mucoadhesive captopril.docx

20
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang telah banyak digunakan untuk pengobatan gagal jantung dan hipertensi, kaptopril banyak dipilih karena efektif dan toksisitasnya rendah. Kaptopril memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 1-3 jam serta memiliki absobrsi yang baik di lambung sehingga sesuai untuk dibuat sediaan lepas lambat mucoadhesive (Asyarie dkk., 2007). Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk menahan obat agar berada di dalam lambung dalam waktu yang lama adalah menggunakan system mucoadhesive. Mekanisme kerja sistem ini yaitu perlekatan tablet pada sel epitel lambung atau mucin sehingga akan memperpanjang waktu tinggal di lambung. Sistem ini dirancang dengan menggunakan polimer yang memiliki sifat mucoadhesive, sehingga dapat digunakan untuk menghantarkan obat pada target site-nya. Salah satu polimer biomucoadhesive yang digunakan berasal dari golongan karboksil yaitu sodium karboksi metilselulosa (SCMC). Penggunaan polimer sodium karboksi metilselulosa secara tunggal untuk formulasi tablet mucoadhesive akan mengalami gelling, yang akan membuat tablet menempel di lambung. Untuk itu perlu dilakukan kombinasi dengan suatu bahan tambahan yang bersifat sukar larut dalam air seperti etilselulosa. Etilselulosa dapat mengontrol pelepasan obat serta mempertahankan integritas matriks lebih dari 12 jam karena etilselulosa mempunyai kelarutan dalam air yang lebih kecil dari sodium karboksi metilselulosa sehingga akan memperlambat penetrasi air masuk ke dalam matriks tersebut (Chowdary dkk., 2003).

Upload: anggie-prasenja

Post on 10-Apr-2016

66 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: mucoadhesive captopril.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang telah banyak digunakan untuk pengobatan gagal jantung dan hipertensi, kaptopril banyak dipilih karena efektif dan toksisitasnya rendah. Kaptopril memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 1-3 jam serta memiliki absobrsi yang baik di lambung sehingga sesuai untuk dibuat sediaan lepas lambat mucoadhesive (Asyarie dkk., 2007).

Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk menahan obat agar berada di dalam lambung dalam waktu yang lama adalah menggunakan system mucoadhesive. Mekanisme kerja sistem ini yaitu perlekatan tablet pada sel epitel lambung atau mucin sehingga akan memperpanjang waktu tinggal di lambung. Sistem ini dirancang dengan menggunakan polimer yang memiliki sifat mucoadhesive, sehingga dapat digunakan untuk menghantarkan obat pada target site-nya. Salah satu polimer biomucoadhesive yang digunakan berasal dari golongan karboksil yaitu sodium karboksi metilselulosa (SCMC). Penggunaan polimer sodium karboksi metilselulosa secara tunggal untuk formulasi tablet mucoadhesive akan mengalami gelling, yang akan membuat tablet menempel di lambung. Untuk itu perlu dilakukan kombinasi dengan suatu bahan tambahan yang bersifat sukar larut dalam air seperti etilselulosa. Etilselulosa dapat mengontrol pelepasan obat serta mempertahankan integritas matriks lebih dari 12 jam karena etilselulosa mempunyai kelarutan dalam air yang lebih kecil dari sodium karboksi metilselulosa sehingga akan memperlambat penetrasi air masuk ke dalam matriks tersebut (Chowdary dkk., 2003).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang kombinasi antara matriks sodium karboksimetilselulosa dan etilselulosa untuk menghasilkan tablet kaptopril lepas lambat yang paling optimum.

Page 2: mucoadhesive captopril.docx

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu:

1. Bagaimana pengaruh kombinasi SCMC dan etilselulosa terhadap sifat fisik tablet kaptopril dan pola pelepasannya ?

2. Pada konsentrasi berapa di dapat tablet kaptopril lepas lambat mucoadhesive yang optimum ?.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh kombinasi SCMC dan etilselulosa terhadap sifat fisik tablet kaptopril dan pola pelepasannya.

