oleh: suharno star pengajar fise uny abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · mahasisw a di...

18
Jurnal Penelitian Humaniora. Vol. 12. No. I. April 2007: 104-121 IDENTIT AS NASIONAL DAN IDENTIT AS ETNIS MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama Berbasis Suku Kedaerahan Riau, Makasar, dan Irian Jaya di DIY) Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstract This study aims at exploring some problems; first. exploring the depiction of students' identity of Riau, Makasar, and Irian Jaya, how far their national awareness; second, understanding factors causing the emergence of their identity; third, offering long term solution in effort to perpetuate cultural values to them, especially to those in tribe-based dormitory who hold the value of difference in unity; fourth. in state level, offering a long term solution in effort to handle ethnic-based conflicts. Techniques for data collection are I) interview, 2) documentation, are 3) observation. The population of this research is students in tribe-based dormitory of Riau, Makasar, and Irian Jaya. To determine the subject. researcher used purposive sampling; those enrolling as organizers of the dormitory (chairman, secretary, treasurer, public relation. and security). In addition, the data analysis technique used is inductive analysis. The findings are I) high national awareness of the students, 2) relatively high ethnic identity of the students. National and ethnic identity of students of Makasar are little higher than the others, 3) factors influencing the strengthening of ethnic identity are same historical background in struggling against the colonialists, heroism. external threat. 4) factors influencing the strengthening of ethnic identity are ethnic patriotism, feeling of the same destiny. the attention of the native-local government. and the togetherness among the students, 5) the formulations to overcome ethnic conflict are involving ethnic figures in solving problems. bottom up solving problem. paying attention and giving space to the difference of the parties involving in conflict. Keywords: national identity. ethnic identity, ethnic conflict. 104

Upload: others

Post on 25-Oct-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Jurnal Penelitian Humaniora. Vol. 12. No. I. April 2007: 104-121

IDENTIT AS NASIONAL DAN IDENTIT AS ETNISMAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI

INDONESIA(Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama Berbasis Suku

Kedaerahan Riau, Makasar, dan Irian Jaya di DIY)

Oleh:Suharno

StarPengajar FISE UNY

Abstract

This study aims at exploring some problems; first. exploring the depictionof students' identity of Riau, Makasar, and Irian Jaya, how far theirnational awareness; second, understanding factors causing the emergenceof their identity; third, offering long term solution in effort to perpetuatecultural values to them, especially to those in tribe-based dormitory whohold the value of difference in unity; fourth. in state level, offering a longterm solution in effort to handle ethnic-based conflicts.Techniques for data collection are I) interview, 2) documentation, are 3)observation. The population of this research is students in tribe-baseddormitory of Riau, Makasar, and Irian Jaya. To determine the subject.researcher used purposive sampling; those enrolling as organizers of thedormitory (chairman, secretary, treasurer, public relation. and security).In addition, the data analysis technique used is inductive analysis.The findings are I) high national awareness of the students, 2) relativelyhigh ethnic identity of the students. National and ethnic identity of studentsof Makasar are little higher than the others, 3) factors influencing thestrengthening of ethnic identity are same historical background instruggling against the colonialists, heroism. external threat. 4) factorsinfluencing the strengthening of ethnic identity are ethnic patriotism,

feeling of the same destiny. the attention of the native-local government.and the togetherness among the students, 5) the formulations to overcomeethnic conflict are involving ethnic figures in solving problems. bottom upsolving problem. paying attention and giving space to the difference of theparties involving in conflict.

Keywords: national identity. ethnic identity, ethnic conflict.

104

Page 2: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Identitas Nasional dan Identitas Etnis Mahasiswa di Asrama Berbasis Kesukuan

di Indonesia (Suharno)

PENDAHULUAN

Kepemimpinan Indonesia di masa depan tentunya menjaditanggung jawab mahasiswa. Ada sejumlah alasan yang dapat di-gunakan guna mendukung kebenaran pemyataan tersebut. Pertama,seiring dengan era kapitatisme global, jargon yang muncul kepermukaan adalah demokratisasi politik. Pada tataran tertentudemokratisasi politik identik dengan kepemimpinan sipil. Tercipta-nya kepemimpinan sipil seperti yang diharapkan dari gagasanmasyarakat madani, temyata tidaklah mudah. Beberapa prasyaratseperti kesiapan mental dalam menerima nilai-nilai demokrasi se-perti egatitarianisme,enterpreneurshipdan kebebasan(McDosky&Zalter, 1998)haruslahdilewati.

Kedua. selain berusaha mengurangi kepemimpian mititeris-tik, penting pula dilakukan upaya persiapan secara internal dikalangan sipil itu sendiri. Selama ini kepemimpinan sipil sepertitampak pada diri Soekarno, Mohammad Hatta, Syahrir dan parafoundingfathers selalu datang dari Iingkunganperguruantinggi. Ituberarti potensi kepemimpinan masa depan ada di tangan maha-siswa. Akan tetapi untuk konteks Indonesia sebelum nilai-nilaidemokrasi di atas ditanamkan, tampaknya ada persoalan lain yanglebih serius yang harus dipikirkan, yaitu persoalan kebhinekaannsuku bangsa. Persoalan kebhinekaan ini yang oleh para foundingfathers telah dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar, rupanyapada tingkat implementasi,khususnyadi zamanrezimorde baru,telah memunculkandominasi tertentu (Jawa) atas budaya lain (non-Jawa).

