menemukan tinggalan kebudayaan prasejarah di …sementonasa.co.id/dokumen/kehati/2. laporan hasil...
TRANSCRIPT
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | i
LAPORAN EKSKAVASI BULU SIPPONG 4
MENEMUKAN TINGGALAN KEBUDAYAAN PRASEJARAH DI SITUS BULU
SIPPONG 4 KECAMATAN MINASATE’NE KABUPATEN PANGKEP
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
KETUA
ANGGOTA
: SISKA
: EVI SITI ROSDIYANTI
SYARWAN ZAMAN
A. NURUL AFIZHA JANUARTI
FATRALANTERA
ARDI RAMADHAN
MUH. ZULFIKAR EKA PUTRA
DEPARTEMEN ARKEOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat, rahmat, serta karunia-Nya, sehingga kami dapat merampungkan laporan
hasil kuliah lapangan dengan judul “Laporan Ekskavasi : Menemukan Tinggalan Budaya
Prasejarah di Leang Bulu Sippong 4 Kecamatan Minasate’ne Kabupaten Pangkep”. Laporan
ini disusun sebagai hasil kegiatan kuliah lapangan di mata kuliah Ekskavasi.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Terima kasih kami
ucapkan kepada Pak. Iwan (Drs. Iwan Sumantri., M.A., M.Si) dan Pak. Nur (Muhammad
Nur., S.S., M.A) selaku dosen pengampu matakuliah Ekskavasi yang tak bosan-bosannya
memberi arahan serta berbagi ilmu kepada kami, terima kasih kami ucapkan kepada pak Udin
yang telah membantu dalam pengurusan administrasi dan perizinan, terima kasih kami
ucapkan kepada dua senior kece Kak Meti (Khairun Al-Anshari, 2011) dan Kak Afdal
(Afdalah Haris, 2011) atas dampingan dan diskusinya selama kegiatan ekskavasi
berlangsung, terima kasih kami ucapkan kepada pihak BALAR yang telah bersedia
meluangkan waktu sibuknya kepada kami, kak Ipul (Saiful, 2003) dan kak Pay (Fakhri., S.S,
1998) atas ilmu dan bantuannya dalam analisis tulang, terima kasih kami ucapkan kepada
keluarga kami PILLBOX 2015 atas diskusi dan kekocakannya sehingga memberikan nuansa
baru dalam penyusunan laporan, serta terima kasih kepada oknum yang telah berkontribusi
yang tidak sempat kami sebut satu persatu.
Kami menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, serta masih
banyak kekurangan dan kejanggalan-kejanggalan. Oleh karena itu, kami selaku penyusun
mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya laporan ini. Semoga
dengan laporan ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca ataupun bagi penyusun sendiri serta
kepada semua pihak yang memerlukan.
Makassar, 25 Desember 2017
Penyusun
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 2
1.4 Metode .............................................................................................................................. 3
1.4.1 Pengumpulan Data .................................................................................................... 3
1.4.2 Pengolahan Data ....................................................................................................... 3
1.4.3 Penafsiran Data ......................................................................................................... 3
BAB II Profil Wilayah ............................................................................................................ 4
2.1 Letak Administrasi ............................................................................................................ 4
2.2 Aspek Lingkungan ............................................................................................................ 5
2.2.1 Keadaan Geologi dan Geomorfologi ........................................................................ 5
2.2.2 Flora dan Fauna......................................................................................................... 6
BAB III STUDI LAPANGAN DAN ANALISIS ................................................................... 7
3.1 Proses Ekskavasi ............................................................................................................... 9
3.1.1 Alasan Pemilihan Kotak ........................................................................................... 9
3.1.2 Kondisi Permukaan Kotak ....................................................................................... 10
3.1.3 Spit ........................................................................................................................... 10
3.2 Analisis Stratigrafi ........................................................................................................... 15
3.3 Analisis Temuan .............................................................................................................. 16
3.3.1 Analisis Artefak Batu ............................................................................................... 16
3.3.2 Analisis Tulang dan Gigi ......................................................................................... 28
3.3.3 Analisis Moluska ..................................................................................................... 34
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | iv
3.3.4 Analisis Temuan Arang dan Oker............................................................................ 37
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................... 38
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 38
4.2 Rekomendasi .................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 40
LAMPIRAN ........................................................................................................................... 41
Lampiran 1. Daftar Peralatan Ekskavasi ................................................................................ 41
Lampiran 2. Foto Kegiatan .................................................................................................... 44
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Arkelogi pada awalnya adalah pencarian terhadap barang-barang berharga seperti
benda-benda budaya yang berasal dari zaman Renaisan, yang dilakukan bahkan dengan
merampok kuburan, tetapi kemudian berkembang secara perlahan menjadi sebuah
disiplin ilmu yang mempunyai ketepatan tinggi (Sumantri, 2001).
Terdapat banyak mata kuliah yang diajarkan di Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Hasanuddin, salah satunya ialah mata kuliah Ekskavasi. Ekskavsi
merupakan mata kuliah wajib dengan bobot 4 sks, mata kuliah ini berisi tentang teknik
pengambilan data di lapangan dengan cara penggalian. Ekskavasi dalam arkeologi sendiri
merupakan teknik pengumpulan data melalui penggalian tanah yang dilakukan secara
sistematik untuk menemukan suatu atau himpunan tinggalan arkeologi dalam situasi in
situ. Dengan ekskavasi diharapkan akan diperoleh keterangan mengenai bentuk temuan,
hubungan antar temuan, hubungan stratigrafis, hubungan kronologis, tingkah laku
manusia pendukungnya serta aktivitas, alam dan manusia stelah temuan terdepositkan.
Ekskavasi dilakukan pertama kali di Herculaneum Pada tahun 1748 yang pada saat itu
dibawah pemerintahan Raja Charles III dari Naples, Itali. Kemudian pada tahun 1768,
hasil-hasil temuan arkeologis yang ada di lokasi tersebut yaitu Herculaneum dan Villa
papyrus dipublikasi. Hal tersebut semakin membuka pada masyrakat awam dan kalangan
ilmuan tentang peradaban-peradaban yang menakjubkan pada masa lalu. Mengikuti
kurikulum yang ada, mata kuliah ekskavasi memiliki dua model perkuliahan yaitu materi
kuliah dalam kelas dan praktek lapangan.
Praktek lapangan dilakukan untuk menerapkan materi yang telah didapat selama
proses perkuliahan di dalam ruangan. Praktek lapangan dimulai dengan latihan ekskavasi
yang telah dilakukan pada tanggal 3 hingga 10 Oktober 2017 di Taman Parkir Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, yang kemudian dilanjutkan dengan kagiatan
ekskavasi. Kegiatan ekskavasi sendiri dilaksanakan pada tanggal 25 November hingga 3
Desember 2017 di Situs Leang Bulu Sipong 4, Desa Bontoa, Kec. Minasate’ne, Kab.
Pangkep.
