obsesive compulsive disorder.docx
TRANSCRIPT
Referat
GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
Oleh:
Annisa Nanda Putri, S.Ked 04101401029
Arzi Larga Guphta, S.Ked 04101401039
Pembimbing :
dr. Puji
BAGIAN ILMU PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
20151
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Laporan Kasus:
GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
Oleh:
Annisa Nanda Putri, S.Ked 04101401029
Arzi Larga Guphta, S.Ked 04101401039
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Periode 22 Juli 2015 – 24 Agustus 2015
Palembang, Agustus 2015
Pembimbing,
dr. Puji
2
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder OCD)
adalah gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang
persisten dan disertai tindakan kompulsif. Kondisi dimana individu tidak mampu
mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak
diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat
mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya.1
Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal, tidak
pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak apat
menghilangkannya dan juga ia juga tidak mengerti mengapa ia mempunyai
dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian. Bila tidak
menurutinya, maka akan timbul kecemasan yang hebat.2
Gangguan Obsesif-kompulsif membutuhkan adanya obsesi atau kompulsi
yang merupakan sumber gangguan atau kerusakan yang signifikan dan bukan
karena gangguan mental lainnya.3 Gannguan Obsesif-kompulsif diklasifikasikan
dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition,
Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai gangguan kecemasan.3
Gangguan obsesif kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan
jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat.4
Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif datang ke beberapa
dokter sebelum mereka ke psikiater dan umumnya 9 tahun mendapat terapi, baru
kemudian mendapat diagnosis yang benar.5 Hal ini menunjukkan bahwa dokter
selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang benar.
Referat ini disusun untuk menambah pengetahuan mengenai definisi,
epidemiologi, etiologi, cara mendiagnosis, gambaran klinis, pemeriksaan status
mental, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis gangguan obsesif
kompulsif, agar membantu dokter menentukan diagnosis dan memberikan
tatalaksana yang baik kepada pasien.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi6
Menurut Davison dan Neale, gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan
cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap
dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-
ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut :
1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang
dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak
sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang
masalah kehidupan yang nyata
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau
bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah
hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan
pikiran)
Pengertian obsesi menurut Kaplan, et all., adalah pikiran, ide atau sensasi
yang muncul secara berulang-ulang. Menurut Davison & Neale, hal-hal tersebut
muncul tanpa dapat dicegah, dan individu merasakannya sebagai hal yang tidak
rasional dan tidak dapat dikontrol.
4
Sedangkan kompulsi menurut Davison & Neale adalah perilaku atau
tindakan mental yang berulang, dimana individu merasa didorong untuk
menampilkannya agar mengurangi stres.
Dalam DSM-IV TR mendefinisikan kompulsi sebagai berikut :
a. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa)
atau tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon
terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipenuhi
secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan,
akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan
dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk
menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.
Sejalan dengan Főa, dkk; Steketee & Barlow (Durand & Barlow, 2006),
kompulsi dapat berbentuk perilaku (misalnya mencuci tangan, memeriksa
keadaan) atau mental (memikirkan tentang kata-kata tertentu dengan urutan
tertentu, menghitung, berdoa dan seterusnya).
Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan
obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi
oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk
melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan
mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari (Fausiah & Widury, 2007).
2.2 Epidemiologi
Setelah diyakini langka, gangguan Obsesif-kompulsif memiliki prevalensi
seumur hidup sebesar 2,5% dalam studi ECA (Epidemiological Catchment Area).
