museum kopi di banda aceh tema : arsitektur neo vernakular

6
ISSN: 2655-1586 5 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10 Museum Kopi Di Banda Aceh Tema : Arsitektur Neo Vernakular Hafsah Sundaria Saidi 1 , Izziah 2 , Sofyan 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala 2 Dosen Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Email: [email protected] Abstract Currently Indonesian coffee is recognized as the largest coffee producer in the world after Brazil, Vietnam and Colombia. Coffee in Indonesia has a long history. One example is the coffee-producing community addicted to coffee making the coffee shop as a business in Aceh. Coffee is also an integral part of the Aceh socio-cultural context. The product of Culture, drinking coffee an important role for the life of the community. Drinking coffee at a coffee shop in Aceh society becomes a 'symbol', a necessity, as well as an arena to redefine or provide productive energy growth of new alternatives, positive creations, even affected, rules, and social order. Ongoing and constructive discussions of ideas developed in coffee shops in Aceh can provide assistance to current and future development, social and cultural ideas in Aceh. Therefore the Coffee Museum is more familiar with the types of coffee that is in Aceh itself, and provides a means to preserve the coffee drinking culture located in Banda Aceh. Keywords: Museum of Coffee, Culture, Aceh Coffee, Neo Vernacular, socio-cultural Aceh Abstrak Saat ini kopi Indonesia menempati peringkat keempat sebagai penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Kopi di Indonesia memiliki sejarah panjang. Sebagai provinsi salah satu penghasil kopi kecanduan masyarakat pada kopi menjadikan warung kopi sebagai lahan bisnis di Aceh. Kopi juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konteks sosio-kultural Aceh. Sebagai produk suatu kebudayaan, minum kopi memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup masyarakat. Minum kopi di warung kopi pada masyarakat Aceh menjadi „simbol‟, kebutuhan, sekaligus juga arena untuk memaknai kembali atau memberikan energi produktif tumbuhnya alternatif-alternatif baru, kreasi positif, bahkan oposisi-kritis terhadap kondisi, aturan, dan tatanan sosial yang ada. Diskusi yang berkelanjutan dan konstruktif terhadap ide-ide yang berkembang di warung-warung kopi di Aceh, dapat memberikan sumbangan terhadap gagasan pembangunan, sosial, dan kebudayaan di Aceh masa kini dan masa depan. Oleh Karena itu Museum Kopi ini bertujuan lebih mengenal jenis-jenis kopi yang ada di aceh itu sendiri, serta memberikan sarana bagi melestarikan budaya minum kopi yang berada di Banda Aceh. Kata Kunci: Museum Kopi, Budaya, Kopi Aceh, Neo Vernakular, sosio-kultural Aceh 1. Pendahuluan Saat ini kopi Indonesia menempati peringkat keempat sebagai penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Kopi di Indonesia memiliki sejarah panjang dan memiliki peranan penting bagi pertumbuhan prekonomian masyarakat. Sebagai provinsi salah satu penghasil kopi, budaya minum kopi masyarakat Aceh begitu menonjol. Kecanduan masyarakat pada kopi menjadikan warung kopi sebagai lahan bisnis yang menggiurkan di Aceh. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Aceh memang dikenal maniak kopi. Mereka bisa menghabiskan berjam-jam di warung kopi. Biasanya membahas berbagai hal, diskusi dan berita politik seringkali menjadi fokus utama debat warung kopi. Politik memang kegemaran orang Aceh selain kopi. Biasanya pemilik warung sengaja berlangganan koran yang dibaca bergiliran oleh setiap pengunjung. Dari situ diskusi biasanya bergulir. Pun jika musim bola, warung kopi dipenuhi penggila bola hingga menjelang pagi. Kemudian tak jarang diadakannya festival kopi dan juga acara-acara yang berkaitan dengan kopi. Adanya pertandingan bola hanya menambah jumlah pengunjung pada warung kopi. Warung kopi di Aceh juga unik dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konteks sosio-kultural Aceh. sebagian orang memandangnya sebagai kebiasaan yang kurang bermanfaat, tetapi dari fungsi laten yang dikandungnya, nonton bola sambil minum kopi, memiliki manfaat yang tidak tampak, berupa inspirasi, relasi sosial, dan keharmonisan „komunitas’. Jelaslah bahwa setiap unsur kebudayaan memiliki manfaat, fungsi, dan arti. Sebagai produk suatu kebudayaan, minum kopi memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup masyarakat pendukungnya. Dalam setiap komunitas kebudayaan, menurut Victor Turner, “pasti ada sebuah ruang‟ sebagai mekanisme untuk melepaskan diri dari ritual kehidupan yang membelenggu.” Minum Kopi di warung kopi pada masyarakat Aceh menjadi „simbol‟, kebutuhan, sekaligus juga arena untuk memaknai kembali atau memberikan energi produktif tumbuhnya

