motor bensin 4 langkah 100cc dengan modifikasi sistem ...1].pdf · i motor bensin 4 langkah 100cc...
TRANSCRIPT
i
Motor Bensin 4 Langkah 100cc Dengan Modifikasi Sistem Pengapian
TUGAS AKHIRUntuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat sarjana S-1
Program Studi Teknik MesinJurusan Teknik Mesin
Diajukan oleh :
Emmanuel Ratna Krisnadi015214074
Kepada
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
ii
100cc Four Stroke Gasoline Enginewith Ignition Modification
Final ProjectPresented as particial fulfillment of the requirement
As to the Sarjana Teknik DegreeIn Mechanical Engineering
ByEmmanuel Ratna Krisnadi
Student Number : 015214074
To :
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENTSAINS AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITYYOGYAKARTA
2008
iii
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 26 Januari 2008
(Emmanuel Ratna Krisnadi)
vi
HALAMAN MOTTO
“Kesuksesan Anda hanya dibatasi oleh imajinasi dan kerja keras Anda.”
- Mark Hughes
“Imajinasi jauh lebih penting daripada pengetahuan.”
- Albert Einstein
“Tantangan dari kepemimpinan adalah menjadi kuat, bukan menjadi kasar;menjadi baik, bukan lemah; menjadi berani, bukan penggertak; menjadi berpikir, tapi bukan malas; menjadi rendah hati, tapi bukan takut; menjadi bangga, tapi bukan sombong; mempunyai humor, tapi tanpa kebodohan.”
- Jim Rohn
“Meminta bantuan kepada orang lain bukan tanda kelamahan, melainkan kecerdikan.”
- Anonim
vii
I dedicate my Final Project
simply to:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberi kasih, kekuatan, dan membentuk hidupku menjadi lebih indah. Ajarilah aku untuk selalu bersyukur atas semua itu.
Bapak dan ibu, terima kasih untuk doa, dukungan dan kasih sayang serta perhatian Bapak dan Ibu.
Kakakku dan adikku terima kasih atas semua sayang yang telah mewarnai hari-hari di rumah.
Yang paling spesial di Ati sudah lama kita bersama walau kita nggak akan pernah tahu akan dibawa kemana “kita” nanti, tapi Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi kita berdua.LUVU…
Almamaterku Teknik Mesin Sanata Dharma, disinilah aku menemukan jati diriku.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhanku Yesus Kristus atas berkat rahmat dan kasih
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Motor Bensin
100cc dengan Modifikasi Sistem Pengapian”
Penulisan Tugas Akhir ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, baik yang terlihat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih secara khusus kepada:
1. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Ir. Greg.
Heliarko, SJ., SS., B.ST., MA., M.SC yang telah mendukung pembuatan tugas
akhir ini dan membimbing saya hingga dapat menyelesaikan studi.
2. Budi Setyahandana S.T., M.T., yang telah bersedia menjadi pembimbing
akademik saya selama ini.
3. Dosen pembimbing pertama tugas akhir, Yosef Agung Cahyanta S.T., M.T.
yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan.
4. Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Ir. FX. Agus Unggul Santoso yang telah
memberikan bimbingan, arahan, masukan dan perbaikan sehingga Tugas Akhir
ini dapat terselesaikan.
ix
5. Seluruh dosen Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu, tetapi telah banyak membantu dan
mengajarkan banyak hal kepada saya.
6. Sekretariat Program Studi Teknik Mesin yang telah membantu selama saya
menjadi mahasiswa.
7. Paulus Ngadiyono dan Veronica Sri Yuliati, tanpa bapak dan ibu saya tidak bisa
menyelesaikan tugas akhir ini, doa dan dukungan bapak dan ibu sudah
membuahkan hasil.
8. Teman- Semua teman-temanku yang lain yang tidak dapat kusebut namanya dan
juga seluruh teman-teman Teknik Mesin angkatan’01.
Penulis merasa penelitian ini jauh dari sempurna. Karena itu penulis menerima
kritik dan saran yang membangun demi peningkatan dalam penelitian selanjutnya.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih.
Penulis
x
INTISARIPada penelitian ini digunakan sistem pengapian CDI sebagai sumber tegangan
yang digunakan sebagai sarana pembakaran bahan bakar pada mesin bensin 100cc.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi jika penggantian sistem pengapian dilakukan. Yang meliputi : perbandingan unjuk kerja mesin dari motor sandar dan motor modifikasi, konsumsi bahan bakar tiap mesin.
Pengujian konsumsi bahan bakar dilakukan dengan cara menjalankan motor bensin pada beberapa variasi kecepatan, dengan ukuran bahan bakar tertentu. Pengujian Akselerasi dilakukan dengan melakukan pencatatan waktu tempuh pada jarak 201 m.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa dengan menggunakan sistem pengapian CDI kecepatan akselerasi dan konsumsi bahan bakar menjadi lebih baik daripada sistem pengapian platina. Pada kecepatan 20 Km/jam sistem pengapian CDI lebih efisien 17.46%, pada kecepatan 30 Km/jam lebih efisian 12,86%, dan pada kecepatan 40 Km/jam lebih efisien 1,85%.Pada pengujian akselerasi sistem pengapian CDI mempunyai catatan waktu 11,40% lebih baik daripada sistem pengapian platina.
.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i
TITLE PAGE ……....................…………….…………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………... v
HALAMAN MOTTO…………………………………………….......... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………….. vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………. viii
INTISARI……………………………………………………………….. x
DAFTAR ISI……………………………………………………………. xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… xiv
DAFTAR TABEL………………………………………………………. xvi
DAFTAR GRAFIK ................................................................................... xvii
DAFTAR NOTASI ...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………….... 1
1.1 Latar Belakang Masalah………………………….... 1
1.2 Permasalahan………………………………………. 3
1.3 Batasan masalah……………………………………. 3
1.4 Tujuan penelitian………………………………... 3
BAB II DASAR TEORI………………………………………... 4
2.1 Landasan teori………………………………........... 4
2.2 Klasifikasi mesin bensin…………………………... 4
xii
2.2.1 Susunan dan jumlah silinder..……….......... 5
2.2.2 Sistem pendinginan...................................... 7
2.2.3 Sistem penyalaan......................................... 8
2.2.4 Letak katup.................................................. 9
2.2.5 Letak poros nok........................................... 10
2.2.6 Jumlah langkah tiap proses......................... 11
2.3 Motor otto empat langkah...……………………….. 12
2.3.1 Siklus ideal motor otto 4 langkah................ 12
2.3.2 Prinsip kerja motor 4 langkah.................... 14
2.3.2.1 Langkah isap ................................ 16
2.3.2.2 Langkah kompresi ........................ 21
2.3.2.3 Langkah usaha .............................. 24
2.3.2.4 Langkah buang ............................. 25
2.3.2.5 Langkah ekspansi.......................... 26
2.3.3 Siklus sebenarnya motor 4 langkah............. 27
2.3.3.1 Siklus kerja mesin bensin............. 29
2.4 Komponen mesin bensin…………………………... 31
2.4.1 Silinder dan blok silinder............................. 31
2.4.2 Piston dan perlengkapannya........................ 33
2.4.2.1 Pegas piston.................................. 33
2.4.2.2 Pena piston.................................... 34
2.4.3 Batang piston............................................... 35
2.5 Sistem pengapian.......................................………... 35
2.5.1 Sistem pengapian platina............................... 36
2.5.2 Sistem pengapian CDI................................... 37
2.5.3 Koil penyalaan ( Ignition coil )...................... 39
2.5.4 Pengontrol waktu (Timing kontrol)............... 40
2.5.5 Vakum Advancer ………………………….. 41
2.5.6 Busi ............................................................... 42
xiii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
DAN PERHITUNGAN................................................... 43
3.1 Diagram Alur Penelitian……………………………... 43
3.2 Lokasi Penelitian…………………………………….. 44
3.3 Alat pengujian.........…………………………………. 44
3.4 Jalannya Penelitian………………………………….. 45
3.4.1 Keterangan perancangan .................................. 45
3.4.2 Penyetelan mesin …………………………….. 49
3.4.3 Persiapan jalannya pengambilan data ............... 49
3.4.3.1 Akselerasi .............................................. 49
3.4.3.2 Konsumsi bensin ................................... 50
3.5 Kesulitan selama Penelitian.………………………… 50
3.6 Data kendaraan……………………………………… 51
3.7 Perhitungan.................................................................. 51
BAB IV PEMBAHASAN..............................................…………. 67
4.1 Hasil Perhitungan Siklus .............................................. 67
4.2 Pembahasan .......…………………………………..... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………. 73
5.1 Kesimpulan....………………………………………… 73
5.2 Saran ............................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Susunan silinder.............................……………………….. 6
Gambar2.2 Pendinginan motor................……………………………… 7
Gambar 2.3 Macam-macam susunan katup.................………………… 10
Gambar 2.4 Letak poros nok pada blok silinder..............……………… 11
Gambar 2.5 Letak poros nok pada overhead cam.................................... 11
Gambar 2.6 Diagram P vs V Siklus volume konstan............................... 13
Gambar 2.7 Prinsip kerja mesin empat langkah........................................ 15
Gambar 2.8 Volume torak pada saat TMB dan TMA.............................. 23
Gambar 2.9 Hubungan antara diagram pengatur katup dengan grafik
Tekanan vs volume untuk motor 4 langkah.......................... 29
Gambar 2.10 Blok silinder dengan pendinginan radiator........................... 32
Gambar 2.11 Blok silinder dengan pendinginan sirip................................ 32
Gambar 2.12 Konstruksi Piston................................................................. 33
Gambar 2.13 Pegas piston......................................................................... 33
Gambar 2.14 Pena piston........................................................................... 34
Gambar 2.15 Batang piston...................................................................... 35
Gambar 2.16 Skema sistem platina AC................................................... 36
Gambar 2.17 Skema sistem platina DC..................................................... 37
Gambar 2.18 Skema sistem Rangkaian CDI AC..................................... 38
Gambar 2.19 Skema sistem Rangkaian CDI DC..................................... 38
Gambar 2.20 Koil penyalaan.................................................................... 39
Gambar 2.21 Diagram tekanan pembakaran............................................. 40
Gambar 2.22 Sistem pengapian platina.................................................... 41
Gambar 2.23 Busi dan bagian-bagiannya................................................ 42
xv
Gambar 3.1 Mesin Bor dan Mata Tuner................................................... 44
Gambar 3.2 CDI ...................................................................................... 45
Gambar 3.3 Pembuatan dudukan Fulser dengan Mata Tuner ................. 46
Gambar 3.4 Kalter setelah di tuner .......................................................... 46
Gambar 3.5 Pemasangan Fulser .............................................................. 47
Gambar 3.6 Pembuatan Pematik .............................................................. 47
Gambar 3.7 Rangkaian Mesin .................................................................. 48
Gambar 3.8 Koil Honda GL Pro ............................................................. 48
Gambar 3.9 Rangkaian Mesin ……………………………….………… 49
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sifat-sifat udara pada tekanan atmosfir............................... 53
Tabel 3.2 Komposisi elementari dan karakteristik dari bensin dan
solar..................................................................................... 56
Tabel 3.3 Kapasitas panas jenis molar dan gas................................... 58
Tabel 3.4 Energi internal hasil pembakaran........................................ 60
Tabel 3.5 Faktor rugi-rugi mekanis...................................................... 64
Tabel 4.1 Hasil perhitungan siklus....................................................... 67
Tabel 4.2 Pengujian konsumsi bahan bakar dengan sistem pengapian
CDI..................................................................................... 68
Tabel 4.3 Pengujian konsumsi bahan bakar dengan sistem pengapian
platina................................................................................. 69
Tabel 4.4 Pengujian Akselerasi Dengan Sistem Pengapian
Platina ………………………………………………….… 70
Tabel 4.5 Pengujian Akselerasi Dengan Sistem Pengapian CDI …… 70
Tabel 4.6 Rata-rata Kecepatan Akselerasi ………………………….. 70
xvii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Konsumsi bahan bakar........................................................ 69
Grafik 4.2 Kecepatan akselerasi pada jarak 201m .............................. 71
xviii
DAFTAR NOTASI
ain ρdan ρ : kerapatan muatan pada saluran isap dan di dalam silinder.
