metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

22

Click here to load reader

Upload: friendyh

Post on 01-Jul-2015

282 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

1

RINGKASAN

Kewarisan Islam atau pembagian harta waris secara Islam adalah suatu hal

yang mutlak dalam hukum Islam. Hal ini sesuai dengan apa yang diatur dalam Al

Qur’an dan Hadits. Kewarisan Islam di Indonesia juga diatur dalam peraturan

perundang-undangan, yaitu Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun

1991 jo Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 tahun 1991

tentang Kompilasi Hukum Islam Buku II.

Kewarisan Islam bertujuan untuk memberikan hak kepada ahli waris dan

untuk melindungi harta warisan yang ditinggalkan pewaris. Pada kenyataannya,

pembagian harta waris menimbulkan banyak persoalan baik mengenai metode

pembagian, cara penyerahan, dan kemungkinan-kemungkinan lain yang secara

langsung maupun tidak langsung dapat menghambat proses pembagian harta

warisan itu sendiri.

Kewarisan Islam di Indonesia sebagian besar menganut pada mazhab

syafii. Jika dikonversikan pada kondisi budaya di Indonesia, pembagian harta

waris secara Islam mirip dengan sistem patrilineal, yaitu didasarkan pada garis

laki-laki.

Metode pendekatan keluarga menekankan pada faktor jauh dekatnya ahli

waris. Anggota keluarga yang lebih dekat secara nasab dengan pewaris

kemungkinan akan menjadi ahli waris dan mendapat bagian harta waris yang lebih

banyak dibandingkan dengan anggota keluarga secara nasab lebih jauh dengan

pewaris. Metode pendekatan keluarga juga akan mengenal penggolongan ahli

waris seperti pada kewarisan perdata atau kewarisan adat. Perbedaannya,

penggolongan tersebut tidaklah mutlak karena ahli waris yang lebih jauh nasabnya

kemungkinan akan menggantikan ahli waris yang lebih dekat nasabnya dengan

pewaris.

Metode pendekatan keluarga diharapkan akan membantu menyelesaikan

persoalan tentang pembagian harta waris secara cepat dan tepat. Langkah-langkah

konkret dalam pelaksanaan metode pendekatan keluarga untuk memecahkan

kasus kewarisan Islam akan dijelaskan dalam karya tulis program mahasiswa

berprestasi ini.

Page 2: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah suatu negara yang sebagian besar penduduknya memeluk

agama Islam. Besarnya jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia tentu saja akan

membawa dampak pada seluruh sendi-sendi kehidupan secara langsung maupun

tidak langsung. Budaya, sosial, politik, ekonomi, sampai hukum tidak akan lepas

dari pengaruh adanya nilai-nilai Islam. salah satu contohnya ialah adanya

pengaturan tentang kewarisan Islam dalam sistem hukum di Indonesia.

Keluarnya Instruksi Presiden Republik No.1 tahun 1991 yang

diemplementasikan secara nyata dengan Peraturan menteri Agama No. 154 tahun

1991 tentang Kompilasi Hukum Islam mengatur secara tegas tentang adanya

kewarisan Islam. Hal ini membuktikan bahwa kewarisan Islam dalam masyarakat

adalah penting. Tidak hanya penting untuk diketahui, tetapi penting untuk

dipelajari oleh setiap pemeluk agama Islam. Tidak hanya itu, dalam Al Qur’an

dan Hadits adalah fardhu kifayah hukumnya mempelajari hukum kewarisan Islam.

Pada kenyataannya, kewarisan Islam dianggap tidak mudah untuk

dipelajari oleh masyarakat khususnya kalangan akademisi. Kewarisan Islam

dianggap lebih sulit daripada kewarisan perdata yang digunakan untuk membagi

harta waris bagi orang-orang yang memeluk agama selain Islam. Hal tersebut

sangat ironis mengingat pentingnya kewarisan Islam dalam masyarakat.

Akibatnya, masalah pembagian harta waris bagi orang Islam sering menimbulkan

masalah karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman.

Penulis mengidentifikasikan bahwa tidak mudahnya kewarisan Islam

karena tidak menemukan suatu kunci atau sebuah “benang merah” untuk

mempelajarinya. Pada proposal kegiatan inilah, penulis menuangkan gagasan

mengenai metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus kewarisan

Islam. Penulis mengaharapkan dengan diuraikannya metode pendekatan keluarga

pada karya tulis ini dapat mempermudah masyarakat dalam memahami dan

mempelajari hukum kewarisan Islam sehingga berbagai kasus yang berhubungan

dengan pembagian harta waris dapat terselesaikan dengan baik.