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Museum Kopi Di Banda Aceh Tema : Arsitektur Neo Vernakular

ISSN: 2655-1586

5 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10

Museum Kopi Di Banda Aceh

Tema : Arsitektur Neo Vernakular

Hafsah Sundaria Saidi

1, Izziah2, Sofyan

2 1Mahasiswa Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala

2Dosen Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala

Email: [email protected]

Abstract

Currently Indonesian coffee is recognized as the largest coffee producer in the world after Brazil, Vietnam and

Colombia. Coffee in Indonesia has a long history. One example is the coffee-producing community addicted to coffee

making the coffee shop as a business in Aceh. Coffee is also an integral part of the Aceh socio-cultural context.

The product of Culture, drinking coffee an important role for the life of the community. Drinking coffee at a

coffee shop in Aceh society becomes a 'symbol', a necessity, as well as an arena to redefine or provide productive

energy growth of new alternatives, positive creations, even affected, rules, and social order. Ongoing and constructive

discussions of ideas developed in coffee shops in Aceh can provide assistance to current and future development, social

and cultural ideas in Aceh. Therefore the Coffee Museum is more familiar with the types of coffee that is in Aceh itself,

and provides a means to preserve the coffee drinking culture located in Banda Aceh.

Keywords: Museum of Coffee, Culture, Aceh Coffee, Neo Vernacular, socio-cultural Aceh

Abstrak

Saat ini kopi Indonesia menempati peringkat keempat sebagai penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil,

Vietnam, dan Kolombia. Kopi di Indonesia memiliki sejarah panjang. Sebagai provinsi salah satu penghasil kopi

kecanduan masyarakat pada kopi menjadikan warung kopi sebagai lahan bisnis di Aceh. Kopi juga merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari konteks sosio-kultural Aceh.

Sebagai produk suatu kebudayaan, minum kopi memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup

masyarakat. Minum kopi di warung kopi pada masyarakat Aceh menjadi „simbol‟, kebutuhan, sekaligus juga arena

untuk memaknai kembali atau memberikan energi produktif tumbuhnya alternatif-alternatif baru, kreasi positif, bahkan

oposisi-kritis terhadap kondisi, aturan, dan tatanan sosial yang ada. Diskusi yang berkelanjutan dan konstruktif

terhadap ide-ide yang berkembang di warung-warung kopi di Aceh, dapat memberikan sumbangan terhadap gagasan

pembangunan, sosial, dan kebudayaan di Aceh masa kini dan masa depan. Oleh Karena itu Museum Kopi ini bertujuan

lebih mengenal jenis-jenis kopi yang ada di aceh itu sendiri, serta memberikan sarana bagi melestarikan budaya minum

kopi yang berada di Banda Aceh.

Kata Kunci: Museum Kopi, Budaya, Kopi Aceh, Neo Vernakular, sosio-kultural Aceh

1. Pendahuluan

Saat ini kopi Indonesia menempati peringkat

keempat sebagai penghasil kopi terbesar di dunia

setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Kopi di

Indonesia memiliki sejarah panjang dan memiliki

peranan penting bagi pertumbuhan prekonomian

masyarakat. Sebagai provinsi salah satu penghasil kopi,

budaya minum kopi masyarakat Aceh begitu menonjol.

Kecanduan masyarakat pada kopi menjadikan warung

kopi sebagai lahan bisnis yang menggiurkan di Aceh.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Aceh

memang dikenal maniak kopi. Mereka bisa

menghabiskan berjam-jam di warung kopi. Biasanya

membahas berbagai hal, diskusi dan berita politik

seringkali menjadi fokus utama debat warung kopi.

Politik memang kegemaran orang Aceh selain kopi.

Biasanya pemilik warung sengaja berlangganan koran

yang dibaca bergiliran oleh setiap pengunjung. Dari situ

diskusi biasanya bergulir. Pun jika musim bola, warung

kopi dipenuhi penggila bola hingga menjelang

pagi. Kemudian tak jarang diadakannya festival kopi

dan juga acara-acara yang berkaitan dengan kopi.

Adanya pertandingan bola hanya menambah

jumlah pengunjung pada warung kopi. Warung kopi di

Aceh juga unik dan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari konteks sosio-kultural Aceh. sebagian

orang memandangnya sebagai kebiasaan yang kurang

bermanfaat, tetapi dari fungsi laten yang dikandungnya,

nonton bola sambil minum kopi, memiliki manfaat yang

tidak tampak, berupa inspirasi, relasi sosial, dan

keharmonisan „komunitas’. Jelaslah bahwa setiap unsur

kebudayaan memiliki manfaat, fungsi, dan arti.

Sebagai produk suatu kebudayaan, minum kopi

memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup

masyarakat pendukungnya. Dalam setiap komunitas

kebudayaan, menurut Victor Turner, “pasti ada sebuah

„ruang‟ sebagai mekanisme untuk melepaskan diri dari

ritual kehidupan yang membelenggu.” Minum Kopi di

warung kopi pada masyarakat Aceh menjadi „simbol‟,

kebutuhan, sekaligus juga arena untuk memaknai

kembali atau memberikan energi produktif tumbuhnya

Page 2: Museum Kopi Di Banda Aceh Tema : Arsitektur Neo Vernakular

ISSN: 2655-1586

6 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10

alternatif-alternatif baru, kreasi positif, bahkan oposisi-

kritis terhadap kondisi, aturan, dan tatanan sosial yang

ada. Diskusi yang berkelanjutan dan konstruktif

terhadap ide-ide yang berkembang di warung-warung

kopi di Aceh, dapat memberikan sumbangan terhadap

gagasan pembangunan, sosial, dan kebudayaan di Aceh

masa kini dan masa depan.

2. Metode Perancangan Metode yang digunakan terdiri dari beberapa

langkah merancang, yaitu:

2.1 Studi Objek Perancangan Museum Kopi di Banda Aceh ini

diawali dengan kajian berupa studi terhadap objek dan

menganalisis beberapa studi banding yang sesuai

dengan objek.

2.2 Studi Lokasi Kajian yang dilakukan berupa studi terhadap tapak

dan lingkungan. Studi dilakukan pada lingkup yang

berhubungan langsung dengan tapak yang berlokasi di

Jalan Iskandar Muda Ulee Lheue, Banda Aceh.

2.3 Studi Tema Tema pada perancangan ini diuraikan secara

deskriptif yang menjadi gagasan ide dan konsep pada

bangunan. Sehingga gagasan ide digunakan sebagai

konsep secara fungsional dan dasar pemikiran cara awal

membentuk masa bangunan

2.4 Analisis Perancangan Merancang Museum Kopi ini diperlukan suatu

analisis mengenai fungsional, kondisi lingkungan serta

analisis fisik bangunan. Sehingga akan hadirnya konsep

perancangan.

2.5 Konsep Perancangan

Setelah menganalisis dan menstudi, maka akan

muncul beberapa konsep perancangan yang akan

diterapkan pada bangunan. Dengan demikian,

terwujudlah hasil rancangan.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Kebutuhan ruang

Museum Kopi membutuhkan ruang-ruang yang

dapat menampung banyak masyarakat umum. Secara

kuantitatif ruangan membutuhkan luasan sebagai

berikut:

Tabel 1 Besaran Ruang

No Jumlah Luasan Ruang

1 Ruang Pengelola 1998.76 m2

2 Kegiatan penerimaan 773.89 m2

3 Fasilitas Penunjang 4000 m2

4 Servis 940 m2

5 Fasilitas Parkir 2193.3 m2

6 Ruang Pameran 5095.55 m2

Total 15006.5 m2

3.2 Perancangan dengan penerapan Neo

Vernakular Studi tapak dan lingkungan, Lahan perencanaan

memiliki luas ± 13.336 m2 (±1.3 Ha). Lokasi proyek ini

berada di Jln Iskandar Muda, Ulee Lheue, dan saat ini

lokasi site merupakan lahan kosong. Berdasarkan

Qanun RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029[2]

, berikut

didapatkan beberapa peraturan mengenai lahan yang

dipilih: Peruntukan Lahan : Kawasan pariwisata

Luas Lahan : ±1.3 Ha = 13.336 m2

Koefisien Dasar Bangunan (KDB): 50 %

Koefisien Lantai Bangunan (KLB): 2

Garis Sempadan Bangunan : 12 m

KDB Maksimum : (13.336)(50%) = 6.668 m2

KLB Maksimum : (13.336 m²)(2) = 26.672 m²

Jumlah Lantai Maksimum KLB : KDB 26.672 : 6.668

= 4

Timur Site berbatasan dengan Jln Rama Setia,

Selatan Site berbatasan dengan Jln Iskandar Muda,

Utara Site berbatasan dengan Taman Terbuka Hijau

Meraxa, Barat berbatasan dengan Taman Terbuka Hijau

Meraxa

Gambar 1 Kondisi eksisting tapak

3.3 Studi Tema Kata NEO atau NEW berarti baru atau hal yang

baru, sedangkan kata vernacular berasal dari

kata vernaculus (bahasa latin) yang berarti asli. Maka

arsitektur vernakular dapat diartikan sebagai arsitektur

asli yang dibangun oleh masyarakat setempat.[1]

Arsitektur Vernakular konteks dengan lingkungan

sumberdaya setempat yang dibangun oleh masyarakat

dengan menggunakan teknologi sederhana untuk

memenuhi kebutuhan karakteristik yang

mengakomodasi nilai ekonomi dan tatanan budaya

masyarakat dari masyarakat tersebut. Dalam pengertian

umum, arsitektur Vernacular merupakan istilah yang

banyak digunakan untuk menunjuk arsitektur

indigenous kesukaan, tribal, arsitektur kaum petani atau

arsitektur tradisional.

Penerapan tema terhadap bangunan, dimulai dari

Lokalitas, dengan mengadopsi gaya Arsitektur Neo

Vernakular, mengambil teori dari Charles Jenks dengan

cici-ciri seperti dibawah ini, kemudian di terapkan ke

dalam desain Museum Kopi.

Page 3: Museum Kopi Di Banda Aceh Tema : Arsitektur Neo Vernakular

ISSN: 2655-1586

7 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10

Ruang Terbuka Memaksimalkan

ruang terbuka pada

site dengan

membuat taman dan

plaza pada Museum

Kopi.

Parkir

Parkir padaMuseum

Kopi ini terdiri dari

parkir bus, parkir

sepeda motor, dan

parkir mobil.

Outdoor Cafetaria

Terdapat outdoor cafetaria pada Museum Kopi

ini. Untuk menambah pengunjung Museum

ini.

Gambar 2 Konsep perancangan

3.4 Konsep Bangunan Konsep Sirkulasi pada bangunan sirkulasi utama

terdapat pada jalan utama yang bergaris putus-putus,

kemudian jalan yang bergaris lurus jalur sirkulasi servis

bagi Museum Kopi yang seperti terlihat pada gambar.

Keterangan:

Arus Kendaraan

Arus Pejalan Kaki

Jalan Dua Arah

Gambar 3 Konsep Sirkulasi

Gambar 4 Konsep penataan masa dan ruang luar

Konsep Arsitektur Neo Vernakular pada Museum

Kopi ini yaitu terjadi bentuk Pengulangan pada fasade

bangunan, Bentuk pada layout Museum berbentuk

dinamis, tidak monoton, Jenis material memakai

material lokal, dan Warna yang ramah lingkungan dan

kontras

Gambar 5 Konsep fasad dan aliran udara

Museum Kopi

Terletak di tengah site

Terdapat pola

pengulangan

pada Fasade

Museum.

Bangunan meliliki

skylight untuk

memaksimalkan aliran

udara dan pencahayaan

cukup pada tengah

Museum Kopi.

Lokalitas Arsitektur Neo

Vernakular Charles jencks

Unsur Budaya

Iklim setempat

Aceh

Bentuk non fisik

Kesenian Budaya

Dinamis, Kesatuan

Pengulangan,

Warna yang ramah lingkungan,

Jenis material

Bangunan

Layout, Tampak, Interior

Warna yang kuat

dan kontras

Material Lokal

Bentuk ramah lingkungan

Page 4: Museum Kopi Di Banda Aceh Tema : Arsitektur Neo Vernakular

ISSN: 2655-1586

8 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10

Gambar 6 Konsep bangunan dan massa

Zonafikasi fungsi, Kebutuhan Pengelola

Pengunjung, dan servis jelaslah berbeda. Permintakatan

merupakan mengelompokkan ruang bedasarkan sifat

dari ruang tersebut. Ruang-ruang pada Museum Kopi

berdasarkan kegiatannya terbagi atas 4 zona, yaitu:

Zona Publik (Ruang pameran, Plaza, Cafetaria), Zona

Semi Publik (Ruang pameran lantai 2 dan 3), Zona

Privat (Ruang pengelola), dan Zona Penunjang dan

Service (Mekanikal Elektrikal, plumbing, pengamanan)

Gambar 7 Organisasi ruang

4. Konsep utilitas dan struktur

4.1 Air Bersih dan Air Limbah

gambar 8 Sistem distribusi air bersih dari PDAM dan

sumur

Gambar 9 Sistem distribusi air kotor

4.2 Fire Protection Sistem pemadam kebakaran atau sistem

firefighting yang disediakan di Museum Kopi ini

sebagai preventif (pencegah) terjadinya kebakaran.

Sistem ini terdiri dari sistem sprinkler (spinkler

otomatis) dengan luasan satu titik sprinkler 4m², sistem

hydrant dengan jarak maksimal pipa kebakaran 30m

setiap satu box hydrant, dan Fire Extinguisher di setiap

box hydrant.

Gambar 10 Alat pencegahan dan penanggulangan

kebakaran

4.3 Sistem Elektrikal

Gambar 11 Sistem instalasi listrik

Bentuk fasade Museum

ini memiliki bentuk

dinamis, kesatuan,

pengulangan, dan warna

yang modern.

Terdapat

cafetaria pada

Museum Kopi

ini, terletak di

sebelah kanan

dan kiri

Museum.

Untuk

menambah

jumlah

penggunjung.

Main Entrance

Parkir Pengunjung Parkir Pengelola

Ruang Loker

Lobby

Ruang Pameran

Temporer

Ruang

Informasi

Toilet Kabag Museum

Ruang Tata

Usaha

Ruang Humas

Tenaga Teknis

Office Boy

Cafetaria

Restaurant

Toko

Souvenir

Perpustakaa

n

Mushalla

Ruang

penyimpanan

Ruang

Reparasi

Auditorium

Toilet

Ruang

Display

Ruang

Pameran

Ruang Pragaan

Toilet

PDAM

Meteran Reservoir

bawah Pompa

Reservoir

atas

Bangunan

Sumur

bor

Kolam

Westafel Dapur Urinoir Toilet

Bak Kontrol Riol Kota

PLN

Gardu

Generator

Switch

otomatis

Panel Distribusi

Pompa Pencahayaan AC

Page 5: Museum Kopi Di Banda Aceh Tema : Arsitektur Neo Vernakular

ISSN: 2655-1586

9 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10

4.4 Sistem Penghawaan Sistem penghawaan yang digunakan adalah

sistem cross ventilation yang mengusahakan adanya

pertukaran dan perputaran udara semaksimal mungkin.

Penghawaan buatan pada Museum kopi adalah

menggunakan AC. Sistem AC yang akan digunakan

pada bangunan ini adalah AC Central.

Gambar 12 Sistem AC Central

4.5 Pondasi dan Kolom Struktur pondasi merupakan elemen struktur

paling bawah dari sebuah bangunan yang berfungsi

sebagai penyalur beban yang ditimbulkan oleh elemen-

elemen yang terdapat diatasnya (struktur badan dan

atap). Adapun jenis pondasi yang di gunakan pada

Museum Kopi ini adalah pondasi tapak semuran dan

pondasi menerus. Jenis pemilihan pondasi tersebut

berdasarkan data-data kondisi pada tapak perancangan.

Gambar 13 Pondasi Sumuran dan sistem rangka

kaku

5. Hasil Rancangan Gambar di bawah ini merupakan siteplan pada

Museum Kopi di Banda Aceh.

Gambar 14 Site Plan Museum Kopi

Gambar di bawah ini merupakan denah Museum Kopi dari

lantai 1-3.

Gambar 15 Denah Lantai 1-3

Gambar di bawah ini merupakan Tampak kanan, kiri, depan

dan belakang Museum Kopi.

Gambar 14 Tampak

Gambar 15 Potongan

Balok Induk = 80x50 cm

Balok Anak = 60x40 cm

Dimensi kolom = 100x100 cm

Page 6: Museum Kopi Di Banda Aceh Tema : Arsitektur Neo Vernakular

ISSN: 2655-1586

10 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10

Gambar 16 Perspektif Eksterior

Gambar 17 Perspektif Interior

6. Kesimpulan Terdapat beberapa kesimpulan dari perancangan

Museum Kopi dengan tema Neo Vernakular adalah

sebagai berikut:

a. Bangunan dibangun dengan memperhatikan kondisi

lingkungan dan memiliki symbol kebudayaan, serta

memiliki filosofi bangunan yang dalam dan

dipadukan dengan bentuk yang modern.

b. Pemilihan material pada kulit bangunan bisa di

padukan oleh beberapa simbol budaya Aceh.

c. Bangunan dan lingkungan yang saling berkaitan,

sehingga menimbulkan kesan relaksasi sehingga

tercipta kenyamanan pengguna.

d. Bangunan bersifat fungsional dan memiliki arti

yang dapat di pahami oleh pengguna.

e. Keindahan bentuk bangunan modern yang dapat

mengimbangi perkembangan jaman yang

dipadukan dengan konsep Neo Vernakular untuk

menghadirkan suatu budaya dalam bangunan

tersebut.

f. Gaya bangunan mampu mengimbangi

perkembangan jaman dan tidak melupakan bentuk

tradisional Aceh.

7. Daftar Pustaka

[1]Wikipedia Bahasa Indonesia. 2016. https://id.wikipedia.org. Arsitektur Neo Vernakular.

Wikipedia. [2]Qanun RTRW. 2000-2029. Banda aceh: Qanun

RTRW.