masa transisi periode orde baru ke reformasi · pdf filemasa pemerintahan orde lama dijadikan...
TRANSCRIPT
1
Masa Transisi Periode Orde Baru ke Reformasi
1. Pengertian dan Sejarah Lahirnya Orde Baru
Orde baru adalah tatanan seluruh peri kehidupan rakyat, bangsa dan negara Republik
Indonesia yang diletakan kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Dilihat
dari prosesnya, lahirnya cita-cita untuk mewujudkan Orde Baru itu merupakan suatu reaksi
dan koreksi prinsipil terhadap praktek-praktek penyelewengan yang telah terjadi pada masa
lampau, yang lazim disebut zaman Orde Lama. Oleh karena itu, pengertian Orde Baru yang
terpenting adalah suatu Orde yang mempunyai sikap dan tekad mental dan itikad baik yang
mendalam untuk mengabdi kepada rakyat, mengabdi kepada kepentingan nasional yang
dilandasi falsafah pancasila dan yang menjunjung tinggi azas dan sendi undang-undang dasar
1945.1 Adapaun secara konkrit Orde Baru lahir sebagai upaya untuk :
1. Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
2. Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
3. Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
4. Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Orde Baru mencoba melakukan penataan kembali kehidupan bangsa di segala bidang,
meletakkan dasar-dasar untuk kehidupan nasional yang konstitusional, demokratis dan
berdasarkan hukum.
Di bidang ekonomi, upaya perbaikan dimulai dengan program stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi. Program ini dilaksanakan dengan skala prioritas: (1) pengendalian
inflasi, (2) pencukupan kebutuhan pangan, (3) rehabilitasi prasarana ekonomi, (4)
peningkatan ekspor, dan (5) pencukupan kebutuhan sandang.2
2. Prestasi Pembangunan
Setelah memegang sepucuk surat “ajaib” Supersemar 1966 (surat perintah sebelas
maret), perlahan namun pasti, Soeharto naik ke tahta keppresidenan. Sejak itu, segala rencana
1 Cuplikan Dari Pidato Pejabat Presiden Jendral Soeharto Kepada Sidang Kabinet AMPERA tanggal 19 April 1967.
2 http://ginandjar.com/public/04DinamikaPembangunanNasional.pdf
2
pembangunan negeri dipersiapkan dan disusun Soeharto beserta Orde Barunya. Kalau pada
masa pemerntahan Orde Lama pemerintah hanya sibuk membangun konsolidasi politik (ingat
slogan “politik sebagai panglima”), Pada masa Orde Baru berkuasa terjadi disorientasi
dalam pelaksanaan kebijakan. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi menjadi prioritas
utama (ingat slogan “ekonomi sebagai panglima”). Pragmatisme ekonomi nampak nyata
dalam proses pengambilan kebijakan. Alasan-alasan yang bersifat ideologis dikesampingkan.
Faktor-faktor yang menjadi hambatan-hambatan dalam merangsang proses perbaikan
ekonomi dipangkas. Arah politik-ekonomi berbalik 180°. Investasi yang menjadi musuh pada
masa pemerintahan Orde Lama dijadikan relasi setia.
Hal pertama yang dilakukan dalam rangka penyuksesan program-program
pembangunan yang dicanangkannya adalah Soeharto bersedia menjalin kerjasama dengan
melakukan penandatanganan nota kesepakatan ekonomi dengan organisasi-organisasi
Internasional— jalan pintas yang bersifat prgmatis — salah satunya Indonesia kembali
menjadi anggota World Bank, IMF (Internasional Monetary Fund ) sebagai syarat untuk
mengikuti perundingan Paris Club.
Dalam perundingan tersebut Indonesia menyatakan kesiapsediaannya untuk
penjadwalan kembali pembayaran utang-utang. Sebelumnya telah diterbitkan terlebih dahulu
surat keputusan presiden tentang pengakuan dan kesanggupan bayar utang-utang yang
sebelumnya di tolak untuk diakui oleh Soekarno atau utang baru yang dibuat oleh soeharto.
Indonesia bersedia membayar utang sebesar US $ 55.000.000 , sebagai tanda
„goodwill”. Indonesia menyerahkan $ 30.000 terlebih dahulu dan sisanya dapat diselesaikan
dalam waktu satu tahun, untuk itu Indonesia minta dikirim sebuah team dari mereka. Maka
datanglah team dari IMF, yang diterima oleh menteri keuangan. 3 Dengan konsekueansi dari
penjadwalan hutang tersebut, imbasnya Indonesia harus bersedia berada dibawah kendali
IMF dan World Bank. Maka sejak 1967, kendali IMF dan World Bank terhadap Indonesia
dilaksanakan.4
Sedangkan untuk kepentingan lobby dengan IMF dan Negara-negara maju
perwakilan Indonesia, pada tanggal 18 juni 1968 Soeharto membentuk Tim Ahli Ekonomi
3 Seda, Frans. Mengenang Situasi lahirnya “peraturan 3 oktober 1966” dapat dilihat dalam buku Presiden soeharto
Bapak pembangunan Indonesia: Evaluasi Pembangunan Pemerintahan Orde Baru isinya ditetapkan dan disampaikan dalam sidang umum MPR RI tanggal 1-11 Maret 1983. Hal 99 4 Dian Kartika Sari. Dimuat dalam Jurnal INFID (International NGO Forum On Indonesian Development) Tentang: 10
TAHUN JATUHNYA SOEHARTO No.13/06/Juni 2008 hal. 6
3
Presiden, terdiri dari beberapa kaum tehnokrat yang biasa disebut dengan istilah “Mafia
Berkeleey” 5, mereka adalah : Prof.Dr. Widjoyo Nitisastro, Prof.Dr. Ali Wardhana, Prof.
Moh. Sadli. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Prof.Dr. Soebroto, Dr. Emil Salim, Drs.
Frans Seda, dan Drs. Radius Prawiro.6.
Tugas team adalah merumuskan dari sekian banyak alternatif suatu pola-pola pokok
kebijakan operasionil yang pragmatis dan realistis berdasarkan prinsip-prinsip yang telah
diletakan baik dalam keputusan MPRS , hasil seminar A.D dibandung, statement-statement
pemerintah mengenai rehabilitasi dan stabilisasi dan dapat diterapkan dalam kondisi yang
dihadapi. Nantinya pokok-pokok kebijakan ekonomi yang telah digariskan tersebuat akan
dijadikan missi offensive keluar pemerintah Orde Baru untuk mengetuk pintu para kerditur
dan investor agar menanam modal di Indonesia. Missi ekonomi yang pertama kali dilakukan
oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX ke eropa, inggris dan Jepang. 7
Semenjak itu ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan. Pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi terus meningkat. Sebutan “Bapak Pembangunan Indonesia” yang
ditetapkan berdasarkan ketetapan No. V MPRS RI 1983 akhirnya melekat pada dirinya.
Soeharto dan Pembangunan menjadi Jargon serasi kalau kita melakukan refleksi pada masa
itu.
Berikut ini adalah catatan-catatan keberhasilan pemerintah dalam pembanguan dan
pertumbuhan ekonomidi berbagai aspek kehidupan:
2.1 Ekonomi
2.1.1 Pengendalian angka kelahiran
Banyak anggapan bahwa jumlah penduduk yang besar merupakan sebuah
potensi yang besar untuk menggali dan mengolah sumber-sumber kekayaan alam.
Banyak yang berspekulasi jumlah penduduk yang besar dapat menopang dan
mensukseskan proses pembangunan ekonomi. Namun apa jadinya bila jumlah
penduduk yang besar tidak di imbagi dengan laju pertumbuhan ekonomi. Maka
semua itu akan menjadi sia-sia, bahkan bisa membuat bencana.
5 Untuk memperdalam tentang konsep ini anda bisa membaaca buku Baswir, Revrisond, 2006, Mafia Berkeley dan
Krisis Ekonomi Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 6 Op.cit, Dian Kartika Sari, hal 7
7 Loc. Cit, Seda, Frans, Hal 100
4
Ketika Orde Baru sibuk melakukan pengenjotan angka pertumbuhan
ekonomi, salah satu kendala yang dihadapi adalah tingginya tingkat kelahiran
bayi. Sehingga upaya yang dilakukan untuk menaikan taraf hidup rakyat jalan
ditempat, karena fertilitas penduduk yang tinggi. oleh karena itu salah satu cara
untuk mengendalikan angka kelahiran adalah dengan melaksanakan program
keluarga berencana. Sehingga peningkatan jumlah penduduk tidak akan
menihilkan hasil pembangunan ekonomi. Dengan demikian, hasil usaha-usaha
pembangunan nasional akan dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat dalam
waktu yang tidak terlalu lama, sehingga peningkatan tingkat kesejahteraan rakyat
segera dapat terwujud.
Program keluarga berencana yang dijalankan soeharto termasuk kedalam
kebijakan yang bisa dikatakan berhasil. Karena dengan melakukan kebijakan
tersebut, struktur sosial Indonesia banyak mengalami perubahan yang dramatis.
Keberhasilan program keluarga berencana telah menurunkan tingkat pertumbuhan
penduduk dari rata-rata 2,4% pada periode 1965-1980 menjadi rata-rata 1,8%
pada tahun 1980-1996.8 Tingkat kemiskinanpun turun secara nyata dari 70%
pada akhir tahun 1960-an menjadi 27% pada pertengahan tahun 1990-an. Proporsi
penduduk Indonesia yang tinggal didaerah-daerah perkotaan meningkat dari 17%
pada tahun 1971 menjadi 31% pada tahun 1990. Kelompok pekerjaan
professional, manajerial dan clerical meningkat dari 5,7% pada tahun 1971
menjadi 8,8% pada tahun 1990.9
2.1.2 Revolusi Hijau
Kebijakan modernisasi pertanian di Indonesia pada masa orde baru
dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau. Revolusi ini bertujuan mengubah petani-
petani gaya lama (peasant) menjadi petani-petani gaya baru. Revolusi Hijau
memodernisasikan pertanian gaya lama untuk memenuhi Industrialisasi ekonomi
Nasional.
8 World Bank, 1998, Indonesia In Crisis; A Macroeconomic Update, Wangshiton: World Bank, hal 43
9 Hull, T.H & Jones, G.W, 1994, “Demographic Perspective” in Indonesia’s New Order: The Dynamics of Socio-
Ekonomic Transformations, ed. H. Hill, Allen & Unwin, NSW, hal 123-178.
5
Revolusi Hijau merupakan program unggulan pada pemerintahan Orde
Baru. Secara konsepsi revolusi hijau adalah konsep tandingan dari land reform
atau biasa disebut dengan“revolusi merah” yang dilakukan oleh Negara-negara
blok Soviet (Timur). Umumnya mereka berideologi komunis. Karena Indonesia
lebih dekat dan boleh di bilang sekutu terdekat Amerika Serikat maka nama
Revolusi Hijau dianggap lebih tepat. Karena ada kebijakan Revolusi Hijau
tersebut Indonesia mampu mencapai swasembada beras pada tahun 1984, AS
langsung mempromosikan Soeharto untuk mendapatkan penghargaan dari badan
pangan dunia (FAO).
2.1.3 Industrialisasi
Pada awal PJP I, struktur produksi masih rentan dan didominasi oleh
sektor pertanian. Pangsa sektor pertanian terhadap PDB hampir mencapai 50
persen sedangkan industri pengolahan dibawah 10 persen. Dalam tahun 1995,
keseimbangan kedua sektor itu telah berubah yaitu pangsasektor pertanian telah
menurun menjadi 17,2 persen sedangkan pangsa sektor industri pengolahan
meningkat menjadi 24,3 persen, sehingga tatanan perekonomian menjadi lebih
kukuh. Peranan sektor migas yang pada dekade 70-an mendominasi ekspor dan
penerimaan Negara mulai menurun sejak tahun 1981/82. Akibat dari booming
minyak pada saat itu. Namun, dalam tahun 1995/96, peran ekspor migas dalam
total ekspor telah turun menjadi 22,0 persen dari puncaknya pada tahun 1982/83
sebesar 79,0 persen. Peran penerimaan negara yang berasal dari migas juga turun
yaitu menjadi sebesar 20,8 persen, dari puncaknya pada tahun 1981/82 sebesar
70,6 persen.
Struktur tenaga kerja juga telah mengalami perubahan dan menuju ke arah
yang makin seimbang. Pada tahun 1971, pekerja yang bekerja di sektor pertanian,
industri pengolahan, dan sektor lainnya adalah masing-masing 66,3 persen, 6,8
persen, dan 26,9 persen. Dalam tahun 1995, pekerja yang bekerja di sektor
pertanian, industri, dan sektor lainnya telah berubah menjadi masing-masing 47,3
persen, 10,7 persen, dan 42,0 persen. (Angkatan kerja pada tahun 1971
6
berdadarkan usia penduduk di atas 10 tahun, dan pada tahun 1995 berdasarkan
usia penduduk di atas 15 tahun).
2.2 Pendidikan
Meskipun Soeharto menujukan sikap ketidaksukaannya terhadap kritik intelektual
disatu sisi, disisi yang lain sebenarnya rezim ini sangat aktif dalam memajukan bidang
pendidikan. Sejak Repelita II (1974/1975-1978-1979) sampai dengan Repelita ke IV
(1984/1985-1988/1989) anggaran pendidikan di Indonesia terus mengalami kenaikan.10
Sebagai hasilnya, profil pendidikan Indonesia selama 1980an sangatlah berbeda
dari profil pendidikan pada 1960an. Ini bisa dilihat dari angka-angka komparatif jumlah
siswa (sekolah-sekolah negeri dan swasta) yang berada dibawah tanggung jawab
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Selama periode 1965-1990, total siswa ang
belajar disekolah dasar meningkat dari 11.577.943 menjadi 26.348.376. Sementara
jumlah siswa sekolah menengah pertama meningkat dari 1.052.007 menjadi 5.686.118.
Jumlah siswa sekolah menengah atas meningkat dari 412.607 menjadi 3.900.667
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1997). Sementara itu, jumlah mahasiswa yang
belajar di perguruan tinggi (termasuk program sarjana dan diploma) meningkat dari
278.000 11
(Thomas, 1973:13,173) menjadi 1.590.593 (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan).
10
Pada Repelita II (1974/1975-1978/1979), anggaran pendidikan sebesar 10 % dari total anggaran negara: pada Repelita III (1979/1980-1983/1984), anggaran pendidikan meningkat menjadi 10,4%, dan melonjak menjadi 14,7% pada Repelita IV (1984/1985-1988/1989). Lihat departemen penerangan (1983,1988). Diakses dalam buku Latief, Yudi, 2005, Intelegensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad 20, Jakarta: Mizan, hal 457 11
Angka akurat dari statistik pendidikan di perguruan tinggi pada tahun 1960an sulit untuk didapat. Sebagai missal, berdasarkan statistik pendidikan dari kementrian pendidikan, Thomas mencatat bahwa total mahasiswa pada tahun 1965an adalah sebesar 268.000. namun, dia menambahkan bahwa jumlah total mahasiswa untuk tahun itu mungkin kurang dari angka tersebut ( Thomas 1973:13). Berdasarkan catatan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997), jumlah total mahasiswa universitas pada tahun 1965 adalah sebesar 46.000, angka ini jelas tidak memasukan jumlah mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi swasta dan program-program diploma. Diakses dalam buku Latief, Yudi, 2005, Intelegensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad 20, Jakarta: Mizan, hal 457
7
Sejak 1984, pemerintah menerapkan wajib belajar selama enam tahun secara
nasional. Akibatnya, pada awal 1990an, keikutsertaan dalam pendidikan dasar merupakan
fenomena yang universal. Atas prestasi ini, pada 1993 Indonesia meraih Avicenna Award
dari UNESCO. Peningkatan juga berlangsung pada jenjang sekolah menengah pertama,
terutama setelah pemberlakukan kebijakan wajib belajar 9 tahun pada tahun 1994. Jumlah
siswa pada level pendidikan yang lebih tinggi masih tetap kecil, tetapi juga mengalami
peningkatan yang signifikan. Jumlah mahasiswa di perguruan tinggi, berdasarkan
kelompok usia, meningkat dari 1 % pada tahun 1965 menjadi 7% pada tahun 1986.