Keberadaan gua-gua prasejarah di Maros-Pangkep telah menarik banyak arkeolog
untuk melakukan penelitian, tetapi sampai saat ini masih sebatas pendeskripsian dan
inventarisasi yang bertujuan untuk konservasi. Mengenai situs yang terkait, yaitu Situs
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 2
Bulu Sippong 4, daerah ini bisa dikatakan memiliki sumberdaya alam yang cukup
melimpah, hal tersebut tercermin dari pengeksplotasian mineral sebagai bahan dasar
semen, marmer, batu bara, batu gunung dan tanah. Keberadaan situs ini yang berdekatan
dengan pengeksplotasian sumber daya alam yang ada diwilayah tersebut membuat
keadaan situs ini terancam, sehingga penyelamatan terhadap temuan dianggap perlu
dilakukan.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan data lapangan yang didapatkan pada Situs Bulu Sippong 4,
menunjukkan adanya jejak hunian yang pernah berlangsung pada situs tersebut.
Banyaknya temuan artefak batu, tulang, oker, arang dan moluska mengindisikan hal
tersebut. Mengenai temuan yang ditemukan di spit-spit bagian atas sangatlah beragam
seperti artefak batu yang memiliki bentuk beragam, moluska dari jenis spesies yang
berbeda, serta gigi dan tulang dari fauna yang berbeda. Selain artefak dari batu, ada
beberapa temuan dari moluska dan tulang yang diduga artefak, hal tersebut dapat dilihat
dari modifikasi dan atribut yang terdapat pada temuan tersebut. Namun, temuan yang
didapatkan pada spit-spit akhir tidak seberagam temuan yang didapatkan pada spit-spit
awal, bahkan hanya ditemukan moluska dengan jenis gastropoda itupun sangat sedikit
dan tidak terkonsentrasi. Beberapa pertanyaan berikut diharapkan mampu menjawab
permasalahan yang ada.
1. Tinggalan apa saja yang terdapat pada Situs Bulu Sippong 4 ?
2. Bagaimana pola kehidupan manusia pendukung di Situs Bulu Sippong 4
berdasarkan tinggalannya ?
1.3 Tujuan
Kegiatan ini berusaha mencari tinggalan-tinggalan arkeologis apa saja yang
terdapat pada mulut gua Bulu Sippong 4. Oleh karena itu, secara umum tujuan penelitian
ini terfokus pada salah satu dari tiga tujuan arkeologi yang dikemukakan oleh Binford
(1972), yaitu merekonstruksi cara hidup, khususnya cara hidup manusia pendukung yang
pernah ada di Situs Bulu Sippong 4.
Tujuan khusus dari penelitian ini mengacu pada permasalahan yang sudah
dikemukakan sebelumnya, yaitu:
1. Berusaha menjawab pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan.
2. Menyelamatkan data pada situs Bulu Sippong 4.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 3
3. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan terkait data arkeologi
khusunya zaman prasejarah yang ada di kawasan karst Maros-Pamgkep.
1.4 Metode
Metode merupakan alat utama dalam menjawab suatu permasalahan. Dalam
arkeologi metode yang umum digunakan ada tiga tahap yaitu tahap pengumpulan data,
tahap pengolahan data dan tahap penafsiran data (Deetz, 1967:8). Oleh karena itu dalam
metode merupakan persyaratan waijb dalam setiap penelitian.
1.4.1 Pengumpulan Data
a. Data Pustaka, Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan bacaan
terkait situs dan temuan prasejarah di Sulawesi Selatan khususnya di
kawasan Maros-Pangkep,baik itu berupa laporan, artikel, jurnal, skripsi dsb
yang menunjang penelitian.
b. Data Lapangan, yaitu tahap pengumpulan data dengan melakukan ekskavasi
dengan tujuan untuk medapatkan data vertikal terkait zaman prasejarah yang
terdapat pada objek penelitian. Ekskvasi dilakukan menggunakan metode test
spit dengan layout berukuran 1 x 1 m. Sistem pendalaman yang digunakan
adalah sistem spit dengan interval 10 cm. Selain ekskavasi dilakukan juga
survey permukaan dalam hal ini deskripsi, pemetaan, perekaman dengan foto
dsb.
1.4.2 Pengolahan Data
Tahap pengolahan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi lebih lanjut terkait hasil pengumpulan data. Pada tahap ini dilakukan
klasifikasi dan analisis temuan. Klasifikasi dilakukan dengan cara
mengelompokkan temuan berdasarkan atribut-aribut yang melekat sedangkan
analisis dilakukan dengan membandingkan data hasil klasifikasi dengan variabel-
variabel lain untuk mendapatkan informasi.
1.4.3 Penafsiran Data
Pada tahap penafsiran data dilakukan interpretasi terhadap data yang telah
dikumpulkan dan diolah. Pada tahap ini dilakukan pembandingan pada data
pustaka, data lapangan dan hasil analisis untuk menghasilkan asumsi-asumsi
terkait situs hunian pada pada Situs Bulu Sippong 4.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 4
BAB II
LOKASI PENELITIAN
2.1 Letak Administrasi
Gambar 2.1 Peta wilayah Kabupaten Pangkep
Sumber: Petatematikindo.wordpress
Kabupaten Pangkep memiliki luas wilayah 1.112,29 km atau 111.229 Ha dan
mempunyai ketinggian tempat rata – rata 8 meter diatas permukaan laut. Secara
astronomis kabupaten Pangkep terletak diantara 4º 40’ LS Sampai 8º 00’ LS dan
diantara 110º BT sampai dengan 119º 48’ 67’’ BT. Adapun batas-batas wilayah
administrasi Kabupaten Kepulauan Pangkajene Kepulauan adalah :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Barru;
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Maros;
c. Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Bone dan kabupaten Maros;
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar.
Dilihat pula dari batas-batas khususnya lokasi penelitian dalam wilayah administrasi
kecamatan Minasate’ne dengan batas sebagai berikut :
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 5
a. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Bungoro
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Balocci
c. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Tondong Tallasa
d. Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Pangkaje’ne
2.2 Aspek Lingkungan
2.2.1 Keadaan Geologi dan Geomorfologi
Keadaan geologi kabupaten Pangkep terdiri dari beberapa endapan batuan,
endapan permukaan alluvium (Danau dan pantai Alluvial), dan endapan koral yang
terbentuk pada kala pleistosen akhir hingga holosen, terdapat pula lapisan permukaan
berupa undak yang terdiri dari kerikil, pasir, dan lempung kala pleistosen, adapula
endapan permukaan berupa batuan sedimen yang terdiri dari batu gamping formasi
tonasa yang terbentuk pada kala miosen akhir hingga pliosen awal.
Kabupaten Pangkep merupakan wilayah karst yang memiliki litologi batuan beku
vulkano genetic (basaltic) atau batuan gunung api intrusive, batu gamping dan marmer
berumur eosen hingga miosen tengah. Satuan batuan beku merupakan satuan batuan
beku yang terdiri atas basalt, diorite dan trakit. Genesa selanjutnya dari batuan beku
tersebut adalah jasper, chert dan meta gamping. Pembentukan bukit karst disebabkan
karena adanya pergeseran tektonik karena letusan gunung api masa miosen hingga
pliosen, yang menyebabkan menguaknya lempeng ke permukaan berupa gugusan karst
secara berangsur-angsur.
