pancasila sebagai etika politik

24

Click here to load reader

Upload: faris-van-java

Post on 02-Jul-2015

2.132 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pancasila Sebagai Etika Politik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

“Pancasila sebagai Etika Politik” adalah pokok bahasan yang sungguh penting

untuk diketahui, karena Pancasila adalah dasar filasafat negara, ideologi negara dan

pandangan hidup bangsa. Etika Politik dibuat oleh manusia demi kepentigan manusia,

maka dari itu tujuannya harus demi kepentingan manusia seluruhnya, dalam hal ini

seluruh manusia Indonesia. Jadi sebagai perbuatan dan tindakan politik, etika Politik

Pancasila tidak boleh mengkhianati pribadi manusia Indonesia, apalagi mengkhianati

sila-sila Pacasila. Bertentangan dengan itu bukan lagi etika namanya.

Kita ketahui sekarang bahwa berbuat dan bertindak di bidang politik sesuai

dengan etika Politik Pancasila itu sungguh tidak mudah. Itu adalah bawaan dari

egoisme manusia yang enggan memperhatikan kepentingan dan melayani

orang/kelompok lain. Maka dari itu sebagai langkah awal perlu kita internalisasikan

ke dalam hati kita masing-masing bahwa “keselamatan dan kebahagiaan

bermasyarakat, bangsa dan negaraku adalah keselamatan dan kebahagiaanku, dan

sebaliknya keselamatan dan kebahagiaanku adalah keselamatan dan kebahagiaan

masyarakat, bangsa dan negaraku juga”.

Berperilaku, bertindak dan berbuat di bidang politik yang dapat dinilai buruk

itu mudah sekali, tetapi yang dapat dinilai baik itu memang tidak mudah. Maka dari

itu seluruh warga bangsa Indonesia perlu berlatih dan membiasakan diri kepada yang

baik itu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Filsafat dan Etika itu?

2. Apakah yang dimaksud dengan Etika Politik?

3. Apakah yang dimaksud dengan Filsafat Politik Pancasila dan Etika Politik

Pancasila?

1

Page 2: Pancasila Sebagai Etika Politik

4. Bagaimanakah rumus kunci dalam menyelenggarakan etika politik

Pancasila?

5. Apa sajakah upaya yang dapat dilakukan untuk ber-Etika Politik

Pancasila?

1.3 Tujuan

1. Memahami pengertian Filsafat dan Etika

2. Memahami hakikat Etika Politik

3. Memahami perbedaan dan hubungan antara Filsafat Politik Pancasila dan

Etika Politik Pancasila

4. Memahami rumus kunci dalam menyelenggarakan etika politik Pancasila

5. Memahami upaya yang dapat dilakukan untuk ber-Etika Politik Pancasila

1.4 Metode Penulisan

Pada makalah ini penulis menggunakan metode deskripsi untuk

menggambarkan masalah. Adapun azas teknik pengumpulan data yang dilakukan

penulis adalah dengan penelitian kepustakaan atau library research yang dilakukan

dengan cara mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan

lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

2

Page 3: Pancasila Sebagai Etika Politik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyegaran Kembali Pegertian Filsafat dan Etika

Etika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat, maka perlu diadakan

penyegaran kembali pengertian filsafat. Dalam buku yang berjudul “Filsafat Pancasila

Secara Ilmiah dan Aplikatif” filsafat mempunyai beberapa makna, antara lain:

a. Philosophy is an attempt to understand the world we live in

b. Philosophy is an inquiry into the nature of live and existence

c. Philosophy provides us with rational view of the world, so it is free inquiry of

reason, it gives a rational view of the world.

d. Philosophy is an interpretation of live, its value and meaning. So philosophy

is a reasonable common-sense, reasonable belies or intuitive knowledge

(knowledge that comes to us directly)

Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari masalah perilaku atau

perbuatan manusia untuk dinilai dari segi baik atau buruknya. Studi filosofik atas

manusia sebagai sebuah keutuhan menimbulkan cabang filsafat yang dinamakan

filsafat manusia atau philoshopical anthropology. Manusia jika ditinjau dari filosofik

aspek kognitif/rasionalitas menimbulkan cabang filsafat epistemology dan logika.

