isi mastoid

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami pemecahan membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian mengalami nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat antibiotik. Usia paling umum terkena adalah 6-13 bulan, Laki-laki dan perempuan sama-sama terpengaruh dan beresiko terkena penyakit mastoiditis. Di negara indonesia belum diketahui secara jelas persentasi kejadian dari pada mastoiditis ini, tetapi negara kita merupakan negara berkembang menuju negara yang maju yang masih rentan dan beresiko tinggi terhadap penyakit ini. Pengobatan biasanya diawali dengan pemberian suntikan antibiotik lalu disambung dengan antibiotic per oral minimal selama 2 minggu. Jika pemberian antibiotic tidak memberikan hasil untuk mengatasi masalah ini, dilakukan mastoidiktomi (pengangkatan sebagian tulang dan pembuangan nanah). 1

Upload: dendi-ardiantoro

Post on 13-Sep-2015

27 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

mastoid adalah kelainan di telinga

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangMastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami pemecahan membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian mengalami nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat antibiotik.Usia paling umum terkena adalah 6-13 bulan, Laki-laki dan perempuan sama-sama terpengaruh dan beresiko terkena penyakit mastoiditis.Di negara indonesia belum diketahui secara jelas persentasi kejadian dari pada mastoiditis ini, tetapi negara kita merupakan negara berkembang menuju negara yang maju yang masih rentan dan beresiko tinggi terhadap penyakit ini.Pengobatan biasanya diawali dengan pemberian suntikan antibiotik lalu disambung dengan antibiotic per oral minimal selama 2 minggu. Jika pemberian antibiotic tidak memberikan hasil untuk mengatasi masalah ini, dilakukan mastoidiktomi (pengangkatan sebagian tulang dan pembuangan nanah).

Walaupun angka kejadian dari penyakit mastoiditis di Indonesia ini mulai berkurang dari tahun ketahunnya namun hal ini merupakan sesuatu yang tidak bisa disepelekan karena apabila tidak ditangani dengan tepat maka klien akan mengalami gangguan pendengaran yang bersifat kronis dan sangat mengganggu kenyamanan, hal inilah yang menjadi dasar kenapa penulis mengangkat makalah ini. Dan diharapkan kepada pembaca untuk bisa memahami secara umum maupun secara khusus tentang penyakit mastoiditis dan dapat mengaplikasikannya di kehidupan yang nyata.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah:1. Bagaimana konsep dasar pada paien mastoiditis?

2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien mastoiditis?

1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:1. Memahami konsep dasar pada pasien mastoiditis.2. Memahami asuhan keperawatan pada pasien mastoiditis.1.4 ManfaatManfaat yang bisa kita dapat sebagai mahasiswa dalam makalah ini, yaitu:1. Bisa memahami konsep dasar pada pasien mastoiditis.2. Bisa memahami asuhan keperawatan pada pasien mastoiditis.

BAB II TINJAUAN TEORIA. Konsep Dasar Mastoiditis2.1 PengertianMastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal ( Brunner dan Suddarth, 2000).Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat,menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasidan ekstensif (osteomyelitis) (Candra, 2006).

Mastoiditis kronis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol dibelakang telinga) yang berlangsung cukup lama. Mastoiditis marupakan peradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel sel mastoid udara yang melekat ditulang temporal.(Reeves, 2001 )2.2 Penyebab Menurut Brunner & Sudddert, 2000, Mastoiditis terjadi karena Streptococcus hemoliticus / pneumococcus. Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan infeksi. Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid

Penyebab lain dari Mastoiditis antara lain:

1. Terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut

2. Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut yaitu streptococcus pnemonieae.