Vin : kecepatan udara pada saluran masuk (m/s)
Vis : kecepatan rata – rata udara selama proses isap pada katup isap (m/s)
Hin dan Ha : permukaan referensi ( nol ) dari sumbu saluran isap dan sumbu katup isap
Β : Vis
Vcyl Vcyl adalah kecepatan udara didalam silinder pada potongan
melintang berdasar pertimbangan.
ζis : koefisien tahanan saluran isap berdasarkan pada potongan kecil.
Ais : luasan lewat katup (m2)
Vp max : kecepatan piston maksimum (m/s)
Ap : luasan piston (m2)
d : diameter throat katup isap (m)
r : jari-jari piston (m)
maxh : tinggi angkat katup maksimum (m)
h : tinggi angkat katup motor standar
: sudut dudukan katup
S : panjang langkah (m)
N : putaran mesin (rpm)
xix
Tin : temperatur saluran isap
ΔT : penambahan suhu campuran segar karena melewati saluran isap
: koefisien kapasitas gas panas residu
: perbandingan kompresi
Tres : koefisien kapasitas residu
res : Koefisien gas buang
thA : Kebutuhan udara untuk membakar 1 kg bahan bakar dalam mol
"ZU : Energi yang dikandung 1 kmol hasil pembakaran pada temperatur
maksimum
Z : Koefisien pemakaian panas
: Rasio penambahan tekanan
Pz’ : Tekanan maksimum pada akhir langkah pembakaran
Tb : Temperatur akhir langkah ekspansi
Pi : Tekanan indikasi rata-rata actual
Wt : Tenaga yang dihasilkan
Ni : daya yang dihasilkan
hV : volume kerja silinder (Liter)
PV : kecepatan piston rata-rata (m/s)
mech : Efesiensi mekanis
gi : Pemakaian bahan bakar spesifik
gb : Konsumsi bahan bakar efektif pengereman
xx
i : Efisiensi indikator
b : Efesiensi thermal efektif
gf : Konsumsi bahan bakar perjam
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemakaian kendaraan bermotor di Indonesia pada masa sekarang merupakan suatu
kebutuhan yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Ketergantungan yang
timbul itu dikarenakan perannya yang penting di dalam berbagai aktivitas. Kendaraan
yang paling banyak digunakan adalah transportasi darat, khususnya kendaraan
bermotor. Sepeda motor adalah salah satu jenis kendaraan bermotor darat yang umum
digunakan.
Motor bensin adalah salah satu jenis motor pembakaran dalam, yang banyak
digunakan sebagai sumber tenaga dari kendaraan. Motor bensin menghasilkan tenaga
dari pembakaran bahan bakar di dalam silinder, yaitu dari pembakaran campuran udara
dan bahan bakar. Dari keadaan tersebut akan timbul panas yang sekaligus akan
mempengaruhi gas yang ada di dalam silinder untuk mengembang. Karena gas tersebut
dibatasi oleh dinding silinder dan kepala silinder maka tekanan di dalam silinder akan
naik. Tekanan inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga.
Teknologi efisiensi dari sepeda motor merupakan salah satu pilihan inovasi yang
berkembang. Kebutuhan bahan bakar minyak bumi yang semakin menipis dimuka
bumi, merupakan alasan yang tepat mengapa efisiensi bahan bakar begitu diutamakan di
berbagai pabrik pembuat sepeda motor. Salah satu cara meningkatkan efesiensi
kebutuhan bahan bakar motor bakar adalah dengan memaksimalkan pembakaran dalam
2
ruang bakar. Dengan pengaturan waktu pembakaran yang tepat maka motor bakar dapat
lebih efisien.
Pada mesin bensin agar tenaga yang dihasilkan dapat optimal, ada syarat yang
harus dipenuhi :
1. Kompresi yang tinggi.
2. Waktu pengapian yang tepat dan percikan bunga api dari busi yang kuat.
3. Campuran bahan bakar dan udara yang sesuai.
Dengan berkembangannya ilmu dan teknologi banyak penelitian dan
pengembangan motor bensin yang telah dilakukan untuk mendapatkan mesin dengan
efisiensi yang tinggi. Contoh-contoh modifikasi yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan suatu mesin dengan tingkat efisiensi yang tinggi :
1. Penghalusan pada lubang-lubang saluran bahan bakar, seperti pada dinding
manifol pada mesin 4 tak dan pada lubang transfer pada mesin 2 tak.
2. Pemanasan bahan bakar sebelum masuk ke dalam karburator.
3. Memaksimalkan pembakaran, misal dengan penggantian sistem pengapian
platina dengan sistem CDI.
Fungsi sistem pengapian adalah untuk menghasilkan tegangan tinggi yang
diperlukan untuk membuat percikan api diantara elektroda busi, sehingga campuran
bahan bakar dan udara dapat terbakar walaupun dengan kecepatan yang berubah-ubah.
Dengan pengapian yang tepat, maka semua campuran bahan bakar dan udara dapat
terbakar dengan sempurna. Pembakaran yang sempurna dapat meningkatakan akselerasi
dan efisiensi yang dihasilkan mesin. Dari latar belakang diatas, maka dalam penelitian
3
ini penulis ingin membandingkan antara sistem pengapian platina dan sistem pengapian
CDI.
1.2. Permasalahan
Dari latar belakang diatas maka penulis mencoba untuk memodifikasi komponen
motor bensin (Honda CB 100), dengan cara mengganti sistem pengapian standar yaitu
platina dengan mengganti sistem pengapian modifikasi yaitu CDI, karena penulis ingin
mengetahui seberapa besar pangaruh penggantian tersebut terhadap mesin standar.
1.3. Batasan Masalah
Penulis membatasi permasalahan yang dibahas pada konsumsi bahan bakar dan
unjuk kerja mesin akibat perubahan sistem pengapian platina menjadi sistem
pengapian CDI.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan / penelitian ini adalah untuk membandingkan :
1) Konsumsi bahan bakar dari mesin yang menggunakan pengapian platina dan
mesin yang menggunakan sistem pengapian CDI.
2) Akselerasi sistem pengapian platina dan CDI terhadap mesin.
4
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Landasan teori
Motor bensin bekerja karena adanya energi panas yang diperoleh dari pembakaran
campuran bahan bakar dan udara. Pada saat torak bergerak dari titik mati atas (TMA)
ke titik mati bawah (TMB), terjadi proses penghisapan bahan bakar dan udara ke dalam
silinder. Pada saat torak bergerak ke atas, campuran tersebut dikompresikan akibatnya
tekanan dan temperatur menjadi tinggi. Selanjutnya dipercikanlah bunga api dari
elektroda busi yang mengakibatkan terjadinya proses pembakaran, sehingga
terdoronglah torak ke bawah menekan batang torak dan menggerakkan poros engkol.
Gerakkan turun naik (bolak-balik) dari torak dirubah menjadi gerak putar oleh poros
engkol. Poros engkol dihubungkan dengan roda-roda melalui sistem pemindah daya,
sehingga pada saat poros engkol berputar, roda-roda juga berputar dan kendaraan
bergerak.
2.2. Klasifikasi Motor Bensin
Motor bakar diklasifikasikan berdasarkan : susunan dan jumlah silinder, sistem
pendinginan, sistem penyalaan, letak katup, letak poros nok dan jumlah langkah per
proses.
5
2.2.1 Susunan dan Jumlah Silinder
Pada umumnya motor penggerak yang digunakan pada kendaraan (mobil)
mempunyai silinder lebih dari satu, misalnya 2, 3, 4, 6 dan 8. Semakin banyak silinder
yang dipakai maka getaran yang ditimbulkan motor akan lebih kecil dibandingkan
dengan yang bersilinder sedikit. Hal ini disebabkan karena motor yang bersilinder
banyak pembagian tenaganya lebih merata dibanding yang bersilinder sedikit.
Kita dapat menentukan kecepatan piston maksimum dengan menggunakan persamaan
(Kovakh,1979, hal 89)
Vp = 30
.nS..................................................................................................................(2.1)
Setelah itu kita dapat menentukan efisiensi indikator dengan persamaan (Kovakh,1979,
hal 59 )
lii Hg
3600 ...................................................................................................................(2.2)
Efesiensi thermal efektif dapat kita tentukan dengan persamaan (Kovakh,1979,hal 599 )
mechib ..............................................................................................................(2.3)
Silinder-silinder dari motor tersebut diatur dengan bermacam posisi atau bentuk,
yang pada umumnya terdiri dari empat susunan, yaitu :
1. Motor dengan susunan silinder segaris atau sering disebut dengan inline
engine.
2. Motor dengan susunan silinder berbentuk V.
3. Motor dengan susunan silinder miring (slant engine).
6
4. Motor dengan susunan silinder berlawanan/horisontal yang sering disebut
pancake engine.
5. Motor dengan susunan silinder radial.
Susunan silinder motor segaris membentuk garis lurus satu arah dan sejajar
dengan poros engkol.
Motor dengan susunan silinder V, susunan silindernya membentuk huruf V yang
merupakan dua barisan silinder di sisi kiri dan kanan, dari poros engkol membentuk
sudut dari 60 derajat sampai 90 derajat. Jenis yang ketiga adalah motor dengan susunan
silinder miring (slant engine). Sesuai dengan namanya maka susunan silinder motor ini
miring, baik kekiri maupun kekanan. Jenis yang keempat adalah motor dengan susunan
silinder berlawanan arah (pancake) adalah motor dimana susunan silindernya saling
belawanan arah satu sama lain. Motor jenis ini dibuat apabila ruangan vertikal yang ada
sempit. Pada motor dengan susunan silinder radial, sumbu silindernya terletak radial
terhadap sumbu poros engkol.
