mastoid it is
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DENGAN GANGGUAN SISTIM PENGINDERAAN:
MASTOIDITIS
Dosen Pengampu: Siti Fatmawati, S.Kep, Ns
Disusun oleh:
1. ARISA IKA DEWI (B2008006)
2. DWI ERNAWATI (B2008014)
3. HUSNUL CHOTIMAH (B2008022)
4. LILIS SETYANINGRUM (B2008030)
5. NANI SETYANI (B2008038)
PRODI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH
SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari catatan medis sepanjang Januari 2004 sampai Desember 2005
didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum
mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari
terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata
27 tahun termuda 5 tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun
(36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki
53,7% dan wanita 46,3%) dengan hasil penelitian Yusra dkk yaitu 23 tahun.
(www.kalbe.co.id /files/2004/cdk/files/155 ).
Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang telah
diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam
sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik,
nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan
empiema. Ini merupakan penyakit anak-anak dan menyertai dengan ketat
kurva insidensi otitis media akut. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada
anak yang mengalami pemecahan membran timpani secara spontan selama
otitis media dan yang kemudian mengalami nyeri telinga yang makin
mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari
telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat
antibiotik (Dudey, 1992: 269).
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunisupresi atau mereka
yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya
berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab organisme penyebab
yang lain adalah sama dengan penyebab otitis media akut. Pemeriksaan
radiologis pada mastoiditis koalesens mengungkapkan adanya apasitikasi sel-
sel udara inastoid oleh cairan dan hilangnya trabukulasi normal dari sel-sel
tersebut. Hilangnya kontur masing-masing sel, membedakan temuan ini
dengan temuan pada otitis media serasa dimana kontur sel tetap utuh.
Pengobatan awal berupa miringatoma, yang cukup lebar, biarkan dan
antibiotik yang sesuai diberikan intravena. Bila gambaran radiologis
memperhatikan hilang pola trabukular atau adanya progesi penyakit, maka
harus dilakukan mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah
komplikasi serius seperti petrositis, labirintitis, meningitis, dan abses otot
(George, 1997: 106).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan membaca dan memahami makalah ini diharapkan semua
mahasiswa khususnya DIII Keperawatan semester IV mampu
melaksanakan asuhan keperawatan gangguan sistim pendengaran:
Mastoiditis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mahasiswa diharapkan
mengetahui dan memahami tentang:
a. Definisi mastoiditis.
b. Etiologi mastoiditis.
c. Manifestasi klinis mastoiditis.
d. Patofisiologi mastoiditis.
e. Pathways mastoiditis.
f. Komplikasi penatalaksanaan mastoiditis.
g. Pemeriksaan penunjang mastoiditis.
h. Asuhan keperawatan pada pasien dengan mastoiditis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat,
menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif
(osteomyelitis) (Parakrama, 2006: 442).
Mastoiditis merupakan akibat dari penyebaran infeksi dari telinga
bagian tengah (Reeves, 2001: 19).
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel-sel mastoid yang
terletak pada tulang temporal. Biasanya timbul pada anak-anak atau orang
dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga tengah
sebagai contoh otitis media akut
(http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis/).
B. Etiologi
Menurut Reeves (2001: 19) etiologi mastoiditis adalah:
1. Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah
mengumpul di sel-sel udara mastoid
2. Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
Menurut George (1997: 106) etiologi mastoiditis antara lain:
1. Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang
dideritanya
2. Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut
yaitu streptococcus pnemonieae.
Bakteri lain yang sering ditemukan adalah adalah branhamella catarrhalis,
streptococcus group-A dan staphylococcus aureus
Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis)
etiologi mastoiditis antara lain:
1. Bakteri
Biasanya adalah streptococcus aureus.
2. Bakteri yang biasanya muncul pada penderita mastoiditis anak-anak
adalah streptococcus pnemonieae.
