new makalah sikap psikologi sosial i kelompok 9
DESCRIPTION
Sikap dalam Psikologi Sosial Pengertian Sikap, Komponen Sikap, Perbedaan sikap dengan konsep lainnya, perubahan sikap,fungsi sikap, pengukuran sikap.TRANSCRIPT
SIKAP
PSIKOLOGI SOSIAL
Dosen pengampu :
Laila Meiliyandrie Indah Wardani, Ph.D
Di buat oleh :
Novya Indri Astuti (46112120034)
Aunike Stefani (46112120040)
Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana Menteng
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan karunia
dariNya, kami dapat menyelesaikan makalah “SIKAP” untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Sosial I.
Dalam penyusunan makalah ini kami memperoleh banyak sumber dari beberapa buku
referensi tentang Psikologi Sosial dan dari media elektronik. Kami berusaha mengambil pokok-
pokok penting dari isi buku tersebut. Dengan harapan, semoga isi dari makalah kami sesuai
dengan pembahasan dalam psikologi sosial tentang “SIKAP”.
Kami harap semoga makalah ini bermanfaat dan dapat dipelajari dengan baik. Kami juga
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata senpurna. Untuk itu kami mohon kritik dan
saran dari para pembaca.
Jakarta, 19 April 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak dapat lepas dari perilaku dan sikap. Terkadang
sikap menunjukkan perilaku kita. Sikap sangat penting dalam kehidupan kita, karena orang lain
akan menilai kita dari sikap dan tingkah laku kita. Apakah mereka akan menilai positif atau
negatif tentang diri kita. Dalam kehidupan sosial, baik di lingkungan keluarga atau masyarakat,
sikap sangatlah dilihat oleh orang lain untuk menerima keberadaan kita. Sikap adalah
bagaimana kita membawa diri kita dengan perasaan, perilaku dan pikiran. Sikap sangat erat
kaitannya dengan psikologi sosial. Psikologi sosial adalah cabang ilmu psikologi yang
mempelajari hubungan antara individu dengan kelompok serta lingkungannya. Dalam
kehidupan sehari-hari kita selalu bersikap, yang kadang kita tidak menyadarinya.
Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari. Untuk itu, dalam pembelajarannya sikap
membahas tentang pengertian sikap, proses terbentuknya sikap, perubahan sikap dan
pengukurannya. Menurut (Zanna dan Rempel dalam Voughn & Hoog, 2002) sikap adalah reaksi
evaluatif yang disukai atau tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang, menunjukkan
kepercayaan, perasaan, atau kecenderungan perilaku seseorang (Sarwono, 2009).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sikap Definisi Sikap
Sikap merupakan salah satu pokok bahasan yang penting dalam psikologi sosial.
Para pakar mengemukakan definisi sikap secara berbeda-beda. Sikap (attitude)
merupakan evaluasi terhadap objek, isu atau orang.
Attitude is a favourable or unfavourable evaluative reaction to ward something
or someone, exhibited in one’s belief, feelings or intended behavior. (Myers, 1996)
An attitude is a disposition to respond favourably or unfavourably to an object,
person, institution or event. (Azjen, 1988)
Attitude is a psychological tendency that is expressed by evaluating a particular
entity with some degree of favor or disfavor. (Eagly & Chaiken, 1992)
Dalam sikap ini, pengertian sikap menurut beberapa sumber diantaranya,
menurut Allport, sikap merupakan suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang
yang didalamnya terdapat pengalaman individu yang akan mengarahkan dan
menentukan respon terhadap beberapa objek dan situasi (Sarwono, 2009).
Dari semua definisi sikap tersebut, sependapat bahwa ciri khas dari sikap adalah
mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dsb) dan
mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka). (Bem, 1970; Edwards,
1957; Fishbein & Azjen, 1975; Osgood, Suci & Tannenbaum, 1957; Oskamp, 1977).
Sikap adalah sesuatu yang dipelajari, bukan bawaan, oleh karena itu sikap lebih
dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap diikuti dengan perilaku
dan menghasilkan nilai terhadap suatu objek baik itu positif ataupun negatif.
