu. Menurut Hurlock (1991) salah satu
permasalahan yang dihadapi lansia adalah status ekonomi lansia terancam karena pendapatan
mereka berkurang. Walaupun memang tidak dapat dipungkiri pendapatan para lansia
berkurang dikarenakan mereka telah memasuki masa pensiun, tetapi penelitian ini
menemukan bahwa kader lansia tidak menganggap bahwa status ekonomi mereka terancam
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
saat mereka sudah mengalami masa pensiun dan lansia, terbukti dari keinginan mereka
memberikan dana mereka, bahkan peralatan yang mereka miliki untuk kegiatan posyandu.
Sehingga dapat dikatakan para kader telah memberikan sumbangan berupa material mereka.
Memberikan sumbangan tenaga. Menurut Hurlock (1991) para lansia seringkali
dianggap mengalami masalah di masa tua mereka seperti keadaan fisik lemah dan tidak
berdaya, sehingga bergantung pada orang lain. Namun dalam penelitian ini memperlihatan
bahwa para lansia ini mengalami ketidakberdayaan bahkan mereka masih dapat melayani
orang lain dimasa tua mereka. Para kader lansia ini juga dapat berjalan kaki, memasak,
mengikuti rapat – rapat, bahkan menjadi instruktur senam di posyandu lansia.
Karena para kader lansia di posyandu lansia telah memberikan ide mereka, sumbangan
material mereka, serta sumbangan tenaga mereka maka dapat dikatakan bahwa para lanjut
usia ini telah berpartisipasi secara subyektif dalam pelaksanaan posyandu lansia Malaka Jaya,
bukan hanya seperti pandangan masyarakat selama ini bahwa para lansia hanya berpartisipasi
sebagai obyek yang menerima layanan saja.
Dalam melakukan konseling dan kunjungan para lansia ini dapat berkomunikasi
dengan santai. Selain itu saat melakukan konseling, para kader lansia juga dapat
mendengarkan secara mendalam apa keluhan anggota posyandu tersebut. Hal ini mematahkan
mitos yang mengatakan bahwa lansia sudah tidak produktif lagi serta sulit untuk
berkomunikasi dengan lansia secara lebih dalam dan santai.
Menurut Jahja (2011) lansia sering dianggap sebagai pria dan wanita yang keadaan
fisik dan mentalnya loyo, usang, sering pikun, dan sulit hidup bersama dengan siapapun,
karena hari – hari yang penuh dengan manfaat telah lewat, sehingga orang usia lanjut tidak
lagi dapat berperan aktif dalam melakukan produktivitas yang tinggi dalam suatu lembaga
tertentu dikarenakan kemampuan fisik dan mentalnya lemah.
Hal tersebut tidak sepadan dengan hasil penelitian ini, walaupun tidak dapat
dipungkiri para lanjut usia ini mengalami penurunan fisik, Tetapi hal tersebut tidak berarti
mereka para lanjut usia merupakan orang – orang yang loyo dan usang seperti yang dikutip
dari pernyataan Jahja (2011). Hal ini terlihat dari kontribusi secara aktif para lanjut usia dalam
memberikan pelayanan di posyandu lansia seperti ketiga informan. Walaupun terjadi beberapa
perubahan fisik pada lansia, tetapi hal tersebut tidak membuat para kader lansia berhenti
memberikan pelayanan dengan kekuatan fisik yang mereka miliki. Justru di usia mereka yang
sudah memasuki lansia, mereka dapat memberikan tenaga mereka serta melewati hari – hari
bermanfaat dengan berkontribusi di posyandu, memiliki kegiatan di hari tua dan tidak merasa
frustasi karena memiliki banyak teman seusianya.
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
Partisipasi Obyektif kader lansia
menurut Rusidi (1994, p. 12) partisipasi dalam segi obyektif, artinya partisipan
meliabatkan diri dalam suatu kegiatan, di mana dalam hal ini kader lansia juga sekaligus
sebagai obyek dari kegiatan posyandu, dengan melibatkan diri sebagai obyek berarti
menyumbangkan diri terhadap kegiatan untuk menerima (memanfaatkan) sesuatu dari
kegiatan itu, sehingga tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk meningkatkan kesehatan para
lansia bisa tercapai. Dalam bentuk partisipasi obyektif, bentuk partisipasi adalah
memanfaatkan dan melaksanakan pelayanan posyandu. Seperti yang telah dijelakan bahwa
kader lansia melibatkan diri dalam kegiatan, selain ia sebagai subyek, ia pun menempatkan
diri sebgai dimana ia sendiri sebagai obyek dari kegiatan posyandu. Seperti mengikuti
pemeriksaan kesehatan di posyandu, mengikuti penyuluhan kesehatan di posyandu, serta
mengikuti senam bersama untuk lansia yang ada di posyandu.