Peningkatan ini bahkan menjadi 7% oada tahun 1986. Peningkatan ini bahkan
berlangsung secara lebih nyata setelah jumlah perguruan tinggi yang ada semakin
banyak, terutama untuk perguruan tinggi swasta sejak 1990. Pada 1960, hanya ada 135
lembaga perguruan tinggi (negeri dan swasta) di Indonesia. Pada 1991, jumlah itu
menjadi 921, yang terdiri dari 872 perguruan tinggi swasta dan 49 perguruan tinggi
negeri.12
Hal senada juga terjadi pada lembaga-lembaga pendidikan islam. Pemerintah orde
baru melakukan dorongan untuk mendukung pendidikan agama di sekolah-sekolah
umum dan di Universitas-Universitas. Setiap siswa wajib mengikuti pelajaran agama
disekolah umum mulai dari sekolah dasar sampai peruruan tinggi. jadi, meskipun
pemerintah mencoba bersaha untuk menjauhkan islam dari kehidupan public,
sesungguhnya Orde Baru juga berperan dalam proses islamisasi dunia akadenis.13
Namun patut disayangkan, peningkatan kaum terdidik yang menempati status
sosial tertentu dalam masyarakat tidak di imbangi dengan pemenuhan lapangan pekerja di
sector-sektor public. Tapi untunglah masih ada sector swasta yang menawarkan gaji dan
Insentif lain yang lebih menjamin, sehingga preperensi mereka untuk bekerja sebagai
pegawai negeri mulai berubah.
12
Oey- Gardiner, M. & suryatini, A. 1990, “Issues ini Indonesian Higher Education Policy Making Processes “, makalah untuk International conference on economic Policy Making Procces in Indonesian, Bali, 6-9 September. Diakses dalam buku Latief, Yudi, 2005, Intelegensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad 20, Jakarta: Mizan, hal 458.
8
2.3 Bidang Sosial dan Keagamaan
Pada hakekatnya azas yang harus diterapkan dalam proses pembangunan —
apalagi menyangkut tentang pembangunan masyarakat— prinsip keseimbangan dan
pemerataan. Apa yang dimaksud dengan prinsip keseimbangangan dan pemerataan
bahwasanya pembangunan bukan hanya identik pada hal-hal yang bersifat materil tapi
aspek spiritual dalam melaksanakan pembangunan layak di prioritaskan. Seperti pidato
yang dikemukakan presiden di depan sidang paripurna DPR-GR tahun 1971”
Pembangunan hakekatnya adalah pembangunan manusia dan ditujukan untuk
kepentingan manusia. Sebab itu disamping pembangunan ekonomi kitapun harus
membangun segi yang lain dari kehidupan kita: politik, sosial, budaya, pendidikan,
mental dan sebagainya “.
Agama mempunyai peran yang sangat penting terhadap pembentukan moral
manusia Indonesia sebagai dasar membentuk manusia yang berkualitas. Oleh sebab itu,
dukungan prasarana dan sarana peribadatan yang memadai memang diperlukan dalam
upaya menjalankan kehidupan ibadah yang tenteram dan damai.
Untuk komunitas muslim, presiden Soeharto sendiri, dibawah dukungan Yayasan
Amal Bakti Muslim Pancasila, secara aktif mensponsori pembangunan mesjid-mesjid dan
aktifitas dakwah. Selama 1970-an dan 1980-an, yayasan ini telah mendirikan sebanayak
400 mesjid serta memberikan dukungan dana bagi seribu dai muslim yang dikirim
ditempat-tempat terpencil dan zona-zona transmigrasi.14
Selama cabinet pembangunan
ketiga (1978-1983), jumlah ruang kelas (disekolah-sekolah agama swasta) yang telah
direnovasi dengan dukungan pemerintah ialah sebesar 26.280; selama cabinet
pembangunan ke empat (1983-1988), angka ini melonjak menjadi 50.734.15
presentase
itu turus meningkat pada tahun tahun berikutnya, akibat memudarnya dukungan militer &
non-islam terhadap kekuasaan pemerintah, sehingga soeharto harus mencari bakingan
dari komutitas muslim, yang berimplikasi dengan semakin akomodati & kooptatifnya
14
Lihat Tempo (8 Desember 1990) 15
Departemen Penerangan Republik Indonesia, Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia di Depan Dewan Perwakilan Rakyat R.I Tahun 1983 dan 1988, Jakarta: Departemen Penerangan R.I
9
istana terhadap elit muslim. Kareba lobi-lobi elit muslim yang duduk didalam strutur
birokasi.
2.4 Politik
2.4.1 Perampingan Partai politik
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, ketika Indonesia memakai sistem
Demokrasi Liberal dalam sistem pemerintahannya. Dimana sulit sekali Indonesia
menciptakan stabilitas politik untuk menopang pembangunan ekonomi akibat
sering terjadinya konflik kepentingan antar partai politik, partisipasi rakyat dalam
dunia politik di batasi. Soeharto melakukan fusi terhadap Sembilan partai politik
menjadi dua. Fusi ini dilakukan lebih dasarkan program ketimbang ideology.
Empat partai islam yang ada (NU, Parmusi, PSII, dan Perti) digabung menjadi
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mewakili dimensi spiritual dalam
pembangunan. Lima partai non-islam (yaitu PNI, IPKI, Murba, Parkindo, dan
Partai Khatolik di fusikan menjadi Partai Demokrasi Perjuangan (PDI), yang
merepresentasikan dimensi material dan kebangsaan dari pembangunan. Pada
versi fusi awal, partai-partai Kristen (Parkindo dan Katolik) dimasukan dalam
kelompok “spiritual”. Namun, mereka menolak bergabung dengan kelompok itu,
dan memilih bergabung dengan kelompok “kebangsaan”. Selain dua kelompok
itu, ada pula Golkar, yang tak pernah diakui sebagai partai politik, yang
merepresentasikan dimensi “fungsional” dari pembangunan.
Pada dasanya kebijakan fusi ini berhasil meredusir medan konflik ekternal
antar partai politik. namun konflik internal dalam partai semakin intens. Seperti
apa yang dialami PPP dalam menyikapi RUU Perkawinan dan Keluarga
Berencana. Terjadi perpecahan antar kelompok Islamis-Moderat (mayoritas
menduduki kursi elit partai dan pemerintahan) dengan mereka yang Islamis-
Fundamentalis (lingkaran luar kekuasaan). Hal ini mengakibatkan perang dingin,
tak jarang bagi kelompok Islamis-Fundamentalis melakukan tindakan subversif
terhadap kekuasaan.
10
2.4.2 Dwifungsi ABRI
Salah satu doktrin yang terkenal yang sijakankan soeharto untk
menciptakan stabilitas politik dalam negeri adalah pelaksanaan Dwi Fungsi
ABRI. ABRI pada saat itu mempunyai dua peran yaitu peran Hankam dan Sosial.
Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang
dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama
di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan
pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator
dan dinamisator.
Awal sejarahnya Dwi Fungsi ABRi merupakan sebuah konsepsi “Jalan
Tengah” yang dicetuskan pertama kali oleh A.H Nasution ketika berpidato dalam
dies natalis akademi militer nasionla (AMN) November 1958 “ Yang paling baik
buat TNI dalam perkembangan negara sekarang adalah ini telah mulai
dilaksanakan sebagai garis kebijaksaan, baik oleh panglima tertinggi,
pemerintah, maupun pemimpin angkatan perang. Yaitu membuka kesempatan
yang luas bagi tokoh tokoh militersebagai perseoangan untuk turut serta secara
aktif menyumbangkan tenaganya di bidang miter , yaitu turut serta menentukan
kebijaksanaan Negara pada tingkat-tingkat yang tertinggi seperti dalam bidang
finansil-ekonomi dll” Ungkapan itu dikemukakan setelah beberapa perwira ABRI
telah menduduki jabatan-jabatan sipil, termasuk tiga orang menduduki jabatan
menteri pada cabinet karya yang di bentuk Soekarno pada tahun 1957.
Dalam perkembangannya setelah terjadinya suksesi kepemimpinan dari
Soekarno ketangan Soeharto konsepsi pelaksanaan Dwi fungsi ABRi melangami
perubahan. Pada landasan awalnya hanya dilandasi “keterlibatan perseorangan‟
anggota TNI dalam pemerintahan, kemudian hari meluas menjadi paham dan
lebih menekankan “keterlibatan institusi/organisasi‟‟ pada setiap bidang
kenegaraan, baik sosial, politik, budaya maupun ekonomi.
Sepanjang kekuasaan orde baru 1967-1998 menguasai hampir seluruh
sendi kehidupan. Soehartolah yang berada di balik itu semua. Dengan intervensi
yang dilakukan olehnyaABRI menempati posisi posisi startegis dalam
11
pemerintahan. Maka tidaklah mengherankan kalau jabatan eksekutif (Gubernur,
Bupati, Duta Besar, menteri, dan jabatan-jabatan puncak di departemen), dan
legislative banyak di isi perwira ABRI.
Namun imbas dari pelasanaan Dwi fungsi ABRI yang menempati sendi-
sendi kehidupan bernegara control Negara menjadi kuat. Rezim soeharto menjadi
dominan, terkadang otoriter. Militer dijadikan tombak untuk mempertahankan
kekuasaan. ABRI di sahkan melakukan tindakan-tindakan refresif oleh pengauasa
dengan mengatasnakankan stabilitas politik.
2.4.3 P-4 (Pedoman, penghayatan dan pengamalan pancasila)
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan
mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu
gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai
Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan
penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama
mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama
diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.
Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan
yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah
dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya
himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk
menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk
indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian,
sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
12
2.5 Bidang Hukum (Reformasi Hukum)
Hukum merupakan dasar untuk menegakkan nilai-nilai kemanusian.
Berbagai perbaikan di bidang hukum telah dilakukan dan diarahkan menurut
petunjuk UUD 1945. Dalam kaitan ini, antara lain telah ditetapkan Undang-
undang tentang KUHAP, Undang-undang tentang Hak Cipta, Paten, dan Merek,
kompilasi hukum Islam, dan lain -lain. Agar hukum dapat dijalankan berdasarkan
peraturan- peraturan yang berlaku, telah pula dilakukan penyuluhan hukum
kepada masyarakat luas maupun kepada aparat pemerintah. Perbaikan aparatur
hukum terus menerus dilakukan meskipun belum mencapai hasil yang optimal,
dan belum sepenuhnya dapat memenuhi tuntutan keadilan masyarakat.
3. Catatan Buruk Pemerintahan Orde-Baru
3.1 Tirani Kekuasaan
Soeharto cap sebagai presiden bertangan besi dalam menjalankan roda
pemerintahan. Ia tak men-tolerir segala bentuk tindakan subversif yang mencoba
membuat instabilitas politik. Penilaian ini bukan sekadar subjektifitas belaka. Itu
telah nampak pada saat ia merintis kekuasaan. Pada awal merintisnya Orde baru,
kekuasaan dibangun atas landasan kekerasan anti komunisme, dan kejam dalam
memberlakukan perbedaan pendapat. Artinya kekerasan marupakan satu dari
tonggak yang menopang Orde baru selain kinerja Ekonomi dan manupulasi
Ideologi. 16
Banyak insiden-insiden yang terjadi ketika Soeharto menjabat sebagai
presiden selama 32 tahun. Beberapa contoh kasus pemerintah yang bersikap
otoriter dalam menjalankan kekeuasaan adalah:
Proses Perealisasian Proyek Pembangunan, banyak tanah rakyat
yang diambil alih, dibeli dengan harga yang sangat murah yang tidak masuk akal,
dibeli paksa, diduduki semena-mena, baik oleh Negara maupun oleh perusahaan-
perusahaan besar. Kisah sedih rakyat yang terusir dari tanah miliknya tidak
16
Liddle, R, William, 1985. ‘Soehato’s Indonesia: Personall rule and political institusion, pacific affairs 58: 68-90 dikutip dlm tulisan Cribb Robert, tentang Pluralisme Hukum, Desentralisasi, dan akar kekerasan di Indonesia dalam buku Haris, Masri (penerjemah), 2005, Konflik Kekerasan Internal: Tinjauan Sejarah, Ekonomi-Politik dan kebijakan di Asia Pasifik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, LIPI, LASEMA-CNRS, KITLV, hal 46
13
terhitung lagi jumlah kasusnya. Itu tentunya sejalan dengan kebijakan ekonomi
pemerintah Orde baru, yaitu yang ber-orientasi pada ekspor. Pendek kata, semua
kekayaan alam, termasuk tanah, harus diekpolitasi untuk kebutuhan ekspor, demi
kebutuhan untuk memperoleh devisa. Atas nama pembangunan ekonomi, dan
untuk kepentingan ekspor, menyingkirkan rakyat dari tanahnya adalah sah-sah
saja. Termasuk, misalnya, menggusur tanah pertanian rakyat untuk dijadikan
lapangan Golf adalah sah. Karena lapangan golf adalah sarana loby bagi
usahawan asing maupun dalam negeri untuk memperlancar bisnis mereka. Jadi
menggusur tanah rakyat untuk membangun lapangan golf dibenarkan, karena
lapangan golf adalah semacam prasarana untuk pembangunan yang berorientasi
ekspor. 17
Media Massa; yang mencoba kritis terhadap rezimnya-pun di bredel.
Bulan madu media massa terhadap kekuasaan hanya terjadi pada awa-awal
pemerintahnnya. Namun setelah terjadinya insiden Malari (15 januari 1974 )
sikap represif pemerintah terhadap media massa kembali terjadi. Setidaknya ada
12 surat kabar dan majalah yang ditutup yaitu, Indonesia Raya, Harian
Nusantara, Harian KAMI, Abadi, The Jakarta Times, Pedoman, Mingguan
Wenang, Pemuda Indonesia, serta mingguan berita Ekspress, seluruhnya
berlokasi di jakarta; juga harian Suluh Berita di Surabaya, mingguan Mahasiswa
Indonesia dibandung dan mingguan Indonesia Pos di ujung pandang. Peristiwa
malari juga mengakibatkan pengontrolan terhadap aktivitas mahasiswa yang
dianggap tidak sehat, yang nantinya akan dikeluarkan peraturan NKK/BKK yang
salah satunya adalah adanya pembatasan jam kepada para mahasiswa dalam
melakukan aksi kegiatan kampus.
Peritiwa Tanjung Priuk: merupakan kejadian berdarah yang menimpa
umat islam. Terjadi pembantaian terhadapa ratusan umat muslim. Kejadian ini
bermula pada tanggal 12 september 1984 setelah berlangsungnya protes dai kaum
muslimin didaerah itu terhadap prilaku tak sopan dari pejabat militer lokal.
17
Majalah INFO Hak Asasi Manusia, Ketika Sangkur Bicara Kejahatan Rasial MEI 1998: Siapa Harus Bertanggung Jawab, edisi Perdana-Desember 1998, Baca Artkel Tentang Pengambilan Tanah Rakyat Di Majalengka hal 10
14
Dikisahkan bahwa dua Pejabat Militer Lokal telah masuk mesjid As-Sa‟adah
tanpa melepaskan sepatu mereka dan kemudian secara sengaja menyiram subuah
pengumuman mengenai ceramah agama di dinding mesjid itu dengan air lumpur.
Ditengah hubungan yang tak serasi antara komunitas islam dan aparat keamanan,
insiden itu segera berubah menjadi huru-hara dan ratusan orng terbunuh karena
ditembak. Militer berdalaih bahwa alasan mereka melakukan aksi tersebut adalah
karena dimesjid tersebut telah beredar dakwah/ ceramah-ceramah yang dilakukan
para ustadt kepada para jemaah yang menyinggung keperintah dan ingin
melakukan tindakan-tindakan maker.
Penembak Misterius (Petrus), pada awal tahun 1980an, serdadu dari
komando pasukan khsusus, Kopasusus, bergerak secara sistematis di kota-kota
Indonesia sambil menembaki untuk membunuh anggota-anggota yang telah di
Identifikasi atau diduga anggota dari kelompok-kelompok kejahatan kota. Para
serdadu itu menggenakan pakaian orang biasa. Namun pemerintah menyangkal
bertanggung jawab atas pembunuhan-pembunuhan pada waktu itu, dan
mengatakan pembunuhan-pembunuhan itu bagian dari perang antar kelompok
kejahatan.
3.2 Sentralisme Ekonomi dan Politik
Indonesia adalah Negara kepulauan. Dari Sabang-Merauke terbentang
sekitar 15.000 pulau yang masing-masing dipisahkan oleh laut. Indonesia juga
terdiri dari 500 macam suku dengan Potensi kekayaan SDA pada masing-masing
daerah yang berbeda-beda. Oleh karena itu secara geopolitik sebenarnya
Indonesia tak mungkin menerapkan prinsip sentralisasi seperti yang dijalankan
pada masa Orde baru.