Sikap dinyatakan dalam tiga domain yang saling berkaitan. Pertama, perasaan
(Affect) yang timbul (suka atau tidak suka). Kedua, perilaku (Behaviour) yang mengikuti
perasaan itu (mendekati, atau menghindar). Ketiga, pemikiran (Cognitive) atau penilaian
terhadap objek sikap (bagus atau tidak bagus) (Sarwono, 1997).
Dalam kehidupannya, manusia mempunyai berbagai macam sikap terhadap
berbagai macam objek.
Contohnya adalah, bagi Umat Hindu mereka tidak memakan daging sapi. Karena,
bagi mereka sapi adalah binatang yang suci, maka bisa jadi akan timbul perasaan mual
(perasaan/affect) dan makanan itu akan muntah (perilaku/behavior), karena dia pikir
makanan itu tidak layak untuk dimakan (pemikiran/kognitif).
Ketiga domain tersebut saling terkait erat, maka timbul teori bahwa jika kita
dapat mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek tertentu, kita
akan tahu pula kecenderungan perilakunya. Dengan demikian, kita dapat meramalkan
perilaku dari sikap yang dampaknya besar sekali dalam psikologi, karena dapat
dimanfaatkan baik dalam hubungan antar individu, dalam konseling maupun hubungan
antar kelompok.
Teori-teori Sikap
a. Theory of Reaction Action
Dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen pada tahun 1975. (Sarlito W. Sarwono,
2002). Dinamakan reasoned action karena berusaha mengungkapkan latar belakang
atau alasan (reason) dari suatu tindakan (action). Teori ini mengembangkan suatu
teori dan metode untuk memprakirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori
tindakan beralasan menjelaskan tentang integrasi komponen perilaku dalam struktur
yang telah didesain untuk memprediksi perilaku yang lebih baik. Teori tindakan
beralasan merupakan teori psikologi sosial yang telah terbukti dengan baik dengan
menyatakan bahwa suatu keyakinan tertentu dapat mempengaruhi perseps i perilaku
dan perilaku sebenarnya.
Variabel-variabel yang terdapat dalam teori tindakan beralasan adalah variabel
sikap, norma subyektif, niat dan perilaku (Ajzen, 1988). Niat berperilaku dapat
dijadikan sebagai alat ukur perilaku nyata yang terbaik, dan menyatakan bahwa
perilaku tersebut disengaja sehingga cukup rumit ditentukan oleh keinginan
seseorang untuk menyatakan perilaku tersebut. Teori tindakan beralasan dijelaskan
tentang adanya sikap dan norma subyektif yang dapat membentuk niat seseorang.
b. Theory Planned Behavior
Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh segala sesuatu yang berada di
sekelilingnya seperti, orang tua, teman, pengalaman, serta pengetahuan yang telah
dimiliki dalam proses pengambilan keputusan.
Teori ini adalah pengembangan dari teori reaction action dengan adanya
penambahan satu variabel, yaitu kontrol keperilakuan yang dirasakan. Kontrol
keperilakuan secara langsung dapat mempengaruhi niat untuk melaksanakan suatu
perilaku dan juga mempengaruhi perilaku dalam di mana situasi pengguna berniat
untuk melaksanakan suatu perilaku namun dihalangi dalam melakukan tindakan
tersebut. Kontrol keperilakuan yang dirasakan ditunjukkan dengan tanggapan
seseorang terhadap halangan dari dalam atau halangan dari luar sewaktu melakukan
perilaku. Kontrol keperilakuan dapat mengukur kemampuan seseorang dalam
mendapatkan sesuatu dalam mengambil suatu kegiatan.
B. Definisi Sikap Dengan Konsep Sifat dan Perilaku Sikap adalah sesuatu yang dipelajari, bukan bawaan, oleh karena itu sikap lebih
dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah.
Sifat
Sikap berbeda dengan sifat (trait) yang lebih merupakan bawaan dan sulit diubah.
Sebagian pakar lain mengatakan bahwa, dapat saja sikap timbul karena bawaan, hal ini
terbukti dari kenyataan bahwa sikap dapat timbul tanpa ada pengalaman sebelumnya.
