paper trauma tembus pada bola mata isi.docx
TRANSCRIPT
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma pada bola mata terbagi atas trauma mekanik dan trauma non-
mekanik. Trauma mekanik terbagi atas trauma tertutup dan terbuka. Trauma
tembus pada bola mata adalah trauma terbuka yaitu trauma dengan luka yang
menembus seluruh ketebalan sklera atau kornea maupun keduanya, yang terdiri
atas ruptur bola mata, laserasi pada sklera maupun kornea yang berupa trauma
penetrasi, perforasi dan benda asing intraokuli.1,2,3
Prevalensi trauma bola mata di Amerika serikat sebesar 2,4 juta pertahun
dan sedikitnya setengah juta diantaranya menyebabkan kebutaan. Di dunia, kira-
kira terdapat 1,6 juta orang yang mengalami kebutaan, 2,3 juta mengalami
penurunan fungsi penglihatan bilateral, dan 19 juta mengalami penurunan fungsi
penglihatan unilateral akibat trauma bola mata.4 Pada penelitian yang dilakukan
Aldy di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, prevalensi kebutaan akibat
trauma bola mata yaitu 0,003%.5 Serupa dengan penelitian lain oleh Sari di
Kabupaten Langkat, didapati angka prevalensi kebutaan akibat trauma bola mata
sebesar 0,003%.6
Berdasarkan jenis trauma bola mata, pada penelitian oleh Cao dkk. di
Cina, didapati bahwa 51,1% merupakan trauma bola mata terbuka, 43,4% trauma
bola mata tertutup, 1,1% trauma kimia, 0,4% trauma termal.7
Oleh karena angka kejadian yang cukup tinggi, maka penulis tertarik
untuk membahas trauma tembus pada bola mata pada paper ini.
1
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Bola Mata
Gambar 2.1. Anatomi bola mata
Anatomi bola mata antara lain:
1) Konjungtiva
Konjungtiva merupakan lapisan mukosa transparan tipis yang menutupi
permukaan posterior palpebra, disebut konjungtiva palpebra, dan
permukaan anterior sklera, disebut konjungtiva bulbar. Lapisan ini
terhubung dengan kulit pada batas kelopak mata dan epitel kornea pada
limbus.8
2) Sklera
2
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
Lapisan jaringan ikat fibrosa yang membungkus luar bola mata yang
hampir seluruhnya terdiri dari kolagen. Sklera membentuk putih mata dan
tersambung pada bagian depan dengan kornea dan pada bagian belakang
dengan dura mater nervus optikus. Permukaan luar sklera dilapisi oleh
lapisan tipis jaringan elastik yaitu episklera, dan permukaan dalam sklera
dilapisi oleh lamina fusca yang terhubung dengan ruang suprakhoroidalis.
Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus serta membantu
mempertahankan bentuk bola mata.8
3) Khoroid
Merupakan lapisan diantara sklera dan retina yang berisi pembuluh darah.
