nurzaenab - digilibadmin.unismuh.ac.id

175
i KINERJA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) YANG TELAH TERSERTIFIKASI DENGAN YANG BELUM TERSERTIFIKASI (Studi di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang) The Performance Of Certfied and Uncertified Islamic Education (PAI)Teachers (Study at MTs Al-Urwatul Wustqaa Islamic Boarding School Benteng Baranti District, Sidrap Regency) TESIS NURZAENAB NIM : 01.14.388.2013 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

KINERJA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) YANG TELAHTERSERTIFIKASI DENGAN YANG BELUM TERSERTIFIKASI(Studi di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang)

The Performance Of Certfied and Uncertified Islamic Education(PAI)Teachers (Study at MTs Al-Urwatul Wustqaa Islamic Boarding

School Benteng Baranti District, Sidrap Regency)

TESIS

NURZAENABNIM : 01.14.388.2013

PROGRAM PASCASARJANAMAGISTER PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

ii

iii

iv

v

ABSTRAK

Nurzaenab, 2016. Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yangtelah Tersertifikasi dengan yang Belum Tersertifikasi (Studi di MTs PondokPesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti KabupatenSidereng Rappang). Dibimbing oleh H. Natsir A. Baki, dan H. Moh. Wayong.

Tujuan penelitian ini adalah, 1) Untuk mendeskipsikan kinerja guruPAI yang telah bersertifikat, 2) Untuk menjelaskan secara akurat KinerjaGuru PAI yang belum bersertifikat, dan 3) Untuk merumuskan hasil kinerjaguru PAI di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa KecamatanBaranti Kabupaten Sidrap

Metodologi penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif denganpendekatan paedagogik, teologis normatif, dan manajerial, Sumber datapenelitian ini terdiri atas para guru, pegawai, kepala Madrasah, dan pengurusyayasan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket,wawancara, observasi partisipatif, dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya guru telahmelaksanakan tugas secara profesional sesuai dengan fungsinya. Adapunpersamaan profesionalisme guru yang telah lulus sertifikasi dan belum sama-sama memiliki komitmen yang sama untuk meningkatkan kualitaspembelajaran di Madrasah ini sedangkan yang membedakan keduanyaadalah adanya kreativitas para guru yang telah tersertifikasi jauh lebih baikdibandingkan mereka yang belum tersertifikasi. Hasil kinerja guru PAI yangtersertifikasi mampu berperan sebagai sosok inspirator, motivator,dinamisator, fasilitator, dan komunikator dalam menggerakkan, menggali, danmengembangkan potensi peserta didik.

Implikasi penelitian ini adalah bahwa Kinerja guru PAI yang telahtersertifikasi dengan yang belum di MTs Pondok Pesantren Al-UrwatulWutsqaa Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap harus mampu menjadi wadahpengembangan kreativitas para guru pendidikan agama Islam sebagai bagiandari profesionalisme mereka. Oleh karena itu, kegiatan sertifikasi guru harusdilakukan secara profesional dengan meminimalisasi berbagai praktik kotoryang bisa menciderai profesionalisme guru sebagai figur yang pantasditeladani.

Kata Kunci: Kinerja Guru, PAI, dan Sertifikasi.

vi

vii

KATA PENGANTAR

الرحيم الرحمن ا بسم

آله وعلى محمد سييدنا ا رسول على والسلم الصلة و العالمين رب ل ألحمد

بعد أما ، أجمعين وأصحابه

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas rahmat dan hidayah-Nya yang

senantiasa diperuntukkan kepada hamba-hamba-Nya. Salawat dan salam

kepada Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya serta orang-orang yang

mengikuti risalahnya. Dalam penyusunan Tesis ini yang berjudul " Kinerja

guru PAI yang telah tersertifikasi dengan yang belum tersertifikasi studi di

MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidrap", tesis ini diajukan sebagai tugas akhir pada Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dalam penyelesaian tesis ini penulis mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada

Prof. Dr. H. Natsir A. Baki, M.A., dan Drs. H. Moh. Wayong, M.Ed., Ph.D.,

Pembimbing, yang telah tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan sejak

awal penulisan tesis ini sehingga bisa di selesaikan dengan baik.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar dan Direktur Program Pascasarjana Universitas

Muhammadiyah Makassar, Prof. Dr. H. M. Ide Said D. M, M. Pd., serta para

staf administrasi Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Makassar yang senantiasa memberikan pelayanan administratif kepada

penulis selama menempuh perkuliahan Program Magister.

viii

Terima kasih diucapkan kepada Prof. Dr. H. Abd. Rahman Getteng,

selaku Ketua Prodi Magister Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah

Makassar dan seluruh dosen PPS Universitas Muhammadiyah Makassar

yang senantiasa membina penulis selama mengikuti perkuliahan. Terima

kasi kepada guru-guru sebagai informan dan rekan-rekan mahasiswa yang

telah banyak membantu dan saling memotivasi dari awal perkuliahan

sampai penulisan tesis ini.

Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada

orangtua tercinta yang telah membesarkan dengan penuh kasi sayangnya

sehingga saya bisa mengenyam pendidikan hingga sekarang ini.

Wassalam

Makassar, 25 Maret 2016

Penulis,

Nurzaenab

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ iPERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iiiPERNYATAAN KEASLIAN.................................................................................. ivABSTRAK................................................................................................................ vABSTRACT............................................................................................................. viKATA PENGANTAR............................................................................................. viiDAFTAR ISI............................................................................................................ ixDAFTAR TRANSLITERASI................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

A. Latar Belakang.............................................................................. 1B. Rumusan Masalah....................................................................... 17C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 18D. Kegunaan Penelitian .................................................................. 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA…................................................................. 20

A. Tinjauan Penelitian Sebelumnya.............................................. 20B. Kajian Teori dan Konsep............................................................ 23

1. Kinerja Guru............................................................................. 232. Kompetensi Guru..................................................................... 293. Sertifikasi Guru........................................................................ 70

B. Kerangka Pikir............................................................................... 75

BAB III METODE PENELITIAN………….…………………………………. 79

A. Jenis dan Lokasi Penelitian....................................................... 79B. Pendekatan Penelitian................................................................ 80C. Sumber Data ................................................................................ 82D. Instrumen Penelitian................................................................... 83E. Metode Pengumpulan Data........................................................ 84F. Metode Pengolahan dan Analisis Data..................................... 86

x

BAB IV ANALISIS KINERJA GURU YANG BERSERTIFIKASI DAN

BELUM DI PONDOK PESANTREN AL URWATUL WUTSQAKECAMATAN BARANTI KABUPATEN SIDRAP...................... 88

A. Profil MTS Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa

Kecamata Baranti Kabupaten Sidrap……………………… 88B. Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam yang telah Bersertifikat

Pendidik di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al UrwatulWutsqaa Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap……………… 92

C. Kinerja Guru PAI yang Belum Bersertifikat Pendidik padaMadrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul WutsqaaKecamatan Baranti Kabupaten Sidrap…………………………… 101

D. Hasil Kinerja Guru PAI pada Madrasah Tsanawiah PondokPesantren Al Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti KabupatenSidrap…………………………………………….............................. 119

E. Pembahasan ……………………………………………................. 131

BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................ 137

A. Simpulan........................................................................................ 137B. Saran.............................................................................................. 138

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 140BIODATA DIRI....................................................................................................... 146LAMPIRAN-LAMPIRAN.............................................................................. 147

xi

TRANSLITERASI DAN SINGKATAN

A. Transliterasi Arab-Latin

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapatdilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan

HurufArab

Nama Huruf Latin Nama

ا alif tidak dilambangkan tidak dilambangkanب Ba B Beت Ta T Teث s\a s\ es (dengan titik di atas)ج Jim J Jeح h}a h} ha (dengan titik di bawah)خ kha Kh ka dan haد dal D Deذ z\al z\ zet (dengan titik di atas)ر Ra R Rز zai Z Zetس Sin S Esش syin Sy es dan yeص s}ad s} es (dengan titik di bawah)ض d}ad d} de (dengan titik di bawah)ط t}a t} te (dengan titik di bawah)ظ z}a z} zet (dengan titik di bawah)ع ‘ain ‘ apostrof terbalikغ gain G Geف Fa F Efق qaf Q Qiك kaf K Kaل lam L Elم mim M Emن nun N Enو wau W Weهـ Ha H Haء hamzah ’ Apostrofى Ya Y Ye

xii

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tandaapa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).

2. VokalVokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal

atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakatdan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Contoh:فَ يْـ ـ فَ : kaifaلف يْ هفـ : haula

3. MaddahMaddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Contoh:

Nama Huruf Latin NamaTandafath}ah a aا اkasrah i iااd}ammah u uا ا

Nama Huruf Latin NamaTanda

fath}ah danya>’

ai a dan iْي ف ـ

fath}ah dan wau au a dan uْي ف ـ

NamaHarakat danHuruf

Huruf danTanda

Nama

fath}ahdan alif atauya>’

�ف ... | ا �ف ...ى

d}ammahdan wauْــــ

a>

u>

a dan garis di atas

kasrah dan ya>’ i> i dan garis di atas

u dan garis di atasــــــْ

xiii

مـفاتف : ma>taـْ مف رف : rama>فَ يْـ ِــ : qi>la

تـ يْ ـ مـ َفـ : yamu>tu

4. Ta>’ marbu>t}ahTransliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta>’ marbu>t}ah yang

hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah[t]. Sedangkan ta>’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun,transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh katayang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>’marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

Contoh:َفالـ اأفطي ـُـ فَ وي رف : raud}ah al-at}fa>lـ ــَفُ ـَ يْـَـفا اف ُـ يَـَفـ ـِ ـ يْـمف اف : al-madi>nah al-fa>d}ilahــُـ ـمف يْ ـ ـِ ـي افْ : al-h}ikmah

5. Syaddah (Tasydi>d)Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda tasydi>d ( ـــ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulanganhuruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

Contoh:ف َا فـ ّــ رف : rabbana>يْــَاف ـف ـّ َفـ : najjaina>قّ ـ فِ ـيـ افْ : al-h}aqq

فَ َّـــــ : nu“imaعفـِوـو : ‘aduwwunJika huruf ى ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah

( ـْ ,(ــــــ maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i>.Contoh:

وْ ـ ـَ ـ عف : ‘Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)

قْ ّـــ عفـرف : ‘Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)

xiv

6. Kata SandangKata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf alif)ال

lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi sepertibiasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Katasandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandangditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar(-).

Contoh:ـُ ـ شّـمي افْ : al-syamsu (bukan asy-syamsu)ُـ ْـفـ فَ ْـيـ شَ افْ : al-zalzalah (az-zalzalah)ـ فَـَفُ يَ َفـ ـيـ افْ : al-falsafahـــــافدـ ـيـ افْ : al-bila>du

7. HamzahAturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awalkata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:نف يمــرـوي تـفْ : ta’muru>naعـ يْ ــَشـ افْ : al-nau‘ءء يْ ـ فَ : syai’unتـ ُمـــري : umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa IndonesiaKata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau

kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimatyang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atausering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam duniaakademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kataal-Qur’an(dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-katatersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasisecara utuh. Contoh:

Fi> Z{ila>l al-Qur’a>nAl-Sunnah qabl al-tadwi>n

xv

9. Lafz} al-Jala>lah (ا)Kata “Allah”yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau

berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa hurufhamzah.

Contoh:اـ ـُ دـَـي di>nulla>h ّـالـ billa>hAdapun ta>’ marbu>t}ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-

jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:اـ ـُ مف حــيـ رف يْ ِـ يَ humهــ fi> rah}matilla>h

10. Huruf KapitalWalau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan hurufkapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Hurufkapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh katasandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diritersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, makahuruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yangsama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh katasandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP,CDK, dan DR). Contoh:

Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>lInna awwala baitin wud}i‘a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakanSyahru Ramad}a>n al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’a>nNas}i>r al-Di>n al-T{u>si>Abu>> Nas}r al-Fara>bi>Al-Gaza>li>Al-Munqiz\ min al-D}ala>lJika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu>

(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harusdisebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

xvi

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:swt. = subh}a>nahu> wa ta‘a>la>saw. = s}allalla>hu ‘alaihi wa sallama.s. = ‘alaihi al-sala>mH = HijrahM = MasehiSM = Sebelum Masehil. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)w. = Wafat tahunQS …/…: 4 = QS al-Baqarah/2: 4 atau QS A<li ‘Imra>n/3: 4HR = Hadis Riwayat

Abu> al-Wali>d Muh}ammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad Ibnu)

Nas}r H{a>mid Abu> Zai>d, ditulis menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid(bukan: Zai>d, Nas}r H{ami>d Abu>)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Eksistensi pendidikan agama Islam pada satu sisi mempunyai

kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional

dengan lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bahkan, dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tersebut pada

Bab VI pasal 17 dan 18, disebutkan kedudukan madrasah sama dengan

sekolah umum. (Departemen Agama RI, 2007 : 17).

Madrasah sebagai institusi pendidikan tidak dapat mengelak dari

kebijaksanaan reformasi pendidikan yang bersifat desentralistik.

(Kunandar, 2008 : 104). Kewenangan tugas di bidang pendidikan di

lingkungan Kementerian Agama akan dengan sendirinya terlepas dari

kewenangan tugas di bidang agama. Manajemen berbasis sekolah dan

madrasah di lingkungan madrasah merupakan bentuk pengelolaan

pendidikan yang ditandai dengan otonomi yang luas pada tingkat

madrasah yang disertai semakin meningkatnya partisipasi masyarakat.

Dewasa ini berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan mutu guru

yang telah bertugas di sekolah dan madrasah melalui pendidikan dalam

jabatan (in-service training). Tujuannya adalah untuk meningkatkan

keterampilan mengajar, penguasaan terhadap materi ajar, serta komitmen

1

2

2

dan motivasi guru dalam melakukan proses pembelajaran. Di antara

keseluruhan komponen dalam pembelajaran, guru merupakan komponen

organik yang sangat menentukan. Tidak ada kualitas pembelajaran tanpa

kualitas guru. Guru merupakan sumber daya manusia yang sangat

menentukan keberhasilan pembelajaran.

Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat dekat dengan

peserta didik dalam upaya pendidikan sehari-hari dan banyak menentukan

keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan. Peranan guru semakin

penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan yang profesional,

setiap peserta didik dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas,

kompetitif, dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi

persaingan yang makin ketat dan berat, sekarang dan di masa yang akan

datang. (Ditjen Dikdasmen Depdiknas, 2003 : 7).

Begitu sangat strategisnya kedudukan guru sebagai tenaga

profesional, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tepatnya Bab III Pasal 7,

diamanatkan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus

yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: (a) memiliki bakat,

minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (b) memiliki komitmen untuk

meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia

(c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai

dengan bidang tugas; (d) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai

dengan bidang tugas; (e) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan

3

3

tugas keprofesionalan; (f) memperoleh penghasilan yang ditentukan

sesuai dengan prestasi kerja; (g) memiliki kesempatan untuk

mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar

sepanjang hayat; (h) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (i) memiliki organisasi profesi

yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan

tugas keprofesionalan guru. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

14 Tahun 2005).

Lebih lanjut di dalam bab dan pasal yang sama juga diamanatkan

bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui

pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak

diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi

manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode

etik profesi. Pada dasarnya pilihan seseorang untuk menjadi guru adalah

“panggilan jiwa” untuk memberikan pengabdian pada sesama manusia

dengan mendidik, mengajar, membimbing, dan melatih, yang diwujudkan

melalui proses pembelajaran serta pemberian bimbingan dan pengarahan

kepada peserta didik agar mencapai kedewasaan masing-masing. (Syaiful

Bahri Djamarah, 2002 : 49).

Dalam kenyataannya menjadi guru tidak cukup sekadar untuk

memenuhi panggilan jiwa, tetapi juga memerlukan seperangkat

keterampilan dan kemampuan khusus dalam bentuk menguasai

kompetensi guru, sesuai dengan kualifikasi jenis dan jenjang

4

4

pendidikannya.

Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. (Departemen

Agama RI, 2007 : 73). Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki

derajat profesional tertentu yang tercermin dari komitmen terhadap

kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi

standar mutu atau norma etik tertentu.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan adalah penjabaran dari Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

yang merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem

pendidikan nasional. Undang Undang tersebut memuat visi, misi, fungsi,

dan tujuan pendidikan nasional serta strategi pem-bangunan pendidikan

nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan

kebutuhan masyarakat.

Pembaruan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk

memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional.

Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan

sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan

semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang

berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman

yang selalu berubah. (Departemen Agama, 2007 : 48).

5

5

Visi tersebut kemudian dijabarkan dalam sejumlah misi pendidikan

nasional, yaitu:

a. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh

pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia,

b. meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat

nasional, regional, dan internasional,

c. meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat

dan tantangan global,

d. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa

secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka

mewujudkan masyarakat belajar,

e. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan

untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral,

f. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan

sebagai pusat pemberdayaan pembudayaan ilmu pengetahuan,

keterampilan, pengala-man, sikap, dan nilai berdasarkan standar

yang bersifat nasional dan global; dan

g. mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan

pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara

Kesatuan Republik Indonesia. (Departemen Agama, 2007 : 48)

Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

6

6

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

Pengembangan pendidikan tetap aktual untuk dibicarakan, karena

semakin berkembang masalah ini semakin banyak pula tantangan yang

harus dihadapi. Masa-lah pendidikan merupakan suatu masalah yang

kompleks, karena sangat terkait dengan semua bidang kehidupan lainnya.

Muhaimin dalam Syaefuddin menyatakan bahwa pada saat ini pendidikan

nasional masih dihadapkan pada permasalahan yang menonjol, yaitu

masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan serta masih lemahnya

manajemen pendidikan. (Udin Syaefuddin Saud, 2010 : 17).

Rendahnya mutu pendidikan telah memberikan akibat langsung

pada rendah-nya mutu sumber daya manusia bangsa Indonesia. Proses

untuk melahirkan sumber daya manusia yang bermutu hanya bisa malalui

jalur pendidikan dan proses pem-belajaran yang bermutu pula.

Mutu pendidikan ditentukan oleh sistem pendidikan, baik dari segi

pengelo-laan maupun proses pendidikan itu sendiri, di arahkan secara

efektif untuk mening-katkan nilai tambah dari faktor-faktor input agar

menghasilkan output setinggi-tingginya. Faktor input pendidikan terdiri dari:

(1) peserta didik, (2) tenaga kepen-didikan termasuk guru, anggaran,

kurikulum, sarana prasarana dan administrasi, (3) lingkungan yang

meliputi faktor sosial ekonomi, politik, dan keamanan. (Ace Suryadi &

Wiana Mulyana, 1992 : 49).

7

7

Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh seberapa jauh para

pelaku pendidikan melaksanakan tugas dan tanggung jawab mengelola

pendidikan. Brandt dalam Supriadi menyatakan, guru merupakan kunci

dalam peningkatan mutu pendi-dikan, mereka berada di titik sentral dari

setiap usaha reformasi pendidikan yang di-arahkan pada perubahan-

perubahan kualitatif. Setiap usaha peningkatan mutu pen-didikan seperti

pembaruan kurikulum, pengembangan metode mengajar, penyediaan

saran dan prasarana hanya akan berarti apabila melibatkan guru. (Ace

Suryadi & Wiana Mulyana, 1992 : 49).

Guru sebagai unsur utama pada keseluruhan proses pendidikan,

terutama di tingkat institusional dan instruksional. Keberadaan guru dan

kesiapannya menjalankan tugas sebagai pendidik sangat menentukan

bagi terselenggaranya suatu proses pendidikan. Dengan kurikulum

serta sarana dan prasarana yang baik, tidak mungkin bisa diwujudkan

pendidikan yang berkualitas tanpa ditunjang oleh kehadiran guru, dan

tentu saja tipe guru yang dimaksudkan di sini, adalah yang profesional,

yakni guru yang memiliki profesionalisme tinggi dan dapat diandalkan

untuk mengawal kemajuan pendidikan yang berkualitas.

Keberadaan guru profesional memiliki peran yang sangat

strategis sehingga setiap guru harus secara terus-menerus

meningkatkan profesionalismenya. Dalam pada itu, sesungguhnya

banyak hal bisa dan sudah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka

meningkatkan profesionalisme guru. Upaya strategis yang sudah dan

8

8

sedang dilakukan pemerintah adalah sertifikasi guru, yaitu proses

pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik adalah

bukti formal pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai jabatan

profesional.

Sertifikasi guru merupakan langkah utama kebijakan

peningkatan kualitas pendidikan, dan program sertifikasi ini sementara

berjalan dengan tujuan agar ada peningkatan profesionalisme guru

dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Namun permasalahannya

adalah apakah ada peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan

profesional guru setelah adanya sertifikasi guru.

Permasalahan selanjutnya adalah patut dipertanyakan adalah

apakah sertifikasi akan secara otomatis meningkatkan kualitas

kompetensi guru, dan kemudian akan meningkatkan mutu pendidikan,

adakah jaminan bahwa dengan memiliki sertifikasi dan dengan

tunjangan yang diterimanya, guru akan lebih bermutu. Ini menjadi

penting untuk didiskusikan karena bukti-bukti hasil sertifikasi dalam

kaitan dengan peningkatan mutu guru bervariasi, sementara ada

kebijakan untuk intervensi langsung meningkatkan kualitas kompetensi

guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki kualifikasi Strata 1 atau

D4, dan memiliki sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini pula,

maka guru bersertifikasi berhak mendapatkan tunjangan profesi

sebesar 1 bulan gaji pokok guru, karena undang-undang telah

menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai

9

9

upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru bersertifikasi.

Tunjangan tersebut pada intinya adalah meningkatkan kualitas

kompetensi guru seiring dengan peningkatkan kesejahteraan mereka.

(Persatuan Guru Republik Indonesia, 2006 : 10).

Dalam masalah kompetensi guru, juga menimbulkan persoalan

mendasar karena sudah menjadi ketetapan bahwa guru yang

professional harus memiliki kompetensi, meliputi kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial,

(Persatuan Guru Republik Indonesia, 2006 : 10). sementara itu

dipersepsikan bahwa tidak semua guru yang bersertifikasi memenuhi

semua komponen kompetensi tersebut, sehingga menarik dijadikan

bahan penelitian. Dalam hal ini, kompetensi pedagogik, adalah

kemampuan guru mengelola pembelajaran. Kompetensi kepribadian,

adalah kemampuan yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,

menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi

profesional, adalah kemampuan guru dalam penguasaan materi

pembelajaran. Kompetensi sosial, adalah kemampuan guru

berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik.

(Departemen Agama RI, 2007 : 121).

Dalam pada itu untuk dapat menetapkan bahwa seorang guru

sudah memenuhi standard profesional maka yang bersangkutan harus

mengikuti uji sertifikasi. Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi.

Pertama, sebagai bagian dari pendidikan profesi, bagi mereka calon

10

10

pendidik, dan kedua berdiri sendiri untuk mereka yang saat

disahkannya Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 sudah

berstatus pendidik. Bila guru telah dinyatakan lulus dalam ujian ini,

yakni pendidikan dan pelatihan profesi guru, maka berhak mendapat

sertifikat pendidik. Namun permasalahannya kemudian adalah apa

yang harus mereka dilakukan, kerana menyimak dari pengalaman

pelaksanaan sertifikasi, akan muncul pertanyaan tentang bagaimana

agar sertifikasi bisa meningkatkan kualitas kompetensi guru, dan

apabila gagal, mengapa sertifikasi gagal meningkatkan kualitas guru.

Pertanyaan seperti ini tentu memerlukan jawaban yang akurat, dan

tentu bisa dijawab setelah ditemukan berbagai fakta dan data di

lapangan kemudian dianalisis secara akurat. (Departemen Agama RI,

2007 : 123).

Pada kenyataannya pula bahwa sertifikasi guru dalam bentuk

penilaian dengan menggunakan portofolio, kelihatannya menimbulkan

polemik baru. Penulis menyangsikan keefektifan pelaksanaan sertifikasi

dalam rangka meningkatkan kinerja guru. Bahkan dalam hipotesis

penulis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak akan

berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi

dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Ini merupakan

problematika tersendiri yang menjadi keprihatinan banyak pihak namun

dapat dimaklumi. Hal ini dikarenakan pelaksanaan sertifikasi dalam

bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian terhadap tumpukan

11

11

kertas. Kelayakan profesi guru dinilai berdasarkan tumpukan kertas

yang mampu dikumpulkan. Padahal untuk membuat tumpukan kertas

itu pada zaman sekarang amatlah mudah. Tidak mengherankan jika

kemudian ada beberapa kepala sekolah yang menyetting berkas

portofolio guru di sekolahnya tidak mencapai batas angka kelulusan.

(Muhaimin, 2002 : 35). Mereka berharap guru-guru tersebut dapat

mengikuti diklat sertifikasi. Dengan mengikuti diklat sertifikasi, maka

akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara cuma-cuma. Pada

gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan

diterapkan di sekolah atau di kelas.