3. Bakteri lain yang sering ditemukan adalah branhamella catarrhalis, streptococcus group-A dan staphylococcus aureus, streptococcus aureus. 2.3 Patofisiologi

Sumber: sarjanakesehatan.comAdam(1997) infeksi ini dimulai dari infeksi telinga tengah yang kemudian menjalar mengenai tulang mastoid dan sel-sel di dalamnya, hal ini mnegakibatkan terjadinya proses nekrosis tulang mastoid serta merusak struktur tulang. Bila tidak segera dilakukan pengobatan terhadap infeksinya maka dapat mengakibatkan terjadinya abses sub peritoneal pada mastoid.Apabila infeksi merusak tulang disekitarnya sampai nanah dapat keluar mungkin terjadi:

1. Keluar melalui permukaan luar dan prosessus mastoid, sehingga terjadi abses sub peritoneal pada mastoid

2. Kebawah mulai ujung prosessur masuk leher.

3. Kedepan mulai dinding belakang liang telinga

4. Keatas melalui pegmen (atap) rongga telinga masuk fosa chranial media

5. Kebelakang melalui fosa chranial posterior

Kebanyakan mastoiditis akut sehingga ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan yang mengalami infeksi telinga yang tidak cepat ditangani. Mastoiditid kronis ini dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan kolestetoma yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpany lateral membentuk kantong luar berisi kulit yang rusak dan bahan sebaseus, kantong dapat melekat ke struktur telinga dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus facialis, kehilangan pendengaran sensori meural dan atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.2.4 Klasifikasi Klasifikasi dari mastoiditis antara lain:

1. Acute mastoiditis, biasa terjadi pada anak-anak, sebagai komplikasi dari otitis media akut suppurative.

2. Chronic mastoiditis, biasanya berkaitan dengan cholesteatome dan penyakit telinga kronis.

3. Incipient mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat langsung di bagian mastoid.

4. Coalescent mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat komplikasi dari infeksi di organ tubuh yang lain.2.5 Tanda dan GejalaAdapun manifestasi dari penyakit mastoiditis antara lain:

1.Rasa nyeri biasanya dirasakan dibagian belakang telinga dan dirasakan lebih parah pada malam hari, tetapi hal ini sulit didapatkan pada pasien-pasien yang masih bayi dan belum dapat berkomunikasi. Hilangnya pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi.

2.Gejaladari keluhan penyakit didapatkan keluarnya cairan dari dalam telinga yang selama lebih dari tiga minggu, hal ini menandakan bahwa pada infeksi telinga tengah sudah melibatkan organ mastoid.

3. Demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar.

2.6 KomplikasiMenurut Brunner & Suddert (2000) komplikasi pada mastoiditis diantaranya, adalah:

a. Petrositis yaitu infeksi pada tulang disekitar tulang telinga tengah perforasi gendang telinga dengan cairan yang terus menerus keluar.

b. Labyrintitis yaitu peradangan labyrint ini dapat disertai dengan kehilangan pendengaran atau vertigo disebut juga otitis intema

c. Meningitis yaitu peradangan meningen (radang membran pelindung sistem saraf) biasanya penyakit ini dapat disebabkan oleh Kmikroorganisme.

d. Abses otak yaitu kumpulan nanah setempat yang terkumpul dalam jaringan otak.2.7 Penatalaksanaan Medis1.1.1 Pembedahan

a. Timponoplasti

Adalah rekonstruksi bedah pada mekanisme pendengaran ditelinga tengah, dengan memperbaiki membrana tympanica melindungi finestra cochlease dari tekanan suara. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menyelamatkan dan memulihkan pendengaran, dengan congkok membran timpani dengan rekonstruksi telinga tengah. Sedangkan tujuan skundernya adalah untuk mempertahankan atau memperbaiki pendengaran (timpanoplasti) bilamana mungkin. Terdapat berbagai teknik timpanoplasti yang berbeda yaitu pencangkokan (kulit, fasia, membran timpani homolog) dan rekonstruksi (osikula homolog, kartilago dan aloplastik).b. Mastoidektomi

Adalah pembedahan pada tulang mastoid. Tujuan dilakukan mastoidektomi adalah untuk menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang kering dan aman. 1) Mastoidektomi Sederhana