Merupakan cabang-cabang arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis
interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris yang berlubang ditengahnya,
yaitu pupil. Khoroid bersambung pada bagian depannya dengan iris, dan
tepat dibelakang iris, selaput ini menebal guna membentuk korpus siliaris
sehingga terletak antara khoroid dan iris. Korpus siliaris itu berisi serabut
otot sirkuler dan serabut-serabut radial. Semuanya ini bersama-sama
membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus siliaris, dan khoroid.8
4) Retina
Retina merupakan jaringan saraf tipis, semitransparan dan berlapis-lapis
yang membentuk lapisan dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Lapisan
saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel
saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina
yang merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf
dari luar menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf optik
meninggalkan bola mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak
mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah makula,
yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus, persis berhadapan
dengan pusat pupil.8
5) Kornea
3
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
Merupakan bagian depan bola mata yang transparan dan terhubung dengan
sklera pada limbus. Kornea terdiri atas beberapa lapisan yaitu lapisan
epitelium, lapisan Bowman, lapisan stroma, membran Descemet dan
endotelium.8
6) Bilik anterior (kamera okuli anterior)
Merupakan ruang yang terletak antara kornea dan iris yang berisi aqueous
humor.8
7) Iris
Iris merupakan perpanjangan anterior dari korpus siliaris. Iris merupakan
lapisan datar yang memiliki lubang ditengahnya yaitu pupil. Iris
membatasi bilik anterior dan posterior. Iris memiliki warna yang berasal
dari permukaan posteriornya yaitu lapisan berpigmen yang merupakan
perpanjangan neuroretina dan epitel pigmen retina. Di dalam lapisan
stroma iris terdapat otot sfingter dan dilator yang mengontrol jumlah
cahaya yang masuk yang diatur oleh sistem saraf otonom.8
8) Bilik posterior (kamera okuli posterior)
Merupakan ruang yang terletak diantara iris dan lensa yang diisi dengan
aqueous humor.8
9) Aqueous humor
Cairan ini berasal dari korpus siliaris. Cairan ini kemudian mengisi bilik
posterior, masuk ke bilik anterior melalui pupil, kemudian diserap kembali
ke dalam aliran darah pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang
dikenal sebagai kanal Schlemm.8
10) Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan.
Tebalnya ± 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung
oleh zonula (zonula zinni) yang menghubungkannya dengan korpus
siliaris. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor dan disebelah
posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membran
semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan
terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada
4
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
korteks lensa. Dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel
terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik.
Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat
dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa.8
11) Vitreus humor
Merupakan badan yang jernih, avaskuler, dan bersifat seperti gelatin yang
mengisi 2/3 volume dan berat bola mata. Permukaan luar vitreus adalah
membran hyaloid yang berbatasan dengan kapsul lensa posterior, zonula
zini, retina dan nervus optikus. Vitreus 99% terdiri dari air, 1% nya
merupakan kolagen dan asam hyaluronat.8
2.2. Trauma Tembus pada Bola Mata
2.2.1. Definisi dan Klasifikasi
Trauma pada bola mata terbagi atas trauma mekanik dan trauma non-
mekanik. Terminologi trauma mekanik pada bola mata telah diperbaharui oleh
American Ocular Trauma Society atau dikenal dengan Birmingham Eye Trauma
Terminology (BETT), yaitu sebagai berikut1,2,3:
1) Trauma bola mata tertutup, yaitu trauma dengan luka yang tidak
menembus seluruh ketebalan dinding bola mata (sklera dan kornea) namun
terdapat kerusakan intraokular. Terdiri dari:
a. Kontusio, yaitu trauma bola mata tertutup yang diakibatkan oleh
trauma tumpul. Kerusakan dapat dijumpai pada lokasi trauma maupun
tempat lain.
b. Laserasi lamelar, yaitu trauma bola mata tertutup yang
dikarakteristikkan dengan luka yang menembus sebagian ketebalan
dinding bola mata yang diakibatkan trauma oleh benda tajam maupun
tumpul.
5
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
2) Trauma bola mata terbuka, yaitu trauma dengan luka yang menembus
seluruh ketebalan sklera atau kornea maupun keduanya. Terdiri dari:
a. Ruptur, yaitu luka yang menembus seluruh dinding bola mata yang
disebabkan oleh trauma tumpul, mekanisme ini berkaitan dengan
peningkatan tekanan intraokuli yang tiba-tiba.
b. Laserasi, yaitu luka yang menembus seluruh dinding bola mata yang
disebabkan oleh trauma oleh benda tajam. Keadaan ini menimbulkan
adanya trauma penetrasi atau perforasi.
Trauma penetrasi, yaitu laserasi yang hanya memiliki luka pada
jalan masuk benda tajam tersebut.
Trauma perforasi , yaitu laserasi yang memiliki jalan masuk dan
jalan keluar akibat sebuah benda tajam.