Perkiraan terbaru tentang prevalensi seumur hidup umumnya berada pada kisaran
1,7-4%.4 Penelitian ECA menemukan bahwa gangguan Obsesif-kompulsif adalah
5
gangguan kejiwaan yang tersering keempat (setelah fobia, gangguan penggunaan
narkoba dan gangguan depresif mayor).4
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum
diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa
gangguan obsesif-kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat
jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif-
kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik tersering keempat setelah fobia, gangguan
yang berhubungan dengan zat, dan gangguan depresif berat. 4
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena,
tetapi untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Secara
keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia
25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35
tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-
kompulsif dibandingkan orang yang menikah. Gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih. 4
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat
pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan
untuk fobia sosial adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid
lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan
penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan. 4
Pada beberapa pasien, gangguan ini dimulai pada masa pubertas atau
sebelumnya, timbulnya gangguan obsesif-kompulsif saat remaja umumnya terjadi
pada laki-laki. Pasien lain dapat memiliki onset dikemudian hari, misalnya,
setelah kehamilan, keguguran, atau selama proses melahirkan. Biasanya pasien
dengan gangguan Obsesif-kompulsif mengunjungi 3 sampai 4 dokter dan
menghabiskan waktu lebih dari 9 tahun untuk mencari pengobatan sebelum
akhirnya didiagnosis dengan benar. Pasien juga mungkin merasa malu untuk
mengunjungi dokter, atau mungkin tidak menyadari bahwa bantuan tersedia,
6
dalam satu survei, sehingga jeda waktu dari onset gejala menuju ke diagnosis
yang benar adalah 17 tahun.4
2. 3. Etiologi
a. Faktor Biologis
Neurotransmiter. Davison & Neale menjelaskan bahwa salah satu
penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah
keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah
serotonin.7
Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan
obat lain yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah
serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif belum
jelas4
Penelitian pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak
fungsional, sebagai contoh PET ( positron emission tomography), telah
menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan
aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan
singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik
tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI)
telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan
otak fungsional maupun struktural konsisten dengan pengamatan bahwa
prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif
dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu
penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1
di korteks frontalis. 4
Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan
obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka
kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik
7
dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien
gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen sanak
saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga
menderita gangguan. 4
Data biologis lainnya. Penelitian elektrofisiologis, penelitian
elektroensefalogram (EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin telah
menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan
depresif dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG
nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan
kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti
penurunan latensi REM (rapid eye movement). Penelitian neuroendokrin
juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan gangguan depresif,
seperti nonsupresi pada dexamethasone-supprssion test pada kira-kira
sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus
clonidine (catapres). 4,7
b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau
kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan
memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya
atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya
netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan
kecemasan atau gangguan. 4,7
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan
bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan
pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk
perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan
8
kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam
menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi
menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang
dipelajari. 4,7
c. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien
gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid.
Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak
cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira
15 sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat
obsesional pramorbid.4
Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme
pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala
dan sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan
pembentukan reaksi. 4,1
Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang
dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi,
afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari
komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil
sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan
pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek
yang berhubungan dengannya. 4
Undoing. Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin
dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi
pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan
menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran.
9
Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi
defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan
mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh
isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adal;ah
mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan
sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang
dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang
secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional
yang menakutkan. 4
Pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan
dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah
sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai. 4
Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan
obsesif-kompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan
suatu regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal.
Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh
kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang
penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium
emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal.
Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama
menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan.
Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan,
baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang
terletak di belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan
obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan
pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan anal-
sadistik. 4
10
Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada
anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak
merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang
berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-
tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang
melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan. 1
Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara
pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id,
dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah
pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat
menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik yang
menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa
tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif
akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 4
2.4. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:
1. Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten
yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai
intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan
yang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata
kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,
atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran
atau tindakan lain.
11
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan
obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari
luar seperti penyisipan pikiran).
Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut
dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi
yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap
untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari
bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik),
atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.
4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat
gangguan makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,
permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,
preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,
preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat
hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika
terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan
depresif berat).
12
5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar waktu
selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan
kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.7
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:
a. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut.
b. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
c. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan
seperti dimaksud di atas.
Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)
d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga
menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi
berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode
depresifnya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau
menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan
perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut,
maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
13
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila
dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi
sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas
diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain
menghilang.
e. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai
bagian dari kondisi tersebut.8
F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan
Pedoman Diagnostik
a. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls
( dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
b. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress) 8
F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual)
Pedoman Diagnostik
a. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu
situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan
keteraturan.
Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual
tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari
bahaya tersebut.
b. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai
beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan
ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan. 8
14
F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif
Pedoman Diagnostik
a. Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran
obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua
hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.
b. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan
dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang
berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif
terhadap terapi perilaku. 8
F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya
F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT8
2. 5. Gambaran Klinis
a. Gejala
Simptom dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan (repetatif)
pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan
berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-
kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut.4
1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh
individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri.
Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional,
namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.
2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha
melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat
tenaga, namun tidak berhasil.
3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa
puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir
secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.
4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang
secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.
15
5. Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri
penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau
secara signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau
kegiatan sosial atau suatu hubungan dengan orang lain.
6. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan
berulang seperti mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan
maksud tertentu.
Tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil
terhadap kompulsi. Kira-kira 80 persen dari semua pasien percaya bahwa
kompulsi adalah irasional.4
Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anak-
anak dan remaja. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu
tindakan berulang. Penderita bisa terobsesi oleh segala hal dan ritual yang
dilakukan tidak selalu secara logis berhubungan dengan rasa tidak nyaman yang
akan berkurang jika penderita menjalankan ritual tersebut. Gejala pasien
individual mungkin bertumpang tindih dan berubah dengan berjalannya waktu,
tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki empat pola gejala yang utama.4
Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu obsesi tentang
kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai penghindaran obsesif terhadap objek
yang kemungkinan terkontaminasi. Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk
dihindari, sebagai contoh feses, urin, debu atau kuman. Pasien mungkin secara
terus-menerus menggosok kulit tangannya dengan mencuci tangan secara
berlebihan atau mungkin tidak mampu pergi keluar rumah karena takut akan
kuman. Walaupun kecemasan adalah respon emosional yang paling sering
terhadap objek yang ditakuti, rasa malu dan rasa jijik yang obsesif juga sering
ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya percaya bahwa
kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau orang ke orang oleh kontak
ringan.4
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh
pengecekan yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan,
16
seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu. Pengecekan tersebut
mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke rumah untuk memeiksa
kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional,
saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu.4
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran
obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya
berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh
pasien. 1 Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau
ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah
menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajahnya.
Trikotilomania dan menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi yang
beruhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif. 4
Sebagian besar penderita menyadari bahwa obsesinya tidak mencerminkan
resiko yang nyata. Mereka menyadari bahwa perliku fisik dan mentalnya terlalu
berlebihan bahkan cenderung aneh. Penyakit obsesif-kompulsif berbeda dengan
penyakit psikosa, karena pada psikosa penderitanya kehilangan kontak dengan
kenyataan. Penderita merasa takut dipermalukan sehingga mereka melakukan
ritualnya secara sembunyi-sembunyi. Sekitar sepertiga penderita mengalami
depresi ketika penyakitnya terdiagnosis.4
2.6. Pemeriksaan Status Mental
Pada pemeriksaan status mental, pasien dengan OCD juga dapat
menunjukkan gejala gangguan depresif. Gejala seperti itu terdapat pada sekitar
50 persen pasien. Sejumlah pasien OCD memiliki ciri khas yang mengesankan
gangguan kepribadian obsesif kompulsif tetapi sebagian besar tidak. Pasien
dengan OCD terutama laki-laki, memiliki angka membujang yang lebih tinggi
dari rata-rata. Pasien yang menikah memiliki jumlah perpecahan perkawinan
yang lebih besar dari biasa.
2.7. Diagnosis Banding
a. Keadaan Medis
17
Persyaratan diagnosis DSM-IV TR pada distress pribadi dan gangguan
fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang sedikit
berlebihan atau biasa. Gangguan neurologis utama untuk dipertimbangkan
dalam diagnosis banding adalah gangguan tourette, gangguan “tic” lainnya,
epilepsy lobus temporalis, dan kadang-kadang trauma serta komplikasi pasca
ensefalitis.
b. Gangguan Tourette
Gejala khas gangguan tourette adalah tik motorik dan vocal yang sering
terjadi bahkan setiap hari. Gangguan tourette dan OCD memiliki awitan dan
gejala yang serupa. Sekitar 90 persen orang dengan gangguan tourette memiliki
gejala kompulsif dan sebanyak dua pertiga memenuhi criteria diagnostic OCD.
c. Keadaan Psikiatri Lain
Pertimbangan psikiatri utama di dalam diagnosis banding OCD adalah
skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif kompulsif, fobia dan gangguan
depresif. OCD biasanya dapat dibedakan dengan skizofrenia yaitu tidak ada
gejala skizofrenik lain, sifat gejala yang kurang bizar, dan tilikan pasien
terhadap gangguannya. Gangguan kepribadian obsesif kompulsif tidak
memiliki derajat hendaya fungsional yang terkait OCD. Fobia dibedakan yaitu
tidak adanaya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan
depresi berat kadang-kadang dapat disertai gagasan obsesif tetapi pasien yang
hanya dengan OCD yang gagal memenuhi criteria diagnostic gangguan
depresif berat.