C. Manifestasi klinis
Menurut George (1997: 106) manifestasi klinis pada penderita
mastoiditis antara lain:
1. Demam biasanya hilang dan timbul.
2. Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam
telinga, dan mengalami nyeri tekan pada mastoid.
3. Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran.
4. Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas
sebaseus (lemak).
5. Dinding posterior kanalis menggantung.
6. Pembengkakan postaurikula.
7. Temuan radiologis
Adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya
trabukulasi normal sel-sel tersebut.
8. Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau.
Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis)
manifestasi klinis mastoiditis adalah:
1. Nyeri telinga yang makin berdenyut-denyut
2. Bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari telingan
3. Demam
Dapat berlangsung terus meskipun telah mendapat antibiotik.
D. Patofisiologi
Penyakit mastoiditis pada umumnya diawali dengan otitis media yang
tidak ditangani dengan baik. Biasanya mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu
setelah otitis media akut infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara
mastoid (Reeves, 2001: 19).
Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma
yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan
luar membran timpani ke tengah. Kulit dari membran timpani lateral
membentuk kantung luar yang akan berisi kulit yang telah rusak dan baha
sebaseur. Kantung dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila
tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan
paralisis nervus fasialis. Kehilangan pendengaran sensori neural dan atau
gangguan keseimbangan (akibat erusi telinga dalam) dan abses otak
(Smeltzer, 2001: 2052).
Mastoiditis terjadi sebagai lanjutan dari otitis media supuratik kronik,
peradangan dari rongga telinga tengah menjalar ke tulang mastoid melalui
saluran aditus adantrum. Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk
jinak (benigna) dan bentuk ganas (maligna). Pada bentuk maligna peradangan
berlanjut ke dalam tulang tengkorak (intrakranial) sehingga dapat terjadi
meningitis, absis subdural, abses otak, tromboflebitis sinus, lateralis, serta
mungkin juga terjadi hidrosefalus (Nurbaiti, 1993: 25).
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka
yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini berkaitan
dengan virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim
adalah sama dengan penyebab otitis media akut yaitu streptococcus
hemlytiens, pneumococcus, sthapilococcus aureus lalbus, streptococcus
viridans (Adams, 1997: 106).
E. Pathways
Sumber: George (1997: 106) Reeves (2001: 19) Smeltzer (2001: 2052) Nurbaiti (1993: 25)
Otitis media akut
Tidak ditangani dengan baik
Perluasan infeksi ke dalam sistim sel udara mastoid
Bakteri(Streptococcus aureus, Streptococcus pneumonia)
Masuk cavum mastoid
Mastoiditis
Mastoiditis benigna Mastoiditis maligna
Infeksi telinga tengah
Terjadi inflamasi jaringan
Metabolisme tubuh meningkat
Infeksi terjadi berulang
Mukosa menebal
Penekanan pembuluh darah
Produksi infeksi menyebar ke telinga dalam
Ketulian sensori neural
Perubahan persepsi sensori auditorius
Kerusakan komunikasi verbal
Menyebar ke labirin
Labyrintitis
Keseimbangan tubuh terganggu
Defisiensi efektor
Risiko cidera
Produk infeksi menyebar ke tulang tengkorak
Terjadi peradangan di meningen
Meningitis
Bakteri berkembang biak dan toksin
Metabolisme tubuh meningkat
Hipertermi
Hipertermi
Tindakan operatif
Pre operasi mastoidektomi
Kurang pengetahuan
Ansietas
Post operasi mastoidektomi
Luka insisi
Kerusakan jaringan
Nyeri Risiko infeksi
Penurunan kesadaran
Risiko cidera
F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi bila mastoiditis tidak ditangani dengan baik
menurut Adams (1997: 106) adalah:
1. Petrositis
Yaitu infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah perforasi kendang
telinga dengan cairan yang terus menerus keluar.
2. Labyrintitis
Yaitu peradangan labirin ini dapat disertai dengan kehilangan pendengaran
atau vertigo disebut juga (otitis interna).