Gambar 2.1 Susunan silinder(Sumber : Arismunandar, W, 2002, Hal: 6)
7
2.2.2 Sistem Pendinginan
Ada dua macam motor dengan klasifikasi sistem pendinginan ini yaitu
pendinginan dengan cairan (Gambar 2.2A) dan pendinginan dengan udara (Gambar
2.3B). Sistem pendinginan dengan cairan terutama air pendinginannya lebih baik
daripada pendinginan dengan udara.
Pendinginan dengan cairan, bagian-bagian yang didinginkan dikelilingi cairan
pendingin. Cairan pendingin ini kemudian menyerap sebagian panas akibat
pembakaran. Untuk motor berpendingin udara, bagian-bagian yang didinginkan hanya
dilewati udara dan udara ini akan akan mengambil sebagian panas. Bagian-bagian yang
didinginkan biasa dilengkapi dengan sirip-sirip untuk memperluas penampang yang
bersinggungan dengan udara sehingga memperbaiki proses pendinginan.
Gambar 2.2 Pendinginan motor(Sumber : Suyanto,W, 1989, Hal: 12)
8
2.2.3 Sistem Penyalaan
Ada dua sistem penyalaan yang digunakan untuk menyalakan bahan bakar
didalam silinder (ruang bakar) yaitu dengan bunga api dan dengan udara panas (udara
yang dikompresikan). Motor dengan penyalaan bunga api menggunakan loncatan
bunga api yang dihasilkan oleh busi untuk membakar bahan bakar yang ada dalam
ruang bakar. Motor dengan penyalaan udara panas memanfaatkan panas udara yang
dimampatkan oleh piston pada saat kompresi. Udara yang dimampatkan didalam
silinder cukup panas untuk memulai pembakaran bahan bakar sehingga tidak perlu lagi
peralatan pembantu untuk menyalakan bahan bakar. Jumlah udara aktual didalam
pembakaran dari 1 kg bahan bakar untuk ( 3.11 ) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (Kovakh, 1979, hal 52 )
tha
a ………………………………………..…………………………...……..….(2.4)
thA
A
sedangkan untuk menghitung Koefisien teoritis dari perubahan molekul dapat kita
hitung dengan menggunakan persamaan (Kovakh,1979, hal 595 )
2
1
M
Mth …...…………………………………………………………………….….(2.5)
Efesiensi mekanis dapat kita hitung dengan menggunakan persamaan (Kovakh,1979, hal
598 )
i
bemech P
P ...................................................................................................................(2.6)
9
sedangkan untuk menghitung pemakaian bahan bakar spesifik dapat kita hitung dengan
menggunakan persamaan (Kovakh,1979, hal 599 ):
thi
oVi aP
g
3600 .....................................................................................................(2.7)
2.2.4 Letak Katup
Ada beberapa jenis letak katup atau susunan katup yang dipakai untuk
mengklasifikasikan motor bakar, yaitu : jenis F, I, L ,T dan Over Head Cam. Jenis F
adalah susunan katup mirip dengan bentuk huruf F, dimana satu katup terletak dibawah
dan satu katup yang lain terletak diatas. Jenis I kedua katupnya berada diatas silinder.
Jenis ini biasa dipakai untuk motor dengan kompresi yang tinggi dan digerakkan dengan
satu poros nok. Jenis L gerak katub searah dengan gerak piston, sehingga laju bahan
bakar menuju ruang bakar tegak lurus membentuk huruf L. Konstruksi jenis L sangat
sederhana namun tidak bisa dipakai pada motor dengan kompresi yang tinggi. Jenis T
adalah mirip dengan jenis L, tetapi katupnya berada di dua sisi silinder.
Jenis yang paling banyak digunakan adalah jenis overhead cam dimana
mekanisme penggerak katupnya lebih ringkas dan ketepatan pembukaan dan
penutupannya menjadi relatif lebih tepat karena antara poros nok langsung
menyinggung katup. Poros nok pada overhead cam berada pada kepala silinder.
Konsumsi bahan bakar efektif pengereman dengan menggunakan persamaan
(Kovakh,1979, hal 599 )
mech
ib
gg
...................................................................................................................(2.8)
10
Gambar 2.3 Macam-macam susunan katup(Sumber : Suyanto,W, 1989, Hal:16)
2.2.5 Letak Poros Nok
Klasifikasi motor berdasarkan susunan atau letak poros nok (poros cam) sangat
erat hubungannya dengan letak katup. Klasifikasi motor bakar dengan letak poros nok
ini ada dua macam yakni poros nok berada pada blok silinder dan poros nok yang
berada pada kepala silinder (overhead cam). Jenis yang pertama, antara poros nok dan
katup diperlukan alat bantu yang berupa tapet, batang penumbuk, dan pelatuk (disebut
overhead valve). Dengan adanya pengantar ini maka akan dapat mempengaruhi
ketepatan pembukaan dan penutupan katup terutama pada putaran tinggi. Sedangkan
pada jenis yang kedua antara poros nok dan katup-katupnya berhubungan langsung
tidak perlu batang penumbuk (disebut overhead cam), sehingga dapat mengatasi
kelemahan pada jenis pertama. Overhead cam biasa disingkat OHC, ada dua macam
motor dengan susunan overhead cam yang digunakan yaitu Single Overhead Cam
(SOHC) dan Double Overhead Cam (DOHC).
11
Gambar 2.4 Letak poros nok pada blok silinder(Sumber : Suyanto,W, 1989, Hal:18)
Gambar 2.5 Letak poros nok overhead cam(Sumber : Suyanto,W, 1989, Hal:16)
2.2.6 Jumlah Langkah Tiap Proses
Jumlah langkah tiap proses motor bakar diklasifikasikan menjadi dua yaitu motor
dua langkah (motor dua tak) dan motor empat langkah (motor empat tak). Pada motor
dua langkah untuk menghasilkan satu kali tenaga atau langkah tenaga diperlukan dua
langkah kerja atau dengan kata lain setiap dua langkah dari torak motor ini
menghasilkan satu kali tenaga. Sedangkan pada motor empat langkah diperlukan empat
langkah torak untuk menghasilkan satu tenaga. Secara keseluruhan motor empat
12
langkah lebih ekonomis dalam penggunaan bahan bakar dibanding motor dua langkah,
sehingga motor empat langkah lebih banyak digunakan.
2.3 Motor Otto Empat Langkah
2.3.1 Siklus Ideal Motor Otto Empat Langkah
Proses termodinamika yang terjadi di dalam motor bakar sangat kompleks untuk
di analisis menurut teori. Untuk memudahkan teori tersebut di asumsikan suatu keadaan
yang ideal. Tetapi makin ideal suatu keadaan maka akan semakin jauh menyimpang dari
keadaan sebenarnya. Pada umumnya untuk menganalisis motor bakar digunakan siklus
udara sebagai siklus yang ideal. Siklus udara menggunakan beberapa keadaan yang
sama dengan siklus sebenarnya, misalnya mengenai :
Urutan proses
Perbandingan kompresi
Pemilihan temperatur dan tekanan pada suatu keadaan
Penambahan kalor yang sama per satuan berat udara
Pada mesin yang ideal proses pembakaran yang dapat menghasilkan gas bertekanan dan
bertemperatur tinggi itu dimisalkan sebagai proses pemasukan panas ke dalam fluida
kerja di dalam silinder.
Siklus udara volume konstan (siklus Otto) dapat digambarkan dengan grafik PV
seperti yang terlihat pada Gambar 2.6.
13
Gambar 2.6. Diagram P vs. V siklus volume konstan(Sumber : Arismunandar, W, 2002, Hal: 15)
Keterangan :
P = Tekanan fluida kerja ( 2kg/cm ) LV = Volume langkah torak ( 33 cmatau m )
v = volume spesifik ( /kgm3 ) sV = Volume sisa ( 33 cmatau m )
mq = Jumlah kalor masuk (kcal/kg) TMA = Titik mati atas
kq = Jumlah kalor keluar (kcal/kg) TMB = Titik mati bawah
Sifat ideal yang digunakan serta keterangan mengenai proses siklusnya adalah
sebagai berikut :
1. Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan.
2. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan
3. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik
4. Proses pembakaran pada volume konstan (2-3) dianggap sebagai proses
pemasukan kalor pada volume konstan.
14
5. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentropik.
6. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada
volume konstan.
7. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan.
8. Siklus dianggap tertutup, artinya siklus ini berlangsung dengan fluida kerja
yang sama.
2.3.2 Prinsip Kerja Motor Empat Langkah
Motor Otto empat langkah atau motor bensin menghisap campuran udara dan
bensin sebagai bahan bakar pada saat terjadi langkah isap. Terjadi perubahan tekanan
pada proses kerja di dalam ruang di atas piston. Bila piston berada di TMB, volume
ruang ini adalah yang terbesar yaitu sL VV dengan :
LV = Volume langkah
sV = Volume ruang sisa
Bila piston berada di TMA, volume ruang di atas piston adalah yang terkecil yaitu
sV . Mesin bensin empat langkah menjalani satu siklus yang tersusun atas empat tahap
atau langkah seperti Gambar 2.7.
15
Gambar 2.7 Prinsip kerja mesin 4 langkah(Sumber : Arismunandar, W, 2002, Hal: 8)
Keterangan :
KI = Katup isap TMA = Titik mati atas
KB = Katup buang TMB = Titik mati bawah
Kecepatan rata – rata udara selama proses isap pada katup isap dapat kita tentukan
dengan menggunakan persamaan (Kovakh,1979, hal 89)
is
ppis A
AVV ..............................................................................................................(2.9)
Sedangkan untuk menghitung tekanan akhir proses pengisapan dapat kita hitung dengan
persamaan (Kovakh,1979, hal 589)
Untuk mesin 4-langkah tanpa supercharging, oin PP dan oin .
1. MpaPP oin 1013,0
2. oin udara pada To = 32 oC = 305 K
3159,1 mkgo (Hollman,1993, hal 589)
16
3. 45,22 is 622
102
oisis
oa
VPP
4. Drop pressure yang terjadi ( aP ):
aina PPP ............................................................................................................(2.10)
2.3.2.1 Langkah isap
Campuran udara dan bahan bakar dihisap ke dalam ruang bakar. Piston bergerak
dari titik mati atas (TMA) menuju titik mati bawah (TMB). Katup isap terbuka dan
katup buang tertutup. Akibat gerakan piston menuju TMB terjadi kehampaan dalam
ruang bakar. Adanya tahanan aliran saat akhir langkah hisap mengakibatkan pengisian
bahan bakar tidak pernah mencapai 100%.
