mitos masyarakat internasional dan globalisasi

15
Mitos Masyarakat Internasional dan Globalisasi  ala Institusionalis: Sebuah Pengantar Universalisme Modern - Kritik Rasio-Idealisme dalam Diskursus Teori Hubungan Internasional –  Diky Kurniawan Saputra *  Abstract This paper tries to criticize two approaches of international realtions theory. Firstly is rationalism which overwhelmingly driven by scholars of the English School like Andrew Linklater. Second one is idealism of Charles Kegley that has been covered by Chyntia Weber (2009) in her great book. Focusingly, author stands effort to analyze myths of recent definition of international society and globalization that viewed by institutionalists. Both objects remain bereft of equal sovereign individual that better to be eliminated from knowledge of world communication among universal people. Hence, author offers modern universalism to reply lessness of above definitions in order to end unstopped cycle of world conflict. At last, redefinition of globalization and discoursing universal community will be great offer of this paper in later discussion. Keywords:Masyarakat internasional, globalisasi, rasionalisme, idealisme, universalisme modern *  Mahasiswa semester ke-4 program studi hubungan internasional, Universitas Paramadina. Penulis aktif menulis artikel yang berkaitan dengan isu sentral dalam teorisasi hubungan internasional. Penulis adalah salah satu peneliti di Governance & US-Arabic Society dan pernah menjadi pembicara di Loka Karya tahunan Kementrian Luar Negeri RI pada tahun 2011.

Upload: diky-kurniawan

Post on 20-Jul-2015

158 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1

Mitos Masyarakat Internasional dan Globalisasi ala Institusionalis:

Sebuah Pengantar Universalisme Modern

-  Kritik Rasio-Idealisme dalam Diskursus Teori Hubungan Internasional –

 Diky Kurniawan Saputra* 

Abstract

This paper tries to criticize two approaches of international

realtions theory. Firstly is rationalism which overwhelminglydriven by scholars of the English School like Andrew Linklater.

Second one is idealism of Charles Kegley that has been covered by

Chyntia Weber (2009) in her great book. Focusingly, author stands

effort to analyze myths of recent definition of international society

and globalization that viewed by institutionalists. Both objects

remain bereft of equal sovereign individual that better to be

eliminated from knowledge of world communication among

universal people. Hence, author offers modern universalism to

reply lessness of above definitions in order to end unstopped cycle

of world conflict. At last, redefinition of globalization and

discoursing universal community will be great offer of this paper

in later discussion.

Keywords:Masyarakat internasional, globalisasi, rasionalisme,

idealisme, universalisme modern

* Mahasiswa semester ke-4 program studi hubungan internasional, Universitas Paramadina. Penulis aktif menulisartikel yang berkaitan dengan isu sentral dalam teorisasi hubungan internasional. Penulis adalah salah satu peneliti

di Governance & US-Arabic Society dan pernah menjadi pembicara di Loka Karya tahunan Kementrian Luar Negeri

RI pada tahun 2011.

Page 2: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 2

A.  Globalisasi dan Teori Hubungan Internasional: Sebuah Pembuka 

Ketika menjelaskan perkembangan ilmu hubungan internasional, terkhusus kaitannya dengan

fenomena globalisasi, Ian Clark (1999) dalam bukunya, Globalization and International

 Relations Theory, menekankan bahwa dikotomi pemahaman dalam keilmuan sosial politik 

negara domestik dan antar-negara adalah suatu hal yang semata-mata diasumsikan dengan

kelemahan nalar yang nantinya akan mereduksi keutuhan disiplin ilmu hubungan internasional.

Sehingga secara mendasar ketika perlu menyepakati bahwa seluruh manusia berada pada satu

planet yang sama, lahir dari manusia dengan jenis kelamin yang sama – perempuan- kemudian

sama-sama memiliki kebutuhan untuk memenuhi asupan jiwa, akal dan jasmani. Selanjutnya

apakah komunalitas dengan asas negara, suku, kelompok atau partai apapun adalah suatukeniscayaan yang sepenuhnya hanya pembedaan identitas agar adanya keteraturan dalam

kehidupan manusia.

Sebelum meranjak pada pendefinisian globalisasi pada rel kritis, perlu mencari akar tumbuhnya

penyebab kenapa kita harus menerima globalisasi. Namun tentu disini harus dipertanyakan,

apakah memang kita terlahir di dunia yang non-global? Sehingga selanjutnya kita tahu bahwa

globalisasi adalah produk baru di era modern. Atau sebaliknya kita terlahir di dunia yang global,

yang sejatinya tidak ada pembatasan identitas? Kemudian identitas yang kita terima adalah

definisi yang diberikan oleh manusia itu sendiri berdasarkan nilai-nilai manusia yang

berinteraksi dengan keniscayaan komunalitas yang semakin beragam.

