paper tyas wahyu andini 7101413266
TRANSCRIPT
PAPER PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
AMANDEMEN UUD 1945 SEBAGAI KONSTITUSI
TRANSISI
Paper ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang
diampu oleh Bapak Sunarto dan Bapak Natal Kristiono yang disusun oleh:
Tyas Wahyu Andini
7101413266
Rombel 048
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN AJARAN 2014
Abstraksi
UUD 1945 mempunyai kedudukan sebagai hukum dasar yang tertulis. Sebagai
hukum dasar yang tertulis, UUD 1945 menempati kedudukan yang tinggi dalam kerangka
tata aturan atau tata tingkatan norma hukum yang berlaku. Semua perundang-undangan,
peraturan-peraturan yang berada di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan UUD
1945.
Ada beberapa pro dan kontra dalam wacana mengenai amandemen UUD 1945
sebagai konstitusi transisi. Tentunya, pihak-pihak yang pro maupun kontra dengan
amandemen UUD 1945 sebagai konstitusi transisi memiliki argumen yang kuat untuk
pillihannya tersebut.
Dalam wacana yang ditulis oleh Saldi Isra yang dimuat di Harian Kompas edisi
31 Juli 2002 menyebutkan bahwa ada empat alasan untuk menerima desakan membentuk
konstitusi transisi, yaitu alasan pertama untuk menciptakan momentum baru. Kedua,
konstitusi transisi dapat menjadi jalan keluar dari beberapa kritikan prosedural dan
substansial terhadap hasil perubahan yang dilakukan oleh MPR.Ketiga, konstitusi transisi
dapat dijadikan titik temu antara hasil perubahan yang telah dilakukan MPR dengan
kuatnya desakan untuk membentuk konstitusi baru.Keempat, untuk memastikan proses
pembuatan konstistusi baru dilakukan tenggat waktu yang jelas dan semua perubahan
yang dilakukan tetap dilaksanakan selama masa peralihan itu.
Pihak yang kontra terhadap amandemen UUD 1945 sebagai konstitusi transisi
menyebutkan bahwa wacana amandemen UUD 1945 yang digulirkan akhir-akhir ini
dinilai terlalu dini. Karena pasal-pasal yang berpengaruh politis belum 10 tahun
diamandemen. Wacana ini terdapat pada www.jurnas.com yang diposting pada Jum'at, 20
Agustus 2010 , 09:51:16 WIB dengan judul wacananya yaitu “Wacana Amandemen
Terlalu Dini”.
Amandemen itu sendiri mengubah pasal-pasal tertentu tanpa mengubah teks asli,
tetapi memberi tambahan terhadap pasal-pasal yang sudah ada. Sedangkan konstitusi
transisi merupakan konstitusi yang dipakai pada masa transisi sebelum terbentuknya
konstitusi baru. Adanya reformasi konstitusi menyebabkan upaya paling rasional yang
dapat dilakukan adalah dengan menjadikan UUD 1945 dengan seluruh perubahan yang
telah dilakukan sebagai konstitusi transisi sampai terbentuknya konstitusi baru. Akan
tetapi, beberapa pihak berpendapat bahwa UUD 1945 pasca-amandemen memiliki
banyak kekurangan, kelemahan, dan ketidaksempurnaan. Sehingga Amandemen UUD
1945 sebagai Konstitusi transisi juga memiliki banyak kekurangan, kelemahan, dan
ketidaksempurnaan dilihat dari hasil penelitian Valina Singka Subekti dalam buku
berjudul “Menyusun Konstitusi Transisi, Pergulatan Kepentingan, dan Pemikiran dalam
Proses Perubahan UUD 1945” yang pada Bab 6 tentang Kesimpulan dan Implikasi
Teoritis disebutkan, pertama selama proses perubahan UUD 1945, peran elite fraksi di
PAH BP MPR dan DPP partainya, besar. Kedua, warna aliran mempengaruhi secara
terbatas pandangan dan sikap fraksi. Ketiga, proses politik di MPR selama perubahan
pertama sampai keempat UUD 1945 diwarnai kompetisi, bargaining, dan kompromi.
Keempat, perdebatan fraksi-fraksi di PAH BP MPR juga diwarnai kepentingan partai.