Sejumlah muatan udara segar dialirkan saat langkah hisap. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan tekanan antara udara luar ( tekanan atmosfer ) dengan tekanan dalam
silinder karena adanya penambahan volume silinder yang disebabkan gerak langkah
piston dari tititk mati atas (TMA) menuju titik mati bawah (TMB).
Efisiensi pengisian silinder adalah perbandingan antara jumlah muatan aktual We
yang dikompresi di dalam silinder dengan jumlah muatan segar Wo yang akan diisikan
di dalam volume kerja silinder Vd pada tekanan dan suhu udara luar (P0 dan T0).
Pada mesin tanpa supercarger, P0 dan T0 menyatakan tekanan dan suhu udara luar.
Efisiensi pengisian untuk langkah hisap dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
(Kovakh,1979, hal 96)
17
)γ(1T
T.
P
P.
1ε
εη
resa
in
in
a1v
....................................................................................(2.11)
Temperatur campuran muatan segar dan gas-gas residu (Ta) pada akhir proses
isap, lebih tinggi dibanding temperatur pada saluran isap (Tin), tetapi lebih rendah
dibanding temperatur gas-gas residu Temperatur akhir proses penghisapan dapat
dihitung dengan persamaan (Kovakh,1979, hal 93)
Ta =res
resresin
γ1
TΔTT
(K).....................................................................................(2.12)
resa
res
res
ores PP
P
T
TT
............................................................(Kovakh,1979, hal 97)
ores PP 25,11,1 .........................................................................(Kovakh,1979, hal 93)
Dengan
Tin : temperatur saluran isap
ΔT : penambahan suhu campuran segar karena melewati saluran isap 15 oC
: 15 oC = 288 K
: koefisien kapasitas gas panas residu = 1
: perbandingan kompresi = 9,5:1
Tres : koefisien kapasitas residu = (750 1000) K.................................(Kovakh hal 92)
res : Koefisien gas buang ( 0,100,06 )......................,.........................(Kovakh hal 91)
Ta : (310 350) K................................................................................(Kovakh hal 94)
18
Pengaliran muatan segar ini melalui saluran hisap dan akan melewati katup hisap
saat terbuka. Katup hisap terbuka beberapa derajat sebelum TMA saat langkah buang.
Saat torak menuju TMB, campuran segar mengalir ke dalam silinder. Faktor yang
mempengaruhi besarnya muatan yang masuk ke dalam silinder:
1. Adanya sisa hasil pembakaran didalam silinder yang mendiami sebagian
volume silinder.
2. Pemanasan campuran udara- bahan bakar oleh permukaan dinding saluran
hisap dan ruang diluar silinder sebesar T yang akan mengurangi kerapatan
campuran.
Adanya tahanan atau gesekan di dalam saluran isap akan mengurangi jumlah
muatan segar yang terhisap ke dalam silinder karena kerapatan muatan berkurang.
Pengaruh tahanan hidraulik muatan dapat dicari bila diketahui rugi–rugi tekanan ΔPa
dalam sistem hisap atau tekanan Pa pada saat proses penghisapan berakhir. Tekanan di
dalam silinder selama proses pengisian dapat dicari secara tepat bila prosesnya stabil.
Pada mesin 4 langkah saat mencapai kecepatan dan daya rata-rata Pa. Tekanan
akhir langkah hisap dihitung dengan persamaan (Kovakh,1979, hal 88)
a
2is
is
2is2
a
ain
2in
in
ing.H
2
)(Vξ
2
)(Vβ
ρ
P g.H
2
)(V
ρ
P
Dengan
ain ρdan ρ : kerapatan muatan pada saluran isap dan di dalam silinder.
Vin : kecepatan udara pada saluran masuk (m/s)
Vis : kecepatan rata – rata udara selama proses isap pada katup isap (m/s)
19
Hin dan Ha : permukaan referensi ( nol ) dari sumbu saluran isap dan sumbu katup isap
β : Vis
Vcyl Vcyl adalah kecepatan udara didalam silinder pada potongan
melintang berdasar pertimbangan.
ζis : koefisien tahanan saluran isap berdasarkan pada potongan kecil.
Diasumsikan Vin = 0, ketinggian Hin = Ha, dan rapat muatan segar ketika melewati
saluran hisap diabaikan ain , maka persamaan diatas menjadi:
2
V2
a
a
in
in 2is
ρ
P
ρ
Pis
Persamaan kontinuitas untuk potongan melintang dari saluran isap dan bagian
silinder dapat dihitung dengan persamaan (Kovakh,1979, hal 89)
Vis . Ais = Vp max . Ap
Dengan
Ais : luasan lewat katup (m2)
Vp max : kecepatan piston maksimum (m/s)
Ap : luasan piston (m2)
Untuk mesin 4-langkah tanpa supercharging, oin PP dan oin .
MpaPP oin 1013,0
CoshdAis max ....................................................................................................(2.13)
CoshdAis
Ais : luasan lewat katup (m2)
20
d : diameter throat katup isap (m)
r : jari-jari piston (m)
maxh : tinggi angkat katup maksimum (m)
h : tinggi angkat katup motor standar = 5,4.10 3 m
: sudut dudukan katup = 32o
S : panjang langkah (m)
n : putaran mesin (rpm)
Luasan piston dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Kovakh,1979, hal 165)
2rAp ……………………………………………………..……………….….(2.14)
Untuk menghitung tenaga yang dihasilkan dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan (Kovakh,1979, hal 165)
hit VPW ……………………………………………………..……………….….(2.15)
Dengan:
iP tekanan indikasi rata-rata (Pa)
hV volume kerja silinder (m3)
Tekanan akhir proses pengisapan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
(Kovakh,1979, hal 596)
622
102
oisis
oa
VPP
.....................................................................(2.16)
21
2.3.2.2 Langkah kompresi
Kedua katup tertutup, piston bergerak menuju TMA. Sesaat sebelum piston
mencapai TMA, bunga api dipercikan dan bahan bakar mulai terbakar. Pembakaran
terjadi pada volume hampir tetap (dianggap tetap) sampai tekanan maksimum. Mesin
bensin memerlukan percikan bunga api (spark) untuk mengawali pembakaran didalam
silinder maka sering disebut spark ignition engine. Bunga api dipercikan dalam ruang
bakar sebelum torak mencapai titik mati atas (TMA), sehingga terjadi pembakaran yang
diikuti oleh naiknya energi kalor gas dalam ruang bakar. Kebutuhan udara untuk
membakar 1 kg bahan bakar dalam massa secara teoritis dapat kita hitung dengan
persamaan (Kovakh,1979, hal 51)
foth OHCa 8
3
8
23,0
1………………………………………...………...….(2.17)
Kebutuhan udara untuk membakar 1 kg bahan bakar dalam mol secara teoritis dapat kita
hitung dengan persamaan (Kovakh,1979, hal 51)
32412209,0
1 fth
OHCA …………..………………………………...…………(2.18)
Makin kecil ruang sV terhadap ruang LV akan semakin besar pemampatannya.
Hal ini sangat tergantung pada perbandingan pemampatan ( perbandingan kompresi).
Energi internal dari 1 mol hasil pembakaran pada akhir langkah kompresi dapat kita
hitung dengan persamaan (Kovakh,1979, hal 597)
comcomVcom tcU "" ................................................................................................(2.19)
22
Dengan:
"Vc = panas jenis dari hasil pembakaran pada ahkir langkah kompresi.
Panas jenis campuran adalah jumlah dari hasil pembakaran komponen individual dibagi
dengan jumlah total hasil pembakaran. Untuk komposisi elementary dari bahan bakar
diasumsikan 1 maka 2M
Mr i
i dapat kita hitung dengan persamaan (Kovakh,1979,
hal 596)
2M
Mr i
i ………………...……………………………………………………….….(2.20)
1. 0COr
2. 129,02 COr
3. 131,02OHr
4. 74,02Nr
5. 02Hr
Energi yang dikandung 1 kmol hasil pembakaran pada temperatur maksimum yang
tercapai ( zU " ) dapat kita hitung dengan persamaan (Kovakh,1979, hal 51)
Z
ZVZ
U
TcU
"
"
……………………………...………………….…………………..(2.21)
Temperatur dan tekanan pada akhir langkah kompresi menggunakan eksponen
polytropik (n1), ekponen ini konstan selama proses berlangsung.
n1 = ( 1,3 – 1,37 )
23
tekanan akhir langkah kompresi dapat kita hitung dengan persamaan (Kovakh,1979, hal
111)
1nacom PP (Mpa).................................................................................................(2.22)
sedangkan temperatur akhir langkah kompresi dapat kita hitung dengan persamaan
(Kovakh,1979, hal 111)
11 nacom TT ..........................................................................................................(2.23)
Tekanan akhir pada akhir langkah pembakaran dapat kita hitung dengan persamaan
(Kovakh,1979, hal 598)
comcom
ZZ P
T
TP …………………………………………………….....……………(2.24)
Tekanan efektif rata-rata dapat kita hitung dengan persamaan (Kovakh,1979, hal 589)
mechibe PPP ………………...…………………………………………………....(2.25)
Pebandingan pemampatan adalah perbandingan antara dua macam volume, yaitu :
Volume di atas piston pada kedudukan TMB
Volume di atas piston pada kedudukan TMA (Gambar 2.8)
Gambar 2.8 Volume torak pada saat TMB dan TMA(Sumber : BPM. Arends, H. Berenschot. Motor Bensin. Hal: 8)
24
Untuk menghitung rugi-rugi mekanis relatif digunakanlah efisiensi mekanis. Efisiensi
mekanis menyatakan perbandingan daya kuda rem dan daya indikasi. Efisiensi mekanis
dihitung dengan menggunakan persamaan (Kovakh,1979, hal 598)
Pmech VBAP ……………………………………………………….……....….(2.26)
Dengan:
BdanA diperolah dari tabel 3.5 (faktor rugi-rugi mekanis)
PV kecepatan piston rata-rata (m/s)
Efisiensi indikator dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Kovakh,1979, hal
599)
lii Hg
3600 .................................................................................................................(2.27)
Rasio penambahan tekanan dapat kita tentukan dengan menggunakan persamaan
(Kovakh,1979, hal 598)
com
Z
P
P ……...…………………………………………………………..…………(2.28)
2.3.2.3 Langkah usaha
Setelah mencapai TMA, piston akan didorong oleh gas bertekanan tinggi menuju
TMB. Tekanan mekanis ini diteruskan ke poros engkol. Penghentian pembakaran gas
terjadi pada TMA atau sedikit sesudahnya. Ini disebabkan oleh pengembangan gas
terbesar akibat suhu tertinggi terjadi pada volume terkecil ( cV ) sehingga piston
25
mendapatkan tekanan terbesar. Sesaat sebelum mencapai TMB, katup terbuka, gas hasil
pembakaran mengalir keluar dan tekanan dalam ruang bakar turun dengan cepat.
