p u t u s a n - pt...

54
Hal 1 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg P U T U S A N NOMOR :435/PDT/2015/PT. BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara : PT. ABETAMA SEMPURNA, beralamat di Jalan Komp. Intercon, Taman Kebon Jeruk Blok AA No. 1-3 Jakarta Barat, dalam hal ini memberi Kuasa kepada T. TRIYANTO, S.H., CN., PUJIANTI, S.H., MARBUI HAIDI PARTOGI, S.H., WARDANIMAN LAROSA, S.H., LIMSON NAINGGOLAN, S.H., J.B. BUDHISATRIO, S.H., ROYNALDO SAUT, S.H., Advokat pada Kantor Hukum “TRI & REKAN (3R)yang beralamat kantor di Jalan Raden Saleh Raya No. 45 A Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 08 Januari 2015, sebagai PEMBANDING semula PENGGUGAT;------------------- Lawan : 1. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Cq PEMERINRAH PROPINSI JAWA BARAT Cq GUBERNUR PROPINSI JAWA BARAT, beralamat di Jalan Dipenogoro No. 22 Kota Bandung, dalam hal ini memberi Kuasa kepada YESSY ESMIRALDA, S.H., M.H., TATANG FIRMANSYAH, S.H., M.H., ARIZ EKHA SUPRAPTO, S.H., DADI ANDRIYANDI NUGRAHA, S.H., Kepala Biro dan HAM Sekretariat Daerah Prop Jawa Barat, Kasubag Litigasi dan Staf Biro Hukum dan HAM Daerah Prop Jawa Barat dan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 09 Maret 2015, sebagai TERBANDING semula TERGUGAT ;---------------------------------------------------------------------- 2. KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) KOTA BANDUNG, beralamat di Jalan Soekarno-Hatta No. 586 Kota Bandung, dalam hal ini memberi Kuasa kepada ENDANG JAYADI, S.H., M.H., DIDIH DIHARJA WIJAYA, S.IP., H. IYEP SOFYAN, S.H., H. ULOH SAEFULOH, S.H., DANNY HERSUBIANTO, S.H., HIDAYAT, Kepala seksi sengketa Badan Pertanahan Bandung dan Para Staff Kantor Badan Pertanahan Bandung berdasarkan Surat

Upload: others

Post on 26-Dec-2019

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hal 1 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

P U T U S A N

NOMOR :435/PDT/2015/PT. BDG

“ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”,

Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara

perdata dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagai

berikut dalam perkara antara :

PT. ABETAMA SEMPURNA, beralamat di Jalan Komp. Intercon, Taman

Kebon Jeruk Blok AA No. 1-3 Jakarta Barat, dalam hal ini memberi

Kuasa kepada T. TRIYANTO, S.H., CN., PUJIANTI, S.H., MARBUI

HAIDI PARTOGI, S.H., WARDANIMAN LAROSA, S.H., LIMSON

NAINGGOLAN, S.H., J.B. BUDHISATRIO, S.H., ROYNALDO

SAUT, S.H., Advokat pada Kantor Hukum “TRI & REKAN (3R)”

yang beralamat kantor di Jalan Raden Saleh Raya No. 45 A Jakarta

Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 08 Januari

2015, sebagai PEMBANDING semula PENGGUGAT;-------------------

Lawan :

1. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Cq PEMERINRAH PROPINSI

JAWA BARAT Cq GUBERNUR PROPINSI JAWA BARAT,

beralamat di Jalan Dipenogoro No. 22 Kota Bandung, dalam hal ini

memberi Kuasa kepada YESSY ESMIRALDA, S.H., M.H., TATANG

FIRMANSYAH, S.H., M.H., ARIZ EKHA SUPRAPTO, S.H., DADI

ANDRIYANDI NUGRAHA, S.H., Kepala Biro dan HAM Sekretariat

Daerah Prop Jawa Barat, Kasubag Litigasi dan Staf Biro Hukum dan

HAM Daerah Prop Jawa Barat dan berdasarkan Surat Kuasa

Khusus tertanggal 09 Maret 2015, sebagai TERBANDING semula

TERGUGAT ;----------------------------------------------------------------------

2. KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) KOTA

BANDUNG, beralamat di Jalan Soekarno-Hatta No. 586 Kota

Bandung, dalam hal ini memberi Kuasa kepada ENDANG JAYADI,

S.H., M.H., DIDIH DIHARJA WIJAYA, S.IP., H. IYEP SOFYAN,

S.H., H. ULOH SAEFULOH, S.H., DANNY HERSUBIANTO, S.H.,

HIDAYAT, Kepala seksi sengketa Badan Pertanahan Bandung dan

Para Staff Kantor Badan Pertanahan Bandung berdasarkan Surat

Hal 2 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Kuasa Khusus tertanggal 12 Pebruari 2015 sebagai TURUT

TERBANDING semula TURUT TERGUGAT ;---------------------------

PENGADILAN TINGGI TERSEBUT ;----------------------------------------------------

Telah membaca:-------------------------------------------------------------------------------

1. Surat Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 07

Januari 2016 Nomor : 435/ Pen /Pdt/ 2015/ PT. BDG tentang

penunjukan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara

ini ;--------------------------------------------------------------------------------------

2. Berkas perkara dan surat-surat yang bersangkutan serta turunan resmi

putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 28 Mei 2015 Nomor :

20/Pdt. G/2015 /PN. Bdg, dalam perkara para pihak tersebut di atas;--

TENTANG DUDUK PERKARA :

Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan Gugatannya ke

Pengadilan Negeri Bandung tertanggal. 21 Januari 2015, yang terdaftar

diregister ke Paniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal. 15

Januari 2015, dibawah Register Perkara No.20/Pdt.G/2015/PN Bdg, yang

pada pokoknya mengemukakan dalil-dalil dan petitum Gugatannya sebagai

berikut :

1. Bahwa Penggugat adalah pemegang hak atas Sertifikat Hak Guna

Bangunan No. 322/ Braga, Surat Ukur No. 1292/1986 tanggal 23

September 1986 seluas 93 m2 yang terletak di Komplek Barceuy

Permai Kaveling D.6 No. 18 Bandung berikut sebuah bangunan

permanent tiga lantai yang didirikan berdasarkan Surat Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) tertanggal 18 Juli 1985 Nomor 644.2/928-DBP yang

dikeluarkan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II (dua)

Bandung.

2. Bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 322/ Braga berikut bangunan

permanen tersebut Penggugat peroleh atas dasar jual beli

sebagaimana tercantum dalam Akta Jual Beli Nomor : 295/2007 tanggal

14 Juni 2007, yang dibuat dihadapan Notaris dan PPAT (Pejabat

Pembuat Akta Tanah) Haji Wira Fransiska, SH.

Hal 3 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

3. Bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut mempunyai masa

berlaku hak selama 30 tahun dan berakhir pada tanggal 17 April 2014.

4. Bahwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

sebelum masa berlakunya hak sertifikat tersebut berakhir sertifikat

tersebut dapat dimohonkan perpanjangan dan untuk itu Penggugat telah

mencoba memohon perpanjangan jangka waktu sertifikat Hak Guna

Bangunan tersebut kepada Turut Tergugat, namun permohonan

Penggugat ini tidak mau diterima oleh Turut Tergugat sebelum adanya

persetujuan terlebih dahulu dari Tergugat I dengan alasan Sertifikat Hak

Guna Bangunan tersebut berdiri diatas tanah Hak Pengelolaan (HPL)

yang kewenangannya berada pada Tergugat I.

5. Bahwa Penggugat juga telah memohon persetujuan untuk

memperpanjang jangka waktu sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut

kepada Tergugat I, tapi permohonan ini juga DITOLAK Tergugat I

dengan alasan tanah tersebut akan direvitalisasi menjadi kawasan

komersial baru yang haknya akan diberikan kepada Investor Baru

melalui lelang.

6. Bahwa selanjutnya, ternyata bukan surat persetujuan dari Tergugat I

yang Penggugat peroleh, tapi sebaliknya melalui surat tertanggal 11

April 2014 No.030/1963-PPD yang ditujukan kepada Para Penghuni

Komplek Ruko Banceuy Permai, Tergugat I meminta kepada seluruh

penghuni Komplek Banceuy untuk segera mengosongkan bangunan

dan segera pindah dengan batas waktu pengosongan sampai tanggal

30 Desember 2014.

7. Bahwa Penggugat lebih terkejut lagi ternyata dengan suratnya

tertanggal 22 April 2013 No.593/1917/PPD Tergugat I memberitahukan

kepada seluruh warga/penghuni pertokoan Banceuy Permai bahwa

HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL) Pemerintah Provinsi Jawa Barat

bukan HGB murni dan setelah jangka waktu sertifikat berakhir kembali

menjadi milik/dikuasai Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

8. Bahwa Penggugat yang baru membeli bangunan ruko yang terletak di

komplek Banceuy Permai tersebut pada tanggal 14 Juni 2007,

sungguhlah amat terkejut dengan adanya informasi dari Tergugat I yang

memberitahukan sertifikat Hak Guna Bangunan milik Penggugat tidak

dapat diperpanjang karena apabila Penggugat tahu sertifikat tidak dapat

diperpanjang dan bangunan harus dikosongkan dan diserahkan

Hal 4 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

bersamaan dengan berakhirnya sertifikat, Penggugat atau siapapun

pasti tidak akan mau membeli bangunan ruko yang terletak di Banceuy

Permai ini.

9. Bahwa didalam Sertifikat HGB No.322/Braga, sedikitpun tidak ada

catatan ataupun keterangan yang menyatakan Sertifikat HGB

No.322/Braga apabila habis masa berlakuknya tidak dapat diperpanjang

dan dalam surat ukurnya juga tidak ada catatan yang menerangkan

bahwa apabila masa berlaku sertifikat berakhir, maka bangunan yang

berdiri di atas sertifikat beralih menjadi milik Tergugat I.

10. Bahwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku, walaupun sertifikat Hak

Guna Bangunan berdiri di atas tanah dengan Hak Pengelolaan (HPL),

sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut dapat diperpanjang jangka

waktunya atau diperbaharui haknya, dimana hal ini secara tegas diatur

dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang

menyebutkan sebagai berikut :

Ayat (1) “ Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka

waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun”

Ayat (2) “Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan

serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat 1

dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun”.

Selanjutnya Pasal 25 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan

Hak Pakai Atas Tanah juga menyebutkan sebagai berikut :

Pasal 25 ayat (1) “Hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

22 diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat

diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun”.

11. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf a,b,c,d Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

menegaskan bahwa :

“Hak Guna Bangunan atas tanah negara sebagimana dimaksud dalam

Pasal 22, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau

diperbaharui, jika memenuhi syarat:

a. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan,

sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;

Hal 5 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh

pemegang hak; dan

c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;

d. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

yang bersangkutan.

12. Bahwa selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 44 Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun

1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah

Negara dan Hak Pengelolaan disebutkan :

(1). Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan

yang tanahnya dipergunakan untuk bangunan rumah tinggal

DIKABULKAN oleh pejabat yang berwenang apabila :

a. Tanah tersebut masih dipergunakan untuk rumah tinggal sesuai

dengan maksud pemberian hak yang bersangkutan atau telah

dipergunakan pemegang hak untuk keperluan sesuai dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah untuk kawasan yang

bersangkutan.

b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik

oleh pemegang hak.

c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang Hak

Guna Bangunan.

(2). Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan

yang tanahnya dipergunakan untuk keperluan lain daripada untuk

bangunan tempat tinggal DIKABULKAN oleh pejabat yang

berwenang apabila :

a. Tanah yang bersangkutan dipergunakan sesuai Rencana Tata

Ruang Wilayah yang berlaku pada saat permohonan

perpanjangan atau masih dipergunakan sesuai dengan maksud

pemberian hak tersebut atau Rencana Tata ruang Wilayah yang

berlaku sebelum saat permohonan perpanjangan akan tetapi

pemegang hak sanggup untuk menyesuaikan penggunaan

tanah tersebut dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang

berlaku.

b. Syarat-syarat pemberian hak masih dipenuhi dengan baik oleh

pemegang hak.

Hal 6 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai Pemegang

Hak Guna Bangunan.

13. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut diatas, walaupun Hak Guna

Bangunan berdiri di atas tanah Hak Pengelolaan tetap dapat

diperpanjang dan dalam hal ini Penggugat haruslah diprioritaskan untuk

memperpanjang atau memperbaharui Sertifikat Hak Guna Bangunan

No. 322/ Braga tersebut daripada pihak manapun juga, sehingga tidak

ada alasan lain bagi Tergugat I untuk tidak memberikan persetujuan

kepada Penggugat untuk memperpanjang hak dan tidak ada alasan lagi

bagi Turut Tergugat untuk tidak menerima dan memproses

permohonan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan milik

Penggugat.

14. Bahwa Penggugat pernah mencoba menyelesaikan persoalan ini secara

musyawarah dengan Tergugat I akan tetapi tidak mencapai suatu

kesepakatan dimana Tergugat I tetap berkeinginan untuk menyerahkan

Hak Pengelolaan tersebut dengan cara melakukan kerjasama dengan

pihak ketiga untuk membangun, mengelola dan akan merevitalisasi

komplek Banceuy Permai Bandung, pedahal secara fakta bangunan

yang ada di Komplek Banceuy Permai tersebut sampai saat ini masih

digunakan oleh Penggugat.

15. Bahwa oleh karena gugatan ini didasarkan pada bukti-bukti otentik yang

tidak dapat disangkal lagi keberanannya, maka mohon putusan ini

dinyatakan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum

verzet, banding maupun kasasi (Uitvoerbaar bij voorraad).

Berdasarkan dalil-dalil sebagaimana tersebut diatas, kiranya Majelis Hakim

yang terhormat yang memeriksa dan mengadili perkara aquo berkenan

memutuskan sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;

2. Menyatakan Penggugat adalah pemilik yang sah atas bangunan

permanent 3 (tiga) lantai yang didirikan berdasarkan Surat Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) tertanggal 18 Juli 1985 Nomor 644.2/928-

DBP yang dikeluarkan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II

(dua) Bandung terletak di komplek Barceuy Permai Kaveling D.6 No. 18

Bandung.