Spektrum isu dalam hal globalisasi adalah kepercayaan pada negara sebagai sosok aktor yang

paling utama dalam hubungan internasional. Merujuk pada sejarah klasik, bagaimana

Thucydides memetakan Yunani.i

Kemudian lihat apa yang dikemukakan oleh Ian Clark (1999)

bahwa terkadang pernyataan yang mengatakan globalisasi adalah interaksi antarnegara, tidak 

secara penuh mampu membuktikan seberapa naifnya ketika kata ‘negara’ dan ‘luar negeri’ masih

menjadi bagian dari keyakinan suatu kelompok dengan asas negara.ii

Globalisasi yang tentu

diinginkan adalah bahwa penyatuan manusia dalam keragaman identitas yang dihubungan

dengan akses tranportasi dan komunikasi yang selanjutnya memudahkan kerjasama lintas

komunitas dengan kesadaran tanpa perbedaan yang radikal.

Page 3: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 3

Sekali lagi, barangkali, pembaca disini harus menyadari bahwa globalisasi pada konteks praktis

telah berjalan, entah dengan posivitas dan negativitas yang menjadi konsekuen darinya, dan pada

konteks pendefinisian ideal, nasionalisme masih menjadi gagasan yang menghambat. Bukan

bermaksud untuk mereduksi semangat memerjuangkan kewajiban dalam melindungi hak 

kenegaraan, tapi hanya dikhawatirkan dengan globalisasi yang berporos pada negara, terutama

 jika negara hegemon berada pada struktur hirarki teratas, ditakutkan globalisasi hanya menjadi

ekstensi dari kekuatan domestik dalam menguasai sistem internasional.iii

Kemudian ditambah

dengan jika Kegley (1995) berhasil menanamkan keyakinan dogma idealismenya dalam wacana

masyarakat internasional sebagai suatu fase struktural yang menegasikan fakta negara, semula

diharapkan menjadi jawaban pada ancaman hirarki yang korup namun ternyata tidak, maka

adalah suatu perpanjangan krisis yang melaju dengan berbagai evolusi nama yang beragam

sehingga globalisasi harus di garap kembali pada akar ontologisnya. Bukan suatu wacana kecil

apabila semua orang di level manapun sadar akan proses pembonekaan yang dilakukan oleh

pihak-pihak yang mengatur hirarki dalam sistem internasional. Wacana pembedahan kembali

ontologi globalisasi sebagai dasar revolusi teori hubungan internasional adalah apa yang akan

menjadi pembahasan utama dalam rangkaian tulisan ini.

Sedikit menyentuh wahana pemikiran Kegley, dimana masyarakat internasional adalah suatu

fakta impulsif yang harus ada dalam wacana globalisasi pasca Perang Dingin,iv

agak 

mengherankan untuk diterima karena apabila realisasi dari masyarakat internasional ini

dijalankan melalui proses universalisasi dengan poros satu kekuatan domestik, maka itu semua

adalah penafikan yang sesungguhnya pada dunia. Sebab jika hal itu benar-benar terjadi, bukanlah

suatu keanehan untuk dipertanyakan, yakni adanya satu otoritas yang dijalankan oleh satu negara

teratas yang secara presisif mengakibatkan kekuatan imperial modern dengan konotasi yang

sedikit berbeda dengan imperialisme klasik. Imperial modern tidak serta merta menggunakan

senjata jenis keras namun tentunya menggunakan senjata hukum dan arogansi media yang

tersruktur dalam melanggengkan posisi teratas tersebut bagi suatu negara hegemon.

Menanggapi isu struktural yang bermuara pada wacana masyarakat internasional sebagai subjek 

besar dalam arena globalisasi, kritik mendasar terhadap apa yang telah disebutkan diatas bahwa

sistem internasional tidak bisa didefinisikan apakah itu anarkhi ataupun hirarki, karena keduanya

tidak mendukung afiliasi ontologis dalam menjawab marginalitas wacana globalisasi sebagai

Page 4: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 4

kunci penyelesai lingkaran setan isu-isu global. Pasalnya, kedua definisi sistem internasional

tersebut sedikit banyaknya masih melegalkan konstitusi suatu struktur baik itu tingkatnya

domestik maupun non-domestik. Katankanlah Acher (2001), ilmuan hubungan internasional

Inggris, yang merangkum organisasi internasional sebagai satuan unit dengan level diatas

domestik atau dengan definisi suatu ruang struktur yang berisi keanggotaan lebih dari tiga

negara, kemudian mencakup prinsip demokrasi dan partisipasi.v

Bagi kalangan rasionalis (Bull:

1977, Bull dan Watson: 1984, Wight: 1977, Vincent: 1986, Watson: 1982) dengan determinasi

 English School, keberadaan organisasi internasional adalah jembatan untuk perdamaian

universal. Mereka berefleksi dari kejenuhan akibat tingginya frekuensi kekerasan dan

ketidakberadilan pada level internasional akibat dari inekualitas relasi antarnegara. Solusi dari

persoalan tersebut mereka berasumsi bahwa stateless harus diperjuangkan melalui masyarakat

internasional dengan globalisasi sebagai penghantarnya.vi Penjelasan organisasi internasional,

masyarakat internasional dan globalisasi diatas terlalu sempit jika dihadapkan pada suatu

pendekatan posstruktural. Ingat positivisme memang sejalan dengan rel strategis rasional,

semacam  English School. Alhasil, perluasan kemanusiaan universal akan dengan mudah hilang

 jika dipahami dengan pendekatan ini. Hakikatnya, globalisasi harus disingkirkan dari keyakinan

akan suatu struktur maka dengan begitu universalisasi dapat diterima. Satu lagi, penerimaan akan

adanya keragaman dalam hubungan internasional sebagai suatu solusi keberlangsungan harmoni

politik dunia disebut dengan universalisasi.