Berkenaan dengan itulah, penulis merumuskan hipotesis bahwa

pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak

selamanya akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan

nasional, dan menjadi kenyataan bila dibandingkan dengan

pelaksanaan sertifikasi di beberapa negara maju, khusunya dalam

bidang pendidikan. Hasil studi Educational Training Service (ETS) yang

dilakukan di delapan negara menunjukkan bahwa pola-pola pembinaan

profsesionalisme guru di negara-negara tersebut dilakukan dengan

sangat ketat. (Samami dkk, 2006 : 34). Sebagai contoh, Amerika

Serikat dan Inggris yang menerapkan sertifikasi secara ketat bagi calon

guru yang baru lulus dari perguruan tinggi. Di kedua negara tersebut,

setiap orang yang ingin menjadi guru harus mengikuti ujian untuk

memperoleh lisensi mengajar. Ujian untuk memperoleh lisensi tersebut

12

12

terdiri dari tiga praksis, yaitu tes keterampilan akademik yang

dikenakan pada saat seseorang masuk program penyiapan guru,

penilaian terhadap penguasaan materi ajar yang diterapkan pada saat

yang bersangkutan mengikuti ujian lisensi, dan penilaian performance

di kelas yang diterapkan pada tahun pertama mengajar. Mereka yang

memiliki lisensi mengajarlah yang berhak menjadi guru. Dengan

demikian yang perlu disadari adalah bahwa guru merupakan subsistem

pendidikan yang dengan adanya sertifikasi, diharapkan kinerja guru

sebagai agen pembelajaran akan meningkat sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan. (Samami dkk, 2006 : 34).

Dengan kompetensi guru yang memenuhi standar minimal dan

kesejahteraan yang memadai diharapkan kinerja guru dalam mengelola

proses pembelajaran dapat meningkat. Kualitas pembelajaran yang

meningkat diharapkan akan bermuara akhir pada terjadinya

peningkatan prestasi hasil belajar peserta didik, sehingga kualitas dan

mutu pendidikan dapat terwujud. Di sinilah pentingnya kompetensi guru

sehingga benar-benar menjadi professional di bidangnya, dan untuk

pencapaian itu maka sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk

meningkatkan kualitas profesionalisme guru. Sertifikasi bukan tujuan,

melainkan sarana untuk mencapai suatu tujuan, yakni keberadaan

profesionalisme guru yang berkualitas. Kegagalan dalam mencapai

tujuan ini, terutama dikarenakan menjadikan sertifikasi sebagai tujuan

itu sendiri. Dalam pada itu, maka bagi bangsa dan pemerintah

13

13

Indonesia harus senantiasa mewaspadai kecenderungan ini, bahwa

jangan sampai sertifikasi menjadi tujuan. Oleh karenanya, semenjak

awal harus ditekankan khususnya di kalangan guru bahwa tujuan

utama adalah kualitas, sedangkan kualifikasi dan sertifikasi merupakan

sarana untuk mencapai kualitas tersebut.

Sejalan dengan pembahasan yang telah dikemukakan, maka

penulis belum menemukan pengaruh yang signifikan dalam sertifikasi

guru, namun di sisi lain tetap memiliki peran sebagai jembatan untuk

menuju pada perwujudan profesionalisme guru. Dikatakan bahwa

sertifikasi tidak memiliki pengaruh signifikan, karena di antara sekian

guru yang belum bersertifikasi ternyata dianggap memiliki kompetensi,

dan dapat dianggap sebagai guru professional. Asumsi ini sebagai

hipotesa penulis sesuai hasil survey awal terhadap sejumlah guru

pendidikan agama Islam (Guru PAI) di MTs Pondok Pesantren Al-

Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti Kab. Sidrap.

Pada survey itu juga penulis menemukan data bahwa di antara

guru yang telah mendapat sertifikat belum memenuhi kriteria sebagai

guru yang bersertifikasi, padahal sesuai yang dimanahkan undang-

undang bahwa guru bersertifikat harus memiliki mutu dan kualitas yang

tinggi dan profesionalisme di bidangnya, terutama terhadap

penguasaan mata pelajaran yang diajarkannya. Dengan

profesionalisme yang demikian, maka guru tersebut diberi tunjangan

fungsional yang tinggi sehingga mampu berkehidupan secara layak,

14

14

serta memiliki kemapanan dari segi ekonomi. Dari segi ini,

menimbulkan juga permasalahan karena ditemukan data di lapangan

bahwa karena guru yang bersertifikat telah cukup dalam bidang

ekonomi, maka sebagian mereka membeli kendaraan berupa mobil

dengan cara mencicil (kredit), namun dalam beberapa bulan berikutnya

yang bersangkutan tidak mampu membayar cicilan tersebut. Data dan

fakta ini, termasuk problematika yang perlu dicermati lebih lanjut di

lapangan.

Dengan demikian, menarik untuk dipermasalahkan dan

dirumuskan identifikasi masalah penelitian tentang apa yang dimaksud

profesionalisme guru, apa yang menjadi kriteria utama bagi

profesionalisme guru, upaya apa yang dilakukan telah dan sedang

dilakukan pemerintah dalam mewujudkan profesionalisme guru,

benarkah bahwa uji sertifikasi merupakan prasyarat yang harus dilalui

bagi guru yang profesional.

Oleh karena sebagaimana yang telah diasumsikan bahwa guru

PAI di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan

Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yang belum ber-sertifikasi

sebagiannya dianggap memiliki kecakapan profesionalisme dan karena

berdasarkan data awal yang ditemukan sebagian mereka masih

dianggap belum memiliki profesionalisme, maka sebagai identifikasi

masalahnya adalah benarkah bahwa guru PAI tersebut pada MTs

Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

15

15

Kabupaten Sidenreng Rappang benar-benar belum memiliki

profesionalisme di bidangnya sebelum mengikuti sertifikasi guru

sementara secara formal belum mengikuti ujian sertifikasi, apa yang

menyebabkan mereka belum mengikuti program sertifikasi, kendala apa

yang mereka hadapi dan bagaimana peluangnya untuk bersertifikat.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah MTs Pondok Pesantren Al-

Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang yang telah bersertifikat benar-benar sudah tergolong guru

yang profesional, bagaimana perbedaan antara guru yang bersertifikat

pendidik dengan guru yang belum bersertifikat pendidik mengikuti

program sertifikasi. Pertanyaan ini dan sejumlah persoalan lainnya

yang akan dikemukakan, menjadi latar belakang pentingnya mengkaji

profesionalisme guru pendidikan agama Islam bersertifikat pendidik dan

yang belum bersertifikat pendidik di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.

B. Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang

telah dikemukakan, maka lahirlah masalah pokok yang menjadi fokus

kajian dalam penelitian ini, yakni bagaimana kinerja guru PAI yang telah

lulus sertifikasi dengan yang belum tersertifikasi pada MTs Pondok

Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

Sidenreng Rappang, agar penelitian ini menjadi lebih terarah dan

16

16

tersistematis, maka masalah pokok yang telah dirumuskan

dikembangkan menjadi tiga sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja guru PAI yang telah bersetifikat pendidik di MTs

Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang?

2. Bagaimana kinerja guru PAI yang belum bersertifikat pendidik di

MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang?

3. Bagaimana Hasil Kinerja guru PAI yang di MTs Pondok Pesantren

Al-Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang?

C. Tujuan Penelitian

1.Tujuan penelitian

a. Untuk mendeskipsikan kinerja guru PAI yang telah bersertifikat

di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.

b. Untuk menjelaskan secara akurat Kinerja guru PAI yang belum

bersertifikat di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.

c. Untuk merumuskan hasil kinerja guru PAI di MTs Pondok

Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang.

17

17

D. Kegunaan penelitian

1. Kegunaan ilmiah yaitu:

a. Diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi para guru

yang ingin mengetahui pentingnya Kinerja guru dalam upaya

peningkatan mutu pendidikan.

b. Sebagai masukan kepada pemerintah dan kepala sekolah,

serta stake holder’s lainnya sehingga guru-guru baik yang

telah disertifikasi maupun yang belum dapat selalu kreatif,

dan inovatif dalam menjalankan tugas.

2. Kegunaan praktis yaitu;

a. Diharapkan dapat memotivasi dan menjadi masukan bagi para

guru bersertifikasi dan yang belum bersertifikasi dalam

menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik yang

professional di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang

b. Dapat menjadi masukan bagi pimpinan dan staf dalam

pengelolaan pendidikan di di MTs Pondok Pesantren Al-

Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

Sidenreng Rappang.

18

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran penulis terhadap

berbagai literature pustaka, ditemukan berbagai hasil penelitian

lapangan (filed research) dan penelitian pustaka (library research)

berupa buku atau karya ilmiah lainnya yang mempunyai relevansi

dengan penelitian penulis. Hasil penelitian tersebut minimal lima karya

ilmiah yang bisa dijadikan sebagai pembanding sebagai berikut:

1. Hasil penelitian telah dilakukan oleh lembaga United Nation

Development Program (UNDP), Pengaruh Sertifikasi Terhadap

Kinerja Guru di Indonesia, tahun 2007, yang menyimpulkan bahwa

mutu pendidikan di Indonesia masih rendah ketimbang negara-

negara tetangga di ASEAN. Ini disebabkan rendahnya profesionalitas

guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar. Guru-

guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun

swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta

60,99%, guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%, guru SMK negeri

55,91 %, swasta 58,26 %. (United Nation Development Programe,

2015 : 12). Kesimpulan tersebut menjadi acuan bagi penulis untuk

memberikan informasi dalam mengatasi permasalahan rendahnya

kualitas guru ini, adalah dengan mengadakan sertifikasi. Dengan

adanya sertifikasi, pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat

19

19

dan pada gilirannya mutu pendidikan nasional akan meningkat pula.

Untuk itulah maka tesis ini akan membandingkan bagaimana kinerja

guru yang bersertifikasi dan yang belum bersertifikasi.

2. Disertasi Hj. Yuspiani, Pengaruh Komitmen Profesi terhadap

Kompetensi Profesional Guru pada Madrasah Tsanawiyah di Kota

Makassar yang menyimpulkan bahwa profesionalisme guru

madrasah di kota Makassar dalam keadaan sedang, ini berarti guru

madrasah tsanawiyah dalam mengenali profesi, keterikatan dan

keterlibatan, rasa memiliki, kesetiaan, dan kebanggaan terhadap

profesi berada pada kategori sedang, kompetensi profisional guru

madrasah tsanawiyah di kota Makassar pada umumnya berada

pada kategori sedang artinya guru madrasah tsanawiyah dalam hal

penguasaan materi, stuktur, konsep dan pola keilmuan yang

mendukung mata pelajaran yang diampu, penguasaan standar

kompetensi dan kompetensi dasar pengembangan materi

pembelajaran yang diampu secara kreatif.

3. Tesis yang ditulis Fahruddin, Pengaruh Profesionalisme Guru

terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Peserta didik MAN Suli

Kabupaten Luwu, yang menyimpulkan bahwa profesionalisme guru

memiliki pengaruh signifikan terhadapat peningkatan kualitas

terhadap dirinya, dan terhadap orang lain terutama peserta didik-

peserta didik yang diajarnya seperti yang terjadi di MAN Suli

Kabupaten Luwu. Indikatornya adalah, sebelum adanya sertifikasi

20

20

angka peserta didik dalam buku rapor masih tergolong rendah,

namun setelah adanya sertifikasi maka angka atau nilai-nilai yang

diperoleh peserta didik tergolong tinggi, rata-rata angka delapan, dan

hal ini telah memenuhi standar kelulusan peserta didik dalam ujian

nasional.

4. Tesis yang ditulis Saharuddin berjudul, Konsep Profesionalisme Guru

dalam Perspektif Pendidikan Islam: Studi Peningkatan Mutu Guru

MTs. Muhammadiyah Tallo Makassar, yang kesimpulannya sama

dengan tesis yang disebutkan sebelumnya, yakni bahwa

profesionalisme guru memiliki pengaruh signifikan. Tesis ini dan

sebelumnya meneliti tentang profesionalisme guru sebagaimana

yang penulis teliti, namun skop dan area penelitian tesis tersebut

tergolong sempit karena di madrasah. Untuk kelayakan akademik

setingkat S3 dengan penelitian berupa tesis maka tentu saja skopnya

harus lebih luas, sehingga penulis memilih satu area wilayah

kecamatan, yakni Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten Sidrap,

pada wilayah tersebut terdapat beberapa sekolah dan madrasah

yang dijadikan area penelitian.

5. Selain tesis dalam bentuk penelitian lapangan, ditemukan pula tesis

yang penelitiannya fokus pada kajian pustaka seperti yang ditulis

oleh Ummi Kalsum tahun 2007 berjudul Konsep Profesionalisme

Guru Dalam Perspektif Pendidikan Islam. Tesis ini menekankan pada

profesionalisme guru yaitu seperangkat kemampuan yang beraneka

21

21

ragam atau kemampuan yang menuntut adanya keterampilan

berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam

dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai guru,

profesionalisme menurut Ummi Kalsum harus mempunyai

kemampuan yang terlatih dan terdidik yang dibarengi pengalaman

yang banyak di bidangnya.

6. Ditemukan beberapa hasil penelitian yang sudah di bukuhkan yang

membahas profesionalisme guru yang dapat mendukung penelitian

penulis antara lain Moh. Uzer Usman dengan judul Menjadi Guru

Profesional. Buku ini membahas tentang tugas guru, peranan dan

kompetensi guru dalam proses belajar mengajar. (Muh. Uzer Usman,

2009 : 53).

B. Kajian Teori dan Konsep

Untuk memperoleh pemahaman yang jelas terhadap teori dan

konsep pembahasan dalam kajian ini, serta menghindari kesalah

pahaman dalam menginterpretasikan judul penelitian yang dilakukan,

maka yang perlu dikemukakan definisi operasional judul dan ruang

lingkup penelitiannya.

1. Kinerja Guru

Kinerja Guru menurut Abd Rahman Getteng yaitu prilaku

rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan

kondisi yang diharapkan. Dengan demikian, profesional dan kompetensi

ditujukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat

22

22

dipertanggungjawabkan secara rasional dalam upaya mencapai tujuan.

(Abd. Rahman Getteng, 2011 : 29).

Menurut Spencer and Spencer bahwa kinerja adalah kemampuan

sebagai karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang

berhubungan dengan kerja efektif atau superior dalam suatu pekerjaan

atau situasi. Ia menambahkan bahwa profesionalisme merupakan hal

yang menonjol bagi seseorang dalam mengindikasikan cara-cara dan

prilaku atau berpikir, dalam segala situasi dan berlangsung terus dalam

periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa

profesionalisme merujuk pada kerja seseorang dalam suatu pekerjaan

yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan prilakunya. Kinerja Guru adalah

pendidik yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang

pendidikan sehingga ia mampu melakukan tugas, peran dan fungsinya

sebagai pendidik dengan kemampuan yang maksimal. (Mukhtar, 2003:

86).

Kinerja guru adalah orang yang mampu melaksanakan tugas

jabatannya secara maksimal, baik secara konseptual maupun aplikatif.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa guru yang profesional adalah

guru yang memiliki kemampuan yang maksimal dalam melaksanakan

tugas jabatan guru. Adapun profesional pada umumnya adalah orang

yang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan

secara sempurna maupun tidak. Dalam konteks ini, yang dimaksud

dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh

23

23

penguasaan suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin

diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga

kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Seorang guru perlu memiliki

kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang

yang bukan guru dan tidak melalui pendidikan keguruan.

Abuddin Nata mengemukakan kinerja guru adalah istilah-istilah

yang berkaitan dengan penamaan atas aktivitas mendidik dan mengajar.

Ia lalu menyimpulkan bahwa keseluruhan istilah-istilah tersebut

terhimpun dalam kata pendidik.( Abuddin Nata, 2007 : 61) Hal ini

disebabkan karena keseluruh istilah itu mengacu kepada seseorang

yang memberikan pengetahuan, keterampilan, atau pengalaman kepada

orang lain.

Sedangkan istilah guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)

mengajar. Pengertian ini memberi kesan bahwa guru adalah orang yang

melakukan kegiatan dalam bidang mengajar. Istilah guru sinonim dengan

kata pengajar dan sering dibedakan dengan istilah pendidik. Perbedaan

ini dalam pandangan Muh. Said dalam Abidin Ibnu Rusn dipengaruhi oleh

kebiasaan berpikir orang Barat, khususnya orang Belanda yang

membedakan kata onderwijs (pengajaran) dengan kata opveoding

(pendidikan). Pandangan ini diikuti oleh tokoh-tokoh pendidikan di dunia

Timur, termasuk tokoh-tokoh pendidikan di kalangan muslim. Adapun

24

24

guru PAI di maksudkan adalah pendidik yang melakukan pembelajaran

pendidikan agama Islam baik pada tingkat dasar maupun menengah.

Dalam pengertian lain, kinerja guru PAI adalah suatu pekerjaan tertentu

yang memerlukan pendidikan, keahlian, keterampilan, kejujuran dan

memiliki kepandaian untuk melaksanakan pendidikan agama Islam,

yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara akademik, profesi dan

pedagogik. Guru yang memikili kinerja adalah guru yang memiliki

profesi, yang mampu menjelaskan sesuatu secara rinci dan tuntas.

(Ahmad Tafsir, 2005 : 207).

Selanjutnya, guru menurut Zahara Idris dan Lisma Jamal dalam

Muhamad Idris adalah orang dewasa yang bertanggung jawab

memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam hal perkembangan

jasmani dan ruhaniah untuk mencapai tingkat kedewasaan, memenuhi

tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu yang mandiri, dan

makhluk sosial. (Muhamad Idris, 2008 : 49)

Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi

seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui

interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis. Dalam Undang-

Undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan

dosen pada bab I pasal 1 dinyatakan bahwa:

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, danmengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalurpendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.(Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Guru dan Dosen , 2009 : 3)

25

25

Guru yang profesional akan tercermin dalam penampilan dan

pelaksanaan pengabdian tugas-tugasnya yang ditandai dengan keahlian,

baik dalam penguasaan materi maupun metode. Di samping keahliannya,

sosok guru profesional ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam

melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru profe-sional hendaknya

mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai guru

kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan

agamanya.

Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor

penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap

adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan

sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan, selalu

bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan bahwa betapa eksisnya

peran guru dalam dunia pendidikan. Guru menjadi faktor yang

menentukan mutu pendidikan karena guru berhadapan langsung dengan

para peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Di tangan guru,

mutu dan kepribadian peserta didik dibentuk. Karena itu, perlu sosok guru

kompeten, bertanggung jawab, terampil, dan berdedikasi tinggi dalam

mengimplementasikan kurikulum sehingga guru dapat diilustrasikan

sebagai kurikulum berjalan. Bagaimanapun baiknya kurikulum dan sistem

pendidikan yang ada tanpa didukung oleh kemampuan guru, semuanya

akan sia-sia. Guru berkompeten dan bertanggung jawab, utamanya dalam

mengawal perkembangan peserta didik sampai ke suatu titik maksimal.

26

26

Tujuan akhir seluruh proses pendampingan guru adalah tumbuhnya

pribadi dewasa yang utuh.

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat,

guru tidak lagi sekedar bertindak sebagai penyaji informasi. Guru juga

harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing

yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, guru juga

harus senantiasa meningkatkan keahliannya dan senantiasa mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu

menghadapi berbagai tantangan.

Perkembangan dunia pendidikan yang sejalan dengan kemajuan

teknologi dan globalisasi yang begitu cepat perlu diimbangi oleh

kemampuan pelaku utama pendidikan, dalam hal ini guru. Sebagian guru

dalam menghadapi perubahan yang cepat dalam pendidikan dapat

membawa dampak kecemasan dan ketakutan bagi mereka. Perubahan

dan pembaruan pada umumnya membawa banyak kecemasan dan

ketidaknyamanan. Implikasi perubahan dalam dunia pendidikan, bukan

perkara mudah, karena mengandung konsekwensi teknis dan praksis,

serta psikologis bagi guru. Misalnya, perubahan kurikulum atau perubahan

kebijakan pendidikan. Perubahan itu tidak sekedar perubahan struktur dan

isi kurikulum. Atau sekedar perubahan isi pembelajaran, tetapi perubahan

yang menuntut perubahan sikap dan perilaku dari para guru. Misalnya,

perubahan karakter, mental, metode, dan strategi dalam pembelajaran.

27

27

2. Kompetensi Guru

Guru dalam menjalankan tugas profesionalnya mempunyai tugas

dan tanggung jawab yang tidak ringan. Untuk itu, guru harus memiliki dan

menguasai kompetensinya dan sekaligus mengetahui hak dan

kewajibannya sehingga ia menjadi sosok guru yang betul-betul profesional.

Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan

tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan

merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.

Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam

melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala

sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk

melakukan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor

antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja guru yang

ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan tugas secara

bertanggung jawab.( J. Milten Cowan, 2011: 21).

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dan menjadi sumber penghasilan dalam menunjang kebutuhan

hidupnya. Pekerjaan tersebut memerlukan keahlian, kemahiran atau

kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta

memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian di atas, seorang guru

yang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah

ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen yaitu:

28

28

a. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:

1) Konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang

menaungi/koheren dengan materi ajar;

2) Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;

3) Hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;

4) Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari;

dan

5) Kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap

melestarikan nilai dan budaya nasional.

b. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap,

stabil, dewasa, arif, bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia, dan

menjadi teladan bagi peserta didik serta masyarakat.

c. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:

1) Konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang

menaungi/koheren dengan materi ajar;

2) Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;

3) Hubungan konsep antarmata pelajaran terkait;

4) Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari;

dan

5) Kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap

melestarikan nilai dan budaya nasional.

29

29

d. Kompetensi sosial yaitu kemampuan pendidik sebagai bagian dari

masyarakat untuk:

1) Berkomunikasi lisan dan tulisan;

2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;

3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,

tenaga kependidikan, dan orangtua/wali peserta didik;

4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. (M. Ngalim

Purwanto, 2004 : 16)

Tugas guru dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan ke

dalam tiga kegiatan yaitu, pertama, menyusun program pengajaran seperti

program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester/catur wulan,

program satuan pengajaran, kedua, menyajikan/melaksanakan

pengajaran seperti menyampaikan materi, menggunakan metode

mengajar, menggunakan media/sumber, mengelola kelas/ mengelola

interaksi belajar mengajar, ketiga, melaksanakan evaluasi belajar:

menganalisis hasil evaluasi belajar, melaporkan hasil evaluasi belajar, dan

melaksanakan program perbaikan dan pengayaan. (Muchtar Effendi,

2006 : 75.)

Secara umum, baik sebagai pekerjaan maupun sebagai profesi

guru selalu disebut sebagai salah satu komponen utama pendidikan yang

amat penting. Guru, peserta didik, dan kurikulum merupakan tiga

komponen utama dalam sistem pendidikan nasional. Ketiga komponen

pendidikan itu merupakan condition sine quanon atau syarat mutlak dalam

30

30

proses pendidikan di sekolah.

Melalui mediator guru atau pendidik, peserta didik dapat

memperoleh menu sajian bahan ajar yang diolah dalam kurikulum

nasional ataupun dalam kurikulum muatan lokal. Guru adalah seseorang

yang memiliki tugas sebagai fasilitator agar peserta didik dapat belajar

atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya

secara optimal, melalui lembaga pendidikan di sekolah, baik yang

didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat atau swasta. (Suyanto,

2009 :13) Dengan demikian, dalam pandangan umum pendidik tidak

hanya dikenal sebagai guru, pengajar, pelatih, dan pembimbing.

Tuntutan meningkatkan kualitas guru yang profesional sedang

hangat dibicarakan dan diupayakan oleh pemerintah sekarang ini. Tugas

seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama, yaitu:

1) dalam bidang profesi;

2) dalam bidang kemanusiaan; dan

3) dalam bidang kemasyarakatan.(Suyanto, 2009 :13)

Guru profesional bukan lagi merupakan sosok yang berfungsi

sebagai robot, melainkan dinamisator yang mengantar potensi-potensi

peserta didik ke arah kreativitas.

Secara lebih detail, ada beberapa ciri-ciri profesionalisme guru.

Rebore dalam Kunandar mengemukakan bahwa karakteristik

profesionalisme guru bisa ditinjau dari enam komponen, yaitu: (1)

pemahaman dan penerimaan dalam melaksanakan tugas, (2) kemauan

31

31

melakukan kerjasama secara efektif dengan peserta didik, guru, orang tua

peserta didik, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi dan

pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan

pelayanan dalam tugas, (5) mengarahkan, menekan, dan menumbuhkan

pola perilaku peserta didik, serta (6) melaksanakan kode etik jabatan.

(Asrorun Ni’am Sholeh, 2006 : 59).

Di sisi lain, Glickman dalam Bafadal memberikan ciri

profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak

(abstraction) dan komitmen (commitment) guru. Guru yang profesional

memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan

konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam

persoalan yang dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang

tinggi dalam melaksanakan tugas. Dengan kata lain bahwa komitmen

adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan

rasa penuh tanggung jawab.

Lebih lanjut, Welker dalam Saud mengemukakan bahwa

profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam

melaksanakan tugas dan selalu mengembangkan diri (growth). Demikian

pula Glatthorm mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme

guru, di samping kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu

mempertimbangkan aspek komitmen dan tanggung jawab (responsibility),

serta kemandirian (autonomy). Bila ditelaah dari unsur-unsurnya, pada

dasarnya ada dua aspek yang menentukan tingkat profesionalisme guru

32

32

dalam melaksanakan tugas, yaitu aspek kemampuan dan komitmen. Guru

yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dan komitmen

dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan. (Udin Syaefuddin Saud, 2010 :

85). Dengan kata lain, memiliki komitmen dan semangat kerja yang baik

dalam melaksanakan tugas. Untuk itu, dalam meningkatkan

profesionalisme guru, perlu didukung dengan kemampuan yang baik dan

semangat kerja yang tinggi.