Untuk mesin 4-langkah, daya yang dihasilkan dapat kita tentukan dengan menggunakan
persamaan (Kovakh,1979, hal 166)
120
nViPN hi
i .............................................................................................................(2.29)
Dengan:
iP tekanan indikasi rata-rata (MPa)
hV volume kerja silinder (Liter)
Tekanan maksimum pada akhir langkah pembakaran dapat kita tentukan dengan
menggunakan persamaan (Kovakh,1979, hal 598)
ZZ PP 85,0' …………………………………………………………….……..….(2.30)
Untuk menentukan koefisien molar aktual dapat kita tentukan dengan menggunakan
persamaan (Sumber : Kovakh hal 596)
res
resth
1
……………………………………………….…...…………………(2.31)
2.3.2.4 Langkah buang
Piston bergerak dari TMB menuju TMA serta mendorong gas di dalam silinder ke
saluran buang lewat katup buang. Tidak semua gas bekas dapat dikeluarkan. Ruang
bakar yang kecil ( cV ) atau perbandingan pemampatan yang besar akan memperbaiki
keadaan tersebut. Di samping itu periode overlapping mempunyai peranan penting.
26
Periode overlapping adalah periode dimana katup isap dan katup buang terbuka secara
bersamaan yang dikarenakan perpanjangan pembukaan katup selama proses pengisapan
dan pembuangan.
2.3.2.5 Langkah Ekspansi
Setelah terjadi proses pembakaran bahan bakar dengan udara karena tekanan yang
sangat kuat, maka dihasilkan tenaga yang mampu mendorong piston dari TMA ke
TMB. Langkah ini adalah proses perubahan energi panas menjadi energi mekanik.
Karena gerakan piston dari TMA ke TMB, maka volume silinder akan menjadi besar
dan tekanan udara dalam silinder akan menurun. Proses ekspansi merupakan proses
politropik dengan eksponen politropik (n2). Setelah langkah ekspansi dilanjutkan
dengan proses pembuangan, yang diawali saat katup buang mulai terbuka, eksponen
politropik untuk langkah ekspansi yaitu, n2 = 1,23 – 1,30 (Kovakh,1979, hal 155).
Untuk menentukan tekanan akhir langkah ekspansi dapat kita tentukan dengan
menggunakan persamaan (Kovakh,1979, hal 598)
2nZ
b
PP
……...…………………………………………………………….…...… (2.32)
Temperatur akhir langkah ekspansi dapat kita tentukan dengan menggunakan
persamaan (Kovakh,1979, hal 598)
12
nZ
b
TT
………...………………………………………………….……………..(2.33)
Konsumsi bahan bakar perjam dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
(Kovakh,1979, hal 598)
iif Ngg ..............................................................................................................(2.34)
27
Tekanan rata-rata untuk 1 dapat kita tentukan dengan menggunakan persamaan
(Kovakh,1979, hal 598)
1
11
212
1 11
1
111
11 nn
n
aidi nnPP
………………………….... (2.35)
Tekanan indikasi rata-rata aktual dapat kita tentukan dengan menggunakan persamaan
(Sumber : Kovakh hal 598)
untuk 97,092,0 i (Kovakh hal 164)
idii PP …………………………………………………………..………..……(2.36)
2.3.3 Siklus Sebenarnya Motor Otto Empat Langkah
Dalam kenyataannya terjadi penyimpangan dari siklus udara (ideal) karena terjadi
kerugian antara lain disebabkan oleh hal berikut :
1. Kebocoran fluida kerja karena penyekatan oleh cincin torak dan katup tidak
sempurna.
2. Pembukaan dan penutupan katup tidak tepat di TMA dan TMB karena
pertimbangan dinamika mekanisme katup dan kelembaman fluida kerja. Kerugian
tersebut dapat diperkecil bila saat pembukaan dan penutupan katup disesuaikan
dengan besarnya beban dan kecepatan torak.
3. Fluida kerja bukanlah udara yang dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik
yang konstan selama proses siklus berlangsung.
4. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, pada waktu torak berada di TMA, tidak
terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara, kenaikan tekanan dan
28
temperatur fluida kerja disebabkan oleh proses pembakaran bahan bakar dan udara
di dalam silinder.
5. Proses pembakaran memerlukan waktu (tidak berlangsung sekaligus). Hal ini
mengakibatkan proses pembakaran berlangsung pada volume ruang bakar yang
berubah-ubah karena gerakan torak. Dengan demikian proses pembakaran harus
sudah dimulai beberapa derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA dan
berakhir beberapa derajat sudut engkol sesudah torak bergerak kembali dari TMA
ke TMB. Jadi proses pembakaran tidak berlangsung pada volume konstan.
Disamping itu pada kenyataannya tidak pernah terjadi pembakaran sempurna,
sehingga daya dan efisiensinya sangat tergantung pada perbandingan campuran
bahan bakar dan udara, kesempurnaan bahan bakar dan udara tersebut bercampur
dan timing penyalaan.
6. Terdapat kerugian kalor yang disebabkan oleh perpindahan kalor dari fluida kerja ke
fluida pendingin, terutama pada langkah kompresi, ekspansi dan pada waktu gas
buang meninggalkan silinder, perpindahan kalor tersebut karena terdapat perbedaan
temperatur antara fluida kerja dengan fluida pendingin. Fluida pendingin diperlukan
untuk mendinginkan bagian-bagian mesin yang menjadi panas akibat proses
pembakaran, untuk mencegah kerusakan pada bagian-bagian mesin tersebut.
7. Terdapat kerugian energi kalor yang dibawa oleh gas buang dari dalam silinder ke
udara luar. Energi tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk melakukan kerja
mekanik.
29
8. Terdapat kerugian karena gesekan antara fluida kerja dengan dinding salurannya.
Berdasarkan hal-hal diatas, bentuk diagram PV dari siklus sebenarnya tidak sama
dengan bentuk diagram siklus ideal. Siklus yang sebenarnya tidak pernah
merupakan siklus volume konstan (untuk motor bensin). Gambar 2.10 Menunjukkan
bentuk diagram PV dari sebuah motor torak 4 langkah yang sebenarnya.
Gambar 2.9 Hubungan antara diagram pengatur katup dengan grafik tekanan vs
volume untuk motor empat langkah.
(Sumber : Arismunandar, W, 2002, Hal: 31)
2.3.3.1. Siklus Kerja Motor Bensin
Pada umumnya, pada siklus ideal untuk menganalisis motor bakar dipergunakan
siklus udara sebagai siklus ideal.
Dalam analisis siklus udara, khususnya pada motor bakar torak ada tiga macam analisis,
yaitu:
30
1. Siklus udara volume-konstan (siklus Otto)
2. Siklus udara tekanan-konstan (siklus Diesel)
3. Siklus udara tekanan-terbatas (siklus gabungan)
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan siklus otto volume-konstan untuk
melakukan perhitungan pada motor bensin.
Untuk menjelaskan makna dari diagram p-v pada motor torak terlebih dahulu
perlu kita pakai beberapa idealisasi, sehingga prosesnya dapat dipahami secara lebih
mudah. Proses yang sebenarnya (aktual) berbeda dengan proses yang ideal tersebut,
dimana perbedaan tersebut menjadi semakin besar jika idealisasi yang digunakan itu
terlalu jauh menyimpang dari keadaan yang sebenarnya, proses siklus yang ideal itu
biasa disebut dengan siklus udara, dengan beberapa idealisasi sebagai berikut:
1. Fluida kerja dalam silinder adalah udara, dimana udara dianggap sebagai gas ideal
dengan konstanta kalor yang konstan.
2. Proses ekspansi dan kompresi berlangsung secara isentropik.
3. Proses pembakaran dianggap proses pemanasan fluida kerja.
4. Pada akhir proses ekspansi, yaitu saat piston mencapai TMB, fluida kerja
didinginkan sehingga tekanan dan suhunya turun mencapai tekanan dan suhu udara
luar (atmosfer).
5. Tekanan fluida kerja di dalam silinder selama langkah buang dan langkah hisap
adalah konstan dan sama dengan tekanan dan suhu udara luar.
Pada gambar (2.9) menunjukkan siklus udara volume konstan (siklus otto):
1. Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan
31
2. Langkah hisap (0-1) merupakan proses tekanan konstan
3. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropic
4. Proses pembakaran volume konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan
kalor pada volume konstan.
5. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentropic
6. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada
volume konstan
7. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan
8. Siklus dianggap tertutup, artinya siklus ini berlangsung dengan fluida kerja yang
sama, atau gas yang berada di dalam silinder pada titik 1 dapat dikeluarkan dari
dalam silinder pada waktu langkah buang, tetapi pada langkah isap berikutnya
akan masuk sejumlah fluida kerja yang sama.
2.4. Komponen Mesin Bensin
2.4.1 Silinder dan Blok Silinder
Blok silinder merupakan bentuk dasar dari mesin, yang berfungsi sebagai tempat
untuk membuat energi panas yang dihasilkan dari proses pembakaran. Blok silinder
terbuat dari besi tuang dan paduan alumunium. Blok silinder dilengkapi rangka pada
bagian dinding luar untuk memberikan kekuatan pada mesin dan membantu
meradiasikan panas. Pada bagian luar blok silinder terdapat dudukan-dudukan untuk
menempatkan kelengkapan mesin, seperti starter, alternator, pompa bensin dan
distributor.
32
Blok silinder terdiri dari beberapa lubang tabung silinder, yang didalamnya
terdapat torak yang bergerak naik-turun. Silinder-silinder ditutup bagian atasnya oleh
kepala silinder yang dijamin oleh gasket kepala silinder yang letaknya antara blok
silinder dan kepala silinder. Silinder berfungsi sebagai tempat untuk menghasilkan
energi panas dari proses pembakaran. Untuk menghindari keausan dan mencegah
kebocoran gas kompresi dan kehilangan panas antara silinder dan torak, maka
permukaaan silinder dilapisi krom.
Gambar 2.10 Blok Silinder Dengan Sistem Pendingin Radiator ( Sumber: Toyota manual handbook, hal: 2-4 )
Gambar 2.11 Blok Silinder Dengan Sistem Pendingin Sirip( sumber: Buku Pedoman Reparasi Honda CB 100, hal: 7-2 )
33
2.4.2 Piston dan Perlengkapannya
Piston berfungsi untuk memindahkan tenaga yang diperoleh dari pembakaran
campuran bahan bakar dan udara ke poros engkol melalui batang torak
Gambar 2.12 Konstruksi Piston.(Sumber: Astra Izusu Training Center, Informasi Umum Automotif)
2.4.2.1 Pegas piston
Pegas piston (piston ring) dipasang dalam ring groove. Ring piston terbuat dari
baja khusus, pada piston terdapat 3 buah ring piston.