Hal 7 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

3. Menyatakan Penggugat mempunyai hak prioritas utama dari pihak

manapun untuk dapat memperpanjang atau memperbaharui Sertifikat

Hak Guna Bangunan No. 322/ Braga, Surat Ukur No. 1292/1986 tanggal

23 September 1986, yang terletak di komplek Barceuy Permai Kaveling

D.6 No. 18 Bandung.

4. Menghukum dan memerintahkan Tergugat I dalam tenggang waktu

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak putusan ini

mempunyai kekuatan hukum tetap untuk menerbitkan surat persetujuan

kepada Penggugat untuk memperpanjang atau memperbaharui

Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 322/ Braga, Surat Ukur No. 1292

/1986 tanggal 23 September 1986, yang terletak di Komplek Barceuy

Permai Kaveling D.6 No. 18 Bandung dan apabila Tergugat I tidak mau

menerbitkan surat persetujuan tersebut maka dengan lewatnya

tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari maka persetujuan tersebut dianggap

telah diberikan.

5. Menghukum dan memerintahkan Turut Tergugat untuk menerima dan

memproses permohonan perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan

No. 322/ Braga, Surat Ukur No. 1292/1986 tanggal 23 September 1986,

yang terletak di komplek Barceuy Permai Kaveling D.6 No. 18 Bandung.

6. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada putusan ini ;

7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada

upaya hukum verzet, banding maupun kasasi (Uitvoerbaar bij voorraad).

Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut Tergugat I telah

mengajukan jawaban sebagai berikut :

A. DALAM EKSEPSI

1. Eksepsi Tidak Berwenang Mengadili secara Absolut (Exceptie van

Onbeveogheid)

Bahwa apa yang diuraikan oleh Penggugat di dalam Surat Gugatannya

tertanggal 12 Januari 2015 pada dasarnya merupakan hal yang terkait

dengan perbuatan tata usaha negara karena menyangkut proses

penerbitan sertipikat dan juga hal lainnya terkait administrasi pertanahan.

Hal ini sangat tampak terlihat dari pokok permasalahan yang dikemukakan,

dimulai dari uraian mengenai administrasi kepemilikan objek sengketa yaitu

berupa Hak Guna Bangunan (“HGB”) yang merupakan hasil spiltsing yang

dijual oleh PT. Interna Permai baik secara langsung maupun tidak langsung

melalui beberapa kali pengalihan sebagaimana terurai di dalam posita

Penggugat angka 1 sampai dengan angka 15.

Hal 8 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Bahwa kemudian dari uraian posita dimulai dari angka 1 sampai dengan

angka 15 tersebut, Penggugat seolah-olah menceritakan sebagai pihak

yang paling mengatahui proses hingga terbitnya sertifikasi yang in casu

dipersoalkan di dalam perkara a quo. Di samping itu Penggugat pun

membuat analisis yang keliru sebagaimana dinyatakan dalam angka 13

surat gugatannya tertanggal 12 Januari 2015 tersebut.

Hal lain yang menarik adalah masalah Surat No. 030/1963-PBD tanggal 11

April 2014 dan surat No. 593/1917/BPD, tanggal 22 April 2014, yang

diyakini para Penggugat sebagai dasar tindakan hukum yang akan

dilakukan berupa pengosongan objek sengketa pasca berakhirnya HGB

para Penggugat pada tanggal 17 April 2014.

Sehingga dari kesemua uraian para Penggugat tersebut, baik dari posita

yang disampaikan maupun petitum-nya, dapat disimpulkan bahwa pokok

gugatan yang diajukan oleh para Penggugat adalah :

1. Masalah perpanjangan HGB atas objek sengketa pasca berakhir pada

tanggal 17 April 2014.

2. Masalah pengosongan objek sengketa;

Atas dasar kesimpulan pokok gugatan tersebut, maka Tergugat akan

menyampaikan sanggahan sbb :

Bahwa masalah ini, merujuk pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah oleh

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

terakhir diubah kembali oleh Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU PTUN”) disebutkan bahwa :

(1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan

keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal

tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.

(2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak

mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu

sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-undangan

dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang

dimaksud.

(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak

menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat(2),

maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak di terimanya

permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang

Hal 9 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan

penolakan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa tidak adanya

perpanjangan HGB atas nama Penggugat oleh Kantor Pertanahan Kota

Bandung (selaku Pejabat Tata Usaha Negara) dapat dipersamakan dengan

Keputusan Tata Usaha Negara atau dikenal dengan Keputusan TUN yang

Fiktif Negatif.

Merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 9 UU PTUN disebutkan bahwa :

“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi

tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan

perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual,

dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan

hukum perdata”.

Lalu bagaimana dengan sertipikat HGB, apakah memenuhi kriteria sebagai

Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 9

UU PTUN tersebut ?

Bahwa sebagaimana diketahui, terkait doktrin mengenai perbuatan

hukum yang dilakukan oleh pemerintah (bestuur hendelingen) secara

publik, dikenal diantaranya perbuatan hukum bersegi satu

(eenzijdigepublikrechtelijke handelingen) yang bentuknya adalah

ketetapan atau keputusan. Di Belanda istilah “Ketetapan” atau

“Keputusan” disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven).

Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang

menterjemahkan sebagai „Ketetapan‟ (Bagir Manan, Sjachran

Basah, Indroharto, dll.), ada juga yang menterjemahkan dengan

„Keputusan‟ (Philipus M. Hadjon, SF. Marbun, dll).

Dikalangan para sarjana terdapat perbedaan pendapat dalam

mendefenisikan istilah ketetapan (beschikking), menurut J.B.J.M Ten

Berge beschikking didefinisikan sebagai:

1. Keputusan hukum publik yang bersifat konkret dan individual:

keputusan itu berasal dari organ pemerintahan yang didasarkan pada

kewenangan hukum publik.

2. Dibuat untuk satu atau lebih individu atau berkenaan dengan satu atau

lebih perkara atau keadaan.

3. Keputusan itu memberikan suatu kewajiban pada seseorang atau

organisasi, memberikan kewenangan atau hak pada mereka.

Hal 10 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Menurut Utrecht, beschikking diartikan sebagai perbuatan hukum

publik bersegi satu (yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan

berdasarkan suatu kekuasaan istimewa). Sedangkan menurut WF.

Prins dan R Kosim Adisapoetra beschikking adalah suatu tindakan

hukum yang bersifat sepihak dalam bidang pemerintahan yang

dilakukan oleh suatu badan pemerintah berdasarkan wewenang yang

luar biasa.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, tampak ada beberapa unsur

yang terdapat dalam beschikking, yaitu:

1. Pernyataan kehendak sepihak;

2. Dikeluarkan oleh organ pemerintah;

3. Didasarkan pada kewenangan hukum yang bersifat publik;

4. Ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa kongkret dan individual;

5. Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum.

Berdasarkan definisi dan dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1

angka 9 UU PTUN tersebut tampak bahwa Keputusan Tata Usaha

Negara (KTUN) memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

- Penetapan tertulis bukan hanya dilihat dari bentuknya saja tetapi

lebih ditekankan kepada isinya, yang berisi kejelasan tentang:

a. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mana yang

mengeluarkannya;

b. Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan tersebut; dan

c. Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di

dalamnya.

- Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN

Sebagai suatu Keputusan TUN, Penetapan tertulis itu juga

merupakan salah satu instrumen yuridis pemerintahan yang

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN dalam rangka

pelaksanaan suatu bidang urusan pemerintahan. Selanjutnya

mengenai apa dan siapa yang dimaksud dengan Badan atau

Pejabat TUN sebagai subjek Tergugat, disebutkan dalam Pasal 1

angka 8 UU PTUN :“Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan

pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.”

Hal 11 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Badan atau Pejabat TUN di sini ukurannya ditentukan oleh fungsi

yang dilaksanakan Badan atau Pejabat TUN pada saat tindakan

hukum TUN itu dilakukan. Sehingga apabila yang diperbuat itu

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

merupakan suatu pelaksanaan dari urusan pemerintahan, maka

apa saja dan siapa saja yang melaksanakan fungsi demikian itu,

saat itu juga dapat dianggap sebagai suatu Badan atau Pejabat

TUN. Yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah

segala macam urusan mengenai masyarakat bangsa dan negara

yang bukan merupakan tugas legislatif ataupun yudikatif.

- Berisi tindakan Hukum TUN

Bahwa suatu Penetapan Tertulis adalah salah satu bentuk dari

keputusan Badan atau Pejabat TUN, dan keputusan yang

demikian selalu merupakan suatu tindakan hukum TUN, dan

suatu tindakan hukum TUN itu adalah suatu keputusan yang

menciptakan, atau menentukan mengikatnya atau

menghapuskannya suatu hubungan hukum TUN yang telah ada.

Dengan kata lain untuk dapat dianggap suatu Penetapan Tertulis,

maka tindakan Badan atau Pejabat TUN itu harus merupakan

suatu tindakan hukum, artinya dimaksudkan untuk menimbulkan

suatu akibat hukum TUN.

- Berdasarkan Peraturan perundang-undangan; yang dimaksud

adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum,

yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama

Pemerintah, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, serta

semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik

ditingkat pusat maupun tingkat daerah yang juga mengikat

secara umum (Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1986). Sedangkan menurut Pasal 1 angka 2

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan, yang dimaksud dengan

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang

memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk

atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang

berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan

Perundang-undangan.

Hal 12 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

- Bersifat konkret diartikan obyek yang diputuskan dalam

keputusan itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat

ditentukan. Dengan kata lain wujud dari keputusan tersebut dapat

dilihat dengan kasat mata, namun terhadap ketentuan ini ada

pengecualian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 UU PTUN;

- Bersifat individual, diartikan bahwa Keputusan Tata Usaha

Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat

maupun yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari satu orang,

maka tiap-tiap individu harus dicantumkan namanya dalam

keputusan tersebut.

- Bersifat final, diartikan keputusan tersebut sudah definitif ,

keputusan yang tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi

atasan atau instansi lain, karenanya keputusan ini dapat

menimbulkan akibat hukum.

- Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum

perdata.

Menimbulkan Akibat Hukum disini artinya menimbulkan suatu

perubahan dalam suasana hukum yang telah ada. Karena

Penetapan Tertulis itu merupakan suatu tindakan hukum, maka

sebagai tindakan hukum ia selalu dimaksudkan untuk

menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum

perdata. Apabila tidak dapat menimbulkan akibat hukum ia bukan

suatu tindakan hukum dan karenanya juga bukan suatu

Penetapan Tertulis.

Bahwa perlu juga diketengahkan menyangkut perbuatan hukum dilakukan

oleh Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara, in casu, adalah Turut Tergugat

yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung yang merupakan

representasi Badan Pertanahan Nasional RI vide Peraturan Presiden

Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Pasal 2 yang menyatakan :

“BPN RI mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di

bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Hal yang digaris bawahi bahwa menyangkut “tugas pemerintahan di bidang

pertanahan” adalah suatu perbuatan hukum yang mungkin dilakukan oleh

Pemerintah, di samping juga perbuatan yang sifatnya keperdataan. Perlu

dibedakan antara perbuatan melawan hukum dalam ranah perbuatan

Hal 13 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

hukum perdata dan perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum tata

usaha negara. H. Ujang Abdullah, SH., M.Si di dalam makalahnya tentang

“Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa” menyatakan dengan tegas

bahwa:

“Pemerintah yang merupakan bagian dari organisasi negara mempunyai

organ-organ disebut badan atau jabatan Tata Usaha Negara yang

mempunyai mandiri dalam statusnya berdasarkan peraturan per Undang-

undangan yang berlaku dapat melakukan perbuatan hukum perdata dan

hukum publik, seperti mengadakan perjanjian, melahirkan hukum

positif dalam bentuk keputusan dari yang bersifat umum sampai

keputusan yang kongkrit dan individual.”

Berdasarkan hal tersebut di atas, tampak bahwa perbuatan hukum

Pemerintah tidak saja dalam lingkup hukum publik seperti melahirkan

hukum positif dalam bentuk keputusan baik yang bersifat umum ataupun

keputusan yang kongkrit dan individual, namun juga di luar hal tersebut,

Pemerintah pun dapat melakukan perbuatan hukum perdata.

Artinya adalah : perlu dilakukan klasifikasi terhadap perbuatan hukum

yang dilakukan pemerintah sebelum mengajukannya ke pengadilan,

karena hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap peradilan

manakah yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perbuatan

hukum dari pemerintah tersebut.

Bahwa dalam perkara a quo, Penggugat mencoba untuk menyamarkan

tuntutan dengan dalil “Menuntut Hak” yang dikemas dalam posita dan

petitum yang seolah-olah gugatan a quo adalah gugatan menuntut hak

atas perbuatan Tergugat dalam ranah Hukum Perdata padahal tujuan akhir

dari gugatan a quo adalah lahirnya suatu perbuatan hukum tata usaha

negara dari Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara yaitu berbentuk

perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) .

Dalam praktek keputusan-keputusan badan/Pejabat TUN yang

berpontesi menimbulkan sengketa TUN, sebagaimana dikemukakan

oleh H. Ujang Abdullah, SH., M.Si, yaitu antara lain keputusan

tentang Status Hukum, Hak dan Kewajiban yang meliputi:

1. Status hukum perorangan atau Badan Hukum Perdata,misalkan:

akta kelahiran, akta kematian, akta pendirian/pembubaran badan

hukum, KTP, Ijazah, Sertifikat, dsb;

2. Hak/ Kewajiban perorangan atau Badan Hukum Perdata terhadap

suatu barang untuk jasa, misalkan: pemberian/pencabutan hak atas

tanah, hak untuk melakukan pekerjaan, dsb.

Hal 14 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Bahwa permasalahan kompetensi mengadili ternyata telah menjadi

yurisprudensi Mahkamah Agung RI berdasarkan putusan No. 716

K/Sip/1973 tanggal 5 September 1973 dimana Majelis Hakim Agung

yang dipimpin oleh Prof. R. Subekti SH membenarkan pertimbangan

pengadilan negeri dan pengadilan tinggi bahwa pengeluaran/

pencabutan dan pembatalan surat sertipikat adalah semata-mata

wewenang dari Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran

Tanah, bukan termasuk wewenang Pengadilan Negeri, maka

gugatan penggugat-penggugat mengenai pencabutan / pembatalan

sertipikat No. 171 tidak dapat diterima.