Kinerja guru menurut pakar pendidikan Soedijarto menyatakan,

bahwa seorang guru harus mampu menganalisis, mendiagnosis, dan

memprognosis situasi pendidikan. Lebih lanjut Soedijarto mengemukakan

bahwa guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara

lain: (a) disiplin ilmu pengetahuan, (b) bahan ajar yang diajarkan, (c)

pengetahuan tentang karakteristik peserta didik, (d) pengetahuan tentang

filsafat dan tujuan pendidikan, (e) pengetahuan serta penguasaan metode

dan model pembelajaran, (f) penguasaan terhadap prinsip-prinsip

teknologi pembelajaran, (g) pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu

merencanakan guna kelancaran proses pendidikan. (Soedijarto, 2003 :

60). Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk

memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak

mengalami ketinggalan dalam kompetensi profesionalnya. Kompetensi

guru merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga

kependidikan yang tampak sangat berarti. Dengan demikian, kompetensi

guru merupakan kapasitas yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas

33

33

profesinya. Tugas profesional guru bisa diukur dari seberapa jauh guru

mendorong proses pembelajaran yang efektif dan efisien. (Soedijarto,

2003 : 61)

Cooper dalam Sudjana, mengemukakan empat kompetensi guru,

yakni (1) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku

manusia, (2) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang

dibinanya, (3) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah,

dan teman sejawat, serta (4) mempunyai keterampilan teknik

pembelajaran. (Oemar Hamalik, 2006 : 94). Pendapat yang hampir sama

dikemukakan oleh Grasser dalam Sudjana bahwa ada empat hal yang

harus dikuasai guru, yakni: menguasai bahan pelajaran, kemampuan

mendiagnosis tingkah laku peserta didik, kemampuan melaksanakan

proses pembelajaran, dan kemampuan mengukur hasil belajar peserta

didik. (Oemar Hamalik, 2005 : 94). Sementara itu, Sudjana membagi

kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut:

a. Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual, seperti

penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai mengajar,

pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan

tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang adminsitrasi

kelas, pengetahuan tenatang cara menilai hasil belajar peserta didik,

pengetahuan tentang kemasyarakatan, serta pengetahuan umum

lainnya.

b. Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru

34

34

terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya.

Misalnya, sikap menghargai pekerjaan-nya, mencintai dan memiliki

perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap

toleransi terhadap sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang

keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.

c. Kompetensi prilaku/performance, artinya kemampuan guru dalam

berbagai keterampilan/berprilaku, seperti keterampilan dalam

membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pembelajaran, bergaul

atau berkomunikasi dengan peserta didik, keterampilan menumbuhkan

semangat belajar peserta didik, keterampilan menyusun persiapan

perencanaan pembelajaran, keterampilan melaksanakan administrasi

kelas, dan lain-lain. (Sudjana, 2004 : 92)

Ketiga bidang kompetensi di atas tidak berdiri sendiri, tetapi saling

berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain karena ketiga

bidang tersebut (kognitif, sikap, dan perilaku) mempunyai hubungan

hirarkis. Artinya antara ketiga kompetensi tersebut saling mendasari satu

sama lain, kompetensi yang satu mendasari kompetensi lainnya.

Terkait dengan itu, Rusyan mengemukakan macam-macam

kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu:

a. Kompetensi profesional, artinya guru harus memiliki pengetahuan yang

luas dari subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta

penguasaan metodologi dalam arti memiliki konsep teoretis dalam

memilih metode dalam proses pembelajaran.

35

35

b. Kompetensi personal, artinya sikap pribadi yang mantap sehingga

mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti

memiliki kepribadian yang pantas diteladani, mampu melaksanakan

kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara,

yaitu “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri

Handayani”.

c. Kompetensi sosial, artinya guru harus menunjukkan atau mampu

berinteraksi sosial, baik dengan peserta didiknya maupun dengan

sesama guru dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.

d. Kompetensi untuk melakukan pembelajaran yang sebaik-baiknya yang

berarti mengutamakan nilai-nilai sosial dari nilai material. (Tabrani

Rusyan, 2008 : 21).

Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19/2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan dikemukakan bahwa pendidikan harus memiliki

kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat

jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Selanjutnya, dalam penjelasannya dikemukakan

bahwa yang dimaksud dengan pendidikan sebagai agen pembelajaran

(learning agent) adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator,

pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.

Sehubungan dengan pernyataan di atas, guru atau pendidik

sebagai agen pembelajaran maka guru harus memiliki empat jenis

kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan

36

36

sosial. Dalam konteks itu kompetensi guru dapat diartikan sebagai

kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam

bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab. Keempat

jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkompetensi dan

indikator essensialnya diuraikan sebagai berikut.

Pertama kompetensi pedagogik. Dalam penjelasan Peraturan

Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah

kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi

pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan

pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik

untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Secara subtantif kompetensi ini mencakup hal-hal berikut: (1)

memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip

perkembangan kognitif, prinsip kepribadian, dan mengidentifikasikan

pemahaman awal peserta didik. (2) merancang pembelajaran;

menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi

pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang

ingin dicapai, dan materi ajar serta menyusun rancangan pembelajaran

berdasarkan startegi yang dipilih, (3) melaksanakan pembelajaran yang

kondusif. (4) merancang dan melaksanakan evaluasi (assesement) proses

dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode;

menganalisis hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar

37

37

(mastery level), memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk

perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. (5)

mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi; memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai

potensi akademik dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan

berbagai potensi non akademiknya.( Omar Hamalik, 2008 : 62).

Kedua kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian

merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang

mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta

didik dan berakhlak mulia. ( Omar Hamalik, 2008 : 62) Pribadi guru

memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan,

khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga berperan

dalam membentuk pribadi peserta didik, karena manusia merupakan

mahluk yang suka mencontoh termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam

membentuk pribadi peserta didik.

Secara rinci, setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan

menjadi sub-kompetensi dan indikator esensialnya sebagai berikut: (1)

memiliki kepribadian yang mantap dan stabil dengan bertindak sesuai

dengan norma hukum, norma sosial, bangga sebagai pendidik, dan

memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma, (2) memiliki

kepribadian yang dewasa dengan menampilkan kemandirian dalam

bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja yang tinggi sebagai

pendidik, (3) memiliki kepribadian yang arif dengan menampilkan tindakan

38

38

yang berdasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan

masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak,

(4) memiliki kepribadian yang berwibawa dengan memiliki prilaku yang

berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang

disegani, (5) memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan dengan

bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka

menolong), dan memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik.

( Omar Hamalik, 2008 : 108)

Dalam rangka menumbuhkan kompetensi kepribadian ini, E.

Mulyasa merancang sebuah konsep budaya pendidikan yang diharapkan

akan menjadi ajang pembangunan karakter bangsa (nation building).

Budaya pendidikan yang sedang dirancang tersebut adalah budaya malu,

budaya mutu, budaya kerja, budaya disiplin, dan budaya ibadah. (E.

Mulyasa, 2009 :131) Kinerja guru yang ditunjukkan dapat diamati dari

kemampuan guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang

tentunya sudah dapat mencerminkan suatu pola kerja yang dapat

meningkatkan mutu pendidikan ke arah yang lebih baik. Seseorang akan

bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan kerja yang

tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya.

Jadi, betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja

secara profesional apabila tidak memiliki kepribadian dan dedikasi dalam

bekerja yang tinggi.

Guru yang memiliki kinerja yang baik tentunya memiliki komitmen

39

39

yang tinggi dalam pribadinya, artinya tercermin suatu kepribadian dan

dedikasi yang paripurna. Guru yang memiliki komitmen yang rendah

biasanya kurang memberikan perhatian kepada peserta didik, demikian

pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk meningkatkan mutu

pembelajaran yang sangat sedikit. Sebaliknya, seorang guru yang

memiliki komitmen yang tinggi biasanya tinggi sekali perhatiannya dalam

bekerja. Demikian pula waktu yang disediakan untuk peningkatan mutu

pendidikan sangat banyak.

Ketiga kompetensi sosial. Kompetensi sosial berkenaan dengan

kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk

berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama

pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan

masyarakat sekitar. (E. Mulyasa, 2009 :132) Kompetensi ini memiliki

subkompetensi dengan indikator esensial yaitu: (1) mampu berkomunikasi

dan bergaul sesama secara efektif dengan peserta didik, (2) mampu

berkomunkasi dan bergaul sesama pendidik dan tenaga kependidikan,

dan (3) mampu berkomunkasi dan bergaul secara efektif dengan orang

tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. (E. Mulyasa, 2009 :133).

Guru adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa

terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya. Guru

dalam menjalani kehidupan seringkali menjadi tokoh panutan dan

identifikasi bagi peserta didik dan lingkungannya. Ashraf mengungkapkan

bahwa Imam Al-Gazali menempatkan profesi guru pada posisi yang paling

40

40

tinggi dan paling mulia dalam berbagai tingkat pekerjaan masyarakat.

Keempat kompetensi profesional. Dalam penjelasan Peraturan

Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi

profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara

luas dan mendalam yang memungkinkannya membim-bing peserta didik

memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional

Pendidikan. (E. Mulyasa, 2009 :134)

Secara umum kompetensi guru dapat diidentifikasi pada ruang

lingkup kompetensi profesional guru sebagai berikut: (1) mengerti dan

dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofis, psikologis,

sosiologis maupun sebagainya, (2) mengerti dan dapat menerapkan teori

belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik, (3) mampu menangani

dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, (4)

mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, (5)

mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media, dan

sumber belajar yang relevan, (6) mampu mengorganisasikan dan

melaksanakan program pembelajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi

hasil belajar peserta didik, dan (8) mampu menumbuhkan kepribadian

peserta didik.

Crow dan Crow dalam Hamalik menyatakan bahwa kompetensi

guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi penguasaan

subjectmatter yang akan diajarkan, keadaan fisik dan kesehatannya, sifat-

41

41

sifat pribadi dan kontrol emosinya. Demikian juga memahami sifat hakikat

dan perkembangan manusia, pengetahuan dan kemampuannya untuk

menerapkan prinsip-prinsip belajar, kepekaan dan aspirasinya terhadap

perbedaan-perbedaan kebudayaan, agama, dan etnis, minatnya terhadap

perbaikan profesional dan pengayaan kultural yang terus-menerus

dilakukan. (Hamalik, 2006 : 21).

Dalam kegiatan profesionalnya, guru harus memiliki kemampuan

untuk merencanakan program pembelajaran dan kemampuan untuk

melaksanakan pem-belajaran. Kemampuan ini diperoleh melalui latihan

yang berkesinambungan, baik pada masa pendidikan perajabatan

maupun pada masa pendidikan dalam jabatan. Untuk itu, perlu disusun

Alat Penilai Kemampuan Guru (APKG). Alat ini berfungsi untuk mengukur

kemampuan guru.

Adapun penyusunan alat penilaian kemampuan guru, yaitu;

1) Kemampuan membuat perencanaan pembelajaran yang meliputi;

Perencana-an pengorganisasian bahan pembelajaran, pengelolahan

kegiatan pembelaja-ran, pengelolaan kelas, penggunaan media dan

sumber belajar, dan penilaian hasil pembelajaran.

2) Untuk kemampuan pembelajaran dalam kelas meliputi: Penggunaan

metode, media, dan bahan latihan, berinteraksi dengan peserta didik,

mendemons-trasikan khazanah metode pembelajaran, mendorong

dan mengarahkan ketertiban peserta didik dalam kelas,

mendemonstrasikan penguasaan materi, mengorganisasikan waktu,

42

42

ruang, dan bahan perlengkapan, serta melakukan evaluasi hasil

belajar.

3) Kemampuan mengadakan hubungan antara pribadi peserta didik

meliputi: Membantu mengembangkan sikap positif pada diri peserta

didik, bersikap terbuka dan luwes terhadap peserta didik dan orang

lain, serta menampilkan kegairahan dan kesanggupan dalam

kegiatan pembelajaran. (E. Mulyasa, 2009 :134).

Pendapat senada dikemukakan oleh Agung yang menjabarkan Alat

Penilai Kemampuan Guru (APKG) ke dalam dua dimensi atau aspek

kemampuan guru dengan indikator-indikatornya yaitu: (1) kemampuan

membuat rencana pembelajaran yang terdiri dari mengorganisasikan

bahan pembelajaran, merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran,

pengelolaan kelas, merencanakan penggunaan media dan sumber

pembelajaran, merencanakan penilaian presetasi peserta didik untuk

kepentingan pembelajaran; dan (2) kemampuan dalam praktik

pembelajaran yang terdiri atas penggunaan metode, media, dan bahan

latihan sesuai dengan tujuan pembelajaran, berkomunikasi dengan

peserta didik, mendemonstrasikan khazanah metode pembelajaran,

mendorong dan menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam

pembelajaran, mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan

relevansinya, mengorganisasi waktu, ruang, bahan, dan perlengkapan

pembelajaran, serta melaksanakan evaluasi pencapaian peserta didik

dalam proses pembelajaran.

43

43

Memahami uraian di atas, tampak bahwa kompetensi profesional

merupakan kompetensi yang harus dikuasai oleh guru dalam kaitannya

dengan pelaksanaan tugas utama guru di sekolah atau madrasah.

Beberapa hal penting yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah

kemampuan menjabarkan materi standar dalam kurikulum. Untuk

kepentingan tersebut, guru harus mampu menentukan secara tepat materi

yang relevan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.

Sedikitnya, terdapat tiga tipe materi pembelajaran yang menyangkut

peranan guru dalam kompetensi profesional, yaitu:

Pertama, jika guru mendesain dan mengembangkan materi

pembelajaran individual, peran guru dalam penyampaian materi bersifat

pasif. Tugas guru adalah memonitor dan membimbing kemajuan peserta

didik dalam penyelesaian materi dan membentuk kompetensi. Kedua,

guru memilih materi pembelajaran yang telah ada dan menyesuaikan

dengan startegi pembelajaran yang digunakan. Dalam kaitan ini peranan

guru menjadi lebih efektif dalam penyampaian materi dan pembentukan

kompetensi. Ketiga, pembelajaran sangat bergantung kepada guru. Guru

menyampai-kan semua materi pembelajaran menurut strategi yang telah

dikembangkan. Dalam tipe ini, guru selalu dapat menyajikan secara up-to-

date tetapi sebagian besar waktu habis untuk menyampaikan kepada

seluruh kelompok dan sedikit waktu untuk membantu perorangan bagi

peserta didik yang memerlukan. (E. Mulyasa, 2009 :131).

Selain itu, agar pembelajaran dapat dilakukan secara efektif dan

44

44

menyenang-kan, materi pembelajaran harus diurutkan sedemikian rupa

serta dijelaskan mengenai batasan dan ruang lingkupnya. Hal ini dapat

dilakukan dengan menyusun standar kompetensi dan kompetensi dasar

(SKKD) sebagai konsensus nasional, yang dikembangkan dalam standar

isi dan standar kompetensi untuk setiap kelompok mata pelajaran yang

akan dikembangkan. Selanjutnya, menjabarkan standar kompetensi dan

kompetensi dasar (SKKD) ke dalam indikator sebagai langkah awal dalam

mengembangkan materi standar untuk mencapai kompetensi tersebut.

selanjutnya, mengembangkan ruang lingkup dan urutan setiap kompetensi.

Bila diperhatikan lebih jauh, tugas dan tanggung jawab yang

mestinya dilaksanakan oleh guru yang telah dijelaskan pada firman Allah

swt. di atas intinya adalah mengajak manusia melaksanakan perintah

Allah swt. dan menjauhi larangan-Nya. M. Ja’far menegaskan, “Tugas dan

tanggung jawab guru menurut agama Islam dapat diidentifikasikan

sebagai tugas yang harus dilakukan oleh ulama, yaitu menyuruh yang

makruf dan mencegah yang munkar. Hal ini menunjukkan adanya

kesamaan tugas yang dilaksanaan oleh guru dan muballigh/da’i,

melaksanakan tugasnya melalui jalur pendidikan non formal. Rasulullah

saw. bersabda:

(رواه ة آَيً وْ َي يْ ِّني يَ ا ّنُغْ َيِ يَ َيا يَ ِل سي يْ نِ وَ ِي يَ غ لل ِلى صي نيل اَِلَ لّ أي ْ رٍ وْ يَ نّ وَ ن لل نِ وَ يَ وّ يَالبخارى)

Artinya:

Dari Abdullah bin Amr, dia berkata, ‘Nabi saw. bersabda,“Sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat. (HR. al-Bukhari)

45

45

Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan

tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengetahui,

termasuk pendidik/guru, adalah menyampaikan apa yang dipahami dan

diketahuinya (ilmu) untuk ditransfer kepada orang orang yang belum

mengetahui. Hal tersebut merupakan suatu wujud pertanggung jawaban

sosial seorang guru pada lingkungan sosial dimana dia berada. Sebagai

seorang pendidik, guru merupakan pemimpin pendidikan dalam

melaksanakan proses pembelajaran yang mana kepemimpinan tersebut

harus dipertanggung jawabkan kepadapemerintah sebagai penanggung

jawab pendidikan dan kepada Allah swt sebagai titik kulminasi

pertanggung jawaban normatif seorang hamba atas kepemimpinannya

sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berbunyi sebagai berikut:

اٍر يٍ وَ غُ غُِل غَ غْ َيُ يَ ِل سي يْ نِ وَ ِي يَ غ لل ِلى صي ن لل يَ سغْ يٍ غُ وْ نْ سي غَ غْ َيُ يٍ يْ غَ يّ وَ ن لل يِ وَ يَنِ�ن َلِ نَ يٍ وّ يَ لَ غْ ُ سو يْ وَ غُ غُِل يْ

Artinya:

Abdullah bin Umar berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah saw.bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akandimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (H.R. al-Bukhari)

Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tanggung jawab

dalam Islam bersifat pribadi dan sosial. Dalam pendidikan formal, guru

adalah pemimpin di dalam kelas yang bertanggung jawab tidak hanya

terhadap perbuatannya, tetapi juga terhadap perbuatan orang-orang yang

berada di bawah perintah dan pengawasannya yaitu peserta didik.

46

46

Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus

dilaksanakan oleh guru, al-Abrasyi yang mengutip pendapat al-Ghazali

mengemuka-kan bahwa:

a.Guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap peserta didiknya dan

memberlakukan mereka seperti perlakuan anak sendiri.

b. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi

bermaksud dengan mengajar itu mencari keridaan Allah dan

mendekatkan diri kepada Tuhan.

c. Memberikan nasehat kepada peserta didik pada tiap kesempatan,

bahkan menggunakan setiap kesempatan itu untuk menasehati dan

menunjukinya.

d.Mencegah peserta didik dari akhlak yang tidak baik dengan jalan

sindiran jika mungkin dan dengan jalan terus terang, dengan jalan halus,

dan tidak mencela.

e. Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata

dengan perbuatannya. (Syaiful Sagala, 2005 : 7).

Ahmad Tafsir membagi tugas-tugas yang dilaksanakan oleh guru

yaitu:

a. Wajib mengemukakan pembawaan yang ada pada anak dengan

berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket

dan sebagainya;

b. Berusaha menolong peserta didik mengembangkan pembawaan yang

baik dan menekankan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang;

47

47

c. Memperlihatkan kepada peserta didik tugas orang dewasa dengan cara

memperkenalkan berbagai keahlian dan keterampilan agar mereka

memilikinya dengan cepat;

d. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah

perkembangan peserta didik berjalan dengan baik;

e. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala peserta didik melalui

kesulitan dalam mengembangkan potensinya. (Ahmad Tafsir, 2004 :

79).

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat diketahui

bahwa tugas dan tanggung jawab guru bukan hanya mengajar atau

menyampaikan kewajiban kepada peserta didik, akan tetapi juga

membimbing mereka secara keseluruhan sehingga terbentuk kepribadian

muslim.

Sehubungan dengan hal itu, Zainal Abidin menegaskan bahwa

tugas dan tanggung jawab utama yang harus dilaksanakan oleh guru,

terutama guru pendidikan agama Islam adalah membimbing dan

mengajarkan seluruh perkembangan kepribadian peserta didik pada

ajaran Islam. Menurut al-Gazali, guru harus memiliki akhlak yang baik

karena peserta didik selalu melihat pendidiknya sebagai contoh yang

harus diikutinya. (Ahmad Tafsir, 2004 : 81).

Sedangkan Nur Uhbiyati mengemukakan tugas dan tanggung

jawab yang harus dilaksanakan oleh pendidik (guru) antara lain:

48

48

a.Membimbing peserta didik kepada jalan yang sesuai dengan ajaran

agama Islam;

b.Menciptakan situasi pendidikan keagamaan yaitu suatu keadaan di

mana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan hasil

yang memuaskan sesuai dengan tuntutan ajaran Islam. (Nur Uhbiyati,

2007 : 72).

Pada sisi lain, Samsul Nizar mengungkapkan rangkaian tugas guru

dalam mendidik, yaitu ‘rangkaian mengajar, memberikan dorongan,

memuji, menghukum, memberikan contoh, dan membiasakan’. (Samsul

Nizar, 2003 : 2) Imam Barnadib menambahkan bahwa tugas guru terkait

dengan perintah, larangan, menasehati, hadiah, pemberian kesempatan,

dan menutup kesempatan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa

tugas guru bukan hanya sekedar mengajar. Di samping itu, ia bertugas

sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran sehingga

seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.

Guru sebagai jabatan profesional yang dituntut memiliki keahlian

khusus, diharapkan betul-betul mengarahkan seluruh perhatiannya agar

selalu dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan penuh tanggung

jawab. Untuk itu, guru harus diberikan hak-hak tertentu sehingga mereka

dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya.

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa

dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:

49

49

a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimun dan

jaminan kesejahteraan sosial;

b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi

kerja;

c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas

kekayaan intelektual;

d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;

e. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran

untuk menjaga kelancaran tugas keprofesionalan;

f. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan

kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai

dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-

undangan;

g. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam

melaksanakan tugas;

h. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;

i. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan

pendidikan;

j. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan

kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau

k. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Guru profesional dituntut memiliki kompetensi-kompetensi khusus.

Selain itu, guru juga dituntut melaksanakan kewajiban-kewajiban yang

50

50

dibebankan kepadanya. Di dalam pasal 20 Undang-Undang Republik

Indonesia nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan

bahwa guru dalam melaksanakan tugasnya mempunyai beberapa

kewajiban, yaitu:

a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran

yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan

kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis

kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar

belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam

pembelajaran;

d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan hukum, dan kode

etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan

e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Samsul

Nizar, 2003 : 21).

Dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana

diamanatkan oleh undang-undang tersebut di atas, seorang guru akan

tetap dapat eksis di tengah-tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang semakin pesat. Demikian pula para peserta didik akan

semakin hormat kepadanya karena mereka melihat guru mereka sebagai

sosok yang senantiasa dapat ditiru dan digugu.

51

51

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi meliputi

kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan

kompetensi profesional. Selanjut-nya, di dalam penjelasan undang-

undang tersebut dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik adalah

kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, kompetensi

kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak

mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Lebih

lanjut dikemukakan bahwa kompetensi profesional guru adalah

kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam,

sedangkan kompetensi sosial berarti kemampuan guru untuk

berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta

didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Keempat kompetensi tersebut secara teoretis dapat dipisah-

pisahkan satu sama lain. Namun, secara praktis keempat kompetensi itu

tidak mungkin dipisah-pisahkan. Keempatnya saling menjalin secara

terpadu dalam diri seorang guru.

a. Kompetensi pedagogis

Kompetensi pedagosis adalah seperangkat kemampuan dan

keterampilan (skill) yang berkaitan dengan interaksi pembelajaran antara

guru dan peserta didik dalam kelas. Kompetensi pedagogis ini meliputi

kemampuan guru dalam menjelaskan materi, melaksanakan metode

52

52

pembelajaran, memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengelola

kelas, dan melaksanakan evaluasi.

b. Kompetensi kepribadian

Kompetensi kepribadian adalah seperangkat kemampuan dan

karakteristik personal yang memcerminkan realitas sikap dan perilaku

guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam kehidupan sehari-hari.

Kompetensi kepribadian ini melahirkan ciri-ciri guru yaitu, sabar, tenang,

bertanggung jawab, demokratis, ikhlas, cerdas, menghormati orang lain,

stabil, ramah, tegas, berani, kreatif, inisiatif, dan lain-lain.

c. Kompetensi sosial

Kompetensi sosial adalah seperangkat kemampuan dan

keterampilan yang terkait dengan hubungan atau interaksi dengan orang

lain. Artinya, guru harus dituntut memiliki keterampilan berinteraksi dengan

masyarakat, khususnya dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan

menyelesaikan problem masyarakat. Dalam realitas masyarakat, guru

masih menjadi sosok elit masyarakat yang dianggap memiliki otoritas

moral cukup besar. Salah satu konsekuensi agar peran itu tetap melekat

dalam diri guru adalah guru harus memiliki kemampuan berhubungan dan

berkomunikasi dengan orang lain.

d. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional adalah seperangkat kemampuan dan

keterampilan terhadap penguasaan materi pelajaran secara mendalam,

utuh, dan komprehensif. (Saekhan Muchith, 2008 : 148). Guru yang

53

53

memiliki kompetensi profesional tidak cukup hanya memiliki penguasaan

materi secara formal, tetapi juga harus memiliki kemampuan terhadap

materi ilmu lain yang memiliki keterkaitan dengan pokok bahasan mata

pelajaran tertentu. Misalnya, guru fikih yang mengajar pokok bahasan nikah

tidak cukup menguasai materi yang berkaitan dengan normativitas fikih,

melainkan juga harus menguasai dan memahami materi nikah yang

berkaitan dengan perkembangan penduduk. Konsekuensinya, guru

tersebut harus menguasai materi yang berkaitan dengan kependudukan.