Keadaan psikiatri lain yang dapat terkait erat dengan OCD adalah
Hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan
pengendalian impuls lain, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
gangguan ini, pasien memiliki pikiran berulang( contohnya kepedulian akan
tubuh) atau perilaku berulang (contohnya mencuri). Sejumlah kelompok riset
meneliti gangguan ini dan gangguan lain seperti perilaku seksual kompulsif,
hubungannya dengan OCD, dan responnya terhadap berbagai terapi.
18
2. 8. Terapi
Dengan mengumpulkan bukti-bukti bahwa gangguan obsesif kompulsif
adalah sangat ditentukan oleh faktor biologis, teori psikoanalitik klasik telah
ditinggalkan. Selain itu karena gejala obsesif kompulsif tampaknya sangat
tahan terhadap psikoterapi psikodinamika dan psikoanalisis, terapi
farmakologis dan perilaku menjadi sering. Tetapi faktor psikodinamika
mungkin cukup bermanfaat dalam mengerti apa yang mencetuskan
eksaserbasi gejala dan dalam mengobati berbagai bentuk penolakan
pengobatan, seperti ketidakpatuhan terhadap pengobatan.9
Banyak pasien gangguan obsesif-kompulsif secara terus menerus
menolak usaha pengobatan. Mereka menolak menggunakan medikasi dan
menolak melakukan tugas pekerjaan rumah dan aktifitas yang dianjurkan
lainnya yang diberikan oleh ahli terapi perilaku. Gejala obsesif-kompulsif
sendiri, tidak peduli bagaimana beratnya didasarkan secara biologis,
mungkin memiliki arti psikologis penting yang menyebabkan pasien enggan
mengungkapkannya. Suatu penggalian psikodinamika terhadap penolakan
pasien terhadap pengobatan dapat menyebabkan peningkatan kepatuhan.
Penelitian yang terkendali baik telah menemukan bahwa farmakoterapi
atau terapi perilaku atau kombinasinya efektif secara bermakna dalam
menurunkan gejala pasien gangguan obsesif kompulsif. Keputusan tentang
terapi mana yang aka digunakan berdasarkan pada pertimbangan dan
pengalaman klinisi dan penerimaan pasien terhadap berbagai modalitas.
a. Farmakoterapi
Kemajuan farmakoterapi dalam gangguan obsesif-kompulsif telah
dibuktikan dalam banyak uji klinis. Manfaat tersebut ditingkatka oleh
pengamatan bahwa penelitian menemukan angka respon plasebo adalah
kira-kira lima persen. Persentase tersebut rendah dibandingkan angka
19
respon plasebo 30 sampai 40 persen yang sering ditemukan pada
penelitian obat antidepresan dan ansiolitik.
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan
untuk mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat
digunakan dalam rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat
setelah empat sampai enam minggu pengobatan, walaupun biasanya
diperlukan waktu delapan sampai enam belas minggu untuk mendapatkan
manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun pengobatan dengan obat
antidepresan masih kontroversial, sebagian pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan
antidepresan tampaknya mengalami relaps jika terapi obat dihentikan.
Pengobatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin,
contohnya clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali
spesifik serotonin (SSRI-serotonin specific reuptake inhibitor), seperti
Fluoxetine (Prozac).7
b. Clomipramine
Obat standar untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah
clomipramine, suatu obat tetrasiklik spesifik serotonin yan gjuga
digunakan untuk pengobatan gangguan depresif. Kemajuan clomipramine
dalam mengobati gangguan obsesif kompulsif didukung oleh banya uji
coba klinis. Clomipramine biasanya dimulaidengan dosis 25 sampai 50 mg
sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari
setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau
tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah
suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi,
hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut
kering. 4
c.Serotonin-spesific reuptake inhibitor (SSRI)
20
SSRI yang sekarang tersedia di Amerika Serikat adalah fluoxetine,
sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Paxil). Beberapa uji coba klinis telah
menunjukkan manfaat fluoxetine dan sertraline dalam gangguan obsesif-
kompulsif, dan paroxetin mungkin juga efektif. Fluvoxamine, SSRI yang
lain masih belum tersedia di Amerika Serikat tetapi telah terbukti efektif
dalam mengobati gangguan obsesif kompulsif.
Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif
menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat
terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi,
kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping
gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat
trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat
lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif. 4
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil,
banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat
digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor
monoamin oksidase (MAOI, monoamine oxidase inhibitor), khususnya
Phenelzine (Nardil).1Obat farmakologis yang kurang diteliti adalah
buspirone (BuSpar), fenfluramine (Pondimin), trytophan, dan clonazepam
(Klonopim).
d. Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku
sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif.
Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku
sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku
dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan
perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan
pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran,
terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien
21
gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-
benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.4
Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang
obsesinyakemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat
cemas sampai yangpaling membuat cemas. Dengan melakukan paparan
berulang terhadap stimulusdiharapkan akan menghasilkan kecemasan yang
minimal karena adanya habituasi.9
e. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk
pasien gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai
derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian
sosial. Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang
profesional, simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk
berfungsi berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan
menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan
obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk
merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan
menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai
tingkat yang dapat ditoleransi.4
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku
pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota
keluarga melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat
tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien.4,7
f. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,
membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan
gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk
kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi
beberapa pasien. Untuk pasien yang sangat kebal terhadap pengobatan,
terapi elektrokonvulsif (ECT) dan bedah psiko (psychosurgery) harus 22
dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah psiko tetapi kemungkinan
harus dicoba sebelum pembedahan. Prosedur bedah psiko yang paling
sering dilakukan untuk gangguan obsesif kompulsif adalah singulotomi,
yang berhasil dalam mengobati 25 sampai 30 persen pasien yang tidak
responsif terhadap pengobatan lain. Komplikasi yang paling sering dari
bedah psiko adalah perkembangan kejang, yang hampir selalu dikendalikan
dengan pengobatan Phenytoin (Dilantin). Beberapa pasien yang tidak
respon dengan bedah psiko saja dan dengan farmakoterapi atau terapi
perilaku sebelum operasi menjadi respon terhadap farmakoterapi atau terapi
perilaku setelah bedah psiko.7,4,9
2.9. Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien
memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti
kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena
banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5
sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan
tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan
gangguan tersebut diantara orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit
biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa pasien mengalami penyakit yang
berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit yang konstan. 4,7
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi
semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk
dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada
masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah
sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya
gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan
kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian
skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan
23
pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang
episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis. 4
BAB III24
KESIMPULAN
Dari tinjauan pustaka yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa:
1. Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai
dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana
membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat
menyebabkan penderitaan (distress).
2. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala – gejala obsesif atau
tindakan kompulsif, atau kedua – duanya, harus ada hampir setiap hari
selama sedikitnya 2 minggu berturut – turut.
3. Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-
kompulsif diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter,
pencitraan otak, genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu
faktor kepribadian dan faktor psikodinamika.
4. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan
gangguan obsesif – kompulsif antara lain terapi farmakologi
(farmakoterapi) dan terapi tingkah laku.
5. Prognosis pasien dinyatakan baik apabila kehidupan sosial dan
pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ko Soo Meng. Obsessive Compulsive Disorder. 2006. Available from:
www.med.nus.edu.sg/pcm/book/14.pdf.
2. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.2009.h 312-313
3. William M Greenberg.Obsessive Compulsive Disorder. [ updated 2011
December 29; cited 2012 July 29]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1934139-overview
4. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of
Psychiatry vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
5. Kaplan IH, Sadock BJ, Greb JA. Gangguan Obsesif Kompulsif. Dalam
Made Wiguna. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid Dua. Binarupa Aksara Publisher: Tanggerang. 2010. 56-68.
6. Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: UI-Press.
7. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV
Washington DC: American Psychiatry Association, 1994.
8. Gangguan obsesif – kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan
Jiwa; rujukan ringkas dari PPDGJ – III. Maslim R, penyunting. Jakarta;
2003.76
9. Khouzan HR. Obsessive compulsive disordes : what to do if you recognize
baffling behaviour. Postgard Med 1999; 106(7): 133-41.
26