3. Meningitis
Yaitu peradangan meningen (radang membran pelindung sistem saraf)
biasanya penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme.
4. Abses otak
Yaitu kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan otak.
Komplikasi menurut Nurbaiti (1993: 25) adalah:
1. Meningitis
Yaitu peradangan meningen (radang membran pelindung sistem saraf)
biasanya penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme.
2. Abses subdural
Yaitu kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan diantara
durameter dan arakhnoid.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis)
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. CT scan
Mendiagnosis kelainan telinga tengah, mastoid dan telinga dalam.
Biasanya memperlihatkan penebalan mukosa dalam rongga telinga tengah
di samping dalam rongga mastoid.
2. Pemeriksaan radiologis
Mengetahui adanya apasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan
hilangnya trabekulasi normal dan sel-sel tersebut.
3. Tympanocentesis dan myringotomi
Tympanocentesis adalah penusukan bedah pada membran timpani
(gendang telinga) untuk membuang cairan dari telinga tengah.
Myringotomi adalah pembentukan lubang pada membran timpani, seperti
pada tympanocentesis.
Myringotomi mungkin dilakukan di awal, kemudian diikuti dengan terapi
antibiotik.
H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Higler (1997: 109) penatalaksanaan medis pada mastoiditis
antara lain:
1. Pemberian antibiotik sistemik
Diberikan beberapa minggu sebelum operasi dapat mengurangi atau
menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki hasil pembedahan.
2. Pembedahan
a. Timpanoplasti
Adalah rekonstruksi bedah pada mekanisme pendengaran di telinga
tengah, dengan memperbaiki membrana tympanica melindungi
fenestra cochlease dari tekanan suara. Tujuan dari tindakan ini adalah
untuk menyelamatkan dan memulihkan pendengaran, dengan cangkok
membran timpani dan rekonstruksi telinga tengah. Sedangkan tujuan
sekundernya adalah untuk mempertahankan atau memperbaiki
pendengaran (timpanoplasti) bilamana mungkin. Terdapat berbagai
teknik timpanoplasti yang berbeda, yaitu pencangkokan (kulit, fasia,
membran timpani homolog) dan rekonstruksi (osikula homolog,
kartilago dan aloplastik).
b. Mastoidektomi
Adalah pembedahan pada tulang mastoid. Tujuan dilakukan
mastoidektomi adalah untuk menghilangkan jaringan infeksi,
menciptakan telinga yang kering dan aman.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis)
penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan mastoiditis antara lain:
1. Perawatan pre-operasi
Perawat mengajarkan secara khusus pada klien yang dijadwalkan untuk
menjalani tympanoplasty.
2. Perawatan post operasi
Rendaman antiseptik gauze (an antiseptic-soaked gauze) seperti lodoform
gauze (nuga-uze) dibalut dalam kanal audiotori.
Menurut George (1997: 108) antara lain:
1. Terapi konservatif
Yaitu menasehati untuk menjaga telinga agar tetap kering serta
membersihkan telinga dengan penghisap secara berhati-hati di tempat
praktik.
2. Pemberian bubuk atau obat tetes yang biasanya mengandung antibiotik
dan steroid.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis)
pengkajian yang dilakukan antara lain:
1. Keluhan utama
Rasa nyeri di telinga.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa
penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid.
Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di
telinga dan demam hilang timbul.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang didapat:
a. Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi)
b. Kemerahan pada kompleks mastoid
c. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir
d. Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan)
e. Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah)
f. Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lain
g. Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnya
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wilkinson, J. M (2007) diagnosa keperawatan yang muncul
pada mastoiditis antara lain:
1. Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan
pendengaran.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Risiko cidera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi
sensori auditoris.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
7. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.
8. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran.