Sebagai reaksi umpan batik muncullah berbagai gerakanseparatis atas eksistensi mereka. Memang gerakan separtis itu se-pertinya muncul seiring dengan bergeloranya demokratisasi yanghingar-bingar berbarengan dengan reformasi sejak tahun 1998.Pada masa orde baru gerakan separatis ini sebenarnya telah ber-gerak secara laten, hanya saja pemberitaannya tidak seterbuka

105

Page 3: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Jurna/ Pene/itianHumaniora. Vol. /2. No. /. April 2007: 104-/2/

seperti era reformasi sekarang. Oleh karena itu, sepertinya tidak adapersoalan integrasinasional pada zaman orde baru.

Sebagai sebuah negara yang menurut Skinner (1959: 24)terdiri atas 300 suku bangsa yang masing-masing suku bangsatersebut memiliki bahasa dan identitas kultural yang berbeda-beda,Indonesia memiliki tugas yang berat dalam menjaga integrasi didalam dirinya. Persoalan integrasi ini diperumit lagi dengan ke-adaangeografisyangmembagiIndonesiaatas :i 3000 pulauyangterpencar di suatu daerah equator sepanjang :i 3000 mil dari Timurke Sarat dan lebih dari 1000 mil dari Utara ke Selatan. Isolasigeografis yang demikian di kemudian hari menyebabkanpendudukyang tinggal di setiap pulau tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa.Tiap kesatuan suku bangsa yang terisolasi terdiri atas sejumlahorang yang disatukan oleh ikatan-ikatan emosional serta me-mandang diri mereka masing-masing sebagai suatu jenis tersendiridengan perkecualianyang sangat kecil.

Pluralitas suku bangsa di atas diperoleh dari fakta sejarahyang mencatat bahwa masing-masing suku bangsa di atas berada didalam kuasa kerajaan-kerajaan dalam jumlah banyak. Kemudiansatu demi satu kerajaan itu runtuh, karena adanya penjajahan daribangsa-bangsa Eropa. Pengalaman berabad-abad di bawah tekanankaum penjajah itu telah mendorong munculnya solidaritas, tekad,dan tujuan bersamadari belenggu penjajahan.

Oengan kepeloporan mahasiswa selaku kaum muda ter-pelajar, semangatkebangsaan digelorakandan mencapai puncaknyadengan munculnyakesadaran nasional pada diri mahasiswa. Maha-siswa berusaha menghindari semangat kesukubangsaan dan mem-bangun semangat kebangsaan, yaitu ke-Indonesiaan. Semangat itudideklarasikan dalam Sumpah Pemuda 1928. Oalam sejarah, mo-mentum tersebut merupakan salah satu tonggak perjuangan yangsemangatnya terus bertahan hingga Proklamasi Kemerdekaan dansampai sekarang masih terus diperingati sebagai hari SumpahPemuda.

106

Page 4: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Identitas Nasionaf dan ldentitas Etnis Mahasiswa di Asrama Berbas;s Kesukuan

di Indonesia (Suharno)

Kepeloporan mahasiswa seperti tercatat dalam kenyataansejarah di atas sangat penting diretleksikan kembali. Betapa tidak,mahasiswa adalah kaum muda terpelajar yang terlahir darilingkungan kental dengan semangat kesukubangsaan, yaitulingkungan elit tradisional. Oi samping itu, mahasiswa adalahproduk sebuah Sistem Pendidikan Tinggi yang dipersiapkan untukmenjadi penopang sistem kekuasaan kolonial. Maka dengan ke-peloporan tersebut, mahasiswa bukan saja mampu melepaskan diridari perangkap sistem pendidikan nasional, tetapi lebih dari itu,mahasiswa telah berperan besar dalam menciptakan pandangannation state yaitu ke-Indonesiaan yang ruang lingkupnya melintasibatas-batas kesukubangsaan.

Menurut BenedictAnderson (1991) ikatan kebangsaanyangruang lingkupnyamelintasi batas-batas kesukubangsaansesungguh-nya merupakan komunitasyang diimajinasikan. Oisebut komunitas,karena dipahami sebagai perserikatan yang dalam dan horisontalyang di dalamnya terdapat hubungan persaudaraan di antara paraanggotanya. Oikatakan yang diimajinasikan karena antara anggota-nya sebagian besar tidak terjalin hubungan tatap muka seperti padakomunitas dalam pengertian yang sebenarnya. Menurut Anderson,ketika interest etnis tidak dapat terpenuhi oleh interest nasionalatau sebaliknya, maka yang terjadi adalah hubungan yang tidakseimbang dan tidak menghasilkanapa-apa kecuali kekerasan.