Namun, kondisi politik yang buruk, tampaknya menjadi alasan yang
rasional bagi rezim tersebut untuk tetap menerapkan kebijakan pendahulunya
yang sentralistik (Orde Lama). Dalam rangka menjalankan Stabilitas tersebut,
Rezim Orde Baru menggunakan dua pendekatan.18
Pertama, peningkatan
18
Widarta, I, 2001, Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
15
instrument kekerasan/militer. Orde Baru seringkali memakai pendekatan
keamanan dalam penyelesaian setiap masalah antara Negara dan rakyat. Apabila
ada perselisihan antara pemerintah dengan rakyat, seringkali moncong senjata
yang dihadapkan kepada rakyat. Kedua, penataan birokrasi menjadi bergantung
keatas. Hal ini memastikan adanya loyalitas tunggal. Kehidupan Negara makin
sentralistik tatkala dikeluarkan UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
pemerintahan di daerah. Undang-Undang yang berlaku selama pemerintahan Orde
Baru ini, pada prinsipnya tidak mengakui eksistensi pemerintah daerah. Segalanya
bergantung keatas. Elite-elite daerah ketika itu hanyalah merupakan “boneka”
yang sepenuhnya dikendalikan pusat. Yang benar-benar pemerintah (pemegang
otoritas) adalah elite pusat, sedangkan didaerah hanya merupakan perpanjangan
tangan dari pusat.
Sistem kekuasaan ini riskan karena dengan kekuasaan yang lebih besar di
tingkat pemerintah lebih tinggi itu seringkali disalahgunakan untuk memaksakan
kehendak terhadap pemerintahan dibawahnya. Pemerintahan yang lebih tinggi,
yang mempunyai kekuasaan yang lebih besar, cenderung akan memperlakukan
daerah dibawahnya sebagai sarana untuk mencapai tujuan sendiri. Sedangkan
daerah dibawahnya, yang tentu saja lebih lemah tersebut, harus mengabdi kepada
daerah diatas.
Pembangian kekuasaan yang tidak jelas ini mengakibatkan sering terjadi
penumpukan wewenang dalam pemerintahan pusat. Banyak daerah-daerah yang
jauh dari jangkauan pemerintah terabaikan baik secara politik maupun ekonomi.
Apalagi sistem Jawanisasi yang dijalakan oleh Seoharto mengakibatkan
terjadinya kesenjangan pembangunan antara Pulau Jawa (pusat kekuasaan)
dengan Luar Jawa, Jakarta menjadi tujuan urbanisasi dari penjuru pelosok
nusantara akibat peran ganda yang dimiliki jakarta yaitu selain dijadikan pusat
pemerintahan jakarta juga menjadi pusat ekonomi. Padahal daerahlah yang
memberikan kontribusi bagi terlaksananya pembangunan dan menjadi penyangga
kestabilan politik pusat.
Konflik-konflik daerah yang pernah mencuat selama Orde Baru adalah
Konflik Aceh yang diakibatkan akibat pemerintah rakus dan kurang
16
memperhatikan kearifan lokal yang nyata-nyata mempunyai karakteristik
tersendiri dibandingkan dengan daerah lainnya, konflik Ambon, Maluku, papua
dll. Puncaknya adalah keluarnya Timor-Leste yang dahulu bagian dari NKRI
menjadi Negara sendiri.
3.3 Kecurangan dalam pemilu
Pada masa kekuasaan Soehato, “pemilu” sering diplesetkan artinya
menjadi “Pembuat Pilu” kita semua tahu apa maksudnya. Plesetan gaya George
Aditjondro lain lagi. Menurutnya di Indonesia pada masa soeharto tidak pernah
ada “general elections” yang ada ”elections general”19
kenapa demikian,
jawabannya tak lain adalah karena kebobrokan yang dilakukan pemerintah
Soeharto pada saat pelaksanaan pemilu.
Kritik yang umumnya di tujukan pada pemilu-pemilu Orde Baru terutama
menyoroti belum dijalankan sepenuhnya asas langsung, umum, besas dan rahasia
(luber) jujur dan adil (jurdil). Kritik serius misalnya diajukan melalui hasil-hasil
penelitian Liddle.20
setelah meneliti secara cukup serius, pemilu-pemilu Orde
Baru—kecuali pemilu 1982— dengan metode kualitatif, Liddle sampai pada
kesimpulan : pemilu-pemilu Orde Baru bukanlah alat yang memadai untuk
mengukur suara rakyat. Pemilu-pemilu itu dilakukan melalui sebuah proses yang
tersentralisasi pada tangan-tangan birokrasi. Tangan-tangan itu tidak hanya
mengatur hampir seluruh proses pemilu, namun jua berkepantingan untuk
merekayasa kemenangan bagi “partai milik pemerintah”. Kompetisi ditekan
seminimal mungkin, dan keragaman pandangan tidak memperoleh tempat yang
memadai.
Baru-baru ini juga dipublikasikan pula hasil penelitian serius Irwan dan
Edriana mengenai pemilu 1992 yang pada tingkatan kesimpulan memiliki
20
Liddle, R. William, 1992, Pemilu-Pemilu Orde Baru: pasang surut kekuasaan politik, terj. Nug Katjasungkana Jakarta: LP3ES
17
“kesepakatan” dengan hasil penelitian liddle.21
Irawan dan Edriana menemukan
900 kasus pelanggaran asas luber dalam pelaksanaan pemilu 1992. Ke-900
pelanggaran tersebut terdiri dari 52 kasus (5,7 %) pelanggaran hak kampanye, 38
kasus (4,22%) intimidasi untuk memilih Golkar, 472 Kasus (52,44%) pelanggaran
terhadap saksi parpol, 223 kasus (24,78%) pelangaran dalam pemungutan dan
perhitungan suara, dan 14 kasus (1,56%) pelanggaran lain-lain.
Lebih jauh, Irawan dan Edriana juga mendata pelaku pelanggaran tersebut.
Dari 1019 pelanggaran, 71 (6,97%) diantaranya dilakukan oleh aparat keamanan,
296 (29,05%) dilakukan oleh birokrasi pemerintahan, 23 (2,26%) dilakukan
Golkar, 618 (60,65%) dilakukan badan-badan penyelenggaraan pemilu, dan 11
(1,08%) pelaku-pelaku lain.
Baik penelitian Liddle maupun Irawan dan Edriana pada akhirnya
menggambarkan batapa pemilu-pemilu Orde Baru memang masih mengidap
penyakit-penyakit yang serius, dan belum sampai pada tingkatan Demokratis.
Fakta inilah yang pernah terkonfirmasikan oleh jajak pendapat yang diadakan
Republika, Maret 1995 lalu.22
Penemuan itu mengarahkan kita pada 6 buah
bentuk kesimpulan terhadap praktik penyimpangan penyelenggaraan pemilu yang
paling serius. Pertama, campur tangan birokrasi yang terlampau besar dalam
mempengaruhi pilihan politik masyarakat. Kedua, panitia pemilu tidak
independen. Ketiga, kompetensi antar kontestan tak leluasa. Keempat, rakyat tak
bebas mendiskusikan dan menentukan pilihan. Kelima, perhitungan suara tak
jujur dan yang keenam kontestan tak bebas kampanye karena dihambat aparat
keamanan/perizinan.
3.4 Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Istilah bisnis yang paling populer dalam startegi penjarahan harta negara
dibawah Orde Baru adalah Patronase Bisnis. Pola bisnis ini mempunyai tempat
21
Irawan, Alexander dan Edriana, 1995, Pemilu: Pelanggaran Asas Luber , Jakarta: Sinar Harapan 22
Jajak pendapat Litbang Redaksi Republika ini relevan dicermati. Jajak pendapat ini menghimpun pandangan 320 responden yang terdiri dari kalangan akademisi (77 orang), anggota DPR pusat (30) dan mahasiswa (213), Responden mahasiswa dan akdemisi dijaring dari 3 kota : Jakarta, Bandung dan yogyakarta. Dapat dilihat dalam buku seri penerbitan studi politik Laboratorium Ilmu Politik FISIP UI tentang Evaluasi Pemilu Orde Baru: Mengapa 1996-1997 terjadi pelbagai kerusuhan? Menyimak Gaya Politik M. Natsir, Jakarta: Mizan
18
yang dominan dalam perekonomian. Patronase bisnis berarti pola bisnis
(ekonomi) yang terbentuk berdasarkan hubungan patron-klien. Patron adalah
posisi atas dan klien adalah posisi bawah. Ini berarti hubungan patron-klien
tidaklah setara, tetapi atas-bawah. Dalam hubungan kuasa, patron lebih berkuasa
dari pada klien. Pengaruh patron bisa berbentuk kuasanya dan bisa pula nasihat
atau wejangannya. Apa yang berkembang dibwah Orde Baru dapat di tunjukan
bagaimana para pejabat membagi-bagikan akses bisnis kepada konco-konco
bisnisnya, keluarga, dan kerabatnya. 23
Para birokrat Tinggi, terutama yang
paling berkuasa, menjadi patron utama bagi para pengusaha utama. Pengusaha
mengakses para birokrat untuk memperoleh proyek, kontrak, konsesi, kebijakan,
hak monopoli, kredit, dan subsidi. Sistem pemerintahan yang sentarlistik yang
dijalankan pada masa Orde Baru dimana seluruh sumber ekonomi dikuasi oleh
Negara, memberikan wewenang yang luas bagi para birokrat untuk menjalankan
skandal yang dalam studi ilmu politik modern di sebuat sebagai praktik KKN
(Korupi, Kolusi dan Nepotisme).
3.5 Kerusakan Lingkungan (kasus Freefort dan Newmont)24
Tak ada yang perlu menyangkal kalau dibilang bahwa indonesia
merupakan salah satu negara dengan kekayaan Alam terbesar di dunia. Dari
Sabang sampai Merauke didalam lapisan bumi kita tertimbun jutaan harta karun
yang bisa dimanfaatkan bagi kemaslahatan Ibu pertiwi. Ketika baru mencapai
singgasana kekuasaan Soehato meyadari itu, dengan pemanfaatkan potesni SDA
yang selama ini belum di maksimalkan ia mencoba membangun beberapa Proyek
Explorasi Pertambangan. Karena pada saat itu keadaan kas Negara tidak
memmungkinkan untuk mendanainya disisi lain upaya pembangunan Ekonomi
sangat mendesak akhirnya diambillah jalan dengan mengundang bantuan Asing
untuk melakukan Inveshtasinya di Indonesia.
23
Radjab, Suryadi A, 1999, Praktik Culas Bisnis Gaya Orde Baru, Jakarta: Grasindo, hal 33-34 24
Ginting, Pius, 2008, Warisan Orde Baru Dalam Pertambangan: Mengundang Modal, Memperkosa Alam, Tercatat dalam Jurnal INFID No. 13/06/Juni 2008, hal 12-15
19
Sebuah delegasi dikirim menghadiri sebuah konferensi luar Biasa di
Jenewa bernama “To Aid in the Rebuilding of A Nation”, November 1967.
Delegasi pemerintah Orde baru menghadap partisispan Kapitalis yang paing
berkuasa, dipimpin oleh David Rockefeler. Selama tiga hari, ekonomi Indonesia
dibagi-bagi, sektor demi sektor. Sebuah konsorium Amerika dan Jepang
menguasai Nikel Papua. Perusahaan-perusahaan Amerika, jepang dan Prancis
mendapatkan Hutan (John Pilger, 2002). Namun sebelum itu, yang terbesar
diantaranya adalah sebuah pegunungan tembaga dan emas, telah jatuh kepada
perusahaan pertambangan Amerika Serikat (AS), Freefort-Mc Moran, dimana
Henry Kisingger, Mantan Menteri Luar Negeri AS, kemudian menjadi salah satu
petingginya.
Eksplorasi penambangan Erstberg dimulai Desember 1967. Secara resmi
dibuka oleh Soeharto maret 1973. Kawasan Erstberg selesai ditambang tahun
1980-an dengan mewariskan lubang sedalam 360 meter. Sejak 1988, PT Freeport
mulai mengeruk cadangan lainnya, Grasberg. Tahun 2005 telah menimbulkan
lubang utama bergaris tengah 2,4 KM, seluas 449 Ha, dengan kedalaman 800 M.
diperkirakan sebanayak 18 Juta Ton cadangan tembaga, 1.430 ton cadangan emas
akan dikeruk hingga penutupan tambang 2041.
Konsekuensi yang harus diterima dari kegiantan penambangan tersebut
adalah rusaknya lingkungan yang besar. Hingga tahun 2005, limbah batuan dan
Tailing (limbah tambang berbentuk lumpur dari proses pengolahan bijih) yang
dibuang oleh PT. Freeport Indonesia (FI) mencapai dua miliar TON. Sejak 1995,
limbah tailing sebanyak 100 ribu ton hingga 220 ribu ton dibuang setiap harinya.
Kehidupan masyarakat disekitar lokasi yang bergantung pada kemurahan
alam, menjadi terganggu. Ruang penghidupan suku-suku dipegunungan tengah
Papua bertambah sempit. Muara sungai Ajkwa yang memiliki nilai ekonomi
penting bagi penduduk local hancur akibat timbunan tailing. Pengujian atas
contoh-contoh tanaman local yang tumbuh kembali diatas tailing, menunjukan
tingginya kadar racun logam seperti Seenium, Pb, Arsen, Seng, Mangan dan
Tembaga.
20
Pendudukpun beralih dari pekerjaan semula ke pekerjaan beresiko tinggi,
yakni mengais emas dilokasi pembuangan tailing PT. Freeport. Konflikpun
mewarnai hubungan antara PT. Freeport dengan warga sekitar. Sebagian besar
jalur penyelesaiannya lewat pembunuhan dan kekerasan. Sepanjang tahun 1994-
1995 saja, tercatat terjadai pembunuhan terhadap 44 orang dalam beberapa
kejadian.
Kejadian serupa juga terjadi di Minahasa, Sulawesi Utara yang melibatkan
PT. Newmont Minahasa Raya selaku pemegang kontrak yang di ratifikasi oleh
soeharto 6 november 1986. Eksplorasi yang dilakukan olehnya telah
menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Setidaknya sekitar 2000 tailing
disalurkan ke dasar perairan Teluk Buyat. Pencemaran tersebut membuat lahan
pencarian masyarakat terganggu. Ikan-ikan ekonomis bagi warga kehilangan, dan
beberapa hasil tangkapan menampilkan cirri-ciri keracunan logam berat.
3.6 Liberalisasi Ekonomi25
Pada masa awal pemerintahan Soehato, komitmen Indonesia pada
liberalisasi ekonomi demikian besar. Selain menerbitkan UU nomor 1/1967
tentang penanaman modal asing, dengan dukungan bank dunia, Soehatopun
membentuk Inter-Govermental Group on Indonesia (IGGI) untuk mewadahi
Negara-negara pendonor. Indonesia juga memperkuat komitmennya dengan
mencanangkan deregulasi, debirokratisasi, dan liberalisasi sejak paruh kedua
decade 1980-an.
Ketika Soeharto membubarkan IGGI, pada awal decade 1990an,
komitmen Indonesia pada pasar bebas mulai dipertanyakan. Masalah ini segera
dijawab oleh Soeharto dengan menjadikan Indonesia sebagai tuan-rumah
pembentukan Blok perdagangan bebas regional Asia Pasifik yang biasa di sebut
APEC tahun 1994. Sinyal pada pasar bebas juga semakin diperkuat dengan
keikutsertaan Indonesia dalam penandatanganan piagam WTO akhir 1994.
25
Syamsul Ardiansyah, 2008, Mengenang Soeharto (1921-2008): Soeharto, Petani dan Pengan, dicatat dalam Jurnal INFID No. 13/06/Juni 2008 hal 9-10
21
Momentum penandatanganan Piagam WTO merupakan sinyal kuat
keberpihakan Indonesia pada pasar bebas. Terlebih karena didirikannya WTO
sesungguhnya merupakan momentum khusus dalam sejarah perundingan dagang,
ketiak perjanjian pertanian (Agreement on Agriculture) menjadi salah satu sektor
yang mulai dibahas. Perjanjian Pertanian WTO menekankan liberaliasi
perdagangan pertanian pada tiga aspek, yakni perluasan pasar dan tarifikasi,
pencabutan dukungan domestik dan pencabutan subsidi ekspor.
Keberanian soeharto sebagai Presiden dinegri agraris untuk membuka
pasar pertanian nasional, semakin mengubur pertanyaan barat atas komitmen
Soeharto pada pasar bebas. Meski demikian, bila mengacu pada pandangan Prof.