Dengan perubahan suhu pada pasca-glasial pada akhir pleistosen yang
menyebabkan naiknya permukaan air laut sehingga menggenangi Selat Makassar yang
menjadikan gua-gua di perbukitan kapur berbatasan langsung dengan pantai.
Pengangkatan kemudian terjadi pada masa sub holosen yang menyebabkan bergesernya
garis pantai yang menjauh dari Selat Makassar, sehingga membentuk kembali daratan
alluvial di sekitar kabupaten Maros, dengan gugusan karst dengan tebing tinggi tertutup
oleh semak belukar.
Kabupaten Pangkep termasuk daerah yang beriklim tropis, karena letaknya yang
berada pada daerah khatulistiwa dengan kelembaban berkisar antara 60-82%. Curah
hujan tahunan rata-rata 347 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan sekitar 16 hari.
Temperatur udara rata-rata 29ºC. Kecepatan angin rata-rata 2-3 knot/jam. Daerah
Kabupaten Pangkep pada dasarnya beriklim tropis dengan dua musim, berdasarkan curah
hujan yakni :
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 6
1. Musim hujan pada periode bulan Oktober sampai Maret
2. Musim kemarau pada bulan April sampai September
2.2.2 Flora dan Fauna
Pada situs Bulu Sippong flora yang dapat diidentifikasi kebanyakan tumbuhan-
tumbuhan liar dan terdapat beberapa pohon yang tidak dapat diidentifikasi namanya.
Adapun fauna yang ada di sekitaran situs ini yaitu ulat yang berjenis kaki seribu, sapi,
kupu-kupu, dan juga serangga seperti semut.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 7
BAB III
STUDI LAPANGAN DAN ANALISIS
Secara adminstratif, Situs Leang Bulu Sippong 4 berada di Kelurahan Bontoa,
kecamatan Minasa Te’ne, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan. Secara astronomis
berada pada 4° 47’ 16” LS dan 119° 37’ 41” BT, yang berada di ketinggian 20 meter diatas
pemukaan laut (mdpl).
Foto 1 Leang Bulu Sippong
Situs Bulu Sippong 4 berada di dalam satu bukit bersama dengan gua Bulu Sippong 1,
Bulu Sippong 2, Bulu Sippong 3, Bulu Sippong 5, Bulu Sippong 6, Bulu Sippong 7, dan Bulu
Sippong 8. Situs Bulu Sippong 4 berseberangan dengan Bulu Matojeng, dimana pada Bulu
ini terdapat dua leang yang oleh masyarakat setempat dinamai Leang Takeppung dan Leang
Takappara karena bentuknya yang menyerupai loyang berbentuk bundar. (Wawancara
dengan Nurdin Ibrahim, 45 tahun). Dimana kedua karst ini diantarai oleh jalan pengerasan
dan kubangan bekas penggalian tanah liat PT. Semen Tonasa. Situs Bulu Sippong 4
dikelilingi oleh tiga kubangan air, dan merupakan wilayah subur karena terbanyak vegetasi
tanaman yang tumbuh di sekitar situs ini.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 8
Foto 2 Jalan menuju pagar masuk situs
Foto 3 Jalan menuju Leang Bulu Sippong
Akses menuju Situs Bulu Sippong 4 cukup mudah, pagar masuknya dapat dijangkau
dengan transportasi roda dua dan roda empat. Untuk mencapai pagar masuk Situs Bulu
Sippong 4 diperlukan melewati jalan pengerasan khusus mobil truck PT. Semen Tonasa
dengan jarak ±1 km dari Jalan Poros Bontoa-Tondong, dengan kondisi jalan yang berdebu
ketika musim panas dan licin ketika musim hujan. Pagar masuk situs Bulu Sippong 4 berupa
kawat sehingga untuk melewatinya harus dengan cara membungkuk. Setelah itu berjalan ke
arah timur dengan jalan yang menurun dan setelah itu menanjak, jalan menurun dan
menanjak yang dimaksud berupa kubangan yang ditumbuhi tanaman kecil disisi kiri dan
kanan. Setelah menanjak, belok kearah utara sekitar ±20 meter kemudian ke timur untuk
mencapai mulut gua. Jalan menuju situs ditumbuhi rumput liar yang subur dan di pembelokan
menuju timur terdapat sebuah pondok kecil tempat bagi pemancing ikan beristirahat yang
biasa memancing di bekas penggalian tanah PT. Semen Tonasa.
Foto 4 Lingkungan tampak barat situs
Foto 5 Lingkungan tampak timur situs
Lingkungan situs Bulu Sippong 4 sangat subur, hal ini dapat dilihat dari banyaknya
vegetasi tanaman liar yang tumbuh disekitar situs dari tanaman kecil hingga tanaman besar.
Adapun permukaan tanah dalam gua tidak ditumbuhi oleh rumput dimulai dari mulut gua
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 9
hingga bagian dalam, hal ini diduga karena kandungan asam dalam tanah yang kuat sehingga
tidak dapat ditumbuhi oleh tanaman. Hal tersebut juga membuat tekstur tanah menjadi keras.
Adapun permukaan tanah dalam gua tidak rata, jika dilihat dari mulut gua permukaan tanah
dalam gua semakin kedalam semakin menurun.
Penelitian Bulu Sippong 4 yang dilakukan merupakan penelitian lanjutan, ekskavasi
sebelumnya dilakukan pada tahun 2016 kemudian dilanjutkan pada tahun 2017. Penggalian
dilanjutkan pada beberapa kotak penggalian sebelumnya dan kali ini ditambah dengan
pembukaan tiga kotak yang baru. Dalam ekskavasi kali ini, terbagi atas 5 kelompok yang
masing-masing melakukan penggalian satu kotak. Berikut uraian mengenai proses ekskavasi,
analisis stratigrafi, dan analisis temuan.
Gambar 3.1 Lokasi kotak ekskavasi Bulu Sippong 4
3.1 Proses Ekskavasi
3.1.1 Alasan Pemilihan Kotak
Pada saat penentuan kotak, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan
antara lain dengan melihat kondisi permukaan tanah. Berdasarkan ekskavasi yang
dilakukan sebelumnya, pemilihan kotak dilakukan dengan melakukan survei permukaan.
Pemilihan kotak kali ini tidak berdasarkan pada survei permukaan, akan tetapi dilihat
berdasarkan pada hal-hal tertentu seperti yang diketahui proses transformasi tidak dapat
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 10
diabaikan karena aliran air pada musim penghujan menyebabkan permukaan tanah
mengalami lengseran. Maka dari itu, kami memilih kotak berdasarkan topografi
permukaan tanah yang lebih dekat dengan mulut gua tepatnya satu meter dari kotak
penggalian tahun 2016 dengan tujuan untuk mendapatkan temuan yang in situ. Adapun
nama kotak ekskavasi kelompok kami yaitu T5S2.