C. Intervensi dan Rasional
1. Perubahan sensori/ persepsi (auditoris) berhubungan dengan kerusakan
pendengaran
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
pasien mampu mendengar dengan baik
Kriteria Hasil : a. Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum
b. Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat
No Intervensi Rasional
1. Kaji tentang ketajaman
pendengaran
Menentukan seberapa baik tingkat
pendengaran klien
2. Diskusikan tipe alat bantu dengar
dan perawatannya yang tepat
Untuk menjamin keuntungan
maksimal
3. Bantu pasien berfokus pada
semua bunyi di lingkungan dan
membicarakannya hal tersebut
Untuk memaksimalkan
pendengaran
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
suhu tubuh dapat normal (360-370C)
Kriteria Hasil : a. Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)
b. Kulit tidak teraba hangat
c. Wajah tidak tampak merah
d. Tidak terjadi dehidrasi
No Intervensi Rasional
1. Pantau input dan output Untuk mengetahui balance cairan
pasien
2. Ukur suhu tiap 4-8 jam Untuk mengetahui perkembangan
klien
3. Ajarkan kompres hangat dan
banyak minum
Untuk menurunkan panas tubuh
dan mengganti cairan tubuh yang
hilang
4. Kolaborasi dengan pemberian
antipiretik
Untuk menurunkan panas
3. Risiko cidera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi cidera
Kriteria Hasil : Tidak mengalami cidera fisik
No Intervensi Rasional
1. Cegah infeksi telinga berlebih Agar kerusakan pendengaran tidak
meluas
2. Meminimalkan tingkat
kebisingan di unit perawatan
intensif
Berhubungan dengan kehilangan
pendengaran
3. Lakukan upaya keamanan seperti
ambulasi terbimbing
Untuk mencegah pasien jatuh
akibat vertigo/gangguan
keseimbangan
4. Kolaborasi dengan pemberian
obat antiemetika dan antivertigo
sesuai indikasi misalnya
antihistamin
Mengurangi nyeri kepala sehingga
terhindari dari jatuh
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mendengar petunjuk auditoris
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
pasien dapat berkomunikasi dengan baik
Kriteria Hasil : a. Pasien terlibat dalam proses komunikasi
b. Pasien menunjukkan kemampuan untuk membaca gerak
bibir
c. Pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan
cara yang diajarkan
No Intervensi Rasional
1. Berbicara jelas dan tegas tanpa
bergerak
Membantu pasien merangsang
komunikasi verbal
2. Kurangi kegaduhan lingkungan Mempermudah pasien dalam
mendengar
3. Ajari keluarga dan orang lain
yang terlibat dengan pasien
tentang perilaku yang
memudahkan membaca gerak
bibir
Untuk merangsang komunikasi
verbal
4. Bila menggunakan alat bantu
dengar, kenakan pada telinga
yang tidak dioperasi
Mempermudah pasien mendengar
sehingga dapat lancar dalam
berkomunikasi
5. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
nyeri teratasi
Kriteria Hasil : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
b. Skala nyeri turun
c. Wajah pasien tampak rileks
No Intervensi Rasional
1. Kaji ulang skala nyeri, lokasi,
intensitas
Mengetahui ketidakefektifan
intervensi
2. Berikan posisi yang nyaman Mengurangi nyeri
3. Ajarkan teknik relaksasi dan
ciptakan lingkungan yang tenang
Mengalihkan perhatian pasien
terhadap nyeri dan mengurangi
nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgesik,
antibiotika, dan anti inflamasi
sesuai indikasi
Dapat mengurangi nyeri,
membunuh kuman dan mengurangi
peradangan sehingga mempercepat
penyembuhan
6. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan graft, trauma bedah
terhadap jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
risiko infeksi dapat hilang atau teratasi
Kriteria Hasil : a. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
No Intervensi Rasional
1. Observasi keadaan umum pasien
selama 24 jam
Mengetahui keadaan umum pasien
2. Anjurkan pentingnya cuci tangan
dan mencuci telinga luar
Mencegah penularan penyakit
3. Lakukan perawatan graft Mencegah infeksi
4. Kolaborasi pemberian antibiotik