2. Untuk mendapatkan formula tablet kaptopril lepas lambat mucoadhesive yang optimum.

Page 3: mucoadhesive captopril.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gastroretentive Drug Delivery System

Salah satu sediaan dengan pelepasan obat yang dimodifikasi adalah sediaan dengan pelepasan diperlambat. Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di dalam lambung. Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS). Keuntungan GRDDS diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi obat yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan kelarutan obat-obatan yang kurang larut pada lingkungan pH yang tinggi. GRDDS juga memiliki kemampuan untuk menghantarkan obat-obatan secara lokal di dalam lambung (contoh: antasid dan anti Helicobacter pylori) dan usus kecil bagian atas.

Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan waktu tinggal obat di dalam lambung/Gastrict Residence Time (GRT), diantaranya adalah suatu sistem bioadesif yang dapat melekat pada permukaan mukosa lambung, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat dengan segera sesudah obat tersebut ditelan sehingga tertahan di dalam lambung, sistem dengan densitas yang besar sehingga ketika masuk lambung akan segera tenggelam di bagian lekukan lambung, sistem yang dikontrol secara magnetik bekerja dengan menggabungkan magnetit oksida atau dilapisi oleh magnet dan suatu sistem dengan densitas yang rendah (≈ 1,004 gram/ cm3 ) bila dibandingkan dengan cairan lambung sehingga dapat mengapung di dalamnya.

SISTEM TERTAHAN DI LAMBUNG

Salah satu bentuk sediaan lepas terkendali oral yang memungkinkan obat untuk tinggal lebih lama di saluran gastrointestinal bagian atas adalah sediaan dengan sistem penghantaran obat tertahan di lambung (gastroretentive). Pada sistem penghantaran lepas terkendali tertahan di lambung, zat aktif yang cocok digunakan adalah obat yang memiliki lokasi absorpsi utama di lambung atau usus bagian atas, tidak stabil pada lingkungan usus halus atau kolon, dan memiliki kelarutan yang rendah pada pH yang tinggi. Bentuk sediaan tertahan di lambung dapat mengatur pelepasan obat yang memiliki indeks terapeutik yang sempit, dan absorpsi yang baik di lambung.

Secara umum, sistem penghantaran obat tertahan di lambung terdiri dari sistem mengembang (swelling system), sistem mukoadhesif (mucoadhesive system), dan sistem mengapung (floating system).

Page 4: mucoadhesive captopril.docx

1. Sistem mengembang (swelling system)Merupakan suatu sediaan yang apabila berkontak dengan asam lambung maka sediaan akan segera mengembang sehingga ukurannya menjadi lebih besar dan tetap bisa bertahan di dalam lambung.Pada sistem mengembang obat dipertahankan berada di lambung dengan cara meningkatkan ukuran sediaan lebih besar dari pilorus, sehingga obat dapat bertahan lebih lama di lambung. Pada sistem mengembang sediaan akan mengembang setelah berada dalam lambung dalam waktu cepat dan sediaan tidak terbawa bersama gerakan lambung melewati pylorus. Sediaan ini membutuhkan polimer yang akan mengembang dalam waktu tertentu ketika kontak dengan cairan lambung, kemudian selanjutnya akan tererosi menjadi ukuran yang lebih kecil. Contoh polimer yang dapat digunakan adalah senyawa selulosa, poliakrilat, poliamida, poliuretan.