Dengan demikian, berdasarkan penelitian itu, bisa dikatakan bahwa UUD 1945 pasca-
amandemen berisikan kekurangan, kelemahan, dan ketidaksempurnaan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia telah mengalami Amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali. Akhir-
akhir ini muncul kembali perbincangan mengenai gagasan konstitusi transisi pada isu
amandemen UUD 1945 yang kelima. Menurut wacana yang dimuat di
www.wartapedia.com dengan judul “Isu Amandemen : DPD Usulkan Perubahan Kelima
UUD 45” edisi Selasa, 24 Maret 2011 menyebutkan bahwa UUD 1945 sudah mengalami
perubahan mendasar sebanyak empat tahap semenjak reformasi 1998 hingga sekarang.
Namun, masih tetap menyisakan berbagai persoalan yang sangat dirasakan
mempengaruhi kemajuan Indonesia. Wacana perubahan sudah bergulir sejak empat tahun
lalu dan telah berwujud naskah perubahan kelima UUD 1945.
Menurut Ketua DPD RI, Bambang Soeroso menyebutkan bahwa wacana tersebut
bersumber dari segenap aspirasi seluruh stake holders kita yang ada di seluruh wilayah
Indonesia. Dalam menyerap aspirasi ini, DPD mengawal perjalanan yang dilakukan oleh
75 perguraun tinggi di seluruh Indonesia.Aspirasi juga berasal dari lembaga-lembaga
kajian konstitusi dan seluruh stake holders.
Penyerapan aspirasi melahirkan amendemen kelima UUD 1945. Hasilnya ialah
apa yang telah kita hadirkan sebagai rumusan perubahan konstitusi berupa hal-hal yang
sekarang ramai menjadi sebuah wacana terhadap perubahan pasal-pasal di dalam UUD
45. Selain itu, adanya amendemen ini untuk memberikan pemahaman bahwa konstitusi
Indonesia bukanlah konstitusi yang kekal.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa konstitusi yang digunakan di Indonesia saat
ini adalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Konstitusi itu sendiri berasal dari istilah
bahasa Latin, yaitu constituo atau constitutum yang bermakna ganda tergantung dari
sudut pandang mana kita mengartikannya. Apabila kita memandang secara menyeluruh,
konstitusi adalah setiap ketentuan yang ada kaitannya dengan keorganisasian negara yang
terdapat dalam UUD. Pengertian itulah yang merupakan pengertian konstitusi secara luas.
Artinya, konstitusi merupakan dokumen hukum resmi dengan kedudukan yang sangat
istimewa, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi merupakan sesuatu
yang istimewa.
Amandemen itu sendiri merupakan perubahan-perubahan pasal-pasal dalam UUD
1945, sedangkan konstitusi transisi merupakan konstitusi yang dipakai pada masa transisi
sebelum terbentuknya konstitusi baru.
Beberapa pihak ada yang pro maupun kontra terhadap munculnya wacana
mengenai Amademen UUD 1945 sebagai konstitusi transisi. Pihak-pihak yang
melakukan desakan untuk membentuk konstitusi transisi sangat menarik untuk dibahas
terutama melihat urgensinya dalam melanjutkan reformasi konstitusi.
Tak hanya itu, pihak-pihak yang kontra terhadap wacana mengenai Amandemen
UUD sebagai konstitusi transisi yang dinilai terlalu dini juga menarik untuk dibahas.
Oleh karena itu, penulis memilih judul “Amandemen UUD 1945 Sebagai Konstitusi
Transisi”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Amandemen UUD 1945?
2. Mengapa terjadi Amandemen UUD 1945?
3. Apa tujuan dilakukannya Amandemen UUD 1945?
4. Berapa kali terjadi Amandemen UUD 1945?
5. Apa yang dimaksud dengan konstitusi transisi?
6. Bagaimanakah pro dan kontra dengan adanya wacana mengenai Amandemen UUD
1945 sebagai konstitusi transisi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian amandemen UUD 1945
2. Untuk mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya Amandemen UUD
1945
3. Untuk mengetahui tujuan dari adanya Amandemen UUD 1945
4. Untuk mengetahui kapan saja terjadinya Amandemen UUD 1945 yang telah
dilakukan
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konstitusi transisi
6. Untuk mengetahui pro dan kontra dari adanya wacana mengenai Amandemen UUD
1945 sebagai konstitusi transisi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Amandemen UUD 1945
Amandemen adalah perubahan terhadap UUD dengan tujuan untuk memperkuat
fungsi dan posisi dari UUD dengan cara mengakomodasi aspirasi politik yang
berkembang untuk mencapai tujuan Negara seperti halnya dirumuskan oleh konstitusi
itu sendiri.