Misalnya, orang yang sejak bayi tidak suka sayur (Eagly & Chaiken, 1992). Sifat
merupakan faktor peramal terhadap perilaku dan keduanya tidak tampak dari luar,
hanya dapat diperkirakan dari isyarat-isyarat yang tampak dari luar.
Perilaku
Perilaku adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh
adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi atau genetika. Nilai mempengaruhi
sikap dan perilaku. Misalnya, Randi tidak menyukai Handi yang angkuh, maka Randi
menjauhi Handi.
Perilaku akan menunjukkan sikap seseorang terhadap suatu objek yang diterimanya.
C. Komponen Sikap Sikap mempunyai tiga komponen yang saling berkaitan. Ketiga komponen
tersebut melahirkan bagaimana sikap seseorang yang akhirnya menimpulkan perilaku
karena adanya pemikiran terhadap suatu objek atau stimulus yang diterima.
a. Komponen Affective
Komponen Affective adalah komponen sikap yang terdiri dari emosi dan
perasaan seseorang terhadap suatu stimulus, khususnya evaluasi positif atau negatif .
Misalnya, ketika melihat ular Tika merasa jijik dan takut.
b. Komponen Behavioral
Komponen Behavioral adalah komponen yang terdiri dari bagaimana cara orang
bertindak dalam merespons stimulus. Misalnya, karena takut dengan ular, ketika Tika
melihat ular dia akan lari dan menghindar dari ular tersebut.
c. Komponen Cognitive
Komponen Cognitive adalah pemikiran seseorang terhadap objek tertentu
seperti fakta, keyakinan, pengetahuan, pengalaman. Misalnya, Tika takut dan lari
ketika melihat ular karena menurut dia, ular adalah binatang yang menjijikan dan
berbahaya.
D. Fungsi Sikap Dalam kehidupan sehari-hari, sikap sangatlah diperlukan, terlebih untuk
kehidupan sosial. Sikap kita, akan menunjukkan seperti apa kepribadian kita. Sikap
sangat bermanfaat penerapannya baik dalam hubungan antar individu, dalam keluarga,
maupun antar kelompok. Fungsi sikap diantaranya :
1. Fungsi Instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat dan
menggambarkan keadaan keinginan. Untuk mencapai suatu tujuan, sangat
diperlukan sarana yaitu sikap. Apabila tujuan tercapai, maka individu akan bersikap
positif. Contoh, seorang siswa yang ingin lulus ujian, ia akan berusaha dengan belajar
giat daripada mencontek pada saat ujian berlangsung.
Disebut juga sebagai fungsi manfaat (utility) yaitu sejauh mana manfaat objek
sikap dalam pencapaian tujuan. Misalnya, sikap sangat setuju karyawan terhadap
kenaikan gaji karena bermanfaat untuk kehidupan ekonomi dan keluarga.
2. Fungsi Pertahanan Ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau
ancaman harga dirinya. Contoh, Leni sebenarnya benci sekali dengan Ratih, tetapi
dikatakan bahwa Ratih lah yang membenci Leni.
3. Fungsi Nilai Ekspresi
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Sistem nilai apa
yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap yang diambil oleh individu yang
bersangkutan terhadap nilai tertentu. Contoh, seseorang yang sudah menghayati
kebenaran ajaran agama maka sikapnya akan tercermin dalam tutur kata, perilaku
dan perbuatan yang dibenarkan oleh ajaran agamanya.
E. Pembentukan dan Perubahan Sikap 1. Pembentukan Sikap
Sikap terbentuk karena dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai
dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada waktu dan
tempat yang berbeda.
a. Adopsi
Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus-
menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan
mempengaruhh terbentuknya sikap. Misalnya, anak seorang guru kebanyakan suka
membaca.
b. Diferensiasi
Pembentukan sikap yang dipengaruhi oleh berkembangnya intelegensi,
bertambahnya pengetahuan, bertambahnya usia. Misalnya, seorang anak kecil awalnya
takut kepada setiap orang dewasa yang bukan ibunya, tetapi lama kelamaan ia dapat
membeda-bedakan antara ayah, paman, bibi, kakek, nenek, kakak, yang disukainya
dengan orang yang asing yang tidak disukainya.
c. Integrasi
Pembentukan sikap yang terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai
pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk
sikap mengenai hal tersebut. Misalnya, Madun seorang pelajar SMA dari kota kecil di
Jawa Tengah, berhasil memperoleh beasiswa pertukaran pelajar ke Amerika Serikat.