Page 3: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

3

Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dan Manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan sebuah pemahaman tentang pentingnya mempelajari hukum

kewarisan Islam dalam kehidupan.

2. Memberikan suatu rumusan tentang sebuah metode yang mempermudah dalam

mempelajari hukum kewarisan Islam.

Metode Penulisan

Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan metode studi

pustaka yaitu mencari bahan-bahan penyusun baik dari media cetak maupun

elektronik. Selain itu, penulis juga berhubungan dengan para pakar akademisi

terutama pakar hukum kewarisan Islam dalam merumuskan metode pendekatan

keluarga ini.

GAGASAN

Sistem Kewarisan Islam Patrilinial Syafi’i Sebagai Landasan Teori

Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam di mana

saja di dunia ini. Sungguhpun demikian, corak suatu negara Islam dan kehidupan

masyarakat di negara atau daerah tersebut memberi pengaruh atas hukum

kewarisan Islam di daerah itu. Pengaruh itu adalah pengaruh terbatas yang tidak

dapat melampaui garis pokok-pokok dari ketentuan hukum kewarisan Islam

tersebut. Namun pengaruh tadi dapat terjadi pada bagian-bagian yang berasal dari

ijtihad atau pendapat ahli-ahli hukum sendiri.

Dasar pokok dari semuanya adalah hukum kewarisan Islam yang telah

dituang dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Kemudian diterapkan pada

masyarakat Indonesia yang mempunyai susunan bukan patrilinial tetapi adalah

masyarakat bilateral (dengan di sana sini terdapat susunan patrilinial dan

matrilinial) dengan tetap berpegang pada ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Rasul

Page 4: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

4

itu, bahkan menggunakannya sebagai dalil untuk maksud tersebut sesuai dengan

keyakinan penulis atas maksud ayat-ayat itu. 1

Penamaan kewarisan patrilinial terhadap hukum kewarisan yang dianut

oleh pengikut Imam Syafi’i dan beberapa ahli hukum Islam lainnya adalah suatu

penamaan berdasarkan kesimpulan atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam

ajaran tersebut mengenai soal-soal yang menyangkut dengan kewarisan.

Sebenarnya sejauh ketentuan kewarisan yang ada penentuannya secara tegas

dalam Al Quran, selalulah ketentuan itu dianut oleh golongan ini sepenuhnya.

Artinya ialah pihak laki-laki mendapat warisan. Hal itu juga berarti bahwa

seorang laki-laki mewariskan harta peninggalannya dan juga seorang perempuan

mewariskan harta peninggalannya. Jadi sampai di sini tidak kelihatan dasar-dasar

dari penamaan kewarisan patrilinial itu, bahkan terlihat seakan-akan

kebilateralannya.

Timbulnya dasar-dasar pemikiran sehingga kita menggolongkan kepada

sistem kewarisan patrilinial itu adalah apabila ajaran tersebut telah mulai

memberikan penafsiran atau interpretasi kepada suatu ayat di mana terdapat

kesempatan penafsiran demikian. Dalam penafsiran inilah secara jelas akan kita

temui bahwa penafsiran-penafsiran tersebut dilatarbelakangi oleh sadar atau

bawah sadar keadaan masyarakat sekelilingnya. Dan masyarakat mereka pada

waktu penafsiaran itu, dan sekitar tempat dilakukan penafsiran itu, adalah

masyarakat patrilinial. Penafsiran-penafsiran tersebut sejak tahun 3 Hijiriah.

Tempatnya ialah di tanah Medinah dan Mekah dan kemudian sekitar Asia Tengah,

yang juga adalah bermasyarakat yang menganut sistem patrilinial. Penamaan

sistem kewarisan patrilinial tersebut tidak pula dapat diartikan sistem kewarisan

patrilinial penuh sepenuh sistem kewarisan patrilinial yang biasa kita temui dalam

masyarakat patrilinial di Indonesia. Tetapi patrilinial ajaran tersebut adalah

semacam sistem pengutamaan kepada pihak laki-laki dimana terdapat kesempatan

untuk mendapatkan demikian, tetapi tetap memberikan warisan kepada kaum

wanita yang tertentu yang tegas-tegas ditunjuk menjadi ahli waris menurut ayat-

ayat Al Qur’an.

