modul pelatihan teater 04

68

Upload: dodiek-wilakore

Post on 24-Jun-2015

2.342 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul pelatihan teater 04
Page 2: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 1

Page 3: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 2

MODUL

PELATIHAN TEATER UNTUK PENGUATAN KOMUNITAS Sebuah Panduan untuk Fasilitator

Page 4: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 3

Page 5: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 4

MODUL PELATIHAN TEATER UNTUK PENGUATAN KOMUNITAS

Sebuah Panduan untuk Fasilitator

Disusun oleh:

Thompson Hs

Rainy M. P. Hutabarat

Page 6: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 5

MODUL PELATIHAN TEATER UNTUK PENGUATAN KAPASITAS Sebuah Panduan untuk Fasilitator

ISBN: Penerbit:

YAKOMA-PGI Alamat: Jalan Cempaka Putih Timur XI/26 Jakarta 10510 Telepon: (62-21) 4205-623; Faks: (62-21) 4253-379 email: [email protected] Penulis: Thompson Hs dan Rainy M. P. Hutabarat Dokumentasi Foto: Yakoma PGI Tata Letak dan Sampul: Sicillia Leiwakabessy

Page 7: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 6

DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................. 6

BAB I. Teater dan Pluralitas ............................................................................ 10

BAB II. Praktik Bermain Drama dan Teater ........................................................... 14

BAB III. Pelatihan Teater untuk Penguatan Komunitas ................................... 21

Petunjuk Penggunaan Modul Pelatihan ...........................................................21

Sesi 1: Penjelasan Acara Pelatihan ................................................................27

Sesi 2: Perkenalan dan Sharing Pengalaman ..............................................29

Sesi 3: Spiritualitas ...........................................................................................31

Sesi 4: Pluralisme ..............................................................................................33

Sesi 5: Sejarah Teater (Lokal dan Barat) .....................................................35

Sesi 6: Teater sebagai Media Komunitas & Mengenal Sifat Tekstual

Teater ............................................................................................. 37

Sesi 7: Dasar-dasar Bermain Teater .............................................................39

Sesi 8: Meditasi ..................................................................................................41

Sesi 9: Olah Tubuh, Suara dan Imajinasi ......................................................43

Sesi 10: Analisa Sosial dan Exposure ...............................................................45

Page 8: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 7

Sesi 11: Pencptaan Naskah Pertunjukan ........................................................47

Sesi 12: Presentasi Kelompok: Diskusi Naskah untuk Lakon

Dihasilkan/Dirumuskan .....................................................................49

Sesi 13: Pembagian Pemeranan berdasarkan Naskah, Perencanaan

Teknis Workshop dan Pementasan ..................................................50

Sesi 14: Workshop Lakon Cerita .......................................................................52

Sesi 15: Belajar Gerak di Lapangan .................................................................54

Sesi 16: Workshop Lanjutan: lakon cerita dan unsur-unsur

pendukung .............................................................................................55

Sesi 17: Pementasan Bersama Komunitas dan Evaluasi ............................57

Lampiran 1: Contoh Lembar Evaluasi ..................................................................59

Lampiran 2: Dokumentasi Pementasan Teater ................................................62

DAFTAR BACAAN .........................................................................................................64

Page 9: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 8

KATA SAMBUTAN

ebagai motivator, guru, dan instruktur dalam rangka pengembangan SDM

dan organisasi dalam 25 tahun terakhir ini, saya memandang diklat secara

tri-tunggal berikut ini:

1. Training of the Heart ETOS: berfokus pada penguatan semangat, spirit,

motivasi, nilai-nilai, perilaku, karakter, hati, etika, dan kesusilaan yang

menjadi energi penggerak hidup yang positif dalam koridor normatif yang

luhur.

2. Training of the Head KNOWLEDGE: berfokus pada pengembangan

pengetahuan, pemahaman, dan wawasan, serta kemahiran mengolah

ketiganya menjadi gagasan-gagasan yang berguna.

3. Training of the Hand SKILLS: berfokus pada pengembangan keahlian dan

kompetensi dalam menggunakan tangan, kaki, dan mulut—berbasiskan

KNOWLEDGE di atas—serta perkakas dan teknologi yang menjadi

perpanjangan dan pecepatannya: entah jarum jahit, bolpoin, mesin ketik,

atau komputer.

Diklat dengan demikian bertujuan untuk membuat hidup peserta training

menjadi lebih bermakna, semakin penuh saja, dan terus bertambah produktif

dalam arti seluas-luasnya untuk bisa ditularkan ke komunitasnya yang lebih

luas. Dan ini benar untuk semua jenis diklat: entah baca tulis, matematika,

bahasa Inggris, teknik berkotbah, kepemimpinan gerejawi, komunikasi

manajemen, termasuk berteater.

Maka harapan saya kiranya modul pelatihan ini dapat dipakai oleh para

fasilitator dengan optimal -- dalam kerangka tri-tunggal di atas -- seraya

memperkayanya dengan kreativitas pribadi yang muncul di lapangan.

S

Page 10: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 9

Kepada Halim HaDe, praktisi teater akar-rumput, yang telah memberi

masukan-masukan kritis kami sampaikan terimakasih. Masukan-masukannya

yang berorientasi kepada proses penguatan secara partisipatif, sangat

membantu dalam memeriksa kembali langkah-langkah kegiatan tiap sesi agar

terhindari banking system, yakni metode pedagogi dengan komunikasi yang

searah (one way), berorientasi kepada target dan bukan proses, menggurui dan

menganggap para peserta sebagai ”orang-orang bodoh dan tak berdaya.”

Dan kepada peserta pelatihan saya ucapkan selamat dengan himbauan: bukalah

hati Anda selebar-lebarnya, ikuti pelatihan dengan sesukacitanya, dan selalulah

bayangkan penerapannnya selepas pelatihan.

Tuhan memberkati kita semua!

Jakarta, Januari 2011

Jansen H. Sinamo

Page 11: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 10

BAB I Teater dan Pluralitas

oleh:

Rainy M. P. Hutabarat

Irma Riana Simanjuntak

ibandingkan dengan media lainnya, teater lebih bersifat multi-dimensi

dan karenanya pendekatan teater bersifat holistik. Ada unsur tekstual

(unsur cerita, dialog), unsur lakon, unsur pemeran, unsur musik dan

artistik.

Unsur yang majemuk ini membuat teater lebih mungkin menyerap berbagai

unsur dan keragaman budaya sebanyak-banyaknya. Teater dan pluralisme

karenanya bukan hal yang asing. Pertama, dari aspek unsur-unsur teater, dan

kedua dari aspek keragaman media dalam teater. Singkatnya, pada dirinya

teater itu sendiri terdiri dari pluralitas media dan komunikasi.

Memahami Pluralisme Pluralisme dan pluralitas perlu dibedakan. Pluralitas (keragaman) adalah

sesuatu yang given. Pluralitas tak semata fakta alam biota (keragaman makhluk

hidup) dan abiota (keragaman bukan makhluk hidup), namun juga kenyataan

sosial. Bahwa manusia terdiri dari berbagai ras, bangsa, suku, agama, jenis

kelamin, orientasi seksual, dan lain-lain adalah sesuatu yang given. Bahwa alam

terdiri beragam spesies hewan dan tetumbuhan, juga merupakan fakta. Bahwa

ruang juga majemuk, ada desa, kota, daerah pedalaman, daerah pinggiran,

kawasan terluar, daerah bagian Timur, Tengah pun Barat.

D

Page 12: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 11

Sedangkan pluralisme bukan semata-mata keragaman, melainkan adalah suatu

komitmen dan sebuah pencapaian. Pluralisme lebih dari sekadar toleransi sebab

dalam pluralisme terjadi interaksi, dialog dan perjumpaan, karenanya

merupakan suatu upaya aktif untuk melakukan perjumpaan dan saling

memahami. Tanpa dialog, interaksi atau perjumpaan, hanya ada kantong-

kantong perbedaan dan keragaman yang saling acuh tak acuh tanpa pernah

duduk bersama semeja.

Prasangka: Kendala Utama

Dari sharing bersama ihwal “umat beragama lain di mata saya” bersama para

peserta konsultasi/lokakarya yang diselenggarakan oleh YAKOMA-PGI diketahui

bahwa umumnya benak kita telah menyimpan berbagai prasangka negatif

terhadap mereka yang imannya berbeda dengan kita. Prasangka-prasangka

negatif itu antara lain:

a) Umat Kristen di mata umat Islam

- Agama Barat, bebas, bahasa Inggris, gaya, modern, pakai jas, penjajah

- Kafir: makanan haram, konsep tiga Allah

- Kapitalis: egois, monopoli, materialistis, kaya

- Lawan, musuh

- Agama penjajah: dari Belanda/Eropa

- Bersahabat, kerjasama, menolong, memberi pinjaman

- Kasih: suka memberi dan toleransi

- Kaya dan arogan

- Berbusana bebas

- Musuh, ancaman, Kristenisasi

- Berseberangan, obyek dakwah

- Yahudi

- Terpecah-pecah

- Toleran

b) Umat Islam di mata orang Kristen

- Suka kekerasan

- Fanatik

- Eksklusif

- Berorientasi ke Arab

Sharing ini memperlihatkan bahwa kedua belah pihak umat beragama

mencitrakan agama lain secara negatif meski juga ada segi-segi positifnya.

Teater dan Pluralisme

Page 13: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 12

Teater pada dirinya terdiri dari berbagai media. Musik, cerita, lakon, kostum,

tata-ruang, adalah media dalam teater.

Pluralitas media ini memungkinkan teater menyerap keragaman dan perbedaan

budaya. Unsur musik bisa digali dari berbagai kekayaan musik etnis, baik

instrumen maupun melodinya. Unsur cerita dapat digali dari persoalan-

persoalan setempat, mitologi, legenda dan cerita rakyat. Unsur tata-ruang dan

busana dapat digali dari seni arsitektur, dekorasi dan busana setempat. Lalu

bentuk teater itu sendiri dapat berupa atau mengadaptasi teater rakyat yang

beragam (ketoprak, opera Batak, lenong, ludruk, dan lain-lain).

Meski demikian, pluralisme pada dasarnya sebuah praksis hidup karena

merupakan suatu pencapaian. Sebagai praksis hidup, pluralisme dalam teater

perlu diupayakan. Ia harus menyentuh dua aspek penting media: (1) konten

teater dan (2) pengelolaan.

Pada media cetak, konten meliputi berita, foto berita, fitur, profil, wawancara,

opini, dan iklan-iklan. Dan yang juga penting disimak adalah pencitraan melalui

kata-kata dan deskripsi. Konten teater harus mendukung pluralisme termasuk

bebas bias jender dan kekerasan, meliputi kata-kata, ekspresi tubuh dan cerita

itu sendiri. Sedangkan pengorganisasian meliputi pengelolaan teater sebagai

organisme hidup. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan teater

agar mendukung pluralisme adalah berkeadilan jender dan non diskriminasi.

Pengambilan keputusan tidak dimonopoli oleh laki-laki dan mengupayakan

kepemimpinan bersama (collective leadership) dan praksis bersama (shared

praxis).