Bustanul Arifin, tengah memasuki fase destruksi atau fase kehancuran. Hal ini
berbeda dengan Negara lain-China-yang membuka pasarnya ketika pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi, Indonesia dibawah Soharto, justru masuk ke arena
pasar bebas pada saat pertumbuhan ekonomi mulai tertekan yang berujung pada
meledaknya krisis ekonomi than 1997. Artinya, tindakan Soeharto membuka
pasar pertanian Indonesia adalah langkah yang konyol, tidak masuk akal, dan
secara jelas bukan untuk kepentingan nasional.
3.7 Meningkatnya Hutang Luar Negeri (IMF, CGO, APEC)
Menarik sekali apa yang ditulis Soe Hoek Gie dalam sebuah artikel
berjudul “Betapa Tak Menariknya Pemerintahan Sekarang”26
yang didalamnya
berisi sebuah statement yang menyatakan “ menjadi menteri luar negeri Indonesia
zaman sekarang itu tidak menarik, kerjanya cuma berusaha menunda bayar
hutang-hutang lama atau cari utang-utang baru “. Yang seolah-olah seluruh
usaha diplomasi kita adalah diplomasi cari hutang.
Ungkapan itu memang tak berlebihan, pada awal-awal bahkan menjelang
akhir pemerintahan Soeharto bangsa ini selalu disibukan dengan hutang. Bahkan
hasil pembangunan pada soeharto pondasi pembiayaannya tak lain karena hutang.
Diperkirakan Hutang Luar negeri Indonesia yang dibuat pada awal rintisan Orde
26
Soe Hok-Gie, Kompas, 16 Juli 1969
22
Baru sampai menjelang berakhirnya pemerintahan Soeharto mencapai 135 miliyar
dollar. Diperparah menurut lapusan Bank Dunia, bahwa hampir 30 % pinjaman
luar negeri Indonesia mengalami kebocoran. Uang-uang tersebut lari kedalam
kantong-kantong pejabat korup yang menjilat terhadap kekuasaan.
4. Krisis Moneter dan Ekonomi
Masa pemerintahan Presiden Soeharto mengalami ujian ekonomi paling berat karena
terpaan ekonomi tahun 1997. Krisis ekononi yang menimpa beberapa Negara di Asia juga
sampai ke Indonesia. Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dipicu oleh pertarungan
kekuatan capital di dunia ini, di Indonesia memunculkan istilah “krismon” (krisis moneter).
27 krisis moneter ini bermula di tahiland diakibatkan karena devaluasi baht yang menular ke
Indonesia (contagion effect). Respon pemerintah ketika itu dianggap baik yakni melakukan
spread intervensi untuk menstabilkan rupiah. Prediksi ketika itu Indonesia jauh lebih siap
ketimbang Thailand untuk bertahan dari krisis karena kesigapan pemerintahnnya dan
fundamen ekonomi yang lebih baik ketimbang Thailand. Namun, bulan agustus 1997,
pemerintah membuat beberapa keputusan drastis antara lain : pengalihan dan BUMN ke
bank-bank SBI dan menaikan tingkat suku bunga SBI (30 % untuk satu bulan dan 28 %
untuk tiga bulan). Kebijakan pemerintah ini makin menambah persepsi negative pasar
sehingga memicu pembelian dollar AS. Kurs rupiah terus merosot hingga Rp. 3000 per US$
atau terdepresiasi hingga 32 % sejak 1 januari. Sampai akhir tahun 1997 keadaan rupiah tidak
stabil, sebentar naik sebentar turun lagi, akhirnya rupiah ditutup Rp. 4.650 atau terdepresiasi
hingga 68, 7% terhadap dollar US$ nilai tukar rupiah terhadapa dollar Amarika terus
meluncur dengan cepat ke level Rp. 17.000 per US$ pada 22 Januari 1998.
Beberapa upayapun dilakukan pemerintah untuk mengerem merosotnya nilai tukar
rupiah. Otoritas moneter dalam hal ini BI melakukan intervensi dengan cadanggan devisa
yang ada dan memberlakukan sistem mengamambang terkendali dengan rentang kendali
rupiah yang ditambah. namuan usaha BI untuk memperkuat nilai rupiah nampaknya sia-sia
27
Soegeng Sardjadi, Rinakit, Sukardi, 2004, MENEROPONG INDONESIA 2020: Pemikiran dan Masalah Kebijakan, Jakarta: Soegeng Sarjadi Syndicated, hal 10
23
saja, ditambah makin sedikitnya sisa cadangan devisa membuat Bi mengambil langkah untuk
menghapus rentang kendali pada tanggal 14 Agustus 1997. Penentuan nilai tukar rupiah
akhirnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Adanya capital Outflow semakin menekan
nilai tukar rupiah.28
Rupiah tetap saja terderesiasi terhadap Dollar US $.
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tersebut berdampak negative
keuangan Negara. Kondisi perkeonomian Indonesia terguncang, disatu sisi Utang luar negeri
kita makin membengkak, angka inflasi semakin meningkat ( tahun 1997 mencapai 11,1%
pertahun menjadi 77, 6 % pertahun pada 1998), pertumbuhan ekonomi yang semakin
menurun ( kuartal ketiga 3,4 %, nol persen pada kuartal terakhir 1997, dan terus menciut
tajam menjadi kontraksi sebesar -7,9% kuartal I 1998, -16,5% kuartal II dan -17,9% pada
kuartal III 1998). Ratusan perusahaan mulai dari skala kecil hingga konglomerat
bertumbangan, sehingga melahirkan gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK).
Akibat PHK dan naiknya harga-harag dengan cepat ini, jumlah penduduk dibawah garis
kemiskinan ini juga meningkat mencapai 50 %. 29
Karena tak kuat mneghadapai terpaan badai krisis, akhirnya pemerintaha
mengaundang IMF untuk memberikan bantuan bagi upaya pemulihan ekonomi Indonesia.
Pemerintah dan IMF menghasilkan kesepakatan (LoL) pertama yang berisikan skema
restrukturisasi Bank yang membuat 16 Bank harus ditutup diikuti adanya jaminan olah
pemerintah bagi tabungan yang dibawah 20 juta. Kebijakan ini juga mengakibatkan tekanan
bai sector perbankan , karena adanya penutupan meyebabkan turunnya kkepercayaan
masyarakat terhadap perbankan Indonesia yang diikuti dengan adanya penarikan dana besar-
besaran pada bank swasta nasional dan adanya jaminan pemerintah tidak dapat menghentikan
hal ini. Krisis perbankan yang sistem
ik ini mengisyaratkan bahwa pemerintah harus merekapitalisasi bank-bank tersebut
kalau tak ingin mereka di tutup.
5. Gerakan Reformasi
5.1 Pengertian
28
Ibid. soegeng sardjadi, Rinakit, Sukardi, hal 238 29
Zon, Fadli, 2004, Politik Huru-Hara Mei 1998, Jakarta: Institute for Policy Studies hal. 5-7
24
Reformasi sesungguhnya terkai erat dengan proses pergolakan sosial dan
keagamaan yang terjadi dalam masyarakat Eropa pada abad pertengahan, baik di
lingkungan keagamaan maupun kenegaraan. Hal itu ditandai dengan munculnya
penentangan terhadap dominasi ajaran gereja oleh sebagian lapisan masyarakat
yang didukung oleh kalangan cendikiawan. Kalangan dilur gereja yang secara
gigih menentang otoritas gereja menyebut diri mereka reformis (pembaharu).30
Namun, secara Khusus Reformasi berasal dari bahasa Latin La Reform yang
berarti mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Istilah ini digunakan secara populer
saat terjadi gerakan sosial keagamaan di Eropa pada abad ke XVI yang membawa
efek pada perubahan politik. Gerakan ini menuntut perubahan Internal Gereja
Khatolik Roma, dan suatu reaksi terhadap epicurisme Paganisme, yang kemudian
melahirkan protestanisme. 31
La Reform sangat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran
Martin Luther (Lutherianisme) dan Jean Calvin (Calvinis). Istilah Reformasi
kemuadian menjadi sangat populer bagi gerakan-gerakan sosial yang
mengatasnamakan perubahan. 32
Di Indonesia kata reformasi menjadi begitu
familiar dan sering di ucapkan baik dalam kalangan Civil society Maupun
Stakeholder. Reformasi menjadi titk awal bagi kehidupan sektoral masyarakat
seperti hokum, politik, budaya, ekonomi, pendidikan, bahkan dalam scope yang
lebih kecil menyangkut reformasi diri. Dalam perspektif apapun reformasi
mengandung unsur perubahan. 33
Pada prinsipnya, reformasi tidak berarti merubah seluruh tatanan secara
radikal, tetapi ia berusaha merenovasi bangunan masyarakat yang sudah ada
beserta norma-normanyadengan tetap memberikan suatu tafsiran dan pelaksanaan
yang berbeda dari sebelumnya.34
Dengan kata lain, secara kontekstual, reformasi
sesungguhnya berusaha merumuskan kembali visi dan misi kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa setelah sebelumnya terjadi salah urus dan salah
30
BM. Sutedjo, A. Rahman Irsyadi (eds), Pengantar: Anas Urbaningrum. 1999. Pertarungan Untuk Sebuah Tahta: Presiden dan Agenda Reformasi, Jakarta: Yayasan Studi Perkotaan (SandiKota), hal. 14 31
Shadily, Hasan, 1986, “Reformasi.”Ensiclopedi Indonesia, Jakarta: P.T. Ichtiar Baru van Hoeve, Jilid 5 Hal. 2867 32
Seligman, Edwin R.A (eds), 1962, Encyclopedia of the Social Sciences, New York: The Macmillan Company, vol. XI-XIII, hal. 186-195. 33
Loc.cit, BM. Sutedjo, A. Rahman Irsyadi, hal. 14 34
J.B.A.F, Mayor Polak, 1979, Sosiologi; Suatu Buku Pengantar Ringkas, Jakarta: P.T Ichtiar Baru, hal. 389.
25
arah. Titik focus gerakan reformasi adalah pada pembaharuan sistem dengan
menyusun kembali sesuatu yang telah ada sebelumnya dengan susunan yang lebih
ideal.
Pada umumnya, masyarakat menganggap Reformasi Indentik dengan
Revolusi. Anggapan ini , meskipun tidak semuanya keliru disanggah oleh
Nurcholis Madjid dengan menjelaskan bahwa reformasi tidak dimulai dari nol
sebagaimana layaknya revolusi. Pendekatan reformisme bahkan dianggap jalan
tengah antara konservatisme-radikalisme yang menekankan perubahan secara
perlahan-lahan dan sedikit-demi sedikit pada tingkat teoritis.35
Reformasi adalah
suatu gerakan sosial yang berupaya memperbaiki tatanan masyarakat secara
keseluruhan dengan mengubah beberapa aspek struktur sosial. 36
jadi untuk
menggambarkan konsep reformasi setidaknya ada dua hal yang patut kita
garisbawahi yaitu perbaikan (korektif), kesinambungan (simultan). Ini berarti
reformasi adalah perbaikan (koreksi) yang dilakukan untuk memperbaiki tatanan
kehidupan yang lebih baik untuk masa yang akan datang.
Dalam konteks Indonesia, istilah reformasi mengarah pada sebuah
pergolakan yang diakibatkan oleh krisis multidimensi yang pada akhirnya
menggulingkan kekuasaan presiden Soeharto tanggal 21 mei 1998. Mahasiswa
yang di bekingi oleh cendikiawan-cendikiawan melakukan aksi demontrasi besar-
besaran menuntut sang presiden lengser. Tuntutan ini bukan tanpa sebab,
mahasiswa menganggap pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan
presiden Soeharto menjalankan kekuasaannya secara otoriter, itu dibuktikan
dengan melakukan pembabatan setiap aksi anti-pemerintah. Kecurangan terhadap
pelaksanaan pemilu 1996, ketidak berdayaan menghadapi krisis ekonomi 1997,
Menjamurnya prilaku KKN dikalangan pejabat negara, sentralisme ekonomi dan
politik yang mengakibatkan terjadinya kecemburuan sosial di beberapa daerah
dan lain-lain , menjadi alasan semakin membesarnya Penetangan-penentangan
terhadap berbagai bentuk kesemerautan yang ditujukan terhadap pemerintah.
35
Rais, Amien, 1991, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, hal. 137 36
Strark, Rodney, 1989,Sosiology, California: Wadsworth Publishing, hal. 543
26
“Peristiwa reformasi 1998” sebuah konsep sejarah yang mampu menggambarkan
sebuah trasisi dari masa Orde baru menuju Era Reformasi.
5.2 Kronologi Reformasi
5.2.1 Oposisi Intelektual oleh LSM
LSM merupakan momok yang menakutkan pada pemerintahan
Orde Baru. Ketika pemerintah berhasil menundukan intelektual,
melakukan kooptasi politik dengan menempatkan meraka pada jajaran
birokrasi. Ternyata LSM mampu mengambil peran itu. Pada masa Orde
Baru santer terdengar apa yang disebut dengan “LSM plat-merah”
karena terkenal dengan kekritisannya. Ketika orde baru mencoba
membangun sistem oligarki yang menempatkan simpatisannya diseluruh
aspek kehidupan. Katika terjadi kemandulan baik dilambaga eksekutif,
legislative dann yudukatif karena olegigari yang dijalankan pemerintah
LSM mampu memainkan peran dengan melakukan check and balance
terhadap pemerintah. Seperti yang dilakukan oleh KONTRAS (Komisi
Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) yang selalu
memperjuangkan tentang kasus pelanggaran HAM yang dilakukan
pemerintah, terutama pada kasus hilangnya beberapa aktifis, Walhi yang
mengkritisi pemerintah karena mengabaikan kelestarian lingkungan
dalam proyek-proyek industrialiasi yang dijalankan pemerintah,
FORKOT (Forum Kota) yang bergerak dalam ranah politik, Fampred, dll.
LSM dalam melakukan proses perekrutan keanggotaannya banyak
merekrut mahasiswa-mahasiswa. Mereka berusaha menyadarkan
mahasiswa dan mencoba mengarahkan mereka untuk melakukan
perlawanan dan advokasi akibat sifat ototiter yang dijalankan pemerintah.
Sehingga pada masa itu banyak LSM dengan berbagai macam afiliasi
politiknya berdiri. Sehingga pada masa rezim Soeharto, LSM ( plat
merah) selalu diidentikkan sebagai agen dan antek asing, penjual, dan
pengkhianat bangsa. Stigmatisasi ini dilakukan untuk mengurangi
kredibilitas LSM di mata rakyat, mengingat LSM saat itu adalah satu-
27
satunya elemen masyarakat yang kritis terhadap Pemerintah Soeharto.
Posisi LSM dan rezim Soeharto selalu dalam posisi berlawanan. Maka,
wajar bila pemerintah masa lalu selalu mencurigai aktivitas LSM.
Peran LSm semakin penting ketika terjadi huru-hara Mei 1998.
Para LSM yang tergabung dalam berbagai macam aliansi banyak
memberikan sumbangan dalam pemobilisasian massa dalam aksi
demontrasi dan juga garda terdepan dalam penjatuhan kredibilitas
Soeharto dimata publik.
5.2.2 Munculnya Golongan Creatif Minority
Ditengah maraknya apa yang disebut “pelacuran-pelacurann
Intelektual”, ternyata pada zaman Soeharto juga terdapat apa yang disebut
sebagai golongan creative minority. Mereka yang disebut creative
minority adalah meraka yang menolak untuk masuk kedalam susunan
birokrasi pemerintah (menjadi pejabat pemerintah) dan lebih memilih
mengamdi pada jalur intelektualisme untuk mengupayakan kebenaran.
Terkadang mereka dengan pemerintah sejalan, namun terkadang juga bisa
bersebrangan.
Banyak cara yang digunakan kelompok ini dalam menyalurkan
aspirasi pilitiknya. bisa lakukan dengan cara propokatif maupun
kompromistik. Cara-cara propokatif biasanya dilakukan dengan melalui
media massa atau dengan melakukan aksi demontrasi untuk turun kejalan.
Contoh tindakan propokatif dan menjadi sesuatu hal yang begitu
mencenangkan adalah tindakan yang dilakukan oleh Amien Rais melalui
tulisannya di media massa yang mengatakan Inddonesia harus melakukan
suksesi kemepimpinan terhadap kekuasaan. Ungkapan yang tak lazim di
utarakan pada masa Orde Baru. Sedangkan cara kompromistis umumnya
memilih jalan berdialog dibandingkan dengan melakukan aksi mobilisasi
massa. Seperti yang dilakukan Nurcholis Madjid beserta 8 tokoh lainnya
mennjelang berakhirnya kekuasaan Soeharto yaitu dengan menemui sang
presiden langsung.