2. Sistem mukoadhesif (mucoadhesive system) Bentuk sediaan ini dapat berupa granul, pellet, tablet matriks, kapsul, dan mikrokapsul. Sediaan ini ditahan di lambung berdasarkan atas mekanisme perlekatan pada permukaan sel epitel atau pada mukus dalam waktu yang cukup lama. Mukus merupakan sekret jernih, kental dan juga melekat yang membentuk suatu lapisan tipis dan berbentuk gel yang kontinyu menutupi dan beradhesi pada permukaan epitel mukosa. Tebal mukus bermacam-macam 50-450 um dan berkomposisi bervariasi tergantung anatomi, lokasi, keadaan suatu organisme. Komposisinya yaitu 95% air, 0,5-5,0% glikoprotein, 1% garam mineral dan 0,5- 1% adalah protein bebas (Indrawati dkk., 2005).Pada sistem ini mengakibatkan tablet dapat terikat pada permukaan sel epitel lambung dan akan mempengaruhi lama waktu tinggal di lambung yaitu dengan cara menaikkan durasi kontak antara sediaan dengan membrane biologisnya. Sistem ini juga sering digunakan untuk pengembangan dalam GRDDS (Gastroretentive Drug Delivery System) melalui penggunaan polimer bio/muchoadhesive. Perlekatan sistem ini akan meningkatkan waktu tinggal di lambung menjadi lebih lama terutama di tempat aksinya (Chawla dkk., 2003).

3. Sistem mengapung (Floating system)Bentuk sediaan ini dirancang untuk dapat mengapung pada cairan lambung yang memiliki berat jenis 1,004 g/cm3. Pada saat sediaan mengapung pada cairan lambung obat dilepaskan secara perlahan dari sistem sehingga akan meningkatkan absorbsi dan pengontrolan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma darah (Doshi dan Thank, 2012). Sistem ini diformulasikan menggunakan polimer yang memiliki daya pengembang tinggi seperti hydroxypropil methyl cellulose (HPMC), polyacrylate polymers, polyvinyl acetat, carbopol, agas, sodium alginate, calcium chloride, polyethylene oxide dan polycarbonate (Khan dkk., 2009).

Page 5: mucoadhesive captopril.docx

Rute oral merupakan rute pemberian obat yang paling diterima oleh konsumen. Beberapa bentuk sediaan konvensional dikembangkan untuk penghantaran obat yang periode waktunya diperpanjang dan untuk menghantarkan obatnya pada tempat targetnya secara khusus.

Beberapa obat memiliki indeksi absorpsi sempit dan obat yang transpornya dimediasi pembawa di daerah lambung dan bagian atas usus kecil memiliki bioavailabilitas rendah ketika diberikan dalam bentuk sediaan konvensional. Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, maka dikembangkan sistem penghantaran obat gastroretentif.

2.2 Anatomi Lambung

Lambung (gaster) merupakan organ beronnga yang berbentuk seperti huruf J yang didalamnya terdapat ruggae. Lambung merupakan salah satu cara organ pencernaan yang menghubungkan esophagus dengan duodenum. Selain itu, lambung juga merupakan salah satu organ intraperioneal.

Page 6: mucoadhesive captopril.docx

Lambung memiliki panjang sekitar 25cm dan 10cm pada saat kosong , volume 1-1,5 liter pada dewasa normal. Lambung terletak pada cavum abdomen pada regio hipokondrium /hipokondriaka sinistra persis dibawah diafragma, terdiri dari kardia, fundus, antrum dan pylorus (Aiache 1993).

Lambung berfungsi menyimpan makanan, mencampur makanan dengan getah lambung untuk merubah bolus menjadi chymus serta mengatur kecepatan pengiriman chymus ke duodenum. Sekresi asam mempertahankan lingkungan intern yang optimal untuk proteolisis oleh pepsin yang paling aktif pada pH 2 ( Fawccet 2002).

Lambung secara histologis terdiri dari empat lapisan yang tersusun dari dalam ke luar yakni lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan muskularis, dan lapisan serosa (Price dan Wilson 2006).

HCl dalam lambung yang dihasilkan oleh sel chief berfungsi untuk membunuh kuman dan menurunkan pH makanan mengaktifkan enzim pepsinogen yang dihasilkan oleh sel parietal yang masih dalam bentuk zymogen menjadi pepsin. Pepsin itu sendiri berfungsi untuk mengubah protein menjadi proteosa, polipeptida dan pepton. Pada gaster juga dihasilkan enzim pencernaan berupa enzim lipase yang berfungsi untuk memecah triasilgliserol (TAG) menjadi diasilgliserol (DAG). Serta pada bayi terdapat enzim rennin yang berfungsi untuk menggumpalkan protein susu.