Guru tafsir yang mengajar pokok bahasan kerusakan di muka bumi, tidak

cukup hanya menjelaskan terminologi kerusakan secara normatif. Tetapi,

kerusakan harus dilihat dari aspek sosiologis, psikologis, geografis, dan

kultural. Guru akan mampu menjelaskan materi itu jika menguasai materi

sosiologi atau antropologi.

Menururt Thomas E. Curtis dan Wilma W. Bidwell bahwa peranan

guru dalam pengembangan pembelajaran lebih spesifik sifatnya dalam

pengertian yang sempit, yakni dalam hubungan proses pembelajaran.

Peranan guru adalah sebagai pengorganisasi lingkungan belajar dan

sekaligus sebagai fasilitator belajar. Peranan pertama meliputi peranan-

peranan yang lebih spesifik, yakni:

1) Guru sebagai model,

2) Guru sebagai perencana,

3) Guru sebagai peramal,

4) Guru sebagai pemimpin,

54

54

5) Guru sebagai penunjuk jalan atau pembimbing kea rah pusat-pusat

belajar. (Saekhan Muchith, 2009 : 149)

Dalam kaitan peranannya sebagai perencana, guru berkewajiban

mengem-bangkan tujuan-tujuan pendidikan menjadi rencana-rencana

yang operasional. Tujuan-tujuan umum perlu diterjemahkan menjadi

tujuan-tujuan spesifik dan operasional. Dalam perencanaan itu, peserta

didik perlu dilibatkan sehingga menjamin relevansinya dengan

perkembangan, kebutuhan, dan tingkat pengalaman mereka. Peranan

tersebut menuntut agar perencanaan senantiasa direlevansikan dengan

kondisi masyarakat, kebiasaan belajar peserta didik, pengalaman dan

pengetahuan peserta didik, metode belajar yang serasi dan materi

pelajaran yang sesuai dengan minatnya. ((Saekhan Muchith, 2009 : 150).

Dalam hal urgensinya, perencanaan pendidikan tidak berbeda dari

perencanaan bagi suatu organisasi. Perencanaan dipandang penting dan

diperlukan bagi suatu organisasi antara lain dikarenakan:

a) Dengan adanya perencanaan diharapkan tumbuhnya suatu

pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-

kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.

b) Dengan perencanaan, maka dapat dilakukan suatu perkiraan

(forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.

Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek

perkembangan, tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan resiko-

resiko yang mungkin dihadapi.

55

55

c) Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih

urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun jenis

kegiatan usahanya.

Dalam mengembangkan persiapan mengajar, terlebih dahulu harus

diketahui arti dan tujuannya, serta menguasai teoretis dan praktis unsur-

unsur yang terdapat dalam persiapan mengajar. Kemampuan membuat

persiapan mengajar merupakan langkah awal yang harus dimiliki oleh

guru, dan sebagai muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan

dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi

pembelajaran. (Hamid Darmadi, 2009 : 115).

Dalam persiapan mengajar harus jelas kompetensi dasar yang

akan dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus dilakukan,

apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta bagaimana

guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai kompetensi

tertentu. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang secara

minimal harus ada dalam setiap persiapan mengajar dan dijadikan

sebagai sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran dan

membentuk kompetensi peserta didik.

Dalam hal pentingnya perencanaan pengajaran, Hamzah B. Uno

menegaskan bahwa hal itu perlu dilakukan agar tujuan untuk melakukan

perbaikan pembelajaran dapat tercapai. Upaya perbaikan pembelajaran

ini dilakukan dengan asumsi berikut:

a) Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan

56

56

perencanaan pembelajarn yang diwujudkan dengan adanya desain

pembelajaran;

b) Untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan sistem;

c) Perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana

seseorang belajar;

d) Untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada

peserta didik secara perorangan;

e) Pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada tercapainya tujuan

pembelajaran, dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran,

dan tujuan pengiringnya dari pembelajaran;

f) Sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah

mudahnya peserta didik untuk belajar;

g) Perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel

pembelajaran;

h) Inti desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode

pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Dari deskripsi di atas, disimpulkan bahwa perencanaan pengajaran

merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran dan

tentunya sangat menentukan tercapainya tujuan pembelajaran itu sendiri.

Perlunya menyiapkan rencana pembelajaran atau lesson plan sebenarnya

sudah disadari oleh para guru, namun persoalannya adalah tingkat

kepedulian para guru untuk menyajikan pengajaran yang baik dan

57

57

sistematis, serta tingkat keahlian mereka pada disiplin keilmuan masing-

masing yang belum memadai untuk dapat merancang suatu konsep

pembelajaran.

Kegiatan belajar yang berlangsung di sekolah bersifat formal,

disengaja, direncanakan, dengan bimbingan guru dan bantuan pendidik

lainnya. Apa yang hendak dicapai dan dikuasai oleh peserta didik

dituangkan dalam tujuan belajar, dipersiapkan bahan apa yang harus

dipelajari, dipersiapkan juga metode pembelajaran, yaitu sesuai dengan

cara peserta didik mempelajarinya, dan pada akhirnya dilakukan evaluasi

untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik. Penjelasan ini memberi

gambaran bahwa kegiatan belajar yang dilaksanakan secara sengaja

dipersiapkan dalam bentuk perencanaan pengajaran. Persiapan

pengajaran ini sebagai kegiatan integral dari proses pembelajaran di

sekolah. (Hamid Darmadi, 2009 : 117).

Penyusunan program pembelajaran dapat dibedakan menjadi

program tahunan, program semester, program mingguan, dan program

harian. Program tahunan merupakan rencana pembelajaran yang disusun

untuk setiap mata pelajaran yang berlangsung selama satu tahun

pelajaran pada setiap mata pelajaran dan kelas tertentu yang disusun

menjadi bahan ajar. Untuk mencapai target dan tujuan yang telah

ditetapkan, maka secara teknis dan operasional dijabarkan dalam program

mingguan dan harian. Pada dasarnya rencana pengajaran merupakan

58

58

manifestasi dari pikiran-pikiran dan konsep-konsep dasar yang tertuang

pada kurikulum dan GBPP. (Hamid Darmadi, 2009 : 118).

Pengajaran berkenaan dengan kegiatan bagaimana guru mengajar

serta bagaimana peserta didik belajar. Kegiatan pengajaran ini merupakan

suatu kegiatan yang disadari dan direncanakan. Suatu kegiatan yang

direncanakan atau kegiatan berencana menyangkut tiga hal, yaitu

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Demikian juga halnya dengan

pengajaran. Setiap guru semestinya melakukan persiapan mengajar

sebelum memasuki suatu proses pembelajaran.

Persiapan mengajar pada hakekatnya merupakan perencanaan

jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan tentang apa

yang akan dilakukan. Dengan demikian, persiapan mengajar merupakan

upaya untuk memperkirakan tindakan yang dilakukan dalam kegiatan

pembelajaran. Perencanaan pembelajaran berbasis kompetensi, yakni:

kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian

berbasis kelas (PBK). Kompetensi dasar berfungsi mengembangkan

potensi peserta didik, materi standar berfungsi memberi makna terhadap

kompetensi dasar, indikator hasil belajar berfungsi menunjukkan

keberhasilan pembentukan kompetensi pada peserta didik, sedangkan

PBK berfungsi mengukur pembentukan kompetensi dan menentukan

tindakan yang harus dilakukan apabila kompetensi dasar belum terbentuk

atau belum tercapai.

59

59

Hamid Darmadi selanjutnya menegaskan bahwa perencanaan

persiapan mengajar sesungguhnya bertujuan mendorong guru agar lebih

siap melakukan kegiatan pembelajaran dengan perencanaan yang

matang. Oleh karena itu, setiap akan melakukan pembelajaran guru wajib

melakukan persiapan, baik persiapan tertulis maupun tidak tertulis. Dosa

hukumnya bagi guru yang mengajar tanpa persiapan, dan hal tersebut

hanya akan merusak mental dan moral peserta didik. (Hamid Darmadi,

2009 : 115)

Perencanaan pengajaran (instructional design) dapat dilihat dari

berbagai sudut pandang, yaitu:

a) Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses adalah

pengembangan pengajaran secara sistematik yang menggunakan

secara khusus teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin

kualitas pembelajaran. Dalam perencanaan ini kebutuhan dianalisis dari

proses belajar dengan alur yang sistematik untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Termasuk di dalamnya melakukan evaluasi terhadap

materi pelajaran dan aktivitas-aktivitas pengajaran.

b) Perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari

pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan

hasil-hasil penelitian dan teori-teori tentang strategi pengajaran dan

implementasinya terhadap strategi-strategi tersebut.

c) Perencanaan pengajaran sebagai sains (science) adalah mengkreasi

secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi,

60

60

dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap

unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran

dengan segala kompleksitasnya.

d) Perencanaan pengajaran sebagai realitas adalah ide pengajaran yang

dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu

ke waktu dalam suatu proses yang dikerjakan, di mana perencana

(guru) mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai

dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik.

e) Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan

dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan

pembelajaran. Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang

sistematik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada

sistem perencanaan tersebut.

f) Perencanaan pengajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan

yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat

mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif untuk

menemukan solusi terhadap problem-problem pengajaran. (Hamid

Darmadi, 2009 : 120)

Setidaknya ada tiga kategori pendekatan yang dijadikan pijakan

dasar dalam menyusun perencanaan pengajaran, yaitu:

(1) Pendekatan permintaan masyarakat

(2) Pendekatan ketenagakerjaan

(3) Pendekatan efisiensi investasi atau nilai imbalan

61

61

Ketiga pendekatan di atas sekarang banyak dipakai dalam

perencanaan pengajaran, baik oleh negara-negara maju maupun oleh

negara berkembang. Indonesia cenderung menggunakan ketiga-tiganya

secara bersama-sama, hanya berbeda dalam penekanannya saja. Selain

ketiga pendekatan tersebut, sejak tahun enam puluhan dikenal juga suatu

pendekatan lain yang dianggap lebih komprehensif, yaitu apa yang

disebut pendekatan sistem. (Hamid Darmadi, 2009 : 121).

Perencanaan pengajaran dewasa ini terkait dengan teknologi

pendidikan yang menekankan pengajaran sebagai suatu sistem. Dapat

dijelaskan bahwa pengajaran sebagai sistem merupakan suatu

pendekatan mengajar yang menekankan hubungan sistemik antara

berbagai komponen dalam pengajaran. Hubungan sistemik mempunyai

arti bahwa komponen yang terpadu dalam suatu pengajaran sesuai

dengan fungsinya yang saling berhubungan satu sama lain dan

membentuk satu kesatuan. Hubungan sistemik atau penekanan kepada

sistem merupakan ciri pertama dari pengajaran ini. Ciri kedua adalah

penekanan kepada perilaku yang dapat diukur atau diamati. C

Pengajaran mempunyai beberapa komponen, yaitu komponen

tujuan pengajaran, bahan ajar, metode pembelajaran, media, dan evaluasi

pengajaran. Pengajaran yang bercirikan sistem menekankan keterpaduan

antara keseluruhan komponen, komponen yang satu berhubungan erat

dengan komponen lainnya. Dalam pengajaran sebagai sistem, tujuan

memegang peranan-peranan utama. Tujuan pengajaran menjadi acuan

62

62

bagi keempat komponen pengajaran lainnya. Sebagai suatu acuan, maka

dalam penyusunan program pengajaran, tujuan menjadi komponen

pertama yang perlu dirumuskan. Selanjutnya, pemilihan dan perumusan

komponen lainnya mengacu pada tujuan.

Dalam pandangan Oemar Hamalik, model perencanaan pengajaran

terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut:

(a) Tujuan instruksional (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar):

tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai dalam jangka waktu

pertemuan kelas yang ditetapkan secara tepat dan operasional.

(b) Materi: bahan-bahan instruksional yang akan digunakan selama

pelajaran dijelaskan dalam kaitannya dengan maksud dan cara yang

diintegrasikan ke dalam pelajaran.

(c) Motivasi: deskripsi tentang cara guru merangsang hasrat dan minat

peserta didik pada kegiatan permulaan dan selama berlangsungnya

pelajaran tersebut.

(d) Prosedur: langkah-langkah dalam urutan instruksional yang

disediakan, yang meliputi peranan guru dan peranan peserta didik.

Komponen ini memuat tingkah laku guru dan tingkah laku peserta

didik selama berlangsungnya pengajaran.

(e) Perkiraan waktu: pencatatan yang seksama tentang jumlah waktu

yang dijadwalkan bagi setiap tahap urutan belajar yang harus

disediakan dalam rencana.

(f) Penilaian: kerangka pertanyaan-pertanyaan dan topik-topik untuk

63

63

menilai kebaikan dan kelemahan pelajaran. Kesempatan bagi peserta

didik untuk menilai pelajaran dapat juga disediakan.

(g) Kerja mandiri dan tingkat lanjut: penugasan sebagai tindak lanjut

dijelaskan dalam rencana. Misalnya kegiatan-kegiatan melakukan

kunjungan ke pusat-pusat belajar dan perpustakaan, tugas pekerjaan

rumah berdasarkan tujuan-tujuan pelajaran dan sebagainya. (Oemar

Hamalik, 2006 : 7).

Dalam proses pembelajaran, guru yang sekaligus pendidik,

memegang posisi dan peranan utama. Guru harus mengantar peserta

didik untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dan

mengembangkan segenap potensi pedagogisnya dalam mencapai tujuan

pembelajaran. Abdullah Idi menjelaskan peranan guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran sebagai berikut:

1. Merencanakan unit pengajaran

2. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik

3. Menguraikan kegiatan belajar yang sesuai

4. Menghubungkan pengalaman belajar dengan minat peserta didik

secara individual

5. Mengorganisasikan kurikulum

6. Mengevaluasi kemajuan peserta didik. (Abdullah Idi, 2007 : 235).

Dalam perencanaan kegiatan pembelajaran, pendidik perlu

menentukan tujuan yang jelas mengenai apa yang hendak dicapai dan

mempertimbangkan alasan mengajarkan hal itu, yakni alasan

64

64

menyampaikan suatu pokok bahasan, sehingga arah pekerjaan pendidik

terarah dan efektif. Karenanya, pelajaran yang disajikan harus mempunyai

perencanaan, pengoreksian, atau kesesuaiannya dengan rencana

pelajaran. Jelasnya, tujuan seorang pendidik dalam membuat rencana

pelajaran adalah agar tercipta kondisi aktual sehingga dapat mendukung

pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan secara optimal, baik tujuan

khusus maupun tujuan umum.

Kreativitas seorang guru dalam proses pembelajaran ditinjau dari

berbagai aspek seperti menciptakan iklim kelas yang kondusif, memenej,

umpan balik dan memberi penguatan dalam mengemukakan materi

pembelajaran, dan pembaharuan diri dan pengembangan seluruh

komponen pembelajaran.

Beberapa hal berdasarkan penelitian berkorelasi dengan kreativitas

guru dalam hal iklim situasi kelas mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Menciptakan interpersonal yang kuat, khususnya empati, respek dan

kesungguhan.

2. Menciptakan hubungan yang baik dengan peserta didik.

3. Kesungguhan dalam menerima dan peduli terhadap peserta didik

atau peserta didik.

4. Mengekspresikan ketertarikan dan antusisme.

5. Menciptakan suatu atmosfer kebersamaan dan kepaduan

kelompok.

65

65

6. Mengikutsertakan peserta didik dalam pengaturan dan

perencanaan.

7. Mendengarkan peserta didik dan menghormati hak mereka untuk

berbicara dalam resitasi dan diskusi.

8. Meminimalkan perselisihan dalam setiap hal.

Adapun strategi pengaturan manajemen guru yang kreatif meliputi:

a. Mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan proses

pembelajaran.

b. Mengajukan pertanyaan atau tugas-tugas yang membutuhkan tingkat

pemikiran yang berbeda.

c. Memberikan respon yang sifatnya mendukung terhadap peserta didik

yang berkemampuan rendah.

d. Memberikan feed back yang positif terhadap respon-respon peserta

didik.

e. Mengunakan kurikulum dan metode pengajaran yang inovatif.

Dalam proses pembelajaran guru merupakan sumber daya edukatif

dan sekaligus aktor proses pembelajaran yang utama. Untuk itu,

kreativitas seorang guru selalu menjadi hal yang utama dalam

pembelajaran. Perubahan yang cepat dalam teknologi informasi dan

teknologi pembelajaran bukan menjadi penghalang bagi guru sebagai

sumber dan aktor pendidikan yang utama, melainkan menjadi tantangan

yang menuntut kreativitas dan kompetensi profesional guru yang lebih

tinggi.

66

66

Dalam standar nasional pendidikan, kompetensi profesional adalah

kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam

yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar

kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Terdapat

beberapa kemampuan dasar keguruan yang menjadi tolok ukur kinerjanya

sebagai pendidik profesional, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Guru dituntut menguasai bahan ajar. Penguasaan bahan ajar dari para

guru sangatlah menentukan keberhasilan pengajarannya. Guru

hendaknya menguasai bahan ajar wajib (pokok), bahan ajar pengayaan

dan bahan ajar penunjang dengan baik untuk keperluan pengajarannya

dan mampu menjabarkan serta mengorganisasi-kan bahan ajar secara

sistematis;

b. Guru mampu mengolah program pembelajaran. Guru diharapkan

menguasai secara fungsional tentang pendekatan sistem pengajaran,

asas pengajaran, prosedur-metode, strategi-teknik pengajaran,

menguasai secara mendalam serta berstruktur bahan ajar, dan mampu

merancang penggunaan fasilitas pengajaran;

c. Guru mampu mengelola kelas, usaha guru menciptakan situasi sosial

kelasnya yang kondusif untuk belajar sebaik mungkin;

d. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.

Kemampuan guru dalam membuat, mengorganisasi, dan merawat serta

menyimpan alat pengajaran dan atau media pengajaran adalah penting

dalam upaya meningkatkan mutu pengajaran;

67

67

e. Guru menguasai landasan-landasan kependidikan. Guru yang

menguasai dasar keilmuan dengan mantap akan dapat memberi

jaminan bahwa peserta didiknya belajar sesuatu yang bermakna dari

guru yang bersangkutan;

f. Guru mampu mengelola interaksi pembelajaran, guru mampu berperan

sebagai motivator, inspirator, organisator, fasilitator, evaluator,

membantu penyelenggaraan administrasi kelas serta sekolah, dan ikut

serta dalam layanan B.K di sekolah. Dalam pengajaran guru dituntut

cakap dalam aspek didaktis-metodis agar peserta didik dapat belajar

giat;

g. Guru mampu menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan

pengajaran. Keahlian guru dalam pengukuran dan penilaian hasil

belajar peserta didik mempunyai dampak yang luas, data penilaian

yang akurat sangat membantu untuk menentukan arah perkembangan

diri peserta didik, memandu usaha, optimalisasi dan integrasi

perkembangan diri peserta didik;

h. Guru mengenal fungsi serta program pelayanan BK. Mampu menjadi

partisipan yang baik dalam pelayanan BK di sekolah, membantu

peserta didik untuk mengenali serta menerima diri dan potensinya

membantu menentukan pilihan-pilihan yang tepat dalam hidup,

membantu peserta didik berani menghadapi masalah hidup, dan lain-

lain. (E. Mulyasa, 2007 :75)

3. Sertifikasi Guru

68

68

Sertifikasi guru sebagai salah satu program pemerintah, memiliki

tujuan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan tugas

untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, meningkatkan proses dan

mutu hasil pendidikan, meningkatkan martabat guru, dan meningkatkan

profesionalisme guru.

Pemerintah mengharapkan bahwa dengan diadakannya sertifikasi

guru akan melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten,

yang dapat merusak citra profesi guru, melindungi masyarakat dari

praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional

serta agar mampu meningkatkan kesejahteraan guru.

Program sertifikasi sangat penting dilaksanakan dalam rangka

peningkatan kualitas guru agar dapat memenuhi standar nasional

pendidikan sebagaimana ditegaskan dalam dasar pelaksanaan sertifikasi

yaitu UUD RI 1945, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen, dan PP RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan. (UU RI Nomor 20 Tahun 2003)

Sertifikat pendidik adalah syahādah al Muallim (bukti fisik)

semacam piagam yang menandakan bahwa guru tersebut telah

mengikuti dan lulus program sertifikasi sehingga kepadanya diberikan

sertifikat pendidikan. Sertifikat pendidik ini diberikan kepada guru yang

memenuhi standar profesionalisme melalui kinerja guru. Standar

profesionalisme guru tercermin dari uji kompetensi. Uji kompetensi

69

69

dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio maupun penilaian

lainnya melalui pelatihan atau diklat yang diikuti guru. Penilaian

portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profeisonal guru

dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang

mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan,

pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pem-belajaran,

penilaian dari atasan, prestasi akademik, karya pengembangan profesi,

keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang

kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan. (Ketut Rindjin,

2007 : 51).

Sertifikasi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat

pendidik kepada seseorang yang telah bertugas sebagai guru pada

satuan pendidikan. Seorang guru yang memperoleh sertifikat pendidik

tersebut merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan

kepada guru tersebut sebagai tenaga profesional.

Guru sebagai tenaga profesional tentunya akan menghasilkan

pendidikan yang berkualitas, yang diharapkan mampu melahirkan

manusia Indonesia yang berkualitas pula. Manusia berkualitas dimaksud

yaitu yang beriman, bartakwa dan berakhlak mulia, serta sehat jasmani

dan rohani, cerdas, cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab, serta

memiliki daya saing yang tinggi yang mampu menghadapi tantangan

global. (UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab II,

Pasal, 6)

70

70

Khusus bagi guru madrasah dan guru Pendidikan Agama Islam

pada sekolah umum yang berada di bawah binaan Kementerian Agama,

pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan tersebut dilaksanakan oleh

Kementerian Agama RI, dengan kriteria peserta, baik yang berstatus

Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun non-PNS, yang telah memiliki

kualifikasi akademik minimal sarjana dan telah mendaftarkan diri atau

dalam proses pemetaan. Khusus bagi guru yang belum sarjana atau

belum berijazah diploma IV diatur dalam PP RI Nomor 74 tahun 2008

pasal 66:

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya PeraturanPemerintah ini, Guru dalam jabatan yang belum memenuhiKualifikasi Akademik S-1 atau D.IV, dapat mengikuti Uji Kompetensiuntuk memperoleh Sertifikat pendidik apabila sudah: 1) mencapaiusia 50 (lima puluh) dan mempunyai pengalaman kerja 20 (duapuluh) tahun sebagai guru; atau 2) mempunyai golongan IV/, atauyang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.

Adapun tujuan program sertifikasi dalam jabatan di lingkungan

Kementerian Agama adalah: (1) Meningkatkan kualitas lulusan madrasah,

melalui peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru; (2) Guru

madrasah bertugas dengan penuh dedikasi dan profesional, dengan

mendapatkan pengakuan sebagai tenaga pendidik profesional; serta (3)

Guru sebagai pendidik profesional mendapatkan hak-hak profesionalnya

dan apresiasi yang layak untuk terus mengemban tugas meningkatkan

mutu pendidikan, khususnya di madrasah. Kompetensi guru dalam

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, pada Bab VI pasal 28 ayat 3: Kompetensi sebagai sebagai

71

71

agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta

pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b)

kompetensi kepribadian, (c) kompetensi professional, dan (d) kompetensi

sosial. (PP RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Bab.VI, pasal. 28).

Dalam meningkatkan semangat kerja guru ketika melaksanakan

tugas. Hasil penelitian Hersey dalam Kustimi menunjukkan bahwa ada

sepuluh faktor yang mempengaruhi semangat kerja seseorang dalam

melaksanakan tugas, yaitu kesiapan kerja, kondisi kerja, organisasi kerja,

kepemimpinan, gaji, kesempatan mengemuka-kan ide, kesempatan

mempelajari tugas, jam kerja, dan kemudahan kerja.

Di sisi lain, hasil penelitian Sylvia dan Hutchison dalam Agung juga

menemukan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi turunnya

semangat kerja pegawai, khususnya guru, yaitu dukungan teman sejawat,

hubungan dengan pimpinan, gaji, pekerjaan dan tanggung jawab,

kurangnya kesempatan berkembang, kondisi kerja, dan beban kerja yang

berlebihan. Sedangkan Mc Laughtin menemukan bahwa ada tiga faktor

yang menyebabkan rendahnya semangat kerja guru, yaitu kurangnya

input dalam pengambilan keputusan, kurangnya hubungan teman sejawat,

dan kurangnya pengakuan prestasi.

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru

menyatakan guru adalah pendidik profesional. Guru yang dimaksud

72

72

meliputi guru kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan

konseling/konselor, dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas

satuan pendidikan. Guru profesional dipersyaratkan memiliki kualifikasi

akademik yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dan

menguasai kompetensi sebagaimana dituntut oleh undang-undang

tentang guru dan dosen. Pengakuan guru sebagai pendidik profesional

dibuktikan melalui sertifikat pendidik yang diperoleh melalui suatu proses

yang disebut sertifikasi. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai salah

satu upaya peningkatan mutu guru diharapkan dapat meningkatkan mutu

pendidikan pada satuan pendidikan formal. Untuk itu, terus dilakukan

perbaikan pelaksanaan sertifikasi guru. Pada tahun 2011 perbaikan

tersebut antara lain menyangkut (1) implementasi sertifikasi guru berbasis

program studi; (2) mekanisme registrasi peserta; (3) implementasi tes

awal online; (4) penataan ulang substansi dan rubrik penilaian portofolio;

(5) substansi pelatihan, strategi pembelajaran, dan sistem penilaian

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).

Pelaksanaan kegiatan sertifikasi guru dalam jabatan melibatkan

banyak instansi yang terkait. Agar dapat dilakukan penjaminan mutu

terhadap mekanisme dan prosedur pelaksanaan sertifikasi guru, maka

diperlukan pentunjuk teknis pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam

jabatan.