Faktor – faktor yang mendukung dan menghambat partisipasi kader lansia
Faktor pendukung partisipasi
a. Lama tinggal
Faktor lain yang tidak dapat dipungkiri mempengaruhi partisipasi para kader posyandu
adalah faktor lama tinggal. Seluruh kader informan merupakan orang – orang yang sudah
tinggal lama di daerah tersebut. Hal itulah yang membuat para lansia ini mengenal banyak
masyarakat di daerah itu dan dikenal oleh masyarakat di daerah tersebut serta kepercayaan
masyarakat pada kader lansia ini akan semakin meningkat. Selain itu menurut (Angell dalam
Ross, 1967, p. 130) faktor ini dianggap mempengaruhi partisipasi karena warga masyarakat
yang lebih lama tinggal akan lebih besar perasaan “memiliki” nya daripada warga yang
tinggal untuk sementara waktu saja dan hal ini yang terjadi pada para kader lansia ini.
b. Jarak tempuh
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jarak
kegiatan pelaksanaan posyandu dilakukan dengan tempat tinggal para lansia. Para lanjut usia
yang mengalami penurunan fisik sebagian besar mengalami kesulitan jika jarak yang harus
ditempuh dari tempat tinggal mereka sampai ke posyandu jauh. Tetapi, karena jarak tempuh
antara tempat kegiatan posyandu dengan rumah mereka tidak lebih dari 500 meter, sehingga
membuat para lansia dengan leluasa datang ke posyandu lansia. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan salah satu informan yang mengatakan bahwa sedikit malas untuk datang jika jarak
yang harus ia tempuh jauh. Sehingga tidak dapat dipungkiri jarak tempuh mempengaruhi
keterlibatan lansia dalam memberikan pelayanan.
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
c. Apresiasi / Penghargaan
Penghargaan yang terdapat di dalam undang – undang belum didapatkan oleh para
kader lansia. Terbukti bahwa pemerintah belum serius dalam menangani masalah lansia.
Walaupun begitu, penghargaan telah diterima kader lansia dari masyarakat yang tidak
berbentuk fisik, seperti dukungan dari para anggota posyandu, ucapan terimakasih dari
anggota, dan pujian para anggota. Penghargaan pun dapat membuat lansia merasa tetap
berguna di masa tuanya. Jika penghargaan fisik diberikan, maka para lanjut usia akan lebih
merasa dihargai dan berusaha lebih baik lagi, seperti penjelasan informan bahwa dukungan
anggota lansia adalah sebuah penghargaan yang membuatnya terpacu untuk lebih kreatif dan
inovatif lagi. Apalagi jika penghargaan yang diberikan itu adalah penghargaan berbentuk
fisik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Ife dalam Adi (2008) bahwa berbagai bentuk
partisipasi yang dihargai akan semakin membuat masyarakat terdorong untuk berpartisipasi.
d. Kebermanfaatan program
Peter M. Balu (dalam Ndraha 1990) mengatakan bahwa semakin banyak manfaat
program yang diperoleh suatu pihak, makan akan meningkatkan keterlibatan pihak tersebut
dalam program. Para informan yang merupakan kader lansia merasakan banyak manfaat dari
keikutsertaannya menjadi kader. Hal tersebut membuat mereka bersemangat untuk
berpartisipasi dalam memberikan pelayanan.
e. Tingkat pendidikan
Angell (dalam Ross, 1967) mengatakan bahwa Pendidikan merupakan syarat mutlak
untuk berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana pendidikan mempengaruhi
para lansia bersikap terhadap lingkungannya, yaitu dengan berinisiatif masuk dalam kegiatan
sosial didaerahnya. Seluruh kader lansia di posyandu lansia ini juga memiliki pendidikan
yang cukup tinggi, yaitu minimal SMA. Hal tersebut ditemukan sangat penting karena tanpa
pendidikan maka akan sulit para kader ini berkomunikasi dengan para lansia, serta menyerap
ilmu – ilmu dan informasi yang didapat dari penyuluhan untuk kader.
f. Dukungan keluarga
Keberadaan para informan tidak terlepas dari keluarga yang ada disekitar mereka.