Berdasarkan alasan collective leadership, team work dan shared praxis tersebut,

maka pengelolaan teater mensyaratkan adanya interaksi di antara kepelbagaian

dan perbedaan. Pluralisme adalah suatu pencapaian karena itu perlu dibangun

mekanisme dan perilaku yang mendukung. Interaksi mengandaikan

partisipatisipasi aktif semua pihak. Ada 2 (dua) hal dalam pengelolaan teater

terkait dengan relasi-relasi manusia yang bersifat pengembangan partisipasi:

a) Seluruh anggota teater belajar mengembangkan relasi-relasi

dengan sesama anggota. Misalnya, belajar menerima kelemahan dan

keunggulan orang lain, belajar toleransi atas perbedaan-perbedaan,

belajar menerima kritik, belajar mengembangkan empati dan solidaritas;

b) Pengorganisasian. Pengorganisasian di sini adalah belajar bersama dan

bekerjasama. Meningkatnya interaksi diharapkan dapat mendorong

Page 14: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 13

anggota untuk lebih menghargai pendapat orang lain dan mengalahkah

kepentingan pribadi untuk mencapai tujuan bersama.

Karena itu, Apa Saja Manfaat Teater bagi Komunitas?

Aspek-aspek kehidupan komunitas yang diberdayakan sekurangnya meliputi:

1) Tekstual-konseptual. Bagaimana menggali kekayaan budaya (musik,

legenda/mitologi/cerita rakyat, dekorasi, dll.) untuk memperkaya dan

memperkuat pementasan? Atau, jika cerita bertolak dari Kitab Suci, maka

bagaimana menghidupkan teks-teksnya untuk masa kini?

2) Seni peran yang meliputi artikulasi fisik (tubuh), rasa, suara, dan

imajinasi. Anggota teater berlatih menemukan dan mengenali fisiknya

(tubuh), menemukan lapisan-lapisan perasaan dan kesadaran,

mengartikulasikan ucapan/suara, mengembangkan imajinasi dan

berlakon.

3) Meningkatkan kepekaan tubuh melalui olah tubuh, olah rasa, dan olah

suara.

4) Analisa sosial bersama. Belajar menemukan, memahami dan

memetakan persoalan-persoalan hidup pribadi, kolektif maupun masalah

sosial yang lebih luas.

5) Dalam konteks relasi-relasi sosial komunitas, teater mendorong

anggota-anggotanya untuk mengembangkan interaksi, partisipasi dalam

keberagaman dan perbedaan anggota-anggota teater. Teater juga

menyediakan kesempatan untuk belajar pengorganisasian diri (self-

organizing) bagi komunitas serta belajar bekerjasama mencapai tujuan

bersama. Pengembangan relasi sosial yang menekankan pada interaksi,

partisipasi, serta kerjasama dan kerja bersama untuk mencapai tujuan

bersama menempatkan pementasan teater juga sebagai sebuah proses

ketimbang hasil akhir.

6) Mencipta media. Teater komunitas pertama-tama adalah media rakyat

dari, oleh dan untuk komunitas. Penciptaan teater sebagai media

komunitas membuka akses rakyat untuk ikut terlibat aktif dalam proses

bermedia dan menjadi subyek media dan bukan semata obyek.

Page 15: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 14

BAB II Praktik Bermain Drama

dan Teater

oleh:

Thompson Hs.

___ Disampaikan dalam Pelatihan Teater

oleh Pengmas Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) di Pematangsiantar, 18 -20 Nopember 2010.

Pengertian Drama dan Teater

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia atau KUBI yang disusun oleh W. J. S.

Poerwadarminta (Balai Pustaka, 1976 : 258), istilah drama berasal dari Eropa

dan diartikan dalam dua pengertian, yakni:

a) cerita sandiwara yang mengharukan; lakon sedih

b) merupakan kiasan peristiwa yang ngeri atau menyedihkan. (Ingatlah setiap

peristiwa yang sering dianggap didramatisir tidak jarang karena situasinya

yang menyedihkan).

Seni drama sebagai turunan istilah itu merupakan seni mengenai sandiwara atau

cara menjalankan dan menulis lakon. Jika mengikuti pengertian itu drama dapat

disimpulkan sebagai cerita lakon dan lakon cerita yang menggambarkan suatu

peristiwa yang menyedihkan atau mengerikan. Kemudian untuk memahami

lebih jauh, drama bertolak dari sebuah bentuk cerita yang dituliskan sebelum

Page 16: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 15

dilakonkan. Jadi ada drama yang disebut sebagai naskah dan ada juga yang

dianggap sebagai lakon itu sendiri berdasarkan naskah.

Pengertian drama dari versi lain adalah perbuatan di atas panggung (to do, to

dran) dan bentuknya (draomai). Tentu yang berbuat di atas panggung untuk

mewujudkan bentuk itu adalah pemain drama. Tuntutan bagi seorang pemain

drama sesuai dengan perkataan William Shakespeare (pengarang drama klasik

Inggris) dengan kalimat: Sesuaikan perbuatan dengan kata, dan kata dengan

perbuatan. Para pemain drama dapat dianggap melebihi seorang pahlawan

karena mewujudkan sebuah cerita lakon di atas panggung. Seorang Maxim Gorki

(pengarang Rusia) kelihatan sinis kepada para pahlawan dengan kalimatnya:

Memang, ia seorang pahlawan, tetapi ia tidak dapat bercerita (Luxemburg

dkk, 1986:158). Dalam kaitan drama sebagai cerita lakon atau naskah

kategorinya masuk dalam sastra drama. Namun dalam kaitannya dengan lakon

cerita dapat menjadi pintu masuk ke dalam teater.

Lalu bagaimana dengan teater? Awalnya teater diartikan dari kata teatron

(bahasa Yunani) dengan pemahaman atas sebuah tempat pertunjukan yang

kadang bisa memuat sekitar 100.000 penonton (N. Riantiarno, 2003:7). Tempat

pertunjukan itu mungkin berupa lapangan terbuka (out-door) atau stadion.

Namun akhirnya dapat mencakup sebuah gedung (in-door) seperti bioskop atau

gedung khusus yang dirancang untuk tempat pertunjukan.

Drama sebagai Teater

Drama dan teater bisa sulit dibedakan dalam praktik. Namun secara teoritis dan

sejarah keduanya harus dibedakan. Mungkin drama dipentaskan di sebuah

teater. Sehingga teater itu merupakan bagian yang dibutuhkan oleh drama.

Lalu apakah drama itu merupakan teater atau teater merupakan drama?

Pertanyaan yang mungkin sering dilontarkan. Jawabannya dapat dihantarkan

dengan sederhana dengan menjelaskan drama sebagai teater.

Drama sebagai teater tentu saja maksudnya adalah peristiwa yang mencakup isi

yang ditampilkan (dengan naskah atau tanpa naskah), pemain yang tersedia

(aktor/aktris), tempat yang dikondisikan serta dengan dukungan artistik secara

fisik dan melekat untuk kebutuhan panggung (gedung atau luar gedung).

Dukungan artistik itu berupa tata rias (make-up), tata lampu (lighting), tata

panggung (set decoration), tata musik (composition). Tentu saja seperti lakon

cerita dalam drama, teater kadang kala membutuhkan penyutradaran

(direction) atau dramaturgi. Peristiwa teater dapat bersifat dramatis,

mengharukan dan mengerikan seperti yang dihantar pada awal pemahaman

Page 17: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 16

tadi. Namun peristiwa teater tidak selalu terikat lagi dengan situasi dramatis

demikian. Semua jenis tontonan, baik yang sedih, gembira, lucu, gila-gilaan, dan

lain-lain dianggap bersifat teaterikal.

Menurut perkembangannya secara umum sampai sekarang teater mengalami

berbagai tahap kasar dalam bentuknya sebagai tontonan. Sampai sekarang

teater dapat dilihat bentuk-bentuknya yang semakin berkembang atau berubah

dari bentuk awal. Contoh dari bentuk-bentuk itu dapat disampaikan sebagai

berikut.

a) Teater sebagai Upacara (primitif, agama, kenegaraan)

b) Teater sebagai Permainan (meniru hewan-hewan tertentu, petak umpet,

“jembatan tapanuli”, alip-alipan, dan lain-lain)

c) Teater Sebagai Tontonan (opera, pertunjukan sendratari, sepak bola,

garapan drama-modern)

d) Teater dalam Peristiwa (televisi, sinetron, filem, dan media elektronik

lainnya)

e) Teater dalam Kenyataan Sosial (penipuan, intrik politik, bencana , dan

lain-lain)

Contoh bentuk-bentuk itu sudah dapat dipahami maksudnya dan masih bisa

berkembang secara teoritis dan tafsir. Namun inti dan kecenderungannya tetap

perlu dibedakan untuk tidak membingungkan. Maksudnya, meskipun semua hal

yang kita hadapi dapat dianggap teater namun teater yang kita pilih harus lebih

jelas untuk kepentingan suatu pemeranan dan pengembangan ekspresi yang

diinginkan. Maklum saja kalau pada zaman ini juga peristiwa teater semakin

terbuka dengan berbagai panggung; standard atau tidak standar, aktor di atas

panggung atau di luar panggung, pemain di depan layar atau di balik layar.

Analogi sungguh bisa macam-macam sesuai dengan lirik lagu: dunia ini

panggung sandiwara!

Unsur-unsur Teater

Teater yang kita pilih melalui catatan ini bernuansa teater yang dekat dengan

kaitan a, b, dan c. Secara umum ada prasyarat utama teater yang perlu

diperhatikan. Prasyarat utama itu merupakan unsur-unsur teknis yang harus

diperhatikan. Berikut adalah unsur-unsur teater secara umum.

a) Seni Peran

Seni peran sebagai unsur utama menjadi citra penting untuk menjaga

keberlangsungan sebuah teater. Teater tanpa seni peran menjadi

mustahil kalau mau bicara dan beraktivitas melalui teater. Tentu saja seni

Page 18: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 17

peran itu dilakukan oleh para personil seperti pemain, aktor, atau aktris.

Teori seni peran bertujuan untuk kepentingan lakon yang diatur secara

dramatis atau menarik. Pemain atau aktor dapat menggali seni peran itu

melalui berbagai cara di luar arahan sutradara. Seni peran dijiwai dari

suatu pemikiran, konsep, bahan peran (seperti cerita, teks, naskah),

teknis, dan adaptasi ke tempat permainan. Teori seni peran juga memiliki

macam-macam aliran, seperti realisme, karikaturis, gaya pantomim,

absurd, dan lain-lain. Pemahaman atas aliran atau gaya itu sering menjadi

bahan pembicaraan antara pemain atau aktor/aktris dengan sutradara.

Elemen penyutradaraan tidak mungkin mengabaikan persoalan aliran

dalam teater.

b) Seni Panggung

Seni panggung merupakan unsur penting kedua untuk sebuah peristiwa

teater. Seni panggung mencakup tempat pertunjukan atau pentas,

dekorasi atau setting panggung secara visual atau simbolik, kelengkapan

artistik seperti lampu atau cahaya. Selama peristiwa teater berlangsung

di atas panggung kostum dan rias secara visual menjadi bahagian dari

seni panggung itu sendiri. Kostum dapat terdiri dari pakaian dan alat

yang digunakan pemain selama permainan. Dalam upacara primitif

kostum sering tidak ditonjolkan. Sebaliknya dalam upacara agama,

kostum selalu diperhatikan secara simbolik sebagai tanda kebesaran.