3.1.2 Kondisi Permukaan Kotak
Foto 6 Permukaan Kotak T5S2
Kondisi permukaan kotak T5S2 sebelum penggalian tidak ditemukan temuan
permukaan. Berdasarkan pengamatan kondisi tanah kering dan berdebu dengan warna
tanah coklat muda. DP kotak 10 cm dari DP situs, DP kotak berada di kuadran Tenggara
18 cm dari tali rata. Kemudian tinggi permukaan tanah dari tali rata pada kuadran Barat
Daya 20 cm, kuadran Barat Laut 25 cm, dan Timur Laut 30 cm. Kotak T5S2 diratakan
sedalam 30 cm.
3.1.3 Spit
Spit 1
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 11
Foto 7 Spit 1 Kotak T5S1
Pendalaman spit 1 dilaksanakan pada hari Sabtu-Minggu tanggal 25-26
November 2017 dan dideskripsi oleh Evi Siti Rosdiyanti. Penggalian spit 1
dimulai 0-30 cm dari tali rata. Penggalian dimulai pada pukul 14.12 WITA
pada kuadran tenggara oleh Muh. Zulfikar Eka Putra, Fatra Lantera, dan Siska.
Kondisi tanah pada spit ini kering, bertekstur keras, dan berwarna coklat muda
dengan warna tanah 7/3 very pale brown dan PH tanah 7,37 . Penggalian
dimulai pada kuadran tenggara. Ditemukan muloska pelecypoda dan
gastropoda, yang didominasi oleh moluska pelecypoda. Pada kuadran barat
daya ditemukan batu inti. Kemudian di kuadran timur laut ditemukan alat
serpih. Selain temuan-temuan tersebut juga ditemukan akar, tulang, gigi, dan
paku berkarat. Penggalian dilanjutkan pada pukul 08.58 WITA oleh Syarwan
dan Ardi. Volume tanah pada spit ini sebanyak 172,58 Kg.
Spit 2
Foto 8 Spit 2 Kotak T5S2
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 12
Pendalaman dilaksanakan pada hari Minggu-Senin tanggal 26-27 November
2017 dan dideskripsi oleh A. Nurul Afizha Januarti. Spit 2 digali dari
kedalaman 30-40 cm dari tali rata. Penggalian dimulai pada pukul 09.52 pada
kuadran barat daya oleh Syarwan Zaman dan Ardhi Ramadhan yang dimulai
pada pukul 09.50 WITA. Kondisi tanah pada spit ini masih sama dengan spit
sebelumnya yaitu berwarna coklat dengan tekstur kasar dan berdebu memilik
PH 7,35 dan warna tanah 7/4 very pale brown. Terdapat konsentrasi moluska
pada sisi kuadran barat daya. Temuan masih didominasi dengan moluska
pelecypoda. Adapun temuan lain seperti tulang dan oker. Pada sisi tenggara
terdapat lubang dan akar. Volume tanah pada spit ini sebanyak 125,17 Kg.
Spit 3
Pendalaman dilaksanakan pada hari Minggu-Senin tanggal 27 November 2017
yang dideskripsi oleh A. Nurul Afizha Januarti dan Syarwan Zaman. Spit 3
digali dari kedalaman 40-50 cm dari tali rata. Penggalian dimulai pada pukul
15.45 di kuadran tenggara oleh Muh. Zulfikar Eka Putra. Kondisi tanah kering,
bertekstur kasar dan berpasir, memiliki PH 7,40 dan warna tanah 6/2 light
brownish brown. Terdapat temuan moluska dan maros point. Penggalian
dilanjutkan oleh Siska di kuadran tenggara pada tanggal 28 November 2017
pukul 08.30 WITA. Pada kuadran barat daya ditemukan moluska dan temuan
maros point ditemukan pada sisi timur laut. Volume tanah pada spit ini
sebanyak 111,96 Kg.
Spit 4
Foto 9 Spit 4 Kotak T5S2
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 13
Pendalaman dilaksanakan pada hari Senin tanggal 28 November 2017 dan
dideskripsi oleh Syarwan Zaman dan Fatra Lantera. Spit 4 digali dari
kedalaman 50-60 cm dari tali rata. Penggalian dimulai pada pukul 15.30
WITA di kuadran barat daya. Tekstur tanah sedikit gembur dan berwarna
coklat, memiliki PH 7,43 dan warna tanah 3/3 dark brown. Pada kuadran barat
daya terdapat lubang dengan kedalaman 58 cm. Konsentrasi moluska masih
ditemukan di spit ini pada kuadran timur laut. Temuan lain yang ditemukan
berupa artefak batu, tulang, dan oker. Pada kuadran barat laut kondisi tanah
kering dan keras.Selain itu, juga ditemukan maros point, konsentrasi moluska,
oker dan tulang rahang. Volume tanah pada spit ini sebanyak 125,53 Kg.
Spit 5
Foto 10 Spit 5 Kotak T5S2
Pendalaman dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 29 November 2017 dan
dideskripsi oleh Fatra Lantera. Spit 5 digali dari kedalaman 60-70 cm dari tali
rata. Penggalian dimulai pada pukul 15.19 di kuadran tenggara oleh Evi Siti
Rosdiyanti. Kondisi tanah lembab dan agak gembur dan memiliki PH tanah
7,43 dan warna tanah 3/3 dark brown. Terdapat konsentrasi moluska jenis
gastropoda, pelecypoda, artefak batu, tulang, rahang, dan temuan lain seperti
akar. Volume tanah pada spit ini sebanyak 149,97 Kg.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 14
Spit 6
Foto 11 Spit 6 Kotak T5S2
Pendalaman dilaksanakan pada hari Rabu-Kamis tanggal 29-30 November
2017 dan dideskripsi oleh Siska dan Muh. Zulfikar Eka Putra. Spit 6 digali dari
kedalaman 70-80 cm dari tali rata. Penggalian dimulai pada pukul 14.19
WITA oleh Fatra Lantera di kuadran tenggara. Kondisi tanah lembab dan
lembur dengan PH tanah 7,39 dan warna tanah 2/2 very dark brown. Pada
kuadran tenggara, terdapat temuan gastropoda, artefak batu, dan lubang pada
sisi timur. Selain itu, juga terdapat batu berbentuk lonjong yang berada di
tengah kotak dengan jenis batu vulkanik. Penggalian dilanjutkan pada tanggal
30 November pukul 09.18 WITA di kuadran timur laut. Pada kuadran timur
laut dan barat laut ditemukan konsentrasi gastropoda dam artefak batu.
Volume tanah pada spit ini sebanyak 133,97 Kg.
Spit 7
Foto 12 Spit 7 Kotak T5S2
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 15
Pendalaman dilaksanakan pada hari Kamis-Jumat tanggal 30 November – 1
Desember 2017 yang dideskripsi oleh Muh. Zulfikar Eka Putra dan Ardhi
Ramadhan. Spit 7 digali dari kedalaman 80-90 cm dari tali rata. Penggalian
dimulai pada pukul 16.10 WITA oleh Ardhi Ramadhan di kuadran tenggara
dengan kondisi tanah yang lembab dengan PH tanah 7,37 dan warna tanah 4/4
dark yellowish brown. Temuan pada kuadran tersebut berupa gastropoda,
artefak batu, dan tulang. Penggalian dilanjutkan pada 1 Desember 2017 pukul
09.20 oleh Muh. Zulfikar Eka Putra di kuadran tenggara. Pada kuadran
tersebut ditemukan konsentrasi gastropoda, ditemukan pula tulang, oker, dan
kuarsa disepanjang sisi tenggara ke barat daya. Temuan di kuadran barat daya
berupa fragmen moluska gastropoda hingga di bagian tengah kotak. 90,7 Kg.