Sudah saatnya kita merelokasi struktur dan negara dalam hubungan internasional, meredefinisi

globalisasi kemanusiaan, mewacanakan universalisasi modern dan memperkuat dogma

kesesuaian antaridentitas sebagai kritik terhadap rasio-idealisme (rasionalisme dan idealisme).

Semoga tulisan ini mampu memberikan apa yang diharapkan dari pewacanaan diatas

Struktur, Organisasi dan Manusia

Kerangka ontologis untuk pendalaman universalisme sebagai upaya redefinisi globalisasi,

pertama kali mesti merujuk pada bagaimana universalis (Kantian dan Platonis) melihat kelas

B.  Posisi Struktur dan Negara dalam Revolusi Hubungan Internasional 

Page 5: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 5

sosial sebagai struktur dalam relasi antarindividu. Struktur adalah pembedaan, klasifikasi dalam

suatu runtutan bukan diferensiasi. Struktur dalam konteks organisasi internasional misalnya,

disana terdapat klasifikasi fokus organisasi berdasarkan tujuan dari pembentukan organisasi itu

sendiri. Struktur diperlukan untuk memudahkan artikulasi kebijakan yang relevan dengan apa

yang diharapkan di lapangan.vii

 

Namun, terlebih jika dilanjutkan diskursus ‘struktur’ sebagai pendalaman apa yang dimaksud

diatas, tentu struktur itu sendiri mesti dikalkulasi secara tepat berdasarkan rasio filosofis.

Pertama, agar lebih mudah untuk dipahami, dikotomi antara modern dan postmodern

sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Neacsu (2009) mesti dihilangkan terlebih dahulu.

Pasalnya, untuk konteks ‘struktur’ harus dipahami tanpa dualisme antara empirisitas dan

keilmuan metafisis.viii

Kemudian kedua, ‘struktur’ harus dipahami tidak sebagai suatu hal yang

alami, melainkan sebagai produk rasio-logis yang sejalan dengan kebutuhan manusia.

Diskursus ‘struktur’, apakah dia berasal dari pendefinisian Waltz, Kant, Marx, Burchill,

Linklater, Devetak, Derrian, Bull, Vincent, Ashley, Dobson atau lainnya, masih akan tetap

menjadi suatu objek ontologis dan epistimologis yang sah menurut mereka untuk dianalisis.

Dengan begitu, dapat dimengerti bahwa pada hakikatnya, struktur tidak bisa dilepaskan dari sisi

kehidupan manusia yang memiliki variabelitas dimana relativitas antara ‘nilai menciptakan

masyarakat’ dan ‘masyarakat menciptakan nilai’.

ix

Akan tetapi yang menjadi pertanyaan terkaitstruktur tersebut, bagaimana struktur mampu menjamin keberlangsungan harmonitas

kesejahteraan manusia secara universal? Disini yang dimaksud dengan ‘struktur di dalam

revolusi ilmu hubungan internasional’. Kecacatan pasti saja akan ada di tengah operasionalisasi

suatu struktur dalam himpunan suatu organisasi. Apakah kecacatan itu terdapat pada lingkup

transparansi maupun limitasi. Limitasi tersebut dapat diartikulasi dalam bentuk limitasi kapasitas

dan kapabilitas, legalitas instrumen dan limitasi operasional.x

Maka ‘struktur’ pada pandangan

tulisan ini, didefinisikan sebagai alat organisasi yang digunakan oleh manusia yang secara

universal menerima perbedaan komunalitas dan identitas buatan untuk memudahkan dan

mengatur operasional suatu organisasi dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga jika

seseorang mendapati posisinya di beberapa organisasi, maka tentu dia akan menggunakan alat

(struktur) yang berbeda-beda. Alat tersebut harus ditinggalkan pada kondisi tertentu, dimana dia

tidak berada di tempat dan waktu dia di organisasi tersebut. Pada konteks globalisasi, struktur

Page 6: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 6

bukanlah suatu hal yang absolut, melainkan relatif. Kita semua maklum bahwa diskursus

‘struktur’ dalam konteks globalisasi tidak dengan sederhana direduksi karena berkaitan dengan

arsitekturisasi sistem internasional yang universalis, dimana intersubjek yang saling berbagi

muncul sebagai negasi terhadap anarkhi dan hirakhi.xi

Di sinilah universalis tiba pada definisi

‘struktur’ dalam hubungan internasional.

Negara dan Identitas Buatan

Menurut salah seorang profesor dari Compultense University of Madrid, Antonio Marquina,

hasil dari wawancaranya oleh Schouten, menyebutkan bahwa ‘globalisasi’ adalah satu dari

sedemikian banyak perdebatan penting dalam ilmu hubungan internasional.xii

Kenapa menjadi

salah satu? Tentu jawabannya adalah desentralisasi sumber kepatuhan terhadap otonomi ‘negara’

tidak cukup menjawab tantangan dan kebutuhan manusia.