Sehingga kiranya sudah cukup patut dan beralasan hukum apabila

Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a

quo agar dalam kedudukannya sebagaimana Pasal 132 Rv yang

secara Ex-Officio memiliki kewenangan untuk menyatakan diri tidak

berwenang mengadili secara absolut perkara-perkara yang

menyangkut objek gugatan Tata Usaha Negara yang merupakan

kewenangan dari Peradilan Tata Usaha Negara.

Bahwa berdasarkan keseluruhan uraian dalil-dalil tersebut di atas,

Tergugat mohon dengan hormat kepada Majelis Hakim yang Mulia

pada Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung yang memeriksa

dan mengadili perkara a quo untuk dapat kiranya memutus terlebih

dahulu berkenaan dengan kewenangan mengadili secara absolut

dari Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung dalam memeriksa

dan mengadili perkara a quo dengan menyatakan bahwa Pengadilan

Negeri Klas 1A Khusus Bandung tidak berwenang memeriksa dan

mengadili perkara ini dan selanjutnya memutus bahwa gugatan dari

Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvanklijke

verklaard).

2. Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi

2.1. Eksepsi Error in Persona

2.1.1 Gugatan Diskualifikasi in Person (Gemis

aanhoedanigheid)

Bahwa Penggugat di dalam Surat Gugatannya tertanggal 12

Januari 2015 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan

Negeri Klas IA Khusus Bandung pada tanggal 15 Januari 2015,

menyatakan di dalam perihalnya bahwa gugatan a quo adalah

gugatan menuntut hak.

Hal 15 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Namun demikian hal menarik yang patut disimak adalah apa

yang menjadi dalil posita sebagaimana diuraikan oleh

Penggugat, namun dalam posita tersebut tidak ada satupun

dalil yang menyatakan hubungan hukum antara Penggugat

dengan Tergugat, oleh karena itu perlu Tergugat uraikan

kronologis hal ihwal terbitnya Hak Guna Bangunan sbb :

Bahwa Tergugat mengadakan perjanjian dengan PT. Interna

Permai untuk membangun kawasan bancey (tanah bekas LP

Banceuy) sebagaimana tertuang di dalam Surat Perjanjian

Pembangunan dan Pengelolaan Gedung Banceuy Permai di

Jalan Banceuy No. 8 Bandung Nomor : 011/3700/Huk. yang

dibuat tanggal 17 April 1984.

Hal tersebut memberikan pemahaman bahwa pada dasarnya

Penggugat menyadari asal muasal dari SHGB yang

dipegangnya merupakan pecahan atau splitsing dari Sertipikat

Hak Guna Bangunan No.284/ Kelurahan Braga terbit tanggal

11 Agusus 1986 Surat Ukur tanggal 28 Nopember 1985

No.3244/1985 seluas 10.305 m2 tertulis atas nama PT. Interna

Permai, berkedudukan di Bandung yang berakhir haknya pada

tanggal 17 April 2014.

Para Penggugat tampaknya juga menyadari bahwa SHGB

No.322/ Braga tersebut merupakan bentuk akibat hukum yang

timbul dari adanya Surat Perjanjian Nomor : 011/3700/Huk.

tanggal 17 April 1984 antara Tergugat dengan PT. Interna

Permai.

Bahwa terhadap hal tersebut, secara hukum, tentu

memberikan implikasi sebagai berikut :

1. Objek sengketa merupakan turunan atau splitsing dari

SHGB No.284/ Braga yang terbit di atas Sertipikat Hak

Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985,

yang masa berakhirnya merujuk pada Surat Perjanjian

Nomor : 011/3700/Huk. tanggal 17 April 1984 maka

berakhir pada tanggal 17 April 2014;

2. Segala akibat hukum yang timbul dari Surat Perjanjian

Nomor : 011/3700/Huk. tanggal 17 April 1984 hanya

mengikat pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut

yaitu Tergugat dan PT. Interna Permai;

3. Segala objek yang menyangkut keberadaan SHGB No.284/

Braga yang terbit di atas Sertipikat Hak Pengelolaan

Hal 16 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985 sepenuhnya

hanya mengikat Tergugat dan PT. Interna Permai.

Hal tersebut merujuk ketentuan Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata khususnya Pasal 1338 yang pada pokoknya

menyatakan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”.

Frasa “perjanjian berlaku bagi mereka yang membuatnya”

tersebut semakin kokoh dengan adanya pernyataan Pasal

1340 yang dengan tegas menyebutkan : “Suatu perjanjian

hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”.

Pertanyaannya adalah : Lalu dimanakah posisi hukum

Penggugat saat ini ???

Sesuai dengan ketentuan Pasal 30 huruf d Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas

Tanah(“PP 40/1996”) dinyatakan bahwa :

“Pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban:

menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak

Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak

Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna

Bangunan itu hapus;”

Artinya bahwa Penggugat sudah tidak lagi memiliki

hubungan hukum dengan SHGB turunan atau splitsing

dari SHGB No.284/ Kelurahan Braga yang terbit di atas

Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28

Nopember 1985, yang masa berakhirnya merujuk pada Surat

Perjanjian Nomor : 011/3700/Huk. tanggal 17 April 1984 sejak

berakhir pada tanggal 17 April 2014.

Bahwa fakta tersebut, secara normatif juga dikuatkan oleh

Pasal 68 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

(“UU 30/2014”) yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

“Keputusan berakhir apabila:

a. habis masa berlakunya;

b. dicabut oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang;

c. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang atau

berdasarkan putusan Pengadilan; atau

d. diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan.

Hal 17 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

(1) Dalam hal berakhirnya Keputusan sebagaimana

dimaksud pada Ayat (1) huruf a, Keputusan dengan

sendirinya menjadi berakhir dan tidak mempunyai

kekuatan hukum.“

Bahwa sebagaimana kita ketahui, dan telah diulas sebelumnya

pada bagian Eksepsi Tidak Berwenang Mengadili secara

Absolut (Exceptie van Onbeveogheid) surat jawaban ini,

bahwa SHGB yang diklaim dan dipermasalahkan oleh

Penggugat adalah salah satu bentuk dari Keputusan Tata

Usaha Negara. Sehingga dengan demikian ketentuan UU

30/2014 sangat relevan untuk diterapkan didalam

permasalahan ini, karena undang-undang tersebut sudah

mulai diundangkan pada 17 Oktober 2014.

Bahwa dengan telah berakhirnya sejak 17 April 2014 maka

dengan demikian sesuai dengan bunyi frasa “Keputusan

dengan sendirinya menjadi berakhir dan tidak mempunyai

kekuatan hukum” maka secara otomatis hubungan hukum

antara Subjek pemegang SHGB dengan objek SHGBnya pun

menjadi berakhir.

Dengan kedudukan yang demikian maka jelaslah sudah

bahwa Penggugat adalah Penggugat yang tidak memiliki legal

standing atau menurut hukum dinyatakan sebagai penggugat

yang tidak memiliki kualifikasi (diskualifikasi in person).

Bahwa kedudukan Penggugat yang tidak memiliki kapasitas

(legal standing) ini patut untuk dikualifikasikan sebagai cacat

error in persona, hal ini selaras dengan apa yang disampaikan

oleh M. Yahya Harahap, SH., dalam bukunya “Hukum Acara

Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”, Jakarta : Sinar Grafika.

2005 : 111 bahwa apabila yang bertindak sebagai Penggugat

orang yang tidak memenuhi syarat (diskualifikasi) karena

disebabkan Penggugat dalam kondisi tidak mempunyai hak

untuk menggugat perkara yang disengketakan, maka sudah

selayaknyalah gugatan tersebut harus dinyatakan cacat formal

karena mengandung diskualifikasi in person.

Bahwa permasalahan mengenai pentingnya kapasitas (legal

standing) dari suatu pihak yang berperkara khususnya

Penggugat juga telah diangkat menjadi yurisprudensi

Mahkamah Agung RI sebagaimana putusan Nomor 294

Hal 18 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

K/Sip/1971 tanggal 7 Juli 1971 juncto putusan Pengadilan

Tinggi Bandung Nomor 114/1970/Perd/PTB tanggal 10

Nopember 1970 juncto PNI Bandung Nomor 215/1967/Sipil

tanggal 4 Juni 1968 yang menyatakan bahwa “suatu gugatan

haruslah diajukan oleh orang yang mempunyai hubungan

hukum dengan apa yang digugatnya, sehingga gugatan

yang secara salah diajukan tersebut haruslah dinyatakan

tidak dapat diterima”.

2.1.2 Gugatan Kurang Pihak (Plurium Litis Consortium).

Gugatan dari Penggugat seharusnya dinyatakan kurang pihak

karena tidak menarik PT. Interna Permai sebagai pihak dalam

perkara Aquo.

Mengapa demikian?

Karena terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut

bermula dari kerjasama pembangunan antara Penggugat

dengan PT. Interna Permai kemudian terbit HGB No.

284/Kelurahan Braga yang dipecah oleh PT. Interna Permai

menjadi beberapa HBG diantaranya HGB yang dikuasai oleh

Penggugat (SHGB No. 322/Braga).

Apabila Penggugat kemudian berdalih, dengan menyatakan

bahwa penarikan Tergugat untuk menjadi pihak dalam perkara

a quo adalah sepenuhnya menjadi kewenangan Penggugat

dengan mendasarkannya pada beberapa yurisprudensi yang

memiliki substansi tentang itu, tentu hal tersebut merupakan

hak Penggugat untuk mengelak, tetapi sekali lagi, secara

proporsional, Tergugat dalam kapasitas sebagai pihak yang

beritikad baik untuk menyelesaikan perkara a quo dan lebih

dari itu tentunya dengan latar belakang fundamentum petendi

yang jelas dan terang, maka akan memberikan informasi dan

dasar yang kuat bagi Majelis Hakim in casu untuk memeriksa

dan mengadili perkara a quo dengan pertimbangan yang

matang dan penuh keadilan.

Bahwa selaras dengan apa yang disampaikan oleh M.

Yahya Harahap, SH., (2005: 112) :

Bentuk error in persona yang lain disebut plurium litis

consortium. Pihak yang bertindak sebagai penggugat

atau yang ditarik sebagai tergugat :

Hal 19 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

- tidak lengkap, masih ada orang yang mesti ikut

bertindak sebagai penggugat atau ditarik tergugat;

- oleh karena itu, gugatan mengandung error in

persona dalam bentuk plurium litis consortium, dalam

arti gugatan yang diajukan kurang pihaknya.

Hal tersebut juga mengacu pada yurisprudensi

Mahkamah Agung RI Nomor 186/R/Pdt/1984 tanggal 18

Desember 1985 juncto putusan PT Samarinda Nomor

178/1983 tanggal 21 September 1984 juncto PN

Samarinda Nomor 96/1982 tanggal 5 Maret 1983 yang

menyatakan bahwa karena tidak menarik pihak yang

seharusnya ditarik sebagai pihak maka gugatan

dinyatakan mengandung cacat error in persona dalam

bentuk plurium litis consortium. Yurisprudensi tersebut

semakin diperkuat oleh yurisprudensi Mahkamah Agung

RI yang lain dalam putusan Nomor 1125 K/Pdt/1984

tanggal 18 September 1983 juncto putusan PT Bandung

Nomor 454/1982 tanggal 9 Juni 1983 juncto putusan PN

Bandung Nomor 6/1982 tanggal 25 Agustus 1982 yang

menyatakan bahwa judex factie salah menerapkan tata

tertib beracara yang tidak menyertakan pihak yang

memiliki relevansi namun tidak ditarik menjadi pihak di

dalam suatu perkara. Hal senada juga ditegakkan di

dalam yurisprudensi Mahkamah Agung yang lain yaitu

dalam putusan Nomor 621 K/ Sip/1975 tanggal 25 Mei

1977 yang menyatakan bahwa dengan tidak menarik

pihak ketiga yang memiliki keterkaitan dengan gugatan

yang diajukan penggugat maka mengandung cacat

plurium litis consortium.

2.2. Eksepsi Kedudukan Hukum (legal standing)

2.2.1 Penggugat tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan

gugatan.

Bahwa apabila Penggugat mengklaim sebagai pemilik SHGB

No. 322/Braga, sebagaimana diuraikan di dalam posita angka

1 dan 2, yang pada pokoknya menyatakan “bahwa Sertifikat

Hak Guna Bangunan No. 322/Braga, Surat Ukur No.

Hal 20 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

1292/1986 tanggal 23 September 1986 seluas 93 m2 yang

terletak di komplek Banceuy Permai Kaveling D.6 No. 18

Bandung diperoleh atas dasar jual beli sebagaimana

tercantum dalam akta Jual Beli No. 295/2007 tanggal 14

Juni 207 .......”.

Terhadap dalil tersebut apabila hendak dicermati, Penggugat

melakukan pembelian terhadap Bangunan Ruko tersebut

dilakukan pada tanggal 14 Juni 2007. Dimana SHGB tersebut

merupakan turunan atau splitsing dari SHGB induk No.284/

Kelurahan Braga yang terbit di atas Sertipikat Hak

Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985

sementara itu Surat Perjanjian Pembangunan dan

Pengelolaan Gedung Banceuy Permai di Jalan Banceuy No. 8

Bandung Nomor : 011/3700/Huk. yang dibuat tanggal 17 April

1984, artinya Penggugat membeli ruko tersebut 7 tahun

menjelang berahirnya Hak Guna Bangunan tersebut yaitu

tanggal 17 April 2014.

Pertanyaannya adalah ?

Dimana posisi hukum Penggugat di dalam Surat Perjanjian

Nomor: 011/3700/Huk. yang dibuat tanggal 17 April 1984

antara Tergugat dan PT. Interna Permai.

Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut tentu patut

diperhatikan apa yang menjadi pertimbangan hukum Majelis

Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung pada saat

menjatuhkan putusan dalam perkara Gugatan Perdata Nomor

: 335/PDT.G/2014/PN.BDG yang diajukan pada tanggal 27

Juni 2014 oleh Suwito Gunawan Cs yang juga merupakan

penghuni Objek Sengketa di kawasan Banceuy Permai. Di

dalam putusan tertanggal 4 Nopember 2014 tersebut Yang

Mulia Majelis Hakim dengan bijaksana memberikan

pertimbangan sebagaimana termuat di dalam halaman 30

putusan tersebut yaitu sebagai berikut :

“Menimbang, bahwa oleh karena para pihak dalam

Perjanjian Pembangunan dan Pengelolaan Gedung

Banceuy Permai No. 011/3700/HUK tertanggal 17 April

1984 adalah Tergugat I dengan Tergugat II sedangkan para

Penggugat bukan merupakan pihak dalam perjanjian a quo,

maka tuntutan para Penggugat agar Tergugat I dinyatakan

melakukan perbuatan wanprestasi padahal diantara

keduanya tidak terdapat adanya hubungan hukum berupa

Hal 21 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

perjanjian telah mengakibatkan dalil gugatan para

Penggugat menjadi tidak jelas atau kabur;”

Walaupun Suwito Gunawan tidak lagi masuk sebagai pihak di

dalam perkara a quo namun demikian patut dicatat bahwa

para Penggugat di dalam Gugatan Perdata Nomor :

335/PDT.G/2014/PN.BDG adalah merupakan penghuni yang

sama yang berada di atas objek sengketa yang

dipermasalahkan di dalam perkara a quo;

Berdasarkan hal tersebut setidaknya dapat dipastikan bahwa

pertimbangan hukum putusan Pengadilan Negeri Bandung

Nomor : 335/PDT.G/2014/PN.BDG tanggal 4 Nopember 2014

sebagaimana disunting tersebut di atas sangat relevan untuk

kembali dipertimbangkan di dalam memeriksa dan memutus

perkara a quo.

Terhadap fakta tersebut maka dapat dipastikan bahwa posita

yang disampaikan oleh Penggugat sebagaimana diuraikan di

dalam surat gugatan tertanggal 12 Januari 2015 hanyalah

sebuah alasan hukum yang berdasarkan asumsi dari

peraturan perundang-undangan yang diuraikan oleh

Penggugat yang jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 1320,

1338 KUHPerdata.

Bahwa terhadap hal-hal yang demikian tentunya patut untuk

dinyatakan tidak dapat dikabulkan. Karena secara logika,

bagaimana mungkin memberi perpanjangan Hak Guna

Bangunan kepada pihak yang tidak terikat dalam suatu

perjanjian atau tidak ada hubungan hukumnya, oleh karena itu

sudah sepatut dan sepantasnya apabila Yang mulia Majelis

Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk

memutus dan menyatakan menolak gugatan Penggugat atau

setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat

diterima (niet ontvankelijkverklaard);

1.2.2 Gugatan Prematur

Gugatan yang diajukan oleh Penggugat harus dinyatakan

prematur dengan alasan bahwa Penggugat tidak pernah

mengajukan permohonan perpanjangan haknya, apabila

mengacu pada ketentuan Pasal 27 PP 40/1996 dinyatakan

sebagai berikut :

(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna

Bangunan atau pembaharuannya diajukan selambat-

Hal 22 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

lambatnya DUA TAHUN sebelum berakhirnya jangka

waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau

perpanjangannya.

(2) Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan

dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara permohonan

perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan

dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Presiden.

Dengan berpedoman pada Pasal 27 tersebut, seharusnya

sebelum mempermasalahkan perkara a quo, maka terlebih

dahulu Penggugat mengajukan permohonan perpanjangan

SHGB-nya minimal atau selambat-lambatnya 2 (dua) tahun

sebelum SHGB tersebut berakhir.

Faktanya?

Hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh Penggugat untuk

mengajukan permohonan perpanjangan. Hal tersebut

diungkap dalam pertimbangan persidangan Gugatan Perdata

Nomor : 335/PDT.G/2014/PN.BDG yang selanjutnya dijadikan

dasar pertimbangan hukum oleh Yang Mulia Majelis Hakim

perkara tersebut sebagaimana terurai di dalam halaman 30

salinan putusan perkara tersebut tertanggal 4 Nopember 2014

sebagai berikut :

“Menimbang, bahwa di samping uraian pertimbangan

hukum di atas, dalam posita surat gugatannya para

Penggugat menguraikan berdasarkan pasal 10 ayat (3)

Perjanjian No. 011/3700/HUK tertanggal 17 April 1984

yaitu antara Tergugat I dengan Tergugat II disebutkan

setelah masa waktu habis pemakaian diberi prioritas

untuk memperpanjang hak pakainya dan dapat

mengajukan perpanjangan haknya sesuai dengan

ketentuan yang berlaku dengan persyaratan yang akan

ditentukan kemudian hari oleh Pihak Kesatu...., namun

tidak terdapat adanya suatu uraian mengenai bahwa para

Penggugat telah pernah mengajukan permohonan

perpanjangan haknya yaitu setelah berakhirnya masa

berlakunya hak tersebut (terhitung 30 tahun sejak tanggal

17 April 1984). Bahwa dengan belum pernahnya para

Penggugat mengajukan permohonan perpanjangan

Hal 23 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

haknya setelah masa berlakunya hak tersebut berakhir,

maka hal tersebut telah mengakibatkan gugatan para

Penggugat tersebut belum waktunya untuk diajukan atau

dengan perkataan lain, bahwa gugatan para Penggugat

tersebut merupakan gugatan yang prematur”

Apabila menyimak Surat Gugatan tertanggal 12 januari 2015

yang diajukan oleh Penggugat dari posita 1 samapai dengan

posita 15 maka fakta yang disampaikan oleh Penggugat

tersebut yang menyatakan bahwa Penggugat pernah

mengajukan permohonan perpanjangan SHGB tersebut hanya

merupakan isapan jempol.

Dengan kondisi yang demikian, maka apa yang menjadi fakta

dan telah dipertimbangkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim

dalam perkara Perdata Nomor : 335/PDT.G/2014/PN.BDG

tersebut di atas, menurut hemat Tergugat masih sangat

relevan untuk pula diterapkan dan dipertimbangkan oleh Yang

Mulia Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo.

Terlebih lagi, para Penggugat justru terlihat kebingungan, di

satu sisi menyatakan diri sebagai pemegang SHGB yang

diperoleh dari hasil jual beli dengan pihak yang tidak jelas.

Fakta lain yang juga tidak dapat ditampik adalah terhadap

SHGB tersebut tidak pernah sekalipun Penggugat

mengajukan permohonan perpanjangan kepada Tergugat

secara tertulis dari Penggugat sebagaimana amanat dari Pasal

26 ayat (2) PP 40/1996 yang menyatakan :

“Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan

diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan

pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat

persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.”

Yang ada justru Penggugat terlihat begitu “galau” dan “mencla

mencle” karena disatu sisi mengklaim sebagai pemilik SHGB

dan disisi lain Penggugat tidak menyebutkan membeli dari

pihak mana, lebih parahnya lagi Penggugat yang beritikad

tidak baik karena faktanya Penggugat membeli Obyek

sengketa tidak melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap

status tanah dan bangunan tersebut, yang nyatanya SHGB

322/Braga yang dikuasai oleh Penggugat merupakan splitsing

dari HGB No. 284 yang diterbitkan di atas HPL No. 1 Milik

Hal 24 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang telah berahir pada

tanggal 14 April 2014.

berkenaan dengan ada prosedur yang tidak ditempuh

oleh Penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal 27 PP

40/1996, maka dalil gugatan tersebut dianggap

prematuur, oleh karena itu mohon kiranya Pengadilan

Negeri Klas IA Khusus Bandung seyogianya menyatakan

dalil Tergugat I tersebut tepat dan beralasan dan

selanjutnya menyatakan bahwa gugatan penggugat

harus ditolak atau atau setidak-tidaknya menyatakan

gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet

ontvankelijkverklaard);

3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie)

1.1 Objek Sengketa Tidak Dapat Diperkarakan (Exceptio

Peremptoria)

1.1.1 Exceptio doli mali (exceptio doli presentis)

Bahwa gugatan dari para Penggugat sebagaimana dinyatakan

di dalam surat gugatannya tertanggal 12 januari 2015 yang

baru diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Khusus

Klas IA Bandung tanggal 15 januari 2015 harus dinyatakan

sebagai gugatan curang atau guugatan yang tidak beritikad

baik.

Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan, Penggugat berusaha

untuk menghindari ketentuan Pasal 26 ayat (2) PP 40/1996

yang menyatakan bahwa :

“Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan

diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang

Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari

pemegang Hak Pengelolaan”.

Apabila memang Penggugat menghendaki untuk diperpanjang

bukankah seharusnya Penggugat menempuh mekanisme

sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan perundang-

undangan yang berlaku yaitu PP 40/1996? Kalaupun pada

akhirnya akan dilakukan revitalisasi dan selanjutnya dilakukan

pengumuman lelang, hal tersebut merupakan amanat dari

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Pasal

41 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Penetapan mitra

Bangun Guna Serah dilaksanakan melalui tender/lelang

Hal 25 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5 (lima)

peserta/peminat". Sehingga apa yang dilakukan Tergugat I

memang sudah dilakukan secara normatif sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terhadap penghuni

terakhir yang mendiami Ruko Banceuy, sudah dijelaskan

dalam pertemuan terakhir dengan masyarakat Banceuy,

bahwa akan mengakomodir para penghuni untuk

mendapatkan prioritas sebagai penghuni pada kawasan

Banceuy Baru, implementasinya akan direalisasikan pada saat

telah terpilih mitra kerjasama, yang dituangkan dalam

perjanjian, yang intinya untuk penghuni terakhir apabila

berminat akan diberikan perlakuan khusus tidak disamakan

dengan konsumen umum.

Fakta tersebut jelas menimbulkan persepsi negatif,

karena akan sangat tampak bahwa gugatan a quo

diajukan dengan tidak didasari oleh niat baik atau dalam

sistem hukum Common Law dikenal sebagai Vexatious

litigation atau dalam sistem hukum Civil Law maka lebih

dikenal dengan gugatan doli presentis atau gugatan

dengan “niat licik” yaitu ingin menguasai objek sengketa

dengan tidak mentaati peraturan perundang-

undangan yang berlaku. oleh karena itu mohon kiranya

Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung seyogianya

menyatakan dalil Tergugat I tersebut tepat dan beralasan

dan selanjutnya menyatakan bahwa gugatan penggugat

harus ditolak atau atau setidak-tidaknya menyatakan

gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet

ontvankelijkverklaard);

1.1.2 Exceptio Dominii

Penggugat di dalam surat gugatannya tertanggal 12 januari

2015 yang baru diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan

Negeri Khusus Klas IA Bandung tanggal 15 januari 2015

mendalilkan dalam posita dan petitum seolah-olah sebagai

pihak yang paling benar dan mempunyai kapasitas untuk

memperoleh perpanjangan SHGB padahal terbitnya SHGB

tersebut merupakan perbuatan perjanjian yang dilakukan

Tergugat I dengan PT. Interna Permai, lebih jauh Penggugat

Hal 26 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

pun mengklaim bahwa SHGB tersebut adalah miliknya

padahal berdasarkan perjanjian No. 011/3700/HUK tertanggal

17 April 1984 sudah expire.

Bahwa menjadi kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam

Hukum Acara Perdata yang ada, maka Penggugat wajib untuk

membuktikan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar tersebut.

Karena, barangsiapa yang mendalilkan maka dia yang harus

membuktikan sebagaimana diisyaratkan dalam:

- Pasal 163 HIR

Barang siapa yang mengatakan mempunyai barang

suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian atau

meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak

orang lain, maka orang itu harus membuktikan

adanya haknya itu atau adanya kejadian itu.

- Pasal 1865 KUHPerdata

Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai

suatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri

maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk

pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan

adanya hak atau peristiwa tersebut.

Bahwa berdasarkan uraian pada bagian eksepsi materiil

ini, maka dapat dibuktikan bahwa gugatan dari

Penggugat tersebut sama sekali tidak berdasardan

mengandung cacat exceptio peremptoria. Karenanya

sudah cukup alasan hukum agar kiranya Pengadilan

Negeri Klas IA Khusus Bandung seyogianya menyatakan

eksepsi Tergugat I tersebut adalah sangat tepat dan

beralasan dan selanjutnya menolak gugatan Penggugat

atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat

tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard).

Hal 27 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

DALAM POKOK PERKARA

1. Bahwa Tergugat I dengan ini mohon agar hal-hal yang telah dikemukakan

dalam bagian Eksepsi dan bagian Provisi secara mutatis mutandis masuk

dalam bagian Pokok Perkara ini;

2. Bahwa Tergugat I dengan ini MENOLAK dengan tegas, bulat dan utuh,

seluruh dalil Penggugat sebagaimana tertuang di dalam Surat Gugatannya

tertanggal 12 Januari 2015 yang baru diajukan melalui Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung tanggal 15 Januari 2015 dan

diberi registerasi perkara Nomor : 20/PDT/G/2015/PN.BDG, kecuali untuk

hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya oleh Tergugat I;

3. Bahwa sebelum menanggapi pada bagian pokok perkara a quo, alangkah

baiknya jika kita kembali menyimak dalil-dalil sebagaimana dikemukaakan

oleh Penggugat dalam perkara perdata Nomor : 20/PDT/G/2015/PN.BDG

yang diajukan berdasarkan Surat Gugatan tertanggal 12 Januari 2015 yang

baru diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Khusus Klas IA

Bandung tanggal 15 januari 2015, khususnya posita angka 1, 2 dan 3,

dimana Penggugat dalam perkara tersebut mendalilkan bahwa Penggugat

adalah pemilik SHGB No. 322/Braga.

Mengapa dalil tersebut perlu kembali diangkat?