Adapun dasar hukum sertifikasi guru yaitu;

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

73

73

Sistem Pendidikan Nasional.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008

tentang Guru.

5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005

tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.

6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2011

tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.

7. Keputusan Mendiknas Nomor 076/P/2011 tentang Pembentukan

Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).

8. Keputusan Mendiknas Nomor 075/P/2011 tentang Penetapan

Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru dalam Jabatan.

C. Kerangka Pikir

Guru memegang peranan penting dan strategi dalam upaya

mengembangkan watak dan kepribadian serta potensi peserta didik

dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia, pendidikan

melalui pelatihan profesi guru adalah menghasilkan calon guru yang

memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia,

74

74

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang

demokratis dan bertanggung jawab. (Republik Indoneisa, UU RI No.20

tahun 2003). Kinerja guru akan mengubah peran guru yang semula

sebagai orator, yang verbalistis menjadi kekuatan dinamis dalam

rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multifungsi sebagai

fasilitator, motivator, informator, komunikator dan transpormator. (H.

Mohamad Surya, 2003 : 7). Jika menginginkan kualitas pendidikan di

Indonesia ke depan maka sertifikasi dan profesionalisme harus di

korelasikan, artinya guru yang telah memiliki sertifikat pendidik adalah

guru yang profesional.

Sertifikasi guru merupakan sebuah terobosan dalam dunia

pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang

guru, sehingga ke depan semua guru harus memiliki sertifikat sebagai

lisensi atau ijin mengajar. Dengan demikian, upaya pembentukan guru

yang profesional di Indonesia segera menjadi kenyataan dan

diharapkan tidak semua orang dapat menjadi guru dan tidak semua

orang menjadikan profesi guru sebagai batu loncatan untuk

memperoleh pekerjaan seperti yang terjadi belakangan ini.

Pelaksanaan sertifikasi menuju profesionalisme guru dilandasi oleh

beberapa perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, peraturan

Menteri antara lain; (1) UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 42 dan 61, (2) UU RI No 14 tahun 2005

tentang Guru dan Dosen pasal 8 dan 11, (3) Peraturan Pemeritah No.

75

75

19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 29, (4)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 32 tahun 2013 tentang

Standar Kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Namun yang

menjadi kajian utama dalam penelitian ini adalah UU RI No 14 tahun

2005 tentang Guru dan Dosen.

Berikut ini digambarkan diagram pikir pelaksanaan

penelitiannya.

76

76

Kerangka Pikir

Landasan YuridisUU RI No.20 tahun 2003UU RI No 14 tahun 2005PP RI No. 19 tahun 2005Pamendiknas No. 32 tahun 2013

Kinerja Guru

Sertifikasi

Memilikikompetensiprofessional

meliputi bakat,minat, idealisme,tanggungjawab,berkomitmen

meningkatkan mutupendidikan, dll (lihatUURI No.14 Tahun2005 bab III pasal 7

HASILPENELITIAN

kualifikasi akademik,pendidikan dan

pelatihan, pengalamanmengajar, prestasiakademik, karya

pengembangan profesi,keikutsertaan dalam

forum ilmiah,pengalaman organisasidi bidang kependidikan

dan sosial

Peningkatan kualitaskinerja dan mutupendidikan,penambahan

keterampilan dankretatifitas, terwujud

kompetensiprofesi guru.

Guru PAI

Landasan Teologis- Al-Quran- Al-Hadis- Ijtihad

77

77

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Jenis Penelitian

1. lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian penulis dan permasalahannya,

maka penelitian ini dilaksanakan di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang,

lokasi penelitian ini dianggap strategis karena berda di Jln K.H. Abd.

Muin Yusuf Kelurahan Benteng Kec. Baranti Kab. Sidrap.

2. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif

yang merupakan suatu bentuk penelitian ditujukan untuk mendeskripsikan

fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun

fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas,

karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara

fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. (Sukmadinata, 2006 : 72).

Jenis penelitian ini bersifat kualitatif yaitu penelitian yang berusaha

menangkap gejala secara holistik kontekstual melalui pengumpulan data

dari subyek yang diteliti sebagai sumber langsung dengan instrumen

kunci peneliti sendiri, yaitu peneliti merupakan perencana, pelaksana

pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi

pelapor hasil penelitiannya.

78

78

Dalam penelitian kualitatif misalnya, teknik pengumpulan data yang

utama yaitu menggunakan daftar wawancara tertulis kepada informan,

data yang diperoleh adalah data kualitatif. Selanjutnya untuk memperkuat

dan mengecek validitas data hasil wawancara tersebut, maka dapat

dilengkapi dengan observasi atau wawancara kepada informan yang telah

memberikan jawaban pertanyaan yang diajukan penulis, atau orang lain

yang memahami terhadap masalah yang diteliti. (Sugiyono, 2008 : 39).

Sehingga dengan adanya data kualitatif melalui wawancara mendalam

kepada pihak pengelola yang berwenang memberikan informasi sehingga

penulis dapat menyusun suatu proporsi.

Dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif yang dimaksudkan ini

adalah suatu upaya untuk mengungkapkan secara mendalam mengenai

beberapa hal yang berkaitan dengan kinerja guru PAI yang telah lulus

pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) dengan yang belum

disertifikasi pada MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan adalah pola pikir yang digunakan untuk membahas

obyek penelitian. Berdasar pada masalah yang diteliti maka metode

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan survay yang

mengunakan pola pedagosis, psikologis, dan teologis normatif.

Pendekatan yang diteliti secara pedagogis disebut pula dengan

pendekatan kependidikan, dan yang menjadi penekanan di sini adalah

79

79

tentu pada aspek kependidikan Islam. Juga pendekatan psikologis

digunakan karena orientasi penelitian ini adalah guru-guru PAI yang

mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama Islam yang sarat

dengan nilai-nilai spiritual. Metode pendekatan kependidikan dan

psikologis yang mengarah pada nilai spiritual inilah yang menyebabkan

penulis menggunakan pula pendekatan teologis normatif. Pendekatan

teologis normatif digunakan dalam rangka melihat penomena-

penomena keagamaan dan pelaksanaan ajaran PAI di lingkungan MTs

Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang yang dijadikan lokasi penelitian.

Menelaah hasil permasalahan tesis ini, ada beberapa pendekatan

yang digunakan, yaitu pendekatan paedagogik, teologis normatif, dan

manajerial ketiga pendekatan ini digunakan karena obyek yang diteliti

membutuhkan bantuan jasa ilmu-ilmu tersebut dengan pertimbangan:

1. Pendekatan pedagogik digunakan karena sasaran utama dalam

penelitian ini adalah guru yang memiliki tingkat kemampuan pedagogik

yang tinggi dalam memberdayakan seluruh komponen proses

pembelajaran di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.

2. Pendekatan teologis normatif digunakan karena berhubungan dengan

pelaksanaan pendidikan dalam hal ini guru yang mengajar pada

madrasah sebagai konsepsi yang memiliki kompetensi hidup manusia

80

80

atau disiplin ilmu yang membicarakan hubungan antara manusia

dengan penciptaNya.

3. Pendekatan Manajerial digunakan untuk mengetahui upaya pihak

pengelola sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan

manajemen pendidikan khususnya dalam PAI. Konsep ini menekankan

pada perincian secara konsisten terhadap perbaikan yang

berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggang

(peserta didik). Pendekatan manajemen digunakan karena sasaran

utama dalam penelitian ini adalah pengelola pendidikan merupakan

manajerial yang tinggi dalam memberdayakan seluruh komponen

proses pembelajaran.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah, kepala Madrasah, guru-

guru, dan peserta didik pada lingkup MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang,

yang di anggap mempunyai kapabilitas untuk memberikan informasi yang

valid dan akurat, yang dijadikan sebagai sumber data.

Adapun Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis data, yaitu:

a. Data primer, dalam penelitian lapangan, data primer merupakan data

utama yang diambil langsung dari para informan yang dalam hal ini

adalah kepala Madrasah, guru-guru dan peserta didik-peserta didik

pada lingkungan MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa

81

81

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang. Data

ini berupa hasi interview (wawancara).

b. Data sekunder, pengambilan data dalam bentuk dokumen-dokumen

yang telah ada serta hasil penelitian yang ditemukan peneliti secara

tidak langsung. Data ini berupa dokumentasi penting menyangkut profil

pendidikan di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang amat penting dan

strategis kedudukannya dalam keseluruhan kegiatan penelitian, karena

data yang diperlukan untuk menjawab rumusan masalah penelitian

diperoleh melalui instrumen. Instrumen yang peneliti digunakan dalam

penelitian tesis ini berupa:

a. Pedoman wawancara (interview) kepada informan yang terkait

untuk mengetahui perannya terhadap pelaksanaan pendidikan

pada MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yang dijadikan

sebagai informan mendukung yaitu kepala madrasah, guru, dan

peserta didik-peserta didik pada MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang.

b. Cheklist untuk data observasi yang peneliti lakukan saat pengamatan

pada kegiatan yang dilakukan oleh kepala madrasah, guru-guru PAI,

82

82

dan peserta didik-peserta didik pada MTs Pondok Pesantren Al-

Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap yang terkait

dalam melakukan tugasnya.

c. Dokumentasi Arsip-arsip tentang kualitas peserta didik pada MTs

Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang.

E. Metode Pengumpulan Data

Sudah dimaklumi bahwa penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang

sistematis, terarah, dan bertujuan, maka pengumpulan data penelitian

adalah sangat penting guna menjelaskan fenomena yang sedang diteliti

atau menggambarkan variabel-variabel yang diteliti. Marzuki menjelaskan

bahwa data atau informasi yang dikumpulkan harus relevan dengan

persoalan yang dihadapi, artinya data itu bertalian, berkaitan, mengena,

dan tepat. (Marzuki, 2008 : 55). Disinilah letak arti penting dari pada alat

pengumpulan data atau yang disebut dengan instrumen penelitian.

Untuk mengumpulkan data yang bertalian atau relevan dengan

variabel penelitian ini digunakan dua instrumen pokok yaitu daftar

wawacara tertulis dan lembaran observasi. Beberapa dokumen yang

relevan dan bertalian dengan penelitian ini juga diteliti pada saat

pengumpulan data dilakukan. Di samping itu, juga dilakukan wawancara

lansung dengan pihak yang bersangkutan.

a. Observasi adalah peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang

yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data

83

83

penelitian. Dan penelitian dirancang secara sistematis, tentang apa

yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya.

b. Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, semacam

percakapan yang bertujuan memperoleh data yang mendalam dalam

komunikasi tersebut yang dilakukan secara berhadapan. (S. Nasution,

2007 : 113) Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk

menunjang data yang dikumpulkan lewat naska-naska.

c. Dokumentasi, dalam dokumentasi yang diteliti adalah dokumen, yang

dalam konsep umum terbatas hanya apada bahan-bahan tertulis saja

dalam berbagai kegiatan. S. Nasution, 2007 : 115) Dokumentasi

adalah proses pengumpulan, pemilihan, dan pengolahan naskah-

naskah asli atau informasi-informasi tertulis yang dipergunakan

sebagai alat pembuktian atau bahan untuk mendukung suatu

keterangan atau argumen. Naskah-naskah atau informasi tertulis

(dokumen) yang diteliti pada penelitian ini adalah naskah-naskah yang

berkaitan dengan variabel yang ada.

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan teknik

deskriptif kualitatif. Teknik analisis deskriptif kualitatif yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah analitik non statistik dengan pendekatan induktif yaitu

suatu analisis data yang bertolak dari problem atau pernyataan maupun

tema spesifik yang dijadikan fokus penelitian. (Sugiyono, 2011 :11). Jika

84

84

dikaitkan dengan penelitian ini, maka situasi kinerja guru PAI pada MTs

Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang akan diamati lalu hasil pengamatan

tersebut akan digambarkan sebagaimana adanya, baik berupa problem

strategi pembelajaran dan derivasinya, melalui pernyataan sumber data

dan tema penelitian itu sendiri dalam hubungannya dengan hasil

pembelajaran dan implementasinya di Masyarakat.

Panulis menempuh tiga cara dalam mengolah data penelitian ini:

1. Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan, memfokus-

kan, mengabstraksi dan mengubah data kasar yang muncul dari

catata-catatan lapangan. Reduksi data dimaksudkan untuk

menentukan data ulang sesuai dengan permasalahan penelitian.

2. Sajian data atau display data adalah suatu cara merangkai data

dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk membuat

kesimpulan atau tindakan yang diusulkan. Sajian data pada

penelitian ini adalah memilih data yang disesuaikan dengan

kebutuhan penelitian.

3. Verifikasi atau penyimpulan data yaitu penjelasan tentang makna

data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukkan alur

kausalnya, sehingga dapat diajukan proposisi yang terkait

dengannya. (Sugiyono, 2008 :11). Dalam peneitian ini dipakai untuk

penentuan hasil akhir dari keseluruhan proses tahapan analisis,

sehingga keseluruhan permasalahan dapat dijawab sesuai dengan

85

85

kategori data dan masalahnya. Pada bagian ini akan muncul

kesimpulan-kesimpulan yang mendalam secara komprehensif dari

data hasil penelitian.

86

86

BAB IV

ANALISIS KINERJA GURU YANG BERSERTIFIKASI DANBELUM DI PONDOK PESANTREN AL URWATUL WUTSQA

KECAMATAN BARANTI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

A. Profil MTS Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa KecamatanBaranti Kabupaten Sidenreng Rappang

Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa (M.Ts-

PPUW) Benteng Sidenreng Rappang didirikan oleh Anre Gurutta K.H. Abd.

Muin Yusuf pada tanggal tanggal 1 Januari 1974. MTs-PPUW adalah

salah satu Madrasah Tsanawiah terkemuka di Kab. Sidenreng Rappang

dengan memperoleh Akreditasi B dari Badan Akreditasi Nasional

Madrasah/ Madrasah.

Letak geografis M.TS PPUWberada di Kel. Benteng Kec. Baranti

Kab. Sidenreng Rappang letaknya lebih kurang 3 KM dari arah selatan

Kota Rappang dan 190 KM arah utara Kota Makassar Ibukota Prop.

Sulawesi Selatan.

Pengambilan nama “al-Urwatul Wutsqaa” dikutip dalam salah satu

penggalan kalimat dalam ayat suci al Qur’an yakni Surah al-Baqarah ayat

256 yang berarti tali yang kokoh. Sejak berdirinya, PPUW pertama kali

dipimpin oleh Anre Gurutta K.H. Abd. Muin Yusuf yang lebih dikenal

dengan sebutan Kali Sidenreng. Beliau wafat pada tanggal 23 Juni 2004

dalam usia 84 tahun. Pada saat usia Anre Gurutta memasuki usia yang

sangat lanjut, tepatnya pada bulan Maret 2002, estafet kepemimpinan

87

87

diserahkan kepada cucunya, Ustadz, H. Imran Anwar Kuba, Lc., M.HI.

Ustadz, H. Imran Anwar Kuba, Lc., M.HI menakhodai PPUW hingga

Tahun 2013, sampai kemudian beliau mengundurkan diri pada tahun

tersebut. Setelah pengunduran diri Dr. H. Imran Anwar Kuba, Lc., M.Hi,

maka Dewan Pengurus Yayasan yang diketuai Oleh H.M. Farid Muin

(putra pertama Anre Gurutta K.H. Abd. Muin Yusuf), melakukan rapat.

Dalam rapat tersebut diputuskan untuk mengangkat H. Muh. Asri Kasman,

Lc sebagai Pimpinan PPUW masa bakti Tahun 2013-2016. (Profil PPUW :

2015).

Tujuan Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa (M.Ts-PPUW) yaitu; membentuk pribadi muslim Indonesia yang

bertaqwa pada Allah swt, berakhlakul karimah, berilmu, cakap dan

bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya.

Visi

Terwujudnya Madrasah Tsanawiah yang Mandiri, Unggul,

Terpercaya dan salah satu M.Ts terbaik di Sulawei Selatan Pada tahun

2020, dengan melahirkan alumni-alumni yang berdaya saing global,

berakhlakul karimah dan berwawasan lingkungan.

Misi

1. Mencetak kader-kader ulama sebagai pewaris para nabi.

2. Mencetak kader-kader umara (pemimpin) anti korupsi dan anti

Narkoba sebagai pelanjut estafet kepemimpinan bangsa.

88

88

3. Mencetak kader-kader pelayan ummat yang memiliki kemandirian

dan profesional dalam bidangnya masing-masing.

4. Mencetak generasi muslim Indonesia yang shaleh/shalehah

dengan mengamalkan ajaran Islam secara kaffah dan istiqamah.

5. Meningkatkan dan memperluas jaringan kerjasama dengan

berbagai pihak untuk peningkatan kwalitas pendidikan dan

pengabdian pada masyarakat.

6. Mewujudkan MTs PPUW sebagai Madrasah yang peduli

lingkungan. (Profil PPUW : 2015).

Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

(M.Ts-PPUW) adalah salah satu Lembaga Pendidikan Keagamaan

Swasta yang bernaung di bawah Yayasan Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa yang resmi diakui keberadaannya oleh pemerintah dengan Akte

Yayasan No. 16 tertanggal 12 Januari 1976 di depan Notari Abu Yusuf

dan terdaftar pada Pengadilan Negerei Sidenreng Rappang.

Pada tahun 1993, Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al

Urwatul Wutsqaa (M.Ts-PPUW) mendapatkan Status Diakui dari Direktur

Jenderal Pembinaan dan Pengembangan Agama Islam (Dirjen Binbaga

Islam) No. 91/B.IV/PP.03.2/Kep/X/93.

Dalam melakukan pengajaran, Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa (M.Ts-PPUW) menyeimbangkan kurikulum

Pendidikan Agama (Kemenag) dari Kementerian Agama dengan

89

89

kurikulum Pendidikan umum dari Kementerian Pendidikan Nasional

(Kemdiknas).

Selain kedua kurikulum tersebut, Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

(PPUW) juga memiliki kurikulum tersendiri yakni Kurikulum Pendidikan

Kepesantrenan yang tidak diajarkan dimadrasah-madrasah lain

(SMU/SMP/MADRASAH). Kurikulum Pendidikan Kepesantrenan ini

melakukan pembelajaran sistim pengajian Halaqah dengan mengkaji

berbagai macam kitab-kitab turats (karya ulama-ulama pada masa lampau)

yang lebih dikenal dengan sebutan kitab kuning atau kitab gundul. Kitab-

kitab tersebut adalah :

1. Kitab “Matnul Ajrumuiyah”

2. Kitab “Tafsir jalalain”

3. Kitab “Tafsir Ibnu Katsir”

4. Kitab “Subulus Salaam”

5. Kitab “Shahih Muslim”

6. Kitab “Fathul Qariib”

7. Kitab “Fathul Muin”

8. Kitab “Ushul Fiqhi”

9. Kitab “Rahiiqil Makhtum”

10.Kitab “Sirah Ibnu Hisyam”

11.Kitab “ Ihya Ulumuddin”

12.Dll

90

90

B.Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam yang telah BersertifikatPendidik di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al UrwatulWutsqaa BentengKecamatan Baranti Kabupaten SidenrengRappang

Fungsi pengelolaan pendidikan pada Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

Sidenreng Rappang sebagai suatu karakteristik dari pendidikan muncul

dari kebutuhan untuk memberikan arah pada perkembangan, baik secara

kualitatif maupun kuantitatif dalam operasional Madrasah. Usaha

pendidikan pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang

meliputi berbagai bidang kegiatan yaitu bidang kegiatan akademik yang

berkenaan dengan proses pembelajaran, bidang kepeserta didikan, dan

bidang ketatausahaan yang meliputi administrasi keuangan dan

kepegawaian.

Pengelolaan Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang

mencakup spektrum yang luas meliputi berbagai ruang lingkup antara lain

bangunan dan lokasi madrasah, fasilitas atau sarana prasarana madrasah,

proses pembelajaran, kondisi peserta didik, kondisi guru, hubungan

internal dan eksternal, kepemimpinan kepala madrasah, serta pembinaan

pengawas pendidikan di madrasah. Semua aspek tersebut sebaiknya

berjalan dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan madrasah oleh karena

inti kegiatan proses pendidikan di madrasah adalah bagaimana efektivitas

91

91

dan efisiensi proses pembelajaran bisa berlangsung secara maksimal.

(Wahidin : 2015).

Dalam kerangka mewujudkan kinerja guru yang bersertifikat

pendidik pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang

melalui fungsi ideal pendidikan dalam meningkatkan kualitas SDM

tersebut, sistem pendidikan agama Islam haruslah senantiasa

mengorientasikan diri kepada menjawab kebutuhan dan tantangan yang

muncul dalam masyarakat, khususnya di lingkungan Madrasah Tsanawiah

Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang sebagai konsekuensi logis dari perubahan.

Pembangunan yang berlangsung demikian cepat dalam beberapa

dasawarsa terakhir telah mengantarkan Indonesia ke dalam barisan

negara-negara industri baru. Meski Indonesia telah mencapai kemajuan

seperti itu, pembangunan tentu saja belum berakhir, Bahkan sebaliknya,

Indonesia harus semakin meningkatkan momentum pembangunannya.

Untuk itu, tidak ada alternatif lain, kecuali penyiapan sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas tinggi dan dibarengi dengan nilai-nilai

moralitas, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keahlian dan

keterampilan. Hanya dengan tersedianya SDM yang berkualitas tinggi itu,

Indonesia bisa survive di tengah pertarungan ekonomi politik Internasional.

((Wahidin : 2015)

92

92

Data variabel kinerja guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

Sidenreng Rappang diperoleh dengan menggunakan intsrumen dan

diperkuat dengan wawancara kepada kepala madrasah dan pengawas

pendidikan di madrasah.

Guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang

yang telah mengikuti sertifikasi pada umumnya menerapkan strategi

pembelajaran modern yang berkonsekuensi secara administrasi untuk

membenahi kurikulum yaitu kepala madrasah dan guru yang tersertifikasi

bersama semua elemen madrasah mengembangkan metode dan

pendekatan pembelajaran yang tepat guna, mulai dari proses

perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian/pembinaan, pengendalian

atau pengawasan hingga proses penilaian terhadap komponen-komponen

penyelenggaraan pendidikan.

Kegiatan pembinaan yang dilakukan guru-guru PAI yang telah

tersertifikasi pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang

berisikan kegiatan-kegiatan yang bersifat oprasional yaitu:

1. Tindakan pikiran yang sistematis (forescasting);

2. Target yang akan dicapai atau diingini oleh institusi (objectives);

3. Tuntunan pokok yang diadakan oleh institusi untuk menentukan

kegiatan yang berulang-ulang atau pedoman kerja (policies/plan of

93

93

action);

4. Kegiatan yang digambarkan untuk melaksanakan pengawasan dalam

mencapai tujuan (programmes dan schedules);

5. Perkiraan dalam perencanaan yang berhubungan dengan taksiran

pendapatan dan pengeluaran yang dinyatakan dalam waktu, jumlah

uang dan jumlah material pada tiap-tiap unit pelaksanaan kegiatan

dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan (budget).

(Wahidin).

Sebagai fungsi atau unsur dari lembaga pendidikan, maka

pengorganisasian di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang

sangat diperhatikan agar setiap komponen yang terlibat dalam

pengelolaan lembaga ini dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya

secara efektif, baik secara administratif maupun fungsional.

Berkenaan dengan hal tersebut, ketika peneliti menelusuri data

tentang perspektif mereka terhadap adanya aktivitas pelatihan atau diklat

bagi guru dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia

termasuk sumber daya guru, diperoleh perspektif yang berbeda tetapi

pada intinya adalah sama. Salah satu hasil penelitian yang diperoleh

adalah “kegitan pelatihan guru atau diklat merupakan suatu kegiatan yang

sangat efektif dan efisien dalam upaya meningkatkan kualitas para guru

PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang, tapi jika

94

94

bobotnya melampaui batas, akan sangat mengganggu kelancaran

kedisiplinan dan kehadiran tatap muka seorang guru di kelas”. (Muh. Jufri)

Hasil penelitian senada dipaparkan Muh. Nur Asri Yahya bahwa

kegiatan pelatihan atau diklat yang dimaksudkan untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia. Searah dengan itu, ia juga mengatakan

bahwa ia sangat mendukung kegiatan pelatihan guru atau diklat karena

dapat meningkatkan sumber daya manusia.(Muh. Nur Asri Yahya : 2015).

Sedangkan Wahidin selaku sekretaris jenderal menuturkan bahwa

kegiatan pelatihan atau diklat merupakan suatu hal yang bagus sebab

dalam pelatihan atau diklat, bukan saja menimba ilmu dari nara sumber

tetapi juga bisa sharing dengan teman-teman (tukar inforniasi dan

pengalaman). Adapun perspektif Umar Ali tentang kegiatan pelatihan atau

diklat, ia megungkapkan bahwa sangat bermanfaat dibandingkan dengan

sertifikasi berdasarkan portofolio. (Wahidin : 2015).

Hal ini menggambarkan bahwa komitmen profesi guru agama pada

Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang dalam menjalankan

tugas utama sebagai guru dalam menarik perhatian peserta didik adalah

sangat sering. Artinya, guru senantiasa atau selamanya menjalankan

tugas sebagai guru profesional sebagaimana dalam UU RI Nomor 14

tahun 2005 disebutkan, guru adalah pendidik profesional dengan tugas

utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,

95

95

dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Hasil wawancara terhadap guru yaitu ia mengungkapkan bahwa

tugas guru hanyalah berurusan dengan pengembangan kompetensi

peserta didik dalam hal melakukan proses pembelajaran. Adapun

mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang

studi hanyalah merupakan tambahan pengabdian. Guru profesional

seharusnya memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan dan

memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi secara kreatif dan

menjadikan sebagai tanggung jawab bersama.