Secara emosionalitas yaitu estetika; dan apabila ditinjau dari aspek konasi atau

kemauan dinamakan etika.

Persoalan etika adalah persoalan kemauan manusia. Orang sanggup berbuat

baik atau tidak itu erat kaitanya dengan masalah kemauan. Sebaliknya orang yang

kemauannya lemah cenderung untuk tidak melakukan hal-hal atau perbuatan-

perbuatan yang baik. Melakukan hal yang baik itu memerlukan perjuangan, maka dari

itu tanpa adanya kemauan untuk berjuang, seorang manusia tidak akan melakukan

sesuatu yang baik di tinjau dari segi kemanusiaan. Bersamaan dengan itu berhadapan

dengan hal-hal atau perbuatan yang jahat orang memerlukan kemauan untuk

3

Page 4: Pancasila Sebagai Etika Politik

mengendalikan diri, agar manusia tidak terlanjur terjerumus melakukan hal-hal atau

perbuatan yang jahat. Jadi sebenarnya melakukan perbuatan atau hal-hal yang jahat

bagi orang yang tidak pernah terdidik atau terarah secara moral sungguh mudah

untuk dilakukan, karena tidak memerlukan kemauan untuk memperjuangkannya.

Maka ada kata “barang yang buruk mudah berkembangnya tetapi sesuatu yang baik

sulit untuk mewujudkannya”. Maksudnya bahwa untuk mewujudkan sesuatu yang

baik itu lebih sulit dari pada sesuatu yang jelek atau jahat.

Demikian perbuatan baik atau buruk itu meliputi seluruh perbuatan manusia.

Perbuatan manusia terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, terhadap benda-

benda di sekitar baik yang anorganis, vegetatip, maupun animal di tinjau dari segi

baik atau buruknya.

2.2 Pengertian Etika Politik

Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku

atau perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik dan buruknya. Filsafat

politik adalah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang

dibela dan di perjuangkan oleh para penganutnya, seperti komunisme, fascisme,

demokrasi. Filsafat tersebut erat dengan nama-nama pendahulu-pendahulunya seperti

komunisme oleh Karl marx/fascisme oleh Mussolini dan demokrasi oleh Thomas

Jefferson.

Kiranya tidak mencampuradukkan filsafat politik dengan sistem ekonomi

yang tumbuh bersama antara keduanya, demokrasi adalah filsafat politik sedangkan

kapitalisme adalah sistem ekonomi, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang di

dalamnya terdapat kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi, dan perangsang

bagi hasil kerja selanjutnya terletak pada kauntungan yang di peroleh si pengusaha.

Komunisme sebagai suatu filsafat perlu di bedakan dengan komunisme

sebagai suatu sistem ekonomi, yang tepatnya sosialisme, komunisme adalah suatu

filsafat politik yang di barengi sistem ekonomi sosialiame. Sebagai suatu sistem

ekonomi, komunisme menolak kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi dan

meletakan perangsang bagi hasil kerja selanjutnya semata-mata pada kesejahteraan

4

Page 5: Pancasila Sebagai Etika Politik

yang semakin meningkat bagi semua orang, keuntungan sebagai suatu motifnya perlu

di tolak bila mana hanya berarti keuntungan pribadi, yang berarti pemupukan

kekayaan oleh orang seorang bagi dirinya sendiri semata-mata.

Fascisme sebagai suatu filsafat perlu di bedakan dengan sistem ekonomi

korporasi. Sistem ekonomi korporasi adalah suatu bentuk kapitalisme dimana Negara

mengatur segala pekerjaan menggantikan serikat buruh dan serikat majikan yang

saling bertentangan. Sistem ekonomi korporasi diawasi secara ketat oleh dewan fascis

tertinggi. Singkatnya Negara korporasi adalah suatu kapitalisme dengan bentuk

pemerintahan diktator.

Jadi etika politik adalah suatu cabang dari filsafat politik. Oleh karena itu baik

buruknya perbuatan atau perilaku politik yang dinilai dalam rangka etika politik,

penilaian berdasarkan filsafat politik.

2.3 Filsafat Politik Pancasila dan Etika Politik Pancasila

Filsafat politik pancasila ialah seperangkat keyakinan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya,

yaitu manusia-manusia Pancasila yang menyelenggarakan dan memperjuangkan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila. Negara

Indonesia, filsafat politiknya adalah Filsafat Politik Pancasila. Pancasila adalah

filsafat politik masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.

Perbandingan antara filsafat politik Komunisme, Demokrasi, dan Fascisme,

sebagai berikut :

1. Filsafat politik komunisme : Memandang individu manusia hanya sekedar

nomor dalam keseluruhan hidup bersama sebagai masyarakat yang menegara,

kedudukan individu tidaklah penting dan yang penting adlaah kehidupan

bersama yang menegara.

2. Filsafat politik demokrasi : Memandang individu manusia teramat penting,

sedangkan kehidupan bersama yang merupakan masyarakat yang menegara

adanya sebagai akibat dari perjanjian kemasyarakatan bersama untuk hidup

menegara demi kepentingan individu-individu yang menjadi warganya,

5

Page 6: Pancasila Sebagai Etika Politik

sehingga individu adalah nomor satu pentingnya sedangkan masyarakat yang

menegara adalah penting yang nomor dua.

3. Filsafat politik fascisme : Memandang manusia hanya sebagai unsur dari

kebersamaan masyarakat manusia yang berwujud negara, sedangkan negara

yang mengatur dan menentukan segalanya (sebagai subjek) dan induvidu

bukanlah subjek melainkan hanya objek, maka filsafat politik pancasila

berkeyakinan bahwa manusia adalah subjek dan objek sekaligus.

Negara kita adalah negara demokrasi Pancasila. Suatu negara demokrasi

dimana manusia sebagai individu dan manusia sebagai mahluk sosial sama

pentingnya. Warga negara adalah mahluk sosial sekaligus.

Etika Politik Pancasila adalah cabang dari filsafat politik Pancasila yang

menilai baik dan buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan Filsafat Politik

Pancasila. Filsafat Politik Pancasila ialah seperangkat keyakinan di dalam

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara manusia Indonesia yang berdasarkan

Pancasila.

Pancasila adalah dasar filsafat negara menjadi pusat dasar dan inti dari

Pembukaan UUD 1945. Pancasila dengan fungsi teoritisnya menemukan kebenaran

yang sedalam-dalamnya dan dengan fungsi praktisnya menjadi pedoman di dalam

mengambil kebijakan dan melangkah dengan melalui empat pokok-pokok pikiran

Pembukaan UUD 1945 yag merupakan Reschtsidee (cita-cita hukum) dan merupakan

Geistlichen Hintergrund (suasana kebatinan) Undang-Undang Dasar menjelma

kedalam pasal-pasal Batang Tubuh Undang-Undang Dasar.

Fungsi Pancasila dasar filsafat negara sebagai ideologi negara, yaitu cita-cita

negara yang menjadi basis bagi sistem teori dan praktek penyelenggaraan negara.

Filsafat politik Pancasila adalah filsafat politik negara Pancasila, yang memfungsikan

Pancasila sebagai dasar filsafatnya dan sebagai ideologinya. Etika politik Pancasila

menilai baik-buruknya perilaku politik dan tindakan-tindakan atau perbuatan politik

dari sudut pandang Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai ideologi

negara Republik Indonesia.