Karena banyak persamaan diantara kedua gugatan, baik perkara perdata

Nomor : 20/PDT/G/2015/PN.BDG dan perkara perdata Nomor :

533/PDT/G/2014/PN.BDG, memiliki objek lokasi yang sama yaitu Pertokoan

Banceuy Permai yang terletak di Jalan Banceuy No. 8 Bandung. Bahwa

walaupun sebagian besar identitas penggugat berbeda di kedua perkara

tersebut, namun kesemua penggugat di kedua perkara adalah penghuni

Pertokoan Banceuy Permai yang terletak di Jalan Jalan Banceuy No. 8

Bandung.

Artinya bahwa walaupun substansi gugatannya berbeda diantara keduanya,

namun demikian kedudukan dari penggugat di dalam kedua perkara

tersebut adalah sama yaitu sama-sama pemegang SHGB yang lahir dari

hasil pemisahan atau splitsing dari Sertipikat Hak Guna Bangunan No.284/

Kelurahan Braga atas nama PT. Interna Permai yang berdiri di atas

Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985

atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Tergugat I), dimana SHGB

tersebut telah berakhir masa berlakunya sejak tanggal 17 April 2014.

Dengan demikian jelas bahwa dengan permintaan perpanjangan

SHGB dari Penggugat kepada Tergugat I merupakan sebuah

pengakuan dari Penggugat bahwa tanah dan bangunan yang

Hal 28 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

beralamat di Jalan Banceuy No. 8 Bandung merupakan milik

Tergugat I hal ini patut untuk diangkat sebagai fakta yang memiliki

validitas yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna di dalam

perkara a quo. oleh karena itu mohon kiranya Pengadilan Negeri Klas

IA Khusus Bandung seyogianya menyatakan dalil Tergugat I tersebut

tepat dan beralasan dan selanjutnya menyatakan menolak gugatan

penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat

tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard);

4. Bahwa apa yang di dalilkan oleh Penggugat pada posita angka 1, 2 dan 3

tersebut di atas yang pada pokoknya menyatakan fakta bahwa Penggugat

baru membeli splitsing dari Sertipikat Hak Guna Bangunan No.284/

Kelurahan Braga atas nama PT. Interna Permai yang berdiri di atas

Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985

atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Tergugat I) pada tanggal 14

Juni 2007.

Bahwa hal tersebut memberikan fakta bahwa Penggugat baru memiliki

SHGB tersebut + 7 tahun menjelang berahirnya SHGB (14 April 2014), dari

hasil jual beli yang dilakukan oleh Penggugat dihadapan notaris H. Wira

Fransiska, SH tanggal 14 Juni 2007.

- Pertanyaannya mungkinkah Penggugat tidak tahu SHGB-nya terbit di

atas HPL No. 1 ?

Apabila Penggugat berdalih tidak mengetahui bahwa SHBG tersebut terbit

di atas HPL No. 1 milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, hal itu hanya

isapan jempol belaka karena penggugat melakukan pembelian SHGB No.

322/Braga tersebut bukan dibahwah tangan tetapi dihadapan Notaris yang

notabenenya pasti akan diperiksa kelengkapan dokumen-dokumen

pendukung/ asal muasal dari SHGB oleh notaris.

Bahwa berdasarkan atas alasan-alasan tersebut, maka Tergugat I dengan

tegas MENOLAK seluruh posita yang disampaikan oleh Penggugat

sebagaimana dimuat dalam Surat Gugatannya tertanggal 12 Januari 2015

khususnya pada bagian angka 1, 2 dan 3. Posita-posita tersebut harus

ditolak dan dikesampingkan karena ketentuan tentang Hak Guna

Bangunan sudah jelas sebagaimana diatur dalam :

- Pasal 26 ayat (2) PP 40 tahun 1996 yang menyatakan bahwa :

“Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau

diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan

setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan”.

Hal 29 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

- Pasal 30 huruf d PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah(“PP

40/1996”) dinyatakan bahwa :

“Pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban: menyerahkan

kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada

Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik

sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;”

Khususnya mengenai dalih pembeli yang beritikad baik, Prof. Ny.

Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI.menyatakan bahwa Pembeli yang

beritikad baik memang dilindungi hukum, karena sudah merupakan

azas hukum, akan tetapi tidak setiap pembeli dapat dikategorikan

beritikad baik apalagi terbukti secara nyata pembeli tersebut

mengetahui tanah HGB diatas HPL itu tunduk kepada P3T, akan

tetapi sengaja ditabrak dengan mengenyampingkan semua ketentuan

Perundang-undangan, seperti Pasal 26 ayat (2) jo. Pasal 34 ayat (7)

PP No. 40 Tahun 1996 dan Surat Menteri Negara Agraria Kepala

BPN Nomor: 630.1-3433 tanggal 17 September 1998, tidak pernah

diuji secara materiil oleh Mahkamah Agung. Pembeli yang beritikad

baik adalah pembeli yang jujur dan tidak melanggar ketentuan

perundang-undangan.

Berkenaan dengan prinsip pembeli yang beritikad baik, sudah pula

menjadi yurispridensi Mahkamah Agung RI dalam Putusan Kasasi

Mahkamah Agung Nomor 1651 K/PDT/2013 tanggal 12 November

2013 yang menyatakan :

“Bahwa Penggugat tidak bisa dikwalifikasi sebagai pembeli objek

sengketa yang beritikad baik, HGB yang segera berakhir dan berada

di atas Hak Pengelolaan karena tidak melakukan duty of care dan

tidak memenuhi a certain standart of conduct, yaitu meneliti

secara cermat sebelum membeli”

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, dan bersandar pada ketentuan,

maka Tergugat I dengan tegas menolak dengan bulat dan utuh

seluruh asumsi yang disampaikan oleh Penggugat sebagaimana

termuat di dalam Surat Gugatannya tertanggal 12 Januari 2015

posita angka 1,2 dan 3. oleh karena itu mohon kiranya Pengadilan

Negeri Klas IA Khusus Bandung seyogianya menyatakan dalil

Tergugat I tersebut tepat dan beralasan dan selanjutnya menyatakan

Hal 30 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

menolak gugatan penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan

gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard);

5. Bahwa selanjutnya Tergugat I pun MENOLAK dengan TEGAS terhadap

Surat Gugatan Penggugat tertanggal 12 Januari 2015 khususnya posita

angka 4 dan 5 dengan alasan bahwa posita-posita tersebut hanyalah

asumsi belaka dari ketentuan UU 5 Tahun 1960 yang dibangun untuk

kepentingan Penggugat saja.

Karena Faktanya :

Bahwa Penggugat tidak pernah mengajukan secara tertulis permohonan

perpanjangan Hak Guna Bangunan termaksud kepada Tergugat I

sebagaimana ketentuan Pasal 27 PP 40/1996 yang menyatakan sebagai

berikut :

(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau

pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun

sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan

tersebut atau perpanjangannya.

(2) Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dicatat

dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau

pembaharuan Hak Guna Bangunan dan persyaratannya diatur lebih

lanjut dengan Keputusan Presiden.

Berdasarkan alasan-alasan dan uaraian-uraian tersebut, maka sudah

sepantas dan sepatutnya Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa

dan mengadili perkara a quo untuk menyatakan dalil Tergugat I

tersebut tepat dan beralasan dan selanjutnya menyatakan menolak

gugatan penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan

Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard);

6. Bahwa Tergugat dengan tegas dan bulat menolak gugatan Penggugat pada

angaka 6,7,8 dan 9 dalam surat gugatannya tertanggal 12 Januari 2015

yang pada pokoknya menyatakan “keberatan terhadap surat-surat yang

dikeluarkan oleh Tergugat I terkait dengan Ruko Banceuy”.

Untuk mendapat gambaran yang terang benderang mengenai peristiwa

hukum hingga lahirnya SHGB No. 322/Braga tersebut, tergugat I akan

menguraikan hal-hal sbb :

Bahwa bermula dari Surat Perjanjian Pembangunan dan Pengelolaan

Gedung Banceuy Permai di Jalan Banceuy No. 8 Bandung Nomor :

011/3700/Huk. tanggal 17 April 1984 dan lahirnya SHGB-SHGB turunan

Hal 31 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

dari hasil pemisahan atau splitsing dari Sertipikat Hak Guna Bangunan

No.284/ Kelurahan Braga atas nama PT. Interna Permai yang berdiri di atas

Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985

atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Tergugat I), Tergugat I akan

ketengahkan kronologisnya sebagai berikut :

(1) Tanah di Jalan Banceuy/ABC Kav. B. 14 No. 16 Kota Bandung,

awalnya berdiri Lembaga Pemasyarakatan Banceuy sejak tahun 1911

yang kemudian dikuasai oleh Departemen Kehakiman RI, oleh karena

kondisinya sudah rusak dan lokasinya tidak cocok sebagai tempat

Pemasyarakatan Narapidana karena berada di pusat kota yang

peruntukan tanahnya untuk kawasan perdagangan sesuai dengan

Rencana Tata Ruang Kota Bandung, sehingga Departemen

Kehakiman telah membangun Lembaga Pemasyarakatan baru yang

terletak di jalan Soekarno-Hatta Bandung. Bahwa selanjutnya dilakukan

tukar-menukar/ruislag antara Departemen Kehakiman selaku Pemilik

Asset Ex Lembaga Pemasyarakatan Banceuy dengan Pemerintah

Provinsi Jawa Barat yang menyerahkan 3,5 Ha Tanah di Desa Cibubur

Kecamatan Cimanggis Kabupaten Bogor.

(2) Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 27 Pebruari

1985 No.A.18b.PL.07.01/ 1985 dan Surat Persetujuan Pelimpahan

Tanah dan Gedung dari Menteri Keuangan RI tanggal 19 September

1984 No.S.1011/MK.011/1984 tanah tersebut diserahkan haknya untuk

kepentingan Pemerintah Propinsi Daerah Tk.l Jawa Barat dan

dilakukan serah terima asset sesuai Berita Acara Serah Terima Tanah

dan Bangunan Bekas Lembaga Pemasyarakatan Banceuy tanggal 03

April 1985 No.WB. PL.07.1-I.1016.

(3) Bahwa kemudian tanah tersebut dimohon permohonan Hak

Pengelolaan tanggal 12 April 1985 oleh Pemerintah Propinsi Daerah

Tingkat. I Jawa Barat seluas 10.305m2 untuk pusat pertokoan dan

halaman parkir, yang terletak di Jalan Banceuy Kelurahan Braga,

Kecamatan sumur Bandung, Kota Bandung (d.h. Bandung Wetan).

(4) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri

No.SK.93/HPL/DA/85 tanggal 8 Oktober 1985 tersebut diberikan Hak

Pengelolaan seluas 10.305 m2 kepada Pemerintah Propinsi Daerah

Tingkat I Jawa Barat.

(5) Bahwa selanjutnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.

SK.93/HPL/DA/85 tanggal 8 Oktober 1985 tersebut didaftarkan dan

diterbitkan Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28

Nopember 1985, Surat Ukur tanggal 28 Nopember 1985 No. 3244/1985

Hal 32 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

seluas 10.305 m2 tertulis atas nama Pemerintah Provinsi Daerah

Tingkat I Jawa Barat yang terletak di Jalan Banceuy Kelurahan Braga,

Kecamatan Sumur Bandung Kota Bandung.

(6) Pada tanggal 17 April 1984, Pemerintah Provinsi Jawa Barat

melakukan kerjasama pembangunan eks. Lembaga Permasyarakatan

dengan PT. Interna Permai dengan sistem Built Operation and Transfer

(BOT) berdasarkan Perjanjian Pembangunan dan Pengelolaan Gedung

Banceuy Permai di Jalan Banceuy No.8 Bandung No. 001/3700/Huk

tertanggal 17 April 1984; dan kepada PT. lnterna Permai diberikan hak

untuk mengelola selama 30 (tiga puluh) tahun, setelah berakhir masa

kerjasama seluruh aset yang telah dibangun harus diserahkan

kepada pemilik dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

(7) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK.

411/HGB/DA/86 tanggal 13 Juni 1986 diberikan Hak Guna Bangunan di

atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I

Jawa Barat No.1/Kel. Braga kepada PT. Interna Permai berkedudukan

di Bandung untuk jangka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun berlaku

terhitung mulai tanggal 17 April 1984 seluas 10.305 m2, yang

selanjutnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK.

411/HGB/DA/86 tanggal 13 Juni 1986 didaftarkan dan terbit Sertipikat

Hak Guna Bangunan No.284/ Kelurahan Braga terbit tanggal 11

Agusus 1986 Surat Ukur tanggal 28 Nopember 1985 No.3244/1985

seluas 10.305 m2 tertulis atas nama PT. Interna Permai

berkedudukan di Bandung, kemudian SHGB No. 284 tersebut

displitsing oleh PT. Interna menjadi beberapa SHGB termasuk SHGB

No. 322 yang konon milik Penggugat.

(8) Berdasarkan Surat Direktur Utama PT. Interna Permai Nomor :

09/PT.INT/II/10 tanggal 9 Februari 2010 Perihal : Permohonan

Perpanjangan Perjanjian Kerjasama Gedung Banceuy Permai kepada

Bapak Gubernur Kepala Daerah Provinsi Jawa Barat antara lain

disebutkan bahwa tanah seluas 10.305 m2 telah dibangun :

Seluas ± 9.305 m2 telah di bangun 59 Unit Ruko berlantai 3 dan

fasilitas Jalan Komplek, dimana Hak Guna Bangunan atas 59 (lima

puluh sembilan) Unit Ruko tersebut telah beralih kepada pihak

ketiga;

Seluas ± 1.000 m2 telah di bangun Gedung Parkir berlantai 5 yang

sampai saat ini masih dikelola PT. Interna Permai.