B. Penyebab Dilakukannya Amandemen UUD 1945
Dalam perjalanannya, bangsa Indonesia semakin berkembang dan memiliki
kebutuhan yang lebih beragam lagi. Oleh karena itu, terhitung sudah empat kali UUD
1945 mengalami amandemen. Beberapa alasan yang menyebabkan UUD 1945
mengalami amandemen antara lain:
1. Lemahnya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2. Executive heavy, kekuasaan terlalu dominan berada di tangan Presiden (hak
prerogatif dan kekuasaan legislatif)
3. Pengaturan terlalu fleksibel (vide:pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen)
4. Terbatasnya pengaturan jaminan akan HAM
C. Tujuan Dilakukannya Amandemen UUD 1945
Adapun tujuan dilakukannya perubahan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
a. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai
tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, dan
memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi
manusia.
c. Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan
modern melalui pembagian kekuasaan yang Iebih tegas, saling mengawasi dan
mengimbangi (checks and balances) yang lebih ketat dan transparan dan
pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru sesuai dengan kebutuhan
dan tantangan zaman.
d. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan
kewajiban negara terhadap warga negara
e. Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara
yang demokratis.
f. Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa
sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan dan kepentingan bangsa dan
negara.
D. Terjadinya Amandemen UUD 1945
Empat kali UUD 1945 yang telah mengalami amandemen tersebut terhitung pada
kurun waktu sebagai berikut:
1. Amandemen pertama dilakukan pada Sidang Umum MPR 1999 dan disahkan
19 Oktober 1999.
2. Amandemen kedua dilakukan pada Sidang Tahunan MPR 2000 dan disahkan
18 Agustus 2000.
3. Amandemen ketiga dilakukan pada Sidang Tahunan MPR 2001 dan disahkan
10 November 2001.
4. Amandemen keempat dilakukan pada Sidang Tahunan MPR 2002 disahkan
10 Agustus 2002.
E. Pengertian Konstitusi Transisi
Menurut Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dalam opininya yang dimuat
di Tempo Interaktif, Jakarta pada edisi Rabu, 31 Juli 2002 dalam wacana yang
berjudul “Panglima TNI: Konstitusi Transisi Tak Sama Negara Transisi”
menyebutkan bahwa: “Konstitusi transisi adalah dikarenakan hasil amandemen yang
belum komprehensif untuk membawa masa depan bangsa”.
Transisi Konstitusi itu sendiri merupakan pergeseran atau peralihan suatu
landasan dasar dalam suatu negara.
F. Pro dan kontra dengan adanya wacana mengenai Amandemen UUD 1945 sebagai
konstitusi transisi
Dr. SAIFUDIN SH., MHum, dalam jurnal konstitusinya yang berjudul
“Menyusun Konstitusi yang Partisipatif Menuju Ketahanan Nasional yang Kuat dan
Dinamis” menyebutkan bahwaperubahan UUD 1945 ini sebagai konsekuensi dari
perkembangan dinamika tingkat-tingkat tertinggi kehidupan bangsa yang disepakati
dalam rangka mengatur negara.
Perubahan UUD 1945 yang telah membawa pada dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sangat berbeda dengan masa Orde
Baru ini, ternyata di tengah-tengah masyarakat disikapi secara berbeda. Setidak-
tidaknya ada 3 kelompok yang berbeda dalam melihat hasil Perubahan UUD 1945.
Kelompok pertama, melihat bahwa Perubahan UUD 1945 merupakan hasil
optimal yang dapat diraih oleh bangsa Indonesia pada masa transisi dari otoritarian ke
demokratisasi. Oleh karena itu, dengan segala kelebihan dan kekurangannya
Perubahan UUD 1945 diterima dengan lapang dada dan untuk saat ini yang penting
adalah pelaksanaan Perubahan UUD 1945. Kelompok pertama ini tidak menutup
mata akan perlunya penyempurnaan lagi terhadap Perubahan UUD 1945, tetapi
waktunya tidak perlu sekarang.
Kelompok kedua, berpikiran lain dalam melihat hasil Perubahan UUD 1945.