Dalam garapan teater sebagai tontonan kostum sering membedakan para

pemain secara visual. Itu sudah terkondisi dan harus terjadi. Bayangkan

kalau dua kubu dalam permainan sepak bola dengan kostum yang serupa,

pasti berabe!

c) Seni Gerak

Seni gerak memperkaya seni peran dalam teater. Malahan dapat menjadi

satu kesatuan, seperti yang dilakukan dalam opera dengan musik dan

sastra. Seni gerak menyangkut koreografi atau garapan tari yang dapat

mendukung dan menajamkan permainan secara artistik.

d) Seni Musik

Seni Musik di dalam teater dapat bersifat fleksibel dan kadangkala

dianggap sebagai pengiring saja. Namun garapan musik dalam teater

tidak boleh dikatakan terpisah dan dilakukan semaunya saja. Kalau hal

itu terjadi, malahan semakin merusak pertunjukan teater itu sendiri.

Pelaku musik dalam teater harus mengerti teater itu sendiri dan tidak

harus ahli musik secara umum.

Page 19: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 18

e) Seni Sastra

Di tataran kecil, seni sastra dapat menjajah permainan teater karena

ketergantungannya kepada naskah. Namun seni sastra tidak mungkin

dilepaskan dari teater yang menampilkan seni perannya secara verbal

atau menggunakan dialog dalam bentuk kalimat atau susunan kata-kata.

Seni sastra dalam teater seperti partitur dalam konser musik klasik.

Namun diwujudkan kembali melalui bentuk hafalan dan penghayatan isi

naskah. Dialog-dialog yang dilontarkan pemain atau aktor/aktris selama

penampilan mereka bahannya dapat dihafal dan diambil dari naskah.

Namun ada juga dialog-dialog yang bersifat spontan atau tanpa

mengandalkan naskah. Penampilan teater-teater rakyat seperti Opera

Batak, Lenong, Ketoprak, dan lain-lain naskah tidak diperlukan lagi

karena para pemainnya dapat secara spontan menciptakan dialog di atas

panggung.

f) Non-Artistik

Unsur –unsur seni dalam teater menjadi kategori yang diperhatikan

secara intens dalam proses membentuk pertunjukan teater. Setelah

proses menemukan bentuk pertunjukan selesai, non-artistik merupakan

kategori pelengkap untuk membuat sauatu pertunjukan teater berhasil.

Non-Artistik menyangkut sistem produksi dan promosi untuk mengajak

para penonton datang dan hadir melihat pertunjukan teater. Tentu Non-

Artistik memerlukan personil yang mengetahui sistem-sistem itu, seperti

personil yang dibutuhkan dalam penggarapan unsur-unsur seni tadi

dalam teater.

Lakon dan Pemeranan Yang dimaksud dengan lakon adalah seni peran itu sendiri. Seni peran (the art

of acting) merupakan nyawa dalam teater. Jerry Grotowsky (teaterawan dari

Polandia) melalui konsep Teater Miskin-nya pernah membuat adagium teater

tanpa naskah, tanpa sutradara, tanpa kostum, tanpa lampu, tanpa dekorasi, dan

tanpa musik masih dapat berlangsung; namun tanpa penonton? Setidaknya

dibutuhkan satu orang penonton. Yang sangat tidak mungkin adalah tanpa

pemain atau pelaku seni peran itu. Jadi lakon dan pemeranan itu menjadi

sekaligus faktor utama dalam berteater.

Membangun lakon dan pemeranan harus melihat syarat-syarat mendasar dari isi

yang akan dilakonkan dan diperankan. Syarat-syarat tersebut dikaitkan dengan

tubuh, suara, dan imajinasi pemerannya.

Page 20: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 19

Banyak pendekatan yang dilakukan untuk membangun lakon dan pemeranan.

Namun mengikuti Eka D. Sitorus (2002:iii) ada dua pendekatan seni peran atau

akting dirumuskan, yakni: Pendekatan Akting Representasi yang dicontohkan

melalui cara-cara yang dilakukan oleh Benoit Constant Coquelin (1843–1909)

dan Sarah Bernhardt (1844–1924) serta Pendekatan Akting Presentasi yang

dicontohkan melalui cara-cara Konstantin S. Stanislavski (1863-1938) dan

Eleonora Duse (1858-1924).

Pendekatan Akting Representasi adalah proses di mana si aktor menentukan

lebih dahulu tindakan-tindakan yang dilakukan karakter yang dimainkannya.

Secara sengaja dia memperhatikan bentuk yang diciptakan sambil

melakukannya di atas panggung. Sementara Pendekatan Akting Presentasi

adalah pengutamaan identifikasi antara jiwa si aktor dengan jiwa si karakter,

sambil memberi kesempatan kepada tingkah laku untuk berkembang. Tingkah

laku yang berkembang ini berasal dari situasi-situasi yang diberikan si penulis

naskah (Idem, 22 - 29).

Kedua pendekatan itu mungkin bisa divariasikan dengan cara memperdalam

keduanya oleh seorang aktor melalui proses latihan dan transformasi yang

dilakukan dalam penyutradaraan. Saya kira para sutradara terkenal seperti

Brecht (teater realism), Grotowsky (teater miskin), dan Peter Brook (teater

interkultural) mengadopsi dua pendekatan itu untuk kepentingan sistem

pelatihan lakon, perkembangan keaktoran, dan penyutradaran mereka lakukan.

Teknik Bermain Teater

Lepas dari sistem penyutradaraan dan sutradara sistem pelatihan lakon dapat

dibangun secara teori dan praktik melalui sejumlah teknik dan pendekatan

tubuh pemain atau aktor/aktris. Pola umum dari teknik seni peran terdiri dari

tiga (3) pola, yaitu:

a) Melontarkan contoh kalimat atau dialog, baru bergerak

b) Bergerak duluan, baru mengucapkan kalimat atau dialog

c) Simultan keduanya

Dalam memilih dan melaksanakan salah satu pola itu teknik bergerak diwarnai

oleh gerakan tubuh melalui perpindahan (movement), diam (static) dan sambil

memainkan alat tertentu dalam lakon yang dimainkan (bussiness). Pola dan

ketrampilan tubuh pemain atau aktor/aktris tentu saja harus dilengkapi dengan

kekuatan dan kreativitas tubuh. Kekuatan dan kreativitas tubuh pemain atau

aktor/aktris ditemukan melalui berbagai latihan tubuh secara internal dan

eksternal. Tubuh secara internal tentu saja dikaitkan dengan kesehatan aktor

Page 21: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 20

secara fisik dan psiko-kognitif. Sedangkan tubuh secara eksternal adalah

kemampuan beradaptasi di luar diri untuk kepentingan lakon.

Ada banyak cara untuk melatih tubuh secara internal, yaitu dengan latihan fisik

seperti olah tubuh, gymanstik, suara, pernafasan. Sedangkan latihan psiko-

kognitif dapat dilakukan melalui latihan konsentrasi, meditasi, yoga, membaca.

Ada banyak teknik-teknik dan contoh melakukan latihan-latihan tersebut yang

bisa dilakukan pemain atau aktor/aktris sesuai dengan kemampuan dan

kecocokannya. Namun tentu saja dicocokkan terhadap kesiapan kondisi tubuh

itu sendiri dan kemauan bereksperimen atas tubuh keaktoran. Seorang pelatih

untuk tubuh secara internal tidak selalu seorang sutradara, karena bagian

sutradara adalah tubuh secara eksternal. Pelatih tubuh secara internal bagi

seorang pemain atau aktor/aktris adalah diri sendiri setelah menyerap

kemungkinan-kemungkinan dari suatu latihan dan pelatihan. Lalu kebiasaan

berlatih akan menjadi pintu penemuan tradisi seorang pemain atau aktor/aktris

dalam setiap memainkan lakon. Setelah itu dia dapat berlatih dan berlatih terus

menerus dalam keliatan tubuhnya dan kemurahan untuk berbagi (sharing)

kepada penonton dan generasi baru yang ingin memanfaatkan teater dalam

perkembangan kemanusiaan.

Referensi

Anirun, Suyatna (2002), Menjadi SUTRADARA, STSI PRESS BANDUNG.

Hartoko, Dick (1986), Pengantar Ilmu Sastra, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

Mitter, Shomit (2002), Stanislavski, Brecht, Grotowski, Brook, Sistem Pelatihan Lakon,

Arti Yogyakarta.

Saptaria, Rikrik El (2006), Panduan Praktis Akting untuk Film & Teater, Penerbit

Rekayasa Sains, Bandung.

Sitorus, Eka D. (2002), Seni Peran untuk Teater, Film & TV, Penerbit PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Stanislavski, Constantin (2008), Membangun Tokoh, KPG Jakarta dan Laboratory of

Theatre Creations (Teater Garasi Yogyakarta).

Sumardjo, Jakob (1986), Ikhtisar Sejarah Teater Barat, Penerbit Angkasa, Bandung.

Page 22: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 21

BAB III Pelatihan Teater untuk

Penguatan Komunitas

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL PELATIHAN

Tujuan Penerbitan Modul Modul ini diterbitkan dengan tujuan:

- Menyediakan buku panduan pelatihan teater yang siap pakai atau bisa

diadaptasi untuk kebutuhan setempat.

- Mendorong pemanfaatan teater komunitas sebagai media pembelajaran

komunitas.

- Mensosialisasikan teater sebagai media komunitas untuk pluralisme.

Komposisi modul

Komposisi modul ini terdiri dari 30 persen pengetahuan, 50 persen

keterampilan dan 20 persen sikap, dengan tahapan sebagai berikut:

1. Mengenal Teater Komunitas

2. Memahami Seni Peran

3. Penciptaan Naskah untuk Pementasan

4. Pengorganisasian Kelompok untuk Pementasan

Page 23: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 22

5. Evaluasi

Peserta

Modul ini disiapkan untuk kelompok pemula. Jumlah peserta maksimal yang

direkomendasikan adalah 35 orang.

Metode

Proses pelatihan berorientasi kepada peserta (participant-centered) dengan

metode partisipatif. Metode partisipatif yang digunakan adalah:

Ceramah

Metode ini cocok untuk memperkenalkan topik atau materi baru yang

membutuhkan penjelasan sistematis, mendalam dan panjang lebar. Untuk

mencapai hasil yang maksimal, ceramah perlu disampaikan secara

komunikatif diselingi humor dan dibantu dengan alat-alat visual (infokus,

slides, poster) dan menyediakan kesempatan kepada para peserta untuk

menanyakan hal-hal yang dianggap kurang jelas atau belum dipahami.

Penceramah sebaiknya menyajikan materi berupa pokok-pokok pikiran,

berdiri di tengah-tengah peserta dan melakukan kontak mata secara bergilir.

Kelemahan metode ini antara lain: peserta pasif, sulit mengukur sejauh mana

materi dipahami peserta. Penyampaian yang membosankan membuat

peserta mengantuk.

Tanya-jawab

Metode ini efektif untuk memberi kesempatan kepada para peserta untuk

mendorong partisipasi peserta: menanyakan hal-hal yang berkaitan yang

belum dipahami, menyamakan persepsi antara fasilitator dengan peserta,

dan mengukur tingkat pemahaman peserta terutama penanya dan

penanggap. Kelemahan metode ini, hanya sebagian peserta yang aktif

sementara sebagian lagi diam.