Apa yang dinyatakan Anderson agaknya relevan ketikadigunakan untuk melihat perkembangan sosial politik Indonesiasejak tahun 1998yang sarat diwanai dengan kekerasan. Oalam ber-bagai kontlik seperti Aceh, Timor-Timur (ketika belum terpisahdari Indonesia), Maluku, Sampit, Palangkaraya, dan Irian Jaya,tampak jelas bahwa semangat keetnisan kembali menguat dan me-mainkan peranan yang sangat penting. Indikasinya tampak darimunculnya aksi-aksi kekerasan yang mengakibatkan terjadinyaeksodus etnis pendatangdari daerah-daerah kontlik tersebut.

107

Page 5: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 12, No. I, April 2007: 104-121

Sehubungan dengan hal ini, mahasiswa sebagai kaumintelektual diharapkan dapat turut berperan di dalam meredakankontlik etnis. Namun harapan itu tampaknya terlalu berlebihan,sebab untuk kondisi sekarang mahasiswa cenderung bergerak keperifed. Gerakan itu tampaknyaterpecah ke dalam dua pola. Oi satusisi, gerakan itu mengarah ke pola mahasiswa yang duduk manisdan bersifat elitis. Oalam pola ini mahasiswa cenderung me-mikirkan urusannya sendiri dan tidak terpikirkan dalam dirinyaurusan yang berkaitan dengan persoalan kenegaraan dan kebangsa-an. Oi sisi lain, gerakan itu mengarah ke penguatan identitas etnis.Oalam pola kedua ini, mahasiswa cenderung terlibat baik secaralangsung maupun tidak langsung, dalam upaya-upaya yang di-lakukan oleh kaum separatis dalam melakukan pemberontakan ter-hadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal itu tam-pak dari keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemisahanTimor-Timur dari NKRI, gerakan Republik Maluku Selatan(RMS), Gerakan Riau Berdaulat, Gerakan Papua Merdeka danGerakan Aceh Merdeka (GAM). Bukan tidak mungkin gerakanmahasiswa dalam pola kedua di atas terus bergerak secara latendalam berbagai gerakan yang berlangsung di daerah-daerah yangmendasarkanpada ikatankesukuan.

Sehubungandengan pola gerakan mahasiswa kedua di atas,yang nyata-nyata tampak dan mendapat legalitas dari pemerintahadalah berdirinyaberbagai asrama mahasiswa berbasis suku, sepertiasrama mahasiswa Aceh, asrama mahasiswa Riau, asrama maha-siswa Makasar, dan sebagainya di kota-kota pendidikan diIndonesia. Berdasarkan pemantauan selintas, bahkan antar asramamahasiswa yang datang dari daerah yang sama juga menjalinhubungan koordinatif dengan asrama mahasiswa dari suku ataudaerah yang sama yang berada di kota yang berbeda. Karenaadanyahubungan koordinatif itu, asrama-asrama yang masing-masing dikota itu tampak kecil sesungguhnyaadalah besar.

108

Page 6: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Identitas Nasional dan Identitas Etnis Mahasiswa di Asrama Berbasis Kesukuandi Indonesia (Suharno)

Memang sifat kesukubangsaan yang tampak dariasrama-asrama tersebut hanya bersifat simbolis. Meskipun demi-kian, bukan berarti bahwa yang simbolis itu tidak memiliki pe-ngaruh apapun. Berdirinya berbagai asrama mahasiswa berbasissuku di atas, akan memunculkanakibat negatif. Kecenderunganse-perti itu paling tidak memunculkan kesan bahwa mahasiswahanyapindah tempat tinggal dari kota asal ke kota tempat mengenyampendidikan. Mahasiswa tidak mengenyam pendidikan dalam artikata sesungguhnya: mengembangkan potensi diri, baik dalampengertian kemampuan inteleltual, emosional maupun pengayaanwawasan, baik dalam hal wawasan lokalitas, nasionalismemaupunglobalitas.

Akibatnya yang tumbuh dalam diri mahasiswa adalah pri-mordialitas kesukubangsaannya sendiri. Menurut kesadarannya,kebudayaan suku miliknya sajalah yang paling baik dan benar,karenanya harus dijaga baik-baik. Pada kelanjutannyaakan munculpenilaian yang sangat ekstrim: kebudayaan di luar sukunya harusdiberangus. Oalam wilayah politik, ekspresi semacam itu tampakdari upaya pemisahan diri dari NKRI. Hal seperti itu tentu tidakkondusif bagi tumbuhnya identitas nasional dalam bingkai bhinekatunggal ika.

Oleh karena itu, upaya menumbuhkan kesadaran identitasnasional di kalangan mahasiswa tampaknya perlu dilakukan se-menjak dini. Intemalisasi nilai-nilai kenasionalan merupakanlangkah-Iangkah yang tampaknya paling urgen untuk dilakukan.Hal itu mengingatmahasiswayang datang dari suku bangsatertentusetelah lulus biasanya pulang ke daerahnya, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang kemudian menjadi pemimpin di daerahnya.Tumbuhnya jiwa nasionalisme dalam diri mahasiswa tentu akansangat mendukung bagi tumbuhnyajiwa nasionalisme masyarakatasal mahasiswa tersebut. Oi satu pihak, dalam diri mahasiswatertanam etos intelektual,di sisi lain dalam diri mahasiswatertanamjiwa nasionalisme(Umar Kayam, 1989:364-371).