Gambar 2.13 Pegas Piston.(Sumber: Astra Izusu Training Center, Informasi Umum Automotif)
34
Ring piston berfungsi untuk:
1. Mencegah kebocoran selama langkah kompresi dan usaha.
2. Mencegah oli yang melumasi piston dan silinder masuk ke ruang bakar.
3. Memindahkan panas dari piston ke dinding silinder
2.4.2.2 Pena Piston
Pena piston (piston pin) menghubungkan dengan bagian ujung yang kecil dari
connecting rod. Dan meneruskan tekanan pembakaran yang berlaku pada torak ke
connecting rod. Pena piston berlubang di dalamnya untuk mengurangi berat yang
berlebihan dan kedua ujung ditahan oleh bushing pena torak (Piston pin boss).
Gambar 2.14 Pena Piston.(Sumber: Astra Izusu Training Center, Informasi Umum Automotif)
Piston dan connecting rod dapat dihubungkan dengan 4 cara:
1. Tipe fixed
2. Tipe full-floating
35
3. Tipe bolted
4. Tipe press-fit
2.4.3 Batang piston
Batang piston (connecting rod) berfungsi untuk meneruskan tenaga yang
dihasilkan oleh piston ke crankshaft. Bagian ujung connecting rod yang berhubungan
dengan piston pin disebut small end, dan bagian yang berhubungan dengan poros
engkol disebut big end. Pada connecting rod terdapat oil hole yang berfungsi untuk
memercikkan oli untuk melumasi piston.
Gambar 2.15 Batang Piston(Sumber: Astra Izusu Training Center, Informasi Umum Automotif)
2.5. Sistem Pengapian
Fungsi sistem pengapian adalah untuk menghasilkan tegangan tinggi yang
diperlukan untuk mengadakan percikan api diantara elektoda busi, sehingga campuran
bahan bakar dan udara dapat terbakar walaupun dengan kecepatan yang berubah-ubah.
Sistem pengapian ada dua macam yaitu pengapian platina dan sistem pengapian CDI.
36
2.5.1 Sistem Pengapian Platina
Platina atau contact breaker dibuka dan ditutup oleh kam platina (breaker cam)
pada sumbu distributor. Ketika kontak ditutup arus mengalir melalui rangkaian rendah
(low tension), kemagnetan timbul di koil pengapian, dari koil langsung disalurkan ke
busi. Breaker cam selanjutnya berputar kembali sehingga platina dalam keadaan terbuka
dan demikianlah proses ini dilakukan berulang-ulang.
Gambar 2.16 Skema Sistem Pengapian Platina AC ( sumber: Buku Pedoman Reparasi Honda CB 100, hal: 14-0 )
Sistem pengapian platina ada dua macam yaitu sistem AC dan sistem DC.
Perbedaan kedua sistem tersebut terdapat pada sumber arus yang dialirkan ke koil. Pada
sistem pengapian platina AC arus dari generator langsung dialirkan ke platina dan koil,
sedangkan pada sistem DC arus dari generator dialirkan ke aki melewati penyearah arus
atau yang disebut dengan kiprok. Dari aki arus dialirkan ke kutub positip koil dan kutub
negatif koil dihubung ke rangkaian platina.
37
Gambar 2.17 Skema Sistem Pengapian Platina DC
2.5.2 Sistem Pengapian CDI
CDI adalah salah satu rangkaian elektronik yang bekerja secara sistematis. Kerja
dari CDI tidak berbeda jauh dengan kerja kam platina. Pada rangkaian CDI pembacaan
sinyal pembakaran dibantu dengan rangkaian electromagnet atau yang disebut dengan
fulser. Fulser ada dua jenis yaitu fulser basah dan fulser kering. Fulser tersebut
dibedakan berdasarkan letaknya. Fulser kering digunakan mengikuti rangkaian
generator kering (tidak terkena oli). Sedangkan fulser basah digunakan mengikuti
rangkaian generator basah (tercelup dalam oli). Kedua fulser tersebut memiliki fungsi
yang sama, perbedaannya terdapat pada pelapisan lilitan. Pada fulser kering hanya
dilakukan satu kali pelapisan sehingga lilitannya tidak begitu kuat, sedangkan pada
fulser basah pelapisan dilakukan dua kali. Fulser basah memang dirancang dengan
pelapisan yang kuat agar oli tidak masuk dalam lilitan, karena oli tersebut akan
menimbulkan konsleting.
Generator
kiproks
Aki
+Koil _
Busi
platina
38
CDI ada dua macam yaitu CDI DC dan CDI AC. Kedua CDI tersebut memiliki
perbedaan pada sumber arus yang digunakan. Pada CDI DC arus yang digunakan
bersumber dari aki, sedangkan pada CDI AC arus yang digunakan bersumber dari
generator. Pada rangkaian DCI DC generator yang digunakan sebagai sumber arus
pengisian aki (pengecasan aki).
Gambar 2.18 Skema Rangkaian CDI AC
Gambar 2.19 Skema Rangkaian CDI DC
Generator Fulser
CDI DCKoil
BusiAki
Pengisian(kiproks)
Generator Fulser
CDI ACKoil
Busi
39
2.5.3 Koil penyalaan ( Ignition coil )
Pada sistem pengapian, ignition coil berfungsi sebagai alat untuk mempertinggi
tegangan listrik dari 12 volt pada baterai menjadi 15.000 sampai 20.000 volt. Untuk
dapat mempertinggi tegangan tersebut, pada ignition coil terdapat dua kumparan :
1. Kumparan primer
Kumparan primer berfungsi untuk menciptakan medan magnet pada koil
penyalaan agar timbul induksi pada kumparan-kumparannya. Ciri dari
kumparan primer adalah kumparan yang memiliki penampang besar dan
gulungan yang sedikit.
2. Kumparan sekunder
Kumparan ini berfungsi untuk merubah induksi menjadi tegangan tinggi yang
selanjutnya dialirkan ke busi untuk dirubah menjadi percikan api. Ciri
kumparan sekunder adalah kumparan yang memiliki penampang kecil dan
jumlah gulungan yang sangat banyak.
Gambar 2.20 Koil Penyalaan( sumber : Daryanto, hal: 97 )
40
2.5.4 Pengontrol waktu (Timing Control)
Tekanan pembakaran dan tenaga yang keluar dari mesin bergantung juga terhadap
waktu penyalaan campuran bahan bakar dan udara yang tepat. Mendahului atau
terlambat waktu penyalaannya mempengaruhi tenaga yang keluar dari mesin. Penyalaan
harus membuat tekanan pembakaran mencapai harga maksimum sesaat setelah piston
melewati TMA.
Gambar 2.21 Diagram Tekanan Pembakaran( sumber : Daryanto, hal: 98)
Keterangan :
Garis Menunjukan timing yang tepat, tekanan pembakaran
mencapai harga maksimum pada saat mulai langkah kerja.
Garis ++++++++++ Menunjukan waktu penyalaan yang mendahului, tekanan
pembakaran maksimum sebelum piston melakukan
langkah kerja
Garis - - - - - - - - - Menunjukkan penyalaan terlambat, penyalaan terjadi pada
saat piston telah bergerak ke bawah, volume ruang bakar
41
menjadi besar, sehingga tekanan pembakaran menjadi
rendah
Pembakaran terjadi pada waktu tertentu, jika tekanan pembakaran yang
maksimum terjadi segera melewati TMA maka penyalaan harus terjadi lebih dulu pada
putaran yang cepat. Piston akan bergerak lebih cepat bila kecepatan motor bertambah
dan waktu penyalaan juga berubah.
2.5.5 Vakum Advancer
Vakum advancer berfungsi untuk memaju-mundurkan saat pengapian sesuai yang
berhubungan dengan besarnya putaran mesin dan beban mesin. Pada saat mesin
berputar dengan sebagian katup dibuka dan dengan beban rendah, maka efisiensi
volume bensin menjadi rendah akibatnya pada tabung inlet terjadi vakum yang tinggi,
campuran kurus bahan bakar sehingga lambat terbakarnya. Karena itu penyalaan
didahulukan. Pada saat mesin pada putaran idle atau stasioner dan posisi katup terbuka
penuh, vakum menjadi rendah sekali, sehingga pengatur vakum tidak bekerja. Pada
rangkaian CDI kerja Vakum Advencer digantikan oleh kerja pematik fulser.
Gambar 2.22 Sistem Pengapian Platina ( sumber: Buku Pedoman Reparasi Honda CB 100, hal: 3-6 )
42
2.5.6 Busi
Fungsi busi adalah menghantarkan arus pengapian keruang bakar, melalui sebuah
elektroda untuk menghasilkan percikan api. Tekanan yang tinggi, temperatur tinggi, dan
tegangan yang tinggi berpengaruh terhadap kinerja busi. Arus pengapian mengalir
melalui elektroda pusat dimana api melompat ke sisi lain yang dihubungkan ke badan
busi. Elektroda busi dibuat dari paduan nikel yang tahan terhadap temperatur tinggi.
Pada busi-busi special bahan elektrodanya dari platina. Jarak antar elektroda busi
berpengaruh terhadap api yang dihasilkan. Jarak elektroda yang terlalu lebar
menyebabkan mesin sukar distarter, sedangkan jarak elektroda yang sempit menyulitkan
pada waktu putaran stasioner dan dipercepat.
Gambar 2.23 Busi dan bagian-bagiannya( sumber : Daryanto, hal: 102 )
43
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN DAN PERHITUNGAN
3.1. Diagram Alur Penelitian
mulai
Perencanaaan
Penyetelan mesin
Survey bahan dan alat
pembahasan
Analisa data
Pengambilan data
Pembuatan mesin
kesimpulan
selesai
44
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di bengkel Rensa Motor yang berada di jalan
Kenteng – Sentolo.
3.3. Alat Pengujian
Dalam penelitian ini alat yang digunakan adalah
Stopwatch
Jangka Sorong
Gelas Ukur
Lem Plastik Steel
Gerinda
Gambar 3.1 Mesin Bor dan Mata Tuner
45
3.4. Jalannya Penelitian
3.4.1 Keterangan Perancangan
Memodifikasi komponen motor bensin dilakukan dengan cara mengganti
sistem pengapian, yaitu dari sistem pengapian platina menjadi sistem pengapian CDI.
CDI yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah CDI (Honda Grand). CDI
ini dipilih karena CDI tidak memiliki pembatas (limitter).
Gambar 3.2 CDI
46
Dalam tugas akhir ini proses pembuatan mesin modifikasi adalah pertama-tama
membuat dudukan fulser pada karter.
Gambar 3.3 Pembuatan dudukan Fulser dengan Mata Tuner
Gambar 3.4 Kalter setelah di tuner
Setelah dudukan fulser dibuat, kemudian fulser dipasang untuk menentukan titik
pematik fulser.