3.2 Analisis Stratigrafi
Gambar 3.2 Stratigrafi Kotak T5S2
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 16
Pada kotak T2S2 situs Leang Bulu Sippong 4 terdapat dua lapisan tanah yaitu sebagai berikut
Pada lapisan tanah pertama temuan yang terdapat moluska, artefak batu,dan tulang.
Yang mendominasi temuan lapisan pertama adalah moluska dengan jenis kerang
pelisipoda. Warna tanah pada lapisan pertama adalah coklat muda (old brown).
Dinding sisi barat pada lapisan tanah pertama yang paling banyak moluska dan yang
paling sedikit dinding sisi timur.
Pada lapisan tanah kedua temuan yang terdapat artefak batu, tulang, dan moluska.
Yang mendominasi temua lapisan kedua adalah artefak batu dan moluska dengan
jenis gastropoda. Warna tanah pada lapisan kedua adalah kuning kemerahan (reddish
yellow).
3.3 Analisis Temuan
Analisis menjadi salah satu rangkaian dalam menyusun laporan dan tindakan lanjutan
terhadap temuan-temuan yang telah diperoleh sehingga dapat dikatakan bahwa analisis
merupakan tahap lanjutan dari kegiatan ekskavasi. Pentingnya analisis sebagai salah bentuk
pengolahan data sehingga dapat menghasilkan interpretasi-interpretasi dalam menjawab
masalah-masalah pada penelitian kali ini. Analisis yang dilakukan dengan melihat atribut-
atribut yang terdapat pada temuan. Berikut analisis temuan-temuan yang diperoleh pada
kotak T5S2.
3.3.1 Analisis Artefak Batu
Temuan artefak batu pada kotak T5S2 secara keseluruhan berjumlah 1700. Temuan
tersebut diklasifikasi menjadi beberapa bagian yaitu berdasarkan jenis, bahan, keutuhan,
jejak pakai dan jenis serpih.
a. Artefak batu berdasarkan jenisnya terbagi atas batu inti, fragmen manuport, manuport,
dan serpih. Berikut ini adalah tabel jenis-jenis artefak batu.
Tabel 3.1 Jenis dan Jumlah Identiifkasi Artefak Batu Kotak T5S2
No. Jenis Jumlah Persentase Dari
Total Temuan
1. Batu inti 12 1%
2. Fragmen manuport 5 0%
3. Manuport 15 1%
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 17
4 Serpih 1668 98%
Total 1700 100%
Batu ini adalah bongkahan batu yang terbentuk akibat pemangkasan
disekelilingnya untuk pembuatan alat batu (Simanjuntak dkk. 2008). Bantu inti (core)
adalah inti dari artefak baru diserpih sebagai penghasil serpih (creator of flake) dengan
indikasi negatif bulbus dan luka pukul (flake scars) pada sisi artefak (Hiscock, 2007).
Temuan batu inti pada kotak T5S2 berjumlah 12 atau hanya 1% dari total temuan.
Foto 13 Batu Inti
Manuport merupakan temuan batu yang diduga sebagai alat pukul palu batu yang
digunakan untuk menyerpih batu inti dan memodifikasi alat-alat serpih. Temuan fragmen
manuport pada kotak T5S2 merupakan temuan yang paling sedikit berjumlah 5 atau
hanya 0% dari total temuan. Sedangkan temuan manuport berjumlah 15 atau 1% dari
total temuan.
Foto 14 Fragmen Manuport
Serpih adalah temuan yang dihasilkan dari pangkasan baik dari batu inti maupun
dari kegiatan pemangkasan dalam pembuatan alat batu. Temuan ini merupakan temuan
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 18
yang paling banyak ditemukan pada kotak T5S2 berjumlah 1668 atau 98% dari total
temuan.
Foto 15 Serpih
Gambar 3.3 Klasifikasi artefak batu berdasarkan jenis per-spit
Berdasarkan diagram diatas, temuan batu inti paling banyak ditemukan di spit
7 sebanyak 5 buah dan tidak ditemukan pada spit 3 dan 5. Fragmen manuport paling
banyak ditemukan di spit 4 dan 6 yang masing-masing berjumlah 2 buah dan tidak
ditemukan pada spit 1, 2, 3, dan 7. Manuport paling banyak ditemukan di spit 6
berjumlah 12 buah dan tidak ditemukan pada spit 1, 2, 4, dan 5. Serpih paling
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 19
banyak ditemukan di spit 7 berjumlah 394 buah dan paling sedikit ditemukan di spit
4 berjumlah 118 buah.
b. Artefak batu berdasarkan bahan terbagi atas chert, gamping, jasper, kuarsa, dan vulkanik.
Berikut ini adalah tabel artefak batu berdarkan bahannya.
Tabel 3.2 Bahan dan Jumlah Identifikasi Artefak Batu Kotak T5S2
No. Bahan Jumlah Persentase Dari
Total Temuan
1. Chert 1553 91%
2. Gamping 28 2%
3. Jasper 13 1%
4. Kuarsa 20 1%
5. Vulkanik 86 5%
Total 1700 100%
Berdasarkan tabel diatas, bahan yang paling banyak digunakan dalam pembuatan
artefak batu adalah chert sebanyak 1553 (91% dari total temuan). Sedangkan bahan yang
paling sedikit digunakan adalah jasper hanya sebanyak 13 (1% dari total temuan).
Foto 16 Chert
Foto 17 Gamping
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 20
Foto 18 Jasper
Foto 19 Vulkanik
Foto 20 Kuarsa
Gambar 3.4 Klasifikasi artefak batu berdasarkan bahan per-spit
Berdasarkan diagram diatas, artefak batu yang terbuat dari bahan chert paling banyak
di temuan pada spit 7 berjumlah 376 buah dan paling sedikit ditemukan pada spit 4
berjumlah 116 buah. Bahan gamping paling banyak ditemukan pada spit 2 berjumlah 14
buah dan tidak ditemukan bahan pada spit 1 dan 2. Bahan jasper paling banyak ditemukan
pada spit 6 berjumlah 7 buah dan tidak ditemukan bahan pada spit 1, 3, dan 4. Bahan
kuarsa paling banyak ditemukan pada spit 2 berjumlah 6 buah dan tidak ditemukan bahan
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 21
pada spit 3 dan 6. Bahan vulkanik paling banyak ditemukan pada spit 6 bejumlah 36 buah
dan paling sedikit ditemukan pada spit 4 berjumlah 3 buah.
c. Artefak batu berdasarkan keutuhan terbagi atas utuh, tidak utuh (khusus maros point),
proksimal, medial, distal, lateral kiri, lateral kanan, ui (unidentified). Berikut ini adalah
tabel berdasarkan keutuhan artefak batu.