Meta-plan

Karton warna-warni yang digunting menurut bentuk dan ukuran tertentu.

Penggunaan meta-plan merupakan salah satu cara efektif untuk

memampukan peserta mengungkapkan dirinya secara tertulis dengan

menggunakan kata-kata kunci. Karena itu meta-plan mengajak peserta untuk

berpikir dan atau berkomunikasi secara fokus dan singkat mengimbangi

“budaya lisan” yang cenderung kurang fokus dan bertele-tele.

Page 24: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 23

Diskusi Kelompok

Metode ini cocok untuk pendalaman pokok bahasan, studi kasus, perumusan

usulan-usulan dan menyamakan persepsi. Diskusi kelompok adalah bentuk

komunikasi partisipatif; memberi kesempatan kepada tiap peserta untuk

mengutarakan ide dan pikiran, pengalaman pribadi; merumuskan usulan-

usulan dan menyamakan persepsi. Melalui media ini para peserta didorong

untuk bekerjasama, mengembangkan toleransi, simpati, menumbuhkan rasa

percaya diri individu dalam kelompok, dan merangkum perbedaan-

perbedaan pendapat. Fasilitator perlu menjaga agar dalam kelompok tidak

ada suara dominan atau menguasai, dan tiap anggota kelompok ambil-bagian

dan pendapatnya dihargai.

Curah pendapat

Metode ini efektif untuk mendapatkan umpan balik dari para peserta. Umpan

balik penting untuk memperoleh kesamaan persepsi dan menghilangkan

asumsi yang berbeda antara fasilitator dengan peserta.

Sharing (Berbagi Pengalaman)

Metode ini efektif untuk menggali dan mengidentifikasikan pengalaman-

pengalaman terkait kebutuhan pelatihan dan memetakan permasalahan dan

tantangan-tantangan yang dihadapi.

Bermain peran

Metode ini efektif untuk meningkatkan interaksi antara para peserta dan

proses pembelajaran learning by doing. Peserta diperhadapkan dengan

permasalahan dan memecahkan masalah bersama-sama serta

menerapkannya dalam laku hidup. Karena itu pula, metode ini melatih para

peserta untuk mencermati berbagai perilaku manusia dalam kehidupan:

perasaan-perasaannya, kesulitan-kesulitannya atau harapan-harapannya.

Pemutaran Video

Metode ini memampukan para peserta untuk memahami secara lebih

menyeluruh dan mendalam serta mengidentifikasikan keterkaitan antara

satu soal dengan persoalan yang lebih luas. Sifat audio-visual membuat

materi lebih mudah dipahami dan diingat oleh para peserta. Untuk

memperoleh hasil yang maksimal, perlu diikuti diskusi dalam kelompok

besar atau kelompok kecil untuk saling memberi tanggapan atas tayangan

yang ditonton bersama.

Page 25: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 24

Exposure

Metode ini bermanfaat untuk melakukan analisa sosial secara langsung di

lapangan secara berkelompok; memampukan peserta menggali

permasalahan dengan berinteraksi langsung melalui wawancara dengan

orang-orang terkait; melakukan koordinasi dalam kerja tim; memetakan

temuan masalah dan menuliskannya.

Langkah-langkah persiapan

Langkah-langkah persiapan sebelum memfasilitasi pelatihan teater adalah:

Tim fasilitator sudah membaca seluruh Buku Modul ini dan memahami

isinya.

Tim fasilitator menyepakati apakah materi pelatihan dalam modul ini

digunakan seluruhnya atau tidak. Modul dapat diadaptasi menurut

kebutuhan setempat. Materi-materi yang dianggap kurang relevan atau

bobotnya tidak sesuai dengan kapasitas setempat sebaiknya tidak digunakan.

Video/VCD yang akan diputar sebaiknya ditonton bersama. Susun dan

diskusikan bersama pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada

peserta. Sharing apakah yang diharapkan dengan pemutaran video ini?

Lakukan pertemuan tim untuk membahas tiap sesi, materi pelatihan, dan

proses-proses. Bahan-bahan yang hendak diadaptasikan dalam konteks atau

kebutuhan setempat didiskusikan bersama. Konteks budaya dan tradisi

setempat untuk kebutuhan pelatihan teater perlu diidentifikasikan dan

dibahas. Capailah pemahaman dan kesepakatan bersama.

Memeriksa daftar peserta bersama-sama dan mencoba mengenali latar-

belakang, pengalaman berteater dan harapan mengikuti pelatihan teater.

Karena pelatihan teater membutuhkan banyak latihan, diskusi kelompok dan

workshop, maka jumlah peserta paling banyak 30 orang, dibagi dalam 4-5

kelompok.

Bersama-sama memeriksa seluruh perlengkapan selama proses pelatihan

(spidol, kartun warna-warni, krayon, kertas plano, lakban,

infokus/proyektor, papan tulis/white-board, peralatan video dan kamera

untuk dokumentasi dan proses simulasi, peralatan musik, ATK, dan lain-lain

yang dibutuhkan).

Catatan:

a) Selama proses latihan, dianjurkan untuk mengkonsumsi langsung makan

yang tidak berat, seperti nasi dan porsi makanan yang tidak berlebihan.

b) Jadwal makan siang cukup 1 (satu) jam

c) Jadwal sesi disesuaikan dengan durasi (waktu) dalam modul

Page 26: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 25

d) Waktu sesi sesuai dengan Materi Modul

e) Rehat 30 menit saja

f) Isoma diberikan 1 (satu) jam

g) Gerak badan di pagi hari dilakukan sebelum atau sesudah mandi, baru

kemudian sarapan.

h) Ibadah pagi dirancang menurut kesepakatan peserta. Jika para peserta

seagama, ibadah dapat dirancang menurut agama tersebut.

i) Membuat notulensi selama proses pelatihan berlangsung.

j) Memilih beberapa ice-breaker dari fasilitator dan peserta untuk

penyegaran dan malam keakraban.

Konsep Diri Selaku “Fasilitator” Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh fasilitator antara lain:

a) Fasilitator bukan narasumber/penceramah. Peran fasilitator adalah

sebagai pemandu, pendorong, pendamping, dan pembuka peluang-

peluang belajar; memperlancar proses belajar dan komunikasi dan

sekaligus belajar dari berbagai pengalaman, pendapat dan refleksi para

peserta.

b) Karena itu juga, fasilitator adalah orang yang belajar dari dan bersama-

sama dengan peserta pelatihan. Fasilitator yang baik menggarisbawahi

bahwa selaku orang dewasa, tiap peserta memiliki pengalaman-

pengalaman yang unik serta kemauan dan kemampuan belajar.

c) Sebagai orang yang belajar dari dan bersama-sama dengan para peserta,

fasilitator karenanya berorientasi kepada para peserta sehingga tidak

memaksakan target pelatihan melainkan mencoba menjawab kebutuhan-

kebutuhan belajar mereka.

Bertolak dari Konsep Diri selaku fasilitator maka sikap dan keterampilan pokok

yang diperlukan adalah:

1. Memiliki Sikap Terbuka: Seorang fasilitator harus dapat menerima

pendapat yang berbeda atau mungkin sikap yang kurang berkenan

dengan dirinya dari peserta. Fasilitator sebaiknya bijak menanggapinya,

bersikap terbuka atau humor.

2. Menghormati Peserta: Peserta pelatihan adalah orang-orang dewasa

yang memiliki pengetahuan dan pengalaman. Fasilitator harus

menghargai pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang mereka

miliki, dan perasaan mereka.

3. Mampu Berkomunikasi dengan Baik: Fasilitator pada dasarnya adalah

seorang komunikator. Fasilitator harus mampu menggunakan bahasa

Page 27: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 26

yang dimengerti oleh para peserta, mendorong peserta untuk

memberikan keterangan lebih lanjut dari para peserta, dan

menghidupkan suasana agar akrab dan segar.

4. Menguasai Materi Pelatihan: Fasilitator wajib menguasai materi

pelatihan sebaik-baiknya dan mempunyai pengetahuan yang memadai

terhadap persoalan-persoalan yang mungkin muncul. Karena itu,

fasilitator harus memiliki minat yang besar terhadap materi pelatihan

yang menjadi bidangnya.

Jika demikian, apakah peran strategis seorang fasilitator?

1. Merencanakan pola pengalaman belajar selama proses pelatihan.

2. Mengarahkan proses belajar sesuai dengan modul.

3. Memilih dan memfasilitasi pengalaman belajar sesuai dengan metode-

metode yang sesuai.

4. Membangun situasi dan proses belajar yang partisipatif dan semangat

kebersamaan. Peran fasilitator adalah mendorong, mendukung dan

memperlancar proses belajar

5. Membangun iklim yang demokratis dan kebebasan untuk menyatakan

pendapat.

6. Mendorong kerjasama dan komunikasi dalam kelompok maupun antar

kelompok.

7. Mendorong proses belajar yang mandiri dan memecahkan masalah

bersama-sama.

8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar setiap hari dan mengidentifikasi

kembali.

Page 28: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 27

HARI PERTAMA

Sesi 1: PENJELASAN ACARA PELATIHAN

Waktu: 60 menit (1 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Perihal latar-belakang kegiatan dan proses Pelatihan Teater Komunitas

- Kesepakatan Kontrak Belajar

Tujuan:

- Peserta memahami latar-belakang kegiatan pelatihan, sesi-sesi, proses

dan menyepakatinya bersama.

- Peserta menyepakati kontrak belajar (misal: wajib mengikuti seluruh

acara dari awal hingga akhir, tepat waktu, ponsel non-aktif selama di

kelas, berkomunikasi secara efektif dan efisien, dll).

Metode:

- Presentasi

- Curah pendapat dan koreksi langsung

Perlengkapan:

- Lembar fotokopi/kertas catatan/pulpen

- Infokus/Proyektor

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator menjelaskan jadwal, materi dan pokok-pokok pemikiran

penting, metode-metode pelatihan yang digunakan, alur, proses, kegiatan

dan tujuan serta hasil yang diharapkan. Berikan waktu kepada para

peserta untuk bertanya dan menanggapi.

- Fasilitator menjelaskan ihwal proses-proses yang memerlukan kerja

keras dan mengeluarkan keringat serta menganjurkan menu makanan

yang tidak mengandung unsur daging hingga proses simulasi selesai.

Berikan waktu kepada para peserta untuk bertanya dan menyampaikan

tanggapan atas anjuran itu.

- Fasilitator kemudian merevisi berdasarkan kesepakatan dari para

peserta untuk dilaksanakan selama proses pelatihan berlangsung. Kepada

peserta ditanyakan kembali apakah masih ada yang ingin memberi

masukan atau tanggapan atas hasil revisi tersebut.

Page 29: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 28

- Terakhir, fasilitator membacakan hasil revisi jadwal dan kebutuhan yang

terkandung di dalamnya (ada baiknya salah seorang peserta

membacakan hasil revisi).

- Usai menyepakati jadwal dan agenda pelatihan, fasilitator kemudian

membacakan kontrak belajar dan mengajak peserta untuk memberi

tanggapan dan masukan. Fasilitator lalu membacakan kembali

kesepakatan kontrak belajar.

Catatan:

- Kontrak belajar antara lain: 1) Non-aktif (bukan silent) penggunaan alat

telekomunikasi (ponsel, facebook) selama proses pelatihan. Untuk

antisipasi informasi mendesak dari keluarga, panitia mempersiapkan

nomor kontak khusus. 2) Kewajiban mengikuti semua kegiatan dan

proses hingga pelatihan hingga usai; 3) Tata-tertib penginapan (contoh:

listrik, pendingin ruangan dan keran air dimatikan bila meninggalkan

kamar); 4) Larangan merokok, dan seterusnya.

- Anjuran agar menu makanan dalam pelatihan hingga kegiatan simulasi

berlangsung tidak mengandung unsur daging dan disarankan untuk

langsung mengkonsumsi makanan yang tidak berat setelah latihan-

latihan khusus, seperti yoga, gerak badan, meditasi, dan berenang.

Anjuran ini terkait dengan kesehatan pencernaan dan menahan nafsu

makan berlebihan yang berpengaruh secara fisik dan emosional.

- Kepada setiap peserta diberikan buku (semacam “diary”) untuk tempat

mencatat proses demi proses setiap hari menjelang istirahat malam.

- Kepada setiap peserta juga diminta untuk mengenakan pakaian latihan

(celana training, celana panjang, atau legging) selama proses pelatihan

berlangsung.

- Untuk kebutuhan simulasi dan evaluasi, tim fasilitator telah meminta

seorang yang kompeten untuk menjadi pengamat.

Page 30: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 29

Sesi 2: PERKENALAN & SHARING PENGALAMAN

Waktu: 90 menit

Pokok-pokok Materi:

- Memperkenalkan diri melalui meta plan (karton warna-warni) atau

permainan.

- Berbagi harapan mengikuti pelatihan

- Berbagi pengalaman berteater (jika sudah pernah)

- Memetakan masalah berteater di lingkungan masing-masing

Tujuan:

- Peserta saling mengenal satu dengan yang lain

- Berbagi pengalaman, harapan, dan informasi

- Peserta mendapatkan pemetaan masalah terkait teater komunitas yang

dihadapi di tempat masing-masing.

- Memperlengkapi peserta dengan hal-hal yang masih perlu ditegaskan

terkait pelatihan dan isu yang diusung.

Metode:

- Meta plan (hijau untuk nama diri; biru untuk nama lembaga dan jabatan;

kuning untuk harapan mengikuti pelatihan)

- Curah pendapat dan sharing

- Pemetaan masalah

- Penjelasan

Perlengkapan:

- Meta-plan

- Kertas, pulpen, lakban

- White-board

- Kertas plano

Langkah-langkah Kegiatan:

- Untuk perkenalan, fasilitator membagikan meta-plan 3 (tiga) warna,

krayon dan mengajak peserta untuk menuliskan pada masing-masing

karton warna: Nama, organisasi/lembaga, jabatan dan harapan. Masing-

masing peserta diminta untuk menempelkan ketiga warna meta-plan ke

kertas plano yang telah disediakan di depan kelas.

Page 31: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 30

- Usai menempelkan, fasilitator kemudian mengajak peserta untuk ke

depan kelas membacakan catatan dalam meta-plan masing-masing.

Sebagai catatan: Perkenalan juga bisa dilakukan

- Selanjutnya fasiliator mengajak para peserta untuk berbagi pengalaman

berteater dan permasalahan yang dihadapi di tempat/lingkungan kerja

masing-masing. Setiap permasalahan yang dikemukakan dicatat di kertas

plano yang sudah disediakan. Fasilitator kemudian membuat peta

permasalahan dan membacakannya. Bilamana perlu, fasilitator

menjelaskan dengan mengacu kepada sharing peserta.

- Fasilitator menyimpulkan peta permasalahan bersama dan

mengaitkannya dengan tujuan-tujuan pelatihan dan harapan-harapan

yang dikemukakan para peserta.

Page 32: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 31

Sesi 3: SPIRITUALITAS

Waktu: 60 menit (1 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Ibadah sebagai satu skenario tindakan untuk suatu penghayatan dan teori

peran

Tujuan:

- Peserta mampu memahami spiritualitas dalam kaitannya dengan tubuh

makrokosmos, sesama, dan Tuhan

Metode:

- Ceramah (dengan gaya praktis dan mengambil tokoh tertentu dari Kitab

Suci yang dikutip)

- Ibadah reflektif dan inkulturatif

- Sharing dan kesimpulan

Perlengkapan:

- Proyektor

- Kitab Suci dan Buku Nyanyian

- Lonceng kecil

- Lilin

Langkah-langkah Kegiatan:

- Lonceng kecil atau tanda masuk dibunyikan. Petugas yang membunyikan

lonceng adalah fasilitator dengan penghayatan tersendiri dan

dibayangkan dapat menyentuh suasana hening.

- Fasilitator mengajak peserta untuk berdoa secara pribadi di tempat

duduk masing-masing. Doa dapat diekspresikan dengan cara dan laku

tertentu sesuai dengan tuntunan spiritual masing-masing peserta.

- Sebagai tanda berdoa usai, fasilitator membunyikan kembali lonceng

kecil sambil memperhatikan peserta lainnya perlahan benar-benar

menyelesaikan doa itu.

- Selanjutnya fasilitator mengajak peserta mendengarkan musik

instrumental yang lembut dan inspiratif. Setelah suasana khusuk,

fasilitator membacakan teks kitab suci (Alkitab, Al Quran, dan lain-lain)

terpilih sebagai dasar dari renungan selama setengah jam. Fasilitator

Page 33: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 32

menjelaskan pokok-pokok pikiran terkait teks Kitab Suci terpilih dan

mempautkannya dengan pemahaman tentang spiritualitas.

- Fasilitator kemudian mengajak peserta untuk berbagi refleksi atas teks

Kitab Suci terpilih. Berbagi refleksi sebaiknya dilakukan secara bergiliran

dari tempat masing-masing. Setiap peserta ada kalanya tidak harus

menyampaikan refleksikan, tapi fasilitator dapat menyimpulkan pokok-

pokok refleksi dan mengaitkan spiritualitas dengan kehidupan pribadi,

sesama, Tuhan, dan alam ciptaan. Setelah menyimpulkan, fasilitator

kemudian menanyakan kepada para peserta apakah ada yang ingin

menyampaikan tanggapan atau masukan?

- Sebagai penutup, fasilitator mengajak peserta berdoa pribadi diiringi

sambungan musik instrumental atau selanjutnya.

Page 34: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 33

Sesi 4: PLURALISME

Waktu: 90 menit (1,5 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Memahami pluralitas dan pluralisme

- Kaitan Teater dan Pluralisme

- Kekuatan Teater sebagai Media Komunitas untuk Pemberdayaan

Tujuan:

- Peserta mampu memahami pluralitas dan pluralisme.

- Peserta mampu mengidentifikasikan pengalaman pluralisme dalam

hidupnya.

- Peserta mampu mengidentifikasikan persepsinya terhadap sesama

beragama lain

- Peserta mampu mengidentifikasikan kaitan teater dan pluralisme.

Metode:

- Ceramah

- Diskusi Kelompok

- Presentasi dan Curah Pendapat

Perlengkapan:

- Proyektor

- Kertas Plano

- Lakban, Spidol/Krayon

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator menjelaskan apakah pluralitas dan pluralisme dan mengapa

isu ini semakin penting saat ini.

- Fasilitator meminta peserta untuk membentuk kelompok berdasarkan

agama dan mengajukan pertanyaan:

Bagaimana persepsi Anda tentang umat beragama lain? (Islam, Kristen,

dan lain-lain sesuai dengan agama yang dipeluk para peserta).

Mintalah tiap kelompok mendaftarkan persepsi mereka terhadap sesama

yang beragama lain (misal: orang Kristen itu kebarat-baratan). Fasilitator

menetapkan lamanya diskusi kelompok (sekitar 20 menit). Bagilah kertas

plano dan spidol/krayon kepada masing-masing kelompok.

Page 35: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 34

- Setelah diskusi kelompok, fasilitator kemudian mengajak kelompok

untuk mempresentasikan hasiil-hasil diskusi. Fasilitator mengajak

peserta untuk memberi masukan/tanggapan atas presentasi tiap

kelompok.

- Usai presentasi, fasilitator lalu memetakan daftar persepsi terhadap umat

beragama lain dan menyimpulkannya.

- Sebagai penutup, fasilitator menjelaskan bagaimana teater dan

pluralisme saling terhubung dan menganjurkan agar peserta membaca

tulisan bertajuk “Teater dan Pluralisme” dalam buku Modul Pelatihan

Teater yang akan dibagikan seusai proses pelatihan.

Page 36: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 35

HARI KEDUA

Sesi 5: SEJARAH TEATER (LOKAL DAN BARAT)

Waktu: 240menit (4 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Lahirnya Teater dalam Sejarah Peradaban Manusia

- Kontribusi Teater Lokal melalui pemahaman historisnya

Tujuan:

- Peserta mengenal sejarah teater; sejarah teater Barat dan teater lokal

secara komparatif.

- Peserta mendapat gambaran ihwal kemungkinan pengaruh teater Barat

terhadap teater lokal.

- Peserta mampu mengidentifikasi potensi-potensi teater lokal.

- Peserta mampu mengenal dramaturgi teater lokal.

Metode:

- Ceramah

- Tanya-jawab/curah pendapat

Perlengkapan:

- Proyektor

- Kertas Plano

- Lakban

- Spidol (2 warna, yakni biru dan merah)

- Video penelitian/pementasan Teater Lokal dan Barat

Langkah-langkah Kegiatan:

- Narasumber memaparkan sejarah teater; Teater Barat dan teater lokal.

Bagaimana Teater Barat dimulai di Yunani hingga berkembang dengan

berbagai variasi di Eropah dan Amerika. Teater lokal dapat menyerupai

bentuk teater tradisi dan teater rakyat yang sudah dipengaruhi teater

dari luar dan berkembang di tempat tertentu dalam wilayah proses

pelatihan dan secara umum yang ada di Indonesia.

- Pemutaran video disertai penjelasan dari narasumber. Baik model Teater

Barat maupun teater lokal dapat diputar untuk melengkapi pemahaman

verbal yang disampaikan sebelumnya oleh narasumber.

Page 37: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 36

- Narasumber menjelaskan ihwal dramaturgi teater lokal. Yang dimaksud

dengan dramaturgi teater lokal adalah bagaimana pertunjukan teater

lokal itu diawali dan diakhiri dalam setiap kesempatan pertunjukan

dengan berbagai selingan dan spontanitasnya.

- Narasumber mengajak para peserta untuk curah pendapat atau bertanya

serta menanggapi pertanyaan dan pendapat peserta. Semua peserta

diharapkan dapat memberikan tanggapan dan pertanyaan terkait semua

informasi dan bandingan atas Teater Barat dan teater lokal. Kelengkapan

informasi dapat diberikan dengan memberikan rujukan bacaan,

mengingat batas waktu sesi.

- Narasumber menuliskan kesimpulan-kesimpulan di kertas plano dan

sebelum menutup sesi menanyakan kepada para peserta apakah ada yang

ingin melengkapi kesimpulan lagi.

Page 38: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 37

Sesi 6: TEATER SEBAGAI MEDIA KOMUNITAS &

MENGENAL SIFAT TEKSTUAL TEATER

Waktu: 180 menit (3 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Mengenal Teater sebagai Media Komunitas.

- Mengenal sifat tekstual Teater.

- Teater dengan naskah drama dan teater tanpa naskah drama.

- Teater sebagai fungsi kritis dan disiplin.

Tujuan:

- Peserta mampu mengidentifikasi teater sebagai media komunitas (media

dari, oleh dan untuk rakyat) dan media komunitas lainnya misalnya VCD,

TV.

- Peserta mampu mengidentifikasi sifat tekstual teater

- Peserta mampu mengidentifikasi perbedaan antara pertunjukan tanpa

naskah dengan pertunjukan dengan naskah.

Metode:

- Ceramah

- Tanya–jawab/curah-pendapat

Perlengkapan:

- Proyektor

- Kertas Plano

- Lakban

- Spidol

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator mengajak peserta untuk mengidentifikasi teater sebagai media

komunitas. Pertanyaan diajukan: Apa saja kemungkinan yang dapat

menjadi media komunitas itu? Apakah perbedaannya dengan media

massa? Apakah fungsi kritis dan disiplinnya?

- Fasilitator mencatat masukan/tanggapan dari para peserta. Setelah

semua memberi masukan, fasilitator kemudian memetakannya dan

merumuskan definisi dan ciri-ciri teater sebagai media komunitas

perbedaannya dengan media lainnya (TV, VCD, cetak).

Page 39: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 38

- Selanjutnya fasilitator memaparkan perkembangan teater sebagai sebuah

medium. Sebaiknya fasilitator menggunakan power-point. Fasilitator

kemudian memaparkan contoh proses pertunjukan tanpa naskah dan

pertunjukan dengan naskah.

- Fasilitator menyediakan waktu untuk tanya-jawab dan curah pendapat

sekitar penjelasan atas media komunitas dan teater itu sendiri sebagai

medium.

- Fasilitator menuliskan kesimpulan-kesimpulan di kertas koran seputar

teater sebagai media komunitas dan perbedaannya dengan media lain;

menggarisbawahi perkembangan teater sebagai sebagai sebuah medium

dan identifikasi pertunjukan tanpa naskah dan pertunjukan dengan

naskah.

Catatan:

Fasilitator untuk sesi ini sebaiknya sudah berpengalaman sebagai penulis

naskah drama dan mengkaji teks-teks pertunjukan sebelum dipentaskan.

Page 40: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 39

Sesi 7: DASAR-DASAR BERMAIN TEATER

Waktu: 120 menit (2 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Mengenal Seni Peran

- Bidang-bidang yang membangun teater berkembang dari seni lakon dan

seni-seni lainnya.

- Semua bidang yang digunakan dalam teater dapat menjadi representasi

bakat dan minat yang terpendam.

Tujuan:

- Peserta mengenal seni peran.

- Peserta mampu melakonkan peran-peran tertentu.

- Peserta mampu mengenal tata-artistik dalam teater (panggung, dekorasi,

tata lampu, tata-rias/kostum).

Metode:

- Paparan

- Latihan-latihan

- Refleksi

PerLengkapan:

- Kertas kerja

- Foto-foto

- Proyektor

- Kertas Plano

- Spidol

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator menjelaskan hal-ihwal bermain drama dan atau teater.

Bermain drama merupakan tindakan di atas panggung, sedangkan teater

melingkupi interaksi sejumlah elemen artistik di atas panggung.

Penjelasan atas keduanya dibayangkan juga dapat membangun

pemahaman yang sama di antara peserta selama proses pelatihan.

- Fasilitator mengajak peserta untuk latihan-latihan melangkah di

panggung. Panggung dapat diumpamakan dalam model sembilan

kotak/bagian atau enam kotak/bagian dan dianalogikan seperti

timbangan yang harus seimbang terus dengan beban yang sama di bagian

kanan dan kiri.

Page 41: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 40

- Fasilitator menyajikan gambaran model panggung, pembagian panggung,

melangkah secara alami di atas panggung, blocking atau grouping. Ada

yang disebut panggung prosenium, panggung arena, panggung tapak

kuda, dan lain-lain.

- Fasilitator menjelaskan pemahaman artistik ihwal bereksperimen di

panggung dan kostum, rias wajah, tata lampu, musik, dan lain-lain.

- Fasilitator mengajak peserta untuk latihan lakon secara spontan sebagai

orang buta, bisu, dan tuli dengan pilihan cerita spontan atau ditentukan

sendiri atau per kelompok peserta.

Catatan:

Setiap peserta dimungkinkan mendapat kesempatan untuk praktik untuk

memerankan orang buta, bisu, dan tuli dengan konstruksi cerita yang dapat

disesuaikan 5-10 menit.

Page 42: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 41

Sesi 8: M E D I T A S I

Waktu: 180 menit (3 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Stimulasi untuk totalitas irama tubuh

- Stimulasi vokal dan konsonan

- Stimulasi teknik vokal dalam kaitan pola pernafasan

- Stimulasi untuk otak kanan dan kiri

Tujuan:

- Peserta mengenal anatomi tubuhnya dan fungsi-fungsi organiknya dalam

kehidupan.

- Peserta menyadari kebertubuhannya (kesadaran akan kebertubuhan).

- Peserta mampu mengungkapkan refleksi atas kebertubuhannya

Metode:

- Curah-pendapat

- Latihan-latihan (duduk bersila , berdiri, dan terlentang)

- Refleksi

Perlengkapan:

- Lembar catatan

- Pulpen

- Musik instrumentalia (terpilih)

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator mengajukan pilihan untuk pola duduk, rileksasi, atau

terlentang. Masing-masing pola memiliki pandangan mutu visual dan

situasi peserta. Jika ada kecenderungan fisik peserta cukup lemah

sebaiknya dianjurkan memilih pola terlentang.

- Fasilitator mengajak peserta untuk curah pendapat tentang apakah

MEDITASI itu? Catatlah semua masukan dalam kertas plano yang sudah

ditempelkan di depan kelas, lalu rumuskan pengertian meditasi

berdasarkan masukan-masukan tersebut.

- Fasilitator mengajak peserta untuk latihan meditasi dan fokus ke diri

masing-masing dengan diiringi musik. Selanjutnya, fasilitator

menjelaskan teknik pernapasan dalam meditasi dan mengajak peserta

untuk berlatih. Latihan diulangi untuk lebih mengembangkan kesadaran

Page 43: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 42

akan tubuh. Perlu diingat bahwa koreksi spontan bagi peserta bisa

terjadi.

- Tahap lanjut, fasilitator mengajak peserta untuk latihan meditasi dengan

pola duduk, terlentang dan ditambah pola berdiri secara terpisah. Pola

berdiri dapat dianjurkan kepada peserta yang memiliki kondisi yang sulit

konsentrasi atau yang membutuhkan pola lain dari tiga sebelumnya.

- Seusai latihan-latihan, fasilitator mengajak peserta untuk berbagi

(sharing) refleksi atas situasi internal dan eksternal yang dialami selama

proses meditasi. Sebagai penutup fasilitator menyimpulkan apakah

meditasi itu, manfaat meditasi bagi diri sendiri, komunitas, dan dalam

berteater.

Page 44: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 43

HARI KETIGA

Sesi 9: OLAH TUBUH, SUARA DAN IMAJINASI

Waktu: 420 menit (7 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Praktik kesiapan dan ketahanan organ-organ pendukung tubuh sebagai

media utama berteater

- Melatih vokal dan konsonan

- Melatih teknik vokal dalam kaitan pola pernafasan

- Latihan daya ucap (artikulasi)

- Latihan suara artifisial

- Melatih imajinasi

Tujuan:

- Peserta memahami peran tubuh dan kesiapannya dalam berteater

- Peserta memahami peran suara/vokal dalam berteater

- Peserta memahami peran imajinasi dalam berteater

Metode:

- Latihan

- Sharing

- Evaluasi-refleksi

Perlengkapan:

- Musik instrumentalia (terpilih dan jika diperlukan)

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar anatomi tubuh

manusia. Catatlah masukan-masukan pada kertas plano di depan kelas.

Selanjutnya fasilitator menjelaskan anatomi tubuh manusia secara

internal dan eksternal berdasarkan masukan-masukan dari para peserta.

- Setelah peserta memahami anatomi tubuh manusia, fasilitator mengajak

peserta untuk latihan menggerakkan tubuh secara anatomis. Dengan

dampingan fasilitator, peserta diajak untuk mengembangkan gerakan-

gerakan tubuh secara personal dan berkembang menjadi gerakan-

gerakan kelompok.

- Secara bertahap, fasilitator selanjutnya menjelaskan:

Page 45: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 44

a) artikulator (alat ucap)

b) Pola pernafasan dada dan diafragma

c) Latihan teknik meditasi untuk membayangkan suatu contoh

kejadian (mengerikan, gembira, sedih, dan lain-lain) sekaligus

mengaplikasikan pola dan teknik pernafasan. Misalnya untuk

menangis nafas dapat ditarik berulang-ulang dan tidak beraturan.

- Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan simulasi gerak bebas yang

bersumber dari rasa dan mekanisme tubuh masing-masing peserta.

Peserta diajak untuk merasakan, mengikuti rasa dan mekanik pribadi

masing-masing tanpa interaksi dengan yang lain.

- Fasilitator mengajak peserta untuk berbagi pengalaman dan refleksi.

Catatan:

Setiap pribadi memiliki kemauan dan kecerdasan tubuh, keunikan suara, dan

kebiasaan diri. Pendampingan dan pencatatan dilakukan selama proses atas

situasi itu.

Page 46: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 45

HARI KEEMPAT

Sesi 10: ANALISA SOSIAL dan EXPOSURE

Waktu: 180 menit (3 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Analisa sosial (SWOT).

- Exposure ke komunitas desa atau komunitas basis tertentu.

Tujuan:

Peserta mampu menggali bahan naskah pertunjukan berdasarkan

permasalahan dari lapangan.

Metode:

- Diskusi Kelompok (4-5 kelompok tetap)

- Presentasi

- Curah pendapat

Perlengkapan:

- Lembar Catatan

- Kertas Plano

- Spidol

Langkah- langkah Kegiatan:

1. Analisa Sosial dan Pluralisme (Persiapan Exposure)

a) Fasilitator menjelaskan apakah analisa sosial itu? Mengapa analisa sosial

diperlukan dalam berteater dan bagaimana menerapkannya?

b) Ajaklah peserta untuk curah pendapat permasalahan sosial dalam

masyarakat atau komunitas terkait pluralisme. Catatlah masukan-

masukan di kertas koran yang sudah ditempel di depan kelas. Simpulkan

masalah pluralisme yang muncul dalam masyarakat atau komunitas

berdasarkan masukan-masukan dari para peserta.

c) Jika tersedia, analisa sosial terkait pluralisme dapat disajikan melalui

video showing.

d) Selanjutnya, bagilah dalam kelompok (4-5 kelompok) untuk workshop

pluralisme. Kelompok-kelompok ini bersifat tetap hingga pementasan.

Jika ada sajian pemutaran video, ajaklah peserta membedah materi video

dan mintalah masing-masing kelompok untuk memilih juru-tulis dan

Page 47: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 46

wakilnya untuk presentasi di depan kelas. Bagilah kertas plano,

spidol/krayon dan tentukan lamanya diskusi kelompok.

e) Mintalah wakil-wakil kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi

kelompok masing-masing di depan kelas. Ajaklah kelompok lain untuk

menanggapi.

f) Fasilitator kemudian menyimpulkan hal-ihwal pluralisme berdasarkan

hasil-hasil presentasi kelompok. Bilamana perlu, beri penjelasan lanjut.

2. Exposure

a) Sebelum melakukan exposure, fasilitator menjelaskan tugas-tugas

kelompok, pengorganisasian kelompok dan tekankan lamanya kegiatan

exposure. Bila lokasi Exposure cukup jauh, informasikan rute perjalanan

dan kendaraan umum menuju ke sana. Berikan juga sedikit gambaran

lokasi-lokasi yang menjadi tempat exposure.

b) Paparkan tugas-tugas seusai exposure, jadwal sharing pengalaman,

diskusi kelompok exposure dan presentasi hasil-hasil exposure.

3. Presentasi Exposure

a) Setelah para peserta berkumpul di kelas, ajaklah kelompok-kelompok

untuk berbagi pengalaman penggalian masalah di lokasi exposure: 1)

Kesulitan dalam kelompok (misal pengorganisasian kelompok belum

berjalan baik); 2) Kesulitan atau kemudahan dalam menggali masalah

melalui wawancara; 3) Kesulitan atau kemudahan menemui seseorang

narasumber atau meminta dokumen yang diperlukan.

b) Selanjutnya, fasilitator meminta kelompok-kelompok exposure untuk

melanjutkan tugas-tugas memetakan masalah pluralisme yang ditemui di

lapangan. Ingatkan lamanya waktu diskusi kelompok.

c) Usai diskusi kelompok, mintalah wakil-wakil kelompok untuk presentasi

di depan kelas dan ajaklah kelompok-kelompok lain untuk menanggapi.

d) Fasilitator kemudian mengarisbawahi bahwa hasil-hasil presentasi

masing-masing kelompok exposure dan menjelaskan bahwa temuan

permasalahan di lapangan menjadi konten teks pementasan teater.

Catatan:

Fasilitator ansos dan pluralisme sebelumnya sudah punya rujukan masing-

masing secara referensial atau berdasarkan pengalaman di lapangan.

Page 48: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 47

Sesi 11: PENCIPTAAN NASKAH PERTUNJUKAN

Waktu: 120 menit (2 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Format Teks Pertunjukan dalam Teknik Pembabakan dan Adegan

- Hasil-hasil exposure

Tujuan:

Peserta mampu menuliskan perkisahan untuk kebutuhan pertunjukan

berdasarkan permasalahan sosial, pengalaman individu-individu, situasi

dramatis di lokasi-lokasi exposure.

Metode:

- Ceramah

- Curah pendapat

- Workshop kelompok (kelompok berdasarkan exposure)

Perlengkapan:

- Hasil-hasil diskusi kelompok Exposure

- ATK/alat pencatat

- Kertas Plano

- Slide Proyektor

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator mengajak peserta untuk curah-pendapat tentang apakah yang

dimaksud dengan “cerita untuk lakon”. Jika para peserta mengalami

kesulitan, pancinglah dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan untuk

mempermudah curah pendapat. Catatlah masukan-masukan dari para

peserta di kertas plano. Selanjutnya, jelaskan apakah “cerita untuk lakon”

berdasarkan masukan-masukan dari peserta.

- Setelah para peserta memahami “cerita untuk lakon”, ajukan pertanyaan

tentang unsur-unsur yang diperlukan dalam “cerita untuk lakon” (misal:

tokoh, dialog, pembabakan, dst). Catatlah masukan-masukan dari para

peserta di kertas plano, lalu identifikasikan unsur-unsur dari “cerita

untuk lakon”. Selanjutnya paparkan hal-hal teknis penting dalam

pembuatan naskah/teks.

- Sebelum masuk ke dalam workshop kelompok, fasilitator menyediakan

kesempatan untuk tanya- jawab atau curah-pendapat seputar naskah.

Page 49: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 48

Selanjutnya, kelompok-kelompok exposure dipersilakan untuk

menggarap skenario dan fasilitator mengingatkan batas waktu untuk

workshop. Bagilah kertas plano sebanyak yang dibutuhkan, serta

spidol/krayon. Mintalah kelompok-kelompok menuliskannya. Bila

tersedia komputer/laptop, atau membawa laptop, bisa diminta untuk

langsung menulis di komputer atau laptop.

Catatan:

Fasilitator berperan penting sebagai motivator pagi setiap peserta dalam sesi ini.

Page 50: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 49

Sesi 12: PRESENTASI KELOMPOK: DISKUSI NASKAH

UNTUK LAKON DIHASILKAN/DIRUMUSKAN

Waktu: 120 menit (2 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Skenario hasil diskusi kelompok

Tujuan:

- Peserta mampu mengungkapkan refleksi atas kisah yang dibangun.

Metode:

- Presentasi naskah

- Curah-pendapat/sharing

Perlengkapan:

- Proyektor

- Lembar catatan

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator meminta wakil-wakil kelompok untuk presentasi di depan

kelas. Ajaklah tiap kelompok untuk juga berbagi kesulitan, kendala,

kemudahan dalam penulisan skenario dalam kelompok. Mintalah

kelompok-kelompok lain untuk menuliskan tanggapan kritis atas

presentasi kelompok-kelompok.

- Fasilitator menyediakan waktu untuk peserta menyampaikan tanggapan

dan catatan kritisnya. Selanjutnya fasilitator menanggapi hasil penulisan

skenario kelompok-kelompok. Berilah waktu untuk kelompok-kelompok

untuk menuliskan masukan-masukan atau merevisi naskah untuk

pertunjukan.

- Fasilitator memastikan revisi tekstual (termasuk soal ejaan dan

kesalahan huruf) dan menjelaskan kemungkinan perubahan-perubahan

di atas panggung.

Catatan:

Sifat tekstual yang tidak diciptakan sebagai naskah baku dapat berubah sesuai

dengan spontanitas, situasi pengamatan proses manifestasi, dan potensi

pemeranan.

Page 51: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 50

Sesi 13: PEMBAGIAN PEMERANAN BERDASARKAN

NASKAH, PERENCANAAN TEKNIS WORKSHOP

DAN PEMENTASAN

Waktu: 60 menit (1 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Uraian dan Pilihan atas Tokoh-tokoh dari Skenario

- Penegasan Peran

Tujuan:

- Peserta memilih peran dan posisi setiap peserta secara sadar dan

proporsional.

- Peserta menyepakati teknis workshop dan simulasi.

Metode:

- Curah-pendapat

- Workshop

Perlengkapan:

Proyektor

- Fotokopi Teks Revisi

- Spidol

Langkah-langkah Kegiatan:

- Mintalah wakil kelompok membaca ulang naskah revisi dan ajaklah

setiap peserta menyimak dengan baik untuk pilihan lakon masing-

masing.

- Berilah kesempatan kepada setiap peserta untuk memutuskan pilihan

peran dalam kelompok. Perlu diingat, adakalanya pilihan peran tidak

cocok dan bertolak-belakang dengan keinginan peserta. Fasilitator perlu

mengkonfirmasikan kembali apakah peserta tersebut tetap bersedia

memainkan peran dimaksud. Mintalah kelompok membahasnya seraya

mengingatkan pilihan peran yang cocok dapat membantu penggalian

karakter tokoh dan memerankannya.

- Setelah setiap peserta mendapat/memilih peran masing-masing,

mintalah mereka untuk memberikan kesan-kesan atas tokoh yang akan

diperankan.

Page 52: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 51

- Jika diperlukan, perkenalkanlah para tokoh yang dipilih itu dengan

sedikit gaya dramatis untuk mengundang dan memancing emosi positif

seperti senyum dan tertawa.

Page 53: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 52

HARI KELIMA

Sesi 14: WORKSHOP LAKON CERITA

Waktu: 480 menit (8 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Memilah cerita yang dianggap lebih sulit atau lebih mudah untuk

dipentaskan.

- Menampilkan sosok tokoh yang diperankan secara terpisah.

- Mempertemukan sosok tokoh itu dalam situasi non-cerita dan cerita yang

diperankan.

Tujuan:

- Peserta mampu berlakon sesuai dengan cerita dan teknis

- Peserta memahami dan mengalami kerja tim secara langsung

- Peserta mampu merealisasikan cerita di atas panggung

Metode:

- Workshop Kelompok

- Pendampingan

- Atraksi Tokoh

Perlengkapan:

- Panggung kecil

- Properti menurut ketersediaan bahan-bahan lokal dan sesuai kebutuhan

pemeranan

Langkah-langkah Kegiatan:

- Ajaklah peserta untuk latihan dialog dan lakon cerita dan kemungkinan

spontanitas dialog sesuai dengan pemeranan masing-masing. Untuk ini

berikan waktu latihan dalam kelompok. Tekankan lamanya waktu

latihan.

- Usai latihan dialog dan lakon dalam kelompok, mintalah tiap peserta

untuk latihan pengulangan dialog dalam praktik lakon. Mintalah peserta

mempraktikkannya di depan kelas dan ajaklah peserta yang lain untuk

memperhatikan, menyimak, dan menanggapi.

- Selanjutnya fasilitator mengajak peserta untuk latihan dialog dan peran

sesuai dengan urutan alur. Berilah waktu latihan dalam kelompok.

Page 54: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 53

Umumkan lamanya waktu latihan. Mintalah peserta untuk

melakonkannya di depan kelas. Ajaklah peserta yang lain untuk

menyimak dan menanggapi.

- Latihan dialog dan peran ditutup dengan mengajak peserta untuk praktik

dalam keseluruhan alur. Berilah waktu latihan dalam kelompok dan

umumkan lamanya waktu latihan. Mintalah peserta untuk

mempraktikkannya di depan kelas dan ajaklah peserta yang lain untuk

menyimak dan menanggapi.

- Ajaklah peserta untuk sharing refleksi dan mengevaluasi atas kerja dan

latihan dialog dalam tim (kendala, kemudahan, perasaan, dan

pengalaman pribadi).

Catatan:

Proses pelakonan perlu diamati dengan cermat, fokus dan perlu direkam dalam

dokumentasi video untuk keperluan evaluasi proses berteater.

Page 55: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 54

HARI KEENAM

Sesi 15: BELAJAR GERAK DI LAPANGAN

Waktu: 240 menit (4 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Menentukan posisi masing-masing di lapangan

- Mencatat hal-hal yang diperlukan di lapangan sesuai dengan pemeranan

- Melakukan interaksi di lapangan

- Mencatat hal-hal yang tidak terduga di lapangan

Tujuan:

- Peserta mampu mengidentifikasikan potensi-potensi gerak lakon dari

berbagai kegiatan dalam masyarakat.

Metode:

- Pengamatan

- Workshop Kelompok

Perlengkapan:

- Lembar catatan

- Kamera atau HandyCam

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator menjelaskan ihwal belajar dari dan inventarisasi gerak di

lapangan untuk pemeranan. Berilah ilustrasi tokoh yang mungkin

ditemui di lapangan.

- Berilah petunjuk-petunjuk yang mungkin dibutuhkan dalam pengamatan

gerak di lapangan untuk lakon. Tekankan kemungkinan perlunya

pendokumentasian dalam pengamatan untuk lakon. Ingatkan lamanya

waktu di lapangan.

Catatan:

Fasilitator mendampingi para peserta di lapangan dan bilamana perlu terlibat

dalam pendokumentasian.

Page 56: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 55

Sesi 16: WORKSHOP LANJUTAN (lakon cerita dan

unsur-unsur pendukung)

Waktu: 240 menit (4 jam)

Pokok-pokok Materi:

- Penyadaran atas metode berlakon

- Latihan lakon cerita

- Pengulangan latihan disertai iringan musik dan pendukung artistik

Tujuan:

- Peserta mampu menggabungkan hasil-hasil dari proses awal workshop

dengan hasil pengamatan di lapangan.

- Peserta mampu mengidentifikasikan perkembangan prakarsa dalam

pemeranan.

- Peserta mampu mengidentifikasikan fungsi-fungsi pengiring musik, tari,

dan elemen artistik lainnya untuk kepentingan pertunjukan.

- Peserta mampu melakukan koordinasi kerja artistik.

Metode:

- Pendampingan

Perlengkapan:

- Panggung kecil

- Alat musik

- Lembar catatan

- HandyCam

- Lembar Catatan/Pulpen

- Kamera

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator menjelaskan metode representasi dan presentasi dalam lakon.

Metode representasi bersifat teknis dan metode presentasi bersifat

menjiwai. Kedua metode ini dapat digabungkan sesuai dengan

kemampuan dan kebutuhan peserta.

- Fasilitator menyediakan waktu kepada setiap peserta untuk latihan lakon

cerita dengan “mendekati” tokoh yang diperankan. Latihan dapat

berlangsung dengan beberapa pemeranan secara terpisah dengan

pendampingan fasilitator.

Page 57: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 56

- Fasilitator mengajak peserta untuk melanjutkan latihan dari awal alur

sampai selesai. Semua peserta sudah memastikan catatan atas tokoh yang

diperankan dengan manifestasi tindakan di atas panggung. Misalnya,

bagaimana sang tokoh kalau melangkah, melirik, duduk, senyum,

imajinasi tentang warna suaranya.

- Fasilitator mendampingi untuk memastikan rincian lakon dan

spontanitas pemeranan. Spontanitas pemeranan sering terjadi dan

seketika dapat mengubah tafsir atas tokoh.

- Fasilitator mendampingi peserta dalam penataan musik dan pendukung

artistik panggung. Pendampingan ini untuk melihat minat yang mungkin

dapat berkembang dari setiap peserta.

- Fasilitator mengajak peserta untuk memastikan judul pementasan (jika

dianggap perlu).

- Pada kesempatan ini fotokopi lembar evaluasi sudah dapat dibagikan

kepada para peserta dan meminta mereka untuk mengisinya pada malam

hari untuk disampaikan keesokan harinya usai pementasan bersama

komunitas.

Catatan:

Iringan dan dukungan artistik sudah dipertimbangkan selama proses latihan

lanjutan.

Page 58: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 57

HARI KETUJUH

Sesi 17: PEMENTASAN BERSAMA KOMUNITAS &

EVALUASI

Waktu: Disesuaikan

Pokok-pokok Materi:

- Hasil Manifestasi Gerak dari Teks Cerita

- Bentuk Cerita Lakon di Panggung

- Latihan bentuk pertunjukan untuk kepentingan simulasi

- Latihan gabungan dengan iringan dan dukungan artistik

- Pementasan bersama komunitas-komunitas eskposure

Tujuan:

- Peserta mampu mempersiapkan penampilan

- Peserta mampu mengidentifikasikan hasil pelatihan secara kongkrit

- Peserta mampu melakukan pementasan bersama komunitas-komunitas

Metode:

- Presentasi di panggung

- Curah-pendapat

Perlengkapan:

- Properti panggung berdasarkan bahan-bahan lokal yang tersedia

- Peralatan Musik berdasarkan bahan-bahan setempat yang tersedia

(termasuk benda-benda yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian

tertentu seperti gelas, sendok, dll).

- Kostum berdasarkan bahan-bahan setempat yang tersedia.

- Lembar Catatan

- Lembar Evaluasi

Langkah-langkah Kegiatan:

- Fasilitator meminta kelompok-kelompok untuk berlatih di panggung.

Dalam latihan ini fasilitator tidak melakukan intervensi misalnya dengan

mengoreksi tiba-tiba. Ajaklah kelompok lain untuk menyimak dan

memberi tanggapan atau masukan.

Page 59: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 58

- Setelah semua kelompok latihan di panggung, fasilitator memberikan

masukan/komentar/koreksi yang diperlukan. Pengamat dimintakan

masukan dan komentarnya.

- Saat latihan, dilakukan pendokumentasian melalui video atau foto untuk

kebutuhan evaluasi.

- Pementasan bersama komunitas. Mintalah kelompok-kelompok berbaur

bersama komunitas, menyimak dan membuat catatan kritis atas hasil

simulasi sebagai evaluasi.

- Bentuklah kelompok-kelompok diskusi bersama komunitas. Mintalah

kelompok-kelompok mencatat tanggapan dan pesan atas hasil

pementasan baik dari segi pemeranan, cerita, maupun musik. Bagilah

kertas plano dan spidol/krayon kepada masing-masing kelompok.

Ingatkan lamanya waktu diskusi kelompok.

- Salah seorang warga komunitas diminta untuk mewakili kelompok untuk

menyampaikan tanggapan atau kesan.

- Sebagai evaluasi bersama komunitas, selanjutnya fasilitator mengajak

peserta untuk: a) sharing masalah/kesulitan; b) kesan unik, kemudahan;

c) apakah harapan-harapan mengikuti pelatihan teater komunitas ini

tercapai?; d) refleksi dalam workshop pementasan. Mintalah mereka

menyampaikannya secara spontan sebagai evaluasi bersama warga

komunitas exposure.

- Jika ada pengamat, fasilitator juga memintanya untuk menyampaikan

hasil pengamatannya secara tertulis dan dipresentasikan melalui

proyektor saat evaluasi.

- Lembar evaluasi dikumpulkan.

Page 60: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 59

Lampiran 1: Contoh Lembar Evaluasi

LEMBAR EVALUASI

PELATIHAN TEATER UNTUK PENGUATAN KOMUNITAS

Lingkarilah salah satu jawaban yang menurut Anda sesuai untuk pertanyaan A

s.d. D, atau uraikanlah pendapat Anda pada kolom yang tersedia untuk

pertanyaan E s.d. I.

A. MATERI PELATIHAN

1. Spiritualitas

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

2. Pluralisme: Citra Orang Beragama Lain (Kristen, Muslim, Hindu) di

Mataku

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

3. Sejarah Teater (Lokal dan Barat)

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

4. Teater Sebagai Media Komunitas dan Mengenal Sifat Tekstual Teater

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

5. Dasar-dasar Bermain Teater

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

6. Meditasi

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

7. Olah Tubuh, Suara dan Imajinasi

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

8. Analisa Sosial

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

9. Exposure

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

Page 61: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 60

10. Penciptaan Naskah Pertunjukan

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

11. Pembagian Pemeranan Berdasarkan Naskah dan Perencanaan Teknis

Workshop

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

12. Workshop Lakon Cerita

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

13. Belajar Gerak di Lapangan

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

14. Pementasan Bersama Komunitas

a) Relevan b) Kurang Relevan c) Tidak Relevan

B. METODE PENYAMPAIAN

a) Partisipatif b) Kurang Partisipatif c) Monoton

a) Menarik b) Kurang Menarik c) Membosankan

C. AKOMODASI DAN KONSUMSI

a) Memuaskan b) Kurang Memuaskan c) Membosankan

D. WAKTU PELATIHAN

a) Terlalu Lama b) Cukup c) Terlalu singkat

E. Apakah harapan-harapan Saudara tercapai dalam Pelatihan ini?

Tolong jelaskan!

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

Page 62: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 61

F. Menurut Saudara, materi apakah yang perlu ditambahkan dalam

Pelatihan ini?

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

G. Usulan dan saran untuk YAKOMA-PGI

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

H. Rencana Tindak Lanjut: Apa yang akan dilakukan di tempat

pelayanan masing-masing seusai mengikuti Pelatihan ini?

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

I. Rekomendasi untuk YAKOMA-PGI

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

Page 63: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 62

Lampiran 2: Dokumentasi Pementasan Teater

Foto 1. Contoh backdrop pertunjukan

Foto 2. Bernyanyi dalam opera Batak

Page 64: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 63

Foto 3. Latihan gerak

Foto 4. Kostum pertunjukan

Page 65: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 64

DAFTAR BACAAN 1. Modul Belajar Sekolah Perempuan untuk Perdamaian, Terbitan AMAN

Indonesia dan British Embassy

2. Modul Pelatihan Sosialisasi Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,

disusun oleh Rainy MP Hutabarat dan Rosmalia Barus, Penerbit:

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, 2009.

3. Seni dalam Ritual Agama, Y. Sumandiyo Hadi, Penerbit Pustaka

Yogyakarta 2006

4. Ritus Modernisasi – Aspek Sosial dan Simbolik Teater Rakyat Indonesia,

James L. Peacock, Penerbit Desantara Jakarta 2005

5. Kabar Gembira tentang Makanan Nabati, Lazuarti Linan, Penerbit KVMI

Yogyakarta 2001

6. Menuju Teater Miskin, Jerzy Grotowski, Penerbit Arti Yogyakarta 2002.

7. Ikhtisar Sejarah Teater Barat, Jakob Sumardjo, Penerbit Angkasa Bandung

1986

8. Interkulturalisme dalam Teater, Nur Sahid (ed), Penerbit Yayasan untuk

Indonesia Yogyakarta 2000

9. Percikan Pemikiran tentang Teater, Filem, dan Opera, Peter Brook,

Penerbit Arti Yogyakarta 2002

10. Makko Ho – Latihan Kesegaran Jasmani Ala Jepang, Haruka Nagai,

Penerbit Pionir Jaya Bandung 1993

11. Keceriaan Hidup – Mengungkap Rahasia dan Kunci Ilmiah Kebahagian,

Yongey Mingyur Rinpoche dan Eric Swanson, Yayasan Penerbit

Karaniya 2008

12. Kebijaksanaan yang Membahagiakan, Yongey Mingyur Rinpoche dan Eric

Swanson, Yayasan Penerbit Karaniya 2010

13. Yoga untuk Kesehatan, Rachman Sani, Penerbit Dahara Prize Semarang

2003

14. Pengantar Ilmu Sastra, Dick Hartoko, Penerbit PT Gramedia Jakarta 1986

15. The Art of Acting – Seni Peran untuk Teater, Film & TV, Eka D. Sitorus,

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2002

16. Membangun Tokoh, Constantin Stanislavski, Penerbit KPG dan Teater

Garasi Yogyakarta 2008.

17. Menguak Tubuh, Jurnal Kalam 15, Jakarta

Page 66: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 65

Page 67: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 66

Page 68: Modul pelatihan teater 04

Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas 67