Kelompok ini menuntut segera dilakukannya perubahan kelima UUD 1945. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa dalam Perubahan UUD 1945 masih terdapat
kelemahan-kelemahan yang harus segera diperbaiki. Perbaikan ini harus dilakukan
sekarang tanpa menunggu-nunggu waktu lagi.
Kelompok ketiga, berbeda secara kontras dengan kelompok pertama dan kedua.
Kelompok pertama dan kedua pada dasarnya sama-sama berprinsip akan adanya
perubahan atau bahkan penggantian UUD 1945. Akan tetapi kelompok ketiga ini
justru melihat sebaliknya terhadap Perubahan UUD 1945. Artinya, UUD 1945 yang
asli jauh lebih baik dari hasil Perubahan UUD 1945. Perubahan UUD 1945 dinilai
telah jauh keluar dari rel filosofi bangsa Indonesia yang telah disepakati dalam
pendirian negara. Oleh karena itu, kelompok ketiga ini justru menghendaki
diberlakukannya kembali UUD 1945 yang asli.
Dengan melihat pada tiga kelompok dalam mensikapi hasil Perubahan UUD 1945
tersebut, maka tampaknya persoalan muncul pada cita negara dalam penyusunan
UUD. Kelompok pertama dan kedua yang tetap sepakat terhadap Perubahan UUD
1945, terlihat tampak lebih menyukai dan cenderung kepada “cita negara
individualistik”. Artinya, negara dilihat sebagai suatu hasil perjanjian masyarakat
yang harus melindungi secara utuh terhadap hak-hak asasi manusia.Sementara itu
kelompok ketiga yang menolak Perubahan UUD 1945 dan menginginkan kembali
kepada UUD 1945 yang asli, terlihat lebih menyukai dan memilih “cita negara
kekeluargaan” yang secara umum sering dikonotasikan sebagai “cita negara
integralistik” suatu cita negara yang pada masa Orde Baru dihidupkan kembali.
Sementara itu, pada wacana yang dimuat di www.jurnas.com yang berjudul
“Wacana Amandemen Terlalu Dini” pada edisi Jumat, 20 Agustus 2010 menyebutkan
bahwa wacana amandemen UUD 1945 yang digulirkan akhir-akhir ini dinilai terlalu
dini. Karena pasal-pasal yang berpengaruh politis belum 10 tahun diamandemen.
Menurut Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari, pada umunya semua negara
didunia membutuhkan waktu satu dasawarsa agar amandemen konstitusi bisa berjalan
sesuai fungsinya. Disemua negara perubahan konsitusi harus melewati masa transisi
selama satu dasawarsa. Kemudian perlunya amandemen dilihatnya sebagai bagian
dari masa transisi. Selalu ada disfungsi, fenomena, anomali, selama masa transisi.
Fauzan Hilal menyebutkan bahwa tahun ini MPR fokus pada evaluasi
pelaksanaan reformasi konsitusi. Gagasan amandemen untuk saat ini terlalu dini.
Gagasan amandemen baru bisa diutarakan minimal setelah amandemen berlangsung
diatas periode 10 tahun.
Dalam kompas.com, Megawati menyebutkan bahwa amandemen kelima sebagai
keniscayaan. Menurutnya, ada sebuah syarat yang harus dipenuhi untuk
mengamandemen kembali UUD 1945 antara lain UUD harus mengembalikan
kembali spirit UUD 1945, harus menjadi jalan untuk meluruskan kembali liberalisasi
politik dan ekonomi yang telah mengaburkan gambaran ideal sebagai negara
berdaulat berdasar Pancasila. Amandemen juga harus memastikan bangunan sistem
negara yang berdaulat di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Yang terpenting,
amandemen harus mengembalikan lagi pentingnya garis-garis besar haluan negara.