Tabel 3.3 Keutuhan dan Jumlah Identifikasi Artefak Batu Kotak T5S2
No. Keutuhan Jumlah Persentase Dari
Total Temuan
1. Utuh 665 39%
2. Proximal 250 15%
3. Medial 110 6%
4. Distal 263 15%
5. Lateral kiri 27 2%
6. Lateral kanan 37 2%
7. Ui 304 18%
8. Tidak utuh 44 3%
Total 1700 100
Temuan yang termasuk ke dalam kategori utuh adalah temuan yang memiliki atribut
yang lengkap, seperti memiliki proximal, medial, dan distal. Temuan yang utuh
merupakan temuan yang paling banyak ditemukan berjumlah 665 (39% dari total
temuan). Temuan yang termasuk ke dalam kategori proximal adalah temuan yang hanya
memiliki dataran pukul dan bulbus. Adapun jumlah proximal sebanyak 250 (15% dari
total temuan). Temuan yang termasuk ke dalam kategori medial adalah temuan yang
tidak memiliki proksimal seperti tidak memiliki dataran pukul. Jumlah temuan medial
sebanyak 110 (6% dari total temuan). Temuan yang termasuk ke dalam kategori distal
adalah temuan yang hanya memiliki tajaman dan tidak memiliki proximal dataran pukul.
Jumlah temuan distal sebanyak 263 (15% dari total temuan). Temuan yang termasuk ke
dalam lateral kiri dan kanan adalah temuan yang hanya memiliki sisi kiri atau kanan
yang dapat ditentukan melalui letak bulbus. Jumlah temuan lateral kiri sebanyak 27 (2%
dari total temuan) dan lateral kanan sebanyak 37 (2% dari total temuan). Lateral kiri dan
lateral kanan merupakan temuan yang paling sedikit ditemukan.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 22
Temuan yang termasuk ke dalam kategori ui (unidentified) adalah temuan yang tidak
dapat diidentifikasi atributnya seperti tatal. Adapun jumlah temuan ui sebanyak 304
(18% dari total temuan). Temuan yang termasuk ke dalam kategori tidak utuh adalah
temuan maros point yang tidak utuh seperti temuan yang patah. Jumlah temuan yang
tidak utuh sebanyak 44 (3% dari total temuan).
Foto 21 Serpih utuh
Foto 22 Proximal
Foto 23 Medial
Foto 24 Distal
Foto 25 Lateral kir
Foto 26 Lateral kanan
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 23
Foto 27 Maros point yang patah
Gambar 3.5 Diagram klasifikasi artefak batu berdasarkan keutuhan per-spit
d. Artefak batu berdasarkan jejak pakai terbagi atas perimping, kilapan, dan tidak terdapat
jejak pakai. Berikut ini adalah tabel berdasarkan jejak pakai yang terdapat pada artefak
batu.
Tabel 3.4 Jejak pakai dan Jumlah Identifikasi Artefak Batu Kotak T5S2
No. Jejak Pakai Jumlah Persentase Dari
Total Temuan
1. Kilapan 17 1%
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 24
2. Perimping 35 2%
3. Tidak terdapat jejak pakai 1648 97%
Total 1700 100
Temuan yang dikategorikan memiliki jejak pakai berupa kilapan adalah temuan yang
pada bagian sisi tajamannya terdapat kilapan (gloss) yang diindikasikan bahwa temuan
tersebut telah digunakan untuk mengolah bahan vegetasi. Kilapan merupakan jejak
pakai yang paling sedikit ditemukan berjumlah 17 (1% dari total temuan). Temuan yang
memiliki jejak pakai perimping adalah temuan yang memiliki kerusakan pada bagian
tajamannya yang biasanya meninggalkan bekas luka. Jumlah temuan perimping
sebanyak 35 (2% dari total temuan). Sedangkan jumlah temuan yang tidak memiliki
jejak pakai sebanyak 1648 (97% dari total temuan).
Foto 28 Artefak batu yang memiliki kilapan
Foto 29 Artefak batu yang memiliki
perimping
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 25
Gambar 3.6 Diagram klasifikasi artefak batu berdasarkan jejak pakai per-spit
e. Artefak batu berdasarkan modifikasi terbagi atas retus, tidak retus, dan ui (unidentified).
Berikut ini adalah tabel berdasarkan modifikasi yang terdapat pada artefak batu.
Tabel 3.5 Modifikasi dan Jumlah Identifikasi Artefak Batu Kotak T5S2
No. Modifikasi Jumlah Persentase Dari
Total Temuan
1. Retus 106 6%
2. Tidak retus 1290 76%
3. Ui 304 18%
Total 1700 100%
Temuan yang termasuk dalam kategori retus adalah temuan yang menunjukkan
adanya pengerjaan kembali. Jumlah temuan yang diretus debanyak 106 (6% dari total
temuan). Sedangkan temuan yang tidak diretus sebanyak 1290 (76% dari total temuan).
Temuan yang dikategorikan ui adalah temuan yang tidak dapat di identifikasi seperti
temuan tatal yang berjumlah 304 (18% dari total temuan).
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 26
Foto 30 Temuan yang diretus
Gambar 3.7 Diagram klasifikasi artefak batu berdasarkan modifikasi per-spit
f. Artefak batu berdasarkan jenis serpih terbagi atas bilah, maros point, dan tatal. Berikut
ini adalah tabel jenis serpih.
Tabel 3.6 Jenis Serpih dan Jumlah Identifikasi Artefak Batu Kotak T5S2
No. Jenis Serpih Jumlah Persentase Dari
Total Temuan
1. Bilah 36 2%
2. Maros Point 85 5%
3. Artefak Berpunggung 2 0%
4. Tatal 278 16%
5. Ui 1299 76%
Total 1700 100%
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 27
Temuan yang termasuk ke dalam kategori bilah adalah serpih yang ukuran
panjangnya sama dengan dua kali lebar serpih. Jumlah bilah sebanyak 36 (2% dari total
temuam). Temuan yang termasuk ke dalam kategori maros point adalah temuan serpih
yang dimodifikasi untuk menghasilkan lancipan-maros. Jumlah maros point sebanyak 85
(5% dari total temuan). Temuan yang termasuk ke dalam kategori artefak berpunggung
adalah serpih yang yang diretus dan dimodifikasi pada satu sisi yang biasanya memiliki
bentuk menyerupai trapesium. Jumlah artefak berpunggung sebanyak 2 (0% dari total
temuan). Temuan yang termasuk ke dalam kategori tatal adalah temuan yang tidak dapat
diidentifikasi atributnya seperti dataran pukul, bulbus, dan sebagainya. Jumlah temuan
tatal sebanyak 278 (16% dari total temuan). Temuan yang termasuk ke dalam kategori
temuan ui adalah serpih-serpih yang memiliki beragam variasi bentuk dan ukuran dan
dapat diidentifikasi atributnya. Jumlah temuan ui sebanyak 1299 (76% dari total
temuan).
Foto 31 Bilah
Foto 32 Maros point
Foto 33 Artefak Berpunggung
Foto 34 Tatal
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 28
Gambar 3.8 Diagram klasifikasi artefak batu berdasarkan jenis serpih per-spit
3.3.2 Analisis Tulang dan Gigi
Berdasarkan tulang dan gigi yang ditemukan pada spit T5S2 yang dapat diidentifikasi,
maka fauna pada kotak ini dapat digolongkan menjadi delapan spesies. Namun, temuan yang
tidak dapat diidentifikasi lebih mendominasi.