Dalam pespektif guru Pendidikan Agama Islam pada Madrasah

Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan

Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang di atas, menggambarkan bahwa

pada intinya mereka sepaham dan mengakui bahwa kegiatan pelatihan

atau diklat yang diprogramkan pemerintah guna mendorong peningkatan

kualitas dan kompetensi guru menuju guru profesional bahkan ada yang

memiliki perspektif agak tajam bahwa pendidikan dan latihan atau

kegiatan pendidikan lainnya jauh lebih bermanfaat bagi guru dibandingkan

dengan proses forto folio yang terkesan diskriininatif antara satu daerah

dengan daerah lain. (Muh. Nur Asri Yahya : 2015).

Namun demikian, sebagai guru yang telah menyandang amanah

rakyat sudah tentu harus bertanggung jawab melaksanakan tugas

pengajaran secara baik, ikhlas, dan berdasarkan kompetensi yang dimiliki.

96

96

Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat mencapai prestasi belajar

Pendidikan Agama Islam yang baik dan memuaskan. Di samping itu, jika

guru Pendidikan Agama Islam secara keseluruhan tergolong profesional

dalam bidangnya maupun dalam akhlaknya, maka prestasi belajar yang

baik akan dicapai oleh peserta didik. Untuk itu, jika peserta didik telah

memperoleh prestasi yang baik, maka guru harus berusaha untuk lebih

meningkatkan kualitas pengajarannya dengan harapan meningkatkan lagi

prestasi belajar peserta didik atau paling tidak mempertahankan prestasi

positif yang telah dicapai oleh peserta didik. Berkenaan dengan hal

tersebut, guru Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

Sidenreng Rappang menempuh beberapa langkah guna menghargai dan

memotivasi terus peserta didik agar mempertahankan dan bahkan

meningkatkan prestasi mereka dalam proses pembelajaran Pendidikan

Agama Islam. Adapun langkah-langkah yang dimaksud adalah guru

memberi pujian dalam bentuk kata-kata dan memberi hadiah misalnya

buku tulis, buku paket, pulpen, dan bahkan mungkin berupa uang.

Selain langkah tersebut, juga terdapat guru merenspon prestasi

peserta didik melalui dorongan semangat berupa pujian kata-kata,

memberi sapaan bahkan tepukan bahu bagi peserta didik yang

berprestasi. Menurut Wahidin bahwa berbagai cara yang dapat dilakukan

untuk menghargai hasil kerja peserta didik, yaitu memberikan pujian di

depan kelas, sering memberi balpoin atau buku bagi peserta didik yang

97

97

menjawab pertanyaan, asalkan tindakan itu positif, artinya peserta didik

dimotivasi untuk lebih giat belajar di madrasah ataupun di rumah.

Menurut Wahidin, bahwa langkah yang ditempuh untuk menghargai

kinerja belajar peserta didik antara lain diberi apresiasi (penghargaan),

dijanjikan bonus nilai, ikut pada berbagai lomba dan perspektif guru

Pendidikan Agama Islam tentang upaya mereka menghargai hasil belajar

peserta didiknya. Tampaknya juga sepaham bahwa di samping pemberian

pujian berupa kata-kata, pemberian hadiah berupa buku, polpen atau

pensil, tepukan bahu dengan maksud motivasi, dan bahkan sering

memberi hadiah berupa uang jika peserta didiknya berprestasi dalam

proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Pencapaian hasil atau

prestasi belajar yang dicapai peserta didik menjadi indikator bahwa guru

Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al

Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang sedang dalam proses menuju taraf profesional melalui berbagai

kegiatan mulai dan peningkatan kompetensi diri seperti pelatihan, diklat,

diskusi, seminar, simposium hingga tugas pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi. Hal ini tampak pada pengakuan mereka dalam mengapresiasi

basil kerjanya sebagai guru profesional yang mendorong peserta didik

aktif belajar yang pada gilirannya peserta didik mencapai prestasi yang

memuaskan. (Wahidin : 2015).

Dari deskripsi yang dipaparkan di atäs, dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa guru Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiah

98

98

Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang, jika dianalisis berdasarkan langkah-

langkah atau kegiatan-kegiatan mereka seara keseluruhan, baik di luar

aktivitas pengajarannya maupun dalam proses pelaksanaan tugasnya

sebagai pendidik dan pengajar di dalam kelas dapat dikemukakan bahwa

guru Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren

Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang masih terbagi ke dalam dua kateogri, yakni di antara mereka

telah ada yang tergolong sebagai guru profesional, yakni mereka yang

menjalankan tugas dan pengajarannya secara profesional mulai dan

persiapan sebelum mengajar sampai selesai mengajar dilakukan secara

profesional.

Hasil wawancara terhadap guru bahwa suasana madrasah yang

menyenangkan sangat terkait dengan pendanaan. Oleh karena itu,

menjadi tanggung jawab pengelola madrasah untuk memperhatikannya

sedangkan guru kurang memiliki kemampuan untuk melakukan-nya. Guru

profesional seharusnya berkomitmen bahwa suasana madrasah yang

kondusif untuk proses pembelajaran adalah tanggung jawab bersama

termasuk guru. oleh karena itu harus senantiasa diupayakan semaksimal

mungkin.

Adapun motivasi guru Pendidikan Agama Islam pada Madrasah

Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan

Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang mengikuti sertifikasi yaitu ketika

99

99

persaingan dalam aneka perspektif sosial, ekonomi, teknologi, dan

kemanusiaan semakin bereskalasi secara utuh dan kuat persyaratan

kemampuan yang diperlukan untuk melakukan aneka pekerjaan semakin

meningikat. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh

seringkali tidak memadai lagi karena tuntutan persyaratan kerja

bereskalasi tinggi, sementara menu sajian yang akan dijadikan sebagai

sarana pendorong untuk mencapai persaingan yang tinggi itu sangat

terlambat pemutaakhir-annya, bila dikomparasikan dengan berbagai

profesi lain.

C. Kinerja Guru PAI yang Belum Bersertifikat Pendidik padaMadrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul WutsqaaBenteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang

Gambaran kinerja guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

Sidenreng Rappang dalam hal bertekad dalam hati yang didasari niat

untuk berupaya memajukan pendidikan di masa yang akan datang.

Melalui hasil observasi penulis bahwa Hal ini menggambarkan bahwa

komitmen profesi guru dalam hal bertekad dalam hati yang didasari niat

untuk berupaya memajukan pendidikan di masa yang akan datang adalah

sangat sering dilakukan, Artinya, guru Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

Sidenreng Rappang pada umumnya senantiasa atau selamanya

berkomitmen dengan kesungguhan untuk berupaya memajukan

100

100

pendidikan di masa yang akan datang. Gambaran komitmen profesi guru

dalam mengajarkan materi PAI sehingga dapat dipahami peserta didik

pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang melalui hasil

observasi bahwa komitmen profesi guru dalam mengajarkan materi PAI

sehingga dapat dipahami oleh peserta didik. Artinya, Madrasah

Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan

Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang tidak selamanya materi

pembelajarannya dapat dipahami oleh peserta didik. (Muh. Nur Asri

Yahya : 2015).

Hasil wawancara terhadap guru yang menjawab ”kurang dipahami”

mengungkapkan bahwa sebagian peserta didik kurang memahami

dengan baik disebabkan karena kebanyakan mereka lebih mengutamakan

pelajaran umum daripada pelajaran agama karena pelajaran umumlah

nantinya yang akan diujikan pada ujian akhir nasional. Adapun peraturan

tentang standar nasional pendidikan tidak berkaitan langsung dengan

tugas-tugas pembelajaran. Oleh karena itu, tidak terlalu penting untuk

selalu dan sering dibaca (Gusna Nurdin : 2015). Guru yang profesional

seharusnya menjadikan peraturan tentang standar nasional pendidikan

sebagai rujukan dalam setiap hal yang berkaitan dengan kegiatan

pembelajaran karena dalam peraturan tersebut termuat visi, misi, fungsi,

dan tujuan pendidikan nasional.

101

101

Melalui wawancara dengan guru pada Madrasah Tsanawiah

Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang bahwa untuk menggambarkan kinerja

guru dalam mengaktualisasikan standar kompetensi guru dengan

mengunakan metode yang bervariasi Artinya, guru Madrasah Tsanawiah

Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang tidak pernah tidak berupaya

mengaktualisasikan standar kompetensi guru. Kompetensi adalah

seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,

dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas

keprofesionalan.

Disisi lain sebagian guru menggambarkan bahwa kinerja guru

dalam hal merasa bangga dan senang menjalankan tugas profesi guru

Artinya, guru Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang tidak pernah

tidak merasa bangga dan senang dalam melayani peserta didik serta

merasa senang menjalankan tugas profesi guru.

Menurut pimpinan Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang bahwa untuk

meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiah

Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang, maka perlu diperhatikan beberapa hal,

yaitu: Pertama, pendidikan yang harus diterapkan saat ini bukan

102

102

pendidikan yang mengejar angka-angka seperti yang diburu beberapa

waktu lalu dalam pelaksanaan UAN berupa nilai, tetapi mengejar makna

dari arti pengajaran itu. Memburu standar nilai sebagai target berkompetisi

dengan madrasah lain juga tidak masalah, tetapi harus didasari oleh

kejujuran dalam menilai kualitas pendidikan. Pesta madrasah karena 100

persen peserta didiknya lulus tetapi hal itu meragukan. Banyak madrasah

merebut kelulusan sekian persen tetapi yang berkualitas bukan madrasah

dan peserta didiknya tetapi kepala madrasah beserta gurunya.

Kedua, nilai dari pendidikan yang diajarkan adalah nilai yang

bersandar pada perilaku dan etika. Sebanyak apapun ilmu yang dikuasai,

sejumlah rumus yang bagaimana pun dikuasai dan berapa pun kosakata

yang dikuasai di luar kepala tetapi pendidikan nilai etika kurang, maka

menjadi kuranglah arti pendidikan itu. Nilai, tidak saja dapat diperoleh di

bangku madrasah, tetapi di sekitar masyarakat pun terdapat seperangkat

nilai yang tidak pernah habis.

Ketiga, pendidikan agama Islam yang dibutuhkan saat ini, bukan

agama yang mengajarkan seperangkat dogma yang seakan-akan menjadi

sesuatu yang tidak mungkin lagi berubah, tetapi pendidikan agama Islam

yang memberi petunjuk untuk kemaslahatan.

Keempat, substansi pendidikan agama Islam adalah substansi nilai,

sehingga nilai yang diajarkan setiap agama tidak akan bertentangan

dengan nilai-nilai universal yakni nilai kemanusiaan (H. M. Asri Kasman :

2015).

103

103

Dengan mempertimbangkan semua perkembangan itu, kurikulum

pendidikan agama Islam pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren

Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang jelas selain mesti berorientasi kepada pembinaan dan

pengembangan nilai-nilai agama dalam diri peserta didik, seperti yang

dilakukan selama ini. Pendidik dalam hal ini guru, harus memberikan

penekanan khusus pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan kata lain, setiap materi yang diberikan kepada peserta didik

harus memenuhi dua tantangan pokok yaitu; pertama, penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK) kedua, penanaman pemahaman

dan pengalaman ajaran agama atau penanaman IMTAQ.

Tetapi dengan jujur harus diakui bahwa pendidikan agama Islam

hingga saat ini kelihatan sering terlambat merumuskan diri untuk

merespon perubahan dan kecenderungan perkembangan masyarakat

sekarang dan masa datang. Sistem pendidikan agama Islam kebanyakan

masih lebih cenderung mengorientasikan diri pada bidang-bidang

humaniora dan ilmu-ilmu sosial ketimbang ilmu-ilmu eksakta semacam

IPA, IPS, Matematika dan lain-lain. Pada hal, ilmu-ilmu itu mutlak

diperlukan dan pengembangan teknologi canggih. Ilmu-ilmu ini belum

mendapat apresiasi dan tempat yang sepatutnya dalam sistem

pendidikan agama Islam.

Karena itu salah seorang guru di Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

104

104

Sidenreng Rappang mengemukakan, sudah saatnya bagi guru khususnya

di madrasah ini untuk lebih serius menagani pembaharuan dan

pengembangan sistem pendidikan agama Islam. Selama ini, usaha

pembaharuan ke arah peningkatan SDM sering bersifat sepotong-

sepotong atau tidak komperhensif dan menyeluruh. Sebab usaha

pembaharuan dan peningkatan SDM dilakukan seadanya, maka tidak

terjadi perubahan esensial dalam sistem pendidikan agama Islam.

Sistem pendidikan agama Islam lebih cenderung berorientasi ke masa

silam ketimbang berorientasi ke masa depan.(Gusna Nurdin : 2015).

Muh. Nurasri Yahya mengemukakan bahwa usaha meningkatkan

strategi pembelajaran di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al

Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang dengan melakukan pengelolaan kegiatan pada tatap muka

peserta didik karena keberhasilan suatu pembelajaran kemungkinan

diawali dengan beberapa kegiatan informatif dari guru kepada peserta

didik atau dari peserta didik kepada guru. Kegiatan informatif tersebut

hendaknya dilakukan secara terorganisir pada awal pertemuan pertama

atau dengan istilah tatap muka pertama, sehingga peserta didik

mengetahui secara tepat kapabilitas apa yang seharusnya peserta didik

miliki setelah mengikuti mata pelajaran PAI dalam satu kurun waktu

tertentu. Kegiatan yang perlu diorganisir dalam prosesi pembelajaran di

Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yaitu; pertama

105

105

pendeteksian karakteristik peserta didik. Kedua, penyampaian garis besar

program mata pelajaran PAI yang meliputi kerangka isi atau sering

disebut epitome, secara tertulis, RPP, buku teks pelajar dan lainya. Ketiga,

penyampaian tujuan umum pembelajaran. Keempat, penggunaan strategi

pembelajaran yang tepat untuk memperdalam materi pembelajaran

pendidikan agama Islam. Hal ini tergambar dalam pengamatan bahwa

para guru menyampaikan kepada pembelajar bagaimana secara teknis

memantapkan satu pokok bahasan. Pokok bahasan yang dimaksudkan

adalah pokok bahasan kajian PAI. Kelima, penyampaian tentang sistem

penilaian. Penyampaian teknik penilaian, menurut Muhlis tentang

bagaimana hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas-tugas yang

terkait dengan penilaian. (Gusna Nurdin : 2015).

Berdasarkan hasil wawancara di atas yang berkenaan dengan

penilaian dapat diperoleh penafsiran bahwa guru Madrasah Tsanawiah

Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang melakukan tindak evaluasi dengan bentuk

lisan dan tertulis kepada peserta didik. Teori Taksonomi yang diukur

meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam konteks penilaian

tersebut, secara kuantitas artinya berapa kali peserta didik dinilai dari

masing-masing aspek penilaian tersebut, informan tidak menyampaikan

pada peserta didik. Namun, secara tertulis seperti yang tertera dalam

setiap pokok bahasan pembelajaran semuanya mencantumkan bentuk

penilaian, termasuk butir-butir soal yang akan diberikan kepada peserta

106

106

didik. Pencantuman aspek penilaian, merupakan format baku yang

digunakan di semua tingkatan Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al

Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang.

Aspek penilaian yang dimaksudkan dalam RPP tersebut ada dua,

yaitu pertama proses penilaian dan kedua perolehan hasil belajar. Kedua

bentuk penilaian tersebut dijelaskan oleh informan seperti hasil

wawancara yaitu penilaian proses yang mengandung makna bahwa

dalam penilaian suatu unjuk kerja peserta didik tidak selamanya peserta

didik yang dipersalahkan kalau misalnya unjuk kerja yang ditampilkan

rendah, sebab bisa saja hasil tersebut disebabkan oleh kurangnya

kemampuan guru dalam membuat instrumen tes. Dengan pemahaman

seperti ini berarti guru bisa memperbaiki kembali instrumen penilaiannya.

Dalam ketentuan untuk penilaian harian dianjurkan kepada semua guru

untuk melakukan analisis evaluasi soal. Kemudian untuk penilaian hasil

belajar adalah hasil unjuk kerja peserta didik sesuai dengan soal-soal

yang diberikan kepadanya. (Gusna Nurdin : 2015)

Adapun buku acuan dan sumber belajar merupakan bagian penting

dari salah satu upaya untuk memperluas wawasan pengetahuan, baik

pada guru maupun pada peserta didik. Hasil pengamatan menunjukkan

bahwa ketika informan mengadakan pertemuan pertama tidak ada yang

menyinggung soal buku acuan yang akan digunakan sebagai bahan

tambahan atau perbandingan terhadap buku teks yang digunakan.

107

107

Informasi tentang buku acuan secara tertulis dicantumkan dalam RPP

yang sering disebutkan terbatas pada buku paket dari pihak madrasah

dan terjemahan Alquran. Informasi tentang sumber lain, secara lisan

informan pernah sekali menyebutkan berapa buku yang berkaitan dengan

pokok bahasan yang disampaikan (misalnya, tentang cara-cara berwudhu,

untuk kelas dua). Tetapi secara keseluruhan semua informan

menyebutkan informasi tentang sumber belajar. Dalam konteks ini

informan mengungkapkan seperti hasil wawancara berikut:

Selama ini saya menginformasikan tantang buku-buku yang bisa

dijadikan rujukan oleh peserta didik, sebab kami melihat sebagian

besar peserta didik kelihatan mampu mengadakan buku-buku lain

selain buku teks pelajaran, sekalipun kecenderungan peserta didik

Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang, sudah

merasa cukup memiliki buku-buku pandauan pembelajaran yang

diedarkan oleh pihak madrasah. (H. M. Asri Kasman : 2015)

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa salah satu guru,

memilih penyampaian informasi yang berkenaan dengan buku acuan dan

sumber belajar lainnya kepada peserta didik. Hal ini didasarkan atas

pertimbangan bahwa peserta didik mampu mengatasinya.

a. Kegiatan pengorganisasian penyampaian pembelajaran setiap tatap

muka

108

108

Dalam konteks ini, pengorganisasian penyampaian pokok bahasan

yang dimakasudkan adalah kegiatan rutin yang dilakukan oleh semua

guru yang berada di lingkungan Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren

Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang dalam melakukukan rangkaian tahapan pembelajaran. Ia

menyebutkan dengan istilah “instructional events”. Pada bagian ini secara

berurut akan dikemukakan (1) kegiatan pengorganisasian pada tahap

pendahuluan pembelajaran, (2) kegiatan pengorganisasian pada inti

pembelajaran, (3) kegiatan pengorganisasian penutupan pembelajaran, (4)

sikap guru selama dalam proses pembelajaran, (5) penggunaan metode

mengajar dan pemanfaatan media, dan (6) suasana kelas ketika

berlangsung pembelajaran. (Muh. Jufri : 2015).

Melalui hasil wawancara dengan Gusna Nurdin bahwa untuk

menggambarkan bahwa kinerja guru dalam hal pengorganisasian

pembelajaran adalah guru madrasah dasar negeri di Madrasah

Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan

Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang pada umumnya senantiasa atau

selamanya berkomitmen dengan kesungguhan untuk berupaya

memajukan pendidikan di masa yang akan datang.

Dalam kegiatan pendahuluan pembelajaran di SDN Kecamatan

Watang Sawitto Kabupaten Pinrang, pengorganisasian pada kegiatan

awal memasuki kelas dapat dilihat pada beberapa kegiatan. Dalam

penelitian ini kegiatan yang dimaksud adalah (1) ucapan salam, (2) teknik

109

109

menarik perhatian peserta didik, (3) penyampain tujuan khusus

pembelajaran, dan (4) mengaitkan pokok bahasan lama dengan pokok

bahasan baru.

1) Pengucapan salam

Salah satu prinsip berkomunikasi dalam masyarakat Islam adalah

mengawali ucapan salam. Komunikasi tersebut berlaku pada semua jenis

kegiatan sosial kemasyarakatan. Pada pelaksanaan kegiatan di madrasah

guru-guru pendidikan agama Islam berkewajiban untuk memasyarakatkan

salam. Pengucapan salam ini diucapkan ketika peserta didik usai

melakukan penghormatan pada guru. ( Muh. Jufri : 2015).

2) Penyampaian Tujuan Khusus Pembelajaran (TKP)

Salah satu cara untuk menarik perhatian peserta didik terhadap

pelajaran adalah menyampaikan lebih awal TKP. Namun, sebagian guru

kadang-kadang tidak pernah menyampaikan TKP dengan menggunakan

berbagai alasan seperti (1) keterbatasan waktu, (2) sudah ditulis dalam

PSP, sudah dtercantum dalam buku teks peserta didik, dan (4) terkadang

karena lupa. Dalam kaitannya dengan konteks bagaimana merumuskan

suatu TKP yang baik, menurut informan Gusna Nurdin menuturkan hasil

wawancara berikut:

Saya telah mengikuti beberapa kali penataran yang berkaitan

dengan peningkatan kualitas mengajar dan tidak pernah luput dari

informasi tentang bagaimana pentingya merumuskan suatu tujuan

khusus pembelajaran. Yang saya masih ingat bahwa tujuan khusus

110

110

pembelajaran harus menggunakan kata kerja operasional indikasi

perilakunya yang dapat diukur” (Gusna Nurdin).

Hal ini menunjukkan bahwa setiap guru dalam mengawali

pembelajaran senantiasa menyampaikan tujuan khusus pembelajaran

yang ingin dicapai.

3) Membangkitkan perhatian peserta didik

Kegiatan yang agak sukar dilakukan informan adalah bagaimana

mengakomodasikan peserta didik yang memiliki interest yang berbeda

untuk membangkitkan perhatian peserta didik mengikuti proses

pembelajaran di kelas.

Dalam kegiatan inti pembelajaran hasil studi dokumen terhadap

semua Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang senantiasa

mencantumkan kegiatan appersepsi pada RPP. Misalnya, pengulangan

hasil resume pelajaran yang lalu tanpa mengaitkan secara logis

keterkaitan pokok bahasan lama dengan pokok bahasan baru. Gusna

Nurdin, Guru Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang

mengemukakan bahwa yang melakukan tindak appersepsi, dapat

diketahui bahwa guru agama melakukan tindak appersepsi berupa

penanggulangan kesimpulan singkat pelajaran yang lalu pada peserta

didik.

111

111

Kegiatan inti pelajaran dibatasi pada kegiatan yang berupa

pemberian kata-kata kunci, pemrosesan materi beserta dengan contoh-

contoh, pemfokusan perhatian, petunjuk praktis memperlajari materi,

pemberian latihan-latihan yang sekaitan dengan materi, dan pemberian

umpan balik terhadap unjuk kerja peserta didik. Hasil studi dokumen RPP

menunjukkan bahwa penyajian inti secara tertulis meliputi kegiatan

penyampaian TKP, penjelasan materi dan teknik pembahasan materi

pelajaran. Pengamatan yang dilakukan peniliti dan penilaian peserta didik

terhadap kegiatan penyajian inti dibatasi pada indikator yang tertera dalam

gambaran berikut:

a) Konsep kata kunci

Kata kunci merupakan konsep, kaidah, prosedur inti suatu pokok

bahasan yang akan dibicarakan dalam setiap pertemuan. Konsep kata

kunci bisa berupa definisi istilah yang sekaligus sebagai informasi

prasyarat untuk memperjelas atau memancing kembali ingatan terhadap

konsep-konsep yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya. Dalam

rancangan buku teks atau diktat tidak ditemukan secara khusus kata-kata

kunci tersebut.

b) Pemrosesan Informasi

Pemrosesan informasi pada dasarnya memiliki implikasi yang luas

terhadap berbagai aspek dalam pengajaran. Pemrosesan informasi bisa

dilihat dari sisi penerapan metode mengajar, bisa dilihat dari sisi

pemanfaatan media, bisa dilihat dari sisi pola penerapan interaksi, bisa

112

112

dilihat dari procedural tahapan pengajaran dari awal sampai akhir, dan

bisa dilihat dari pendekatan alur pikir. Dalam konteks ini, peneliti

mengamati pelaksanaan proses informasi dari sisi penggunaan metode

mengajar dan pola komunikasi atau interaksi antar guru dan peserta didik,

dan penyampaian alur pikir informan. (………)

c) Pemfokusan Perhatian Peserta didik

Pemfokusan perhatian peserta didik pada dasarnya teknik

pelaksanaannya tidak berbeda dengan teknik penarikan perhatian pada

fase pendahuluan pembela-jaran. Pemfokusan perhatian pada penyajian

inti adalah mengacu pada bagian materi yang sementara disajikan. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa para informan memilki berbagai teknik

yang berbeda antara informan yang satu dengan yang lain. Pengakuan

pembelajar lewat angket terhadap masalah ini pada umumnya

menganggap bahwa setiap informan melakukannya. (Muh. Jufri : 2015).

d) Petunjuk praktis mempelajari materi

Kegiatan tentang petunjuk teknis secara tertulis tidak tertemukan

dalam berbagai dokumen tertulis. Namun, informan pernah

menyampaikan petunjuk teknis tentang bagaimana mempelajari cara

penyelengaraan wudhu dan salat, Petunjuk teknis sebenarnya juga

merupakan sebagai tindakan bimbingan terhadap peserta didik,

khususnya peserta didik yang agak kurang kemampuannya. Dalam

konteks ini informan mengunggkapkan salah satu bimbingan mempelajari

pokok bahasan. Hasil wawancara seperti berikut.

113

113

Kendala yang di hadapi dalam kelas khususnya pokok bahasan

tertentu dalam pembelajaran adalah sebagaian peserta didik butuh

contoh langsung. Dalam kasus ini saya menganjurkan kepada

peserta didik untuk terlibat langsung dalam penyelengaraan shalat

berjamaah di masjid. Insyaallah hal ini akan memberikan

pengetahuan teknis.