2.3 Sistem Mucoadhesive (bioadhesive)

2.3.1 Pengertian bioadhesive

Istilah bioadhesive digunakan untuk menjelaskan ikatan antara dua permukaan biologi atau ikatan antara permukaan biologi dengan permukaan bahan bahan sintesis. Pada sistem penghantaran obat dengan bioadhesive ini digunakan untuk menjelaskan ikatan antara polimer, baik polimer sintesis maupun polimer alam, dengan jaringan (seperti mukosa saluran cerna). Mesikupun targetpenghantaran obat sistem bioadhesive adalah jaringan sel halus (seperti sel epitel), pada kenyataannya ikatan mungkin terjadi dengan lapisan sel, lapisan mukus, ataupun kombinasi dari keduanya. Ikatan antara mukus dengan polimer, disebut juga dengan mucoadhesive yang digunakan sebagai sinonim bioadhesive. Pada umumnya, bioadhesive adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ikatan dari sistem biologis atau derivat substansi biologis, dan mucoadhesive hanya digunakan untuk menggambarkan ikatan yang mencakup mukus dan permukaan mukosa (Chickering dan Mathiowitz, 1999).

Page 7: mucoadhesive captopril.docx

2.3.2 Mekanisme bioadhesive

Untuk membuat sistem penghantaran obat sistem bioadhesive, ini sangat penting untuk menggambarkan dan menngetahui gaya yang berperan penting dalam pembentukan bentuk ikatan adhesif. Banyak penelitian yang focus untuk menganalisis interaksi bioadhesive dengan polimer hidrogel dan jaringan halus. Adapun proses yang mencakup pembentukan ikatan bioadhesive telah digambarkan dalam tiga langkah yaitu: (a) pembasahan dan pengembangan polimer untuk memulai kontak dengan jaringan biologis, (b) Interpenetrasi rantai polimer bioadhesive dan penggabungan rantai polimer dan rantai mukus, (c) pembentukan ikatan kimia yang lemah pada penggabungan rantai polimer dan mukus (Chickering dan Mathiowitz, 1999).

a. Ikatan kimia

Tipe ikatan kimia mencakup ikatan yang kuat yaitu ikatan primer seperti ikatan kovalen), dan juga ikatan kimia yang lemah seperti ikatan sekunder seperti ikatan ion, interaksi van der Waals, dan ikatan hydrogen. Seperti yangdigambarkan pada buku ini, kedua jenis interaksi tersebut telah dimanfaatkan untuk membuat sediaan sistem bioadhesive (Chickering dan Mathiowitz, 1999). Meskipun sistem ini didesain untuk membentuk ikatan kovalen dengan protein pada permukaan sel akan mengasilkan beberapa keuntungan, namun ada tiga faktor yang membatasi kegunaan dari ikatan yang permanen. Pertama, lapisan mukus mungkin menghambat secara langsung kontak antara polimer dengan jaringan. Kedua, ikatan kimia yang permanen dengan epitel mungkin tidak akan menghasilkan yang dapat bertahan lama karena pada umumnya sel epitel diregenerasi setiap 3 sampai 4 hari. Ketiga, biokompatibilas dari ikatan yang dapat menghasilkan masalah signifikan (Chickering dan Mathiowitz, 1999).