109

Page 7: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

JurnalPenelitianHumaniora,Vol.12,No. I, April 2007: /04-/2/

Penelitian ini ingin melihat tentang seberapa jauhkesadaran identitas nasional dan identitas etnis tertanam dalam diri

mahasiswa yang tinggal di asrama-asrama mahasiswa berbasis sukuserta faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi penguatanidentitas nasional dan identitas etnis mahasiswa yang tinggal diasrama-asrama mahasiswa berbasis suku. Kemudian bagaimanakahsolusi untuk mengatasi berbagai persoalan yang berkaitan dengankonflik etnis tersebut.

Cara Penelitian

Penelitian ini berupa penelitian kualitatif. Adapun data pe-nelitian diperoleh melalui wawancara pada para informan. Selainitu data juga diperoleh melalui observasi dan dokumentasi. Popu-lasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di asrama-asrama ma-hasiswa berbasis sukulkedaerahan Riau, Makasar, dan Irian Jaya.Subyek penelitian ditentukan secara purposive sampling yakni parapengurus asrama mahasiswa. Teknik analisis data yang digunakanadalah teknik analisis induktif.

PEMBAHASAN

Negara dan Proses Integrasi Bangsa

Suatu negara yang terdiri atas beragam suku bangsa yang ke-mudian dikenal dengan nama nation state akan berupaya kerasuntuk memahami keberagaman itu, tetapi sekaligus berupaya me-naungi seluruh suku bangsa. Dalam konteks Indonesia, hal yangseperti itu terangkum dalam konsep bhineka tunggal ika. Hal inidimaksudkan agar masing-masing suku bangsa di satu sisi dapatmengembangkan potensi dirinya, di sisi lain antara suku bangsayang satu dengan yang lain dapat bekerja sarna dalam rangka me-raih tujuanbersamayang lebih besar.

Bangsa menurut Benedict Anderson (1991) dipahami sebagaikomunitas politik yang dibayangkan (imagined political

110

Page 8: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Identitas Nasional dan Identitas Etnis Mahasiswa di Asrama Berbasis Kesukuan

di Indonesia (Suharno)

commumity) dalam batas wilayah yang jelas dan berdaulat. Dikata-kan sebagai komunitas politik yang dibayangkan karena bangsayang paling kecil sekalipun para anggotanya tidak kenai satu sarnalain. Dibayangkansecara terbatas, karena bangsa yang paling besarsekalipun mempunyaikekuasaanatas wilayah itu. Akhirnyadisebutsebagai komunitas yang dibayangkankarena sekalipun tidak terjadihubungan tatap muka, para anggota bangsa itu selalu memandangsatu sarna lain sebagai saudara sebangsadan setanahair.

Oleh karena itu, pengertian suatu bangsa merupakan suatuidentitas kolektif yang mendetinisikan "kita" yang di satu pihakmengandung jaringan solidaritas, dan di lain pihak mengandungpengakuan sebagai suatu kolektivitas yang berbeda dari "mereka"atau bangsa lain. Ke-kita-an itu diungkapkan melalui simbolismeyang kuat sebagaimana sejarah resmi yang memitoskan ke-kita-andi masa lalu.

Proses terbentuknyasuatu negara modem yang penduduknyaterikat ke dalam satu bangsa disebut proses pembentukan nationstate. Pengertian nation state mencakup bangsa dengan jumlahkelompok masyarakat(seperti suku bangsa) yang lebih banyakdaribangsa yang hanya memiliki satu suku bangsa. Selain itu, per-samaan identitas kultural dalam nation state terasa luas cakupannyabila dibandingkan dengan bangsa dalam pengertian satu sukubangsa.

Menurut Hirano Ken'ichiro (1986) ada dua model pem-bentukan nation state. Pertama, model ortodoks yang bermula dariadanya suatu bangsa terlebih dahulu untuk kemudian bangsa itumembentuk satu negara tersendiri. Jadi setelah suatu bangsa(dalampengertian nation state) terbentuk maka suatu rezim politik di-rumuskan dan kemudiandikembangkansejumlah bentukpartisipasipolitik warga negara dalam kehidupan bangsa dan negara. Kedua,model mutakhir yang berawal dari adanya negara terlebih dahuluyang terbentuk melalui proses tersendiri sedangkan penduduknyamerupakan kumpulansejumlah suku bangsa.

III

Page 9: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Jurnal Pene/ilian Humaniora, Vol. 12, No. /, April 2007: /04-/2/

Kedua model itu berbeda dalam empat hal. Pertama, adatidaknya perubahan unsur dalam pengelompokan masyarakat, mo-del ortodoks tidak mengandungperubahan unsur karena satu bang-sa membentuksatu negara. Model mutakhir mengandungperubah-an unsur dari banyak kelompok suku bangsa baru. Kedua, lamanyawaktu yang diperlukan. Model ortodoks memerlukan waktu yangsingkat sebab hanya membentuk struktur kekuasaan saja (tidakperlu membentuk identitas kultural yang baru). Sedangkan modelmutakhir memerlukan waktu yang lama karena harus mencapaikesepakatantentang identitas kultural yang baru. Ketiga, kesadaranpolitik dalam model ortodoks muncul setelah terbentuknya nationstate, sedangkan dalam model mutakhir, kesadaranpolitik munculmendahului dan menjadi kondisi awal bagi terbentuknya nationstate. Keempat derajat pentingmya partisipasi politik dan rezimpolitik. Dalammodel ortodoks, partisipasi poilitik dan rezim politikdianggap terpisah dari prose integrasi, sedangkan dalam modelmutakhir kedua hal itu tak terpisahkan dari proses integrasinasional.