Dan masih banyak contoh-contoh lain yang sering hadir di

lingkungan masyarakat di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al

Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang.

e) Pemberian latihan

Semua informan yang menggunakan buku panduan dari madrasah.

Para guru melaksanakan atau menugaskan kepada peserta didik

mengerjakan LKS yang ada pada setiap pokok bahasan. Hasil pekerjaan

peserta didik pada umumnya diperiksa di luar jam pengajaran dan bahkan

ada informan yang membawa hasil LKS tersebut ke rumahnya.

f) Umpan balik

Pemberian umpan balik yang dilakukan oleh informan terbatas

pada bentuk penguatan atau reinforcement misalnya ketika guru

memberikan pertanyaan kepada peserta didik, bagi peserta didik yang

menjawab dengan benar, informan menyatakan bagus! Kalau jawabannya

kurang tepat dikatakan “tidak salah tetapi perlu tambahan penjelasan!

114

114

Dalam kaitannya dengan hasil pekerjaan LKS, pada umumnya informan

selalu memberikan umpan balik terhadap hasil pekerjaan peserta didik.

Berdasarkan uraian di atas yang berkenaan dengan kegiatan

penyampaian inti pembelajaran dapat diketahui bahwa guru pendidikan

agama Islam melakukan berbagai jenis kegiatan penyampaian inti

pelajaran kepada peserta didik dengan titik penekanan yang berbeda

antara informan yang satu dengan yang lainnya.

Dalam kegiatan penutup pembelajaran secara terorganisir semua

informan mencantumkan kegiatan penutup dalam RPP mereka. Kegiatan

penutup meliputi pemberian tugas, pemberian tes, akhir dan pembuatan

resume. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kegiatan penutup yang

tercantum pada PRR tidak selamanya sesuai apa yang dilakukan informan

ketika melakukan kegiatan penutup. Salah satu alasan informan yang

seperti dikemukakan pada hasil wawancara berikut:

Tidak semua apa yang tertera dalam RPP dapat di lakukakan

khususnya yang berkaitan dengan kegiatan penutup seperti

pemberian kesimpulan, pemberian tes akhir. Hal yang demikian di

sebabkan karena keterbatasan waktu, apalagi kalau menggunakan

metode diskusi. (Muh. Nur Asri : 2015).

Selain tiga kegiatan penutup tersebut, juga diamati beberapa

kegiatan yang terkait dengan kegiatan tahapan akhir pembelajaran.

Kegiatan tersebut digambarkan dalam keterangan berikut:

(1) Pemberian tes formatif

115

115

Tujuan pemberian tes formatif kepada peserta didik bukan untuk

memberikan nilai baik atau tidak kepada peserta didik, tetapi lebih

mengacu pada penilaian proses pembelajaran. Artinya, apakah tujuan

khusus pembelajaran tercapai atau tidak. Hasil wawancara menunjukkan

bahwa pemberian tes formatif yang berupa LKS sering dilakukan oleh

guru yang bersangkutan

(2) Pemberian umpan balik terhadap unjuk kerja

Tidak semua pokok bahasan yang disampaikan oleh informan

memperlihatkan kegiatan pemberian umpan balik kepada peserta didik.

Hasil pengamatan menunjuk-kan bahwa umpan balik terhadap pokok

bahasan yang memuat aspek psikomotorik, misalnya dalam pokok

bahasan salat khususnya peserta didik kelas dua sebagian dari peserta

didik ketika diminta naik ke depan kelas untuk mempraktekkan bagaimana

setiap gerakan dan bacaan salat dipraktekkan. Ketika peserta didik

melakukan dengan baik pada saat itu informan menyampaikan

penilaiannya kepada semua peserta didik. Sebaliknya, apabila peserta

didik yang belum menampilkan unjuk kerjanya yang baik, maka saat itu

informan memberikan penilaian sambil mengajarkan bagaiman cara

melaksanakan bagian gerakan dan bacaan yang belum tepat. Contoh lain

pada bagaimana guru memberikan umpan balik pada pokok bahasan

kajian rukun Iman pada Kitab Allah terhadap peserta didik. Pada

umumnya guru yang mengajarkan iman pada kitab-kitab Allah adalah

memulai dengan meminta kepada pebelajar secara acak untuk bergantian

116

116

menyebutkan macam-macam kitab Allah dan membaca ayat-ayat Alquran

yang menyangkut iman kepada kitab Allah. (Wahiddin : 2015).

(3) Pemberian tindak lanjut

Pemberian tindak lanjut adalah konsekuensi dari hasil penilaian

terhadap latihan-latihan yang diberikan kepada peserta didik. Jika hasil

pekerjaan peserta didik tidak mencapai target ketuntasan belajar maka

harus diberikan remedial. Sedangkan hasil pekerjaan peserta didik yang

mencapai target ketuntasan belajar maka sebaiknya diberikan materi

pengayaan.

(4) Pemberian motivasi ulang

Kegiatan memotivasi ulang kepada peserta didik yang dilakukan

hampir tidak terlihat dalam pengamatan. Melalui hasil wawancara penulis

melakukan motivasi ulang pada akhir pelajaran.(Wahidin)

Berdasarkan uraian dan keterangan indikator kegiatan menutup

pembelajaran di atas maka dapat diperoleh gambaran bahwa tiap-tiap

informan melakukan tindakan kegiatan menutup pelajaran dengan

frekuensi yang berbeda antara satu informan dengan yang lain,

khususnya yang berkenaan dengan pemberian rangkuman.

b. Sikap dan kinerja guru yang bersertifikat pendidik dalam proses

pembelajaran.

Selain kemampuan pengorganisasian tahapan-tahapan proses

pembelajaran, faktor sikap baik dari guru dan peserta didik sangat

menentukan proses keberhasilan pembelajaran yang sudah diorganisir

117

117

sedemikian rupa. Dalam bagian ini sikap guru yang dianggap dapat

mempengaruhi proses pembelajaran seperti berikut.

1) Tepat waktu

Menurut Salma bahwa tepat waktu dalam memulai pelajaran

memiliki dampak langsung kepada kedisiplinan peserta didik. Ini

menunjukkan bahwa para guru sangat disiplin dalam menggunakan waktu

yang tersedia. Mereka menyadari bahwa pemanfaatan waktu sangat

berdampak pada penanaman kedisiplinan peserta didik.

Ada dua masalah yang sering terjadi dalam proses pembelajaran

yaitu ketidak tepatan waktu dalam mengakhiri pelajaran. Terkadang ada

guru selesai mengajar sebelum waktunya, dan adapula yang sebaliknya.

Masalah yang muncul dalam penga-matan kelas ada informan terlambat

memulai pelajaran sehingga terlambat menyele-saikan pelajaran,

sehingga guru mata pelajaran lain waktunya berkurang. Dengan demikian,

konsekwansi dari penggunaan waktu sangat penting untuk diperhatikan.

2) Berpakaian rapi

Tugas guru bukan hanya mentransfer pengetahuan ke dalam

benak peserta didik, namun lebih dari itu guru dituntut untuk memberikan

contoh tauladan kepada peserta didiknya, termasuk masalah berpakaian.

Selama dalam pengamatan pada umumnya informan berpakaian rapih

setiap mengajar.

3) Terbuka atas sanggahan dari peserta didik

118

118

Guru yang profesional selalu terbuka atas segala sanggahan dari

peserta didik, sebab sistem pengajaran sekarang sudah mulai diarahkan

pada “student center”. Dalam penelitian ini tidak terlihat adanya peserta

didik yang memberikan sanggahan terhadap gurunya. Sanggahan lain

yang terlihat dalam pengamatan adalah sanggahan antara peserta didik

dan peserta didik ketika terjadi diskusi antara mereka.

4) Bersikap ramah terhadap peserta didik

Bersikap ramah terhadap peserta didik merupakan suatu

pendekatan guru terhadap peserta didiknya. Pendekatan ini dapat

memberikan dampak pada perilaku peserta didik dalam hubungan dengan

lingkungan sosialnya. (wahidin : 2015).

D. Hasil Kinerja Guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang

Adapun hasil kinerja guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

Sidenreng Rappang meliputi:

1. Pengunaan Metode

Penggunaan metode pembelajaran informan seperti yang tertera

dalam RPP mereka hanya terbatas pada metode ceramah, metode tanya

jawab, metode diskusi, dan penugasaan. Kemudian untuk pemanfaatan

media dalam pembelajaran pada umumnya informan menggunakan media

papan tulis dan buku paket.

119

119

a. Penggunaan metode ceramah

Metode yang dipakai dalam menyajikan materi di Madrasah

Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan

Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang adalah metode ceramah. Metode

ceramah dianggap oleh para guru dengan karakteristik mata pelajaran PAI.

Salah satu dari ciri materi PAI ada yang bernuansa aqidah yang harus

didekati dengan pendekatan perasaan yang sifatnya sangat pribadi yang

tidak bisa diukur dengan pendekatan ukuran ilmiah. Untuk memberikan

pemahaman seperti itu harus menggunakan teknik ceramah, dengan

menggunakan pendekatan emosional.

b. Penggunaan Metode Tanyajawab

Metode tanya jawab yang dikembangkan oleh para guru di

Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang dianggap suatu teknis

penyampaian materi yang dapat memberikan klarifikasi masalah-masalah

yang muncul dalam tatap muka, sehingga terkadang Tanya jawab kalau

tidak diantisipasi dengan baik, terkadang menyebabkan permasalahn

materi tidak terselesaikan dalam pertemuan tersebut.

c. Penggunaan metode diskusi

Metode diskusi di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al

Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang hampir digunakan hampir semua pokok bahasan yang

120

120

tercantum dalam analisis materi pelajaran. Realisasi pada tatap muka

pembelajaran selama dalam pengamatan peneliti, memperlihatkan selalu

menggunakan metode diskusi. (Wahidin : 2015).

d. Penggunaan metode bermain

Metode bermain peran di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren

Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang sebenarnya bisa diterapkan di dalam beberapa pokok bahasan.

Namun dalam pengamatan dan analisis materi pelajaran tidak tertemukan

pencatuman metode tersebut.

2. Penggunaan Media Pembelajaran

Penggunaan media pembelajaran pada pembelajaran di kelas

Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang cukup bagus. Dalam

pengamatan peneliti terlihat beberapa jenis media seperti papan tulis

(white board dan black board), buku teks atau buku paket, diktat, dan

terkadang ada guru mengunakan LCD .

Penggunaan media dapat digunakan oleh guru PAI yang dapat

beinovasi dan kreatif. Daya inovasi dan kreatif harus dimiliki oleh guru

yang profesional atau memiliki kinerja. Di samping itu, guru yang

profesional dapat mengenal karakteristik peserta didik. Menurut Muh. Jufri

ketika ia dikonfirmasi ia memaparkan tentang pentingnya seorang guru

mengenal karakteristik peserta didik agar dapat mengetahui kelebihan dan

kekurangan yang dimiliki peserta didik sehingga memudahkan baginya

121

121

memberi bimbingan khusus bagi peserta didik yang kurang dan

penghayatan bagi yang pintar.( Muh. Jufri : 2015). Perspektif ini

menunjukan bahwa dari sudut pelaksanaan atau kinerja guru Pendidikan

Agama Islam pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang,

secara praksis tampak mereka telah dapat dikategorikan sebagai guru

professional.

Hasil kinerja guru dalam hal pengunaan media adalah guru

Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang pada umumnya

senantiasa atau selamanya berkomitmen dengan kesungguhan untuk

berupaya memajukan pendidikan di masa yang akan datang.

Hal searah dipaparkan oleh Muh. Jufri bahwa jika seorang guru

mengenal karakteristik peserta didik secara mendalam, maka insya Allah

akan memudahkan guru membimbing, terutama dalam menentukan

metode yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran. Seorang guru

yang mengenal karakteristik peserta didik menurut Muh. Jufri “ia akan

mudah memberikan bimbingan kepada peserta didik dan memberikan

solusi kepada peserta didik yang mengalami masalah”.( Muh. Jufri : 2015).

Deskripsi di atas menunjukkan bahwa dalam penelitian ini

ditemukan ciri-ciri profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam pada

Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yakni menyusun RPP

122

122

yang berorientasi K. 13, mengucapkan salam, berdoa bersama,

appersepsi, menguasai bahan pembelajaran, menerapkan metode,

mampu menggunakan media pembelajaran, mampu mendisain dan

mengembangkan kurikulum, dan mengenal karakteristik peserta didik.

Selain ciri profesionalitas guru yang dipaparkan di atas, juga yang dapat

digolongkan ciri keprofesionalan seorang guru adalah berusaha

meningkatkan kompetensinya melalui aktivitas “acara MGMP secara rutin,

menghadiri worskop, dan mengikuti pendidikan dan pelatihan”. Informan

lain memaparkan bahwa usaha yang dilakukan untuk mencapai taraf

profesional adalah “ia mengikuti pelatihan (diklat), membaca, dan diskusi

atau seminar”. Hasil penelitian lain diperoleh informasi bahwa usaha yang

dilakukan guru untuk mencapai taraf guru profesional antara lain “banyak

membaca buku tentang persoalan guru, mengikuti pelatihan dan kursus-

kursus”. Informasi lain ditemukan pula bahwa usaha yang sering

dilakukan guru di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang

untuk mencapai taraf profesional adalah “melalui pelatihan, seminar, atau

sertifikasi yang dapat memicu kreativitas guru pada khususnya dan

memajukan dunia pendidikan pada umumnya. Sedangkan menurut

Wahidin, bahwa usaha yang telah dilakukan guna mencapai derajat guru

profesional adalah “terus belajar dan berlatih terus-menerus, sehingga

ilmu bertambah, pengalaman bertambah pada akhirya mencapai derajat

profesional” (Wahidin).

123

123

Dari hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan bahwa usaha

yang dilakukan guru dalam rangka mencapai taraf profesional antara lain

mengembangkan potensi diri, baik melalui kegiatan membaca (belajar),

berlatih, diklat, seminar, kursus, simposium, maupun sertifikasi. Hal ini

mereka lakukan dalam rangka meningkatkan kualitas proses

pembelajaran dan peningkatan prestasi belajar peserta didik, sehingga

tujuan pendidikan dapat tercapai. Selain itu, melalui kegiatan-kegiatan

tersebut, maka mereka dapat menguasai materi pembelajaran, mampu

menggunakan media, mampu menerapkan metode dan mampu

menciptakan disiplin kelas, dan dapat menciptakan kondisi belajar peserta

didik yang kondusif.

Berdasarkan uraian dan hasil pengamatan di atas yang berkenaan

dengan kegiatan penggunaan metode mengajar, maka dapat diketahui

bahwa guru Pendidikan Agama Islam atau informan paling banyak

menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Metode ceramah dan

tanya jawab merupakan metode yang frekuensinya cukup besar.

Kemudian untuk metode bermain peran, hampir semua informan jarang

sekali menggunakannya. Pada sisi penggunaan media pembelajaran

dapat diketahui bahwa semua guru selalu menggunakan berbagai

macam jenis media. Media yang paling sering digunakan adalah papan

tulis dan buku paket.

Di era globalisasi sekarang ini, setiap pekerjaan menuntut pekerja

untuk meningkatkan kinerjanya agar menjadi seorang yang profesional.

124

124

Sebagai umpama seorang atlet bola, jika ia menginginkan dirinya untuk

layak dimainkan, maka ia akan mencari cara, jalan, dan alternatif agar

kinerjanya dapat diperhitungkan atau bahkan dapat mencapai tingkat

profesional atau pemain profesional. Namun, satu hal yang perlu dianalisis

secara mendalam, yakni secara individual, bahwa untuk mencapai derajat

profesional maka seorang harus mempersiapkan din melalui beberapa

langkah. (H. Suwardi)

Demikian pula dengan guru, jika menginginkan dirinya menjadi

seorang guru yang profesional, maka salah satu aspek yang harus

dilaluinya adalah lulus uji sertifikasi sebagai persyaratan utama untuk

memperoleh legitimasi sebagai guru profesional. Guru profesional berhak

rnemperoleh penghargaan berupa peningkatan kesejahteraan. Oleh

karena itu, kini guru dan dosen telah bersiap-siap menuju taraf

profesionalisme. Namun demikian, sebelumnya mereka harus menjalani

suatu uji kompetensi melalui sertifikasi. Asumsi tersebut, menggambarkan

bahwa terdapat suatu hal yang dapat mendorong seseorang guru

mengikuti sertifikasi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan ada

beberapa hal yang mendorong setiap guru mengikuti sertifikasi.

Hal-hal yang mendorong Guru Pendidikan Agama Islam mengikuti

sertifikasi antara lain adalah melalui program sertifikasi dapat

meningkatkan kesejahteraan guru serta meningkatkan profesionalisme

guru. Sementara itu, informan lain memaparkan bahwa yang mendorong

seorang guru mengikuti sertifikasi yang paling dominan adalah semata-

125

125

mata pengabdian, ikhlas karena Allah swt dan yang tak kalah

pentinnganya tunjangan kinerja.

Di samping data dan informan tersebut, juga terdapat informan

yang menuturkan bahwa hal-hal yang mendorongnya mengikuti sertifikasi

adalah karena dapat meningkatkan profesionalismenya sebagai guru dan

meningkatkan kesejah-teraan bagi guru. Searah dengan itu, H.

Baharullah memaparkan bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa guru

berlomba-lomba mengejar sertifikasi karena tergiur dengan iming-iming

peningkatan kesejahteraan dan itu hak mereka yang dijamin oleh undang-

undang. (H. Baharullah) Bertolak dari hal-hal yang mendorong guru

mengikuti sertifikasi di atas, maka tergambar bahwa selain adanya

peningkatan kesejahteraan bagi guru karena jabatan guru kini telah

meningkat dan dinilai seperti halnya dengan profesi lainnya seperti dokter,

jaksa, hakim, dan lain-lain. Oleh karena itu, guru telah paham apa dan

bagaimana dampak sertifikasi itu terhadap kualitas mengajar guru,

khususnya guru Pendidikan Agama Islam. Untuk itu, peneliti akan

manyajikan hasil temuannya berdasarkan hasil pengamatan di lapangan.

Menurut Wahidin sertifikasi adalah proses yang dilakukan oleh

pemerintah melalui tim atau lembaga asesor yang telah ditunjuk untuk

menilai dan meneliti hasil kerja seorang guru sehingga dapat menjadi guru

profesional. Karena itu, ia menilai bahwa sertifikasi dampaknya kurang

kecuali sistemnya diambil fortofolio ke uji kemampuan guru oleh tim

independen. Sedangkan menurut H. Suwardi, bahwa sertifikasi adalah

126

126

usaha yang dilakukan untuk mendorong semangat meningkatkan

profesionalisme guru, sehingga guru dapat menjalankan tugasnya dengan

baik. Identik dengan data informan tersebut, Khalafa memaparkan bahwa

sertifikasi adalah upaya pemerintah untuk menghargai jasa guru, terutama

meningkatkan kesejahteraan guru yang sudah puluhan tahun mengabdi

tanpa tanda jasa. Sedangkan dampaknya biasa-biasa saja, yakni

memotivasi guru agar semakin rajin dan profesional menjalankan

tugasnya sebagai seorang guru. (Juhaena : 2015)

Demikian pula Salma dalam perspektifnya tentang sertifikasi, ia

menuturkan bahwa sertifikasi adalah usaha yang dilakukan dalam rangka

peningkatan profesionalisme guru, sehingga dampaknya guru menjadi

bersemangat dalam menjalankan tugasnya. Senada dengan itu, Efendi

mengemukakan bahwa sertifikasi adalah untuk memenuhi perintah

undang-undang yang ditandai dengan kepemilikan sertifikat yang

diberikan pemerintah. Dampaknya terhadap kualitas mengajar bagi guru

ada peningkatan. Ada juga yang mengemukakan bahwa dampak

sertifikasi kurang, kecuali sistemnya dirubah dari portofolio ke uji

kompetensi guru oleb tim independen.

Menurut Efendi, guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

Sidenreng Rappang bahwa dengan adanya sertifikasi lewat PLPG

(pendidikan latihan dan profesi guru) maka guru mendapatkan

pengalaman yang luas dan wawasan yang tinggi serta motivasi dalam

127

127

mengembangkan kariernya sehingga pengaruhnya dapat dirasakan oleh

peserta didik. (Efendi,2015) Sedangkan menurut Wahidin. mantan guru

pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yaitu PLPG

jauh lebih bagus dibanding kumpul-kumpul kertas karena PLPG

melaksanakan kompetensi guru yaitu rajin belajar, memiliki motivasi yang

tinggi dalam mengembangkan ilmu dan kariernya sehingga pengaruhnya

dapat dirasakan oleh peserta didik. (Wahidin, 2015)

Menurut Efendi, Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al

Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng

Rappang bahwa guru PAI yang telah mengikuti PLPG memiliki kualitas

pembelajaran yang baik, prestasi yang menonjol. Dengan adanya

tunjangan sertifikasi, prestasi makin meningkat termasuk rajin membuat

RPP dan silabus serta PTK. Hal itu diebabkan karena ia khawatir kalau

tidak melaksanakan tugas dengan baik, maka tunjangan sertifikasinya

akan dicabut. (Efendi, 2015)

Adapun menurut H. Lakalebbi, dengan adanya sertifikasi guru

maka profesionalisme guru meningkat serta pendekatannya pada peserta

didik-peserta didik makin bagus sehingga guru PNS dan honor sama saja

prestasinya. Sedangkan Umar Ali mengungkapkan bahwa banyak guru

agama di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang kurang

melaksanakan tugas dengan baik karena banyaknya undangan dan

128

128

pesta-pesta serta arisan-arisan. Guru yang tersertifikasi dan belum sama

saja tergantung dalam pengalaman kerjanya dalam mengelola

pembelajaran karena masih banyak guru agama yang sudah tersertifikasi

tetapi kurang disiplin karena banyak undangan di masyarakat. (H.

Lakalebbi, 2015).

Walaupun terdapat perbedaan perspektif guru terhadap sertifikasi

seperti yang dikemukakan di atas, akan tetapi respon mereka tampak

sepakat bahwa sertifikasi yang sedang berjalan sekarang adalah positif,

tetapi cara penetapannya perlu dievaluasi. Semakin cepat sertifikasi itu

tuntas semakin baik, karena guru bisa sejahtera, mutu pendidikan cepat

meningkat termasuk dalam melibatkan peserta didik dalam salat

berjamaah dan punya RPP.

Hasil penelitian di atas menggambarkan bahwa sertifikasi

merupakan alat atau media meningkatkan kualitas guru dalam empat

aspek, yakni aspek pedagogik, aspek sosial, aspek kepribadian, dan

aspek profesional. Karena itu, guru diharapkan mampu mendinamisir dan

mentransformasikan ilmunya kepada peserta didik sampai mereka

tergugah untuk menggali dan mengembangkan potensi besar yang ada

dalam jiwa guru. Di sinilah pendidikan di negeri ini akan meningkat

kualitasnya dengan pesat dan meyakinkan.

Pengorganisasian dan sertifikasi guru-guru PAI di Madrasah

Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan

Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang digunakan untuk pengenalan dan

129

129

pengelompokan kerja, penentuan dan pelimpahan tanggung jawab atau

wewenang, serta pengaturan hubungan kerja. Untuk mengetahui bentuk

operasional dan merumuskan sistem pembaruan pendidikan dari

kegiatan-kegiatan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut;

a. Pengenalan dan pegelompokan kerja

b. Penentuan dan pelimpahan tanggungjawab atau wewenang

c. Pengaturan hubungan kerja. (H. M. Asri Kasman : 2015).

Pada bagian ini secara berturut dikemukakan bahwa guru yang

telah tersertifikasi atau memiliki sertifikat pendidik senantiasa konsistem

melakukan pembelajaran yang berkaitan dengan (1) pengelolaan

kegiatan-kegiatan pada awal pembukaan mata pelajaran catur wulan

pertama, (2) penyampaian tahapan-tahapan pembelajaran pada setiap

tatap muka, (3) pengorganisasian isi pembelajaran, dan (4) implikasi

perolehan hasil belajar.

130

130

E. Pembahasan

Hasil penelitian yang telah dikemukakan pada pada bab ini, maka

secara singkat bahwa melalui melalui sertifikasi guru Pendidikan Agama

Islam pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa

Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang, diharapkan

dapat meningkatkan kinerja sebagai seorang pekerja profesi di bidang

akademik. Dengan demikian, keberadaan guru yang bermutu merupakan

syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas,

baik guru yang tersertifikasi melalui fortofolio maupun melalui jalur

pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG), hampir semua bangsa di

dunia ini termasuk bangsa Indonesia selalu mengembangkan kebijakan

yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan

yang dikembangkan oleh pemerintah adalah kebijakan intervensi

langsung menuju kesejahteraan hidup guru yang memadai.

Di tahun 2005 silam, pemerintah telah memiliki undang-undang

tentang guru dan dosen, yang merupakan landasan berpijak bagi

pemerintah untuk mengintervensi langsung dalam hal meningkatkan

kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki

kualifikasi sarjana atau berijazah diploma 4, dan memiliki sertifikasi profesi.

Melalui sertifikasi inilah, guru berhak mendapatkan tunjangan profesi

sebesar 1 bulan gaji pokok guru. Di samping itu, undang-undang tersebut

juga menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai

upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru. Kebijakan dalam

131

131

undang-undang tentang guru dan dosen pada intinya adalah

meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring dengan peningkatan

kesejahteraan mereka dan hasil penelitian yang telah dipaparkan

sebelumnya, ditemukan adanya peryataan informan secara kritis dan

analitis. Karena, bukti-bukti hasil sertifikasi dalam kaitan dengan

peningkatan mutu guru bervariasi, di Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

Sidenreng Rappang, kebijakan sertifikasi bagi guru Pendidikan Agama

Islam belum sepenuhnya berhasil menigkatkan kualitas kompetensi guru,

antara lain dikarenakan kuatnya resistensi dari kalangan guru sehingga

pelaksanaan sertitikasi berjalan amat lambat. Mulai tahun 2005, sejak

pemberlakuan Undang-Undang RI. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen.