Table 3.7 Tabel Jenis Spesies Fauna Kotak T5S2
No Family Spesies Folk Taksonomi Jumlah
1 Suidae Babyrousa Babi Rusa 99
2 Sus Celebencis Babi Sulawesi 207
3 Phalangeridae Ailorps Urcinus Kuskus 3
4 Squamata Un Identified Ular 44
5 Squaloidae Rineodon Ikan Hiu 4
6 Bovinae Buballus Anoa 5
7 Aves Un Identified Burung 1
8 Fragmen 1451
TOTAL 1875
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 29
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa temuan tulang dan gigi yang dapat
diidentifikasi lebih didominasi oleh fauna dengan family Suidae yang memang merupakan
hewan endemik Sulawesi Selatan. Selain gigi dan tulang, sisa fauna lain yang dapat
diidentifikasi yaitu berupa temuan capit kepiting. Namun, temuan yang tidak dapat
diidentifikasi lebih banyak didapatkan yaitu dengan jumlah 1451 fragmen.
Gambar 3.9 Persentase Temuan Sisa Fauna
Spesies fauna yang dapat diidentifikasi berdasarkan temuan yang didapatkan
didominasi oleh spesies Sus Celebencis atau Babi sulawesi dengan jumlah 207 Individu.
Gambar 3.10 Diagram Spesies berdasarkan temuan
Temuan yang ditemukan pada kotak T5S2 diklasifikasikan menjadi beberapa elemen,
dan element temuan diklasifikasikan lagi menjadi bagian elemennt. Adapun bagian elemen
yang dapat diidentifikasi pada tulang dan gigi fauna dapat dilihat pada tabel dibawah.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 30
Table 3.8 Elemen yang dapat diidentifikasi
No Element Jumlah
1 Akar Gigi 29
2 Astragalus 3
3 Calcaneus 5
4 Cuboid 1
5 Cuneiform 1
6 Eksremitis 2
7 Femur 5
8 Fibula 5
9 Gigi Hiu 2
10 Taring 14
11 Humerus 11
12 Incisor 30
13 Carpal/Tarsal 5
14 Long Bone 1
15 Lunar 2
16 Maksila 1
17 Mandibula 8
18 Molar 25
19 Patella 4
20 Phalanges 69
21 Pitreus Bone 6
22 Radius 4
23 Ribs 26
24 Scafoid 1
25 Scapula 3
26 Semiluna 1
27 Thallus astragalus 1
28 Tibia 4
29 Tulang Ikan 2
30 Ulna 2
31 Unerus 1
32 Uniform 4
33 Vertebrae 75
34 Fragmen Tulang 1402
35 Fragmen Gigi 1
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 31
Foto 35 Vertebra ular
Foto 36 Maksila Sus Celebences
Foto 37 Pitreus bone
Foto 38 Molar tiga babi rusa
Foto 39 Calcaneus
Foto 40 Maksila babi rusa
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 32
Foto 41 Ribs terbakar
Foto 42 Fragmen Tulang
Foto 43 Tulang Ikan Hiu
Foto 44 Gigi Incisor
Salah satu bentuk pengklasifikasian yang dilakukan ialah, temuan terbakar dan tidak
terbakar. Pengklasifikasian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui intensitas
penggunaan api pada situs Bulu Sippong 4 khususnya pada kotak T5S2. Hasilnya, intensitas
pemakaian api berdasarkan temuan tulang dan gigi dari spit 1 – 7 di kotak T5S2 persentase
tulang dan gigi dodiminasi oleh tidak terbakar, yaitu 84%. Pengklasifikasian warna terbakar
dibedakan berdasarkan tingkat pembakarannya yaitu warna kekuningan, kecoklatan, coklat,
abu-abu dan hitam. Sedangkan tidak terbakar diklasifikasikan menjadi satu warna yaitu
warna kunig.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 33
Gambar 3.11 Persentase temuan terbakar dan tidak terbakar
Foto 45 Temuan terbakar warna coklat
Foto 46 Temuan terbakar warna hitam
Foto 47 Temuan tidak terbakar
Pada kotak T5S2 ditemukan beberapa tulang yang diduga artefak. Beberapa artefak
yang berhasil diidentifikasi memiliki modifikasi yang mengindikasikan bahwa temuan
tersebut merupakan artefak. Modifikasi dari tulang yang diduga artefak ini berupa bekas
goresan dan serut.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 34
Foto 48 Artefak tulang
Foto 49 Artefak tulang terbakar
Foto 50 Artefak tulang
3.3.3 Analisis Moluska
Moluska diklasifikasi berdasarkan jenis kelas (class), jenis kelas yang terdapat pada
kotak T5S2 terbagi dua yaitu gastropoda dan pelecypoda.
Gambar 3.12 Diagram perbandingan jumlah gastropoda dan pelecypoda
Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa, moluska kelas gastropoda memiliki
jumlah terbanyak pada spit 5 yaitu sebanyak 4408 individu dan paling sedikit pada spit 1
yaitu sebanyak 103 individu. Sedangkan untuk kelas pelecypoda terbanyak pada spit 2 yaitu
sebanyak 649 individu dan paling sedikit pada spit 7 yaitu sebanyak 19 individu.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 35
Foto 51 Moluska kelas gastropoda
Figure 52 Moluska kelas pelecypoda
Gambar 3.13 Diagram klasifikasi moluska berdasarkan genus
Selain klasifikasi berdasarkan kelas, moluska juga diklasifikasi berdasarkan genus
(anadara, meretrix, murex, telescopium, tylomelania, dan vittoida), dan dari hasil klasifikasi
tersebut dapat disimpulkan bahwa tylomelania paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 9995
individu (ditemukan disetiap spit), selanjutnya yaitu meretrix dengan jumlah 2851 individu
(ditemukan disetiap spit), vittoida dengan jumlah 739 individu (ditemukan disetiap spit),
anadara dengan jumlah 77 individu (tidak terdapat pada spit 7), telescopium dengan jumlah 8
individu (hanya terdapat pada spit 1, 2, dan 3) dan jumlah paling sedikit yaitu murex dengan
jumlah 7 individu (hanya terdapat pada spit 2 dan 3) pada kotak T5S2.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 36
Foto 53 Anadara
Foto 54 Meretrix
Foto 55 Murex
Foto 56 Telescopium
Foto 57 Tylomelania
Foto 58 Vittoida
Gambar 3.14 Diagram fragmen moluska
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 37
Berdasarkan diagram di atas, berat (kg) fragmen moluska pada setiap spit beratnya tidak
sama, yang paling berat timbangannya terdapat pada spit 3 yaitu sebanyak 7,65 kg. dan yang
palingringan timbangannya terdapat pada spit 7 yaitu 1,39 kg.