Globalisasi menjadi spektrum pemahaman yang harus terus diselidiki pembenarannya bagi

kebutuhan manusia. Pasalnya, akan selalu ada faktor pendorong bagi setiap manusia untuk 

menerima globalisasi. Namun, globalisasi yang seperti apa yang dapat diterima oleh manusia

sebagai keniscayaan dalam memenuhi hasrat kedamaian dan keberlangsungan ekonomis?

Jawaban langsung yang dapat dihidangkan adalah globalisasi yang stateless; Globalisasi yang

saatnya tidak menerapkan fanatisme terhadap nasionalisme berlebihan, globalisasi yang

membuang sumber kepatuhan teratas yang memiliki prinsip perbudakkan atas kehidupan

manusia dan globalisasi yang tanpa desentralisasi feodalitas yang berpotensi mencederai

universalitas hak dan kewajiban manusia.

Landasan utama untuk mendukung karakter globalisasi yang tercatat di paragraph sebelumnya

adalah pemahaman terhadap negara dan kedaulatan itu sendiri, namun dengan pendekatan

historis. Dengan begitu, setidaknya akan dapat dipahami sebetulnya di tingkat awal, untuk apa

negara didirikan terhadap fenomena pada kali pertama negara dan kedaulatan itu dibentuk.

Untuk memahami itu semua, maka tidak lain tentu mesti merujuk pada histori Westphalia.

Perdamaian Westphalia (Peace of Westphalia) pada tahun 1648 telah memulai sejarah baru

dalam sistem hukum Eropa yang pengaruhnya hingga saat ini masih terasa bahkan melekat pada

tidak hanya masyarakat Eropa namun seluruh individu di dunia.xiii

Pasca abad pertengahan,

sistem normatif modern muncul dengan semangat yang besar pada saat itu dengan hadirnya

Page 7: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 7

Perdamaian Westphalia. Semangat tersebut didorong oleh kelompok pemberontak (belligerent )

yang terlibat dalam peperangan besar di Eropa pada saat itu. Perang tersebut adalah ‘Perang Tiga

Puluh Tahun’ (1618-1648) dan terjadi di tempat yang sekarang dinamai Jerman.xiv

Hasil dari

perang tersebut selain Perdamaian Westphalia itu sendiri adalah kebangkitan Dinasti Bourbon,

Kekaisaran Swedia, desentralisasi Kekaisaran Suci Roma dan runtuhnya feodalisme.

Misalnya saja, lihat salah satu butir dari perjanjian Westphalia yang sangat berpengaruh, “sistem

kedaulatan terdesentralisasi dan negara-negara yang sederajat,”xv

itu membuktikan fakta politik 

dunia yang sekarang kita lihat sebenar-benarnya menjadi desentralisasi sumber kepatuhan

sebagai urusan terpenting di dunia. Selanjutnya fragmentasi kedaulatan seringkali menjadi satu

hal yang banyak masyarakat perjuangkan. Entah sebenarnya kedaulatan ini bermakna apa jika

dipandang seutuhnya dalam suatu kisaran identitas.

Persoalan kedaulatan ini menjadi isu terpenting yang perlu dibahas. Pasalnya, di era kekinian,

kedaulatan ini menjadi faktor absolut dimana kekuasaan tertinggi berada dengan unit-unit

teritorialnya yang ditegakkan oleh para pemangku kebijakan secara politis mengatur subversi

kepopulasian masyarakat di suatu negara. Miller (2006) menambahkan bahwa identitas

kedaulatan berdasarkan unit-unit teritorial hanya serupa dengan sebuah identitas yang terikat

dengan waktu saja. Sejatinya negara hanya perlu ditekankan pada konotasi yang tidak terlalu

berlebihan mengingat globalitas manusia di dunia yang universal ini.

Kemudian yang terpenting adalah ortodoksi perpolitikan dunia hingga kini secara esensial

sebenarnya tidak berubah dengan sebenar-benarnya perubahan. Jikalau masih terdapat hirarki

yang mengerucut pada pusat kepatuhan tertinggi baik itu secara sadar maupun tidak, secara

ekonomi maupun politik, maka kesetaraan kedaulatan suatu unit teritorial tertentu gagal

berfungsi dalam melindungi hak-hak manusia untuk memiliki martabat kemanusiaan. Sekali lagi

identitas adalah hak bagi manusia itu sendiri. Maka kedaulatan akan identitas itu yang menjadi

terpenting. Kedaulatan yang membumikan kesejahteraan dan perdamaian.

Terakhir, kesalahan terbesar adalah ketika suatu perlindungan kedaulatan diupayakan dengan

kekuatan militer. Kemiliteran telah sejak beribu-ribu tahun silam menjadi jargon utama dalam

pembentuk suatu unit kekuasaan. Perpecahan dan persaingan sudah banyak disadari disebabkan

oleh dilema keamanan. Lingkaran setan konflik dan persengketaan tidak akan pernah terputus

Page 8: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 8/

 jika suatu negara masih menerapkan militer sebagai unit perlindungan hak kedaulatan.

Kesadaran akan kebersamaan di tengah keragaman identitas adalah satu-satunya jalan untuk 

memutuskan lingkaran setan tersebut. Terlihat normatif memang, selayaknya liberalisme eropa

yang telah mengungkapkan hal tersebut. Namun jika kita melihat kondisi sekarang, kita sadar

bahwa kita berada di situasi yang tidak terlepas dari ancaman keamanan.

Cukup menarik untuk sedikit mengambil salah satu pandangan John Stuart Mill ‘Simbahnya

Liberal Modern’, bahwa keterlaluan dalam mengidentitaskan suatu negara, apabila seorang yang

memiliki kewenangan dalam bidang kenegaraan bertindak korupsi. Inilah reinkarnasi feodalisme

yang tidak akan berhenti, sebagai konsekuensi suatu negara yang tidak menerapkan keadilan

yang sesungguhnya. Sehubungan dengan apa yang telah dikatakan mengenai perlunya

melindungi masyarakat dari contoh buruk yang diberikan oleh orang-orang jahat atau yang amat

egois, benarlah bahawa contoh perilaku yang dapat menimbulkan akibat yang berbahaya pula,

apalagi jika seorang yang jahat dengan kewenanangannya atas negara tidak dihukum.xvi

 

Tabel 1. Posisi negara berdasarkan paradigma-paradigma ilmu hubungan internasionalxvii

 

Liberalis Realis Radikalis Universalis Modern

-  Sebuah proses,termasukmemperjuangkan

kepentingan

-  Refleksi kepentinganpemerintah dan sosial-  Repositori kepentingan

nasional ganda-  Pemilik sumber

kekuatan yang sepadan

-  Aktor otonomi-  Dibatasi hanya oleh

anarkhi sistem

internasional

-  Berdaulat-  Dipandu oleh kepentingan

nasional yang bermuarapadapower  

-  Agen borjouis-  Dipengaruhi oleh

tekanan kapitalis-  Terstruktur oleh sistem

internasional yangkapitalis

-  Unit teritorial yangmemberikan identitasterhadap populasi di

dalamnya sesuai dengan

yuridiksi hukum-  Pembatas yang memiliki

batasan-  Unit kedaulatan yang

lebih rendah darikedaulatan individu

-  Penjamin kesejahteraan-  Terikat oleh waktu dan

hak individu yang adil

Sehingga dapat disimpulkan keterkaitan negara sebagai identitas buatan yang memiliki batasan

kedaulatan atas hak individu dengan universalitas globalisasi, masyarakat internasional tidak 

dapat didefinisikan sebagai layaknya identitas alami. Melainkan masih terkekang oleh sebuah

identitas yang belum bebas dari perkara otoritas negara. Universalis modern menekankan bahwa

universalisasi identitas adalah pengesampingan negara di dalam upaya perdamaian dunia.

Page 9: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 9/

C.  Globalisasi, Masyarakat Universal dan Universalisme Modern 

Rasionalisme dan idealisme keduanya memiliki kesamaan ukuran paradigmatik yang perlu

disimak dengan baik. Kesamaan tersebut adalah pada letak pendefinisian masyarakat

internasional. Sebagaimana yang telah banyak dijelaskan diatas, masyarakat internasional tidak 

bisa disepakati sebagai masyarakat yang bebas dari identitas politis dari sebuah ekstensi

kekuasaan satu negara yang memiliki posisi teratas dalam struktur hirarki sistem

internasional.xviii

 

English School dan Masyarakat Internasional: Cacat Makna

Pertama, apa yang menjadi kritik besar terhadap rasionalisme atau  English School dikhususkanatas pernyataan Linklater dibawah ini:

“The English School recognizes that each approach contains insights about the condition of 

international politics. The realist’s claim that states, unlike individuals in civil society, are

 forced to provide for their own security in the condition of anarchy is valuable, as is its

emphasis on how adversaries seek to outmanoeuvre, control and overpower one another.

The international system is not a state of war  despite the fact that each state has a

 monopoly of control of the instruments of violence within its territory. Because of a

common interest in placing restraints on the use of force, states have developed the art of 

accommodation and compromise which makes an international society possible.” xix

 

Monopoli yang dilakukan oleh negara untuk menggunakan instrumen ‘violence’ terhadap

komponen-komponen di dalam teritorialnya menurut universalis modern adalah suatu

penyelewengan yang sebenar-benarnya adalah sesuatu yang harus dijauhkan dari lingkungan

kehidupan bermasyarakat. Jika semua negara memiliki hak untuk itu, bagaimana dengan negara

yang berada pada posisi teratas dalam struktur hirarki sistem internasional? Naïf sekali apabila

identitas buatan ini dikorupsi kedaulatan murninya dengan penjebolan terhadap kekuatan saling

memercayai semacam ini. Untuk apa pendefinisian masyarakat internasional dan komunitas

universal yang oleh mereka promosikan jika keduanya masih dibalut kecacatan makna.

Sebaiknya dari sini kita mulai berpikir untuk mengakhiri segala bentuk ‘violence’ yang dianggap

lumrah oleh English School tersebut.

Page 10: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1

Kedua, lihat pernyataan Linklater selanjutnya terkait masyarakat internasional:

“There is no guarantee that any international society will survive indefinitely or succeed in

keeping crude self interest at bay, but for as long as international society exists it is

important to ask whether it can be improved.” xx

 

Ini yang disebut dengan kecacatan makna dalam pendefinisian masyarakat internasional oleh

 English School, terutama dalam sudut pandang Linklater (2005). Tidak ada jaminan yang dapat

memastikan keberlangsungan masyarakat internasional dengan kondisi damai yang universal.