Masteidoktomi sederhana adalah tindakan membuka kortek mastoid dari arah permukaan luarnya, membuang jaringan patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan lunak, menemukan antrum dan membuka aditus ad-antrum bila tersumbat. Masteidoktomi simple yang lengkap harus membuang seluruh sel-sel mastoid termasuk yang di sudut sino-dura, sel mastoid di tegmen mastoid, dan sampai seluruh sel-sel mastoid di mastoid tip. Pada mastoidektomi simple untuk OMSK, jarang sekali dibutuhkan mastoidektomi simple lengkap, cukup hanya membuang jaringan patologik dan membuka aditus ad antrum bila tersumbat, sedangkan sel pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu dibuang, dibedakan menjadi :

(1) Operasi pada jaringan lunak

Operasi pada jaringan lunak tergantung pendekatan yang akan dipakai, apakah enaural atau retroartikuler.

(2) Operasi pada bagian tulang

Tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid dengan tetap memperetahankan keutuhan tulang dinding belakang liang telinga.

2) Mastoidektomi Superfisial

Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang telinga, linea temporalis, spina Henle, segitiga Mc.Ewen, prosesus mastoid.pada tahap ini mata bor yang dipakai adalah mata bor yang paling besar. Sebelum pengeboran, permukaan tulang diirigasi lebih dahulu agar serbuk tulang tidak bertebangan. Irigasi juga berguna untuk meredam panas yang ditimbulkan gesekan mata bor dengan tulang.

3) Mastoidektomi Dalam

(1) Antrum Mastoid

Antrum mastoid adalah ruang di rongga mastoid yang harus dituju pada setiap mastoidektomi karena ruangan ini berhubungan langsung dengan aditus ad antrum yang menghubungkan rongga mastoid dengan kavum timpani. Dengan melanjutkan pengeboran langsung di belakang liang telinga dengan menjaga dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis, juga dengan melakukan pengeboran di rongga mastoid bertepatan dengan tegmen mastoid, maka di sebelah dalam segitiga imajiner Mc.Ewen akan ditemukan antrum mastoid.

(2) Aditus ad Antrum

Aditus ad antrum dapat ditemukan dengan menyusuri bagian anterior-superior pertemuan dinding belakang liang telinga dengan tegmen mastoid.

(3) Fosa Indikus

Fosa indikus paling mudah dicapai dengan mengebor bagian tulang prosesus zigomatikus yang menutupi antrum.

2) Mastoidektomi Radikal dan Timpanoplasti dinding runtuh

Timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down tympanoplasty, modified radical mastoidectomy, open method tympanoplasty) adalah modifikasi dari mastoidektomi radilkal. Mastoidektomi radikal yang klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan dinding belakang liang telinga, pembersihan seluruh sel mastoid yang mempunyai drainage ke kavum timpani, yaitu pembersihan total sel-sel mastoid di sudut sino-dura, di daerah segitiga Trautman. Mukosa kavum timpani juga dibuang seluruhnya, muara tuba eustachius ditutup dengan tandur jaringan lunak. Maksud tindakan ini adalah untuk membuang seluruh jaringan patologis dan meninggalkan kavitas operasi yang kering. Mukosa sel-sel mastoid atau kavum timpani yang tertinggal akan meninggalkan kavitas operasi yang basah yang rentan terhadap peradangan.

Pada timpanoplasti dinding runtuh, seperti pada mastoidektomi radikal, maka diusahakan pembersihan total sel-sel mastoid. Bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba eustachius tetap dipertahankan, bahkan dibersihkan agar terbuka bila tertutup jaringan patologis. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasila m.temporalis baik berupa tandur (free fascia graft) ataupun sebagai jabir fasia m.temporalis. Dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.1.1.2 Non Pembedahana. Pemberian antibiotik sistemik

Diberikan beberapa minggu sebelum operasi dapat mengurangi atau menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki hasil pembedahan.