Indikator berikutnya adalah upaya guru PAI di Madrasah Tsanawiah

Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti

Kabupaten Sidenreng Rappang, untuk menarik perhatian peserta didik

tentang apa yang akan disampaikan. Menurut hasil penelitian, indikator

ini menunjukkan bahwa guru yang tersertifikasi pada umumnya menarik

perhatian peserta didik pada pendahuluan pembelajaran yang

mengemukakan bahwa salah satu peristiwa proses pembelajaran yang

perlu dilakukan oleh guru adalah memancing perhatian. Smith dan Ragan

mengemukakan bahwa berbagai stimulus yang ada di sekitar peserta didik

dapat dijadikan sebagai pemancing perhatian. Guru PAI yang telah

132

132

tersertifikasi pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul

Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang,

dalam membangkitkan perhatian peserta didik menempuh berbagai cara.

Ada yang menyuruh peserta didik membaca materi tanpa memberitahu

kegiatan apa yang selanjutnya akan dilakukan dan ada yang meminta

peserta didik membaca materi dengan catatan menemukan permas-

alahan. Dari hasil pengamatan, pada umumnya mereka manarik perhatian

peserta didik dengan cara menyuruh peserta didik membaca materi

selama beberapa menit dengan catatan setelah selesai membaca materi

peserta didik dapat mengajukan beberapa pertanyaan yang berkenaan

dengan materi yang dibaca dalam bentuk diskusi.

Pada dasarnya, kegiatan-kegiatan pendahuluan pembelajaran

intinya adalah bagaimana memancing peserta didik untuk tertarik pada

materi yang akan diajarkan. Ketertarikan adalah salah satu bentuk

ekspresi jiwa seseorang untuk menyatakan bahwa seseorang tersebut

sudah mulai memperhatikan stimulus yang ada di sekitarnya. Informan

mengemukakan bahwa berbagai stimulus yang ada di sekitar peserta didik

dapat dimanfaatkan untuk memancing perhatian peserta didik. Salah satu

bentuk stimulus yang dapat memancing perhatian adalah ungkapan-

ungkapan bernada meminta atau menyuruh peserta didik untuk

melakukan sesuatu.

Guru yang tersertifikasi pada Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten

133

133

Sidenreng Rappang, yang melakukan kegiatan pendahuluan

pembelajaran, kelihatannya sangat sukses. Artinya, guru telah berupaya

mengoptimalkan berbagai stimulus yang ada atau belum mampu

menciptakan stimulus yang dapat merespon jiwa peserta didik untuk

berkonsentrasi pada apa yang disampaikan oleh guru. Optimalisasi guru

dalam membangkitkan perhatian peserta didik terlihat dari hasil selama

pengamatan PBM, guru hanya dapat melakukan kegiatan memancing

perhatian dengan meminta peserta didik membaca materi pokok bahasan,

meminta dengan ungkapan verbalitis seperti kata-kata “perhatikan apa

yang saya jelaskan, sebab selesai saya menjelaskan bagian ini, saya

akan meminta saudara menjelaskan kembali apa yang saya uraikan,

sebab ini akan diberikan penilaian”. Meskipun guru PAI berulangkali

meminta peserta didik untuk memperhatikan materi, namun konsentrasi

peserta didik tampaknya belum juga optimal. Ini disebabkan karena

kurangnya kemampuan guru dalam mengorganisir dan memanfaatkan

indikator-indikator kegiatan pendahuluan pembelajaran.

Analisis di atas mengindikasikan bahwa sertifikasi bagi guru pada

intinya mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran di madrasah. Untuk

lebih detilnya dapat dilihat beberapa hasil penelitian yang ditemukan,

antara lain Wahidin memaparkan bahwa pengaruh sertifikasi terhadap

pelaksanaan proses pembelajaran di kelas sangat signifikan karena

dengan adanya sertifikasi, pembagian jam mengajar lebih efektif dan

harus dicapai serta guru dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan

134

134

konsisten. H. Lakalebbi mengatakan bahwa sertifikasi sangat berpengaruh

dalam proses pembelajaran dan kini telah mulai menampakkan kemajuan

pada etos kerja dan kedisiplinan dalam menjalankan tugas sebagai guru

sekaligus sebagai pendidik. Juhaena juga menambahkan bahwa

sertifikasi guru memberikan pengaruh yang signifikan karena dengan

adanya sertifikasi, guru dituntut untuk menata pembelajarannya dengan

sistematik dan dengan jam pembelajaran yang cukup. Berbeda dengan

Tamrin yang memaparkan bahwa sertifikasi sedikit pengaruhnya karena

guru Pendidikan Agama Islam yang ada lulus murni. Yang ada

pengaruhnya adalah yang ikut diklat (ilmunya diterapkan). (Juhaena :

2015).

Jika dianalisis hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas dapat

diketahui bahwa ternyata sarana atau wadah yang lebih efektif dan efisien

untuk diterapkan agar guru menuju bahkan mencapai taraf

profesionalisme adalah pendidikan dan pelatihan. Di antara sekian

responden yang telah memberikan data, mereka pada umumnya

menyebut bahwa melalui latihan, diklat, dan simposium-simposium

tentang pendidikan dan pengajaran lebih memberikan manfaat dan

berkeadilan jika dibandingkan dengan proses sertifikasi jalur portofolio.

Artinya, bahwa guru lebih tersentuh jika mereka diberikan materi secara

praksis melalui pendidikan dan pelatihan, atau seminar, kursus, dan

beberapa sistem praktik lainnya karena mereka langsung mengalaminya

135

135

sehingga berkesan secara mendalam bila dibandingkan dengan proses uji

sertifikasi melalui jalur portofolio.

136

136

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kinerja guru pendidikan agama Islam yang bersertifikat pendidik pada

Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa (MTs-

PPUW) Benteng Kabupaten Sidenreng Rappang pada umumnya sudah

baik. Terdapat perbedaan kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, dan kompetensi profesional bagi guru yang sudah

tersertifikasi dengan guru yang belum tersertifikasi. Adapun persamaan

profesionalisme guru yang telah lulus sertifikasi dan belum sama-sama

memiliki komitmen yang sama untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran di Madrasah ini sedangkan yang membedakan keduanya

adalah adanya kreativitas para guru yang telah tersertifikasi jauh lebih

baik dibandingkan mereka yang belum tersertifikasi.

2. Guru pendidikan agama Islam pada Madrasah Tsanawiah Pondok

Pesantren Al Urwatul Wutsqaa (MTs-PPUW) Benteng Sidrap yang

belum tersertifikasi dan mereka umumnya sudah memiliki komitmen

yang sama dalam mengembangkan profesionalisme dan kinerja demi

kemajuan pendidikan. Oleh karena itu, guru pendidikan agama Islam

yang telah tersertifikasi pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren

Al Urwatul Wutsqaa (M.Ts-PPUW) Benteng Sidrap pada umumnya

menerapkan strategi pembelajaran modern yang berkonsekuensi

secara administrasi untuk membenahi kurikulum yaitu kepala sekolah

137

137

dan guru yang tersertifikasi bersama semua elemen sekolah

mengembangkan metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat

guna, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian/

pembinaan, pengendalian atau pengawasan hingga penilaian terhadap

komponen-komponen penyelenggaraan pendidikan di Madrasah

Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa (M.Ts-PPUW)

Benteng Sidrap

3. Hasil kinerja guru PAI adalah guru yang tersertifikasi harus mampu

berperan sebagai sosok inspirator, motivator, dinamisator, fasilitator,

dan komunikator dalam menggerakkan, menggali, dan

mengembangkan potensi peserta didik untuk menjawab problematika

masyarakat kontemporer. Dengan penelitian ini, ditemukan adanya

suatu harapan besar bahwa guru sebagai agen pembelajaran di lapisan

terdepan karena guru berhadapan langsung dengan peserta didik

sebagai suatu harapan agar seyogianya proses sertifikasi ini lebih

diarahkan pada jalur pendidikan dan latihan. Dalam rangka memenuhi

persyaratan lulus uji sertifikasi perlu diadakan seminar untuk

meningkatkan profesionalisme guru, dan bertanya kepada teman-

teman yang berpengalaman, mengunjungi perpustakaan untuk

menambah wawasan dan pengetahuan melalui kegiatan membaca,

mengun-jungi toko-toko buku dan memperkaya referensi buku yang

relevan dengan materi pendidikan agama Islam. serta ikut pendidikan

dan pelatihan secara berkelanjutan.

138

138

B.Saran

1. Kinerja guru dapat ditinjau dalam berbagai kompetensi dan aspek.

Pemberlakuannya dapat dikembangkan berdasarkan perkembangan

metodologis dunia pendidikan yang sekarang masih bervariatif.

2. Hal-hal yang perlu diperhatikan bagi guru yang telah tersertifikasi yaitu

pada aspek pembelajaran yang meliputi pendahuluan pada tatap muka

pertama sangat penting dilakukan untuk memancing bakat dan minat

dan kecenderungan siswa dan motivasi mereka. Oleh karena itu, guru

yang tersertifikasi melakukan persiapan penting pada pertemuan tatap

muka pertama. Pengorganisasian pembelajaran harus memperhatikan

kerangka dalam penyampaian pembelajaran. Demikian juga dengan

tahapan evaluasi, selain organisasi dan administrasi juga penting

diperlihatkan sikap guru yang adil dan komunikasi pada orang tua/wali

penting dilakukan.

3. Strategi pembelajaran bagi guru yang telah mengikuti sertifikasi tidak

terlepas dari fasilitas madrasah, kompetensi guru, organisasi madrasah,

serta peserta didik, seperti di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren

Al Urwatul Wutsqaa (M.Ts-PPUW) Benteng Sidrap yang telah berhasil

memadukan potensi tersebut menuju Madrasah yang unggul dan

berakhlakul karimah.

139

139

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al- Karim

Abdul Majid, Muhaimin. Pemikiran Pendidikan, Kajian Filosofis danKerangka Dasar Operasionalisasinya. Cet. I; Bandung: PT.Trigenda Karya, 2007.

Abidin, Zainal. Kepribadian Muslim, Semarang: Aneka Ilmu, 2009.

Ali, Muhammad. Strategi Penelitian Pendidikan, Cet. II; Bandung Angkasa,2004

Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2009.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet.XIV; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010.

Ashraf, Ali. Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus,2006.

Barnadib, Sutari Imam. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis,.Yogyakarta: Andi Ofset, 2003.

Cowan, J Milten,. (ed) Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic,New York: t.p. 2011.

Danim, Sudarwan. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Cet. II;Bandung: Alfabeta, 2010.

Daradjat, Zakiah et al., Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II; Jakarta: BulanBintang, 2002.

------------, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, Cet. VI; Jakarta: BulanBintang, 2007.

Darmadi, Hamid. Kemampuan Dasar Mengajar, Cet. I; Bandung: Alfabeta,2009.

Daud, Moh. Nor Wan. The Educational Philosopi and Practice ofSyed Muhammad Naquib al-Attās, terj. Hamid Fahmi, dkk,Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas,Cet. I; Bandung: 1998.

Degeng, N.S. Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: PemecahanMasalah Belajar Abad XXI, dalam C. Asri Budianingsih, Belajardan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,. Jakarta:Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 2002.138

140

140

-------. Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentangPendidikan,

-------. Menuju Madrasah Mandiri, Jakarta: Direktorat Jenderal PendidikanIslam, 2007.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar BahasaIndonesia, Edisi Revisi. Cet. X; Jakarta: Balai Pustaka, 2003.

Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatifsuatu Pendekatan Psikologi,. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.

Effendi, Muchtar. Manajemen Suatu Pendekatan berdasarkan AjaranIslam, Jakarta: Bharata, 2006.

Engkoswara, Kecenderungan Kehidupan di Indonesia Menjelang Tahun2000 dan Implikasinya terhadap Kualitas Manusia dan Pendidikan,Cet. I; Jakarta: Intermedia, 2002.

Getteng, Abd. Rahman. Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika, Cet.III; Yogyakarta: Graha Guru, 2011.

Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru berdasarkan Pendekatan Kompetensi,Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara,2006.

-------. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA,Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003.

-------. Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem, Cet.VII; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

http://gurubersertifikasi_mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NDMOjY=, diakses 6 Oktober 2011.

http://penelitian_ Human Development Index(HDI).com/index.php?arid kualitas pendidikan, diakses tanggal21 Pebruari 2012.

Idi, Abdullah Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Cet. II,Yogyakarta:Ar Ruz Media, 2007.

Idris, Muhamad. Kiat Menjadi Guru Profesional. Cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.

Imron, Ibrahim Bafadal & A. Manajemen Peningkatan Mutu BerbasisSekolah. Malang: Kerjasama FIP UM dan Ditjen-Dikdasmen. 2004

Kalsum, Ummi. "Konsep Profesionalisme Guru dalam PerspektifPendidikan Islam", Tesis, Makassar: PPS UIN Alauddin, 2007.

Kunandar, Guru Profesional:Implementasi Kurikulum Tingkat SatuanPendidkan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Cet. I; Jakarta: PT.Rosda Karya, 2008.

141

141

-------. Pendidikan Indonesia dan Problematikanya, Jakarta: PT.Raja-Grafindo Persada, 2008.

Kustimi. Kinerja Kepala Sekolah dan Pengawas dalam MembinaKemampuan Mengajar Guru, Tesis, Universitas PendidikanIndonesia, 2003.

Nasution, S. Metodologi Penelitian. Cet. II; Remaja Rosda Karya, 2007

M. Pidarta. Manajemen Pendidikan Indonesia. Edisi Revisi, Jakarta: BinaAksara, 2008.

Mappanganro. Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah. Cet.I;Ujung Pandang: Yayasan Ahkam, 2006.

Marzuki. Metodologi Riset. Cet. IV; Yogyakarta: t.p, 2008.

Muchith, Saekhan. Pembelajaran Kontekstual. Cet. I; Semarang: RasailMedia Group, 2008.

Muhaimin dkk. Strategi Belajar Mengajar (Penerapan dalam PendidikanAgama). Surabaya: Citra Media, 2006.

-------. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan PendidikanAgama Islam di Sekolah. Cet. II; Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2002.

Mukhtar. Desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Cet.II;Jakarta: Misaka Galiza,2003.

Mulyana, Ace Suryadi & Wiana. Kerangka Konseptual Mutu Pendidikandan Pembinaan Kemampuan Profesional Guru. Jakarta: PT.Candimas Metropole. 2012.

Mulyasa, E. Profesionalisme Guru. Jakarta: Bina Aksara, 2009

-------. Manajemen Berbasis Sekolah. Konsep, Strategi, dan Implementasi.Bandung: Rosda, 2007.

-------. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif danMenyenangkan. Cet. VII; Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008.

Nafis, Ahmadi Syukran. Pendidikan Madrasah: Dimensi Profesional danKekinian. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. 2010.

Al-Nahlawi, Abdurahman. Us}u>l al-Tarbiyyah al-Isla>miyyah waAsa>libuha>, terj. H.N. Ali, Dasar-dasar Pendidikan Islam. Cet. II;Bandung: CV. Diponegoro, 2000

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam, Jilid I. Cet. I; Jakarta: LogosWacana Ilmu, 2007.

142

142

Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoretis danPraktis. Jakarta: Ciputat Pers, 2003.

Pahruddin. Pengaruh Profesionalisme Guru terhadap PeningkatanPrestasi Belajar Siswa MAN Suli Kabupaten Luwu "Tesis".Makassar: PPS UIN Alauddin, 2011.

Panitia Sertifikasi Guru Agama LPTK Fak. Tarbiyah dan Keguruan, ModulSertifikasi Guru PAI. Cet. IV, Makassar: PT Berka Utami, 2012.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru danDosen. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006.

PP RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Bab.VI, pasal.

Purtawan, I Made. Pengujian Hipotesis dalam Penelitian Sosial. Cet. I ;Jakarta : Rineka Cipta, 2000.

Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Cet. I;Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar BahasaIndonesia, Edisi Ketiga. Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Redaksi Sinar Grafika. Undang-undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th.2005. Cet. II; Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Republik Indoneisa, UU RI No.20 tahun 2003, tentang SistemPendidikan Nasional.

-------. “Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik IndonesiaNomor. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik danKompetensi Guru.

-------. “Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru”,pasal 1.

Rindjin, Ketut. Program Sertifikasi dan Upaya PeningkatanProfesionalisme Guru. Jakarta: Ganesha, 2007

Room, Mohammad. Implementasi Nilai-nilai Tasawuf dalamPendidikan Islam; Solusi Mengantisipasi Krisis Spiritual di EraGlobalisasi "Disertasi" Makassar: PPS UIN Alauddin, 2006.

Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah ModelPelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Cet. I;Jakarta: Prenada Media, 2004.

Rumi, Ahmad Ensiklopedia. Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

143

143

Rusn, Abidin Ibnu. Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan. Cet. II;Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Rusyan, Tabrani. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:CV. Remaja Karya, 2008.

Sagala, Saiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Cet. II, Bandung:Alfabeta, 2005.

-------. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Cet. III;Bandung: CV Alfabeta, 2011.

Saharuddin. Konsep Profesionalisme Guru dalam PerspektifPendidikan Islam: Studi Peningkatan Mutu Guru MTs.Muhammadiyah Tallo Makassar "Tesis", Makassar: PPS UINAlauddin, 2011.

Saleh, Abdul Rahman. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa: Visi, Misi,dan Aksi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Samami dkk, Inovasi Pendidikan dalam Kaitannya denganPeningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Cet I ;Bandung : Pustaka Setia, 2006)

Saud, Udin Syaefuddin. Pengembangan Profesi Guru. Bandung:CV.Alfabeta, 2010.

Setiyadi, Ag. Bambang. Metode Penelitian untuk Pengajaran BahasaAsing: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitati., Cet.I; Yogyakarta:Graha Ilmu, 2006.

Sholeh, Asrorun Ni’am. Membangun Profesionalitas Guru (AnalisisKronologis atas Lahirnya UU Guru dan Dosen.) Jakarta: Elsas,2006.

Siregar, Rivay. Tasawuf; Dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme. Cet.II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Soedijarto. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:Gramedia Widiasarana, 2003.

-------. Pendidikan sebagai Sarana Reformasi Mental dalam UpayaPembangunan Bangsa. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Spencer, Lyle M. Spencer and Signe M. Competence at Work: Modelemsfor Superior Performance. Canada: Jhon Willy, 2009.

Sudibyo, Bambang. Rencana Strategis Depdiknas Tahun 2005-2009menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025.Jakarta: Depdiknas, 2005.

144

144

Sudjana, Djudju S. Manajemen Program Pendidikan untuk PendidikanNonFormal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung:Falah Production, 2004.

-------. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru, 1989.

-------. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Cet. I ; Bandung : PT. SinarBaru, 1989.

-------. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kualitatif, danR&D. Bandung: Alfabeta, 2008.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Cet. II;Bandung: Alfabeta, 2011.

Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Cet. I; Bandung:Rosdakarya, 2006.

Supriadi, Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: AdicitaKarya Nusa, 1999.

Suriadi, Ace. Strategi pengelolaan Pendidikan. Jakarta: balai Pustaka,1992.

Surya, Mohamad. Percikan Perjuangan Guru. Cet I; Semarang: CV.Aneka Ilmu, 2003.

Suyanto. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Cet. I;Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2009.

Syaodih S., R. Ibrahim & Nana. Perencanaan Pengajaran. Cet. II, Jakarta:Rineka Cipta, 2003.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam.Cet. VI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Tim Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung:Fokusmedia, 2006.

Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Cet. II; Jakarta:PT Raja Garafindo Persada, 2009.

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2007.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Gurudan Dosen. Cet. II; Jakarta: PT. Kencana, 2006.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), bab II pasal 3.

United Nation Development Programe (UNDP), Pengaruh SertifikasiTerhadap Kinerja Guru di Indonesia, tahun 2007.

145

145

http://mediaindonesia.com/index. php?ar_id=NDMOjY, diakses12 Januari 2012.

Uno, Hamza B. Profesi Kependidikan; Problema, Solusi danReformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara,2007.

Uno, Hamzah B. Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan ReformasiPendidikan di Indonesia. Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Usman, Muh. Uzer Menjadi Guru Profesional. Jakarta: Bumi Aksara,2009.

Walgito, Bimo. Bimbingan Penyuluhan di Sekolah. Cet. II; Yokyakarta:Riset, 2001.

Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

146

146

147

147

ANGKET PENELITIAN

PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA

SEKOLAH DASAR NEGERI SE-KECAMATANWATANG SAWITTO

KABUPATENG PINRANG

(Studi Komparasi Guru Bersertifikat Pendidik Jalur Fortofolio dengan Jalur

Diklat)

Nama :

Jalur Sertifikasi : a. Portofolio b. Diklat

Masa kerja : ………………..Tahun……………….Bulan.

A. Petunjuk Pengisian

1. Sebelum mengisi pertanyaan-pertanyaan berikut, kami mohon bapak/ibu

guru bersedia membaca terlebih dahulu petunjuk pengisian ini.

2. Dari setiap pertanyaan pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai, lalu

berilah tanda silang (X) pada item jawaban yang tersedia)

B. Daftar Pertanyaan

1. Apakah Bapak/Ibu guru sering bertekad dalam hati yang didasari niat

untuk berupaya memajukan pendidikan ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

2. Apakah Bapak/Ibu guru memahami komitmen dalam mengajarkan materi

pendidikan agama Islam pada peserta didik sehingga peserta didik dapat

memahaminya ?

a. Sangat paham b. Paham c. Kurang paham d. Tidak paham

3. Apakah Bapak/Ibu guru telah mengaktualisasikan standar kompetensi

guru dalam mengunakan metode yang bervariasi ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

4. Apakah merasa bangga dan senang menjalankan tugas profesi guru serta

melayani pertanyaan peserta didik ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

148

148

5. Apakah Bapak/Ibu guru telah melakukan pengorganisasian pembelajaran

pada setiap tata muka ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

6. Apakah Bapak/Ibu guru telah aktif dalam hal pengunaan media dalam

pembelajaran ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

7. Apakah Bapak/Ibu guru telah menjalankan tugas utama sebagai guru

dalam menarik perhatian peserta didik yaitu mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi hasil belajar ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

8. Apakah Bapak/Ibu guru telah berusaha membimbing peserta didik

sehingga mereka menjadi manusia yang menjunjung tinggi agama, nilai-

nilai etika, bangsa, dan masyarakat ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

9. Apakah Bapak/Ibu guru telah merasa terpanggil hati nurani dan moral

untuk secara tekun dan penuh perhatian terhadap pertumbuhan dan

perkembangan peserta didik ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

10. Apakah Bapak/Ibu guru telah berusaha mengembangkan dan memajukan

disiplin ilmu pendidikan agama Islam ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

11. Apakah Bapak/Ibu guru terus berusaha menciptakan, memelihara, dan

mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan

belajar dan jika ada materi belum jelas guru menjelaskan kembali dan

memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

12. Apakah Bapak/Ibu guru telah memberikan penilaian hasil pekerjaan

peserta didik dengan obyektif ?

a. Sangat obyektif b. Obyektif c. Kurang obyektif d. Tidak obyektif

149

149

13. Apakah Bapak/Ibu guru selalu mempersiapkan RPP sebelum melakukan

pembelajaran ?

a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah

Pinrang,………………………..2012

TTD

(----------------------------------------)

150

150

INSTRUMEN PENELITIAN

PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADASEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATANWATANG SAWITTO

KABUPATENG PINRANG

(Studi Komparasi Guru Bersertifikat Pendidik Jalur Fortofoliodengan Jalur Diklat)

Nama :

Jalur Sertifikasi : a. Portofolio b. Diklat

Masa kerja : ………………..Tahun……………….Bulan.

1. Menurut anda bagaimana profesionalisme guru PAI pada sekolah dasar negeri

yang telah memiliki sertifikat pendidik di Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten

Pinrang?

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………........

2. Menurut anda bagaimana profesionalisme guru PAI pada sekolah dasar negeri

yang bersertifikat pendidik jalur portofolio di Kecamatan Watang Sawitto

Kabupaten Pinrang?

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

3. Menurut anda bagaimana profesionalisme guru PAI pada sekolah dasar negeri

yang bersertifikat pendidik jalur diklat di Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten

Pinrang?.

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

4. Menurut Anda apa persamaan dan perbedaan profesionalisme guru PAI yang

bersertifikat pendidik jalur portofolio dengan jalur diklat pada sekolah dasar

negeri se-Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten Pinrang?.

151

151

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

5. Menurut anda upaya apa yang perlu dilakukan dalam meningkatkan

profesionalisme guru PAI pada sekolah dasar negeri se-Kecamatan Watang

Sawitto Kabupaten Pinrang ?

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

6. Sebagai seorang guru yang telah tersertifikasi, apakah anda berusaha

meningkatkan profesionalisme dengan ikut seminar-seminar?

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

7. Sebagai seorang guru yang telah tersertifikasi, apakah anda berusaha

meningkatkan profesionalisme dengan membuat makalah?

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………….

8. Sebagai seorang guru yang telah tersertifikasi, apakah anda berusaha

meningkatkan profesionalisme dengan membuat bahan ajar?

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

………………………………............................................

Pinrang…………………………..2012

TTD

(………………………………..)

152

152

153

153

154

154

155

155

156

156

157

157

158

158

159

159