Tentu jelas alasan di balik kekosongan jaminan tersebut, yakni fanatisme terhadap nasionalisme

dan monopoli ‘violence’ oleh negara itu sendiri. Bagaimana dengan nasib globalisasi? Tentu

 jawabannya adalah akan terus terancam, atau dengan bahasanya Linklater adalah ‘there is no

guarantee’. Solusi untuk memecahkan persoalan kecacatan makna dalam pendefinisian kali ini

adalah, pertama militer harus dihilangkan dan kedua kesadaran akan pluralitas dan universalitas

yang tidak bermuara pada salah satu ekstensi dari kekuatan domestik tertentu. Dengan begitu

globalisasi yang universal, dimana komunikasi antarindividu dari seluruh sudut dunia terjamin

tanpa ada saling kecurigaan soal keamanan dan kompetisi. Begitulah universalisme modern

mengkritisi rasionalisme agar perseturuan makna dan identitas yang cacat berakhir dan

perdamaian dunia akan tercapai.

Kegleynian dan Masyarakat Internasional: Idealisme?

Disini sedikit banyaknya akan diarahkan oleh Cynthia Weber (2009) terkait kritiknya terhadap

idealisme modern yang dibawa oleh Charles Kegley yang dianggap sebagai revolusi dari

idealisme klasik yang dibawa oleh Wodrow Wilson. Apa yang dikatakan oleh Kegley tentang

masyarakat internasional? Terdapat dua essai karangan Kegley yang telah dibedah oleh Chyntia

yang kemudian dia himpun dalam salah satu pembahasannya tentang mitos idealisme di bukunya

yang berjudul International Relations Theory: a Critical Introduction.

Kedua essai Kegley adalah The Neoidealist Moment in Internastional Studies?: Realist Myths

and the New International Realities (1993) dan The Neoliberal Challenge to Realist Theories of 

World Politics: an Introduction (1995). Sebagai penerus dari ortodoksi idealisme Wodrow

Wilson, Kegley mulai menampilkan wacana ‘masyarakat internasional’ dalam wahana politik 

dunia. Namun Kegley menarik poros argumentasi untuk memerkuat posisi masyarakat

Page 11: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1

internasional dengan analogi domestik terhadap eksistensi internasional. Domestik? Lagi-lagi

negara menjadi titik argumentasi dalam memindai definisi masyarakat internasional. Kenapa

harus dikritisi pemaknaan ini? Kembali lagi seperti apa yang pernah dijelaskan dalam  English

School, otonomi domestik yang maknanya diseragamkan berbahaya bagi negara-negara yang

secara politis dan ekonomis tertindas dengan penguatan struktur kapitalis dan modernis

universalis ala Barat. Pasalnya, ekstensi domestik suatu negara hegemon akan dengan mudah

mengontrol jaringan politik dunia. Di sisi lain, pemaknaan ‘saling berkompetisi’ dalam

pemahaman realis dan penerusnya sama saja bahayanya untuk keberlangsungan perdamaian

dunia.

Kegley mengemukakan bahwa pasca Perang Dingin, untuk sementara realisme muncul dengan

pengejewantahannya terkait ketamakan atas ‘ power ’, ekspansi imperial, perjuangan hegemoni

dan obsesi keamanan nasional.xxi

Kemudian dia memberikan solusi dengan mitos ‘masyarakat

internasional’ dengan analogi domestik. Menurut Chyntia Weber (2009), hal tersebut hanya

sebatas mitos belaka. Tidak bisa kita terima ‘domestik’ sebagai spektrum analogis dalam

mewacanakan universalitas globalisasi.

Bahkan dalam tulisannya yang lain, Kegley telah hampir berhasil menerapkan asas-asas

argumentasi dalam menghidupkan universalisme dengan atribusi modern yang netral. Dia

menyebutkan bahwa sejarah dunia dipenuhi dengan kontes persaingan antara tirani dankebebasan, raja-raja dan masyarakat berdaulat, otoritarianisme dan republikanisme, despotism

dan demokrasi, dan prinsip-prinsip ideologis dan pragmatis.xxii

Akan tetapi sayangnya, Kegley

masih memercayai perlunya struktur yang memosisikan sumber kepatuhan teratas. Dengan

begitu, kontrol domestik teratas akan terus berlangsung menjadi suatu keniscayaan dalam

melanggengkan politik dunia.

Universalisme modern tiba untuk mengakhiri ortodoksi hirarki struktural sistem internasional

tersebut. Untuk kasus ini, universalisme modern mendobrak keangkuhan domestik yangberlebihan sebagai unit identitas buatan. Seluruh manusia secara universal dilucuti kedaulatan

individunya sebagai penerima kesejahteraan dengan embel-embel globalisasi yang naïf. Dengan

kata lain, world  order adalah kepanjangan dari ide Kegley tersebut. Dan hal itu yang ditentang

oleh universalisme modern. Yang ada hanya masyarakat universal. Tipuan-tipuan definisi akan

Page 12: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1

 jadi lebih berbahaya daripada persenjataan militer. Karena tipuan definisi akan mengalihkan

kesadaran manusia dalam mencapai tujuan hidup manusia yang sebenarnya.

Universalisme Modern

Hampir menuju akhir pembahasan dari pengantar universalisme modern, tanpa menghilangkan

kesyukuran terhadap manfaat dari fragmentasi dan desentralisasi sumber kepatuhan manusia

terhadap negara, tulisan ini bermaksud untuk berupaya menyadarkan seluruh manusia akan

haknya untuk mendefinisikan dirinya oleh kehendak diri sendiri dengan batasan hukum Tuhan

dan hukum alam. Kemudian menyimpulkan dengan akal sehat dan hati nurani yang dimiliki

tentang pentingnya perdamaian dunia antarmanusia diatas segala macam perbedaan identitas

buatan yang tercap dalam hukum konvensional yang mereka berada di dalamnya.

Secara sederhana, universalisme modern menolak kedua asumsi tentang hirarki dan anarkhi

dalam sistem internasional. Hirarki yang terlampau jauh meletakkan struktur telah banyak 

menstimulasi hausnya jabatan teratas karena nilai-nilai dan norma-norma tereduksi di dalamnya.

Selanjutnya anarkhi, dengan postulat ‘saling berkompetisi’ hanya akan memperpanjang sejarah

konflik besar di dunia ini. Universalisme modern tidak pernah memberikan definisi peradaban

yang layak hanya pada satu entitas tertentu, apalagi menyarakan entitas tersebut menjadi tolak 

ukur bagi peradaban yang lain. Universalisme modern tampil sebagai bentuk penyadaran bagi

seluruh manusia akan pentingnya tugas manusia sekarang ini adalah untuk mengakhiri pertikaian

dan keserakahan antar umat manusia. Dengan begitu globalisasi akan terjamin sepenuhnya dalam

kehidupan manusia. Universalitas adalah kunci bukan untuk membuka tapi untuk menutup

kegelisahan yang telah berabad-abad menjajah manusia.

D.  Kesimpulan 

Baik itu rasionalisme maupun idealisme, kita tidak dapat menerima sepenuhnya semua postulat

yang oleh keduanya berikan dalam mendefinisikan kehidupan global. Penghitungan untung rugi

dalam pencapaian suatu tujuan adalah naïf, begitu pula normatifitas yang menipu dari segi

tawarannya. Maka untuk mencapai perdamaian dunia yang terjamin, universalitas globalisasi

Page 13: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1

yang menyetarakan semua identitas berdasarkan unit teritorial dan keberlangsungan

kesejahteraan adalah suatu impian yang masih menyisakan harapan untuk diwujudkan.

Instrumen yang dapat digunakan adalah menghilangkan fanatisme terhadap nasionalisme,

militerisme dan menumbuhkan kesadaran untuk saling berbagi dengan mereduksi egositas.

Tahap-tahap tersebut adalah apa yang akan diwacanakan oleh universalisme modern.

E. Penutup

Perlu untuk diketahui bahwa pendekatan terhadap aliran ini adalah satu hal yang baru dan masih

sedikit orang menyelidiki kebenaran dari aliran ini. Penulis sendiri yang mewacanakan

universalisme modern dengan mengangkat upaya kritisnya terhadap rasionalisme, idealisme,

anarkhi dan hirarki sistem internasional yang difokuskan terhadap spektrum definisi masyarakat

internasional dan globalisasi yang sampai saat ini penulis masih merasa keduanya adalah sebatas

mitos. Semoga tulisan ini dapat menjadi acuan dalam menemukan solusi terhadap konflik dunia

yang sulit berakhir. Terima kasih kepada Chyntia Weber yang telah menginspirasi penulis untuk 

percaya diri dalam menyusun tulisan sederhana ini.

Page 14: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1

Catatan

i Lihat Beate Jahn, 2006, Classical Theory in International Relations, New York: Cambridge University Press, hal.

18. Jahn, dalam bukunya menekankan bahwa dikotomi domestik dari internasional adalah suatu manifestasi dari

norma sosial yang menyisakan struktur. Struktur tersebut adalah kesetaraan tanpa otoritas teratas. Dengan kata lain,

 jika adalah realisme sebagai pendekatan yang digunakan oleh seorang ilmuan, maka dia harus paham bahwa sistem

yang muncul ke muka adalah tanpa struktur; anarkhi.ii Lihat Ian Clark, 1999, Globalization and International Relations Theory, New York: Oxford University Press, hal.

18iii  Lihat Chyntia Weber, 2009,  International Relations Theory: A Critical Introduction, edisi ke-3, New York,

Routledge, hal. 39iv Lihat Charles W. Kegley, 1993, The Neoidealist Moment in International Studies?: Realist Myths and the New

 International Realities, Majalah Triwulan International Studies, hal. 46v Lihat Clive Archer, 2001, International Organization, edisi ke-3, New York, Routledge, hal. 30,

Dalam bukunya tersebut disebutkan butir-butir pendalaman working definition dari organisasi internasional:

1.  Organisasi internasional sedikitnya dihimpun oleh tiga negara;

2.  Keanggotaan dalam organisasi internasional dapat diwakili oleh individu atau partisipasi kolektif,kemudian tidak terdapat diskriminasi hak, sehingga seluruhnya memiliki hak penuh dalam voting.