BAB III ASUHAN KEPERAWATANA. Konsep Asuhan Keperawatan Mastoiditis1.2 Pengkajiana. Keluhan utamaKlien mengatakan nyeri pada telinga bagian belakang dengan skala 6 (1-10)

b. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang timbul.c. Riwayat kesehatan dahuluAdanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.d. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang biasa didapat:1) Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi)2) Kemerahan pada kompleks mastoid3) Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir dari telinga4) Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan) di telinga5) Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah) sub peritoneal padamastoid6) Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian lain seperti peradangan padatulang (osteitis)e. Pemeriksaan penunjang

a. Audiometric akan menunjukkan tuli konduktif

b. Rontgenogram akan memperlihatkan sklerosis nyata pada prosesus mastoideus dan sering dapat terlihat kolesteatoma

c. Pemeriksaan lagoratorium, contoh nanah harus diambil untuk kultur dan tes sensitifitas antibiotika

d. Tes garpu tala menunjukkan adanya kurangnya pendengaran1.3 Diagnosa keperawatan

a. Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan pendengaran.b. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.c. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan.d. Resiko infeksi berhubungan dengan dengan pemasangan graft, trauma bedahe. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.f. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran.1.4 PerencanaanNoDiagnosaTujuanIntervensiRasional

1.Dx 1Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien mampu mendengar dengan baik, dengan kriteria hasil :

1. Klien mengalami potensial pendengaran maksimum

2. Klien dapat menggunakan alat bantu dengar dengan baik dan tepat1. Bantu pasien berfokus pada semua bunyi di lingkungan dan membicarakannya hal tersebut.1. Untuk memaksimalkan pendengaran.

2. Intruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman seperti meminta pembicara untuk berbicara dengan jelas, atau menggunakan bahasa isyarat.2. Untuk mencegah terjadinya ketulian lebih lanjut

3. Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang tepat.3. Untuk menjamin keuntungan maksimal.

4. Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.4. Agar klien dapat menggunakan alat pendengar dengan baik dan benar.

5. Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.5. Mencegah terjadinya ketulian yang lebih buruk.

6. Lihat kemampuan klien menerima pesan secara verbal.6. Jika dapat mendengar padasatu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas langsung ketelinga yang baik.

7. Kolaborasi pemberian obat antibiotik (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal)7. Mencegah terjadinya kambuh ulang yang menyebabkan ketulian yang lebih parah.

2.Dx 2Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan suhu tubuh klien dapat kembali normal, dengan kriteria hasil :

1. Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)2. Kulit tidak teraba panas3. Wajah tidak tampak merah4. Tidak terjadi dehidrasi1. Anjurkan klien untuk memakai baju tipis dan bahan yang menyerap.1. Untuk mengeluarkan panas tubuh secara evaporasi.

2. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila.2. Untuk menurunkan panas dengan proses dilatasi.

3. Anjurkan klien untuk banyak minum3. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang

4. Berikan cairan intravena.4. Menambah input cairan yang adekuat.

5. Pantau input dan output5. Untuk mengetahui balance cairan pasien

6. Ukur suhu tiap 4-8 jam6. Untuk mengetahui perkembangan klien

7. Kolaborasi dengan pemberian antipiretik7. Untuk menurunkan panas

3. Dx 3Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri klien berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :

1. Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang

2. Skala nyeri turun

3. Wajah klien tampak rileks1. Berikan posisi yang nyaman semifowler1. Mengurangi nyeri

2. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.2. Mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri dan mengurangi nyeri

3. Ciptakan lingkungan yang nyaman3. Membuat klien lebih rileks.

4. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 4. Mengetahui apakah nyeri sudah berkurang dengan bantuan analgesik.

5. Kaji ulang skala nyeri, lokasi, intensitas.5. Mengetahui ketidakefektifan intervensi

6. Kolaborasi pemberian analgesik, antibiotika, dan anti inflamasi sesuai indikasi.6. Dapat mengurangi nyeri, membunuh kuman dan mengurangi peradangan sehingga mempercepat penyembuhan.

4.Dx 4Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien dengan kriteria hasil :

1. Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.