Pokok-pokok pikiran dalam kewarisan patrilinial ini adalah :2

1 Lihat Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Indonesia, Bab I Pendahuluan, hal. 12 Ibid., hal. 112-113.

Page 5: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

5

1. Selalu memberikan kedudukan yang lebih baik dalam perolehan harta

peninggalan kepada pihak laki-laki. Dalam hubungan ini termasuk juga

perbandingan perolehan antara ibu dengan bapa atas harta peninggalan

anaknya.

2. Urutan keutamaan berdasarkan ushbah dan laki-laki. Usbhbah atau usbah ialah

anggota keluarga yang mempunyai hubungan darah sesamanya berdasarakan

hubungan garis keturunan laki-laki atau patrilinial.

3. Istilah-istilah khusus mengenai kewarisan dalam Al Qur’an mungkin

disamakan dengan istilah biasa dalam hukum adat dalam masyarakat Arab,

bahkan istilah-istilah dalam hukum adat dalam Al Qur’an sendiri.

Sistem kewarisan Islam patrilinial syafi’i telah mengenal konsep

pendekatan keluarga dalam memecahkan masalah kewarisan Islam. Akan tetapi,

konsep yang ditawarkan tidak terlalu jelas sehingga sulit dimengerti. Contohnya

ialah dalam hal bagian harta waris bagi ayah atau kakek dalam kondisi tidak ada

keturunan laki-laki seharusnya mendapat bagian 1/6 ditambah radd (sisa) tetapi

pada kenyataanya tidak ada radd, juga tidak dijelaskan secara jelas.

Penulis mendasarkan metode pendekatan keluarga pada sistem kewarisan

Islam syafi’i karena pada sistem ini adalah yang paling banyak ditemukan di

Indonesia dan telah memberikan konsep awal yang cukup sebagai acuan dalam

menyusun metode pendekatan keluarga.

Pembagian Ahli Waris Menurut Metode Pendekatan Keluarga

Page 6: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

6

Gambar ahli waris keluarga

Golongan I

Ahli waris golongan I merupakan ahli waris utama yang tidak akan saling

memahjub (menutup) satu sama lain atau menghijab hirman (menghalang penuh).

Akan tetapi ada kemungkinan memahjub nuqshan (menghalang sebagian) antara

satu dengan yang lain.

Ahli waris golongan I antara lain:

1. Suami (duda), bagiannya:

a. 1/2 kalau pewaris tidak meninggalkan anak (pewaris bawah).

b. 1/4 kalau pewaris tidak meninggalkan anak (pewaris bawah).

2. Istri (janda), bagiannya :

Golongan II

Golongan I

Ayah ibu

suami istri

Anak laki-laki

Anak perempuan

Saudara kandung laki-laki

Saudara kandung perempuan

kakek nenek

Cucu laki-lakiDst.

Cucu perempuanDst.

Saudara laki-lakiseayah

Saudara perempuan

seayah

Saudara laki-lakiseibu

Saudara perempuan

seibu

Paman

Golongan III

Golongan IV

Mayit

Page 7: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

7

a. 1/4 kalau pewaris tidak meninggalkan anak (pewaris bawah).

b. 1/8 kalau pewaris tidak meninggalkan anak (pewaris bawah).

3. Ayah, bagiannya :

a. Sisa (asabah binafsih), jika pewaris tidak meninggalkan anak (pewaris

bawah).

b. 1/6, jika pewaris meninggalkan pewaris bawah laki-laki.

c. 1/6 + sisa, jika pewaris meninggalkan pewaris bawah perempuan.

4. Ibu, bagiannya :

a. 1/3, jika pewaris tidak meninggalkan pewaris bawah dan saudara-saudara.

b. 1/6, jika pewaris meninggalkan pewaris bawah dan saudara-saudara.

5. Anak laki-laki, bagiannya ialah mendapat sisa (asabah binafsih).

6. Anak perempuan, bagiannya :

a. 1/2, jika ia sendiri atau 1 orang saja tanpa ada anak laki-laki.

b. 2/3, jika lebih dari 2 orang dan tanpa ada anak laki-laki.

c. Sisa, jika bersama anak laki-laki.

Jika ada anak laki-laki dan perempuan maka kedua-duanya akan mendapat

sisa (asabah bilghairi) dengan perbandingan bagian anak laki-laki : anak

perempuan adalah 2 : 1.