Ketika akan berangkat, orangtuanya berpesan agar Madun tidak terpengaruh oleh
orang-orang kafir yang jahat disana. Sesampainya di Amerika Serikat, Madun
ditempatkan di kota kecil yang penduduknya semua ramah dan selalu menolongnya
walaupun mereka bukan muslim. Maka Madun pun mengirim kabar kepada ibunya “Ma,
disini orang-orang kafir, tetapi mereka baik-baik, di Indonesia banyak muslim tetapi kok,
banyak KKN ya Ma?”
d. Trauma
Adalah pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Misalnya, dalam hal percintaan, Beni
pernah mengalami patah hati karena diputus oleh pacarnya. Sejak itu, Beni lebih
memilih sendiri karena takut mengalami patah hati lagi.
Sikap terbentuk melalui suatu proses, melalui kontak sosial terus menerus antar
individu dengan individu-individu lain di sekitarnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah:
1. Faktor internal
Yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti
faktor pilihan. Kita tidak dapat menangkap seluruh stimulus dari luar dengan persepsi
kita, oleh karena itu, kita harus memilih stimulus-stimulus mana yang akan kita dekati
dan mana yang harus dijauhi. Contoh, ketika kita mempunyai banyak kegiatan dan
planning, mengerjakan tugas, bermain, shopping, membersihkan rumah, semua hal
tersebut minta diperhatikan, maka kita harus memilih mana kegiatan yang harus
diselesaikan terlebih dahulu. Tentunya kegiatan yang sebagai prioritas lebih dulu
diselesaikan.
2. Faktor eksternal
- Sifat objek, sikap itu sendiri, bagus, jelek dari suatu objek sikap
- Kewibawaan
Contoh, orang yang mengemukakan suatu sikap gambar ibu presiden sedang
mengimunisasi bayi dipasang besar-besaran di berbagai tempat strategis agar
masyarakat terdorong untuk mengimunisasi anak-anak balita mereka.
- Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut
Contoh, banyak umat muslim yang bersykur ketika Front Pembela Islam dikenai
sanksi hukum, karena walaupun namanya membela Islam, tetapi caranya yang
selalu menggunakan kekerasan tidak disukai umat Islam.
- Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap
Di era teknologi, penyampaian informasi melalui multimedia atau sosial media
lebih efektif dibandingkan dengan media tradisional seperti kirim surat atau
informasi dari mulut ke mulut. Terbukti dengan adanya email, sms, media sosial
memudahkan kita menyampaikan informasi sekalipun berbeda Negara.
- Situasi pada saat sikap itu dibentuk
Ketika Indonesia sedang dilanda krisis, hampir semua mendukung Gus Dur untuk
menjadi presiden, tetapi ketika Gus Dur justru menimbulkan makin banyak krisis,
maka orang pun lebih memilih orang lain untuk jadi presiden.
2. Perubahan Sikap
Perubahan Sikap Spontan
Memikirkan objek sikap secara mendalam cenderung akan membuat sikap
menjadi lebih ekstrem. Menurut Tesser (1978), kita me re-view dan mengkaji keyakinan
kita, dan tekana konsistensi menyebabkan keyakinan kita cenderung menjadi konsisten.
Misalnya, jika Anda meluangkan waktu lebih lama untuk memikirkan sahabat baik Anda,
Anda mungkin akan lebih menyukainya. Anda mungkin ingat sifat-sifat lain atau
pengalaman bersama yang Anda alami bersama dengannya. Dan, Anda mungkin
menginterpretasikan ulang beberapa memori yang kurang menyenangkan dengan
memaafkannya. Akan tetapi, jika Anda lebih sering memikirkan musuh Anda, maka Anda
mungkin akan lebih jengkel kepadanya. Anda mungkin akan mengingat lebih banyak hal
tidak menyenangkan dan mencurigai motif di balik tindakannya yang kelihatan baik.