Kedua model tersebut menggambarkan secara sederhanaproses pembentukkan nation state yang dalam kenyataannyabersifat rumit. Kerumitan utamanya berkaitan dengan kondisimasyarakat yang bersifat majemuk. Berdasarkan hal itu Weiner(1966) menyatakanbetapa pentingnya integrasi bangsa bagi suatunegara.Adapunyang dimaksudkan Weinerdengan integrasibangsaialah proses penyatuan berbagai kelompok sosial budaya ke dalamsatu kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional. Dengankata lain, integrasi bangsa berarti penggabungan unsur-unsur yangberbedamenjadisatu kesatuan utuh.

Menurut pengamatan Geertz, (1992: 52), kemajemukanmasyarakatsuatu negara pada dasamya dapat dibagi menjadi limapola, yaitu pola kelompok dominan dengan minoritas, polakelompoksentral dengan beberapa kelompok menengahyang agakmenentang,pola tanpa kelompok dominan, pola kelompok budaya

112

Page 10: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Identitas Nasional dan Identitas Etnis Mahasiswa di Asrama Berbasis Kesukuan

di Indonesia (Suharno)

yang seimbang, dan pola berdasarkan pembagian suku bangsayangterdiri atas berbagaikelompokkecil.

Bagi Weiner (1966), proses integrasi bangsa tidak dapat di-lepaskan dari peran negara. Secara garis besar, Weiner (1966)mengemukakan dua pola kebijakan yang ditempuh oleh negara.Pertama, penghapusansifat kultural utama dari kelompokminoritasdan mengembangkansemacam "kebudayaan nasional" yang biasa-nya dirumuskan dari kebudayaan suku bangsa yang dominan. Ke-bijakan ini disebut asimilasi. Kedua, pembentukan kesetiaannasional tanpa menghapuskan kebudayaan kelompok kecil. Ke-bijakan ini disebut kebijakan kesatuan dalam perbedaan yangsecara politik ditandai dengan penjumlahan etnis (suku bangsa).Oidalam praktik jarang ada suatu negara yang menerapkan secaramumi salah satu dari kedua pola kebijakan tersebut, yang seringterjadi berupa penerapan secara campuran dengan titik berat yangberbeda.

Pembentukan Identitas Suku Bangsa (Etnis)

Identitasmenurut Erikson (Marcia, 1993)adalah suatu gagas-an atau ide yang muncul tentang siapa dirinya dan bagaimanamen-detinisikan dirinya sendiri. ldentitas dimaknai sebagai suatu penge-lolaan antara sesuatu.yangsolid dalam diri seseorangdengan ideali-sasi kelompok. Menurut Marcia (Oids, 1996) identitas adalah suatustruktur diri yaitu sesuatu yang bersifat internal, konstruksi diri,organisasi dinamik dari dorongan, kemampuan, keyakinan dansejarah individu. Semakin berkembang struktur ini semakin indi-vidu menyadari keunikan dan kesamaannya juga kekuatan dankelemahannya dengan orang lain. Sebaliknya kurang berkembang-nya struktur ini akan membuat individu mengalami kebingungandalam melihat perbedaan mereka dari orang lain dan mereka se-makin mendasarkan diri pada sumber-sumber eksternal untukmengevaluasidiri sendiri.

113

Page 11: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 12, No. I, April 2007: 104-121

Sementara itu kesukuan (etnisitas) menurut Sibutani danKwan (Rotheram Bhorus & Wyche dalam Archer, 1994: 63) di-pahami sebagai identifikasi seseorang dengan kelompok sosial yangbesar berdasarkan keturunan atau leluhur, ras, religi, bahasa' ataubangsa asli. Etnisitas tidak hanya membentuk nilai-nilai,sikap-sikap dan pola-pola tingkah laku maupun perasaan, namunjuga mempengaruhi orang lain dalam merespon individu.Koen~araningrat (1990: 264) menyamakan istilah suku bangsadengan etnic group (kelompok etnik). Akan tetapi dalam penelitianini tidak dibedakan antara istilah suku bangsa dengan etnis, ke-sukubangsaan dan etnisitas. Menurut Berry (Berry dkk, 1992: 294)etnisitas mengandung dua aspek yaitu (a) segi obyektif yangmenunjuk pada keturunan atau leluhur yang berasal dari kelompokkultur sebelumnya dan ini mengakibatkan dua hal yang berbeda,menjadi keturunan asli atau bukan asli, (b) segi subyektif meliputiperasaan (sense) identitas dan kelekatan (attachment) terhadapkelompok, dalam hal ini orang-orang merasa memiliki dan bekerjadalam kelompok serta merasa sebagai anggota kelompok. Atasdasar ini Phinney (1990: 171-183) menyebut identitas etnis sebagaisuatu konstruksi yang kompleks yang mencakup komitmen danperasaan bersama pada suatu kelompok (etnis), evaluasi positiftentang kelompoknya, adanya minat dan pengetahuan tentangkelompok, serta keterlibatan dalam aktivitas sosial dari kelompok.Identitas etnis merupakan sebuah konsepsi diri dari seseorang. Oidalamnya tercakup sejumlah komponen yang menurut Phinney(Organista, 1988: 81-85 meliputi hal-hal sebagai berikut: (a)Etnisitas dan identifikasi diri etnis (ethnicity and ethnicself-identification) disebut juga definisi diri atau pelabelan diri yangdalam hal ini menunjuk pada label etnis seperti bahasa, karakter,adat istiadat yang digunakan seseorang untuk dirinya. Oi kalangananak-anak, riset menunjukkan bahwa dalam memberi label dirisendiri, mereka memilih label yang berhubungan dengan etnisitasorangtua mereka. Pada remaja dan orang dewasa, pelabelan itu