28
5.2.3 Gerakan mahasiswa (periodisasi gerakan Mahasiswa dlm aspek spasial
dan temporal)
Gerakan-gerakan reformasi menjadi besar dan menjadi sebuah
wacana public tak lain akibat Aksi-aksi kampus yang mensung rasa
keprihatinan moral yang sangat mendalam atas berbagai krisis yang terjadi
di republic ini yang dipelopori oleh para mahasiswa dan dosen. Sebagai
intelektual yang peduli dengan nasib bangsanya, mereka melakukan
gerakan aksi memprotes penguasa (pemerintah orde baru) untuk
meyelesaikan krisis dan membawa bangsa ini keluar dari kemelut yang
berkepanjangan yang mengakibatkan kesengsaraan rakyat.37
Ditambah
lagi pada saat itu (April 1998) MPR/DPR memaksakan diri untuk melantik
Presiden Soerharo dan Habibie dari sebuah pemilihan umum yang dinilai
mahasiswa cacat politik dan cacat moral semakin menyulut mahasiswa
untuk turun kejalan dan menentang rezim.
Pada Periode Pertama (Periode sebelum 1 maret 1998) , isu yang
ditampilkan belumlah menyangkut substansi reformasi melainkan pada
sebatas kondisi aktual saat itu seperti : kelaparan di Irian jaya, kebakan
hutan di Sumetara dan Kalimantan, menuntut pemerintah untuk
menurunkan harga-harga barang dan menindak penimbunan Sembilan
bahan pokok (sembako). 38
aksi-aksi demo tersebut bersifat lokal sporadis
dan belum memiliki dampak berantai kepada mahasiswa-mahasiswa
lainnya, baik yang satu perguruan tinggi ataupun keperguruan tinggi
lainnya. Disamping jumlah partisipan yang cenderung terdiri atas sebagian
kecil mahasiswa dari satu perguruan tinggi, aksi-aksi ini belum memiliki
sebuah kerangka dan agenda aksi yang terjadwal.
Pada Periode Kedua adalah 12 maret 1998-12 mei 1998. Setelah
sempat reda selama hampir satu minggu, mahasiswa kembali melakukan
aksi demonstrasi. Isu-isu yang di munculkan selama periode ini berkenaan
tidak kredibelnya cabinet pembangunan VII karena dinilai sarat dengan
nepotisme dan koncoisme. Penunjukan menteri-menteri yang dikenal
37
Al-Chaidar, 1998, REFORMASI PREMATUR: jawaban islam terhadap reformasi total, Jakarta: Darul Falah, hal. 1 38
Selo Seomardjan (edt). 1999. Kisah Perjuangan Reformasi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
29
sebagai orang yang dekat dengan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) seperti
R. Hartono, Subiyakto Cakrawerdaya, dan sebagainya makin menunjukan
ketidakprofesionalan kabinet ini. Apalagi kehadiran Bob Hasan dan Tutut
sendiri termasuk didalamnya. Ketidakprofesionalan cabinet ini makin
terlihat dari tindakan-tindakan dan pernyataan (statement) yang
dikemukakan seperti : Proyek Nasi Bungkus (Tutut), “Monopoli itu boleh
saja” (Bob Hasan), “kita sudah reformasi sejak 1945” (Hartono). Hal yang
paling menyakitkan mahasiswa adalah ditunjuknya mantan rector ITB
Wiranto Arismunandar-yang dikenal bertangan besi dalam menghadapai
gerakan mahasiswa ITB dulu- sebagai menteri pendidikan dan
kebudayaan. 39
Periode ini juga ditandai dengan kejenuhan mahasiswa dalam
melakukan aksi didalam kampus. Keinginan mahasiswa untuk melakukan
berdemontrasi diluar kampus sudah tentu memicu bentrokan dengan
aparat keamanan. Seperti yang dilakukan aparat saat membubarkan aksi
Ratna Sarumpaet dan kawan-kawan-kawan waktu menyelenggarakan
Indonesian People‟s Summit atau kongres Indonesia di ruang candi
Bentar, Pondok putrid duyung, Taman Impian Jaya Ancol tanggal 10
maret 1998. Jakarta Utara. Sedianya acara tersebut akan mendengarka
Orasi Ilmiah dari beberapa orang pakar , diantaranya Drs. Arbisanit MA,
Dr. Faisal Basri, Megawati Soekarnoputri, Dr. Amien Rais dan Goenawan
Mohammad.40
Periode ketiga. Periode dimana mahasiswa mulai berani
menyuarakan aksisnya dengan melakukan aksi turun kejalan. Pusat-pusat
pemerintahan menjadi target aksi demontrasi mahasiswa. Diantara pusat
aski demntrasi itu adalah Gedung DPR/MPR dan Istana Presiden. Aksi
demontrasi disertai dengan kerusuhan massal intensitasnya semakin
menigkat setelah terjadi insiden penembakan terhadap 4 mahasiswa
39
Ibid. Prof. Dr. Selo Soemardjan, hal 145 40
Majalah INFO Hak Asasi Manusia, Ketika Sangkur Bicara Kejahatan Rasial MEI 1998: Siapa Harus Bertanggung Jawab, edisi Perdana-Desember 1998, Baca Artikel Tentang Kasus Kongres Indonesia dan Ratna Sarumpaet hal 13.
30
trisakti ketika sedang melakukan acara mimbar bebas didalam kampus
pada tanggal 12 mei 1998.
5.2.4 Aksi Penculikan Aktivis
Bersamaan dengan maraknya aksi-aksi keprihatinan mahasiswa,
terjadi pula aksi penculikan terhadap beberapa aktivis dan mahasiswa.
Berdasarkan laporan yang masuk kedalam Komnas Ham, meyebutkan
sampai dengan tanggal 30 maret 1998 paling tidak ada 4 orang yang
dilaporkan hilang. Meraka adalah Desmon J. Mahesa (Direktur LBH
Nusantara, Bandung), Pius Lustrilanang (Sekjen Aliansi Demokrasi
Rakyat/Aldera), hilang sejak 3 Februari 1998; Heryanto Taslan (Wasekjen
PDi pimpinan Megawati) hilang sejak 3 maret 1998; serta Andi Arif (dari
Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi/SMID) hilang sejak 28 maret
1998.
Dalam kasus hilangnya beberapa aktifis mahasiswa ABRI-lah
yang dipersalahkan dan dituduh berada dibalik skenario ini. Ketika ABRI
mengelak. Namuan setelah berhasil ditemukannya beberapa aktifis yang
sebelumnya menghilang dan mendengar kesaksian dari korban akhirnya
ABRI tak bisa mengelak lagi. Pasukan Kopasus (Komando Pasukan
Khusus) yang dipimpin oleh Prabowo Subianto ternyata menjadi dalam
peristiwa ini.
5.2.5 Insiden Trisakti
Selasa 12 mei 1998 pukul 11.00 wib, ribuan mahasiswa
mengadakan aksi keprihatinan dipelataran parkir di halaman kampus
Universitas Trisakti. Aksi yang berlangsung damai itu juag diikuti oleh
Dosen, pegwai dan Alumni. aksi keprihatinan dilakukan untuk menuntut
penurunan harga barang-barangkebutuhan (sembako), penghapusan KKN,
dan mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan. Namun menurut
31
beberapa informan dalam aksi dilakukan mahasiwa di kampus trisakti
sebagai wujud solidaritas atas isniden berdarah yang sebelumnya terjadi di
6 wilayah aksi demontrasi (IKIP Jakarta, UKI, Salemba, ATMAJAYA,
Moestopo Beragama dan Kampus IBII).41
Pada pukul 13.00 wib, mahasiswa bergerak keluar dari halaman
kampus, memasuki jalan S. Parman, Grogol. Mereka berniat mendatangai
gedung DPR/MPR, senayan. Namun gerakan mahasiswa itu dihdang oleh
petugas keamanan. Setelah melakukan dialog mahasiswa hanya boleh
bergerak sampai didepan kantor Walikota Jakarta Barat, sekitar 300 m dari
pintu utama Kampus Universitas Trisakti.
Pada pukul 17.00 wib, aparat keamanan meminta mahasiswa untuk
kembali kedalam kampus. Mahsiswa setuju apabila pihak keamanan
mundur terlebih dahulu. Setelah aparat ditarik mundur, mahasiswa secara
perlahan-lahan dan tertib kembali kekampus.
Pada pukul 17.20 wib, saat sekitar 70 % dari mahasiswa yang ikut
serta dalam aksi keprihatinan sudah berda didalam kampus, tiba-tiba dari
arah belakang mahasiswa- yang maih berada didepan kantor walikota-
terdengar rentetan letusan senjata aparat keamanan. Mendengar letusan
senjata itu, mahasiswa panic, mereka lari tunggang-langgang. Ada yang
berlari kedalam kampus, ada yang bersembunyi didalam kantor walikota,
dan adapula yang melompat pagar memasuki jalan tol. Mahasiswa yang
tidak sempat lari dipukuli petugas.
Mahasiswa yang sudah berada didalam kampus membalas,
melempari petugas dengan batu. Aksi pelemparan batu tersebut dibalalas
petugas dengan melepaskan gas air mata dan menembaki mahasiswa yang
berada didalam kampus. Akibatnya suasana kampus kacau balau. Empat
mahasiswa tewas tertempsu peluru dan belasan mahasiswa terluka-luka
terkena tembakan.
Tewasnya empat mahasiswa trisakti bukan hanya menimbulkan
rasa duka yang mendalam dimasyarakat, tetapi juga membangkitkan rasa
41
Wawancara dengan aktivis Forkot bulan februari 2011.
32
marah dan geram yang tidak terkira. Insiden ini pun semakin menyulut
berbagai gerakan pro-reformasi untuk menyatukan langkah dan mendesak
presiden Soeharto untuk mengundurkan diri.
5.2.6 Kerusuhan Massal di Jakarta dan berbagai daerah di Indonesia
Rabu 13 mei 1998 siang, sesuai memakamkan ke-empat
mahasiswa yang tertembak, dengan dimotori oleh para mahasiswa trisakti
beberapa kelompok mahasiswa mengadakan aksi besar-besaran, dan
merembetke seluruh universitas di jakarta dan bebrapa kota besar di
Indonesia. Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan nyaris lumpuh.
Puluhan toka dibakan dan isinya di jarah.
Pukul 23.00 wib, wakil presiden B.J Habibie di Istana Merdeka
Selatan, Jakarta, atas nama presiden Soeharto, mengemukakan
keprihatinan pemerintah yang amat mendalam atas musibah yang terjadi
dalam unjuk rasa mahasiswa. Pemerintah menyerukan agar semua pihak
menahan diri dalam memelihara ketertiban dan stabilitas. Pernyataan dan
seruan ini dilakukan atas pesan presiden yang pada saat itu masih sedang
berada di kairo.
Sementara itu, Presiden di Kairo dalam temu-muka dengan
masyarakat Indonesia di Mesir mengemukakan, kalau memang rakyat
tidak lagi menghendaki dirinya sebagai presiden, maka ia siap mundur. Ia
tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan kekuatan senjata. Ia
akan mengundurkan diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha
Esa, dan dengan keluarga, anak-anak dan cucu-cucu.
Presiden juga menyinggung soal reformasi di berbagai bidang,
termasuk bidang politik. Dikemukakan, silahkan reformasi kalau memang
itu dianggap perlu, tepi harus dilakukan secara konstitusional, lewat
Dewan Perwakilan Rakyat.
Kamis tanggal 14 mei 1998, Nurcholis Madjid memenuuhi
Kepala Staff Sosial Politik (Kassospol) ABRI Letjen Susilo Bambang
33
Yudhoyono untuk mengadakan pertemuan di Markas Besar ABRI. Ia
merupakan satu dari enam orang yang diundang ke sana. Nurchlosis
menyampaikan gagasan reformasi. Intinya, presiiden Soeharto harus
meminta maaf atas terjadinya krisis moneter yang berkepanjangan,
meyerahkan kekayaannya kepada Negara, dan menyatakan tidak bersedia
dipilih lagi dalam pemilihan umum yang akan diselenggarakan secepat-
cepatnya.
Jum’at 15 mei 1998, Presiden Soeharto mendarat di pangkalan
udara Halim Perdana Kusuma dari kunjungan ke Kairo, Mesir, untuk
menghadiri KTT G15. Semula Soeharto dijadwalkan pulang hari sabtu
tanggal 16 mei 1998 nnamun kemudian dipercepat mengingat tak kunjung
redanya kerusuhan yang terjadi di Jakarta dan kota-kota lainnya. Ia
langsung mengadakan konsultasi dengan jajarannya mengenai laporan
perkembangan situasi terkahir Ibu Kota.
Sabtu 16 Mei 1998, Presiden Soeharto menerima delegasi dari
Universitas Indonesia ysng pda intinya meminta prseiden Soeharto untuk
mundur. Setelah itu Presiden langsung mengadakan konsultasi dengan pra
pimpinan DPR. Dalam pertemuan selama satu setengah jam itu, mereka
menyampaikan aspirasi yang masuk kedalam DPR dari berbagai kalanga.
Antara lain, meminta segera dilakukannya reformasi dan upaya perbaikan
disegala bidang, termasuk tuntutan Reshuffle kabinet dan
menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR dan meminta Pak Harto untuk
mengundurkann diri sebagai presiden.
Minggu 17 Mei 1998, Presiden Seoharto menerima Menko Ekuin
Ginanjar Kartasasmita, Memperindag Mohammad Hasan, Menhub Giri
Suseno, Mentamben Kuntoro Mangunsubroto, dan Gubernur DKI Jakarta
Sutiyoso di cendana. Mereka melapporkan kerugian akibat kerusuhan
yang telah terjadi di beberapa kota besar di Indonesia telah menelan
keruugian fisik sekitar 2,5 triliun. Peristiwa ini telah merugikan dan
menjadi bebann yang sangat berat dalam sistem perekonomian Nasional.
34
Pada hari ini juga terjadi pengunduran diri beberapa menteri, salah satu
diantaranya adalah menteri Pariwisata, Seni dan Budaya Abdul Latif.
Senin 18 Mei 1998, gagasan-gagasan Reformasi yang
dikemukakan Nurcholis Madjid, yang kemudian dilengkapai oleh para
cendikiawan lainnya beredar di media massa. Gagasan gagasan itu
menarik perhatian Saadilah Mursyid (Mensesneg) sehingga ia langsung
menelpon dan meminta Nurcholis untuk menyampaikannya langsung
kepada Presiden. Sehingga diaturlah pertemuan dengan Presiden
Selasa 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi di Jakartadan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR
Pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia berkumpul
di alunalunutara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung,
guna mendengarkanmaklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan
Sri Paku Alam VII.
5.2.7 9 Tokoh Bertemu Soeharto
Selasa 19 Mei 1998, diwaktu yang bersamaan pula, presiden
bertemu dengan Sembilan tokoh masyarakat. Mereka adalah ketua PBNU
Gus-dur, Emha Ainun Najib, Nurcholis Madjid, Ketua MUI Alie Yafiie,
Guru Besar Tata Negara Yusril Ihza Mahendrra, KH. Cholil Baidhawi,
Ahmad Bagja dan Ma‟ruf Amin dari NU.
Pada kesempatan itu, presiden bermaksud untuk nyampaikan
bahwa ia ingin membentuk komitte Reformasi. Yang didalamnya
beranggotakan kesembilan tokoh tersebut. Namun Nurcholis selaku juru
bicara menolaknya. Bersikeras meminta Soharto untuk mengundurkan
diri.
5.2.8 Detik-Detik Pengunduran Diri Presiden Soeharto
Karena merasa tidak ada lagi orang yang menopangnya untuk tetap
mempertahankan kekuasaan, pada tanggal 20 mei malam dengan
sebelumnya melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan saadilah
mursyid bahwa ia akan mengandurkan diri. Dan pada saat itu juga
35
Soeharto memerintahkan kepada Saadilah untuk mempersiapkan agar
pengunduran dii sebagai presiden sesuai dengan konstitusi.
Akhirnya, tepat pukul 09.00 presiden Soeharto mengumumkan
pengunduran dirinya sebagai presiden dengan didampingi oleh beberapa
tokoh seperti ketua MPR/DPR Harmoko, ketua MA dll. Setelah teks
pengunduran dirinya dibacakan ia menyerahkan kekuasaan kepada wakil
presiden BJ. Habibie. Dan Habibiepun langsung daiangkat sumpahnya dan
pada saat itu pula ia langsung menjabat sebagai presiden.