Pada dasarnya, hipotesis Tesser menyatakan bahwa memikirkan suatu isu akan
melahirkan sikap yang lebih terpolarisasi karena akan menyebabkan orang
menghasilkan lebih banyak sikap yang konsisten. Semua aktivitas kognitif ini
mengharuskan individu memiliki struktur atau skema tentang seseorang atau isu. Tanpa
ada pemahaman skematik atas suatu isu, sulit bagi seseorang untuk menghasilkan
keyakinan baru atau untuk mengetahui cara menginterpretasikan ulang keyakinan lama.
Implikasinya adalah bahwa pemikiran akan mempolarisasikan sikap hanya ketika
orang memiliki skema tentang isu. Untuk menguji implikasi ini, Chaiken dan Yates (1985)
meneliti dua kelompok orang: sebagian sudah punya struktur pengetahuan yang
konsisten tentang isu (hukuman mati) dan sebagian tidak punya. Setiap orang menulis
esai tentang isu ini atau tentang isu lain yang tidak relevan (sensor). Hanya partisipan
dengan tingkat konsistensi tinggi yang menulis esai tentang hukuman mati yang
mengembangkan sikap lebih ekstrem terhadap isu tersebut. Tidak ada polarisasi
signifikan yang terjadi dalam kondisi lain. Untuk mempolarisasikan sikap, maka
pemikiran seseorang harus relevan dengan isu, orang harus punya cukup sumber daya
kognitif, dan harus tidak ada isu alternatif yang bersaing menarik perhatiannya (
Liberman & Chaiken, 1991).
Persistensi Perubahan Sikap
Secara umum, memori detail argumen akan pudar dengan cepat dan kemudian
pudar secara lebih lambat. Akan tetapi persistensi perubahan sikap tidak selalu
bergantung pada retensi detail argumen. Kejadian lain yang terjadi setelah komunikasi
juga berpengaruh signifikan. Salah satu faktor penting yang membantu persistensi
adalah, apakah penerima komunikasi itu kemudian ingat pada petunjuk-petunjuk
penting seperti kredibilitas sumber komunikasi.
Contohnya adalah sleeper effect, yaitu kemunculan kembali daya persuasi pesan
dari sumber berkredibilitas rendah (Kelman dan Hovland, 1953). Perbedaan kredibilitas
tersebut dapat dimunculkan kembali ketika seseorang ingat akan sumber pesan.
Penyebab fenomena sleeper effect ini masih belum diketahui. Mungkin seiring
dengan berlalunya waktu, kredibilitas sumber menjadi semakin dipisahkan dari pesan,
artinya penerima pesan mengingat pesan tetapi lupa pada siapa yang mengatakannya.
Sleeper effect berlaku pula pada niat untuk membujuk. Ingat kembali bahwa
ketika seseorang diberi peringatan lebih dini tentang niat orang lain untuk membujuk,
perubahan sikap akan berkurang. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu adalah
mudah untuk melupakan bahwa orang itu berniat untuk membujuk, yang menyebabkan
perubahan sikap dari waktu ke waktu semakin meningkat (Watt & Holt, 1979).
Kesesuaian antara Sikap dan Perilaku
Adanya kesesuaian antara sikap dan perilaku sudah diketahui oleh para pakar
sejak lama. Hartshorne & May (1928), menemukan bahwa kecurangan dalam hubungan
dengan situasi tertentu, misalnya mencontek ulangan, belum tentu berkolerasi dengan
kecurangan dalam hubungan situasi yang lain seperti berbohong kepada teman.
Meningkatkan Prakiraan Perilaku dari Sikap
Hubungan antara sikap dan perilaku timbul dari berbagai kritik. Upaya untuk
meramalkan atau memprakirakan perilaku tetap saja dianggap penting dalam psikologi
sosial, karena lebih efisien daripada harus melakukan pengamatan langsung di lapangan.
Misalnya, meramalkan atau memprakirakan perilaku dalam hal keluarga berencana.
Belum tentu dapat meramalkan apakah seseorang akan memakai kontrasepsi, tetapi
sikap terhadap kontrasepsi dapat meramalkan pemakaian kontrasepsi (Morrison).