3.3.4 Analisis Temuan Arang dan Oker
Gambar 3.15 Diagram perbandingan jumlah arang dan oker per-spit
Dilihat dari diagram, dapat disimpulkan bahwa temuan oker ditemukan pada setiap
spit (spit 1,2,3,4,5,6, dan 7) pada kotak T5S2, sedangkan arang hanya ditemukan pada spit 5
dan 7. Jumlah oker yang paling banyak ditemukan terdapat pada spit 6 dan paling sedikit
pada spit 4. Namun untuk ukuran timbangan berat (kg) pada spit 5 dan 7 adalah yang terberat
meskipun jumlahnya tidak sama serta temuan paling ringan terdapat pada spit 4. Sedangkan
untuk arang, jumlah arang terbanyak dan terberat terdapat pada spit 7.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ekskavasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data melalui penggalian tanah
yang dilakukan secara sistematik untuk menemukan tinggalan arkeologis berupa material
dalam situasi insitu. Ekskavasi yang telah dilakukan oleh kelompok 2 pada kotak T5S2 di
situs Leang Bulu Sippong 4, dapat memberikan informasi mengenai adanya kehidupan di
masa lampau khususnya di Kabupaten Pangkep pada zaman prasejarah. Kegiatan ini dapat
menjadi pembelajaran akan pentingnya upaya pelestarian terhadap suatu situs, berdasarkan
pengamatan kami, situs ini terancam karena adanya kegiatan salah satu perusahaan yang
menjadikan karst sebagai bahan dalam pembuatan semen. Hal ini harus diperhatikan oleh
beberapa pihak yang terkait masalah situs ini.
Kegiatan ini merupakan kegiatan ekskavasi yang pertama bagi kami, adapun lokasi
penggalian merupakan lanjutan dari penggalian yang dilakukan oleh Mahasiswa Arkeologi
pada tahun 2016. Adapun kotak kami merupakan kotak baru dinamakan kotak T5S2. Pada
kotak ini ditemukan beberapa temuan dari zaman yang diduga mesolitik berupa artefak batu
yang mengedintikasikan penggunaan serpih sebagai alat karena ditemukan beberapa kilapan
serta perimping pada alat serpih, mengenai jenis bahan yang digunakan dimana didominasi
oleh chert yang merupakan bahan batu berkualitas baik mengedintikasikan bahwa pemikiran
manusia pendukung disitus ini sudah mengalami perkembangan, banyaknya penemuan maros
point mengidentikasikan bahwa situs ini termasuk dalam Budaya berburu dan meramu
tingkat lanjut. Temuan selanjutnya yaitu tulang, gigi dan molusca yang mengidentikasikan
sisa fauna yang pernah hidup atau yang digunakan sebagai penunjang kehidupan pada masa
itu, adanya bekas modifikasi seperti serut yang ditemukan pada beberapa tulang dan moluska
jenis pelecypoda memperkuat dugaan kami bahwa manusia pendukung di situs ini
menggunakan alat berupa tulang dan kulit kerang sebagai penunjang kehidupan mereka dan
pemikirannya sudah berkembang. Sampah modern berupa paku berkarat dengan panjang 9cm
juga didapatkan pada spit pertama, yang mengidentikasikan adanya percampuran kebudayaan
masa lalu dan masa modern. Temuan ekskavasi pada situs ini menunjukkan bahwa Leang
Bulu Sippong 4 merupakan situs yang dihuni pada tingkatan berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat lanjut.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 39
Meskipun telah ditemukan temuan hasil ekskavasi yang dapat menunjukan bukti-bukti
kuat mengenai budaya pada masyarakat prasejarah, tetapi penelitian dan ekskavasi lanjutan
masih perlu dilakukan, karena kemungkinan besar data-data baru bisa menjawab keberadaan
masyarakat prasejarah melalui bukti-bukti kuat tersebut dan bahkan sudah terlihat pada data
vertikal berupa deposit sampah dapur.
4.2 Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah kami buat, maka kami ingin merekomendasikan
beberapa hal mengenai ekskavasi yang telah kami lakukan dan upaya pelestarian terhadap
situs Leang Bulu Sippong 4 antara lain :
a. Masih perlu dilakukan ekskavasi lanjutan agar dapat memperoleh data yang lebih jelas
lagi untuk mengungkapkan bahwa adanya kehidupan kebudayaan di masa lampau.
b. Diperlukan pengkajian mengenai asosiasi temuan baik itu pada spit maupun layer pada
kotak ekskavasi tersebut khususnya di kotak T5S2.
c. Perlunya peningkatan kebijakan oleh pemerintah dan masyarakat untuk membatasi
kegiatan penambangan di sekitar situs Leang Bulu Sippong 4 dari yang dilakukan oleh
pihak semen tonasa.
d. Melakukan sosialisasi terhadap masyarakat yang terkait langsung dengan situs tersebut
tentang bagaimana cara melestarikan dan menjaga situs cagar budaya khususnya situs
Leang Bulu Sippong 4 yang kita tahu bahwa karena keberadaan penambangan semen
tonasa berdampak untuk mengancam situs ini.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 40
DAFTAR PUSTAKA
2, K. (2016). Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 . Makassae: Departemen Arkeologi.
Anonim. (2013, Januari 7). Administrasi Kabupaten Pangkep. Retrieved Desember 24,
2017, from Designmap: https://petatematikindo.wordpress.com/tag/kab-
pangkep/
Fardhyan, R. (2011). Tipologi Bentuk Alat Batu Kala Holosen dari Sektor IV, Situs Liang
Bua, Manggarai Barat, Flores. Depok: Universitas Indonesia.
Mahmud, M. I. (2017). Butta Toa, Jejak Arkeologi Budaya Toala, Logam dan Tradisi
Berlanjut di Bantaeng. Makassar: Penerbit Ombak.
Nur, M. (2011). Prasejarah Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Penang:
Universiti Sains Malaysia.
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 41
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Peralatan Ekskavasi
No Nama Alat dan Bahan
1 Pemetaan GPS
Peta Dasar
Laptop
Software GIS
Distometer
Roll Meter
Kompas
Milimeter Blok A3
Clippboard
Pensil gambar, penghapus, dan
rautan
Mistar
Bujur derajat
2 Pembuatan layout Kompas
Tali Nilon
Benang Godam
Patok
Palu Karet
Paku 5-7 cm
Selang timbang dan air
Mistar siku
Meteran
Bandul
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 42
3 Pendalaman Kotak Cetok
Sudip
Ember
Meteran
Linggis
4 Perekaman Data (deskripsi) Lembar Catatan Ekskavasi
Buku catatan
Clippboard
Alat tulis
Meteran
5 Perekaman data (Memotret) Kamera DSLR
Skala 100, 50 20, 10. 5cm
Penunjuk arah
Papan keterangan kotak
Kuas besar atau kecil
6 Perekaman data
(menggambar)
Clipboard
Lembar catatan ekskavasi
Pensil gambar
Milimeter blok
Kertas HVS
Tusuk gigi
Calipper
Buku gambar
Mistar
7 Penanganan Temuan Ayakan
Kertas koran
Laporan Ekskavasi Bulu Sippong 4 | 43
Sikat gigi
Karung plastik
Spidol
Label temuan
Aluminium foil
Timbangan gantung
Plastik
8 Penutupan kotak Sekop
Kantung besar