Menurut WHO dalam Notoadmodjo (2007) seseorang berperilaku tertentu dipengaruhi oleh 4
hal, salah satunya adalah pengaruh orang – orang yang mereka anggap penting dalam hal ini
lansia mengganggap bahwa keluarga adalah hal terpenting dari diri mereka. Secara
keseluruhan, para informan mengakui bahwa mereka selalu mendapatkan dukungan dari anak
– anak mereka. Hal ini terlihat dari izin yang diberikan kepada orangtua mereka bahkan anak
– anak para informan yang menyuruh para kader ini melakukan kegiatan. Hal tersebut berarti
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
pengetahuan keluarga akan manfaat dari kegiatan yang dilakukan lansia salah satunya dalam
memberi pelayanan di posyandu sangat diperlukan. Tanpa dukungan orang – orang terdekat,
maka para lansia mengaku tidak akan maksimal dalam memberikan pelayanan di posyandu
lansia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keluarga informan selalu mendukung para
lansia untuk terlibat aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan posyandu.
g. Dukungan masyarakat
Dukungan struktur masyarakat turut mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi lanjut
usia dalam memberikan pelayanan di posyandu lansia RW 011 Malaka Jaya. Para lanjut usia
yang merupakan kader keseluruhan mengaku bahwa dukungan struktur masyarakat sangat
menentukan berhasil tidaknya kegiatan di posyandu. Dukungan dari masyarakat sekitar
seperti pemberian tanda tangan, menghimbau warganya untuk mengikuti posyandu, serta
membantu membagikan undangan sangat membantu. Tanpa dukungan masyarakat dan
lingkungan sekitar maka kegiatan posyandu dapat terhambat. Dengan adanya dukungan
masyarakat para informan ini merasa sangat terbantu. Sehingga dukungan struktur masyarakat
sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya partisipasi lansia.
Faktor penghambat partisipasi
a. Faktor Fisik
Walaupun para lansia ini mengalami apa yang disebut sebagai active aging, tidak
dapat dipungkiri para lansia ini sudah memasuki tahap lansia dimana mereka mengalami
penurunan fungsi organ tubuh. Ada perubahan – perubahan fisik yang terjadi pada lansia
seperti sistem panca indera yang mulai mengalami penurunan, seperti ketajaman mulai kabur,
juga berat badan menurun mudah lelah, kram, dan lainnya. Hal tesebut tidak dapat dipungkiri
mempengaruhi lansia dalam memberikan pelayanan. Hal ini dapat dicegah dengan tidak
memforsir para lansia ini melakukan kegiatan yang melelahkan dalam satu hari yang sama.
Penurunan paling terlihat dari lansia adalah kelenturan otot – otot yang menopang
tubuh lansia. Lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapat kekuatan kembali
dibandingkan dengan mereka yang masih muda. Misalnya jika kegiatan posyandu dilakukan
dua hari berturut – turut, maka para lansia akan lelah dan tidak sanggup. Karena itu kegiatan
hanya diadakan satu kali dalam satu bulan
b. Sarana dan prasarana posyandu
Hal lain yang menjadi penghambat adalah dana dan peralatan dari dinas kesehatan
yang minim. Menurut Pemkot Jogja, 1997, Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di
Posyandu Lansia, dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang seperti tempat kegiatan, meja
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
dan kursi, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, Kartu Menuju
Sehat (KMS), dll. Sedangkan posyandu lansia ini belum memiliki seluruh sarana dan
prasarana yang dibutuhkan, misalnya stetoskop, tensi meter, laboratorium sederhana,
thermometer, serta K, sehingga diperlukan peran pemerintah untuk membantu melengkapi
sarana dan prasarana yang dibutuhkan posyandu lansia
Kesimpulan
Dengan mengambil subjek penelitian partisipasi kader lanjut usia posyandu lansia RW
011, Kelurahan Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, maka dapat
disimpulkan bahwa lansia sebagai pihak yang mengalami banyak perubahan, baik fisik,
psikologi, maupun sosial, ternyata masih dapat berpartisipasi secara aktif di posyandu lansia.
bentuk partisipasinya adalah partisipasi obyektif dan partisipasi subyektif. Partisipasi
subyektif dimana lansia menyumbangkan pemikiran (ide), materi, maupun tenaga. Dan
partisipasi obyektif dimana lansia menyumbangkan diri untuk menerima layanan.
Ada berbagai hal yang melatarbelakangi lansia menjadi kader di posyandu lansia. Hal
tersebut digabungkan menjadi tiga faktor utama yang mendukung para lansia ini memberikan
pelayanan yaitu adanya kemampuan, kemauan dan kesempatan yang diberikan oleh
masyarakat. Ketiganya sangat mempengaruhi lansia dapat berpartisipasi di posyandu lansia.
Ada beberapa faktor yang mendukung lansia dalam memberikan pelayanan di
posyandu lansia, seperti usia, jenis kelamin, jarak tempuh, tingkat pendidikan, lama tinggal,
kebermanfaatan program, dukungan keluarga, dukungan struktur masyarakat.
Selain itu terdapat faktor lain yang cukup mempengaruhi ada tidaknya partisipasi para
lansia ini sebagai kader di posyandu lansia, yaitu penghargaan. Tanpa adanya penghargaan
lansia dapat tetap berpartisipasi di posyandu lansia. hanya jika penghargaan diberikan akan
dapat meningkatkan partisipasi lansia tersebut.
Ada pula faktor penghambat lansia menjadi kader di posyandu yaitu penurunan fisik
yang terjadi pada lansia, hal ini dapat dicegah dengan tidak memforsir para lansia ini dalam
suatu kegiatan dalam satu hari. Dana dan peralatan dari dinas kesehatan yang minim. Hal ini
tentunya memerlukan peran serta pemerintah untuk meningkatkan partisipasi para kader ini.
Oleh karena itu dapat dikatakan peran kader lansia sangat penting baik bagi dirinya
sebagai lansia, bagi anggota lansia lain bahkan bagi keluarganya. Bagi dirinya sendiri banyak
manfaat yang didapat, seperti dengan berpartisipasi para lanjut usia akan lebih sehat
dibandingkan dengan mereka yang hanya berdiam diri saja dirumah. Aktivitas yang dilakukan
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
saat berkontribusi dalam kegiatan posyandu membuat para lansia mencegah proses penuaan
mereka seperti dalam teori active ageing.
Saran
Saran untuk Pemerintah
a. Dari temuan lapangan didapatkan bahwa salah satu hambatan kader lansia berpartisipasi
adalah kurang lengkapnya fasilitas posyandu lansia, sehingga disarankan agar pemerintah
dapat memfasilitasi posyandu lansia diseluruh RW yang ada di Indonesia dengan cara
menyediakan berbagai macam fasilitas seperti alat kesehatan dan alat olahraga.
b. Dari temuan lapangan didapatkan bahwa salah satu manfaat partisipasi kader lansia
adalah mengurangi angka ketergantungan lansia, sehingga disarankan agar pemerintah
dapat mendukung dan menggalakkan partisipasi lansia dalam kegiatan – kegiatan
kemasyarakatan, seperti sebagai kader di posyandu lansia.
c. Dari data yang ada didapatkan bahwa sampai saat ini baru Kementrian Kesehatan yang
lebih terfokus terhadap pelayanan lansia seperti posyandu, sehingga disarankan agar
Kementrian Kesehatan dapat bekerja sama dengan Kementrian Sosial dalam perencanaan
dan peningkatan kualitas posyandu lansia, karena masalah lansia bukan hanya biologis,
tetapi ada pula masalah psikosial lansia yang menghambat lansia untuk mencapai hidup
yang lebih baik, berpartisipasi, dan melakukan banyak hal.
d. Dari temuan lapangan didapatkan bahwa penghargaan terhadap kader terutama lansia
belum diberikan oleh pemerintah, sehingga disarankan agar pemerintah dapat
memberikan penghargaan kepada para kader – kader, terutama kader lansia yang sesuai
dengan kriteria penilaian pemerintah di posyandu lansia.
Saran untuk Puskesmas Kelurahan Malaka Jaya
a. Dari temuan lapangan ditemukan bahwa fasilitas dan dana sangat dibutuhkan oleh para
kader lansia untuk mendukung partisipasi mereka di posyandu lansia, sehingga
disarankan agar puskesmas Kelurahan Malaka Jaya yang melakukan pembinaan terhadap
posyandu lansia RW. 011, dapat lebih mendukung partisipasi para kader lansia di
posyandu lansia, seperti membantu menyampaikan informasi kepada pemerintah pusat
terkait fasilitas dan dana bagi posyandu.
b. Dari temuan lapangan didapatkan bahwa salah satu faktor yang dapat mendukung para
kader lansia dalam memberikan pelayanan adalah bantuan dari masyarakat sehingga
disarankan agar puskesmas sebagai lembaga pembinaan untuk lansia dapat membantu
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
meningkatkan peran serta masyarakat sekitar untuk mengajak dan mendorong anggota
keluarga mereka yang sudah masuk tahap lansia untuk datang ke posyandu lansia.
Saran untuk kader lansia di posyandu lansia
Dari temuan lapangan didapatkan bahwa banyak manfaat yang diterima para kader lansia saat
mereka berpartisipasi secara aktif lansia di posyandu lansia, sehingga disarankan agar para
kader lansia dapat mengajak lansia – lansia lainnya di lingkungan mereka untuk berpartisipasi
secara aktif di posyandu.
Saran untuk lansia
Dari temuan lapangan didapat bahwa banyak manfaat yang diterima lansia saat berpartisipasi
aktif lansia sebagai kader di posyandu lansia, sehingga disarankan agar lansia turut
berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan – kegiatan yang dibuat oleh pemerintah, khususnya
pelayanan bagi lansia yang berbasis masyarakat.
Daftar Pustaka Buku Achir, Yaumil C. Agoes. Dkk. (2001). Psikologi perkembangan pribadi, dari bayi sampai
lanjut usia. Jakarta: UI-Press. Adi, Isbandi Rukminto. (2007). Perencanaan partisipatoris berbasis asset komunitas: Dari
pemikiran menuju penerapan (Seri pemberdayaan masyarakat 04). Jakarta: FISIP UI Press.
----------------------------------. (2008). Intervensi komunitas; Pengembangan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Hamijoyo. (2007). Partisipasi dalam pembangunan. Jakarta: Depdikbud RI. Hurlock, Elizabeth B. (1991). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
kehidupan. Jakarta: Erlangga. ------------------------------. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga. Ife, Jim & Frank Tesoriero. (2008). Community development: Alternatif pengembangan
masyarakat di era globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi perkembangan. Jakarta: Kencana. Mardikanto, T. (2003). Redefenisi penyuluhan. Jakarta: Puspa. Ndraha, Talizihudu. (1990). Pembangunan masyarakat: Mempersiapkan masyarakat tinggal
landas. Jakarta: Rineka Cipta.
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014
Notoadmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Neuman, W. Laurance. (2007). Social research methods: qualitative & quantitative approach
(2nd ed).. Boston: Pearson Education. Nugroho, W. (2000). Keperawatan gerontik edisi kedua. Jakarta: EGC. Ross, Murray G., and B.W. Lappin. (1967). Community organization: theory, principles and
practice. Second edition. NewYork: Harper&Row Publishers. Rusidi. (1994). Pengukuran partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Bandung:
Universitas Padjajaran Bandung. Saryono. (2010). Metodologi penelitian kualitatif dalam bidang kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika. Smet, Bart. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: Grasindo. Zastrow, Charles. (1994). Understanding human behaviour and human environment.
Chicago. Nelson Hall Publisher. Dokumen Lain Departemen Kesehatan RI. (2003a) Pedoman pembinaan kesehatan usia lanjut bagi petugas
kesehatan. Jakarta:Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2003b). Pedoman puskesmas santun lanjut usia bagi petugas
kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kelurahan Malaka Jaya. Data Kelurahan Malaka Jaya periode 2013/2014. Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta. 2008. Profil kesehatan provinsi DKI
Jakarta tahun 2007. Jakarta: Sundinkesmas Provinsi DKI Jakarta. Internet Komnas Lansia. (2010). Pedoman pelaksanaan posyandu lanjut usia. Jakarta. 21 Februari
2014. http://www/komnaslansia.go.id PemkotJogja. (2008). Pemkot Jogja peduli lansia. 25 April 2014.
http://mediainfokota.jogja.go.id Skripsi dan Thesis Aprillia, Wennie Yashinta. (2004). Partisipasi Generasi Muda Dalam Memanfaatkan Waktu
Luangnya di Community Centres (Studi Kasus Gelanggang Remaja Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur). Depok: Sosiologi UI.
Undang – Undang Undang – undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia.
Partisipasi kader..., Debora Priskila, FISIP UI, 2014