Membenarkan Perilaku yang Salah
Gejala yang satu ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali kita
melakukan hal yang salah, tetapi kita membenarkan perilaku kita sendiri dengan
menyalahkan korban. Misalnya, pria yang melecehkan wanita, akan mengatakan bahwa
wanita lah yang memancing dengan rok mini, baju yang serba terbuka, dan gaya yang
centil.
F. Sikap dan Perilaku Sikap memiliki peranan penting dalam membentuk perilaku. (Engel, Blackwell &
Miniard , 1995, 338). Pembentukan sikap paling efektif adalah melalui pengalaman
sendiri. Para ahli mengetahui sampai sejauh mana perilaku dapat mempengaruhi
terbentuknya sikap. Pengaruh perilaku pada sikap juga terjadi karena apa yang
dikatakan atau diperbuat oleh seseorang cenderung dipercayai oleh orang itu sendiri
(saying is believing).
Karakteristik Sikap terhadap Perilaku
a. Kekuatan Sikap
Salah satu kondisi penting untuk lahirnya konsistensi sikap-perilaku adalah sikap
itu harus kuat dan jelas. Sikap yang kuat biasanya stabil, memiliki implikasi personal.
Sikap ini sering terbentuk lewat pengalaman langsung (Armitage & Conner, 2000;
Bizer & Krosnick, 2001). Segala hal yang memberi kontribusi pada sikap yang kuat
juga cenderung meningkatkan konsistensi sikap-perilaku. Misalnya, perilaku daur
ulang/petisi untuk melindungi lingkungan, dan sikap tentang lingkungan tampak
lebih konsisten di kalangan mahasiswa yang tahu banyak tentang kelestarian
lingkungan.
b. Stabilitas Sikap
Sikap yang stabil dan mudah diingat kemungkinan besar lebih selaras dengan
perilaku ketimbang sikap yang kurang stabil dan tidak mudak diingat (Kraus, 1995).
c. Aksesibilitas Sikap
Sikap yang lebih mudah diakses memori akan lebih kuat dalam mempengaruhi
perilaku (Kraus, 1995). Faktor utama yang menentukan apakah sebuah sikap dapat
diakses dalam memori adalah seberapa seringkah sikap itu diekspresikan. Misalnya,
sebagai orang yang mempunyai tata karma, ketika ia melewati orang yang sedang
duduk, ia akan membungkukkan badan. Ketika sikap tersebut lebih sering dilakukan,
maka akan terbiasa sebagai perilaku.
d. Relevansi Sikap terhadap Perilaku
Ketika suatu sikap relevan terhadap dengan perilaku, maka keduanya s aling
terkait. Sikap bervariasi sedikit dalam relevansinya dengan tindakan tersebut.
Contoh, siswa tidak setuju dengan hal mencontek, tetapi pada saat ujian dan
pengawas tidak ada, mereka mencontek (tidak relevan).
e. Kemenonjolan Sikap
Sikap tertentu yang menonjol akan lebih mungkin mempengaruhi perilaku.
Kemenonjolan sangat penting ketika sikap tidak terlalu kuat. Misal: menyontek saat
ujian disebabkan siswa kurang menghargai nilai kejujuran atau ingin mendapatkan
nilai tinggi.
f. Penalaran tentang sikap seseorang
Alasan yang mendasari sikap seseorang akan menyebabkan sikap itu berubah
untuk sementara waktu, khususnya jika sikap tidak memiliki dukungan kognisi yang
cukup, yakni tidak ada keyakinan yang menopang sikap. Misal: seorang karyawan
yang kuliah-kerja, pada saat ada tugas kantor bersamaan dengan jadwal kuliah maka
ia akan mengevaluasi berbagai keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan.
g. Tekanan situasi
Setiap kali seseorang melakukan perilaku yang jelas, mereka dapat dipengaruhi
oleh sikap dan situasi sekitar. Misal: ketika berada dalam satu kelompok, ani dan ayu
saling bekerja sama, akan berbeda sikapnya jika mereka sudah tidak dalam satu
kelompok, mereka akan bersikap seolah tidak saling kenal.
G. Pengukuran Sikap Pengukuran mempunyai 2 syarat, yaitu:
• Validitas yaitu setiap butir pernyataan harus sungguh-sungguh mengukur apa yang
hendak digali .
• Reliabilitas yaitu alat ukur itu harus memberikan hasil yang kira-kira sama jika
diulang pada waktu –waktu yang berbeda .
Untuk menghindari kesalahan (error), baik kesalahan sistematik (kesalahan
tertentu berulang terus-menerus) jika alat ukur tidak valid, maupun kesalahan acak
(kesalahan terjadi berulang-ulang walaupun tidak pada kesalahan tertentu) jika alat ukur
tidak reliable (Himmelfarb, 1993 ; Edwards, 1957) .
Tehnik nengukur sikap ada beberapa jenis. Jenis yang paling awal adalah yang
masih menggunakanperbandingan fisik untuk menentukan sikap terhadap objek sikap
tertentu (A lebih berat dari B, X lebih keras dari Y, fitnah lebih jahat dari pembunuhan,
dan sebagainya). Menurut Thurstone (1927a, 1927b) penilaian (judgement) orang
sebagai hasil memperbandingkan itu dapat diukur dalam bentuk skala. Teknik
pengukuran yang dikembangkan oleh Thurstone ini dinamakan Judgement Technique.
Tehnik pengukuran lainnya adalah yang sepenuhnya psikologik. Jadi, tidak
menggunakan perbandingan fisik yang dianggap terlalu rumit. Tehnik ini dikembangkan
oleh Likert (1932) dan dinamakan method of summated ratings.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan Sikap adalah evaluasi terhadap suatu objek (stimulus, isu, orang) yang terdiri dari
komponen afektif/perasaan, behavior/perilaku, dan kognitif/pikiran berupa sikap positif
dan negative (suka-tidak suka, setuju-tidak setuju). Suatu nilai berpengaruh terhadap
sikap dan perilaku individu. Sikap berbeda dengan sifat, sikap cenderung dapat dilihat
sedangkan sifat hanya dapat dilihat dari isyarat-isyarat tertentu.
Sikap yang kuat, sikap yang mudah diakses, sikap yang sering dilakukan berulang-
ulang akan cenderung berpengaruh besar terhadap perilaku. Sikap dapat dibentuk dan
diubah serta diukur.
Sikap kita di keluarga, di lingkungan sosial, di lingkungan pendidikan (sekolah)
akan menjadi penilaian orang lain terhadap kepribadian kita. Kita harus dapat menjaga
sikap kita dimanapun dan kapanpun. Sikap yang positif akan membawa kita menjadi
orang yang sukses.
2. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan. Baik
dari segi penyusunan maupun dari segi isi. Semoga makalah ini dapat berguna untuk
pembaca maupun penulis. Kritik dan saran yang membangun akan kami terima
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, Sarlito W. 2002. Psikologi Sosial Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Balai
Pustaka, Jakarta.
Sarwono, Sarlito W. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Rajawali Pers, Jakarta.
Sears, David O. Peplau.Anne.Letitia. Taylor, Shelley E. 2009. Psikologi Sosial Edisi Kedua
Belas. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Engel, J.F., Blackwell, R.D., and Miniard, P.W. 1995. Consumer Behavior. 8 Edition. Forth
Worth., Texas. The Dryden Press.
Sunaryo, M.Kes,Drs. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
(http://books.google.co.id/books?id=6GzU18HfuAC&pg=PA199&lpg=PA195&focus=vie
wport&hl=id&output=html_text)
Frans Warmanto MB, Handhika Noviant Thenu, “ANALISIS HUBUNGAN ANTARA SIKAP,
NORMA SUBYEKTIF, DAN KONTROL KEPERILAKUAN YANG DIDASARKAN TERHADAP
PERILAKU BERBAGAI PENGETAHUAN MANAJER: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN DI
WILAYAH JAKARTA”
(http://library.umn.ac.id/jurnal/public/uploads/papers/pdf/9e98107ccae6fe5c98e66d8a092dd4
81.pdf)
NK Wardani, B Setiawan, A Shinta- Habitat, 2013, “ANALISIS SIKAP DAN PERILAKU
PEMBACA SURAT KABAR TERHADAP IKLAN SUSU KEDELAI”habitat.ub.ac.id