profilaksis
Agar dapat membunuh kuman,
sehingga tidak menularkan
penyakit terus-menerus
7. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
ansietas berkurang
Kriteria Hasil : a. Menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping,
kontra impuls, penahanan mutilasi diri secara konsisten
dan substansial
b.Menunjukkan ketrampilan interaksi sosial yang efektif
No Intervensi Rasional
1. Informasikan pasien tentang
peran advokat perawat intra
operasi
Kembangkan rasa percaya/
hubungan, turunkan rasa takut akan
kehilangan kontrol pada
lingkungan yang asing
2. Identifikasi tingkat rasa takut
yang mengharuskan dilakukan
penundaan prosedur pembedahan
Rasa takut yang berlebihan/ terus-
menerus akan mengakibatkan
reaksi stress yang berlebihan, risiko
potensial dari pembalikan reaksi
terhadap prosedur/ zat-zat anestesi
3. Cegah pemajan tubuh yang tidak
diperlukan selama pemindahan
ataupun pada tulang operasi
Pasien akan memperhatikan
masalah kehilangan harga diri dan
ketidakmampuan untuk melatih
kontrol
4. Berikan petunjuk/ penjelasan
yang sederhana pada pasien yang
tenang
Ketidakseimbangan dari proses
pemikiran akan membuat pasien
menemui kesulitan untuk
memahami petunjuk-petunjuk yang
panjang dan berbelit-belit
5. Kontrol stimulasi eksternal Suara gaduh dan keributan akan
meningkatkan ansietas
6. Berikan obat sesuai petunjuk,
misal; zat-zat sedatif, hipnotis
Untuk meningkatkan tidur malam
hari sebelum pembedahan;
meningkatkan kemampuan koping
8. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
tidak terjadi cidera
Kriteria Hasil : Tidak mengalami cidera fisik
No Intervensi Rasional
1. Cegah infeksi telinga tengah Agar kerusakan pendengaran tidak
meluas
2. Meminimalkan tingkat
kebisingan di unit perawatan
intensif
berhubungan dengan kehilangan
pendengaran
3. Lakukan upaya keamanan seperti
ambulasi terbimbing
Untuk mencegah pasien jatuh
akibat vertigo/ gangguan
keseimbangan
4. Kolaborasi dengan pemberian
obat antiemetika dan outivertigo
sesuai indikasi, misalnya
antihistamin
Mengurangi nyeri kepala sehingga
terhindar dari jatuh
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat,
menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif
(osteomyelitis) (Parakrama, 2006: 442).
Mastoiditis diakibatkan oleh menyebarnya infeksi dari telinga bagian
tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid. Mastoiditis
kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan
pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membran
timpani ke tengah. Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk jinak
(benigna) dan bentuk ganas (maligna) (Nurbaiti, 1993: 25).
Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang telah
diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam
sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik
(Dudey, 1992: 269).
B. Saran
Penulis menghimbau kepada semua pembaca pada umumnya dan
mahasiswa DIII Keperawatan STIKES ‘Aisyiyah pada khususnya agar selalu
menjaga kebersihan telinga dari virus agar kuman, sebaliknya apabila seorang
terkena otitis harus diobati secara tuntas agar tidak terjadi infeksi pada
prosesus mastoiditis yang dapat komplikasi yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis
www.kalbe.co.id /files/2004/cdk/files/155
Adams, G.L, 1997, BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC
Candra, S. P, 2006, Ringkasan Patologi Anatomi, Jakarta: EGC
Doenges, M. E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC
Haranto, H, 2002, Kamus Kedokteran Dorland, Jakarta: EGC
Nurbaiti,1993, Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk Perawat, Jakarta: FKUI
John, F. 1998, Indera Prima, Bandung: Indonesia Publising House
Reeves, C.J, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, S. C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Jakarta: EGC
Wilkinson, J. M, 2007, Buku Ajar Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC