modul laring - disfoni

17
BUKU MODUL UTAMA MODUL LARING DISFONI EDISI I

Upload: william-palandeng

Post on 21-Sep-2015

244 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

disfoni

TRANSCRIPT

SESI 05

Modul Laring

Disfoni

BUKU MODUL UTAMA

MODUL LARING

DISFONIEDISI I

KOLEGIUM

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH

KEPALA DAN LEHER

2008MODUL NO. 8.5

LARING :

DISFONIWAKTUMengembangkan KompetensiHari :

Sesi di dalam kelas

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing

Sesi praktik dan pencapaian kompetensiWaktu:

1 X 60 menit (classroom session)

2 X 120 menit (coaching session)

2 minggu (facilitation and assessment)

PERSIAPAN SESI Materi presentasi: DISFONI

LCD 1: Gejala dan Tanda Disfoni

LCD 2: Anamnesis & Pemeriksaan Disfoni

LCD 3: Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

LCD 4: Faktor Resiko Disfoni

LCD 5: Clinical Decision Making dan Medikamentosa

Kasus : 1. Disfoni

Sarana dan Alat Bantu Latih : Model anatomi laring, video

Penuntun belajar (learning guide) terlampir

Tempat belajar (training setting): bangsal THT, Poliklinik THT, kamar operasi, bangsal perawatan pasca bedah THT.

REFERENSI 1. Ballenger JJ. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck, Philadelphia, Lea & Fabiger, 1993, chapter 34&35, pp.569-6192. Bailey BJ and Pillsburry III HC. Head and Neck Surgery Otolaryngology. Philadelphia, JB Lippincott Co, 1993, chapter 49&51, pp.620-57

3. Paparella MM, Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL. Otolaryngology. Philadelphia. WBSaunders Co.,1991, chapter 29,31,33&34, pp. 2257-384.

4. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York. McGraw Hill, 8th Ed, Chapter 31, pp. 724-92

KOMPETENSI Mampu membuat diagnosis disfoni berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter dapat memutuskan dan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

KeterampilanSetelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :

1. Mengenali gejala dan tanda Disfoni

2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik Disfoni

3. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang seperti foto leher jaringan lunak, pemeriksaan laringoskopi tak langsung dan langsung, laringoskopi serat optik.

4. Mengenali faktor resiko kejadian Disfoni

5. Membuat keputusan klinik dan menatalaksana untuk pemberian anti biotika, anti radang, analgesik antipiretik, dan operasi.

6. Deteksi dini dan menatalaksana berbagai masalah dan penyulit yang mungkin terjadi pada Disfoni.

GAMBARAN UMUMDisfoni bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Disfoni dibedakan dari suara parau pada gangguan fungsi pita suara, sehingga suara yang dihasilkan tidak baik. Penyebab utama adalah adanya kelainan pada persarafan yang bertanggung jawab terhadap fungsi pita suara.

CONTOH KASUS: Seorang wanita, 49 tahun datang ke poli THT dengan keluhan: suara parau sudah 3 bulan. Empat bulan sebelumnya dia menjalani operasi tiroid. Dari pemeriksaan laringoskopi indirekta dan direkta didapatkan kelumpuhan pita suara sebelah kiri.

Diskusi: 1. Sebutkan gejala dan tanda klinis penderita

2. Perlunya pemeriksaan penunjang lain

3. Rencana terapi penderita

Jawaban :TUJUAN PEMBELAJARANProses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan menatalaksana disfoni seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu:

1. Mengenali gejala dan tanda Disfoni

2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik Disfoni

3. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang seperti foto leher jaringan lunak, pemeriksaan laringoskopi tak langsung dan langsung, laringoskopi serat optik.

4. Mengenali faktor resiko kejadian Disfoni

5. Membuat keputusan klinik dan menatalaksana untuk pemberian antibiotika, anti radang, analgesik antipiretik, dan operasi.

6. Deteksi dini dan menatalaksana berbagai masalah dan penyulit yang mungkin terjadi pada Disfoni.

METODE PEMBELAJARAN Tujuan 1. Mengenali gejala dan tanda Disfoni

Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:

Interactive lecture

Small group discussion.

Peer assisted learning (PAL).

Bedside teaching.

Task based medical education.

Harus diketahui : (khususnya untuk level Sp1)

Gejala dan tanda Disfoni

Fisiologi dan patofisiologi telinga

Tujuan 2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:

Interactive lecture

Journal reading and review.

Peer assisted learning (PAL).

Bedside teaching.

Task based medical education.

Harus diketahui : (sedapat mungkin pilih specific features, signs & symptoms):

Etiologi dan faktor predisposisi

Gejala (keluhan pasien)

Tanda (temuan hasil pemeriksaan)

Pemeriksaan Laringoskopi tak langsung

Tujuan 3. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang seperti foto leher jaringan lunak, pemeriksaan laringoskopi langsung, laringoskopi serat optik.

Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:

Interactive lecture

Journal reading and review.

Case simulation and investigation exercise.

Equipment characteristics and operating instructions.

Harus diketahui : Pemeriksaan Laringoskopi langsung Pemeriksaan Laringoskopi serat optikTujuan 4. Mengenali faktor resiko kejadian Disfoni

Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:

Interactive lecture

Journal reading and review.

Case study

Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).

Demonstration and Coaching

Practice with Real Clients.

Harus diketahui : Faktor resiko kejadian (umur, pekerjaan, kebiasaan merokok, dll)

Gejala klinis saat anamnesis

Pemeriksaan penunjang

Tujuan 5. Membuat keputusan klinik dan menatalaksana untuk pemberian antibiotika, antiradang, analgesik antipiretik, dan operasi.

Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:

Interactive lecture

Journal reading and review.

Morbidity and Mortality Case study

Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).

Operative Procedure Demonstration and Coaching

Practice with Real Clients.

Continuing Professional Development

Harus diketahui : Indikasi dan prosedur konservatif yaitu pemberian antibiotika, antiradang, analgesik-antipiretik

Indikasi dan prosedur operasi

Tujuan 6. Deteksi dini dan menatalaksana berbagai masalah dan penyulit yang mungkin terjadi pada Disfoni.

Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:

Interactive lecture

Journal reading and review.

Case study

Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).

Demonstration and Coaching

Practice with Real Clients.

Harus diketahui : Pengenalan gejala dan tanda dini

Pengenalan penyulit

Kondisi atau situasi penting untuk membuat keputusan untuk merujuk

EVALUASI 1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre test dalam bentuk essay dan oral sesuai dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pretest terdiri atas :

a. Anatomi dan fisiologi laring

b. Penegakan diagnosa

c. Penatalaksanaan

d. Follow up

2. Selanjutnya dilakukan small group discussion bersama dengan fasilitator untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan diperoleh pada saat bedside teaching dan proses penilaian.

3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam bentuk role play dan teman-temannya (Peer Assisted Evaluation) atau kepada SP (Standardized Patient). Pada saat tersebut, yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa penuntun belajar, penuntun belajar yang dipegang oleh teman-temannya untuk melakukan evaluasi (Peer Assisted Evaluation) setelah dianggap memadai, melalui metode bedside teaching dibawah pengawasan fasilitator, peserta dididik mengaplikasikan penuntun belajar kepada model anatomik dan setelah kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan untuk melakukannya pada pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan evaluator melakukan pengawasan langsung (direct observation), dan mengisi formulir penilaian sebagai berikut :

Perlu perbaikan : pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan.

Cukup : pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal pemeriksaan terdahulu lama atau kurang memberi kenyamanan kepada pasien.

Baik : pelaksanaan benar dan baik (efisien)

4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk mendapatkan penjelasan dari berbagai hal yang tidak memungkinkan dibicarakan di depan pasien, dan memberi masukan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan.

5. Self assesment dan Peer Assisted Evaluation dengan mempergunakan penuntun belajar.

6. Pendidik/ fasilitas :

- pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form

(terlampir)

- penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi

- Kriteria penilaian keseluruhan : cakap/ tidak cakap/ lalai

7. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education)

8. Pencapaian pembelajaran :

- Ujian OSCA (K,P,A), dilakukan pada tahapan THT dasar oleh kolegium

I. THT

- Ujian akhir stase, setiap divisi/ unit kerja oleh masing-masing sentra

pendidikan.THT lanjut oleh kolegium ilmu THT.

- Ujian akhir kognitif, dilakukan pada akhir tahapan THT lanjut oleh

kolegium ilmu THT.

INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF

Kuesioner meliputi :

1. Kuesioner Sebelum PembelajaranSoal :

Jawaban :

2. Kuesioner Tengah Pembelajaran

Soal :

Jawaban :

3. Essay/Ujian Lisan/Uji Sumatif

Soal :

Jawaban :

INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR

PENUNTUN BELAJAR

PROSEDUR PEMERIKSAAN LARING

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:

1Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)

2Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal 3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien

T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)

NAMA PESERTA: ...................................... TANGGAL: .................................

PENUNTUN BELAJAR LARINGOSKOPI LANGSUNG

NOKEGIATAN/LANGKAH KLINIKKESEMPATAN KE

12345

PERSIAPAN PRA-TINDAKAN

1Informed Consent

2Pemeriksaan Penunjang

3Penderita Puasa

4Memeriksa Dan Melengkapi Alat

5Persiapan Tindakan

6Cara Tidur Penderita Dan Posisi Kepala

TINDAKAN

1Memasukkan Laringoskop

2Memasukkan Teleskop

3Evaluasi Laring

PENUNTUN BELAJAR LARINGOSKOPI SERAT OPTIK (FOL)

NOKEGIATAN/LANGKAH KLINIKKESEMPATAN KE

12345

PERSIAPAN PRA-TINDAKAN

1Informed Consent

2Pemeriksaan Penunjang

3Memeriksa Dan Melengkapi Alat

4Persiapan Tindakan

5Cara Duduk Penderita Dan Posisi Kepala

TINDAKAN

1Memasukkan Fibre Optic

2Evaluasi Rongga Hidung

3Evaluasi Nasofaring

4Evaluasi Laring

Penilaian Kinerja Keterampilan (ujian akhir)

DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA

PROSEDUR PEMERIKSAAN LARING

Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakan oleh peserta pada saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini:

(: Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan standar

(: Tidak memuaskan: Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan prosedur atau panduan standar

T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan oleh peserta selama proses evaluasi oleh pelatih

PESERTA: _____________________________ TANGGAL :______________

PENUNTUN BELAJAR LARINGOSKOPI LANGSUNG

NOKEGIATAN/LANGKAH KLINIKKESEMPATAN KE

12345

PERSIAPAN PRA-TINDAKAN

1Informed Consent

2Pemeriksaan Penunjang

3Penderita Puasa

4Memeriksa Dan Melengkapi Alat

5Persiapan Tindakan

6Cara Tidur Penderita Dan Posisi Kepala

TINDAKAN

1Memasukkan Laringoskop

2Memasukkan Teleskop

3Evaluasi Laring

PENUNTUN BELAJAR LARINGOSKOPI SERAT OPTIK (FOL)

NOKEGIATAN/LANGKAH KLINIKKESEMPATAN KE

12345

PERSIAPAN PRA-TINDAKAN

1Informed Consent

2Pemeriksaan Penunjang

3Memeriksa Dan Melengkapi Alat

4Persiapan Tindakan

5Cara Duduk Penderita Dan Posisi Kepala

TINDAKAN

1Memasukkan Fibre Optic

2Evaluasi Rongga Hidung

3Evaluasi Nasofaring

4Evaluasi Laring

MATERI PRESENTASI LCD 1: Gejala dan Tanda Disfoni

LCD 2: Anamnesis & Pemeriksaan Disfoni

LCD 3: Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

LCD 4: Faktor Resiko Disfoni

LCD 5: Clinical Decision Making and Medicamentosa

MATERI BAKU

DisfoniDefinisi

Suatu kelainan yang dihasilkan dari ketidakmampuan kontraksi pita suara saat fonasi.

Frekuensi

Sering terjadi pada penderita dewasa.

RUANG LINGKUP

Pasien mengeluh suara parau. Bila pita suara menutup rima glotis dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas atas.

Faktor Resiko Pasien trauma leher, operasi daerah leher, pasien kelainan paru, kelainan jantung dan penyakit sistemik lain.

Etiologi

Sebagian besar tidak diketahui penyebabnya. Trauma daerah leher, termasuk operasi daerah leher. Kelainan paru dan jantung. Penyakit sistemik lainnya.

Pembagian/Tipe:Disfoni fungsional:

Disfoni habitual: ada 2: hiperkinetik dan hipokinetik. Berhubungan dengan kepribadian seseorang. Pada hiperkinetik: suara tercekik, tegang dan kasar, nada suara rendah dan waktu fonasi pendek. Hipokinetik: terengah-engah, parau, tertahan dan lemah, nada lebih tinggi.

Fatigue: Sering pada penderita dgn emosi labil dan profesional yang banyak berbicara. Suara parau, terengah-engah, nada tinggi dan leher tegang dengan laring hiperelevasi.

Disfoni Ventricular: disebabkan posisi abnormal plika ventrikular saat fonasi.. Suara kasar, nada rendah, berat, tertahan dan sangat parau.

Disfoni psikogenik: tidak didapatkan kelainan organik. Timbul perlahan-lahan dan dalam jangka panjang. Suara parau timbul tiba-tiba, sembuh spontan dan kambuh. Biasa terjadi pada kelainan kepribadian dan emosi yang tidak stabil.

Disfoni muskular tension: Disebabkan relaksasi yang tidak adekwat dari m. Krikoaritenoid posterior. Sering terjadi pada wanita dan seseorang yang tegang.

Disfoni spasmodik: karakteristik: stakato(pendek- pendek), kejang, ngotot, menekan atau mengerang. 2 tipe: tipe adduktor dan tipe abduktor. Lebih banyak pada wanita. Timbul perlahan. Belum diketahui secara pasti penyebabnya.

Disfoni oleh karena kelainan endokrin: disebabkan perubahan hormonal. Perubahan kadar estrogen dan progesterone selama kehamilan. Menopause, hipogonadisme, pubertas prematur, gangguan tiroid.

Paralisis: 2 tipe: Abduktor dan Adduktor. Penyebab adalah kongenital atau didapat. Penyebab didapat trauma bedah, trauma non-bedah, keganasan, inflamasi, neurologik, penyakit lain dan idiopatik

Disfoni oleh karena kelainan sentral: Disebabkan kelainan pada kortek serebral.

Disfoni oleh karena kelainan otot: Kelainan otot, misalnya: myasthenia gravis.

Pemeriksaan:Anamnesis:

- data dasar penderita:umur, jenis kelamin, pekerjaan

- lama keluhan, tiba2, perlahan-lahan, hilang timbul

- keluhan lain: sesak nafas, batuk

- riwayat penyakit lain: trauma, kehamilan, penyakit lainnya

Pemeriksaan fisik: telinga, hidung dan tenggorok, daerah leher dan dada

Pemeriksaan Laringoskopi tak langsung, Laringoskopi langsung dan Laringoskopi serat optik

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Stoboscope, Ro Thorak, pemeriksaan laboratorium.

Terapi 1. Konservatif: Terapi bicara.

2. Pemberian neurotropika.

3. Terapi faktor resiko, misal; kelainan paru, jantung, DM

4. Operasi Trakeotomi bila mengakibatkan obstruksi jalan nafas atas.

5. Terapi operasi dikerjakan, bila terapi konservatif tidak didapatkan kemajuan setelah lebih dari 6 bulan. Jenis operasi: aritenoidektomi dan thiroplasty.

Tindak Lanjut1. Umumnya penyembuhan dalam waktu lebih dari 3 bulan

Prosedur Pemeriksaan Laring1. Butir-2 Penting

a. Pada pemeriksaan Laringoskopi langsung diperlukan persiapan puasa dan dilakukan premedikasi. Posisi kepala penderita harus tepat supaya pelaksanaan tindakan dapat dilakukan dengan baik.

b. Pada pemeriksaan Laringoskopi serat optik diperlukan kerjasama dengan penderita meskipun tindakan ini relatif tidak menyakitkan penderita.

2. Teknik Pemeriksaan:

Laringoskopi Direkta :

NoLANGKAH-LANGKAHBAGAIMANAMENGAPA

1

2

3

4.

5

Premedikasi

Anestesi lokal

Atur posisi kepala

Mengait epiglottis

Melihat pita suaraLuminal/atropin

Spray xylocain, pd epiglottis

Posisi high: fleksi leher/dada, ekstensi occipito atlanto

Selalu digaris tengah

Epiglotis dikait sedikit saja

Dengan bantuan teleskop (0o,30o)Tidak valium, karena depresi pernapasan

Biar air liur sedikit

Epiglottis dikait, perlu anestesi

Mudah mengait epiglottis keatas

Akan terlihat uvula-epiglotis sebagai pedoman

Kalau terlalu banyak, aritenoid terkait

Kalau terlalu sedikit: lepas

Mudah melihatnya,

Kalau telescope harus mengait epiglottis,bisa basah-buram

Laringoskopi Serat Optik (FOL):

NoLangkah-langkahBagaimanaMengapa

1

2

3

4

5

6

Anaestesi lokal

Atur duduk penderita

Memasukkan alat FOL

Melihat nasofaring

FOL diarahkan ke laring

Memeriksa laringKapas xylocain ephedrin1 % di cavum nasi d/s

Spray xylocain pd faring/epiglotis

Duduk tegak

Melalui dasar cavum nasi

Lurus kebelakang

Dgn membengkokkan kebawah

FOL diarahkan mula-mula tampak dari jauh, lalu makin mendekat

Kalau tak ada tumor dilihat pergerakan pita suaraTidak nyeri,tidak trauma

Memudahkan alat masuk

Tempat terlebar

Tampak naso faring dulu

2. Instrumen yang diperlukan:

a. Laringoscope dewasa

b. Laringoscope anak-anak

c. Laringoscope bayi

d. Telescope 00 , 300 , 900 e. Fibre Optic Laryngoscope dan forcep biopsi

f. Forcep lurus dan upturn

g. Pompa Penyedot (Sucktion pump)

Catatan : Prosedur Tindakan Trakeotomi Dapat Dilihat Pada Modul Sumbatan Jalan Nafas AtasKEPUSTAKAAN MATERI BAKU 1. Ballenger JJ. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck, Philadelphia, Lea & Fabiger, 1993, chapter 34&35, pp.569-619

2. Bailey BJ and Pillsburry III HC. Head and Neck Surgery Otolaryngology. Philadelphia, JB Lippincott Co, 1993, chapter 49&51, pp.620-57

3. Paparella MM, Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL. Otolaryngology. Philadelphia. WBSaunders Co.,1991, chapter 29,31,33&34, pp. 2257-384

4. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York. McGraw Hill, 8th Ed, Chapter 31, pp. 724-92

5. Adam GL, Boies LR, Hilger PA, eds. Boies Fundamentalis of Otolaryngology. Philadelphia : WB Sounders Co, 1989,chapter 18 & 19 ,pp. 557-606.

PAGE 1