2. Klien tidak demam

3. Leukosit klien tidak tinggi1. Lakukan perawatan graft.1. Mencegah infeksi.

2. Pertahankan teknik septik dan aseptik dalam setiap tindakan.2. Mencegah infeksi pada klien.

3. Anjurkan pentingnya cuci tangan dan mencuci telinga luar.3. Mencegah penularan penyakit.

4. Observasi keadaan luka pada klien.

4. Keadaan luka yang basah menjadi indikasi adanya infeksi pada luka klien.

5. Observasi suhu klien setiap 4 jam.5. Kenaikan suhu merupakan tanda dari infeksi.

6. Kolaborasi pemberian antibiotik profilaksis.7. Agar dapat membunuh kuman, sehingga tidak menularkan penyakit terus-menerus.

5.Dx 5Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien tidak cemas lagi saat akan dioperasi dengan kriteria hasil :

1. Klien tampak rileks

2. TTV dalam keadaan normal

3. Klien mengerti tentang prosedur dan alasan pembedahan1. Kontrol stimulasi eksternal.1. Suara gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas

2. Berikan petunjuk/ penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang.2. Ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat pasien menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit

3. Informasikan klien tentang peran advokat perawat intra operasi.3. Kembangkan rasa percaya/ hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan kontrol pada lingkungan yang asing

4. Identifikasi tingkat rasa takut.4. Rasa takut yang berlebihan/ terus-menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan, risiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap prosedur/ zat-zat anestesi

5. Berikan obat sesuai petunjuk, misal : zat-zat sedatif, hipnotis bila diperlukan.5. Untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum pembedahan; meningkatkan kemampuan koping dan menurunkan kecemasan.

6.Dx 6Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami cedera dengan kriteria hasil :

1. Tidak mengalami cedera fisik1. Memasang side rail tempat tidur1. Mencegah klien jatuh dari tempat tidur.

2. Memberikan penerangan yang cukup2. Penerangan yang cukup dapat membantu klien dalam melakukan aktivitas.

3. Lakukan upaya keamanan seperti ambulasi terbimbing.3. Untuk mencegah klien jatuh akibat vertigo/ gangguan keseimbangan.

4. Kolaborasi dengan pemberian obat antiemetika dan outivertigo sesuai indikasi, misalnya antihistamin.4. Mengurangi nyeri kepala sehingga terhindar dari jatuh.

1.5 Kriteria Evaluasi a. Klien mampu mendengar dengan baik kembali.b. Suhu tubuh klien kembali normal.c. Nyeri klien berkurang atau hilang.d. Tidak terjadi infeksi pada klien.e. Klien tidak cemas.f. Klien tidak mengalami cederaBAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat, menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif (osteomyelitis).

Mastoiditis diakibatkan oleh menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid. Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah. Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk jinak (benigna) dan bentuk ganas (maligna).

Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang telah diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik

4.2 SaranSebagai mahasiswa kesehatan menganjurkan agar selalu menjaga kebersihan telinga dari virus agar kuman, sebaliknya apabila seorang terkena otitis harus diobati secara tuntas agar tidak terjadi infeksi pada prosesus mastoiditis yang dapat komplikasi yang lebih parah.

DAFTAR PUSTAKAAdams, G.L. (1997). Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC

Candra, S. P. (2006).Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC

Iskandar, H. Nurbaiti,dkk.(1997).Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Jakarta: Balai Penerbit FKUINANDA. (2006). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: EGC

Reeves, C.J. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, S. C. (2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

Ardiyanto. (2007). [Online]. Tersedia http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/3bab2.pdf. Diakses pada 20 April 2015Kuman aerob

Bakteriaidea spp

Gram negative:

Protema, psedomonas spp, Ecolli, kuman an aerob

Gram positif:

Timbul infeksi pada telinga

Endogen alergi, DM, TBC paru

Eksogen infeksi dari luar melalui perforasi membran tympani

Rinogen dari penyakit rongga hidung dan sekitarnya

Peradangan pada mastoid

Mastoiditis

Keluarnya pus

Nyeri

Kemerahan pada mastoid

Timbul suara denging

Cemas

Gangguan rasa nyaman nyeri

Pus

Hiperemi

Otolitis

Gangguan pendengaran

Kerusakan jaringan/ diskontinuitas jaringan

Penurunan harga diri

Gangguan komunikasi

4