6. Pemerintahan Reformasi 1998-2004
Format dan Konstalasi politik di Indonesia pada periode 1998-2001 mengalami
perubahan yang relative signifikan, menyusul dipaksa mundurnya Soeharto dari
panggung politik setelah mengalami desakan yang sangat besar, baik dari masyarakat
domestic maupun Internasional. Perubahan itu ditandai dengan terjadinya liberaliasi
politik yang sekaligus menjadi awal datangnya masa transisi menuju demokrasi
Indonesia.42
Namun pada masa itu pula masih saja terdapat riakan-riakan kecil yang
mencoreng trasnsisi itu. Masih banyak kejadian-kejadian warisan orde baru yang masih
membekas. Namun era tinggal landas menuju bangsa bebas dengan prinsip demokrasi
sudah menjadi platform para pewaris kekuasaan reformasi.
6.1 Pemerintahan Habibie (1998-1999)
6.1.1 Reformasi Ekonomi 43
Ketika Habibie diamanatkan oleh konstitusi unuk menggantikan
pucuk kepemimpinan menggantikan Soeharto, tugas berat di depan mata
siap menanti. Terutama dalam permasalahan ekonomi. Selama ini
ekonomi dijadikan dalaih penyebab terjadinya instabilitas politik.
Sehingga kesuksesan habibie dalam melakukan reformasi ekonomi akan
42
Pratikno, Cornelis Lay,2002, KOMNAS HAM 1998-2001 : Pergulatan dalam Transisi Politik, Yogyakarta: FISIPOL UGM, hal35-36 43
Pandangan dan Langkag Reformasi B.J Habibie.2000. Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Hal 8-36
36
menentukan sejauhmana ia dapat mengatasi huru-hara yang selama ini
berlangsung.
Langkah awal yang dilakukan habibie adalah melakukan reformasi
total, mulai dari tatacara mengatasi krisis ekonomi, memberdayakan
ekonomi rakyat, memperkuat lembaga kelembagaan perekonomian,
mendorong persaingan sehat, sampai kepada pemberantasan praktek-
praktek KKN dalam kegiatan ekonomi-bisnis.
Berbagai upaya untuk mengatasi krisis ekonomi telah dilakukan
dengan bantuan IMF mencakup satabilitas mata uang rupiah, menurunkan
inflasi, dan mengatasi dampak sosial krisis ekonomi. Usaha ini dilengkapi
dengan perubahan structural yang mencakup restrukturalisasi perbankan
dan hutang luar negeri swasta. Dalam aspek kelembagaanberbagai
undang-undang yang mendorong kegiatan ekonomi: yang efesien dan
sehat juga telah disahkan. Undang-undang itu antara lain undang-undang
perbankan, undang-undang kepailitan, undang-undang perlindungan
konsumen, undang-undang larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, undang-undang lalu-lintas devisa dan sistem tukar.
Semuanya itu mustahil dapat dilakukan tanpa adanya upaya untk
menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha, baik dalam dan
luar negeri. Oleh karena itu, upaya untuk menciptakan iklim usaha yang
mendorong gairah usaha mendapatkan prioritas utama. Uspaya ini harus di
dorong dan dilakuan oleh semua bidang, baik ekonomi, sosial maupun
politik dan keamanan. Ternyata habibie berhasil melakukan itu.
Pada semester pertama tahun 1999/2000 diperkirakan pertumbuhan
ekonomi terus membaik, dengan pertumbuhan pada semester kedua mulai
bergerak kearah positif, maka diperkirakan pertumbuhan ekonomi pada
tahun anggaran 1999/2000 diperkirakan antara 0% sanpai dengan 2%.
Perkembangan kearah ini sudah mulai terlihat yaitu pertumbuhan ekonomi
37
pada triwulan pertama 1999 sudah mulai positif sebesar 1,34%
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan pada triwulan kedua
pertumbuhan ekonomi adalah 0,47% dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Jika pada triwulan pertama hanya sector pertanian yang
tumbuh positif, pada triwulan kedua lebih banyak sector yang
pertumbuhannya positif antara lain perdagangan, pengangkutan, dan
manufaktur. Laju inflasi diperkirakan sebesar 17 % dan angka ini dapat
turn lagi ke 10 % dan bahkan lebih rendah lagi apabila suasana
mendukung. Didalam APBN ditetapkan nilai tukar rupiah Rp. 7.500 per
US $ 1 dan harga minyak sebesar US $ 10,5 perbarel. Namun nilai tukar
rupiah saat ini sudah menguat dibawah Rp. 7000 per US $ 1 dan harga
minyak dipasar dunia sekarang ini mencapai sekitar US $ 15 Perbarel.
6.1.2 Reformasi Politik
Tak semulus apa yang dilakukannya dalam meroformasi ekonomi,
reformasi politik pada saat masa pemerintahan Hbibie boleh dibilang
melewati jurang yang terjal. Disatu sisi ada yang menerima kepemimpinan
beliu terutama dari kalangan cendikiawan yang diwakili oleh Amien Rais,
Nurcholis Madjid dan Emil Salim yang menganggap habibie sebagai
tokoh yang tepat untuk bisa menjembatani masa transisi yang sedang
dialami oleh bangsa Indonesia. Disatu sisi ada yang menolak
kepemimpinannya, terutama diwakili oleh kalangan mahasiswa yang
menganggap habibie tak lain adalah kepanjangan tangan dari
pemerintahan Orde Baru. Alasan ini logis, mengingat pada periode
sebelumnya Habibie menjadi wakil presiden dari Soeharto.
Puncak kekisruhan politik pada pemerintahan Habibie ialah saat
mau dilaksanakannya sidang Istimewa MPR RI November 1998 untuk
memetakan masa depan demokrasi di Indonesia. Ujung tombak dalam itu
dalam pelabrakan itu adalah tetang wujud undang-undang yang akan
38
dibahas dalam forum itu yang masih menaruh previlage khusus kepada
ABRI dan Golkar yang nyata-nyata merupakan kendaraan yang
digunakan Soeharto bisa bertahan sebagai presiden dalam 32 tahun.
Dalam isi undang-undang yang di susun oleh tim yang disebut
sebagai Tim 7 yang diketuai oleh professor Ryass Rasyid, dengan usulan
Golkar masih memberikan kesempatan bagi Militer untuk duduk di
perlemen. Tim menetapkan 38 Kursi (7,6%) untuk wakil militer didalam
DPR, dan 10 % dalam DPRD propinsi dan DPRD tingkat II.
Mahasiswa yang tergabung dalam beberapa organisasi melakukan
aksi unjuk rasa untuk menggagalkan sidang Istimewa tersebut. Mereka
memandang bahwa undang-undang tersebut melestarikan Previlase yang
sekian lama telah dinikmati Golkar dan Angkatan Bersenjata di bawah
Orde Baru. Berpuluh-puluh ribu mahasiswa bergabung di kompleks
gedung parlemen pada tanggal 10 November 1998. Mereka menuntut
Habibie menyerahkan kuasa kepada pemerintah transisi yang dipimpin
oleh presidium kepemimpinan proreformasi yang terdiri atas Megawati
Soekarno Putri (PDI-P), Abdurrahman Wahid (pimpinan NU, kekuatan
utama Partai Kebangkitan Bangsa-PKB), Amien Rais (pimpinan PAN),
pemegang hadiah Nobel, Uskup Carlos Belo dari Timor-timur dan sultan
Hamengkubuwono X.44
Karena tiga yang diebutkan pertama itu adalah tokoh-tokoh dalam
ketiga kubu partai besar dan ikut terlihab dalam berbagai negosiasi
mengenai undang-undang baru itu, posisi mereka menjadi repot. Mereka
mungkin saja tidak menyukai undang-undang baru tersebut, akan tetapi
kalu mereka menolaknya dengan terang-terangan , atau mengambil alih
kekuasaan-sementara dengan suatu cara, tentulah proses pemilihan umum
akan kacau dan buyar. Ditengah tekana n yang kuat untuk berbuat sesuatu,
44
Tentang Reaksi Mahasiswa terhadap Sidang Umum MPR, lihatlah berbagai laporan dalam rubric ‘Dashed Hopes’ dalam Asiaweek (27 November 1998). Dikutip dalam buku Manning , Chris, Diermen, Peter Van, 2000, Indonesia Ditengah Transisi: Aspek-aspek Sosial Reformasi dan Krisis, Yogyakarta: LKiS, hal 21
39
empat dari kelima tokoh tersebut (uskup belo berhalangan hadir) bertemu
di jakarta tanggal 11 november di jakarta. Hasil pertemuan tersebut
dikenal dengan kesepakatan ciganjur. Inti dari Isi kesepakatan itu
walaupun mendukung terus reformasi yang digalakkan mahasiswa, namun
tetap tidak mendukung secara revolusioner untuk segera mengakhiri peran
politik angkatan bersenjata, mereka memilih jalan bertahap.45
Kesepakatan
ciganjur menjadi pentig dalam konteks ini karena menandai bersimpang
jalan antara mereka yang menghendaki reformasi total dan pimpinan-
pimpinan partai yang memilih perbaikan bertahap (Inkremental).
Puncaknya adalah terjadinya Insiden apa yang kita kenal sekarang dengan
istilah peristiwa semanggi I. terjadi peritiwa berdarah pada kalangan
mahaiswa yang terus menyuarakan untuk menggagalkan sidang istimewa
MPR dan menolak kesepakatan Ciganjur. .
6.1.3 Semanggi I (13-14 November 1998)
Sejak jatuhnya pemerintahan Soeharto dan memasuki
pemerintahan Habibie, dalam merepon aksi unjuk rasa yang dilakukan tak
ubahnya seperti periode sebelumnya. Apparatur keamanan yang bertugas
mengontrol jalannya aksi demontrasi selalu melakukan tindakan-tindakan
yang refresif. Berdasarkan fakta-fakta, dokumen dan keterangan berbagai
pihak, KPP HAM menemukan berbagai kekerasan yang pada dasarnya
melanggar hak asasi manusia, seperti pembunuhan, penganiayaan,
penghilangan paksa, perkosaan, perampasan kemerdekaan, dan kebebasan
fisik yang dilakukan secara sistematis serta meluas yang dilakukan oleh
pelaku tertentu dengan sasaran masyarakat tertentu. Masyarakat tersebut
secara khusus adalah mahasiswa maupun masyarakat yang berdemontrasi
terhadap kekuasaan politik untuk menuntut perubahan. 46
45
Kesepakatan Ciganjur memberikan tenggat enam tahun untuk penghapusan peran politik militer. 46
Ringkasan Eksekutif Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Jakarta 20 Maret 2002 hal, 3
40
Itulah yang dialami oleh ribuan mahasiswa se Jabotabek yang
tergabung dalam forum kota alias forkot pada hari senin 7 september 1998
yang pada saat itu melakukan demontari dari siang-hingga malam hari
didepan gedung DPR/MPR. Pada saat itu mahasiswa mendapatkan
tindakan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan setelah menolak
membubarkan diri. Puncaknya terjadi sekitar pukul 00.15 WIB massa aksi
berhasil menjebol pagar DPR yang selama ini terkenal sulit ditembus oleh
demonstran. Agar tak bisa di usir, mahasiswa melakukan aksi tidur di
depan ratusan aparat yang berdiri tegap. Awalnya aparat mencoba
memprovokasi, namun tak ditanggapi oelh mahasiwa. Sehingga mereka
menggunakan cara-cara kekerasan. Mahasiswa yang sedang melakukan
aksi tidur ditendang dan dipukuli secaa membabi buta. Mahasiswa
mencoba bertahan, disinilah propokasi kedua dilakukan, ada lemparan
botol dan batu dari lapisan belakang mahasiswa yang dilakukan oleh
provokator yang sengaja menyusup kedalam barisan mahasiswa. Saat
suasana kacau tiba-tiba menyelinap tiga orang polisi dari barisan aparat
Brimob yang melakukan aksi penikaman menggunanakan sungkur. Empat
mahasiswa roboh bersimbah darah. Mereka adalah Heri Joko (ISTN),
Baskoro (ISTN), Yanuar Abdi dan Zulhamdi (IISIP). Guna menghindari
jatuhnya banyak korban jiwa, mahasiswa akhirnya meringsut menuju
kampus Atmajaya, dan korbanpun dibawa kerumah sakit Atmajaya untuk
dilakukan perawatan.47
bukan hanya itu kekerasan yang terjadi pada mahasiswa juga
terjadi Pada mahasiswa mencoba menentang Sidang Istimewa MPR
terjadi insiden penyerangan terhadap kampus trisakti dan Atmajaya, yang
dikenal dengan peristiwa Semanggi I. Kejadian ini bermula karena sikap
47
Majalah INFO Hak Asasi Manusia, Ketika Sangkur Bicara Kejahatan Rasial MEI 1998: Siapa Harus Bertanggung Jawab, edisi Perdana-Desember 1998, Baca Artikel Tentang Ketika Sangkur Bicara hal, 5-6
41
anarkis yang ditujukan mahasiswa ketika melakukan aksi demontrasi.
Barikade aparat ditabrak oleh mobil mahasiswa.48
Pelaku serangan adalah aparat TNI dan POLRI yang pada saat itu
bertugas untuk menjaga aksi demontrasi yang dilakukan para mahasiswa.
Berdasarkan penyelidikan, dalam usaha menghadang dan membubarkan
aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat, satuan
kepolisian dan TNI melakukan penyerangan kedalam kampus-kampus,
dengan cara menembak, memukul dan menendang. Penyerangan itu
nampak dengan jelas pada peristiwa Trisakti, dimana apara militer dan
polisi menyerang kearah kampus trisakti, Universitas Taruma Negara I
dan Universitas Taruman Negara IIdengan menggunakan sejaa api
berpeluru hampa, karet dan tajam. Selain melakukan penyerangan
terhadap demonstran hingga kedalam kampus, satuan-satuan tuga tersebut
juga melakukan pemukulan dan penembakan secara membabibuta
(indiscriminate shooting) kearah demonstran dan masyarakat umum (non-
demonstran) diwilayah sekitar kampus trisakti. Sam halnya dengan prilaku
serangan ke kampus Atmajaya, dilakukan dengan cara yang serupa. Hal
ini menandakan dalam penyerangan, aparat TNI dan POLRI sama sekali
tidak mengindahkan standar internasional tentang penggunaan kekerasan
dan senjata api yang tertuang didalam prinsip-prinsip dasar tentang
penggunaan kekerasan dan sejata api oleh aparatur penegak hukum.49
Berdasarkan laporan dari TPF yang dibentuk oleh Komnas HAM
korban meninggal dunia akibat insiden ini diperkirakan mencapai 10-99
orang, sedangkan korban luka-luka 100-500 orang. Sedangkan kerugian
materi diperkirakan mancapi angka 18 Miliar rupiah.
6.1.4 Pemilu 1999 48
Bahan Seminar Penelitian Kerusuhan-kerusuhan Sosial di Jakarta 1995-1999, Yayasan Ilmu-ilmu Sosial dan Komisi Ilmu-ilmu Sosial Akademi Pengetahuan Indonesia Bekerjasama dengan FISIP UI, Jakarta, 19-20 April 2000. Data dapat diperoleh di perpustakaan Komnas HAM . 49
Ringkasan Eksekutif Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Jakarta 20 Maret 2002 hal, 8
42
Pemilihan Umum pada pemerintahan yang singkat dari presiden
Habibie, diselanggarakan pada tanggal 7 juni 1999 dengan di ikuti oleh 48
partai, walau pada saat itu terdaftar adanya hampir 150 partai. Tidak sama
dengan pemilu-pemuli sebelumnya, pemilu kali ini dilaksanakan dengan
Jurdil (jujur dan adil) serta Luber (langsung, umum, bebas dan rahasia).
Hal itu diakui oleh bebarapa kalangan baik dalam dan luar negeri. Salah
satunya adalah Presiden Jimmy Carter yang secara langsung melakukan
pemantauan terhadap proses pelaksanaan ini. Hal ini tak lepas dari
kesigapan KPU dalam mempersiapkan pelasanaan pemilu maupun dari
partisipasi masyarakat yang secara sukarela mengawasi dan
melaksanaakan proses transisi demokrasi ini.
Hasil pemilihan umum, menempatkan PDI-P Megawati yang
berideologi Nasionalis-sekuler enjadi pengumpul suara terbanyak,
memenagkan 34 % dari 462 kursi di yang diperebutkan.50
Membangkaknya suara PDI-P tak lain akibat dari beralihnya sebagin suara
Golkar ke PDI-P. figuritas seorang megawati sebagai representasi
kalangan Non-Muslim dan merupakan salah satu bagian dari tokoh
reformasi juga berperan dalam hal ini. Golkar jelas-jelas kalah besar-
besaran dalam pemilu kali ini. Suaranya merosot dari 76 % kursi di DPR,
hanya mendapatkan 22% ditahun 1999. ditempat ke tiga dan keempat
ditempati oleh PKB yang diketuai oleh Matori Abdul Jalil, dan PPP yang
dikomandoi oleh Hamzah Haz dengan masing-masing mendapatkan
12,6% dan 10,7%. PAN, yang dipimpin oleh Amien Rais, penampilannya
tidak se-perform apa yang diharapkan. Jika melihat Amien Rais selama ini
menjadi lokomotif lahirnya peristiwa reformasi. Alansannya mungkin
karena Amien Rais sendiri dalam kancah perpolitikan di Indonesia masih
tergolong baru. PAN ketika itu hanya mendapatkan 7,1 %, sebuah ukuran
yang minim bila dilihat dari sepak terjang Amien rais sendiri. Untuk posisi
50
Karena 38 kursi dalam DPR yang berkursi 500 itu dijatahkan untuk militer maka yang diperebutkan dalam pemilihan umum hanyalah 462.
43
ke enam dan ketujuh di tempati oleh PBB yang dipimpin oleh Yusril Ihza
Mahendra dan Partai Keadilan yang dipimpin oleh Nurmahmudi Ismail.
6.1.5 Kasus Timor-Timor
Tak ada yang menyangka kalau keputusan habibie mangadakan
referendum di timor-timur mengakibatkan terjadinya blunder politik, yang
membuat boomerang bagi karier politiknya. Akibat keputusan untuk
memberikan kesempatan kepada rakyat timor-timor memilih “mau
bergabung dengan Indonesia dengan pemberian status khusus dan
otomomi yang luas atau “memisahkan diri dari RI” dapat mengakibatkan
ditolaknya laporan pertanggungjawaban presiden di hadapan anggota
MPR/DPR.
Banyak yang tak mengira kalau rakyat Tim-Tim lebih memilih
untuk memerdekakan diri disbanding untuk bergabung. Mengaikat pada
waktu itu Tim-Tim sendiri yang berkeingain keras untuk bergabung
kedalam NKRI.
Lepasnya Tim-Tim dari Indonesia disamping terjadinya politik
uang “bali gate” merupakan lapor merah bagi pertanggungjawaban B.J
Habibie pada sidang umum MPR bulan Oktober 1999. Laporan
Pertanggung Jawaban Presiden ditolak dengan dakwaan presiden telah
melanggar konstitusi yaitu tak bisa menjaga keutuhan wilayah NKRI.
Karena terlibat skandal ini ia tekbersedia untuk mencalonkan diri dalam
pemilihan presiden menghadapi Megawati Soekarno Putrid an KH.
Abdurrahman Wahid. Maka selesailah masa pemerintahan Habibie yang
dipegangnya sejak tanggal 21 mei 1998 yaitu saat lengsernya Presiden
Soeharto.
6.1.6 Semanggi II (23-24 September 1999)
44
6.2 Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001)
6.2.1 Kronologi Naiknya Gus-Dur Sebagai Presiden51
Pemilihan Umum bulan Juni 1999 yang merupakan pemilu
pertama setelah masa Orde Baru adalah sangat demokratis, tanpa
dipengaruhi oleh adanya tindak kekerasan yang berarti, serta tanpa adanya
penekanan dari salah satu kontestan yang dominan. PDI-P mencapai
kemenangan dengan perolehan suara sebesar 34%, mengungguli lawannya
5 partai besar lainnya yaitu Partai Golkar, PPP, PKB, PAN dan PBB
sehingga membuat para warganya kaum marhaenis merasa berada diatas
angin. Para pengikut PDI-P dengan mencalonkan Megawati sebagai calon
presiden, mengklaim bahwa kekuatan politik berada ditangan Partai
bersimbol Kepala banteng dan karenanya sudah seharusnya Megawati
yang putra dari Almarhum Presiden Sukarno secara otomatis akan terpilih
jadi Presiden. Dalam sidang umum MPR yang akan digelar. Namun sesuai
dengan Kelaziman demokrasi, partai yang dapat mengumpulkan suara
diatas 50% atau yang mencapai „‟ single majority‟‟ baru baru bisa
dilegitimasikan untuk memimpin Pemerintahan secara otomatis.
Partai Golkar sebagai pemenang peringkat kedua dalam perolehan
suara sebesar 22,5% serta pula masih menduduki kursi kepresidenan
dengan berprestasi melaksanakan pemilu yang demokratis dalam waktu
yang sangat pendek, merasa pula diatas angin untuk mempertahankan B.J
Habibie sebagai presiden masa jabatan kedua. Disamping itu, dukungan
terhadap partai Golkar dari “Iramasuka”yaitu Irian, Maluku, Sulawesi dan
Kalimatan , terutama dengan diwakili dari Universitas Hassanuddin
Makasar adalah sangat kuat, bernada vocal dan tidak mengenal kompromi
terhadap kekuatan politik lainnya.ditambah lagi dengan sifat “over-self-
confident” dari idolannya yaitu seorang presiden yang sangat intelektual.
Dalam persaingan antara kedua kubu ini, maka muncullah apa
yang dinamakan “poros tengah” yang digulirkan oleh ketua partai PAN
51
45
Amien Rais dengan merangkul PKB, kemudian diikuti pula oleh PPP,
Partai Keadilan dan partai-partai kecil lainnya untuk mencari calon
Presiden yang ketiga. Melalui mediasi yang diketuai oleh Amien Rais,
pada tanggal 26 September 1999, pertama kali dalam sejarah, akhirnya
dibentuk sebuah pengajian yang didalamnya teselubungi maksud untuk
melakukan konsolidasi politik untuk mempersiapkan tokoh yang nantinya
akan menjadi rival Megawati dan Habibie dalam bursa calon presiden.
Berkat ke khusukan dan pengajian-bersama inilah, dimana masing-
masing tokoh Amien Rais dan Gus Dur memberikan sambutan pidato
yang menyejukan, maka, Prof. Dr. Amien Rais selaku juru bicara fraksi
Poros Tengah pada sidang MPR mencalonkan K.H Abdurrahman Wahid
sebagai calon presiden mengahadapi Megawati dan B.J Habibie.
Sebaiknya Gus Dur mendukung Amien Rais, sehingga dalam pemilihan
ketua MPR, pemimpin partai PAN dapat meraih jumlah suara terbanyak.
Adapaun kekuatan dan latar belakang pencalonan Gus Dur sebagai
presiden adalah karena K.H Abdurrahman Wahid dikenal sebagai tokoh
islam yang sangat berpengaruh, berjiwa Nasionalis, berpandangan hidup
sebagai seorang modernis dengan latar belakang pendidikan yang cukup
tinggi, sedangkan cara bertindaknya adalah sangat rasional dan pragmatis.
Disamping itu Gus Dur juga dikenal sebagai orang yang sangat toleran
dengan sangat memperhatikan komposisi bangasa Indonesia yang
majemuk terdiri dari berbagai macam ras, suku dan agama, dan karena
semua itu Gus Dur merupakan “sosok” yang dapat diterima oleh semua
golongan. Khusus dalam hal toleransi dalam beragama, Gus Dur Tahu
benar bahwa ancaman paling berbahaya dari persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia adalah berupa konflik agama, dan karenanya Gus-Dur
Selalu berupaya keras untuk menjalin hubungan baik antara Islam dan
Kristen. Kepada alim-ulama Islam diserukan agar penyampaian dakwah
dapat berkesan masuk ke hati orang banyak dan bukan bersifat agresif
dengan menunjukan superioritas islam, serta dakwah hendaknya dapat
diterima secara lintas etnis, lintas budaya dan lintas agama. Dari itu, Gus
46
Dur juga tidak setuju dengan didirikannya ICMI karena menganggap
institusi tersebut mengarah pada “sektarianisme” dan sebagai tandingan
didirikanlah oleh beliau pada bulan April 1991 suatu organisasi bernama
Forum Demokrasi untuk mengembangkan budaya keterbukaan serta
toleransi dikalangan masyarakat luas.
Gus Dur, orangnya secara pribadi dapat mudah bergaul dan suka
bergurau secara santai, walaupun beliau juga merupakan seorang yang
“controversial” yang dalam istilah jakarta disebt “cuek atau semau gue”.
6.2.2 Kinerja Gus-Dur Sebagai Presiden
Kemenangan Gus Dur atas Megawati merupakan sesuatu hal yang
sangat fenomenal. Pada saat masih menjadi calon presiden saja Gus-Dur
merupakan sosok yang begitu istimewa. Sampai-sampai MPR
meniscayakan bahwa Gus Dur mempuyai keterbatasan dalam melihat.
Dengan mundurnya B.J Habibie dan Yusril Ihza Mahendra dari
pencalonan presiden, maka Gus-dur melangkah maju kearena pemilihan
presiden pada sidang umum MPR tanggal 20 Oktober 1999 untuk bersaing
dengan Megawati, yang kemudian dimenangkannya dengan perolehan
suara 373 melawan 313 di pihak Megawati. Pada awalnya kemenangan
Gus Dur disambut oleh kerusuhan oleh pengikut-pengikut PDI-P di
Jakarta, Solo dan Denpasar Bali yang dapat diredam kemudian melalui
terpilihnya Megawati Soekarno Puteri sebagai wakil presiden pada tanggal
21 Oktober 1999 malam hari.
Sebagai amanah dari konstitusi dimana presiden terpilih diberikan
hak preogratif untuk meyususun cabinet, maka gusdur mencoba menata
orang-orang yang akan duduk dalam lapisan eksekutif. Kebinet pada masa
pemerintahan Gus Dur diberinama dengan cabinet pelangi. Kabinet ini
mendapatkan dukungan dari Amien Rais, Wiranto serta NU dan partai
PKB diantaranya Dr. Alwi Shihab sebagai menteri luar negeri, Dr.
Muhammad A.S Hikam sebagai menteri Ristek, Prof. Tolchah Hasan
47
sebagai menteri Agama, Chofifah Indarparawansa sebagai menteri
peranan wanita, serta seorang dari LSM yaitu Erna Witoelar sebagai
Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah . disampin itu presiden
Gus-dur menghapus Departemen Penerangan dan Departemen Sosial.
Kinerja Gus Dur sebagai presiden ditandai dengan banyaknya
perjalanan ke luar negeri. Gus Dur berdalaih bahwa perjalanannya
dilakukan untuk menunjukan pada dunia internasional bahwa Indonesia
dengan segala permasalahan yang rumit, terutama keterpurukannya di
bidang ekonomi, yang sebenarnya dapat dikatakan sudah bangkrut, masih
juga “exist” serta dengan sekaligus menunjukan keterbukaan untuk
melakukan hubungan Internasional dengan Negara manapun termasuk
dengan “Israel” adapaun cirri yang kedua adalah dengan kebiasaan
mengeluarkan pernyataan dan melakukan tindakan sepihak yang
“controversial” yang bagi beliau hanyalah dianggap sebagai “lawakan”
belaka tanpa menyadari akan akibat yang merugikan bagi beliau sendiri.
Gus-dur selama jadi presiden juga sering melakukan Reshufle
terhadap beberapa menterinya karena alasan-alasan subjektif dan tidak
jelas. Selaian karena keterbatasannya dalam membaca laporan-laporan,
surat-surat dan berita-berita aktual dari masyarakat. Gusdur juga sering
plin-plan, karena terpengaruh oleh orang-orang dekatnya yang sering
memberikan informasi pada cabinet malam. Nama-nama diantara mereka
adalah Alwi Shihab, Marsilam Simanjuntak, Said Aqil Siraj, Subyakto
Tjakrawerdaya, Hasyim Mujazadi, Djuanda dan Matori Abdul Jalil.
Ditengah kepercayaan publik yang sangat tinggi terhadap Gus-dur,
yang menganggap dia sebagai seorang mesias yang mampu mengeluarkan
Indonesia dari krisis multidimensi. Gus-dur gagal dalam mengemban
amanat yang begitu besar terhadap dirinya. Malah Gus Dur sendiri terlibat
dalam kasus “Bulog Gate” yaitu yang menyangkut dengan penggunaan
dana non-budgetair berasal dari bulog untuk hal-hal yang tidak semestinya
antara lain dengan memberikan cek kepada seorang pengusaha wanita,
48
serta dengan kasun “Brunei Gate” yaitu dana pemberian dari Sultan
Brunei yang dianggap sebagai hibah pribadi.
Kinerja Gus Dur yang penuh dengan kontroversi membawa akibat
tumbuhnya konflik politik, seperti maraknya aksi-aksi demontrasi anti
Gus-Dur oleh berbagi organisasi, antara lain Poros Pemuda Indonesia
(PPI), Konsorsium Mahasiswa Jakarta (KMJ). Selain itu didalam birokrasi
pemerintah juga tak lepan dari runtutan konflik. Standing point
memuncaknya konflik didalam elit pemerintahan saat Gus Dur membuat
permasalahan baru dengan menonaktifkan Kepala Kepolisian Jendral
Bimantoro dan menggantikannya dengan Jenderal Chairuddin Ismail
sebagai pejabat sementara Kapolri. Tindakan ini menjadi pemicu bagi
DPR untuk mengusulkan diadakannya Sidang Umum MPR karena
menurut ketentuan yang ada , pengangkatan dan pemberhentian Kepala
Kepolisian RI haruslah dengan keputusan DPR. Negara menjadi tegang
setelah orang yang paling berjasa “Amien Rais terlibat Konflik dengan
Gus Dur. Amien mengeluarkan statement bahwa dalam waktu singkat
akan terjadi pergantian kepemimpinan nasional (Melaui Sidang Istimewa
MPR RI) sedangkan Gus Dur mengatakan bahwa dirinya tak akan
mundur.
Karena berusaha ingin tetap memperthankan kekuaasaan, pada
tanggal 23 Juli 2001 dini hari pukul 01.10 WIB presiden K.H
Abdurrahman Wahid mengeluarkan maklumat dengan menyatakan
“dengan berat hati, selaku penglima tertinggi angkatan perang, saya
memberlakukan dekrit. Saya sudah memerintahkan TNI/Polri untuk
mengamankan keputusan ini dan TNI/Polri berkewajiban menghalangi
pelaksanaan Sidang Istimewa MPR, karena tak boleh ada pemerintahan
tandingan”.
Keputusan ini langsung mendaptkan tanggapan dari Mahkamah
Agung Bagir Manan atas permintaan DPR. bahwa pembekuan DPR/MPR
seperti yang ditegaskan dalam Maklumat Presiden Abdurrahman Wahid
adalah tidak sah, karena sistem ketatanegaraan seperti yang tercantum
49
dalam UUD-45 tidak memberikan wewenang kepada presiden untuk
membekukan DPR/MPR
Sejarahpun berjalan cepan, maka pada sidang MPR yang digelar
pada 23 Juli 2001 , para wakil rakyat sepakat mencopot jabatan Gus-Dur
sebagai Presiden dan mengangkat Megawati Soekarno Puteri sebagai
presiden dan Amien Rais sebagai wakilnya. Sementara itu, Gus-dur
mangkir dalam sidang.
6.3 Pemerintahan Megawati Soekarno Puteri
6.3.1 Resistensi Versus Toleransi Megawati
Dalam acara pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR tahun
1999, Megawati menghapi kendala ekternal ataupun internal, untuk
dapatnya terpilih menjadi presiden walau partai PDI-P unggul dalam
pemilihan umum. Kendala eksternal yang dihadapi adalah sebagai akibat
adaya resistensi yang cukup kuat dikalangan islam terhadap figur wanita
mengawati, antara lain secara langsung dengan munculnya fatwa dari
Kongres Umat Islam di Jakarta yang menyatakan bahwa presiden
Indonesia harus laki-laki, serta adanya Badan Kerjasama Pondok
Pesantren se-Indonesia yang menyatakan bahwa haram hukumnya untuk
memilih presiden wanita. Sementara itu ada kendala ekternal lainnya yaitu
pandangan masyarakat bahwa megawati adalah merupakan representasi
dari kalalangan nasionalis sekuler dan sekaligus juga dianggap sebagai
bukan representasi dari garakan reformasi.
Adapaun sikap internal berupa sikap pribadi Megawati sendiri
yang lebih menonjolkan unsur ayahanda Sukarno yang dekat dengan
kultur jawa yang abangan dan kurang menonjolkan unsur ibunda
Fatmawati yang dekat dengan kalangan pesantren, dan karenanya condong
kurang merangkul tokoh-tokoh muslim serta kurang sensitive terhadap
aspirasi islam. Disamping itu dikalangan kaum nasionalis yang merupakan
kubu pendukungnya, Megawati diragukan tentang kemampuan
Intelektualnya dan diragukan pula tentang visinya terhadap
50
penanggulangan krisis ekonomi dan keuangan yang sudah parah, terlebih
dengan sikap pendiamnya serta sikap tertutup terhadap pers.