114

Page 12: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Identitas Nasional dan Identitas Etnis Mahasiswa di Asrama Berbasis Kesllkuan

di Indonesia (Suharno)

lebih bersifat kompleks, sebab di samping ditentukan oleh latarbelakang orangtua juga dipengaruhi oleh bagaimana mereka me-mandang dirinya secara etnis, (b) Perasaan memiliki (Sense ofbelonging). Perasaan memiliki pada kelompok etnisnya serta dapatpula ditetapkan sebagai perasaan berseberangan dengan kelompoklain, (c) Sikap positif dan negatifterhadap kelompok etnis (positiveand negative attitudes toward one's etnic Group). Sikap positifmeliputi kebanggaan, kesenangan, kepuasan dan kesukaan terhadapkelompok etnis yang dimilikinya. Ketiadaan sikap positif atau ke-hadiran sikap negatif tampak dari penolakan, ketidaksenangan,ketidakpuasan, perasaan inferior atau keinginan menyembunyikanidentitas kulturnya, dan (d) Keter/.ibatan etnis (etnic involvement)dan partisipasi sosial dan praktik kultur (social participation andcultural practiser). Keterlibatan dalam kehidupan sosial danpraktik-praktik kultur dalam kelompok etnis seseorang merupakanindikator-indikator keterlibatan etnis, yang paling sering dinilaiadalah bahasan persahabatan, organisasi sosial, religi, tradisi,tradisi kultur dan politik. Identitas etnis sebagai suatu konsepsi diriterbentuk sebagai hasil dari proses pembentukan kalangan remajadan pemuda dari etnis mayoritas pada umumnya relatif tidakmengalami kesulitan dalam proses pembuatannya, karena tinggalmengadopsi nilai-nilai kelompok etnis mayoritas, namun prosesperkembangan identitas etnis terasa lebih kompleks bagi remajadan pemuda etnis minoritas. Secara khusus mereka menghadapipilihan tentang identifikasi diri mereka sendiri, berdasarkan : (I)Sintesis multikultural: mengidentifikasi secara personal dankompeten dalam berinteraksi secara efektif dengan lebih dari satukelompok. (2) Kompeten secara multikultural namun berorientasikepada kelompok etnisnya sendiri. (3) Kompeten secara multi-kultural namun berorientasi kepada kelompok dominan. (4)ldentifikasi etnisnya kuat terhadap etnisnya sendiri atau mono-kultural. (5) Berafiliasi dan mengadopsi nilai-nilai, sikap, perasaandan tingkah laku kelompok dominan.

115

Page 13: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. /2, No. /, April 2007: /04-12/

Menurut Marcia (Adelson, 1980: 161), pembentukan identi-tas etnis tedari berdasarkan proses eksplorasi dan komitmen yangditerapkan pada nilai-nilai, keyakinaI'), dan tujuan dalam berbagaikehidupan yang utama. Dari proses tersebut, menurut Archer(1994: 3) akan dihasilkan 4 status identitas etnis sebagai berikut:(a) Gerakan Identitas (Identify Achievement), menunjuk padaindividu yang mengalami proses eksplorasi dan berbagai aftematifyang ada dengan baik. (b) Penundaan (moratorium), menunjukpada individu yang telah mengalami proses eksplorasi akut namunbelum sampai pada komitmen. Bila tampak memiliki komitmen,komitmen tersebut belum jelas. (c) Penutupan (foreclosure), me-nunjuk pada individu yang tidak pernah mengalami proseseksplorasi, tetapi memiliki komitmen. Komitmen ini diperolehbukan melalui proses pencarian atau eksplorasi akan tetapidiperoleh dari orangtua atau orang lain. (d) Difusi Identitas (identitydiffusion), menujuk pada individu tidak pernah atau belummengalami proses eksplorasi identitas, sehingga tidak pernahmembuat suatu komitmen.