Benda asing intraokuli, yaitu adanya benda asing yang terdapat di
dalam bola mata, keadaan ini sangat berhubungan dengan trauma
penetrasi.
Gambar 2.2. Skema terminologi trauma bola mata oleh BETT
6
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
Trauma tembus bola mata yang dimaksud pada paper ini adalah trauma
bola mata terbuka.
2.2.2. Epidemiologi
Prevalensi trauma bola mata di Amerika serikat sebesar 2,4 juta pertahun
dan sedikitnya setengah juta diantaranya menyebabkan kebutaan. Di dunia, kira-
kira terdapat 1,6 juta orang yang mengalami kebutaan, 2,3 juta mengalami
penurunan fungsi penglihatan bilateral, dan 19 juta mengalami penurunan fungsi
penglihatan unilateral akibat trauma bola mata4. Pada penelitian yang dilakukan
Aldy di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, prevalensi kebutaan akibat
trauma bola mata yaitu 0,003%.5 Serupa dengan penelitian lain oleh Sari di
Kabupaten Langkat, didapati angka prevalensi kebutaan akibat trauma bola mata
sebesar 0,003%.6
Berdasarkan jenis trauma bola mata, pada penelitian oleh Cao dkk. di
Cina, didapati bahwa 51,1% merupakan trauma bola mata terbuka, 43,4% trauma
bola mata tertutup, 1,1% trauma kimia, 0,4% trauma termal.7
Menurut jenis kelamin, pada penelitian yang dilakukan Djelantik dkk.
trauma bola mata lebih sering terjadi pada laki-laki (78,4%) dibandingkan dengan
perempuan (21,6%).4 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Aldy, trauma
bola mata lebih sering ditemukan pada perempuan (71,1%) dibandingkan dengan
laki-laki (28,9%).5
2.2.3. Etiologi
Berdasarkan mekanisme trauma, penyebab trauma tembus pada bola mata
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:1,3
1. Trauma oleh benda tajam atau runcing seperti jarum, pisau, kuku, anak
panah, obeng, pena, pensil, pecahan kaca dan lain-lain.
2. Trauma oleh benda asing yang terlempar dengan kecepatan tinggi seperti
luka akibat peluru dan luka akibat biji besi pada pekerja bubut.
7
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
2.2.4. Gejala Klinis
Tajam penglihatan akan menurun akibat terdapatnya kekeruhan media
penglihatan secara langsung atau tidak langsung akibat trauma tembus tersebut.
Namun cedera akibat partikel berukuran kecil berkecepatan tinggi yang dihasilkan
dari tindakan menggerinda dan memalu mungkin hanya menimbulkan nyeri
ringan dan kekaburan penglihatan.1,8
Bila terdapat perforasi kornea akan terlihat bilik mata yang dangkal.
Jaringan uvea akan menempel pada kornea atau malahan akan terlihat jaringan iris
yang prolaps keluar. Akibat perlengketan iris dengan pinggir luka kornea akan
terdapat bentuk pupil yang lonjong atau terjadinya perubahan bentuk pupil.
Kadang-kadang terdapat hifema, Hal ini menunjukkan terjadinya ruptur iris atau
badan siliar oleh trauma tembus tersebut. Tekanan bola mata akan rendah akibat
cairan mata keluar melalui luka tembus atau malahan badan kaca dapat keluar.9
Tanda-tanda lain adalah kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, atau kamera
anterior yang dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil yang eksentrik.1,8
Gambar 2.3. Laserasi kornea disertai Gambar 2.4. Hifema
prolaps iris
Selain ruptur dinding sklera, gaya kontusif pada bola mata dapat
menimbulkan gangguan motilitas, perdarahan subkonjungtiva, edema kornea,
iritis, hifema, glaukoma sudut sempit, midriasis traumatik, ruptur sfingter iris,
iridodialisis, paralisis akomodasi, dislokasi lensa dan katarak. Cedera yang
dialami struktur-struktur posterior adalah perdarahan korpus vitreus dan retina,
edema retina, lubang pada retina, avulsi dasar vitreosa, pelepasan retina, ruptur
8
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
koroid atau avulsi saraf optik. Banyak cedera di atas tidak dapat dilihat melalui
pemeriksaan eksternal. Sebagian gejala misalnya katarak, mungkin belum
terbentuk sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera.8,9
2.2.5. Diagnosis
a. Anamnesis9,10
Mekanisme trauma:
Tentukan jenis trauma : tumpul, penetrasi atau perforasi.
Benda penyebab : bentuk dan ukuran benda.
Kemungkinan adanya benda asing pada bola mata.
Apakah trauma disengaja atau tidak.
Keadaan saat terjadinya trauma:
Waktu dan lokasi terjadinya trauma.
Apa yang sedang pasien kerjakan saat terjadinya trauma
Penggunaan kacamata koreksi atau pelindung mata lainnya karena
benda-benda tersebut dapat melindungi atau malah berkontribusi pada
trauma akut.
Apakah pasien mempunyai miopia berat karena mata miopia lebih
rentan terhadap trauma kompresi anterior-posterior.
Riwayat medis:
Riwayat trauma mata atau operasi mata sebelumnya karena dapat
membuat jaringan lebih rentan ruptur.
Visus dan fungsi penglihatan sebelum trauma pada kedua mata.
Penyakit mata yang ada pada pasien saat ini.
Penggunaan obat saat ini termasuk obat tetes mata dan alergi obat.
Waktu terakhir kali pasien makan/minum.
Gejala:
Nyeri : dapat tersamar oleh trauma lain dan dapat tidak berat pada
awalnya pada trauma tajam, baik dengan atau tanpa benda asing.
Tajam penglihatan biasanya berkurang jauh
9
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
Diplopia : akibat terjepitnya otot ekstraokular, akibat trauma saraf
kranial, monokular diplopia akibat dari dislokasi atau subluksasi lensa.
b. Pemeriksaan Fisik9
Pemeriksaan fisik harus memperhatikan prinsip-prinsip dibawah ini:
1. Trauma tembus mungkin dapat tampak dengan mudah atau tertutupi
oleh luka yang lebih superfisial sehingga sebaiknya dicari dengan
teliti.
2. Hindari memberikan tekanan pada bola mata yang mengalami trauma
tembus untuk mencegah prolaps jaringan bola mata.
3. Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma
yang terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.
4. Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuan
mengidentifikasi dan melindungi mata.
5. Hindari manipulasi mata yang berlebihan saat pemeriksaan untuk
menghindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan
ekstrusi intraokular.
Tajam penglihatan dan gerak bola mata:
Periksa tajam penglihatan kedua mata.
Periksa gerak bola mata kedua mata, jika terganggu harus dievaluasi
kemungkinan adanya fraktur orbita.
Orbita:
Harus dievaluasi apakah ada deformitas tulang, benda asing dan
gangguan kedudukan bola mata.
Benda asing yang menembus bola mata harus dibiarkan sampai
tindakan bedah.
Apabila terdapat trauma tembus bola mata dapat timbul enoftalmus.
Kelopak mata:
10
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
Trauma kecil pada kelopak mata tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya trauma tembus bola mata.
Perbaikan kelopak harus ditunda sampai kemungkinan adanya trauma
tembus bola mata dapat disingkirkan.
Konjungtiva:
Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan adanya
ruptur bola mata.
Laserasi konjungtiva bisa terjadi bersamaan dengan trauma sklera
yang serius.
Kornea dan sklera:
Laserasi pada kornea dan sklera bisa menunjukkan adanya perforasi
bola mata dan harus dipersiapkan untuk ditatalaksana di ruang operasi.
Pada luka tembus kornea dapat terjadi prolaps iris yang ditandai
dengan adanya benda berwarna gelap keluar dari luka.
Adanya sklera yang menonjol dapat menandakan adanya ruptur bola
mata disertai ekstrusi isi bola mata.
Tekanan intraokuli biasanya rendah, namun pengukuran tekanan
intraokuli dikontraindikasikan untuk menghindari penekanan pada
bola mata.
Luka tembus kornea yang tersamar dapat diperiksa dengan tes Seidel,
yaitu dengan menggunakan pewarnaan flouresens dan lampu Wood
dilihat warna kuning pada pewarnaan flouresens yang menandakan
adanya aqueous humor yang merembes dari luka tersebut.
11
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
Gambar 2.5. Tes Seidel
Pupil:
Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan defek pupil aferen.
Bentuk pupil yang meruncing, teardrop-shaped dan lain-lain dapat
menjadi tanda adanya trauma tembus bola mata.
Lensa:
Dapat timbul dislokasi lensa.
Bilik Mata Depan:
Pemeriksaan slit lamp pada pasien yang kooperatif bisa menunjukkan
kelainan yang berhubungan dengan seperti defek transiluminasi iris
(red reflex gelap karena perdarahan vitreous), laserasi kornea, prolaps
iris, hifema dari disrupsi korpus siliar dan kerusakan lensa termasuk
dislokasi atau subluksasio.
Bilik mata yang dangkal bisa jadi merupakan satu-satunya tanda
adanya ruptur bola mata tersamar dan merupakan petanda prognosis
buruk. Ruptur posterior bisa terjadi dan ditunjukkan dengan bilik mata
depan yang dalam karena adanya ekstrusi vitreous ke segmen
posterior.
12
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
Temuan lain:
Perdarahan vitreous setelah trauma menunjukkan adanya robekan
retina atau khoroid avulsi nervus optikus atau benda asing.
Robekan retina, edema, ablasio retina dan perdarahan bisa mengikuti
ruptur bola mata.
c. Pemeriksaan Penunjang9,10
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan koagulasi dan darah lengkap dilakukan pada pasien yang
memiliki kelainan darah.
Pemeriksaan laboratorium diindikasikan untuk kasus dengan trauma
yang disertai dengan gangguan medis lain.
CT-Scan:
CT-Scan adalah pemeriksaan penunjang yang paling sensitif untuk
mendeteksi ruptur bola mata, kerusakan saraf optic, mendeteksi benda
asing dan memberi gambaran bola mata dan orbita. Namun kurang
dapat mendeteksi adanya benda asing non-logam.
Foto Rontgen:
Foto polos tiga posisi Waters, Caldwell dan lateral lebih bermanfaat
untuk mengetahui kondisi tulang orbita dan sinus daripada keadaan
bola mata.
MRI:
MRI berguna untuk mendeteksi kerusakan jaringan lunak dan untuk
mendeteksi benda asing non-logam.
MRI dikontraindikasikan bagi kecurigaan benda asing logam.
Ultrasonografi:
Ultrasonografi memiliki resiko untuk memberikan tekanan pada bola
mata apabila terjadi trauma tembus.
Dapat berguna untuk menentukan lokasi ruptur, ablasio retina,
perdarahan retrobulbar dan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya benda asing.
13
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
2.2.6. Penatalaksanaan
Laserasi konjungtiva
Dalam manajemen laserasi konjungtiva, harus diperhatikan ada tidaknya
kerusakan organ bola mata yang lebih dalam lagi dan ada tidaknya benda asing.
Pemeriksaan dapat menggunakan forsep steril atau aplikator dengan kapas
diujungnya. Selain itu dapat digunakan slit lamp. Untuk menyingkirkan apakah
ada atau tidak luka tembus bola mata, maka dapat dilakukan peritomi di ruang
operasi. Pada umumnya, laserasi konjungtiva tidak memerlukan penjahitan.11
Abrasi kornea
Abrasi kornea ditandai dengan nyeri yang tiba-tiba, sensasi benda asing,
robekan, dan rasa tidak nyaman saat berkedip. Pemeriksaan slit lamp dapat
digunakan untuk menilai adanya abrasi, serta luas dan kedalaman defek kornea.
Tatalaksana abrasi kornea berupa pemberian salep antibiotik dikombinasikan
dengan sikloplegik topikal. Selain itu, antiinflamasi nonsteroid topikal maupun
oral dapat diberikan pada 24-48 jam pertama untuk meredakan nyeri. 11
Trauma penetrasi dan perforasi pada bola mata
Manajemen preoperatif
Beberapa hal yang dapat dilakukan sementara pada periode preoperatif: 8,11
Jangan melakukan manipulasi apapun sampai dilakukannya operasi di
ruang operasi yang steril.
Gunakan pelindung mata, dapat digunakan pelindung Fox (atau 1/3
bawah gelas kertas) pada mata yang terkena trauma.
Hindari penggunaan obat topikal sebelum dilakukan operasi karena
berpotensi toksik bagi jaringan intraokuler yang terpapar.
Hindari intervensi yang membutuhkan pembukaan kelopak mata
secara pasif.
Pastikan pasien tidak makan dan minum per oral lagi.
Berikan obat sedasi dan antinyeri, serta antiemetik.
Mulai pemberian antibiotik intravena.
14
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
Berikan profilaksis tetanus.
Konsultasi pada anestesi.
Manajemen non operatif
Beberapa trauma penetrasi adalah luka minimal dan dapat tertutup spontan
pada pemerikaan oftalmikus, tanpa adanya kerusakan, prolaps, atau
perlengketan intraokuler. Pada kasus ini hanya dibutuhkan antibiotik
sistemik dan/atau topikal dan observasi. Jika luka pada kornea tersebut
terbuka kembali namun kmera okuli anterior masih terbentuk, maka dapat
diberikan obat berikut secara kombinasi maupun tidak, yaitu: obat penekan
produksi aqueous humor topikal maupun sistemik (misalnya beta-bloker),
patching, lensa kontak terapetik, atau adhesiva jaringan. Namun jika cara
ini tidak menutup luka dalam 2 hari, sebaiknya penutupan secara operatif
dengan penjahitan dilakukan. 11
Manajemen operatif
Tujuan utama dilakukan manajemen operatif adalah untuk
mempertahankan integritas bola mata. Tujuan kedua ialah untuk
mengembalikan fungsi penglihatan melalui perbaikan kerusakan luar dan
dalam bola mata.11
Jika prognosis fungsi penglihatan pada mata yang terkena trauma buruk
dan pasien berisiko terkena oftalmia simpatetik, enukleasi harus
dipertimbangkan. Enukleasi primer harus dilakukan pada trauma berat
yang tidak mungkin terjadi pemulihan anatomi. Pada beberapa kasus,
penundaan enukleasi yang tidak lebih dari 12-14 hari memiliki
keuntungan, dimana dokter dapat menilai fungsi visual pascaoperatif,
konsultasi bedah mata rekonstruksi, dan stabilisasi keadaan medis pasien.
Selain itu, penundaan enukleasi pascaoperatif yang gagal memperbaiki
fungsi penglihatan membuat pasien mempertimbangkan dan menerima
enukleasi pada keadaan nonemergensi.8,11
Vitrektomi dapat dilakukan untuk pembentukan kembali kamera okuli
anterior dan mencegah komplikasi trauma penetrasi yaitu ablasio retina,
pembentukan membran siklitik, dan phthisis bulbi, yang berasal dari
15
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
proliferasi selular intraokuler dan pembentukan membran. Vitrektomi
dapat dilakukan primer maupun ditunda.12
Pemilihan anestesi sebaiknya anestesi umum, karena anestesi retrobulbar
atau peribulbar dapat meningkatkan tekanan orbital yang memicu atau
memperparah ekstrusi isi intraokuler. 11
Manajemen pascaoperatif
Setelah tindakan operatif, terapi ditujukan untuk mencegah infeksi,
menekan inflamasi, mengontrol tekanan intraokuler, dan mengatasi nyeri.
Antibiotik intravena diberikan pada 48 jam pertama, dan diteruskan
dengan antibiotik oral selama 3-5 hari. Antibiotik topikal diberikan 4 kali
sehari selama 7 hari atau sampai penutupan permukaan epitel terjadi.
Kortikosteroid topikal dan sikloplegik topikal juga diberikan dan
dihentikan perlahan sesuai dengan derajat inflamasi. 11
Jahitan pada kornea dibiarkan paling tidak sampai 3 bulan. Penanda
jahitan dapat dilepas adalah adanya fibrosis dan vaskularisasi pada daerah
luka. Pastikan pula tidak terjadi erosi epitel akibat jahitan yang dapat
menyebabkan infeksi. 11
Pada setiap kunjungan pascaoperatif, perlu dilakukan pemeriksaan retina
dan fundus karena pada mata yang terkena trauma penetrasi risiko ablasio
retina meningkat. Lakukan pula koreksi visus jika sudah terjadi
penyembuhan permukaan dan media refraksi pada bola mata untuk
menghindari ambliopia serta kebutaan.11
2.2.6. Komplikasi
Endoftalmitis pascatrauma dapat terjadi baik eksogen maupun pasca
operasi. Endoftalmitis yang terjadi dapat diakibatkan oleh bakteri
(terbanyak oleh Bacillus cereus) atau jamur. Tanda klinis endoftalmitis
pascatrauma adalah tanda-tanda inflamasi, berupa adanya fibrin, hipopion,
infiltrat vitreus dan opasifikasi kornea. Hal ini dapat dicegah melalui
pemberian antibiotik yang sensitif pada bakteri penyebab endoftalmitis,
misalnya B cereus sensitif terhadap vancomycin atau clindamycin.
16
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
Oftalmia simpatetik, adalah peradangan pada mata yang tidak mengalami
luka beberapa minggu atau bulan setelah cedera. Diperkirakan suatu
proses autoimun pada jaringan uvea. Gejalanya adalah nyeri, penurunan
tajam penglihatan dan fotofobia. Hal ini dapat dicegah dengan
dilakukannya enukleasi pada bola mata yang terkena trauma.12
2.2.7. Prognosis
Prognosis trauma pada bola mata dinilai dengan menggunakan skoring,
yaitu Ocular Trauma Scoring (OTS). Skoring ini bergantung pada 6 variabel,
yaitu ketajaman penglihatan awal, ada tidaknya ruptur bola mata, endoftalmitis,
trauma perforasi, ablasio retina, dan defek pupil aferen. Kemudian poin variabel
yang ditemukan dijumlahkan, dikonversikan ke OTS, dan dapat diketahui
likelihood ratio penglihatan akhir pasien saat sembuh. Makin tinggi OTS maka
makin baik pula prognosis pasien tersebut.13,14
Tabel 2.1. Ocular Trauma Scoring (OTS)12
17
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
BAB 3
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Trauma tembus pada bola mata adalah trauma bola mata terbuka, yaitu
trauma dengan luka yang menembus seluruh ketebalan dinding sklera atau kornea
maupun keduanya. Terdiri dari ruptur dan laserasi. Laserasi menimbulkan adanya
trauma penetrasi atau perforasi.
Prevalensi trauma bola mata di Amerika serikat sebesar 2,4 juta pertahun
dan sedikitnya setengah juta diantaranya menyebabkan kebutaan. Berdasarkan
jenis trauma bola mata, didapati bahwa 51,1% merupakan trauma bola mata
terbuka, 43,4% trauma bola mata tertutup, 1,1% trauma kimia, 0,4% trauma
termal. Menurut jenis kelamin, trauma bola mata lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. Penyebab trauma tembus pada bola mata dapat
dibagi menjadi dua, yaitu trauma oleh benda tajam atau runcing dan trauma oleh
benda asing yang terlempar dengan kecepatan tinggi.
Diagnosis trauma tembus bola mata ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu dengan adanya riwayat
trauma, tajam penglihatan menurun, adanya nyeri, terlihat kamera okuli anterior
yang dangkal pada perforasi kornea, jaringan uvea dapat menempel pada kornea
atau jaringan iris yang prolaps, hifema, tekanan bola mata akan rendah, kemosis
hemoragik, laserasi konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva, dan lain-lain.
Beberapa penanganan yang dapat dilakukan sementara pada periode
preoperatif yaitu tidak melakukan manipulasi apapun sampai dilakukannya
operasi di ruang operasi yang steril, gunakan pelindung mata, tidak memberikan
obat topikal apapun, memastikan pasien tidak makan dan minum per oral, mulai
pemberian antibiotik intravena, berikan obat antinyeri serta antiemetik, dan
memberikan antitetanus. Setelah itu pasien dapat dirujuk untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
Prognosis trauma tembus pada bola mata dapat dinilai dengan
menggunakan Ocular Trauma Scoring (OTS).
18
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. 6th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2007.
2. Kuhn F, Morris R, Mester V, Whiterspoon CD.Terminology of Mechanical
Injuries: the Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT). In: Kuhn F.
Ocular Traumatology. New York: Springer; 2008. p.6-8.
3. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age
International Publisher; 2007.
4. Djelantik AAAS, Andayani A, Widiana IGR. The Relation of Onset of
Trauma and Visual Acuity on Traumatic Patient. Jurnal Oftalmologi
Indonesia[internet]. 2010 Jun [cited 2015 May 10]. Available from:
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/abstrak_545133_tpjua.pdf
5. Aldy F. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Tapanuli
Selatan. Repository USU [internet]. 2009 Dec [cited 2015 May 10]. Available
from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6381/1/10E00180.pdf
6. Sari K. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Langkat.
Repository USU [internet]. 2009 Dec [cited 2015 May 10]. Available from:
http://repository.usu.ac.id/xmlui/handle/123456789/6388
7. Cao H, Li L, Zhang M. Epidemiology of Patients Hospitalized for Ocular
Trauma in the Chaoshan Region of China, 2001-2010. PloS ONE [internet].
2012 Oct [cited 2015 May 10]. Available from:
http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0048377
8. Eva PR, Whitcher JP, editors. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta: ECG; 2007.
9. Acerra JR. Globe Rupture. Medscape [internet]. 2014 Mar [cited 2015 May
10]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/798223
10. Kuhn F. Open Globe Injury: a Brief Overview. In: Kuhn F. Ocular
Traumatology. New York: Springer; 2008. p.347-357.
19
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : SITI FATHIYANIM : 100100077
11. American Academy of Ophthalmology. External Disease and Cornea:
Clinical Aspects of Toxic and Traumatic Injuries of the Anterior Segment.
Italy: American Academy of Ophthalmology; 2014.
12. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous: Posterior
Segment Manifestations of Trauma. Italy: American Academy of
Ophthalmology; 2014.
13. Turgut B, Kobat SG, Tanyildizi R. The Usage of Ocular Trauma Scoring in
the Visual Prognostic Evaluation of Traumatic Eye Injury. Medicine Science
[internet]. 2014 Mar [cited 2015 May 10]. Available from:
http://www.scopemed.org/fulltextpdf.php?mno=48038
14. Kuhn F, Morris R, Mester V, Whiterspoon CD, Mann L. Predicting the
Severity of an Eye Injury: the Ocular Trauma Score (OTS). In: Kuhn F.
Ocular Traumatology. New York: Springer; 2008. p.19-21.
20