Kemudian prinsip utama voting dalam operasionalisasi organisasi internasional, tidak ada satu negara yang

berhak untuk mengontrol voting dari masing-masing negara anggota. Tranparansi adalah hal utama dalam

pelaksanaan dan pengesahan voting di suatu organisasi internasional;

3.  Konstitusi organisasi internasional berkewajiban untuk menyediakan struktur formal sebagai acuanpenyelenggaraan pemilihan offisial beserta staf kepengurusan organisasi tersebut;

4.  Staf pengurus terpilih tidak boleh sama dalam kurun periode yang berurutan;

5.  Setiap negara anggota memiliki kewajiban kontribusi finansial sebagai sumber operasional organisasi

internasional. Dan tidak diperbolehkan suatu negara mengambil keuntungan dari hasil akumulasi keuangan

tersebut;6.  Suatu organisasi internasional harus berdiri independen tanpa ada intervensi atau kontrol dari organisasi

lain; dan

7.  Hasil kegiatan yang telah dilaksanakan beserta bukti dari hasil tersebut harus dipublikasikan dengantranparan dan lejitimit.

vi Lihat Andrew Linklater, 2005, Theories of International Relations, bab the English School, edisi ke-3, New York,

Palgrave Mcmillan, hal. 84vii

 Clive Archer (2001), Op cit , hal. 58

Struktur organisasi internasional setidaknya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a.  Status hukum keanggotaan organisasi

1.  Organ antarnegara;

2.  Organ fungsionaris internasional (pejabat);3.  Organ parlemen

4.  Organ yang direpresentasi oleh kelompok ekonomi dan sosial; dan

5.  Organ dengan keanggotaan acak 

b. 

Fungsi organ-organ:1.  Antarnegara: pejabat tinggi dan pejabat eksekutif;

2.  Ofisial: eksekutif dan administratif;

3.  Parlemen;

4.  Representatif;

5.  Anggota acak; dan

6.  Organ cabangviii

 Lihat Mihaela Neacsu, 2009, Hans J. Morgenthau’s Theory of International Relations: Disenchantment and Re-

enchantment , New York, Palgrave Mcmillan, hal. 179ix Ian Clark (1999), Op cit hal. 19

Page 15: Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi

5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1

 x Lihat Diky Kurniawan Saputra, 2011, Mencetak Kredibilitas Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, hal.

2. Artikel tersebut dipresentasikan pada acara “Loka Karya Nasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia”

yang dilaksanakan di Lembang, Jawa Barat.xi Lihat Dirk Nabers, 2007. Crises, Hegemony and Change in the International System: A Conceptual Framework ,

Hamburg, German Institute of Global and Area Studies, hal. 6xii

  Lihat Theori Talks: Perbincangan Pakar Sedunia tentang Teori Hubungan Internasional Abad Ke-21, hasilkompilasi wawancara Peer Schout terhadap sejumlah pakar ilmu hubungan internasional, editor Bambang Wahyu

Nugroho dan Aahmad Hanafi Rais, 2012, Yogyakarta, Lembaga Pengembangan Pendidikan, Penelitian dan

Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan

(PPSK), hal. 168xiii

 Lihat Lynn H. Miller, Agenda Politik Internasional, terjemahan Daryatno, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 42xiv

  Ibid, hal. 43-44

Penyebab dari perang ini sangatlah kompleks dan tidak dapat disepakati penyebab tunggalnya. Perang tersebut

melibatkan banyak pihak, meliputi kedua kubu. Kubu pertama datang dari aliansi negara Protestan, seperti Swedia,Prancis, Bohemia, Denmark-Norwegia, Saxony, Palatinate, Brunswick-Luneburg, Britania, Skotlandia, Prussia dan

Transylvania. Kemudian dari kubu Katholik, terdiri dari Kekaisaran Suci Roma, Austria dan Spanyol. Kesultanan

Utsmaniyyah pada saat itu, ketika dipimpim oleh Osman II ikut serta membantu Kerajaan Protestan Transylvania di

wilayah Timur dalam upaya invansi wilayah Hungaria. Bagi sebagian pihak mengatakan bahwa perang besar ini

adalah perang agama. Tapi yang terpenting perang tersebut menyisakan banyak penderitaan bagi masyarakatdidalamnya, terlebih di daerah Bohemia.xv

  Ibid, hal. 44xvi

 Lihat Diane Revitch dan Abigail Thernstrom (ed), 2005, Demokrasi Klasik & Modern, penerjemah: Hermoyo,

Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, hal. 126xvii

 Lihat Karen A. Mingst, 2003, Essentials in International Relations, London, W. W. Norton & Company, hal.

102-103. Lihat juga Emmanualle Jouannet, 2007, Universalism & Imperalism: The True-False Paradox of 

 International Law, London, The European Journal of International Law, vol. 18 no. 3, hal. 382-395xviii

 Chyntia Weber (2009), Op cit, hal. 40xix

 Andrew Linklater (2005), Op cit , hal. 87xx

  Ibid, hal. 88xxi

 Chyntia Weber (2009), Op cit, hal. 40xxii

 Lihat Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, 1995, World Politics: Trend and Transformation, edisi ke-

5, New York, The Mcmillan Press, hal. 562