Adapun status identitas etnis seseorang, di dalam relasisosial khususnya relasi etnis akan mempengaruhi bagaimana oranglain merespon individu. Ada dua aspek yang mungkin berlangsungdalam relasi sosial, khususnya relasi etnis, yaitu aspek yangmenyenangkan(pleasant aspect) seperti daya tarik (attraction), ke-intiman (altruisme) dan aspek yang tidak menyenangkan(unpleasant aspect) seperti prasangka (prejudice) dan agresi(agression) (Myers, 1996; 387; Betty, dkk, 1992; 299). Darikerangka model relasi tersebut, pada saat individu atau kelompokmemandang individu atau kelompok lain pasti akan timbul kognisitentang persarnaan dan perbedaan di antara mereka. Dalam studilintas budaya, perbedaan biasanya dipandang sebagai kekurangan(differences lead to their being viewed as deficiencies). Suatuevaluasi tentang perbedaan antarkelompok disebut sebagai etno-sentrisme (Berry, dkk, 1992: 8; Segaill, dkk, 1990: 316).

116

Page 14: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Identitas Nasional dan Identitas Etnis Mahasiswa di Asrama Berbasis Kesukuan

di Indonesia rSuharno)

Tentu saja hubungan antaretnis, terutama di kalanganmahasiswa sebagaimana menjadi fokus penelitian ini perlu di-upayakan agar berada dalam aspek yang menyenangkan. Menurutkonsorsium W.T Grant dalam Rotheram-Borus & Wyche (dalamArcher, 1994: 77) intervensi paling efektif adalah pendidikanmultikultur dengan sekolah sebagai landasan. Untuk itu, langkahtersebut perlu ditempuh dengan memperhatikan faktor-faktor yangmempengaruhi pembentukan identitas etnis. Faktor-faktor tersebutmenurut Rotheram & Whyce (Archer, 1994: 74) adalah sebagaiberikut: (I) Kondisi sosial politik, kondisi sosial politik amat ber-pengaruh terhadap pasang surut kebanggaan dan identitas etnis.Sebagai contoh: di akhir tahun 1960-an dan 1970-an, perubahansosial dan politik di Amerika Serikat menyebabkan kebanggaanetnis nampak tinggi pada remaja Amerika baik etnis minoritasmaupun mayoritas. (2) Keseimbangan etnis dan ketegangan lintasetnis, menurut Weinreich (Rotheram-Borus & Wyche dalamArcher, 1994:74), etnisitas akan meningkat dalam lingkunganyangmengancam dan menurun dalam konteks yang integratif sertanon-konflik. Rotheram-Borus mengemukakan bahwa padalingkungan yang baik integrasinya, setidaknya 40% anggota etnisminoritas mengidentifikasidiri sebagai bikultur, sehingga akhimyatidak ditemukan perbedaan etnis yang signifikan. Perbedaan etnisyang signifikan ditemukan di lingkungan yang penuh ketegangandalam proses pembentukan identitas. (3) Identitas Etnis Keluarga,keluarga-keluarga etnis minoritas bervariasi dalam penerimaankontak anak-anak remajanya dan juga adopsi terhadap nilai-nilaidan perilaku kelompok etnis dominan. Tingkatan dukungan atauhukuman yang dialami remaja dalam jaringan sosial menjadi pe-nentu kritis dalam mencapai pilihan dan kesempatan. Perbedaangaya pengasuhan orangtua mempengaruhi pencarian identitaspersonal remaja. Sebagai contoh, orangtua Asia lebih menuntutkepatuhan dan konformitas pada norma-norma kelompok etnisdibandingorang Eropa (Amerika).

117

Page 15: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 12, No. /, April 2007: /04-12/

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan judul"Identitas Nasional dan Identitas Etnik Mahasiswa di asrama-

asrama berbasis Suku di Oaerah Istimewa Yogyakarta" diperolehtemuan-temuan (I) Kesadaran identitas nasional yang tertanam da-lam diri mahasiswa yang tinggal di asrama-asrama mahasiswa ber-basis suku di Oaerah Istimewa Yogyakarta secara umum cukuptinggi. (2) Identitas etnis mahasiswa yang tinggal di asrama-asramamahasiswa berbasis suku di Oaerah Istimewa Yogyakarta jugamasih relatif tinggi. Identitas nasional dan identitas etnis maha-siswa Makasar sedikit lebih tinggi dibanding mahasiswa Riau danIrian Jaya yang dipengaruhi oleh faktor kebanggaan terhadapheroisitas historis. (3) faktor-faktor yang mempengaruhi penguatanidentitas nasional antara lain; kesamaan histories dalam perlawananterhadap kolonial, sikap kepahlawanan, adanya ancaman secaraeksternal. (4) Faktor-faktor yang mempengaruhi penguatan identi-tas etnik antara lain adanya patriotisme etnis-kedaerahan atau ke-sukuan, perasaan sepenanggungan dalam perantauan, perhatianpemerintah daerah asal, serta sikap kebersamaan dan menjunjungkegotongroyongan mahasiswa sesama daerah/etnik. (5) Rumusanpemikiran mengatasi konflik etnis antara lain; penyelesaian konfliketnis yang berusaha melibatkan tokoh-tokoh etnis, membangunpenyelesaian dari basis masyarakat (buttom up), serta mem-perhatikan dan memberi ruang gerak atas perbedaan-perbedaanantar pihak-pihak yang terlibat konflik.