Mata tuner
Dudukan fuser
47
Gambar 3.5 Pemasangan Fulser
Pematik dibuat 15o sebelum TMA. Pematik dibuat dengan cara dilas pada sisi
lempeng kruk as. Kemudian dirapikan dengan mesin bubut agar dapat menentukan tebal
pematik yaitu 2 mm.
Gambar 3.6 Pembuatan Pematik
Jalur kabel dibuat dengan cara mengebor sisi kiri karter. Setelah kabel dimasukan,
lubang ditutup kembali dengan lem plastik steel.
Pematik
48
Gambar 3.7 Rangkaian Mesin
Generator CDI dibuat dengan cara mengganti generator pengisian dengan kawat
yang lebih kecil, kemudian dilakukan pengerasan agar oli tidak masuk dalam lilitan. Hal
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi konsleting. Koil dipilih dari sepeda
motor (Honda GL Pro), dengan tujuan agar sistem pengapian sesuai yaitu 12V.
Kemudian rangkaian disusun seperti pada skema rangkaian pengapian CDI AC dan
data dapat diambil.
Gambar 3.8 Koil Honda GL Pro
49
3.4.2 Penyetelan Mesin
Setelah mesin selesai dari tahap perancangan dan tahap pembuatan, maka tahap
selanjutnya adalah penyetelan mesin, yaitu tahap dimana mesin di setting sedemikian
rupa sehingga mesin berada dalam kondisi yang paling maksimal. Untuk melakukan
pengambilan data mesin diseting dengan sistem pengapian platina dan pengapian CDI,
dengan kondisi mesin lainnya sama.
Gambar 3.9 Rangkaian Mesin
3.4.3 Persiapan Jalannya Pengambilan Data Melalui Praktek.
Setelah penyetelan mesin selesai maka selanjutnya adalah pengambilan data dari
mesin tersebut, data meliputi:
3.4.3.1 Akselerasi
Pada pengambilan data ini dipersiapkan trek atau jalan lurus sejauh 201 m. Pada
awal trek merupakan titik start dari motor yang akan diuji, sedangkan pada akhir trek
telah ada seorang timer yang menggunakan stopwacth untuk mengukur waktu yang
Platina
Advancer Pengisian
Aki
50
diperlukan motor untuk menempuh jarak 201 m. Jalan yang digunakan adalah jalan
lurus yang ada di jalan Kenteng - Sentolo.
3.4.3.2 Konsumsi bensin
Pada persiapan pengujian konsumsi bensin, penulis menentukan rute yang akan
ditempuh. Yaitu dari perempatan Kenteng ke selatan menuju jalan Wates. Rute ini
dipilih karena jalan ini merupakan jalanan lurus yang tidak terlalu banyak tikungan,
sehingga hasil pengambilan data dapat lebih maksimal. Pada pengambilan data ini
mesin diisi 100 ml liter bensin kemudian menempuh rute yang telah ditentukan tadi
dengan beberapa variasi kecepatan, yaitu pada kecepatan 20 Km/Jam, 30 Km/jam dan
40 Km/jam. Dengan variasi kecepatan tersebut maka dengan 100 ml liter bensin mesin
tersebut dapat menempuh berapa Km adalah data yang diambil. Pengukuran jarak
dipilih speedometer bawaan motor dengan melakukan pembandingan terlebih dahulu
dengan sepeda motor lain, dan ternyata speedometer tersebut masih layak pakai.
3.5. Kesulitan selama penelitian.
Ada kesulitan yang dihadapi penulis dalam mengerjakan penelitian ini :
3.4.4 Penelitian seharusnya dilakukan pada jalan yang tidak banyak
gelombang, tetapi karena kondisi jalan yang sudah agak rusak dan tidak ada
jalan lain yang memenuhi syarat, penulis melakukan pengambilan data pada
jalan tersebut.
51
3.4.5 Mesin ini seharusnya dites menggunakan Dynotest tetapi dikarenakan
rusaknya alat tersebut maka hasil yang didapat hanya berdasarkan perhitungan
teoritis dan praktek.
3.6. Data Kendaraan
Jenis kendaraan : sepeda motor
Tipe mesin : mesin bensin 4 langkah
Jumlah silinder : 1 silinder
Volume sillinder : 99 cc
Daya : 11,50HP / 10500 rpm
Diameter silinder : 50,5 mm
Panjang langkah : 49,5 mm
Perbandingan kompresi : 9,5 : 1
Diameter Throat katup isap : 26 mm
Diameter Throat katup buang : 22,5 mm
Tinggi angkat katup : 5,4 mm
3.7. Perhitungan
Luasan lewat katup (Ais):
Luasan lewat katup dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.13
3210.2,710.2614,3 33 CosAis
= 4,98.10-4 (m2)
52
Luasan piston (Ap)
Luasan piston dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.14
2rAp
= 3,14 x (25,25.10 3 )2
= 2,002 .10-3 (m2)
Kecepatan piston maksimum (Vp max ):
Kecepatan piston maksimum dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1
Vp = 30
.nS
= 30
1050010.5,49 3
= 17,325 (m/s)
Kecepatan rata – rata udara selama proses isap pada katup isap (Vis):
Kecepatan rata – rata udara selama proses isap pada katup isap dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.9
is
ppis A
AVV
= 17,3254
-3
10.98,4
2,002.10
= 69,65 (m/s)
smVis 13050 (batas aman kecepatan udara melalui katup isap, Kovakh hal 90)
Tekanan akhir proses pengisapan (Pa):
Tekanan akhir proses pengisapan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.16
53
622
102
oisis
oa
VPP
62
10.159,12
69,655,31013,0
aP
= 0,0914 Mpa
Tabel 3.1 Sifat-sifat Udara Pada Tekanan Atmosfer(Sumber: Jp.Hollman, hal 589)
54
Drop pressure yang terjadi ( aP ):
Drop pressure yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.10
aina PPP
0914,01013,0 aP
= 0,0099 Mpa
Temperatur Akhir Proses Pengisapan
Temperatur Akhir Proses Pengisapan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
2.12
1013,02,10,09145,9
1013,02,1
1000
215305
res
= 0,052
Ta =0,0521
1000)052,01(51305
= 353,61K
Efisiensi pengisian untuk langkah hisap( v ):
Efisiensi pengisian untuk langkah hisap dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
2.11
)γ(1T
T.
P
P.
1ε
εη
resa
in
in
a1v
0,052)(161,353
305
0,1013
0,0914
19,5
9,51ηv
= 0,826
= 82,6 %
55
Tekanan akhir langkah kompresi
Tekanan kompresi hisap dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.22
1nacom PP (Mpa)
35,15,90914,0 comP
= 1,71 Mpa
Temperatur akhir langkah kompresi (Tcom):
Temperatur akhir langkah kompresi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
2.23
11 nacom TT
135,15,961,533 comT
= 694,77 K
Kebutuhan udara
Kebutuhan udara untuk membakar 1 kg bahan bakar dalam massa secara teoritis dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 2.17
foth OHCa 8
3
8
23,0
1
kg
ath
96,14
145,08885,03
8
23,0
1
Kebutuhan udara untuk membakar 1 kg bahan bakar dalam mol secara teoritis dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 2.18
32412209,0
1 fth
OHCA
56
kmol
Ath
526,0
4
145,0
12
885,0
209,0
1
Koefisien Kelebihan Udara
Jumlah udara aktual didalam pembakaran dari 1 kg bahan bakar dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.4
tha
a
kg
aa th
96,14
96,141
thA
A
kmol
AA th
526,0
526,01
Tabel 3.2 Komposisi Elementari dan Karakteristik Dari Bensin dan Solar(Sumber: M.Kovakh, 1979, hal 64)
57
Koefisien teoritis dari perubahan molekul ( th ):
Koefisien teoritis dari perubahan molekul dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.5
2
1
M
Mth
049,1
55,0
524,0
th
Koefisien molar aktual ( ):
Koefisien molar aktual dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.31
res
resth
1
047,1
052,01
052,0049,1
Energi yang dikandung 1 kmol hasil pembakaran pada temperatur maksimum yang
tercapai ( "ZU ) adalah:
res
comrescom
res
chemllZZ
UU
M
HHU
1
"
1"
1
(pers 3.32, Kovakh hal 596)
Koefisien pemakaian panas ( Z ) = 0,85 (Kovakh,1979, hal 596)
Energi internal dari 1 mol campuran segar pada langkah ahkir kompresi :
comcomVcom tcU
58
Panas jenis dari campuran segar udara dan bahan bakar ( Vc ) diasumsikan
setara dengan udara pada temperatur (t = tcom). Dengan menggunakan tabel 3.3,
diasumsikan Ct o300 .
Tabel 3.3 Kapasitas Panas Jenis Molar Gas ( Vc ) Pada Volume Konstan(Sumber: M.Kovakh, 1979, hal 67)
59
Vc pada t = tcom = 21,206 Ckmolkj o
maka:
kmolkj
U com
8,6361
300206,21
Energi internal dari 1 mol hasil pembakaran pada akhir langkah kompresi:
Energi internal dari 1 mol hasil pembakaran pada akhir langkah kompresi dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 2.19
comcomVcom tcU "" .
Dengan menggunakan data dari tabel 3.3 untuk tcom =1100 oC dapat dihitung:
222
2
22
22"
NrOHrH
rCOrCOrc
NOH
HCOCOV
27,23
972,2074,026,26131,0808,20044,33129,0202,210"
Vc
kmolkj
U com
93,6981
30027,23"
kj/kmol843,72
052,01
)93,6981052,0(8,6361
052,01535,0
04400085,0"
ZU
Energi yang dikandung 1 kmol hasil pembakaran pada temperatur maksimum
Energi yang dikandung 1 kmol hasil pembakaran pada temperatur maksimum yang
tercapai dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.21
Z
ZVZ
U
TcU
"
"
60
57,69
047,1
843,72"
ZU
Dari tabel 3.4 akan diperoleh nilai Tz (suhu akhir pembakaran) dengan 1
maka nilai Tz adalah:
Tz =2340,29 oC
Tz = 2613,29 K
Tabel 3.4 Energi Internal Hasil Pembakaran (U)(Sumber: M.Kovakh, 1979, hal 70)
61
Tekanan akhir pada akhir langkah pembakaran (Pz) adalah;
Tekanan akhir pada akhir langkah pembakaran dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.24
comcom
ZZ P
T
TP
Mpa
PZ
73,6
71,177,694
29,2613047,1
Rasio penambahan tekanan ( ):
Rasio penambahan tekanan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.28
com
Z
P
P
94,3
1,71
6,73
Tekanan maksimum pada akhir langkah pembakaran (Pz’)
Tekanan maksimum pada akhir langkah pembakaran dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.30
ZZ PP 85,0'
Mpa
PZ
72,5
73,685,0'
Tekanan akhir langkah ekspansi (Pb):
Tekanan akhir langkah ekspansi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.32
62
2nZ
b
PP
Mpa4035,0
5,9
73,625,1
bP
Temperatur akhir langkah ekspansi (Tb):
Temperatur akhir langkah ekspansi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
2.33
12
nZ
b
TT
K
Tb
53,1488
5,9
29,2613125,1
Tekanan rata-rata (pi)id untuk 1 :
Tekanan rata-rata (pi)id dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.35
1
11
212
1 11
1
111
11 nn
n
aidi nnPP
1,71Mpa
9,5
11
11,35
1
9,5
11
11,25
3,94
19,5
9,50,0914P
11,3511,25
1,35
idi
Tekanan indikasi rata-rata aktual (Pi):
Tekanan indikasi rata-rata aktual dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.36
idii PP
63
Mpa1349,1
17,197,0
iP
Tenaga yang dihasilkan (Wt):
Tenaga yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.15
hit VPW
Nm52,112
0495,00505,04
1134900 2
tW
Untuk mesin 4-langkah, daya yang dihasilkan (Ni):
Untuk mesin 4-langkah, daya yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.29
120
nViPN hi
i
4,13PS1
kW85,9120
1050009914,01349,1
iN
Efisiensi mekanis
Efisiensi mekanis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.26
Pmech VBAP
64
Tabel 3.5 Faktor Rugi-Rugi Mekanis(Sumber: M.Kovakh, 1979, hal 203)
Maka dari tabel diperoleh untuk 1D
S:
Dengan:
D = diameter piston (m)
S = panjang langkah (m)
98,00505,0
0495,0 <1
Mpa
Pmech
2738,0
325,170135,004,0
Tekanan efektif rata-rata (Pbe):
Tekanan efektif rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.25
mechibe PPP
Mpa8611,0
2738,01349,1
beP
Efesiensi mekanis ( mech ):
Efesiensi mekanis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.6
65
i
bemech P
P
758,0
1349,1
8611,0
mech
Pemakaian Bahan Bakar Spesifik
Pemakaian bahan bakar spesifik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.7
thi
oVi aP
g
3600
jamkWkg
jamkWg
gi
.20299,0
.99,202
96,1411349,1
159,1826,03600
Konsumsi bahan bakar efektif pengereman (gb):
Konsumsi bahan bakar efektif pengereman dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.8
mech
ib
gg
jamkWkg
jamkWg
gb
.26779,0
.79,267
758,0
99,202
Efisiensi indikator ( i ):
Efisiensi indikator dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2
66
lii Hg
3600
403,0
4499,202
3600
i
Efesiensi thermal efektif ( b ):
Efesiensi thermal efektif dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.3
mechib
305,0
758,0403,0
b
Nb = daya kuda sebesar 9,3 ps = 6,84 kW
Konsumsi bahan bakar perjam (gf):
Konsumsi bahan bakar perjam dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.34
iif Ngg
jamkg
g f
999,1
85,920299,0
67
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Hasil Perhitungan Siklus
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Siklus
Keterangan Hasil PerhitunganLuasan lewat katup (A is ) 4,98.10-4 m 2
Luasan piston (Ap) 2,002.10-3 m2
Kecepatan piston masimum (Vp) 17,325 m/sKecepatan rata – rata udara ( isV ) 69,65 m/s
Penurunan tekanan( aP ) 0,0099 Mpa
Koefisien gas buang( res ) 0,052
Temperatur akhir penghisapan( aT ) 353,61 K
Tekanan akhir penghisapan (Pa) 0,0914 Mpa
Efisiensi pengisian( v ) 82,26 %
Tekanan akhir kompresi ( comP ) 1,71 Mpa
Temperatur akhir kompresi ( comT ) 694,77 K
Syhy akhir pembakaran ( zT ) 2613,29 K
Tekanan akhir pembakaran (Pb) 0,4035 MpaTemperatur akhir pembakaran (Tb) 1488,53 KTekanan indikasi rata-rata ( iP ) 1,1349 MPa
Tenaga yang dihasilkan ( tW ) 112,52 Nm
Daya yang dihasilkan ( iN ) 13,35 Ps
Konsumsi bahan bakar per jam ( fg ) 1,999 kg/jam
Bahan bakar spesifik (g i) 0,20299 kg/kW.jam
Konsumsi bahan bakar efektif pengereman (g b) 0,26779 kg/kW.jam
Efisiensi thermal efektif (η b) 0,305
Efisiensi mekanis (η mech) 0,758
Tekanan akhir pada akhir pembakaran ( zP ) 6,73 MPa
68
4.2. Pembahasan
Dengan menggunakan sistim pengapian CDI kecepatan akselerasi dan konsumsi
bahan bakar menjadi lebih baik daripada sistem pengapian platina. Hal itu dapat
dibuktikan dengan Grafik 4.1 dan Grafik 4.2. Semakin tinggi kecepatan yang digunakan
maka akan semakin boros konsumsi bahan bakarnya dan semakin lambat kecepatan
yang digunakan maka konsumsi bahan bakar akan semakin irit. Dengan pengapian
platina pada kecepatan 20 Km/jam mesin dapat menempuh jarak 2786,7 m, pada
kecepatan 30 Km/jam mesin dapat menempuh 2309,7 m dan pada kecepatan 40 Km/jam
mesin dapat menempuh jarak 2011,3 m. Sedangkan pada mesin yang menggunakan
CDI sebagai sistem pengapiannya pada kecepatan 20 Km/jam dapat menempuh 3273,3
m, pada kecepatan 30 Km/jam mesin dapat menempuh jarak 2606,7 m dan pada
kecepatan rata-rata 40 Km/jam mesin dapat menempuh jarak 2048,5 m dengan hasil
yang didapat tersebut dapat diketahui bahwa dengan sistem pengapian CDI maka
konsumsi bahan bakar menjadi lebih irit sebesar 9,36%.
Tabel 4.2 Pengujian Konsumsi Bahan BakarDengan Sistem Pengapian CDI
Pengujian Kecepatan20 km/jam 30 km/jam 40 km/jam
1 3275 m 2607 m 2050 m
2 3267,5 m 2610 m 2053 m
3 3277,5 m 2603 m 2042,5 m
Rata-rata 3273,3 m 2606,7 m 2048,5 m
Konsumsi bahan bakar
32,733Km/l 26,067 Km/l 20,485 Km/l
69
Tabel 4.3 Pengujian Konsumsi Bahan BakarDengan Sistem Pengapian Platina
Pengujian Kecepatan20 km/jam 30 km/jam 40 km/jam
1 2780 m 2306 m 2006 m
2 2795 m 2311 m 2015 m
3 2785 m 2312 m 2013 m
Rata-rata 2786,7 m 2309,7 m 2011,3 m
Konsumsi bahan bakar
27,867 Km/l 23,097Km/l 20,113 Km/l
Konsumsi bahan bakar
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
20 30 40
Kecepatan rata-rata (Km/jam)
Jara
k yan
g di
tem
puh
(met
er)
CDI Platina
Grafik 4.1 Konsumsi Bahan Bakar
Setelah melakukan pengujian akselerasi antara mesin yang menggunakan sistem
pengapian platina dan mesin yang menggunakan sistem pengapian CDI kita dapat
70
menarik kesimpulan bahwa kecepatan akselerasi pada mesin yang menggunakan sistem
pengapian CDI mempunyai catatan waktu yang lebih baik daripada mesin yang
menggunakan sistem pengapian platina. Pada mesin yang menggunakan sistem CDI
menempuh jarak 201m diperlukan waktu 11,34 detik, sedangkan pada penggunaan
sistem pengapian platina, mesin dapat menempuh jarak 201m pada waktu 12,80 detik.
Sehingga mesin setelah dimodifikasi dengan sistem pengapian CDI mengalami
peningkatan sebesar 11,40%.
Tabel 4.4 Pengujian Akselerasi Dengan Sistem Pengapian Platina
Percobaan Stopwatch 1 Stopwatch 2 Hasil Catatan Waktu (Sekon)
1 1,05,28 1,18,11 12 ,832 1,37,03 1,49,67 12,643 0,43,25 0,56,19 12,944 0,44,72 0,57,51 12,79
Tabel 4.5 Pengujian Akselerasi Dengan Sistem Pengapian CDI
Percobaan Stopwatch 1 Stopwatch 2 Hasil Catatan Waktu (Sekon)
1 1,07,44 1,18,74 11,302 1,33,12 1,44,49 11,373 0,58,38 1,09,74 11,364 1,00,16 1,11,17 11,33
Tabel 4.6 Rata-rata Kecepatan Akselerasi
Percobaan Hasil Catatan Waktu (detik)
Platina 12,80
CDI 11,34
71
Perbandingan akselerasi
12,8
11,34
10,511
11,512
12,513
201
Jarak yang ditempuh (Meter)
Wa
ktu
ya
ng
d
ite
mp
uh
(D
eti
k)
Platina CDI
Grafik 4.2 Kecepatan akselerasi pada jarak 201 m
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dengan menggunakan sistem pengapian CDI konsumsi bahan bakar rata-rata
menjadi lebih irit 9,36% daripada mesin yang menggunakan sistem pengapian
platina.
Pada kecepatan 20 Km/jam sistem pengapian CDI lebih efisien 17.46%, pada
kecepatan 30 Km/jam lebih efisian 12,86%, dan pada kecepatan 40 Km/jam
lebih efisien 1,85%.Pada pengujian akselerasi sistem pengapian
Dengan menggunakan sistem pengapian CDI kecepatan akselerasi yang
dihasilkan lebih baik 11,40 % daripada mesin yang menggunakan sistem
pengapian platina.
5.2. Saran
Untuk modifikasi mesin motor kita harus mempunyai perhitungan yang
akurat agar kita tidak mengeluarkan banyak waktu dan biaya. Dengan
pertimbangan dan perhitungan yang matang maka kita dapat meminimalkan
kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga lebih hemat biaya dan semakin
sedikit waktu yang diperlukan unutk mengerjakannya serta hasilnya pun
akan lebih baik.
Sebaiknya pada penelitian berikutnya dilakukan pengujian Dynotest agar
hasil yang didapat lebih akurat.
Daftar Pustaka
Arends, H. Berenschot, Motor Bensin, BPM,1980.
Arismunandar, W, Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Penerbit ITB,
Bandung, 2002.
Hollman, Jp, Perpindahan kalor,Erlangga Jakarta,1993.
Khovakh, M : Internal Combustion Engine, Mir Publisher. Moscow, 1979
Maleev, Internal Combustion Engines, Mc. Graw-Hill Book Company, 1975,
Singapore.
Petrovsky, N., Marine Internal Combustion Engine, Mir Publishers, Moscow,
1968.
Suryanto, Wardan. Teori motor Bensin,1989
Toyota manual handbook.
Buku Pedoman Reparasi Honda CB 100.