(9) Pemerintah Provinsi telah mengadakan sosialisasi kepada masyarakat

penghuni Ruko Banceuy sejak tahun 2011, dengan menginformasikan

antara lain :

Hal 33 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

i. Mengenai status aset/tanah dijelaskan bahwa status tanah

adalah tanah dengan Hak Pengelolaan yang ada pemiliknya yaitu

Pemerintah Provinsi Jawa Barat bukan tanah negara bebas.

ii. Kerjasama dengan PT. lnterna Permai telah berakhir pada 17 April

2014 dan perlu diketahui bahwa HGB induk atas nama PT. Interna

Permai yaitu HGB di atas HPL No.284/Kelurahan Braga sama telah

berakhir pada 17 April 2014.

iii. Dengan berakhirnya perjanjian tersebut sebagaimana poin b pihak

PT. Interna Permai telah menyerahkan aset yang dibangun hasil

kerjasama kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, berdasarkan

Berita Acara Serah Terima Nomor: 214/INT-DIR-ST/IV/2014 tanggal

17 April 2014.

iiii. Rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan merevitalisasi

eks. Ruko Banceuy Permai yaitu dalam rangka

mengoptimalisasikan pemanfaatan/pengelolaan aset milik

Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

(10) Revitalisasi Ruko Banceuy Permai merupakan kebijakan Pemerintah

Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan:

i. Bahwa keberadaan ruko saat ini tidak dapat dikelola secara

maksimal karena secara ekonomis tidak dapat menghasilkan

secara maksimal Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang

memadai.

ii. Bahwa daya tampung eksisting hanya untuk 62 (enam puluh

dua) Ruko saja dengan jumlah penghuni yang terbatas.

iii. Jalan Banceuy adalah kawasan komersial, dengan daerah

peruntukan perdagangan dan jasa, sehingga sangat

memungkinkan untuk pengembangan kawasan tersebut menjadi

kawasan yang ekonomis dan memberikan dampak bagi

perekonomian masyarakat Bandung khususnya dan masyarakat

Jawa Barat pada umumnya.

(11) Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terhadap penghuni terakhir

yang mendiami Ruko Banceuy, sudah dijelaskan dalam pertemuan

terakhir dengan masyarakat banceuy, bahwa akan mengakomodir para

penghuni untuk mendapatkan prioritas sebagai penghuni pada

kawasan Banceuy Baru, implementasinya akan direalisasikan pada

saat telah terpilih mitra kerjasama, yang dituangkan dalam perjanjian,

yang intinya untuk penghuni terakhir apabila berminat akan diberikan

perlakuan khusus tidak disamakan dengan konsumen umum.

(12) Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam jangka pendek, telah

memberikan kebijaksanaan bahwa penghuni ruko Banceuy dapat

Hal 34 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

menghuni sementara sampai dengan 30 Desember 2014 dengan cara

sewa sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(13) Terkait dengan permohonan perpanjangan HGB diatas HPL dari para

penghuni dan dari PT.Interna Permai sesuai penjelasan dari Kepala

Kantor Pertanahan Kota Bandung dalam pertemuan tanggal 22

Mei 2014 yang dihadiri oleh penghuni eks. Ruko Benceuy telah

dijelaskan bahwa perpanjangan HGB di atas HPL harus seijin dari

pemilik HPL, berdasarkan PP No.40 Tahun 1996 pada Pasal 26

ayat (2) "Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan

diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak

Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang

Hak Pengelolaan".

(14) Terkait dengan berakhirnya HGB diatas HPL dijelaskan dalam PP No.

40 Tahun 1996 pada Pasal 36 ayat (2) "Hapusnya Hak Guna

Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam

penguasaan pemegang Hak Pengelolaan ". Hal ini perlu

disampaikan karena ada yang salah menginterpretasikan PP No.40

Tahun 1996 yang tidak dibaca secara utuh, karena ada perbedaan

perlakuan terhadap Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan dan Tanah

Hak Milik.

(15) Mengenai pengumuman lelang kerjasama dalam harian umum Pikiran

Rakyat pada tanggal 25 Juni 2014, itu sudah merupakan hal yang

normatif, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri 17 Tahun 2007

Pasal 41 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Penetapan mitra Bangun

Guna Serah dilaksanakan melalui tender/lelang dengan

mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5 (lima) peserta/peminat",

perihal pengumuman yang ditayangkan di harian Pikiran Rakyat

terbatas karena informasi yang lebih lengkap sudah ada di Sekretariat

Tim Pemanfaatan Aset Milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat Jl.

Diponegoro No.. 22 Bandung, pada Biro Pengelolaan Barang Daerah.

Bahwa dengan penjelasan kronologis tersebut sudah jelas terang

benderang kedudukan Penggugat tersebut, oleh karenannya sudah sepatut

dan selayaknya Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili

Perkara A quo untuk memutus dan menyatakan menolak gugatan

Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak

dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard);

7. Bahwa selanjutnya terkait dengan posita angka 10, 11 dan 12 dimana

Penggugat berusaha untuk memberikan uraian mengenai Hak Guna

Bangunan diatas Hak Pengelolaan dapat diperpanjang dengan

Hal 35 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

berlandaskan pada UU No 5 Tahun 1960 Khususnya Pasal 28 ayat 1 dan 2,

terhadap dalil tersebut Tergugat I akan tanggapi dengan mengambil

Keterangan Ahli Hukum Agraria yaitu Prof. Ny. Arie S. Hutagalung.

S.H., M.LI. yang disampaikan oleh beliau kepada Yang Mulia Bapak Ketua

Mahkamah Agung RI sebagaimana tertuang di dalam Affidavit (written

sworn statement of fact) tertanggal 6 November 2013.

Bahwa keterangan ahli dari Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI.

tersebut berpedoman pada :

1. Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok- Pokok Agraria (“UU No. 5 Tahun 1960”);

2. Undang-Undang No. 51/PRP/Tahun 1960 tentang Larangan

Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya (“UU

No. 51/PRP/Tahun 1960”)

3. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan

Tanah (“UU No. 4 Tahun 1996”)

4. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (“PP

No. 40 Tahun 1996”);

5. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah (“PP No. 24 Tahun 1997”);

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1974 tentang

Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian

Tanah Untuk Keperluan Perusahaan (“PMDN No. 5 Tahun

1974”);

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang Tata

Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas

Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya

(“PMDN No. 1 Tahun 1977”)

(catatan: PMDN No. 1 Tahun 1977 ini sudah dicabut dengan

PMNA/ Ka. BPN No. 9 Tahun 1999, tetapi ketentuan yang diatur

didalam PMDN No. 1 Tahun 1977 belum diatur dalam PMNA/ Ka.

BPN No. 9 Tahun 1999, sehingga dianggap masih berlaku);

8. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1997

tentang Ketentuan Pelaksana PP No. 24/1997 Tentang

Pendaftaran Tanah (“PMNA/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997”);

Hal 36 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

9. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999

tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah

Negara dan Hak Pengelolaan (“PMNA/Ka. BPN No. 9 Tahun

1999”).

(catatan : ketentuan PMNA/ Ka. BPN No. 9 Tahun 1999

sepanjang mengatur tata cara pembatalan Hak atas Tanah

Negara yang bertentangan dengan Peraturan Kepala BPN RI No.

3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan

Kasus Pertanahan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku);

10. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2010

tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan (“Per

Ka. BPN No. 1 Tahun 2010”);

11. Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan (“Per Ka. BPN

No. 3 Tahun 2011”);

12. Surat Menteri Negara Agraria Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 630.1-3433 tanggal 17 September 1998 perihal

Agunan Sertipikat di atas tanah Hak Pengelolaan (“Surat Menteri

Negara Agraria Kepala BPN Nomor: 630.1-3433 tanggal 17

September 1998”)

Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI. memberikan penjelasan

mengenai konsepsi dasar atau ajaran ilmu hukum dalam bidang hukum

tanah Nasional yang mengatur kedudukan serta hakekat dari Hak

Pengelolaan (“HPL”).

HPL adalah “gempilan” atau “bagian” dari Hak Menguasai Negara

(“HMN”) yang berisi kewenangan publik, yang kewenangan

pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

HPL mengandung 2 (dua) sifat kewenangan, yaitu kewenangan

publik (merencanakan penggunaan dan menyerahkan bagian dari

HPL untuk pihak ketiga) dan kewenangan privat (menggunakan

tanahnya untuk keperluan pelaksanaan tugasnya).

HPL dalam sistematika hak-hak penguasaan atas tanah tidak

dimasukkan ke dalam golongan hak atas tanah. Pemegang HPL

memang mempunyai kewenangan untuk menggunakan tanahnya

untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, tetapi bukan itu tujuan

pemberian HPL tersebut kepadanya. Tujuan utamanya adalah bahwa

Hal 37 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaannya oleh

pihak-pihak lain yang memerlukan. Dalam penyediaan dan

pemberian tanah itu, pemegang HPL diberikan kewenangan untuk

melakukan kegiatan yang merupakan sebagian dari kewenangan

Negara sebagaimana diatur menurut ketentuan pasal 2 ayat 2 UUPA.

Subyek yang dapat diberikan HPL adalah:

a. Instansi Pemerintah (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah);

b. Badan Usaha Milik Negara;

c. Badan Usaha Milik Daerah;

d. PT. Persero;

e. Badan Otorita;

f. Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah

yang dapat diberikan HPL sepanjang sesuai dengan tugas pokok

dan fungsinya yang berkaitan dengan pengelolaan tanah.

(vide pasal 67 ayat (1) & (2) PMNA/Ka. BPN No. 9 Tahun 1999)

Walaupun HPL bukan hak atas tanah, namun HPL tetap dilakukan

pendaftaran dan diterbitkan sertipikatnya sebagai tanda bukti hak-

nya. HPL sebagai HMN tidak dapat dipindahtangankan dan tidak

ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan. Oleh karena itu HPL tidak

memenuhi syarat untuk dapat dijadikan jamin utang.

HPL hanya dapat diberikan diatas Tanah Negara. Oleh karena itu,

jika diatas tanah yang akan diberikan HPL masih ada hak-hak atas

tanah lainnya seperti HGB, HP, dll, maka wajib terlebih dahulu

dibebaskan oleh calon pemegang HPL dengan memberikan ganti

rugi yang layak. Sebelum calon pemegang HPL diberikan HPL, harus

dipastikan bahwa diatas tanah yang akan diberikan HPL tersebut

clean and clear. Jika pemberian HPL terjadi diatas tanah yang masih

ada hak atau kepentingan pihak lain, maka secara hukum HPL itu

mengandung cacat yuridis.

Selanjutnya terkait dengan kedudukan Hak Guna Bangunan (“HGB”)

diatas HPL dengan menguraikan tentang apa yang menjadi dasar

memberikan HGB diatas HPL dan apa saja hak-hak pemegang HGB

diatas HPL, apakah sama dengan HGB diatas Tanah Negara atau

HGB diatas Tanah Hak Milik, Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H.,

M.LI. memberikan penjelasan sebagai berikut:

Pemegang HPL mempunyai kewenangan untuk:

Hal 38 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang

bersangkutan;

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan

usahanya; dan

c. Menyerahkan bagian-bagian dari pada tanah itu kepada pihak

ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan

pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan,

penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan

bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang

bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (vide

pasal 3 PMDN No. 5 Tahun 1974 jo. pasal 1 ayat (1) PMDN No. 1

Tahun 1977).

Berdasarkan hal tersebut, diatur adanya kewenangan pemegang

HPL untuk memberikan hak lain diatas tanah HPL tersebut kepada

pihak lain seperti HM, HGB dan HP (vide pasal 22 ayat (2) PP No. 40

Tahun 1996 jo. pasal 2 PMDN No. 1 Tahun 1977 jo. pasal 1 butir (3)

PMNA/Ka. BPN No. 9 Tahun 1999).

Pemberian Hak atas tanah diatas HPL tersebut, dilakukan oleh

Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang, atas usul

pemegang HPL yang bersangkutan berdasarkan perjanjian antara

pemegang HPL dengan calon pemegang hak atas tanah diatas HPL.

Perjanjian antara pemegang HPL dengan calon pemegang hak atas

tanah diatas tanah HPL tersebut-lah yang menjadi dasar pemberian

hak atas tanah (HM/HGB/HP) diatas HPL.

Pemegang HGB diatas HPL memiliki hak-hak yang sama dengan

pemegang HGB diatas Tanah Negara maupun dengan pemegang

HGB diatas tanah Hak Milik, yaitu:

- Pemegang HGB diatas HPL berhak untuk membangun bangunan

diatas HGB-nya tersebut sesuai dengan peruntukannya (vide

pasal 32 PP No. 40 Tahun 1996).

- Pemegang HGB diatas HPL berhak untuk memperpanjang dan

memperbaharui jangka waktu HGB nya setelah mendapat

persetujuan dari pemegang HPL (vide pasal 26 ayat (2) PP No. 40

Tahun 1996).

Hal 39 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

- Pemegang HGB diatas HPL berhak untuk menjadikan HGB-nya

tersebut sebagai jaminan utang dengan dibebani Hak

Tanggungan, dengan persetujuan pemegang HPL terlebih dahulu

(vide pasal 4 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 jo. pasal 33 PP No. 40

Tahun 1996 jo. Surat Menteri Negara Agraria Kepala BPN Nomor:

630.1-3433 tanggal 17 September 1998).

- Pemegang HGB diatas HPL berhak untuk mengalihkan HGB-nya

tersebut kepada pihak lain, dengan persetujuan pemegang HPL

terlebih dahulu (vide pasal 34 ayat (7) PP No. 40 Tahun 1996).

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka pemegang HGB diatas

HPL mempunyai hak-hak yang sama dengan pemegang HGB diatas

Tanah Negara atau tanah Hak Milik. Namun perbedaannya adalah,

pada setiap perpanjangan/pembaharuan atau peralihan atau

pembebanannya atas HGB tersebut, harus dengan persetujuan

terlebih dahulu dari pemegang HPL.

Bahwa terkait dengan HGB diatas HPL didasarkan kepada adanya

perjanjian antara pemegang HPL dengan pemegang HGB yang

disebut dengan P3T (Perjanjian Penyerahan Pengunaan Tanah),

apakah ada syarat-syarat tertentu yang diharuskan baik formal atau

material untuk pembuatan P3T.

Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI. memberikan penjelasan

sebagai berikut :

Setiap penyerahan penggunaan tanah sebagai bagian HPL kepada

pihak ketiga oleh pemegang HPL wajib membuat P3T antara pihak

pemegang HPL dengan pihak ketiga/calon pemegang hak atas

tanah. Dalam P3T harus memuat keterangan mengenai:

a. Identitas pihak-pihak yang bersangkutan;

b. Letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud;

c. Jenis penggunaannya;

d. Hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan kepada

pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai jangka

waktunya serta kemungkinan untuk memperpanjangnya;

e. Jenis bangunan yang akan didirikan diatasnya dan ketentuan

mengenai pemilikan bangunan-bangunan tersebut pada

berakhirnya hak atas tanah yang diberikan;

Hal 40 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

f. Jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya; dan

g. Syarat-syarat lain yang dipandang perlu. (vide pasal 3 ayat (2)

PMDN No. 1 Tahun 1977)

Setelah para pihak (pemegang HPL dan pihak ketiga) menyepakati

dan menandatangani P3T, maka pihak ketiga tersebut mengajukan

permohonan hak atas tanah kepada Kepala BPN melalui perantaraan

pemegang HPL. Setelah terbit Surat Keputusan Pemberian Hak Atas

Tanah, maka si pihak ketiga tanah harus memenuhi kewajibannya

untuk membayar uang pemasukan kepada pemegang HPL.

Kewajiban membuat perjanjian tertulis antara pemegang HPL dengan

calon pemegang HGB ditentukan dalam pasal 3 ayat (1) PMDN No. 1

Tahun 1977 tanggal 17-2-1977 yang berbunyi sebagai berikut:

“ setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian

dari tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang

Hak Pengelolaan, baik yang disertai ataupun tidak disertai dengan

pendirian bangunan diatasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan

perjanjian tertulis antara pihak pemegang Hak Pengelolaan dan

pihak ketiga yang bersangkutan.”

Sedangkan substansi yang dimuat dalam Perjanjian tertulis (P3T)

tersebut menurut pasal 3 ayat (2) PMDN No. 1 Tahun 1977 tersebut

disebutkan sebagai berikut:

Perjanjian termaksud dalam ayat (1) pasal ini memuat antara lain

keterangan mengenai:

a. identitas pihak-pihak yang bersangkutan.

b. letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud.

c. jenis penggunaannya.

d. hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan kepada

pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai

jangka waktunya serta kemungkinan untuk

memperpanjangnya.

e. jenis-jenis bangunan yang akan didirikan di atasnya dan ketentuan

mengenai pemilikan bangunan-bangunan tersebut pada

berakhirnya hak tanah yang diberikan.

f. jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya.

g. syarat-syarat lain yang dipandang perlu.”

Hal 41 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Adapun permohonan HGB diatas HPL didasarkan “atas usul

pemegang HPL” diatur didalam pasal 4 PMDN No. 1 Tahun 1977

sebagai berikut:

Pasal 4

i. Permohonan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai

diajukan oleh pihak ketiga yang memperoleh

penunjukan/penyerahan tersebut pada pasal 2 dengan perantara

pemegang Hak Pengelolaan yang bersangkutan.

ii. Pemegang Hak Pengelolaan berkewajiban untuk melengkapi

berkas-berkas permohonan tersebut dan meneruskannya kepada

Menteri Dalam Negeri/Gubernur Kepala Daerah yang

bersangkutan, disertai usul-usul tentang syarat-syarat yang harus

ditaati oleh penerima hak.

iii. Permohonan tersebut dalam ayat (2) pasal ini diajukan dan

diselesaikan menurut tata cara dan wewenang sebagaimana diatur

dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973 jo.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972, dengan

memperhatikan peraturan perundang-undangan Agraria yang

berlaku.

iv. Selain memenuhi kewajibannya terhadap pemegang Hak

Pengelolaan yang bersangkutan, penerima hak berkewajiban

membayar biaya administrasi kepada Kantor Bendahara Negara

dan sumbangan kepada Yayasan Dana Landreform serta biaya

pendaftaran tanah sebagai yang disebutkan di dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri No. 1/1975.”

catatan: 1. PMDN No. 6 Tahun 1972 sudah dinyatakan tidak

berlaku dan icabut oleh PMNA/Ka. BPN No. 3 Tahun

1999, dan terakhir yang berlaku saat ini Per. Ka. BPN

No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan

Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan

Pendaftaran Tanah.

2. PMDN No. 5 Tahun 1973 sudah dinyatakan tidak

berlaku dan dicabut oleh PMNA/Ka. BPN No. 9

Tahun 1999

3. PMDN No. 1 Tahun 1975 sudah dinyatakan tidak

berlaku dan dicabut, yang terakhir berlaku saat ini

adalah PP No. 13 Tahun 2010. Didalam PP No. 13

Hal 42 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Tahun 2010 tersebut kewajiban pembayaran uang

pemasukan kepada Negara oleh pemegang HGB

diatas HPL sudah tidak ada lagi, namun hanya

dikenakan biaya pendaftaran sebesar 1‰ (satu

permil).

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, bersandar dari apa yang

disampaikan oleh Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI.,

Tergugat I dengan tegas menolak dengan bulat dan utuh seluruh dalil

yang disampaikan oleh Penggugat sebagaimana termuat di dalam

Surat Gugatannya tertanggal 12 Januari 2015 posita angka 10,11

dan 12. Oleh karenannya Tergugat I mohon kiranya Yang Mulia

Majelis Hakim Yang Terhormat yang memeriksa dan mengadili

perkara a quo untuk menyatakan menolak gugatan Pengugat atau

setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima

(niet ontvankelijkverklaard);

8. Bahwa terhadap posita Penggugat angka 13, 14 dan 15 yang

terurai di halaman surat gugatan Penggugat tertanggal 12 Januari

2015, Tergugat I merasa tidak perlu lagi menanggapinya, karena

bagian tersebut telah dijawab dengan merujuk apa yang disampaikan

oleh Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI., pada bagian angka 7

Surat Jawaban ini. Khususnya mengenai dalih pembelian, namun

demikian apabila merujuk terhadap pendapat, Prof. Ny. Arie S.

Hutagalung. S.H., M.LI. mengenai “pembeli yang beritikad baik”

beliau menyatakan bahwa Pembeli yang beritikad baik memang

dilindungi hukum, karena sudah merupakan azas hukum, akan tetapi

tidak setiap pembeli dapat dikategorikan beritikad baik apalagi

terbukti secara nyata pembeli tersebut mengetahui bahwa tanah

HGB diatas HPL itu tunduk kepada P3T, akan tetapi sengaja ditabrak

dengan mengenyampingkan semua ketentuan Perundang-undangan,

seperti Pasal 26 ayat (2) jo. Pasal 34 ayat (7) PP No. 40 Tahun 1996

dan Surat Menteri Negara Agraria Kepala BPN Nomor: 630.1-3433

tanggal 17 September 1998, tidak pernah diuji secara materiil oleh

Mahkamah Agung. Pembeli yang beritikad baik adalah pembeli yang

jujur dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.

Berkenaan dengan prinsip pembeli yang beritikad baik, sudah pula

menjadi yurispridensi Mahkamah Agung RI dalam Putusan Kasasi

Hal 43 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Mahkamah Agung Nomor 1651 K/PDT/2013 tanggal 12 November

2013 yang menyatakan :

“Bahwa Penggugat tidak bisa dikwalifikasi sebagai pembeli objek

sengketa yang beritikad baik, HGB yang segera berakhir dan berada

di atas Hak Pengelolaan karena tidak melakukan duty of care dan

tidak memenuhi a certain standart of conduct, yaitu meneliti

secara cermat sebelum membeli”

Pertanyaannya sekarang yang patut disodorkan adalah : apakah

Penggugat pernah menyangkal bahwa SHGB-SHGB-nya tersebut

merupakan turunan atau pecahan atau splitsing dari Sertipikat Hak

Guna Bangunan No.284/ Kelurahan Braga atas nama PT. Interna

Permai yang berdiri di atas Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel.

Braga tanggal 28 Nopember 1985 atas nama Pemerintah Provinsi

Jawa Barat (Tergugat I) ?

Pada saatnya persidangan pembuktian akan tampak kebenaran yang

sesungguhnya.

Dari hal tersebut tentu akan tampak apakah para Penggugat

memang beritikad baik dengan memenuhi prinsip duty of care dan

memenuhi a certain standart of conduct ataukah sebaliknya para

Penggugat ternyata memiliki itikad buruk mengajukan gugatan a quo

yang dalam sistem hukum Common Law dikenal sebagai Vexatious

litigation atau dalam sistem hukum Civil Law maka lebih dikenal

dengan gugatan doli presentis atau gugatan dengan “niat licik”. Para

Penggugat hanya ingin memperpanjang penguasaan dan

pemanfaatan atas objek sengketa secara melawan hukum, padahal

sudah berakhir SHGBnya tersebut sejak 17 April 2014.

Oleh karena itu sudah cukup alasan kiranya bagi Tergugat I untuk

menyampaikan permohonan kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang

Terhormat yang memeriksa perkara a quo agar kiranya juga

sependapat dengan Tergugat I dan selanjutnya menyatakan bahwa

surat gugatan Penggugat tertanggal 12 Januari 2015 adalah

bertentangan dengan fakta yang nyata dan sangat bertentangan

dengan kebenaran hukum sehingga sudah sepantas dan sepatutnya

apabila Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Khusus

Bandung untuk menyatakan dalil Tergugat I tersebut tepat dan

beralasan dan selanjutnya menyatakan bahwa gugatan penggugat

Hal 44 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

harus ditolak atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat

tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard);

DALAM PETITUM

Bahwa berdasarkan seluruh uraian-uraian yang telah disampaikan

sebagaimana tersebut di atas, kiranya tidaklah berlebihan dan sangat beralasan

hukumapabila Tergugat I dengan ini memohon agar kiranya Yang Mulia Majelis

Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung Yang Terhormat, yang

memeriksa perkara a quo berkenan untuk mengadili dan selanjutnya memutus

perkara sebagai berikut:

I. DALAM EKSEPSI

1. Menerima dan menyatakan Eksepsi Tergugat I tepat dan

beralasan;

2. Menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet

ontvankelijkverklaard);

3. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara

yang timbul dalam perkara ini menurut hukum.

II. DALAM POKOK PERKARA

1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara

yang timbul dalam perkara ini menurut hukum.

ATAU : Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas IA

Khusus Bandung Yang Terhormat berpendapat lain, maka

Tergugat I mohon kiranya dapat memberikan Putusan yang

seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut Turut Tergugat

telah mengajukan jawaban sebagai berikut :

DALAM EKSEPSI

1. Bahwa, Turut Tergugat menolak seluruh dalil gugatan Penggugat

kecuali yang secara tegas diakui dan menguntungkan Turut Tergugat;

2. TENTANG KUALITAS PENGGUGAT (ONBEVOEG)

Bahwa, Sertipikat Hak Guna Bangunan No.322/Kelurahan Braga

terakhir tercatat atas nama Penggugat merupakan pecahan dari

Sertipikat HGB No.284/Kelurahan Braga yang terbit di atas Hak

Pengelolaan No.l/Kelurahan Braga telah berakhir jangka waktunya

sehingga Sertipikat HGB dimaksud sudah tidak berlaku lagi dan status

Hal 45 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

tanahnya kembali pada Hak Pengelolaan No.l/Kelurahan Braga atas

nama Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat yang mana

perencanaan, pengelolaan dan penggunaannya kembali kepada

pemegang Hak Pengelolaan in casu Pemerintah Propinsi Daerah

Tingkat I Jawa Barat.

Sehubungan dengan hal-hal sebagaimana tersebut di atas, maka sudah

jelas bahwa Penggugat tidak mempunyai kualitas untuk mengajukan

gugatan mengingat sertipikat HGB dimaksud telah berakhir. Oleh

karena itu maka sudah selayaknya Majelis Hakim yang memeriksa dan

memutus perkara a quo untuk menyatakan gugatan Pengugat ditolak

seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak

dapat diterima (niet onvantkelijk verklaard).

DALAM POKOK PERKARA

1. Bahwa, mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, menangani dan

memutus perkara ini agar apa yang telah Turut Tergugat kemukakan

dalam Eksepsi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam

pokok perkara ini;

2. Bahwa, Turut Tergugat menolak dalil-dalil surat gugatan Penggugat

kecuali terhadap hal-hal yang diakui secara tegas dan nyata demi

kepentingan Turut Tergugat;

3. Bahwa, di atas Sertipikat Hak Pengelolaan No.l/Kelurahan Braga

Kecamatan Bandung Wetan Kotamadya Bandung tercatat atas nama

Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat telah diterbitkan

Sertipikat Hak Guna Bangunan No.284/Kelurahan Braga, sertipikat terbit

tanggal 11-08-1986, Surat Ukur tanggal 28-11-1985 No.3244/1985

seluas 10.305 M2, tercatal atas nama PT.1NTERNA PERMAI

Berkedudukan di Bandung, terletak di Jl.Banceuy Kelurahan Braga,

Kecamatan Bandung Wetan, Kotamadya Bandung, berakhir haknya

tanggal 17-04-2014 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri

tanggal 13-06-1986 No. SK.411/HGB/DA/86;

4. Bahwa, terhadap Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 284/Kelurahan

Braga tersebut telah dipisah-pisah/displit sampai habis, antara lain

menjadi beberapa sertipikat HGB dan salah satunya adalah Sertipikat

HGB No.322/Kelurahan Braga terakhir tercatat atas nama Penggugat.

5. Bahwa, Turut Tergugat menolak dalil posita gugatan angka 9 sampai

dengan angka 13 karena Penggugat dalam posita gugatannya hanya

Hal 46 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

mendalilkan dan mencantumkan peraturan dengan pasal yang

menguntungkan bagi dirinya saja tidak mengungkapkan pasal-pasal

lainnya, bahwa mengenai pemberian Hak Guna Bangunan diatur pula

pada Peraturan Pemerintah RI No.40 Tahun 1996 tentang Hale Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah pada Pasal

21 menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 21

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah :

a. Tanah Negara;

b. Tanah Hak Pengelolaan;

c. Tanah Hak Milik.

6. Bahwa, mengenai terjadinya Hale Guna Bangunan diatur pada Pasal

22 ayat (2) Peraturan Pemerintah RI No.40 Tahun 1996 bahwa :

"Hak Guna Bangunan atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan

pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan

usul pemegang Hak Pengelolaan”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka sudah jelas bahwa

permohonan HGB di atas Hak Pengelolaan, bergantung pada

perencanaan pemegang Hak Pengelolaan in casu Pemerintah Propinsi

Daerah Tingkat I Jawa Barat sebagai pemegang Sertipikat Hak

Pengelolaan No. 1/Kelurahan Braga disesuaikan dengan rencana

peruntukkan dan penggunaan lahan tersebut.