SIMPULANOari penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

I. Kesadaran identitas nasional yang tertanam dalam diri maha-siswa yang tinggal di asrama-asrama mahasiswa berbasis sukudi Oaerah Istimewa Yogyakarta secara umum cukup tinggi.

2, Identitas etnis mahasiswa yang tinggal di asrama-asrama maha-siswa berbasis suku di Oaerah Istimewa Yogyakarta juga masihrelatif tinggi. Identitas nasional dan identitas etnis mahasiswa

118

Page 16: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Identitas Nasional dan Identitas Etnis Mahasiswa di ASrc1maBerbasis Kesukuan

di Indonesia (Suharno)

Makasar sedikit lebih tinggi dibanding mahasiswa Riau danIrian Jaya yang dipengaruhi oleh faktor kebanggaan terhadapheroisitas historis.

3. Faktor-faktoryang mempengaruhipenguatan identitas nasionalantara lain; kesamaan histories dalam perlawanan terhadapkolonial, sikap kepahlawanan, adanya ancaman secara ekster-nat.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penguatan identitas etnikantara lain adanya patriotisme etnis-kedaerahan atau kesukuan,perasaan sepenanggungan dalam perantauan, perhatian peme-rintah daerah asal, serta sikap kebersamaan dan menjunjungkegotongroyonganmahasiswasesama daerah/etnis.

5. Rumusan pemikiran mengatasi konflik etnis antara lain; pe-nyelesaian konflik etnis yang berusaha melibatkan tokoh-tokohetnis, membangun penyelesaian dari basis masyarakat (buttomup), serta memperhatikan dan memberi ruang gerak atas per-bedaan-perbedaanantar pihak-pihakyang terlibat konflik.

Sedangkan saran yang diberikan lebih difokuskan padaupaya perumusan pemikiran mengatasi konflik-konflik yang ber-nuansa etnis yang dilakukan oleh berbagai pihak di masa-masayang akan datang agar kebijakan yang dirumuskan dapat lebihefektif dan bukanjustru menimbulkankonflik baru maka perlu:1. Melibatkan dan menempatkan berbagai pihak yang berkonflik

pada posisi yang sejajar dalam perumusan dan proses kebijakanpenyelesaiankonflik.

2. Membangun rumusan kebijakan penyelesaian konflik yangberakardari bawah (buttom up).

3. Kebijakan untuk penyelesaian konflik dengan mentradisikanpemberian akses terhadap perbedaan bukan justru membuatpenyeragaman yang justru menciptakan bibit ketidakpuasanantar etnis, suku, atau daerah.

119

---

Page 17: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 12, No. I, April 2007: 104-121

DAFTAR PUSTAKA

Adelson, J (ed). (1980). Hand Book of Adolescent Psychology..NewYork- John Willey& Sons Inc

Anderson, Benedict. (1991). Imagined Communities Reflection onThe Origin and Spread of Nationalism. London and NewYork: Verso

Archer, Sally. L. (1983). Intervensionsfor Identity Development.California: SAGE Publication Inc

Faisal, Sanapiah. (1992). Format-Format Penelitian Sosial.Dasar-Dasardan Aplikasi. Jakarta: CV. Rajawali

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Teori Antropologi. Cetakanke-8. Jakarta: PT Rineka Cipta

Marcia, J. E (et.al). (1993). Ego Identity. A Hand Book forPsychologicalResearch. New York: SpringerVerlag

McClosky, Herbert & John Zaller. (1988). Ethos Amerika SikapMasyarakat terhadap Kapitalisme dan Demokrasi.Yogyakarta:Gadjah Mada UniversityPress

Moleong, Lexy. 1. (200I). Metodologi Penelelitian Kualitatif.Cetakanke-14. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Myers, David G. (1996). Social Psycology. New York: The MCGraw-HillCompanies Inc

Organista, P.Ball. (1998). Reading in Etnic Psychology.New York:Routledge

Rotheram, Boruss H.J & Whyche, Karen F. (1994). EtnicDifferences in Identity Development in The United Statesdalam Archer S.L. (1994). Intervension for IdentityDevelopment.California: SAGE Publication Inc

120

Page 18: Oleh: Suharno Star Pengajar FISE UNY Abstractcore.ac.uk/download/pdf/11062998.pdf · MAHASISW A DI ASRAMA BERBASIS KESUKUAN DI INDONESIA (Studi Kasus terhadap Mahasiswa di Asrama

Identitas Nasional dan Identitas Etnis Mahasiswa di Asrama Berbasis Kesukuandi Indonesia (Suharno)

Skiner, G. William (ed). (1995). Local Etnic and NationalLoyalties in Village Indonesia: A Symposium. YaleUniversity,Cultural Report, South East Studies

Suharsimi Arikunto.(1983).Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktis. Jakarta: PT Bina Aksara

Umar Kayam. (1989). Pembebasan Budaya-Budaya Kita. Dimuatdalam majalah HorisonNo. 11Tahun XXIV.

121