6

Page 7: Pancasila Sebagai Etika Politik

Masalah-masalah politik dapat digolongkan menjadi :

1. Sistem pemerintahan negara

2. Hak-hak dasar warga negara

3. Hubungan pemerintah negara dengan warga negara

4. Hubungan negara dengan dunia Internasional

5. Dan lain-lain

Perilaku politik, perbuatan politik, dan tindakan-tindakan politik pemerintah

negara, alat-alat kekuasaan negara dan rakyat negara serta masyarakat dalam lingkup

negara itulah yang harus kita soroti atau kita nilai dari segi etika politik. Tujuannya

untuk mengetahui apakah semuanya itu dapat dipulangkan kembali atau

dipertanggung jawabkan dari segi Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai

ideology negara ataukah tidak. Kalau dapat berarti memenuhi tuntutan etika politik

Pancasila dan kalau tidak dapat berarti sebaliknya dan harus diluruskan agar dapat

memnuhi tuntutan etika politik Pancasila.

Biasanya orang minta diberi contoh tentang perilaku politik, perbuatan politik,

dan tindakan-tindakan politik seperti itu. Contoh-contoh untuk ini sebaiknya

diperoleh melalui jalan diskusi.

2.4 Pelanggaran- pelanggaran Etika Politik

Dewasa ini marak terjadi pelanggaran etika politik di Indonesia, bahkan sejak

pemerintahan Orde Lama pun hal ini sudah mewarnai kancah politik di negeri kita

ini. Dalam hal ini peran etika politik pancasila sangat dibutuhkan, karena etika politik

pancasila mampu mendeteksi adanya gejala- gejala awal dari pelanggaran terhadap

filsafat politik pancasila. Etika politik juga mampu mengubah paradigma politik:

Dari “Politik yang sering dilihat sebagai sebuah pertarungan kekuatan dan

kepentingan.Kecenderungannya adalah untuk mencapai tujuan dengan

menghalalkan segalacara, sehingga tujuan politik yang menghasilkan

kesejahteraan rakyat itu hanya sebatas mimpi. Dunia politik juga dapat

merubah kawan menjadi lawan,dan sebaliknya, musuh menjadi teman untuk

7

Page 8: Pancasila Sebagai Etika Politik

kepentingan individu dan golongan.Bahkan, rakyat pun bisa menjadi sasaran

permainan politik, martabat bangsadigadaikan, dan harga diri dipertaruhkan.”

Menjadi “Secara etimologi, politik adalah strategi. Ia dapat dimaknai sebagai

sebuah penggalian kemampuan manusia untuk menggunakan kemampuan

daya pikirnya dalam upaya proses perubahan. Secara terminologi, politik

berarti memerdekakan manusia dari segala bentuk ketidakadilan, penindasan,

kemiskinan, dan kebodohan. Maka, pada tataran substansi, politik tentu tidak

kejam, ia juga tidak berisi permusuhan, apalagi penghancuran manusia. Politik

mengenal etika, justru peduli terhadap kaum minoritas, kaum tertindas, dan

berbicara atas kepentingan kolektif (masyarakat) secara jujur dan sungguh-

sungguh.

Berikut akan dipaparkan suatu gambaran atau contoh pelanggaran-

pelanggaran etika politik yang mungkin terjadi:

a. Pelanggaran etika politik yang paling besar adalah perbuatan yang bertujuan

meniadakan atau mengganti Pancasila dengan ideologi negara yang lain. Ini

berarti pembubaran negara Pancasila yang setiap 1 Oktober selalu kita

peringati mulai berdirinya.

b. Menghilangkan cita- cita hukum (Rechsidee),yang menguasai dasar hukum

negara kita, baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.

c. Secara sengaja menafsirkan secara keliru pasal- pasal aturan perundangan

sehingga bertentangan dengan Pancasila, dan melaksanakannya sejalan

dengan kekeliruannya yang disengaja tersebut sehingga bertentangan dengan

maksud dan jiwa Pancasila.

d. Pelanggaran dalam tata pergaulan dalam rangka aktifitas politik di dalam

Negara Pancasila.

e. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan social. Budaya politik yang

cendrung antagonis, pada akhirnya sering membenarkan kekerasan sebagai

panglima digjaya. Ketamakan dan kehausannya berwujud dalamsikap korupsi

sehingga terjadi pengabaian kemiskinan, kesenjangan sosial, dan feodalisme

8

Page 9: Pancasila Sebagai Etika Politik

kekuasaan yang mengangkangi hukum, dan pengabaian pada sejarah

kekerasan di masa lalu dengan mengubur ingatan sosial.

f. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama

dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga

memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.

g. Korupsi

Hal ini telah menjadi permasalahan yang pelik di Indonesia. Bahkan sejak

masa Orde Lama pun, korupsi telah mewarnai dunia politik di negara kita.

Apalagi sekarang, korupsi semakin tumbuh subur saja.

Orde Lama

Dasar Hukum: KUHP (awal), UU 24 tahun 1960

Antara 1951 - 1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal

seperti Indonesia Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan

Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan

Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel.

Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan

pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas

intervensi PM Ali Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang

menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer.

Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu

setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh

dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut

mantan Menteri Penerangan kabinet Burhanuddin Harahap

(kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur

Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.

Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara

tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno.

Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di

Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titik awal

berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal AH

Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan

9

Page 10: Pancasila Sebagai Etika Politik

perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa

Darurat Militer justru melahirkan korupsi di tubuh TNI.

Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan

korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil.

Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan lahan

korupsi paling subur.

Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga

terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen

Suprapto, S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas

Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima

Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, Kepala Staffnya.

Proses hukum Suharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot

Subroto, yang kemudian mengirim Suharto ke Seskoad di

Bandung. Kasus ini membuat DI Panjaitan menolak

pencalonan Suharto menjadi ketua Senat Seskoad.

Orde Baru

Dasar Hukum: UU 3 tahun 1971

Korupsi orde baru dimulai dari penguasaan tentara atas bisnis-

bisnis strategis.

Reformasi

Dasar Hukum: UU 31 tahun 1999, UU 20 tahun 2001

Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh

beberapa institusi:

1. Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi)

2. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

3. Kepolisian

4. Kejaksaan

5. BPKP

6. Lembaga non-pemerintah: Media massa Organisasi massa

(mis: ICW)

h. Mengkonotasikan politik sebagai dunianya laki-laki. Padahal sesungguhnya

10

Page 11: Pancasila Sebagai Etika Politik

politik bicara strategi, kepedulian, dan keadilan. Politik juga memberi hak atas

pilihan pribadi perempuan sebagai manusia yang mandiri, yang suaranya pun

menjadi sesuatu yang penting untuk di dengar.

Mengingat tantangan etika politik ke depan adalah, soal kemiskinan,

ketidakpedulian, korupsi, kekerasan sosial, terutama terhadap perempuan, maka

banyak strategi yang harus dilakukan:

Pertama, meretas etika politik itu sedini mungkin melalui lingkungan

keluarga: membiasakan pola relasi yang seimbang antara dua jenis manusia,

menghargai keberagaman, dan perbedaan pendapat, terutama sejak anak-anak

masih kecil.

Kedua, memperkuat lembaga-lembaga strategis seperti pemerintahan daerah

hingga dusun, lembaga adat dan lembaga agama dengan mengintegrasikan

etika politik di dalamnya, juga terhadap peraturan-peraturan internal partai,

baikAD/ART, program dan peraturan-peraturan partai lainnya.

Ketiga, memperkuat komunitas di tingkat akar rumput, terutama perempuan

agar melek politik, serta adanya peraturan yang tegas dan dijamin dalam

hukum (berupa sangsi) yang ketat terhadap proses-proses pengambilan

kebijakan yang tidakmenyertakan perempuan di setiap institusi.

Keempat, perlu memotivasi perempuan untuk bersedia mengambil peran

dalam kancah politik melalui sosialisasi, advokasi dan fasilitasi bagi kader

politik perempuan, pematangan konsensus bersama untuk mewujudkan

keadilan bersama, perempuan dan laki-laki.

Kelima, yang lebih signifikan adalah, membangun proses penyadaran akan

pentingnya etika politik dalam setiap lapisan masyarakat.

Terakhir, ingatan sosial terhadap kekerasan di masa lalu membutuhkan

pertanggungjawaban sebagai wujud dari sebuah etika politik, karena itu, perlu

tindakan kongkrit seluruh instansi, terutama pemerintah dalam menyikapi

situasi ini yang juga melibatkan komponen perempuan di dalamnya.

11

Page 12: Pancasila Sebagai Etika Politik

2.5 Rumusan Kunci Etika Politik Pancasila

Dilihat dari rumus rangkaian kesatuan sila-sila Pancasila, maka masalah etika

dalam hal ini etika politik Pancasila, paling dekat dengan sila kedua. Maka dari itu

rumus rangkaian kesatuannya dengan keempat sila yang lain adalah sebagai berikut:

Etika politik Pancasila ialah perilaku atau perbuatan politik yang sesuai

dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersila ketiga, bersila

keempat, bersila kelima, dan bersila kesatu.

Seperti yang kita ketahui, masalah etika adalah masalah nilai; sedangkan

postulat tentang nilai Ilmu Filsafat Pancasila adalah hakikat manusia Pancasila. Maka

dari itu rumus dari rangkaian kesatuan sila-sila dalam Pancasila yang berkenaan

dengan etika Politik Pancasila dimulai dari sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan

Beradab.

Untuk menjabarkan rumus kunci tersebut ke dalam deskripsi yang cukup jelas

mengenai etika politik Pancasila harus disesuaikan dengan keperluannya. Yakni

setiap sila pancasila harus dijabarkan ke dalam pengertian-pengertiannya dari yang

umum ke yang semakin khusus-konkrit, dan bersamaan dengan itu tidak boleh

dilupakan bahwa setiap pengertian jabaran sila-sila Pancasila secara otomatis

dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.

Contoh kasusnya adalah “bagaimana berkampanye sesuai dengan etika

Pancasila?”, maka jawabannya ada bermacam-macam, tetapi pada prinsipnya:

Berkampanyelah secara tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan,

misalnya jangan menggangu keamanan orang lain, jangan merugikan orang

lain, hubungan dengan sesama manusia harus dijaga agar tetap baik, jangan

sampai bentrok dengan masa partai lain. Langkah ini didasarkan pada sila ke-

3

Peraturan berkampanye harus ditaati karena menaati peraturan berarti menaati

diri kita semua. Langkah ini didasarkan pada sila ke-4

Pemilu dan khususnya berkampanye itu tujuan akhirnya adalah demi

kesejahteraan dan kemakmuran hidup kita bersama, usahakan jangan sampai

12

Page 13: Pancasila Sebagai Etika Politik

menghambat usaha-usaha menuju kemakmuran bersama. Langkah ini

didasarkan pada sila ke-5

Ketahuilah bahwa semua perbuatan tidak baik yang berdalihkan Pemilu atau

berkampanye selalu tidak lepas dari pengamatan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Langkah ini didasarkan pada sila ke-1

Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan. Tetapi

politik adalah masalah seperangkat keyakinan dalam bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara, yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-

manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang untuk menyelenggarakan

suatu kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila.

Itu tadi adalah pengertian “politik” yang ilmiah. Di samping itu ada pengertian

“politik” yang non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya adalah demi kemenangan

dalam kekuasaan, masalah nilai kemanusiaan tidaklah penting, kalau perlu “tujuan

menghalalkan cara”. Nilai-nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu berbuat

dan bertindak yang bertentangan dengan Pancasila, bahkan mungkin pula

tersembunyi keinginan/ kehendak untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara

yang lain. Jelas ini tidak lah ilmiah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan

kepada Pancasila. Sejarah telah menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik

yang demikian ini tidak akan dan tidak mungkin mendatangkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Dilihat dari segi “politik” dalam pengertiannya yang ilmiah

ini betapa banyak politisi kita yang nampaknya “bermasalah”.

Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan Presiden

Sadam Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai nestapa dibaliknya itu pasti

bukan cita-cita Sadam Husein sendiri. Demikian pula keakhiran presiden Soekarno

dan presiden Suharto yang bisa dinilai “tidak nyaman” dengan berbagai masalah di

baliknya itu pasti juga bukan cita-cita beliau. Semua ini menunjukkan bahwa

merealisasikan filsafat Politik secara benar yang dibuktikan dengan tetap

berpegang pada etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh

tidak mudah, dan oleh karenanya harus selalu diupayakan. Kalau tidak

diupayakan dengan sungguh-sungguh, maka hambatan, kesukaran, dan godaan-

godaan akan selalu membelokkan para politisi dan orang pada umumnya untuk

13

Page 14: Pancasila Sebagai Etika Politik

menjalankan “politik” dalam pengertiannya yang tidak ilmiah, yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada Filsafat Politik Pancasila.

2.6 Upaya untuk ber-Etika Pancasila

Sudah jelas bahwa untuk ber-etika Politik Pancasila, pemahaman istilah

“politik” harus dari seginya yang ilmiah, bukan dari seginya yang non-ilmiah. Jadi

“politik” di sini harus diartikan dalam konteks filsafat politik Pancasila, yaitu

seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan

diperjuangkan oleh para penganutnya, dalam hal ini manusia manusia Pancasila yang

sedang berusaha dan berjuang menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila.

Dalam rangka upaya untuk ber-Etika Politik Pancasila, dua hal yang harus

dipenuhi, yaitu:

1) Sikap ilmiah, kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah, dan suasana ilmiah

2) Pemahaman isi tulisan-tulisan ilmiah mengenai Pancasila, baik sebagai

filsafat maupun sebagai ilmu khusus

Karena pemahaman istilah “politik” untuk ber-Etika Pancasila harus dari

seginya yang ilmiah, bukan yang non-ilmiah, maka untuk dapat memiliki

kemampuan ber-Etika politik Pancasila orang dituntut memiliki sikap ilmiah,

kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah dan mampu menjaga dan menyelenggarakan suasana

ilmiah. Sikap ilmiah meliputi:

a) Mengosongkan diri sendiri, yakni membebaskan diri dari segala

prasangka, baik atau pun buruk

b) Mengobjektifkan diri sendiri, adalah bersikap seperti apa adanya,

mengatakan sesuatu yang baik bukan karena cinta atau simpatinya, dan

mengatakan sesuatu yang buruk bukan karena benci atau tidak

senangnya.

Tidak ada yang tidak mungkin untuk sebuah politik yang beretika!

14

Page 15: Pancasila Sebagai Etika Politik

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etika Politik Pancasila adalah cabang dari filsafat politik Pancasila yang

menilai baik dan buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan Filsafat

Politik Pancasila. Peran etika politik Pancasila sangat dibutuhkan dalam menangani

pelanggaran-pelanggaran etika politik di Indonesia, karena etika politik pancasila

mampu mendeteksi adanya gejala- gejala awal dari pelanggaran terhadap filsafat

politik pancasila.

Merealisasikan filsafat Politik secara benar yang dibuktikan dengan tetap

berpegang pada etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh tidak

mudah, dan oleh karenanya harus selalu diupayakan.

15

Page 16: Pancasila Sebagai Etika Politik

DAFTAR PUSTAKA

Wreksosuharjo, Sunarjo. 2005. Pancasila. Surakarta: UNS Press

Suseno, Franz Magnis. 2007. Etika Politik; Sebuah Keharusan. Yogyakarta: Makalah

Kuliah Umum Prof. Frans Magnis Suseno

16