Karena hal-hal tersebut diatas itulah maka pada sidang Umum
MPR 1999, Megawati hanya terpilih sebagai Wakil Presiden
mendampingi Presiden Terpilih K.H Abdurrahman Wahid. Hal mana
merupakan “blessing in disguise “ karena merupakan kesempatan bagi
Megawati untuk merubah sikapnya berupa “toleransi” terhadap Islam
dengan kesadaran bahwa Islam adalah faktor determinan dalam politik di
Indonesia. Pertama-tama yang dilakukan setelah menjabat Wakil Presiden
adalah diambilnya kebijakan untuk tidak menempatkan tokoh-tokoh yang
dipermaslahkan umat pada Kantor Sekretaris Wakil Presiden, dan kepada
masyarakat mengambil sikap untuk menjalin silaturahim dengan kalangan
islam. Megawati pada musim haji 1999 menunaikan ibadah haji, untuk
menepis dakwaan non-Islami pada dirinya seperti yang telah diedarkan
dalam media massa tentang sembahyang di Pura Bali.
Perubahan sikap toleransi Megawati terhadap Islam tentunya
dimaksudkan untuk merespon perkembangan politik yang terjadi, yakni
untuk mendapatkan legitimasi sosial, politik dan moral untuk jenjang
berikutnya yaitu kedudukan sebagai RI- satu.
6.3.2 Tantangan dan Kinerja Megawati
Pada sidang Istimewa MPR yang diselenggarakan pada bulan juli
2001 dimana terjadi suatu “Impeacment” atau pencopotan terhadap
presiden Gus-Dur, maka secara aklamasi maka ditetapkanlah Wakil
Presiden Megawati untuk menggantikan menjadi Presiden. Segera setelah
itu, dalam menghadapi acara pemilihan olah sidang MPR untuk
menetapkan nama Wakil Presiden yang baru, maka pribadi Megawati
mengadakan “lobbying” yang menunjukan preferensinya untuk memilih
seorang tokoh Islam dalam mendampingi tugasnya. Konon preferensinya
ini disyaratkan agar tokoh islam tersebut menampilkan diri sebagai sosok
51
islam moderat yang mampu meredam aliran keras yang ada dikalangan
masyarakat dan terutama kalangan politisi Islam. Maka melalui “voting”
dalam sidang MPR, terpilihlah Hamza Haz manjadi wakil presiden
mengalahkan calaon-calon lainya yaitu Susilo Bambang Yudhoyono,
Agum Gumelar, Akbar Tanjung dan Siswono.
Presiden Megawati dalam penampilan pertamanya yaitu dalam
memilih menteri-menteri anggota kabinetnya, sekali-lagi menunjukan
sikap toleransinya dengan memilih tokoh-tokoh professional yang ahli
dalam bidang sektoralnya, dan juga sekaligus mencakup keberadaan
partai-partai peraih suara terbanyak dalam pemilu 1999, dan dengan
demikian terbentuklah cabinet yang mendapatkan sebuatan sebagai “The
dream team” dengan respon psositif terhadap pasar dimana rupiah pada
saat itu langsung menguat.
Kabinet “The dream team” dibawah pimpinan duet Megawati-
Hamza Haz yang merupakan panduan Nasionalis-Agamis diharapkan
mampu melewati masa multi krisis dimensional yang berkepanjangan
dengan melakukan langkah tindak yang signifikan. Setidaknya ada
beberapa tindakan stategis yang dilakukannya dan tantangan yang
dihadapau dalam periode kepemimpinan antara lain.
Restrukturisasi Perbankan: pemerintah dalam menghadapi krisis
moneter pada tahun 1997 telah memberikan pinjaman kepada konglomerat
pemilik bank swasta melalui Bantuan Likuiditas Abnk Indonesia yang
dikenal dengan BLBI dengan mencapai jumlah 650 Triliun. Berdasarkan
ketetapan yang ditetapkan olah Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN), para konglomerat diharuskan sudah mengembalikan hutangnya
paling lambat pada tanggal 31 maret 2002, dan apabila tidak terlaksana
maka seluruh asset miliknya harus diserahkan kepada pemerintah. Dengan
ketentuan ini, rakyat sangat berharap agar penyelesaian BLBI
dilaksanakan secara tegas, tuntas dan adil, dan disatu pihak agar terjamin
kembalinya uang pemerintah yang nota bene juga uang rakyat dan di lain
52
pihak agar hutang para konglomerat tidak menjadi beban rakyat dengan
menghapuskan berbagi subsidi.
Walau menurut UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan
korupsi tidak menghapuskan dipidananya pelaku, rakyat mengerti akan
kebutuhan pemerintah yang sangat mendesak untuk kembalinya hutang-
hutang konglomerat dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 8 tahun
2002 tentang “Release and discharge” yaitu menjamin debitor dan
obligator yang kooperatif untuk menyelesaikan hutangnya diluar jalur
hukum dan pengadilan. Namun manakala pemerintah mengajukan para
konglomerat yang tidak kooperatif kepada pengadilan, maka sekali lagi
rakyat dikecewakan atas putusan pihak yudikatif untuk membebaskan
mereka.
Privatisasi BUMN; terdesaknya pemerintah dalam menanggulangi
kebutuhan dana bagi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), serta
untuk menutupi kebutuhan membayar hutang beserta bunganya baik
hutang dalam negeri maupun dalam negeri berupa pembayaran Obligasi,
maka tidak ada pilihan lain bagi pemerintah kecuali harus menjual aset
Negara berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hutang luar negeri
dari pemerintah pada tahun 2001 berjumlah US$ 74 miliar dan hutang
dalam negeri mencapai Rp 650 Triliun, sementara APBN dari tahun
ketahun selalu mengalami deficit yang berarti harus ditup sekali lagi
melalui hutang luar negeri. Dalam pada ituadalah suatu kenyataan bahwa
berbagai BUMN tidak dikelola secara professional dan condong menjadi
sumber korupsi, terbukti dengan banyaknya BUMN yang merugi dan
lebih-lebih tidak tampil sebagai perusahaan yang semula bermaksud untuk
berfungsi sebagai “public service” yang berarti mempunyai tugas untuk
memenuhi kebutuhan rakyat banyak.
Dalam masa globalisasi seperti sekarang ini, privatisasi memang
tidak dapat dielakan atau dicegah demi untuk mengurangi tugas
pemerintahdalm sector bisnis, serta pada gilirannya menyerahkan kepada
sector swasta agar pemilikan usaha secara lebih merata ada pada
53
masyarakat. Namun demikian, perlu pula mendapatkan perhatian bahwa
ada beberapa BUMN yang mempunyai arti strategis, karena menyangkut
aspek pertahanan-keamanan Negara ataupun aspek pemilikan berdasarkan
pasal 33 UUD 1945 yang menyangkut sector hajat kepentingan rakyat
banyak secara fundamental. Hal ini berarti privatiasi BUMN harus
dilakukan secara selektif, terutama menyangkut dengan pembeli asing
sehingga dihari kemudian anah-air Indonesia tercinta tidak menerima
getahnya dalam arti kedaulatan RI akan didominasi oleh luar negeri baik
dalam arti sekuriti ataupun dalam arti perdagangan secara “cartel” dalam
hal BUMN strategis semacam ini, maka tugas pemerintah adalah
melakukan pembenahan dan pengawasan agar manajemen perusahaan
dilakukan secara “ good corporate governance” dengan menempatkan
sumber daya manusia yang professional, inovatif, kreatif, berdedikasi dan
bermoral tinggi. pemerintah harus percaya bahwa masih banyak tenaga-
tenaga ahli muda yang memenuhi kriteria tersebut diatas. Sebaiknya
terhadap BUMN yang merugi terus dan tidak mempunyai arti strategis dan
bahkan melakukan resistensi karena kepentingan pribadi atau kelompok,
pemerintah harus berani “go ahead” dengan privatisasi atau devestasi
dengan sarat dilakukan secara transparan untuk menghindarkan terjadinya
korupsi.
Penaggulangan Terorisme: Masalah terorisme menjadi semakin
marak di dunia dengan terjadinya peristiwa 11 September 2001 yaitu
peristiwa “jibaku” oleh pesawat terbang hasil bajakan yang
meluluhlantakan gedung WTC di New York dan gedung Pentagon di
Wangshiton, walupun sebelumnya telah terjadi banyak terror terutama
terror pengeboman yang dilakukan dimana-mana diseluruh pelosok dunia,
termasuk juga di Indonesia. Peristiwa 11 september 2001 dengan korban
ribuan jiwa korban tewas dan pelakunya adalah orang-orang Timur-
Tengah beragama islam, membuat rakyat Amerika sangat marah terutama
Presiden Bush dengan menuduh langsung secara berurutan Osama bin
Laden, Al-Qaeda, Taliban di Afganistan, Islam Fundamentalis atau Garis
54
Keras dan bahkan tanpa disadari menyentuh islam pada umumnya, serta
lebih ironis lagi menyentuh Negara-negara islam pada khususnya. Dewan
keamanan PBB mengeluarkan resolusi No. 1372 pada tanggal 28
september 2001 tentang Terorisme yang isinya mewajibkan semua Negara
anggota PBB melaporkan penanganan dan penggulangan terorisme.
Presiden Megawati adalah presiden pertama menemui presiden
Bush di Wangshiton setelah terjadinya peristiwa 11/9/2001, dan disambut
dengan tangan terbuka sebagai Kepala Negara dengan penduduk beragama
Islam terbesar di dunia dengan berharap agar Indonesia membantu
Amerika menanggulangi terorisme dunia, untuk mana Amerika pada
gilirannya akan membantu Indonesia dengan dana cukup besar guna
mengatasi krisis ekonomi, dan bahkan bantuan kepada TNI atau POLRI.
Sayang seribu saying sesampai di tanah air, Presiden Megawati dalam
acara menyambut hari besar Isra dan Mi‟raj di mesjid agung Istiqlal
menyampaikan pidato yang kurang taktis, dengan nuansa mengkritik
Amerika Serikat yang juga melakukan terror pada tingkat Negara. Alhasil
bantuan dari Amerika tidak jadi dikucurkan.
Seiring dengan sikap Pemerintah, kalangan terkemukan Islam di
Indonesia mulai menyuarakan pandangan terorisme yang ditudingkan
kepada Islam, antara lain bahwa gerakan Islam garis keras tidak identik
dengan terorisme, kecuali apabila mereka melakukan tindakan yang
destruktif. Dan juga perlu dibedakan antara kelompok militant agama yang
memiliki kepekaan tinggi terhadap masalah sosial dan tergerak
mengatasinya dengan dalih “Amar ma’ruf nahi mnkar” atau
memerintahkan kebaikan dan mencegah kemaksiatan, dengan kelompok
yang memang menggunakan terror dan kekerasan. Sementara itu kalangan
resmi dari pihak pemerintahmenyatakan bahwa terorisme adalah suatu
tindakan untuk mencapai cita-cita politik atau mencapai tujuan dari suatu
misi yang dibungkus dalam kekerasan guna menciptakan celaka yang
memakan korban orang yang tidak berdosa . antara lain peledakan Bom
55
adalah jelas merupakan terror karena menciptakan kekhawatiran dan
ketakutan yang luar biasa serta membawa korban besar.
Sementara itu di Malaysia, Filipina dan Singapura, puluhan
tersangka teroris telah ditangkap diantaranya terdapat beberapa warga
Negara Indonesia, serta menurut penyelidikan mereka, ditemukan adanya
dokumen yang menyatakan adanya rencana operasi yang disusun di Solo
oleh Jama‟ah Islamiyah untuk melakukan pengeboman terhadap tiga
gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat yang berada di Singapura,
Malaysia dan Indonesia. Dalam dokmen tersebut disebut-sebut
keterlibatan dari Abu-Bakar Ba‟asyir pemimpin pesantren Al-Mukmin di
Ngeruki, Solo. Tak pelak kesemuanya itu membuat Menteri Senior
Singapura Lee Kuan Yew menuduh bahwa Indonesia adalah sarang
Teroris, yang disusul pula oleh Wangshiton dengan menuduh bahwa
Indonesia ada kelompok militant yang bergabung dengan Al-Qaeda
pimpinan Osama Binladen.
Dengan adanya penilaian seperti itu, tak pelak berbagai upaya
dilakukan pemerintah untuk memperbaiki namanya pada masyarakat
internasional bahwa Indonesia bukanlah sarang teroris. Seperti
pnyenggahan yang dilakukan pada tanggal 14 maret 2002 malam hari,
dalam rangkan memperingati tahun baru Islam 1 Muharram 1423 H
dilapangan parkir timur Senayan Jakarta Wakil Presiden Hamza Haz
manyanggah keras bahwa Indonesia adalah sarang Teroris, oleh karena itu
berharap agar Negara-negara barat khususnya Amerika serikat untuk tidak
takut terhadap Indonesia.
Namun naas ditengah upaya Indonesia memperbaiki citranya
didepan para sekutu dan khalayak internasional terjadi insiden yang
memalukan. Pada tanggal 12 Oktober 2002 malam hari, sebuah mobil
Mitsubisi L-300 yang berisi Bom dan sebuah sepeda motor dengan
dilengkapi “remote switch” meluncur kearah legian di Kuta Bali dan
berhenti didepan Sari‟s Club dan Paddy‟s Café. Pengendara sepeda motor
dengan mambawa tas berisi BOM masuk ke Paddy‟s Café lantai 1 untuk
56
langsung duduk di kursi dekat bar, dan tak lama kemudian keluar dengan
meninggalkan tasnya dibawah kursi. Sementara itu pengendara mobil L-
300 parkir didepan Sari‟s Club dan mematikan mesinnya seraya
mengamati gerakan akasi dari kawannya si pengendara sepeda motor.
Segera mereka berdua dengan berboncengan sepeda motor meninggalkan
tempat secara cepat, yang disusul kemudian dengan ledakan Bom pertama
di Paddy‟s Café pada jam 23.15 dan tak lama kemudian hanya jarak 3
detik meledaklah Bom kedua yang berada di mobil L-300 . setalah itu 30
detik kemudian terjadi ledakan Bom ketiga dijalan puputan Denpasar di
atas Trotoir yang berjarak 100 m dari Konsulat Amerika Serikat dan
Sekitar 300 M dari Konsulat Australia.
Bali Pulau Dewata, yang dibebut luar negeri sebagai “the island of
paradise” malam tanggal 12 Oktober 2002 tepatnya genap satu tahun, satu
bulan dan satu hari setelah peristiwa World Trade Centre di New York,
diguncang ledkan besar yang menyemburkan bola api dan tekanan udara
panas yang dahsyat meluluh lantakan berpuluh gedung hiburan. Mayat-
mayat yang hangus terpanggang, potongan-potongan tubuh dan gumpalan-
gumpalan daging manusia berserakan tertimbun oleh puing-puing
bangunan. Ledakan bom dijalan Legian Kuta Bali memakan korban 187
orang tewas, 324 orang luka bakar berat dan ringan, serta 25 mobil hancur
menjadi onggokan besi-hangus. Sebagian besar korban adalah orang-orang
asing dan kebanyakan adalah warga Negara Australia.
Pemerintah di Jakarta terhentak oleh kenyataan bahwa memang
benar ada jaringan teroris di Indonesia seperti yang pernah dilaporkan oleh
Hendro Priyono Kepala Badan Intelejen Negera (BIN), dan karenanya
segera menteri Pertahanan Negara Matori Abdul Jalil mengelurkan
pernyataan adanya keterlibatan Al-Qaeda dengan ledakan Bom di Bali.
Enam hari kemudian pada tanggal 18 Oktober 2002, pemerintah
mengeluarkan PERPU No. 1 tahun 2002 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme, yang berisikan pemberian kewenangan bagi POLRI
untuk menahan dan memeriksa tersangka Teroris dalam jangka waktu
57
hingga enam bulan tapa pengadilan atau dakwaan. Dan kemudian sehari
setelah keluarnya PERPU, dilakukan penagkapan atas Abu-Bakar Ba‟asyir
dengan sangkaan terlibat ledakan Bom pada hari Natal tahun 2000.
Peledadakan Bom di di bali mendorong Aparatur Negara untuk
mengadakan investigasi secara serius dengan bantuan Intelegen dari
beberapa Negara asing, terutama dari Australia sebagai Negara yang
paling berkepentingan.