Valina Singka Subekti, mantan anggota KPU dan PAH I BP MPR, melakukan
penelitian terhadap proses perubahan UUD 1945 oleh MPR yang menghasilkan buku
berjudul “Menyusun Konstitusi Transisi, Pergulatan Kepentingan, dan Pemikiran
dalam Proses Perubahan UUD 1945” yang pada Bab 6 tentang Kesimpulan dan
Implikasi Teoritis disebutkan, pertama selama proses perubahan UUD 1945, peran
elite fraksi di PAH BP MPR dan DPP partainya, besar. Kedua, warna aliran
mempengaruhi secara terbatas pandangan dan sikap fraksi. Ketiga, proses politik di
MPR selama perubahan pertama sampai keempat UUD 1945 diwarnai kompetisi,
bargaining, dan kompromi. Keempat, perdebatan fraksi-fraksi di PAH BP MPR juga
diwarnai kepentingan partai. Dengan demikian, berdasarkan penelitian itu, bisa
dikatakan bahwa UUD 1945 pasca-amandemen berisikan kekurangan, kelemahan,
dan ketidaksempurnaan.
Kemudian dalam wacana yang terdapat di Kompas, edisi 31 Juli 2002 berjudul
“Menimbang Konstitusi Transisi” oleh Saldi Isra menyebutkan bahwa bahwa ada
empat alasan untuk menerima desakan membentuk konstitusi transisi, yaitu alasan
pertama untuk menciptakan momentum baru. Kedua, konstitusi transisi dapat menjadi
jalan keluar dari beberapa kritikan prosedural dan substansial terhadap hasil
perubahan yang dilakukan oleh MPR. Ketiga, konstitusi transisi dapat dijadikan titik
temu antara hasil perubahan yang telah dilakukan MPR dengan kuatnya desakan
untuk membentuk konstitusi baru. Keempat, untuk memastikan proses pembuatan
konstistusi baru dilakukan tenggat waktu yang jelas dan semua perubahan yang
dilakukan tetap dilaksanakan selama masa peralihan itu.
Diyakini, penyusunan konstitusi yang partisipatoris adalah bagian paling penting
dalam melakukan reformasi konstitusi terutama dalam membangun sense of
belonging dan keyakinan publik kepada hukum dasarnya. Ini tentunya hanya dapat
dimungkinkan dengan mempertimbangkan kehadiran konstitusi transisi. Sebagai
sebuah kontrak sosial, seharusnya muncul kesadaran bersama bahwa proses
perumusannya harus melibatkan sebagian besar rakyat sebagai pemilik asli
kedaulatan.
Sekiranya gagasan konstitusi transisi diterima, kemudian penyusunan konstitusi
baru dilakukan oleh komisi konstitusi independen, maka ada beberapa keuntungan
jangka panjang yang dapat dipetik terutama dalam menciptakan durable constitution.
Pertama, munculnya sense of ownership terhadap hukum dasar oleh mayoritas lapisan
masyarakat sehingga memungkinkan munculnya The People Constitution karena
maksimalnya partisipasi publik dalam proses penyusunan konstitusi. Kedua, dengan
partisipasi yang maksimal, memungkinkan munculnya konstitusi sebagai faktor
perekat dan pemersatu kehidupan berbangsa ke depan.
Kini adalah saat yang tepat mengakomodasi gagasan membentuk konstitusi
transisi untuk membangun kepercayaan publik terhadap konstitusi. Ini menjadi
penting dalam memasuki era untuk kemudian bergerak ke arah konsolidasi
demokrasi.
BAB III
KESIMPULAN
1. Perubahan UUD 1945 yang telah membawa pada dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sangat berbeda dengan masa Orde
Baru ini, ternyata di tengah-tengah masyarakat disikapi secara berbeda. Setidak-
tidaknya ada 3 kelompok yang berbeda dalam melihat hasil Perubahan UUD
1945. Kelompok pertama, melihat bahwa Perubahan UUD 1945 merupakan hasil
optimal yang dapat diraih oleh bangsa Indonesia pada masa transisi dari
otoritarian ke demokratisasi.Kelompok kedua, berpikiran lain dalam melihat hasil
Perubahan UUD 1945. Kelompok ini menuntut segera dilakukannya perubahan
kelima UUD 1945.Kelompok ketiga, berbeda secara kontras dengan kelompok
pertama dan kedua. Kelompok pertama dan kedua pada dasarnya sama-sama
berprinsip akan adanya perubahan atau bahkan penggantian UUD 1945.
2. Sebagai proses awal reformasi konstitusi, salah satu kesepakatan awal diantara
fraksi-fraksi di MPR adalah mempertahankan UUD 1945 sebagai UUD transisi.
Kesepakatan awal hanya mengubah tanpa mengubah lima kesepakatan dasar,
bukan memperbaharui. Akan tetapi, di pihak lain perubahan konstitusi yang
mencakup sebagian besar konstitusi adalah sesuatu yang lebih dari amandemen.
Sebagian besar aturan dalam UUD 195 sudah diubah atau dihapus. Jadi
sesungguhnya hal tersebut merupakan revisi total terhadap UUD 1945, atau
dengan kata lain amandemen-amandemen yang telah dilakukan merupakan satu
upaya untuk membuat konstitusi baru dengan menggunakan proses perubahan
secara bertahap.Meskipun pada dasarnya tujuan dari perubahan adalah untuk
menyempurnakan UUD 1945, sesuai dengan perkembangan dan dinamika
tuntutan masyarakat.
3. Secara teoritis transisi Indonesia menuju iklim demokratisasi bisa dikatakan
menunjukkan keberhasilan, yakni dengan adanya era reformasi dan amandemen
UUD 1945. Namun, dalam tataran praktis, ternyata yang menjadi spirit reformasi
dan amandemen UUD 1945 masih jauh dari sempurna. Hampir 15 tahun
reformasi berlalu, sektor pemerintahan dan birokrasi masih menjadi tempat yang
nyaman bagi koruptor dan enggan mereformasi diri.
4. Amandemen itu sendiri merupakan mengubah pasal-pasal tertentu tanpa
mengubah teks asli, tetapi memberi tambahan terhadap pasal-pasal yang sudah
ada sedangkan transisi Konstitusi itu sendiri merupakan pergeseran atau peralihan
suatu landasan dasar dalam suatu negara. Jadi, Amandemen UUD 1945 sebagai
konstitusi transisi hampir mendekati penyusunan konstitusi yang mengandung
semangat kompromi dan tawar-menawar.Seperti yang terdapat dalam buku Valina
Singka Subekti yang berjudul “Menyusun Konstitusi Transisi, Pergulatan
Kepentingan, dan Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD 1945” yang pada Bab
6 tentang Kesimpulan dan Implikasi Teoritis disebutkan, pertama selama proses
perubahan UUD 1945, peran elite fraksi di PAH BP MPR dan DPP partainya,
besar. Kedua, warna aliran mempengaruhi secara terbatas pandangan dan sikap
fraksi. Ketiga, proses politik di MPR selama perubahan pertama sampai keempat
UUD 1945 diwarnai kompetisi, bargaining, dan kompromi. Keempat, perdebatan
fraksi-fraksi di PAH BP MPR juga diwarnai kepentingan partai. Dengan
demikian, berdasarkan penelitian itu, bisa dikatakan bahwa UUD 1945 pasca-
amandemen berisikan kekurangan, kelemahan, dan ketidaksempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Indrayana, Denny. 2007. AMANDEMEN UUD 1945: ANTARA MITOS DAN
PEMBONGKARAN. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Singka Subekti, Valina. 2008. Menyusun Konstitusi Transisi, Pergulatan Kepentingan, dan
Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD 1945. Jakarta: Rajawali Pers.
http://muhammadgilang29.blogspot.com/2012/12/pengertian-amandemen-uud_9157.html . Diakses pada 17 Mei 2014.
http://www.tempo.co/read/news/2002/07/31/05524556/Panglima-TNI-Konstitusi-Transisi-Tak-Sama-Negara-TransisiDiakses pada 17 Mei 2014.
http://wartapedia.com/politik/birokrasi/2380-isu-amandemen-dpd-usulkan-perubahan-kelima-uud-45.html#ixzz1qfsXxTNvDiakses pada 17 Mei 2014.
http://pshk.law.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=125Diakses pada 17 Mei 2014.
www.kompas.com Diakses pada 17 Mei 2014.
www.jurnas.comDiakses pada 17 Mei 2014.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Gedung H : Kampus Sekaran - Gunung Pati – Seamarang Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
Email: [email protected] Telp/Fax: (024) 8508003
SURAT PERNYATAAN BUKAN PLAGIAT
Sebenar-benarnya. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Tyas Wahyu Andini
NIM : 7101413266
Program Studi : Pendidikan Koperasi
Fakultas : EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa paper ini dibuat dengan tanpa adanya unsur plagiat atau pembajakan. Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengembalikan seluruh biaya penelitian yang sudah diterima ke kas negara.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya.
Semarang, 21 Mei 2014
(Tyas Wahyu Andini)
NIM.7101413266