Untuk alasan itu, maka banyak penelitian yang difokuskan pada pembuatan hidrogel, sistem mucoadhesive yang memiliki ikatan kimia yang lain seperti interaksi van der Waals atau ikatan hydrogen. Selanjutnya, polimer yang memiliki berat bolekul besar dan dengan konsentrasi reaktif yang tinggi, yaitu gugus polar (seperti –COOH dan –OH) yang berperan dalam pembuatan ikatan mucoadhesive (Chickering dan Mathiowitz, 1999).

b. Ikatan mekanis atau fisika

Ikatan mekanis dapat terjadi seperti interaksi fisika antara permukaan yang\ sama untuk menggambungkan dua bentuk susunan. Secara makroskopik, ikatan ini dapat dilihat penggabungan fisik dari rantai mukus dengan rantai polimer yang fleksibel dan/atau interpenetrasi dari rantai mukus kedalam pori dari substrat polimer. Laju penetrasi rantai polimer kedalam lapisan mukus tergantung pada fleksibelitas rantai dan koefisien difusi masing masing. Kekuatan dari ikatan adhesive secara langsung tergantung dari penetrasi rantai polimer. Faktor lain yang mempengaruhi kekuatan ikatan mencakup keberadaan air, waktu kontak antar material, dan panjang dan fleksibilitas rantai polimer (Chickering dan Mathiowitz, 1999).

Page 8: mucoadhesive captopril.docx

2.3.3 Teori bioadhesive

A. Teori elektronik

Hipotesis dari teori elektronik didasarkan pada asumsi bahwa material bioadhesive dan material target biologis mempunyai struktur elektorn yang berbeda. Pada asumsi ini, ketika dua material kontak satu sama lain, akan terjadi perpindahan electron untuk menghasilkan bentuk yang stabil, yang menyebabkan pembentukan dua lapisan pada muatan electron yaitu pada material bioadhesive – permukaan material biologis (Chickering dan Mathiowitz, 1999).

B. Teori adsorpsi

Teori adsorpsi menyatakan ikatan bioadhesive dibentuk antara suatu substrat bioadhesive dan jaringan atau mukosa melalui interaksi van der Waals, ikatan hydrogen, dan gaya yang berkaitan. Meskipun gaya yang dihasilkan lemah, namun jumlah dari interaksi dapat menghasilkan adhesive yang kuat (Chickering dan Mathiowitz, 1999).

C. Teori pembasahan

Gambar 2.2. Skematik tegangan permukaan antara material polimer bioadhesive dan mukosa saluran cerna

Kemampuan dari bioadhesive atau mukus untuk menyebar dan membentuk kontak yang mandalam dengan substrat yang cocok adalah salah satu faktor yang penting pada pembentukan ikatan. Teori pembasahan, ditemukan pada umumnya pada adhesive cairan, menggunakan tegangan antar permukaan untuk memperhitungan penyebaran dan sifat adhesifnya (Chickering dan Mathiowitz, 1999).

Page 9: mucoadhesive captopril.docx

D. Teori difusi

Konsep dari interpenetrasi dan penggabungan rantai polimer bioadhesive dengan rantai polimer mukus menghasilkan ikatan adhesive yang semipermanen yang disebut dengan teori difusi. Teori ini menganggap ikatan akan semakin kuat dengan meningkatnya tingkat penetrasi dari rantai polimer kedalam lapisan mukus. Penetrasi dari rantai polimer kedalam lapisan mukus, tergantung dari gradien konsentrasi dan koefisien difusi.

Gambar 2.3: Ikatan mekanis melalui interpentrasi rantai polimer bioadhesive dan rantai polimer mukus

E. Teori fraktur

Barangkali teori yang paling banyak diaplikasikan pada pemahaman tentang bioadhesive melalui pengukuran secara mekanis adalah teori fraktur. Teori ini menganalisis gaya yang dibutuhakan untuk memisahkan dua permukaan setelah terjadi adhesive (Chickering dan Mathiowitz, 1999).

Page 10: mucoadhesive captopril.docx

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Formulasi Tablet Lepas Lambat Mucoadhesive

Pada tablet mucoadhesive diformulasikan dengan menggunakanmucoadhesive polimer seperti macromolecular, hydrophilic gelling substance dengan kelompok ikatan hidrogen seperti carboxyl, hydroxyl, golongan amide dan sulfate seperti crosslinked polycarylic acids, sodium carboxymethyl cellulose, sodium alginate dan carrageenan yang dapat melekat pada permukaan gastrointestinal lambung. Menurut penelitian Irawan dan Fudholi (2009), tablet kaptopril dengan basis chitosan, natrium karboksi metil selulose dan magnesium stearat dengan sistem mucoadhesive menghasilkan kekuatan mucoadhesive (26-30 g) dan DE480 (dissolution efficiency ≥70 %).

Pada pembuatan sediaan tablet lepas lambat sistem yang sering digunakan dan dianggap sistemnya paling sederhana yaitu dengan sistem matriks (Simon, 2001). Sistem formulasi pada matriks dapat ditingkatkan yang bertujuan untukdapat mengontrol secara efektif suatu kecepatan ketersediaan obat (Lachman dkk.,1994).

3.2 Pemerian Zat Aktif

a. Kaptopril

Kaptopril adalah suatu obat yang zat aktifnya mempunyai fungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang sering digunakan pada pengobatan gagal jantung maupun hipertensi karena sifatnya yang efektif dan tingkat toksisitasnya juga rendah. Kaptopril sendiri mempunyai waktu paruh yang relatif singkat sehinggga cocok untuk dikembangkan menjadi sediaan lepas lambat (Asyarie dkk., 2007).

Page 11: mucoadhesive captopril.docx

Gambar 1. Struktur Molekul Kaptopril (Depkes RI, 1995)

Sekitar 60-75% dari dosis kaptopril diabsorbsi dari sistem gastrointestinal dan puncak konsentrasi plasma dicapai sampai sekitar 1 jam,Kaptopril mempunyai t1/2 = 3 jam, Vd = 2 liter/ Kg, f = 0,65 (Ritschel dan Kearns, 2004). Kaptopril mempunyai kelarutan yang baik (mudah larut dalam 250 ml air pada Ph 1-8) dan permeabilitas yang rendah (absorpsinya kurang dari 90 % sehingga termasuk BCS (Biopharmaceutics Classification System) kelas III (Shargel dkk., 2005).

b. Sodium karboksi metilselulosa

Sodium karboksi metilselulosa mempunyai fungsi sebagai coating agent, stabilizing agent, suspending agent, bahan pengikat tablet. SCMC biasanya digunakan secara luas didalam formulasi farmasi oral dan topikal, terutama untuk sifat viskositas yang meningkat. Konsentrasi tinggi biasanya pada 3-6%, digunakan juga sebagai bahan utama untuk perawatan luka, bagian dermatologis yang mana digunakan sebagai mucoadhesive dan menyerap eksudat luka maupun air transepidermal dan keringat. Sifat mucoadhesive ini dirancang untuk penggunaan setelah operasi seperti perlekatan jaringan serta melokalisasi kinetika pelepasan bahan aktif yang digunakan dimembran mukus dan perbaikan tulang. Penggunaan sodium karboksi metilselulosa dapat melindungi dan menghantarkan zat aktif dengan baik yang dikenal sebagai zat pelindung, sehingga zat aktif akan tertahan lebih lama dalam sediaan. Sodium karboksi metilselulosa stabil meskipun pada keadaan yang higroskopis, sodium karboksi metilselulosa walaupun berada pada kelembaban yang tinggi dapat menyerap hingga 50% air (Parsons, 2005).

c. Etilselulosa

Etilselulosa biasa digunakan dalam formulasi oral sebagai zat pelapis untuk tablet dan granul. Etilselulosa digunakan untuk memodifikasi pelepasan obat, untuk menutupi hal yang tidak diinginkan atau untuk memperbaiki stabilitas dari formula. Bahan ini larut dalam pelarut organik maupun pelarut campuran, mempunyai viskositas yang tinggi, dapat digunakan sebagai bahan pengikat dan dapat dicampur dalam granulasi basah atau kering, Etilselulosa merupakan

Page 12: mucoadhesive captopril.docx

bahan dengan tingkat kerapuhan yang rendah, meskipun dengan uji disolusi yang buruk. Etilselulosa ini sering digunakan pada kosmetik dan bahan makanan (Dahl, 2005).

3.3 Mekanisme Kerja

Kaptopril stabil pada kondisi suhu dan kelembaban normal, namun dalam larutan gugus tiolnya akan teroksidasi menjadi kaptopril disulfide (Kadin, 1982), memiliki sifat yang mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi pada pH usus, perlu diperhatikan strategi pengembangan tablet kaptopril lepas lambat yang cukup kuat menahan pelepasan obat dan dapat bertahan dalam lambung dalam waktu yang cukup lama (Seta dkk., 1988). Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk menahan obat agar berada di dalam lambung dalam waktu yang lama adalah menggunakan system mucoadhesive. Salah satu polimer biomucoadhesive yang digunakan berasal dari golongan karboksil yaitu sodium karboksi metilselulosa (SCMC). Penggunaan polimer sodium karboksi metilselulosa secara tunggal untuk formulasi tablet mucoadhesive akan menyebabkan terbentuknya gelling secara perlahan dan akan terlarut pada kisaran waktu 4-5 jam. Untuk itu perlu dilakukan kombinasi dengan suatu bahan tambahan yang bersifat yang sukar larut dalam air seperti Etilselulosa. Etilselulosa dapat mengontrol pelepasan obat serta mempertahankan dan intergeritas matriks lebih dari 12 jam karena etilselulosa mempunyai kelarutan dalam air yang lebih kecil dari sodium karboksi metilselulosa sehingga akan memperlambat penetrasi air masuk kedalam matriks tersebut (Chowdary dkk., 2003).

Penggunaan kombinasi sodium karboksi metilselulosa dan etilselulosa sebagai matriks akan mempengaruhi sifat fisik tablet kaptopril lepas lambat mucoadhesive dan penggunaan kombinasi ini diharapkan dapat menghasilkan sediaan kaptopril lepas lambat yang dapat mempertahankan keutuhan matriks dan tertahan di lambung (Lachman dkk., 1994).

3.4 Aksi Farmakologi

1. Terdapat dua Isoform ACE, yaitu Isoform Somatik, yang eksis sebagai glycoprotein terdiri dari rantai polipeptida tunggal 1277; dan Isoform Testicular yang memiliki bobot molekul yang lebih rendah dan berperan dalam pengaturan pematangan sperma dan pengikatan sperma terhadap oviduct epithelium. ACE Somatik memiliki dua domain aktif fungsional, N dan C, yang timbul dari duplikasi gen tandem. Meskipun kedua domain memiliki kemiripan yang tinggi, mereka memainkan peran fisiologis yang berbeda. Domain C terutama terlibat dalam regulasi tekanan darah, sedangkan N-domain berperan dalam diferensiasi stem sel hematopoietic diferensiasi dan proliferasi. ACE inhibitor mengikat dan menghambat kedua domain, Tetapi memiliki afinitas dan aktivitas inhibitor yang lebih besar terhadap C Domain. Obat Captopril, satu dari beberapa ACE inhibitor yang bukan prodrug. Kompetisi dengan ATI untuk mengkat

Page 13: mucoadhesive captopril.docx

ACE dan menginhibisi dan proteolysis enzymatic ATI menjadi ATII. Penurunan ATII dalam tubuh menurunkan tekanan darah dengan menginhibisi efek pressor dari ATII. Captopril juga menyebabkan peningkatan aktifitas plasma renin mungkin karena hilangnya feedback inhibisi yang dimediasi ATII dalam pelepasan renin dan/atau stimulasi mekanisme reflek melalui baroreseptor.

2. Menghambat / Menginhibisi Angiotensin Converting Enzym (ACE) secara kompetitif. Mencegah konversi angiotensin I menjadi Angiotensin II, sebuah vasokontriktor, Menghasilkan penurunan jumlah angiotensin II yang mengakibatkan Peningkatan Aktivitas renin plasma dan mereduksi sekresi aldosterone.

3. Kaptopril merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang besifat inaktif. "Angiotensin Converting Enzyme" (ACE), akan merubah angiotensin I menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, kaptopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik 'afterload' maupun 'pre-load', sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan reflek takikardia.

3.4 Hipotesis

Kombinasi matriks sodium karboksimetilselulosa dengan etilselulosa mempengaruhi sifat fisik dan pelepasan obat kaptopril lepas lambat mucoadhesive, penambahan konsentrasi jumlah SCMC yang semakin banyak dapat meningkatkan daya lekat tablet dan kecepetan disolusi, pada penambahan etilselulosa yang semakin banyak dapat meningkatkan kekerasan, menurunkan kerapuhan tablet dan menghasilkan sifat alir yang baik. Formula dengan perbandingan SCMC : etilselulosa (88 mg : 84 mg) diperoleh tablet kaptopril lepas lambat mucoadhesive optimum.

Page 14: mucoadhesive captopril.docx

BAB IV

KESIMPULAN

Sediaan tertahan di lambung (gastroretentive) merupakan sediaan yang didesain untuk dapat memperpanjang waktu tinggal sediaan di lambung yang merupakan salah satu tempat terjadinya absorbsi obat di dalam tubuh. Sistem penghantaran mukoadhesif merupakan salah satu bentuk sediaan tersebut dengan mekanisme penempelan pada mukosa lambung.

Kaptopril menggunakan system mukoadesiv karena memiliki sifat yang mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi pada pH usus, maka perlu diperhatikan strategi pengembangan tablet kaptopril lepas lambat yang cukup kuat menahan pelepasan obat dan dapat bertahan dalam lambung dalam waktu yang cukup lama.

Penggunaan kombinasi sodium karboksi metilselulosa dan etilselulosa sebagai matriks akan mempengaruhi sifat fisik tablet kaptopril lepas lambat mucoadhesive dan penggunaan kombinasi ini diharapkan dapat menghasilkan sediaan kaptopril lepas lambat yang dapat mempertahankan keutuhan matriks dan tertahan di lambung.

Kaptopril merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang besifat inaktif. "Angiotensin Converting Enzyme" (ACE), akan merubah angiotensin I menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, kaptopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik 'afterload' maupun 'pre-load', sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan reflek takikardia.

Kombinasi matriks sodium karboksimetilselulosa dengan etilselulosa mempengaruhi sifat fisik dan pelepasan obat kaptopril lepas lambat mucoadhesive, penambahan konsentrasi jumlah SCMC yang semakin banyak dapat meningkatkan daya lekat tablet dan kecepetan disolusi, pada penambahan etilselulosa yang semakin banyak dapat meningkatkan kekerasan, menurunkan kerapuhan tablet dan menghasilkan sifat alir yang baik. Formula dengan perbandingan SCMC : etilselulosa (88 mg : 84 mg) diperoleh tablet kaptopril lepas lambat mucoadhesive optimum.

Page 15: mucoadhesive captopril.docx

DAFTAR PUSTAKA

Vinay, P., Sarasija,S.C., and Hemanth, J. 2010. Gastroretentive Drug Delivery System in vitro evaluation. International Journal of Pharma and Bio Sciences, 2-6.

Kotwal, A *and A.K. Pathak. 2011. Formulation and Evaluation of Intragastric Buoyant Tablets of Amoxicillin Trihydrate. Department of Pharmacy, Barkatullah University, Bhopal, (M.P.). India.https://www.academia.edu/9107810/TABLET_GASTRORETENTIVE

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/43083/4/Chapter%20II.pdf

http://eprints.ums.ac.id/27833/3/BAB_1.pdf

http://www.dechacare.com/Captopril-P545-1.html

http://obat-drug.blogspot.co.id/2015/05/mekanisme-aksi-farmakologi-carakerja-captopril-kaptopril.html