Golongan II

Ahli waris golongan II membuka kesempatan ahli waris lain untuk

mendapat harta waris jika salah satu ahli waris golongan I tidak ada. Pada

golongan II, terdapat kemungkinan adanya hubungan saling memahjub dan

menghijab (baik hirman maupun nuqshan).

Ahli waris golongan II antara lain

1. Kakek (dari pihak ayah), bagiannya :

a. Sisa (asabah binafsih), jika pewaris tidak meninggalkan anak (pewaris

bawah).

b. 1/6, jika pewaris meninggalkan pewaris bawah laki-laki.

c. 1/6 + sisa, jika pewaris meninggalkan pewaris bawah perempuan.

d. Termahjub oleh ayah.

2. Nenek

Yang dimaksud dengan nenek yang mendapatkan bagian warisan adalah

Page 8: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

8

1) Nenek dari pihak ayah.

2) Nenek dari pihak ibu.

3) Ibunya kakek dari pihak ayah

Nenek mendapat 1/6,syaratnya :

a. Tidak adanya ibu

b. Apabila no. 1) dan 2) (yang sederajat) bertemu, maka bagiannya 1/6 dibagi

rata.

c. Apabila seluruhnya bertemu, maka no 3) gugur.

Nenek terhalang apabila

a. Adanya ibu.

b. Adanya nenek yang lebih dekat derajatnya kepada mayit.

3. Cucu laki-laki, bagiannya :

a. Sisa.

b. Terhalang oleh anak laki-laki.

4. Cucu perempuan dari anak laki-laki, bagiannya :

a. 1/2, jika ia sendiri atau 1 orang saja tanpa ada cucu laki-laki.

b. 2/3, jika lebih dari 2 orang dan tanpa ada cucu laki-laki.

c. 1/6 sebagai pelengkap untuk mendapatkan 2/3, jika bersama anak

perempuan pemilik bagian 1/2.

d. Terhalang oleh

1) Adanya golongan yang lebih atas dari kalangan laki-laki.

2) Ketika ada anak perempuan pemilik bagian 2/3 dan tidak ada ahli waris

lain yang menyebabkan ia menjadi asabah.

Golongan III

Ahli waris golongan III membuka kesempatan ahli waris lain untuk

mendapat harta waris jika salah satu ahli waris golongan I dan golongan II tidak

ada. Pada golongan III, terdapat kemungkinan adanya hubungan saling memahjub

dan menghijab (baik hirman maupun nuqshan).

Ahli waris golongan III antara lain :

1. Saudara kandung laki-laki, bagiannya:

a. Sisa.

b. Terhalang oleh adanya ayah, kakek, pewaris bawah laki-laki.

Page 9: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

9

2. Saudara kandung perempuan, bagiannya :

a. 1/2, jika ia sendiri dan.

1) Tidak ada pewaris bawah.

2) Tidak ada saudara laki-laki kandung.

b. 2/3, jika

1) Ada 2 orang atau lebih saudara perempuan kandung.

2) Tidak ada saudara laki-laki kandung.

3) Tidak ada pewaris bawah.

c. Sisa, jika

1) Bersama saudara laki-lakinya (asabah bil ghairi).

2) Bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-

laki (asabah maal ghairi).

d. Terhalang,oleh

1) Adanya pewaris bawah laki-laki.

2) Bapak.

3) Kakek.

3. Saudara laki-laki sebapa, bagiannya

a. Sisa, bila tidak ada pewaris bawah laki-laki, ayah, kekek, dan saudara

kandung laki-laki.

b. Terhalang oleh

1) Pewaris bawah laki-laki.

2) Ayah, kakek.

3) Saudara kandung laki-laki.

4. Saudara perempuan sebapa, bagiannya

a. 1/2, jika ia sendiri dan

1) Tidak ada pewaris bawah.

2) Tidak ada saudara laki-laki sebapa atau saudara perempuan kandung.

b. 2/3, jika

1) Ada 2 orang atau lebih saudara perempuan sebapa.

2) Tidak ada saudara laki-laki kandung dan saudara perempuan kandung.

3) Tidak ada pewaris bawah.

c. Sisa, jika

Page 10: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

10

1) Bersama saudara laki-laki sebapa (asabah bil ghairi).

2) Bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-

laki (asabah maal ghairi).

d. Terhalang,oleh

1) Adanya pewaris bawah laki-laki.

2) Bapak.

3) Kakek .

4) Saudara perempuan kandung yang mendapat asabah ma’al ghairi.

5) 2 orang atau lebih saudara perempuan kandung dan tidak ada saudara

laki-laki sebapa.

Golongan IV

Ahli waris pada golongan ini pada dasarnya merupakan ahli waris yang

mempunyai hubungan jauh secara nasab dengan pewaris. Akan tetapi, ahli waris

pada golongan IV masih mungkin mendapat harta warisan.

Ahli waris pada golongan ini antara lain

1. Saudara laki-laki seibu atau saudara perempuan seibu, bagiannya

a. 1/6, jika sendiri dan tidak ada pewaris bawah laki-laki dan perempuan,

ayah, dan kakek.

b. 1/3, jika ia bersama saudara perempuan seibunya/saudara laki-laki

seibunya, dan tidak ada pewaris bawah laki-laki dan perempuan, ayah, dan

kakek.

c. Terhalang oleh pewaris bawah laki-laki dan perempuan, ayah, dan kakek.

2. Paman

a. Sisa.

b. Terhalang oleh pewaris bawah laki-laki, ayah, kakek, saudara laki-laki

kandung, saudara laki-laki sebapa, anak laki-laki saudara kandung, dan

anak laki-laki saudara laki-laki sebapa.

Proses Pembagian Harta Warisan Dalam Metode Pendekatan Keluarga

Page 11: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

11

Proses pembagian harta warisan harus dilakukan sesegera mungkin setelah

pewaris meninggal. Harta warisan ialah harta peninggalan pewaris setelah

dikurangi biaya perawatan jenazah, wasiat, dan utang-utang pewaris.

Langkah pertama, ialah mengetahui dan menentukan ahli waris yang

berhak mendapat harta waris. Di dalam menentukan siapa ahli waris yang berhak

mendapat harta warisan, maka secara cepat dapat dilihat dalam gambar di atas.

Ahli waris yang lebih dekat dengan pewaris secara nasab akan mendapat harta

waris. Akan tetapi, hal ini terasa rumit jika kita tidak tahu mengenai hijab dan

mahjub. Hijab ialah penghalang, dapat menghalangi sebagian (nuqshan) atau

seluruhnya dari bagian harta waris (hirman) sehingga ahli waris lain tidak

mendapat bagian harta warisan. Sedangkan mahjub ialah penutup. Seperti halnya

hijab hirman, mahjub menutup bagian harta warisan ahli waris lain.

Langkah kedua, mengetahui seberapa besar bagian yang diterima ahli

waris. Bagian yang diterima oleh seorang ahli waris sangat dipengaruhi oleh

keberadaan ahli waris lain yang juga mendapat harta warisan.

Langkah ketiga, ialah menentukan adanya tidaknya sisa (asabah). Hal ini

sangat berkaitan dengan besarnya bagian yang diterima ahli waris. Ada tidaknya

asabah juga sangat berkaitan dengan proses penghitungan radd (sisa bagi) dan ‘aul

(ketekoran).

Contoh proses penghitungan harta waris

A. Pewaris meninggalkan harta warisan dan

1. 2 orang anak perempuan

2. 3 orang anak laki-laki

3. Ayah

4. Kakek

5. Ibu

6. Istri

7. Seorang Saudara laki-laki kandung

8. Paman

Penyelesaian

Page 12: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

12

1. Ahli waris yang berhak mendapat harta warisan ialah 3 anak laki-laki, 2

anak perempuan, ayah, ibu, istri. Sedangkan kakek termahjub oleh ayah,

dan saudara laki-laki kandung, dan paman termahjub oleh anak laki-laki.

2. Bagian ahli waris

a. Ayah = 1/6

b. Ibu = 1/6

c. Istri = 1/8

d. Anak laki-laki dan anak perempuan mendapat sisa (asabah bil ghairi)

dengan perbandingan 2 : 1.

3. Penghitungan

Asal masalah (bilangan pembagi) yaitu 24

Ayah = 1/6 x 24 = 4 bagian

Ibu = 1/6 x 24 = 4 bagian

Istri = 1/8 x 24 = 3 bagian

Anak laki-laki = 6/8 x 13 = 9,75 bagian

Anak perempuan = 2/8 x 13 = 3,25 bagian

Jadi dalam kasus di atas tidak ada sisa bagi (radd) ataupun ‘aul (ketekoran).

B. Contoh adanya radd (sisa bagi)

Pewaris meninggalkan harta warisan dan

1. Istri

2. Ibu

3. Anak perempuan

Penyelesaiannya

1. Semua ahli waris di atas merupakan ahli waris yang berhak mendapat

harta warisan karena merupakan ahli waris golongan I.

2. Bagian ahli waris

a. Istri = 1/8

b. Ibu=1/6

c. Anak perempuan=1/2

3. Penghitungan

Asal masalah yaitu 24

Istri = 1/8 x 24 = 3 bagian

Page 13: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

13

Ibu = 1/6 x 24 = 4 bagian

Anak perempuan = 1/2 x 24 = 12 bagian

Jumlah = 19 bagian, masih tersisa 5 bagian.

Untuk 5 bagian ini, dibagikan kepada ahli waris tersebut secara

proporsional.

Istri = 3/19 x 5 = 0,789

Ibu = 4/19 x 5 = 1,05

Anak perempuan= 12/19 x 5 = 3,157

Jadi bagian masing-masing ialah

Istri = 3 + 0,789 = 3,0789

Ibu = 4 + 1,05 = 5,05

Anak perempuan = 12 + 3,157 = 15,157

C. Contoh soal ‘aul (ketekoran)

Pewaris meninggalkan harta warisan dan

1. Ibu

2. Anak perempuan

3. Suami

4. Cucu perempuan dari anak laki-laki

Penyelesaian

1. Semua ahli waris di atas berhak mendapat harta warisan dengan bagian

masing-masing

a. Ibu = 1/6

b. Anak perempuan = 1/2

c. Suami = 1/4

d. Cucu perempuan dari anak laki-laki = 1/6

2. Penghitungan

Asal masalah = 12

Ibu = 1/6 x 12 = 2 bagian

Anak perempuan = 1/2 x 12 = 6 bagian

Suami = 1/4 x 12 = 3 bagian

Cucu perempuan dari anak laki-laki = 1/6 x 12 = 2 bagian

Page 14: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

14

Jumlah = 13 bagian, maka di sini terjadi kelebihan bagian.

Untuk menyelesaikannya, maka jumlah bagian dijadikan asal masalah

baru, menjadi

Ibu = 1/6 x 13 = 2,167 bagian

Anak perempuan = 1/2 x 13 = 6,5 bagian

Suami = 1/4 x 13 = 3,25 bagian

Cucu perempuan dari anak laki-laki = 1/6 x 13 = 2,167 bagian

KESIMPULAN

1. Pada dasarnya, metode pendekatan keluarga mendasarkan berbagai aspek

berlandaskan pada sistem kewarisan patrilinial Syafi’i. Selain sistem ini sering

dipakai oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, sistem ini lebih mudah

untuk dipelajari.

2. Metode pendekatan keluarga mentitikberatkan pada jauh dekatnya hubungan

nasab ahli waris. Ahli waris yang mempunyai hubungan nasab yang lebih dekat

dengan pewaris akan lebih besar kemungkinannya mendapat harta warisan

dibandingkan ahli waris yang jauh nasabnya dengan pewaris.

3. Di dalam menyelesaikan masalah kewarisan, hal yang sangat penting untuk

diketahui ialah menentukan para ahli waris, menentukan seberapa besar

bagiannya, dan menentukan ada atau tidaknya sisa (asabah).

SARAN

1. Hukum kewarisan Islam adalah sesuatu yang sangat penting untuk diketahui

oleh setiap umat Islam. Selain berguna untuk menyelesaikan masalah-masalah

mengenai pembagian harta warisan secara Islam, tetapi juga bertujuan untuk

melindungi hak dan harta warisan itu sendiri serta untuk mempererat tali

silaturahmi antaranggota keluarga.

2. Dalam metode pendekatan keluarga diperlukan adanya suatu pemahaman

mengenai harta warisan dan para ahli waris, agar setiap masalah yang

berkenaan dengan harta warisan dapat terselesaikan dengan cepat.

Page 15: Metode pendekatan keluarga untuk memecahkan kasus pembagian harta waris secara islam

15

DAFTAR PUSTAKA

Shalih al-‘Utsaimin, Muhammad.2008.Panduan Praktis Hukum Waris.Bogor :

Pustaka Ibnu Katsir.

Thalib, Sajuti. 2004. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia.Jakarta : Sinar

Grafika.

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Kewarisan_Islam diakses tanggal 26 Februari

2011.