7. Bahwa, mengenai perpanjangan maupun pembaharuan HGB diatur

dalam Pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 bahwa :

"Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau

diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah

mendapat persetujuan daripemegang Hak Pengelolaan".

Berdasarkan uraian tersebut di atas, rnaka sudah sangat jelas bahwa

apabila Penggugat ingin mengajukan perpanjangan atau pembaharuan

HGB harus mendapat persetujuan (rekomendasi) terlebih dahulu

kepada pemegang Hak Pengelolaan in casu Pemerintah Propinsi

Daerah Tingkat I Jawa Barat sebagai pemegang Sertipikat Hak

Pengelolaan No. 1/Kelurahan Braga. Apabila pemegang Hak

Pengelolaan tidak memberi ijin adanya permohonan

perpanjangan/pembaharuan HGB maka permohonan tersebut tidak dapat

dilakukan.

8. Bahwa, terhadap pemegang HGB mempunyai beberapa kewajiban

Hal 47 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

sebagaimana diatur pada Pasal 30 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun

1996 sebagai berikut:

Pasal 30

(1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya

ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

(2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan

sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian

pemberiannya;

(3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang di atasnya

serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

(4) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan Hak Guna Bangunan

kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak

Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;

(5) Menyerahkan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus

kepada

Kepala Kantor Pertanahan

Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas maka sudah jclas

Penggugat harus segera mengembalikan lahan tersebut Pemerintah

Propinsi Daerah Tingkat 1 Jawa Barat sebagai pemegang Sertipikat Hak

Pengelolaan No. 1/Kelurahan Braga dan Penggugat mempunyai

kewajiban untuk menyerahkan sertipikat HGB atas nama Penggugat

yang telah hapus tersebut kepada Tergugat I;

Hal demikian juga terdapat pada Pasal 38 Peraturan Pemerintah No.40

Tahun 1996, yang mengatur sebagai berikut:

"apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah

Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas pemegang

Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak

Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang

sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan

atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas Hak Milik".

9. Bahwa, mengenai hapusnya HGB diatur dalam Pasal 36 ayat (2)

Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996, mengatur sebagai berikut:

"Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengeiolaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali

ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan".

Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, status tanah obyek

perkara a quo kembali kepada Hak Pengelolaan yaitu Sertipikat Hak

Hal 48 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Pengelolaan No.l/Kelurahan Braga atas nama Pemerintah Propinsi Daerah

Tingkat I Jawa Barat.

10. Bahwa, mengenai sanksi yang dapat dilakukan terhadap pemegang HGB

diatur pada Pasal 37 Undang-Undang No.40 Tahun 1996 selengkapnya

sebagai berikut:

Pasal ,37

(1) Apabila Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara hapus dan tidak

diperpanjang atau tidak diperbaharui maka bekas pemegang Hak

Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda

yang ada diatasnya dan rnenycrahkan tanahnya kepada Negara

dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun

sejak hapusnya Hak Guna Bangunan-,

(2) Dalam hal bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang hak

diberikan ganti rugi yang bentuk jumlahnya diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Presiden;

(3) Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna

Bangunan',

(4) Jika bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka bangunan

dan benda-benda yang ada di atas tanah bekas Hak Guna

Bangunan itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas

pemegang Hak Guna Bangunan.

11. Bahwa, Hak Pengelolaan diatur secara tersendiri dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri No.l Tahun 1977 tentang Tata Cara

Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian

Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya. Hak Pengelolaan ini bcrisi

wewenang crnluk :

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang

bersangkutan;

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;

c. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak

ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan

pemegang hak tersebut yang meliputi segi-segi peruntukkan,

penggunaan, jangka waktu dan keuangannya dengan ketentuan

bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang

Hal 49 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.l Tahun 1977 Pasal 5

ditentukan bahwa mengenai Hak Pengelolaan tidak menjadi hapus

dengan didaftarkannya hak-hak yang diberikan kepada pihak ketiga.

Dengan demikian maka Hak Pengelolaan memang bukan Hak Memiliki

tetapi Negara yang dalam hal ini diberikan kepada Pemerintah Daerah

(Pemerintah Propinsi Jawa Barat) diberikan "hak menguasai" yang

mana pengelolaannya diberikan kepada pihak ketiga berdasarkan

perjanjian (Pasal 3) dengan hak atas tanah yang berjangka waktu (Hak

Guna Bangunan), yang mana apabila setelah diberikan Hak Guna

Bangunan kepada pihak ketiga, Hak Pengelolaan yang melekat

terhadap tanah tersebut tidak menjadi hapus dan setelah Hak Guna

Bangunan atas nama Pihak Ketiga tersebut jangka waktunya berakhir

maka tanah tersebut tetap berstatus Hak Pengelolaan. Dalam hal ini

PT. Interna Permai (Tergugat II) tidak mempunyai hubungan hukum

lagi dengan tanah tersebut apalagi Sertipikat HGB atas nama Para

Penggugat.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.l Tahun 1977 kemudian dicabut

dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional No.9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan

Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan.

Atas dasar uraian tersebut diatas, mohon kiranya Majelis Hakim yang

mengadili perkara ini berkenan untuk memutus :

1. Menerima jawaban Turut Tergugat baik dalam Eksepsi maupun

dalam pokok perkara;

2. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya atau setidak-tidaknya

menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijk

verklaard);

3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul

dalam perkara ini;

4. Apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya

(ex aequo ex, bono).

Menimbang, bahwa terhadap jawaban dari Tergugat I dan jawaban

Turut Tergugat, Penggugat telah mengajukan sanggahan terhadap refliknya

Hal 50 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

tertanggal 04 Mei 2015 yang pada pokoknya menolak eksepsi Tergugat I

dan Turut Tergugat ;------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa terhadap Replik dari Penggugat, Tergugat I telah

menyampaikan Duplik tanggal 30 Mei 2015 sedangkan Turut tergugat tidak

mengajukan Duplik dan selengkapnya sebagaimana terlampir dalam Berita

Acara perkara ini Persidangan di Pengadilan Negeri Bandung ;------------------

Memperhatikan, mengutip dan menerima keadaan-keadaan

sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal

28 Mei 2015 Nomor : 20/Pdt. G/2015 /PN. Bdg , yang amarnya berbunyi

sebagai berikut :--------------------------------------------------------------------------------

I. DALAM EKSEPSI :

Mengabulkan Eksepsi Tergugat I ;-------------------------------------

II. DALAM POKOK PERKARA

1. Menyatakan Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung tidak

berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut ;

2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

1.271.000,- (satu juta dua ratus tujuh puluh satu ribu rupiah) ;

Menimbang, bahwa Pembanding semula Penggugat , telah

menyatakan permohonan pemeriksaan tingkat banding terhadap putusan

tersebut di atas yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung

pada tanggal 01 Juni 2015, permohonan banding mana telah diberitahukan

dengan patut dan seksama kepada Terbanding semula Tergugat pada

tanggal 24 Juni 2015 dan kepada Turut Terbanding semula Turut Tergugat

pada tanggal 22 Juni 2015, dengan seksama ; ----------------------------------------

Menimbang, bahwa Pembanding semula Penggugat untuk

kepentingan pemeriksaan tingkat banding melaui kuasa hukumnya telah

mengirimkan Memori Banding yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan

Negeri Bandung pada tanggal 03 Agustus 2015 dan telah diberitahukan

kepada Terbanding semula Tergugat pada tanggal 11 Agustus 2015, dan

kepada Turut Terbanding semula Turut Tergugat pada tanggal 11 Agustus

2015, dengan seksama ;---------------------------------------------------------------------

Hal 51 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Menimbang, bahwa dalam hal ini baik Terbanding semula Tergugat

ataupun Turut Terbanding semula Turut Tergugat tidak mengirimkan kontra

memori banding. ;-----------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa kepada Pembanding semula Penggugat pada

tanggal 07 Juli 2015, kepada Terbanding semula Tergugat pada tanggal

14 Juli 2015 Mei 2015 dan kepada Para Turut Terbanding semula Turut

Tergugat 13 Juli 2015, telah diberi kesempatan untuk mempelajari

berkas perkara sebelum dikirim ke Pengadilan Tingkat Banding, dengan

seksama ;----------------------------------------------------------------------------------------

TENTANG HUKUMNYA

Menimbang, bahwa permohonan banding dari Pembanding semula

Penggugat terhadap putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 28 Mei

2015 Nomor : 20/Pdt.G/2015/PN. Bdg, telah diajukan dalam tenggang waktu

dan menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang oleh

karenanya permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima ;--------

Menimbang, bahwa dalam memori bandingnya Pembanding semula

Penggugat pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut :

Bahwa Terbanding (Tergugat) tidak pernah mengeluarkan penetapan

tertulis atau Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat Kongkrit,

Individual dan Final yang dapat menjadi Objek gugatan Pengadilan Tata

Usaha Negara ;-----------------------------------------------------------------------------

Bahwa asal muasal Sertifikat HGB No.322/BRAGA milik Pembanding

merupakan pecahan (Splitsing) dari Sertifikat HGB No.284/BRAGA atas

Nama PT. Interna Permai dimana timbulknya sertifkat HGB

No.284/BRAGA karena perjanjian yang pernah dibuat Terbanding

dengan PT.INTERNA PERMAI dan berdasar ketentuan pasal 2 huruf a

UU No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, hal ini

merupakan perbuatan Perdata yang mutlakl menjadi kewenangan

Peradilan Umum ;--------------------------------------------------------------------------

Bahwa dalam Sertifikat HGB No. 322/BRAGA tidak ada catatan setelah

Sertifikat habis masa berlakunya maka tidak dapat diperpanjang dan

pada waktu membeli, Penjual telah mendapat izin mengalihkan Hak

No.500.32.73-752A tanggal 14-06-2007 dari Terbanding, sehingga

kepentingan Pembanding selaku Pembeli yang beritikad baik haruslah

dilindungi ;----------------------------------------------------------------------------------

Hal 52 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Bahwa berdasarkan bukti P-1 sampai dengan P-6, Penggugat adalah

pemilik atas c bangunan diatas Sertifikat Hak Guna Bangunan

No.322/BRAGA yang harus diprioritaskan pemberian haknya ;-------------

Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Tingkat Banding membaca

memori banding yang dikirimkan oleh kuasa hukum Pembanding semula

Penggugat, Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa semua yang diuraikan

dalam memori banding tersebut tidak ditemukan hal-hal baru yang dapat

mempengaruhi putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama dan secara umum

apa yang menjadi keberatan Pembanding semula Penggugat telah

dipertimbangkan dalam putusan Tingkat Pertama ;----------------------------------

Menimbang, bahwa setelah Majelis Tingkat Banding mempelajari

dengan seksama berkas perkara berupa salinan resmi Putusan Pengadilan

Negeri Bandung tanggal 28 Mei 2015 Nomor : 20/Pdt.G/2015/PN. Bdg,

Berita Acara Persidangan, dan alat-alat bukti kedua belah pihak dan Memori

Banding dari Pembanding semula Penggugat, Majelis Hakim Tingkaat

Banding berpendapat bahwa alasan-alasan hukum, pertimbangan hukum

dalam putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama sudah tepat dan benar, oleh

karenanya pertimbangan hukum tersebut diambil alih dan dijadikan sebagai

pertimbangan hukum sendiri oleh Pengadilan Tinggi dalam mengadili dan

memutus perkara ini dalam tingkat banding ;--------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan segala pertimbangan hukum diatas,

menurut pendapat Majelis Hakim Tingkat Banding bahwa putusan

Pengadilan Negeri Bandung tanggal 28 Mei 2015 Nomor :20/Pdt.G/2015/PN.

Bdg, yang dimohonkan banding tersebut, beralasan hukum untuk

DIKUATKAN ;-----------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa oleh karena Pembanding semula Penggugat

berada dalam pihak yang kalah, maka dihukum untuk membayar biaya

perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding akan

ditetapkan dalam amar putusan ;----------------------------------------------------------

Mengingat dan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-

undangan serta hukum yang bersangkutan :-------------------------------------------

Hal 53 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

------------------------------------------ M E N G A D I L I --------------------------

Menerima permohonan banding dari Pembanding semula

Penggugat ;-------------------------------------------------------------------------

Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 28 Mei

2015 Nomor : 20/ Pdt. G / 2015 / PN. Bdg, yang dimohonkan

banding tersebut ;---------------------------------------------------------------

Menghukum Pembanding semula Penggugat membayar biaya

perkara dalam kedua tingkat pengadilan yang dalam tingkat

banding sebesar Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah), ;---

Demikianlah diputus dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim

Pengadilan Tinggi Bandung pada hari Rabu tanggal 10 Februari 2016, oleh

Kami KAREL TUPPU, SH. MH, selaku Hakim Ketua Majelis, H. LEXSY

MAMANTO, SH. MH dan HANIFAH HIDAYAT NOOR, SH.MH masing-

masing selaku Hakim anggota untuk memeriksa dan mengadili perkara

tersebut, putusan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk

umum pada tingkat banding pada hari Rabu tanggal 17 Februari 2016, oleh

Hakim Ketua Majelis didampingi Hakim anggota dengan dibantu oleh

BAMBANG BELARDAYA, SH sebagai Panitera Pengganti, tanpa hadirnya

para pihak yang berperkara ;----------------------------------------------------------------

Hakim Anggota

TTD

H. LEXSY MAMANTO, SH. MH

TTD

HANIFAH HIDAYAT NOOR, SH.MH

Hakim Ketua Majelis

TTD

KAREL TUPPU, SH. MH

Panitera Pengganti

TTD

BAMBANG BELARDAYA, SH.

Hal 54 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg

Rincian Biaya :

Redaksi ------------------------ Rp. 5.000,-

Materai----- --------------------Rp. 6.000,-

Pemberkasan------------- --- Rp. 139.000,-

Rp.150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah)