maruli 1112045100008 -...

102
PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRECHING) DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Maruli 1112045100008 PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTASSYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2017 M

Upload: lydien

Post on 23-Jul-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU MAIN HAKIM SENDIRI

(EIGENRECHING) DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN HUKUM

ISLAM

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Maruli

1112045100008

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTASSYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2017 M

Page 2: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan
Page 3: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan
Page 4: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 02 Oktober 2017

MARULINIM: 1112045100008

Page 5: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

ABSTRAK

Maruli, NIM: 1112045100008, Pemidanaan Terhadap Pelaku Main HakimSendiri (Eigenreching) Ditinjau Dari Hukum Positif Dan Hukum Islam, ProgramStudi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syarî’ah dan Hukum, Universitas IslâmNegeri Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, 1439 H / 2017 M. xv + 74 halaman + 12halaman lampiran.

Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan pemidanaan terhadappelaku main hakim sendiri ditinjau dan dianalisa dari hukum positif dan hukumIslam. Masyarakat yang merasa tidak diperlakukan secara adil dan/atau kurangnyakepercayaan kepada aparatur Negara sering melakukan main hakim sendiri(Pengadilan Jalanan) dalam upaya mencari keadilan. Dalam upaya tersebut,masyarakat sering melakukan kekerasan kepada si pembuat korban sehinggamenimbulkan banyak kemungkinan pada si pembuat korban tersebut bahkan bisaberujung pada kematian. Maka di sini sangatlah penting mendapatkan perhatiansecara khusus melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia dan hukum Islamsecara khusus, karena Indonesia merupakan mayoratisa penganut agama Islamterbanyak di dunia agar permasalahan cepat terselesaikan.

Tujuan dari penelitian ini adalah agar sadar bahwa tindakan main hakimsendiri tidak dibenarkan dalam hukum positif dan hukum Islam khusus dalamprikemanusiaan. Pada dasarnya yang memiliki wewenang kepada orang-orangyang melakukan kejahatan adalah pemerintah, seharusnya masyarakat tidakmengambil alih wewenang pemerintah tersebut agar terhindar dari perbuatanzhalim yang sangat tidak disukai oleh Allah dan Rasulnya.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatifyang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan jenispenelitian normatif yakni metode analisis yang memaparkan hukum yang telahtertulis dalam Undang-Undang yag berlaku dalam masyarakat, serta penelitian inikepustakaan (library research) yaitu dengan mengambil referensi pustaka dandokumen yang relevan dengan masalah ini.

Berdasarkan hasil peneltian yang didapat dalam skripsi ini ialah bahwamain hakim sendiri dalam mencari keadilan bukanlah hal yang tepat. Sebagaiwarga Negara yang taat hukum dan umat Islam yang taat pada ajaran agamasehausnya menghindari hal-hal yang berakibat buruk kepada orang lain. Undang-undang yang berlaku di Indonesia memang membenarkan untuk memberi sanksiterhadap pelaku pidana, namun pengadilan jalan bukanlah hal yang tepat.

Pembimbing : Dr. H. M. Nurul Irfan, M. Ag

Daftar Pustaka : 1962-2015 Tahun

Page 6: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

vi

KATA PENGANTAR

﷽Puji syukur kehadirat Allâh Subhânahu Wata’âla yang telah melimpahkan

rahmat, nikmat, taufik, hidayah dan ‘inayah-Nya, terucap dengan tulus dan

ikhlas Alhamdulillâhi Rabbil ‘âlamîn tiada henti. Sesungguhnya hanya dengan

pertolongan-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Salâwat seiring salâm semoga selalu tercurah limpahkan kepada insân pilihan

Tuhan Nabî akhir zamân Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahâbat dan

umamatnya. Amin.

Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat

jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang

maksimal dari penulis. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis

didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri

karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tersusun bukan semata-

mata hasil usaha sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi dari semua

pihak. Oleh karena itu penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Selaku Dekan Fakultas

Syarî’ah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarî’ah

dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh

Jakarta;

2. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan, M. Ag, Selaku Ketua Program Studi

Hukum Pidana Islam dan Nur Rohim, LLM selaku Sekretaris

Program Studi Hukum Pidana Islam;

Page 7: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

vii

3. Bapak Dr. H. Abdurrahman Dahlan, M.A, selaku Dosen Penasehat

Akademik Penulis;

4. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan arahan, saran dan ilmunya hingga penulisan

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

5. Seluruh dosen Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri

(UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan

mengajarkan ‘Ilmu dan Akhlâq yang tidak ternilai harganya. Sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syarî’ah dan Hukum

Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islâm

Negeri Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

7. Bapak Ahmad Khaetami Efendi S.Sos.I Pimpinan Pondok Pesantren

Al-Musarofah Pandeglang Banten, yang telah meluangkan waktunya

kepada penulis untuk melakukan wawancara guna menambah data

skripsi penulis;

8. Bapak H. Dede Ahmad Permana, MA Kandidat Doktor Hukum Islam

Universitas Zaitunnah Tunis Sekaligus Dosen Syariah IAIN Serang

Banten yang telah meluangkan waktunya kepada penulis untuk

melakukan wawancara guna menambah data skripsi penulis;

9. Bapak Mahbub Ma’afi Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM-PBNU) yang telah

meluangkan waktunya kepada penulis untuk melakukan wawancara

guna menambah data skripsi penulis;

10. Bapak Asep Romli, Kanit Satlantas Kabupaten Bekasi yang telah

meluangkan waktunya kepada penulis untuk melakukan wawancara

Page 8: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

viii

guna menambah data skripsi penulis;

11. Bapak Saepuddin, Reserse Jatanras Polsek Cikarang yang telah

meluangkan waktunya kepada penulis untuk melakukan wawancara

guna menambah data skripsi penulis;

12. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah

mencintai saya dengan segenap jiwa dan raga, memberikan segala

yang mereka bisa, baik doa maupun dukungan sehingga dengan ridha

mereka saya bisa sampai seperti ini;

13. Seluruh keluarga besar H. Maman yang terus menerus memberikan

semangat yang luar biasa;

14. Rahmat Abdullah yang selalu menemani penulis dalam melakukan

wawancara guna mengumpulkan data skripsi penulis;

15. Sahâbat-sahâbat seperjuangan, khususnya penghuni Kostan Pondok

Betawi. Teman-teman Mahasiswa/i Hukum Pidana Islam Fakultas

Syarî’ah dan Hukum UIN Jakarta angkatan 2012;

16. Serta semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi

ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Sebagai akhir kata semoga Allah Subhânahu Wata’âlâ memberikan

balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan

menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Jakarta, 02 Oktober 2017

MARULINIM: 1112045100008

Page 9: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii

SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv

ABSTRAK ................................................................................................... v

KAT PENGANTAR.................................................................................... vi

DAFTAR ISI................................................................................................ ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1

B. Batasan Dan Rumusan Masalah ............................................. 5

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian.............................................. 6

D. Tinjaun (Review) Kajian Terdahulu ....................................... 7

E. Metode Penelitian ................................................................... 8

F. Teknik Analisis Data .............................................................. 9

G. Sistematika Penulisan ............................................................ 10

BAB II TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI DALAM KUHP

A. Pengertian Main Hakim Sendiri............................................. 12

B. Pemidanaan Tindak Main Hakim Sendiri .............................. 16

C. Peraturan Perundang-undangan yang mengatur Tindakan

Main Hakim Sendiri............................................................... 22

Page 10: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

BAB III TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Main Hakim Sendiri Dalam Hukum Islam .......... 27

B. Dalil-dalil tentang Tindakan Main Hakim Sendiri................. 37

C. Pendapat para Ulama tentang Tindakan Main Hakim

Sendiri ..................................................................................... 41

BAB IV PERATURAN YANG MENGATUR TINDAKAN MAIN HAKIM

SENDIRI SERTA PENDAPAT PARA ULAMA

A. Peraturan yang mengatur Tindakan Main Hakim Sendiri...... 44

B. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan main

hakim sendiri........................................................................... 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 65

B. Saran-saran ............................................................................. 66

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 68

LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 73

Page 11: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI1

1. Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis

(technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin.

Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai

berikut:

ARAB LATIN

Kons. Nama Kons. Nama

ا Alif Tidak dilambangkan

ب Ba b Be

ت Ta t Te

ث Tsa ts Te dan es

ج Jim j Je

ح Cha h Ha dengan dengan bawah

خ Kha kh Ka dan ha

د Dal d De

ذ Dzal dz De dan zet

ر Ra r Er

ز Zay z Zet

س Sin s Es

ش Syin sy Es dan ye

ص Shad s Es dengan garis bawah

ض Dhat d De dengan garis bawah

1 Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM), Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: FSH-UIN Jakarta, 2012), hal. 43-46.

Page 12: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

xiii

ط Tha t Te dengan garis bawah

ظ Dzha z Zet dengan garis bawah

ع ‘Ain ‘ Koma terbalik di atas hadapkanan

غ Ghain gh Ge dan ha

ف Fa f Ef

ق Qaf q ki

ك Kaf k Ka

ل Lam l El

م Mim m Em

ن Nun n En

و Wawu w We

ھـ Ha h Ha

ء Hamzah ’ Apostrof

ي Ya y Ye

2. Vokal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong bahasa Arab

yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dengan huruf. Transliterasi

vocal tunggal dalam tulisan Latin dilambangkan dengan gabungan huruf

sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangkan

‒ a fathah

‒ i Kasrah

‒ i dammah

Page 13: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

xiv

Sedangkan Transliterasi vocal rangkap dalam tulisan Latin dilambangkan

dengan gabungan huruf sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangkan

‒ ي ai A dan I

‒ و au A dan U

3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat

dan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf

dan tanda macron (coretan horisontal):

آ â A dengan topi di atas

‒ى î I dengan topi di atas

‒و û U dengan topi di atas

4. Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan huruf (ال),

dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun

huruf qomariyyah, Misalnya:

اإلجتھاد = al-ijtihad

الرخصة = al-rukhsah, bukan ar-rukhsah

5. Ta’ marbutah mati atau yang dibaca seperti ber-harakat sukun,

transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “h”,

sedangkan ta’ marbûtah yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya

( رؤیة الھالل = ru’yah al-hilâl atau ru’yatul hilâl ).

6. Tasydîd, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak

Page 14: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

xv

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:

فعةالش = al-Syuf’ah, tidak ditulis asy-Syuf’ah

Page 15: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

masyarakat agar terciptanya ketertiban. Pengertian hukum itu sendiri menurut E.

Utrecht, bahwa hukum adalah kumpulan petunjuk-petunjuk hidup tata tertib suatu

masyarakat dan ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.1

Berbicara tentang hukum, maka kita berbicara pula tentang sebuah sistem.

Dewey memandang, bahwa hukum sebagai sebuah sistem adalah serangkaian

komponen-kompenen yang saling terhubung satu sama lain baik secara langsung

maupun tidak langsung dan membentuk suatu pola.2

Peradilan merupakan salah satu subsistem dalam sistem hukum positif

Indonesia. Dalam menyelesaikan perkara pidana dilakukan dalam sistem peradilan

pidana. Sistem peradilan pidana atau Criminal Justice System kini telah menjadi

suatu istilah yang menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulan kejahatan

dengan menggunakan dasar pendekatan sistem.3

Melihat maraknya kekerasan akhir-akhir ini dipengaruhi oleh banyaknya

orang yang mengalami ketertindasan akibat krisis berkepanjangan. Aksi itu juga

dipicu oleh lemahnya kontrol sosial yang tidak diikuti dengan langkah

penegakkan hukum. Sementara itu pada saat kontrol sosial melemah, juga terjadi

1 R. Soeroso, pengantar ilmu hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h.35.2 Tolib Effendi, sistem peradilan pidana perbandingan komponen dan proses sistem

peradilan pidana dibeberapa negara, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2013, h.2.3 Nurman Syah Wisurya, “pengerian sistem peradilan pidana”, di akses pada tanggal 14

April 2016 dari http:/nurmansyahwisurya.wordpress.com/2012/04/13/pengertian-sistem-peradilan-pidana

Page 16: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

2

demoralisasi pihak petugas yang mestinya menjaga keamanan. Aparat yang

harusnya menjaga keamanan, justru melakukan tindak pelanggaran. Masyarakat

pun kemudian melihat bahwa hukum telah jatuh. Pada saat yang sama masyarakat

belum atau tidak melihat adanya upaya yang berarti dari aparat keamanan sendiri

untuk mengembalikan citra yang telah jatuh tersebut.4

Memperkirakan masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada hukum,

sistem, dan aparatnya. Ketidakpercayaan itu sudah terakumulasi sedemikian lama,

karena ketidakadilan telah menjadi tontonan masyarakat sehari-hari. Mereka yang

selama ini diam, tiba-tiba memberontak. Ketika negara yang mewakili masyarakat

sudah tidak dipercaya lagi, maka masyarakatlah yang akan mengambil alih

kendali hukum.5

Eigen richting atau yang biasa di kenal dengan perbuatan main hakin

sendiri adalah istilah tindakan untuk menghukum suatu pihak tanpa melewati

proses yang sesuai hukum. Main hakim sendiri merupakan jenis konflik kekerasan

yang cukup dominan di indonesia. Bentuknya bisa penganiayaan, perusakan harta

benda, dan sebagainya.

Main hakim sendiri memang bukan fenomena baru, istilah keren dari main

hakim sendiri adalah streetjustice atau pengadilan jalanan, bisa diartikan hukuman

atau balasan yang diberikan dengan tindakan main hakim sendiri atau juga bisa

diartikan dengan hukuman yang diberikan di luar jalur resmi.

4 Juli Ardiheri, ”Kekerasan,Premanisme & Kriminalitas yang membudaya diIndonesia”, di akses pada tanggal 14 April 2016 darihttp://juliardiheri.blogspot.co.id/2013/04/makalah-kekerasan-premanisme.html.

5 Juli Ardiheri, ”Kekerasan,Premanisme & Kriminalitas yang membudaya di Indonesia”.

Page 17: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

3

Cara penghukuman ala pengadilan jalanan adalah illegal dan berlebihan.

Memang jika diartikan secara akademik atau kacamata hukum, bisa jadi

pengadilan jalanan adalah cara yang berleihan. Namun, bisa saja dari kacamata

masyarakat pengadilan jalanan atau tindak main hakim sendiri adalah hukuman

setimpal. Masyarakat yang melakukan tindakan tersebut berharap bisa

menimbulkan efek jera.6

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum secara

khusus mengatur mengenai tindakan Main Hakim Sendiri. Akan tetapi bukan

berarti KUHP tidak dapat diterapkan sama sekali jika terjadi perbuatan main

hakim sendiri. Dalam tindak main hakin sendiri, bagi korban tersebut dapat

melaporkan kepada pihak yang berwenang antara lain atas dasar ketentuan-

ketentuaan berikut:

a. Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan

ayat (1) penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lamadua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratusrupiah..

ayat (2) jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat yangbersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.

Ayat (3) jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjarapaling lama tujuh tahun.

Dalam penjelasan pasal 351 KUHP oleh R. Sugandhi,7 “penganiayaan”

diartikan sebagai perbuatan dengan sengaja yang menimbulkan rasa tidak enak,

rasa sakit atau luka.

6 “Pengadilan Jalanan”, SINDONEWS.COM, di akses pada tanggal 16 april 2016 darihttp://nasional.sindonews.com/read/967855/16/pengadilanjalanan

7 R. Sugandhi, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Penjelasannya,(Surabaya: Usaha Nasional, 1980), h. 421.

Page 18: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

4

b. Pasal 170 KUHP tentang kekerasan dengan ancaman pidana penjara

Ayat (1) barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama

menggunakan mengunakan kekerasan terhadap seseorang atau barang, diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

Dalam penjelasan pasal 170 KUHP oleh R. Sugandhi kekerasan terhadap

orang maupun barang yang dilakukan yang dilakukan secara bersama-sama, yang

dilakukan di muka umu seperti perusakan terhadap barang, penganiayaan terhadap

orang atau hewan, melemparkan batu kepada orang atau rumah, atau membuang-

buang barang sehingga berserakan.8

c. Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang perusakan dengan ancaman pidana

penajara atau denda.

Ayat (1) barang siapa dengan sengaja dan melawan hukummenghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat terpakai atau menghilangkanbarang sesuatu yang seluruhnya atau sebagiann adalah kepunyaan orang lain,diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau dendapaling banyak tiga ratus rupiah.

Dalam penjelasan pasal 406 KUHP oleh R.Sugandhi, perusahaan barang

yang dimaksud mengakibatkan barang tersebut rusak, hancur sehingga tidak dapat

dipakai lagi atau hilang melawan dengan melawan hukum.9

Tindakan main hakim sendiri merupakan suatu tindakan yang dilarang

menurut peraturan perundang undangan di Indonesia terlebih lagi menurut Syari'at

Islam. Karena hal itu, keadilan tidak akan didapatkan. Seseorang yang mencuri

ayam harus mati dihajar massa, seorang jambret di bakar hidup hidup hingga mati

8 R. Sugandhi, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Penjelasannya, h.202.

9 R. Sugandhi, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Penjelasannya, h.451.

Page 19: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

5

dan lain sebagainya. Tentu hal itu bukanlah keadilan yang didapat, bahkan pelaku

tindakan main hakim sendiri sudah melakukan perbuatan keji yang sungguh

dilarang dalam ajaran Islam.

"Allah memerintahkan berbuat adil, mengerjakan amal kebaikan,

bermurah hati kepada kerabat, dan Ia melarang melakukan perbuatan keji, munkar

dan kekejaman. Ia mengajarkan kepadamu supaya menjadi pengertian bagimu."

(Q.S. An-Nahl [16]: 90).

Keadilan adalah sebuah istilah yang menyeluruh, dan termasuk juga segala

sifat hati yang bersih dan jujur. Tetapi agama menuntut yang lebih hangat dan

lebih manusiawi, melakukan pekerjaan yang baik, meskipun ini tidak diharuskan

secara ketat oleh keadilan, seperti kejahatan yang dibalas dengan kebaikan, atau

suka membantu mereka yang dalam bahasa duniawi “tak mempunyai suatu

tuntutan” kepada kita dan sudah tentu pula memenuhi segala tuntutan yang

tuntutannya dibenarkan oleh kehidupan sosial. Begitu juga yang sebaliknya

hendaknya dihindari segala yang diakui sebagai perbuatan munkar, dan segala

yang benar-benar tidak adil, kekejaman, dan segala kekufuran dan kefasikan

terhadap Hukum Allah, atau terhadap kesadaran batin kita sendiri dalam

bentuknya yang paling peka.10

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini terarah dan tersusun secara

sistematis pada tema pembahasan yang menjadi tema titik sentral, maka perlu

10 Abdullah Yusuf Ali, “Qur’an terjemahan dan Tafsirnya, terjemah Ali Audah”,Pustaka Firdaus, jakarta 1993.

Page 20: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

6

penulis uraikan masalah. Untuk mendapatkan pembahasan objektif, maka dalam

skripsi ini penulis membatasinya dengan pembahasan mengenai Pemidanaan

Terhadap Pelaku Main Hakim Sendiri (Eigenreching) Ditinjau dari Hukum Positif

dan Hukum Islam

2. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas dapat di uraikan beberapa masalah yang

di rumuskan dengan pertanyaan penelitian. (research question), yaitu:

1. Apakah faktor penyebab terjadinya Tindakan Main Hakim Sendiri?

2. Bagaimana pandangan hukum positif dan hukum Islam terhadap

Tindakan Main Hakim Sendiri?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh

penulis, dan tujuan yang dimaksud adalah:

1. Untuk mengetahui pandangan hukum positif terhadap perbuatan Main

Hakim Sendiri.

2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya Tindakan Main

Hakim Sendiri.

Adapun manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah:

1. Dalam rangka perkembangan dan memperluas wawasan pengetahuan

mengenai Tindakan Main Hakim Sendiri.

2. Dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai faktor yang

menyebabkan terjadinya Tindakan Main Hakim Sendiri.

Page 21: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

7

3. Menabah literatur perpustakaan khususnya dalam bidang Hukum Pidana

Islam.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Untuk mengetahui kajian terdahulu yang telah ditulis oleh yang lainnya,

maka penulis me-riview beberapa skripsi terdahulu yang pembahasannya hampir

sama dengan pembahasan yang penulis angkat. Dalam hal ini penulis menemukan

beberapa skripsi, yaitu:

1. Skripsi berjudul Perbuatan Main Hakim Sendiri Dalam Kajian

Kriminologis dan Sosiologis yang ditulis oleh Fitriati.11 Dalam karya

ilmiah ini, Fitriati menjelaskan faktor-faktor tindakan main hakim sendiri

dalam kajian Kriminologis dan Sosiologis. Secara Kriminologis tindakan

main hakim sendiri disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara

hak-hak pelaku dan korban. Korban tidak menerima kompensasi dalam

bentuk pemidanaan pelaku karena kejahatan yang telah dilakukan oleh

pelaku terhadap dirinya. Rasa ketidakpercayaan public terhadap aparat

penegak hukum menjadi faktor sosiologis yang menyebabkan terjadinya

main hakim sendiri.

2. Skripsi berjudul Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindakan Main Hakim

Sendiri (Eigenrechting) Yang Dilakukan Oleh Masa Terhadap Pelaku

Tindak Pidana yang ditulis oleh Eli Supianto.12 Dalam karya ilmiah ini Eli

Supianto menguraikan faktor-faktor penyebab tindakan main hakim hakim

11 Fitriati, Perbuatan Main Hakim Sendiri Dalam Kajian Kriminologis dan Sosiologis,Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Tamansiswa, Padang, 2012.

12 Eli Supianto, Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindakan Main Hakim Sendiri(Eigenrechting) Yang Dilakukan Oleh Masa Terhadap Pelaku Tindak Pidana, Skripsi FakultasHukum, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2014.

Page 22: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

8

sendiri yang dilakukan oleh masa terhadap pelaku tindak pidana adalah: 1)

Faktor internal pelaku main hakim sendiri, antara lain: Ketidakpercayaan

masyarakat terhadap penegak hukum dalam menangani pelaku tindak

pidana, Emosi dan sakit hati terhadap pelaku tindak pidana, agar pelaku

tindak pidana jera dan supaya calon pelaku tindak pidana lain takut

melakukan hal yang sama, anggapan bahwa menghakimi pelaku tindak

pidana adalah kebiasaan dalam masyarakat, ikut-ikutan, dan rendahnya

tingkat pendidikan. 2) Faktor eksternal pelaku main hakim sendiri, antara

lain: Faktor kepolisian yang melakukan pembiaran terhadap tindakan main

hakim sendiri yang dilakukan oleh massa, dan Faktor kepolisian yang

lamban dan tidak profesional dalam menangani kasus-kasus tindak pidana.

Pembahasan dalam dua skripsi yang telah penulis kemukakan di atas

difokuskan pada pendekatan tidakan main hakim sendiri dalam kajian

kriminologis dan sosiologis, sedangkan pembahasan mengenai hukum tindakan

main hakim sendiri dalam hukum pidana di Indonesia dan hukum pidana Islam

tidak dibahas sama sekali, demikian juga dalam dua skripsi tersebut tidak

membahas hukuman bagi pelaku tindak main hakim sendiri baik personal maupun

yang dilakukan oleh masa. Dengan demikian permasalahan yang penulis angkat

dalam skripsi ini jauh berbeda dengan dua skripsi tersebut dan belum ada yang

membahasnya.

E. Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh data dan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan

dengan pokok permasalahan diperlukan suatu pedoman penelitian yang disebut

Page 23: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

9

metodologi penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan menggunakan

pikiran sesama untuk mencapai suatu tujuan.13 Metode adalah pedoman cara

seorang ilmuan mempelajari dan memahami langkah-langkah yang dihadapi.14

Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan suatu

sistematika. Metodologi ilmiah dengan tujuan untuk memperoleh sesuatu yang

baru atau asli dalam memecahkan suatu masalah yang setiap saat dapat timbul di

masyarakat.15 Dalam penelitian ini skripsi ini penulis, melakukan satu jenis

penelitian, yaitu penelitian pustaka (library research).

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Bodgan dan

Taylor mendefinisikan kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang prilakunya di

amati.16 Karakter khusus penelitian kualitatif berupaya mengungkap keunikan

individu, kelompok, masyarakat, atau organisasi tertentu dalam kehidupannya

sehari-hari. Dilihat dari segi tujuan dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian

yang bersifat deskriptif yaitu metode yang dapat diartikan sebagai prosedur

pemecahan masalah yang sedikit menggambarkan atau melukiskan keadaan

subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, organisasi, dan

13 Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi pustaka,1997), h. 1.

14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas IndonesiaPress, 1986), h. 6.

15 Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2004), h. 111.

16 Barowi dan Suwandi, Memahami penelitian kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.21.

Page 24: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

10

lain-lain). Pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak, atau

sebagaimana adanya.17

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan satu jenis sumber

data, yaitu data sekunder, merupakan data yang di peroleh dari studi pustaka yang

bertujuan untuk memperoleh landasan teori yang bersumber dari buku-buku, hasil

penelitian, jurnal-jurnal, artikel, tulisan-tulisan di internet dan lain-lainnya. Yang

berkaitan dengan Tindakan Main Hakim Sendiri.

3. Sitematika Penulisan

Dalam hal teknik penulisan, penulis mengacu pada buku pedoman,

penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis membuat sistematika

penulisan dengan membagi kepada lima (5) bab, tiap bab terdiri dari sub-sub bab

dengan rincian sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian, serta sitematika penulisan.

BAB II Tinjauan Umum tentang Tindakan Main Hakim Sendiri,

meliputi pengertian, peraturan yang mengatur, penyebab

17 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press, 2007), h. 67.

Page 25: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

11

terjadinya Tindakan Main Hakim sendiri, penanggulangan

terhadap aksi Tindakan Main Hakim Sendiri.

BAB III Tindakan Main Hakim Sendiri dalam Hukum Islam, meliputi

pengertian, Dalil-dali terkait Tindakan Main Hakim Sendiri,

serta pendapat para ulama terhadap Tindakan Main Hakim

sendiri.

BAB IV Peraturan Undang-Undang terkait Tindakan Main Hakim

Sendiri, serta pandangan ulama terhadap Tindakan main

Sendiri.

BAB V Merupakan penutupan, meliputi kesimpulan dan saran-saran

dari penulis.

Page 26: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

12

BAB II

PEMIDANAAN DAN TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI

A. Pengertian Main Hakim Sendiri

Main hakim sendiri atau yang biasa diistilahkan masyarakat luas dan

media massa dengan peradilan massa, penghakiman massa, pengadilan jalanan,

pengadilan rakyat, amuk massa, anarkisme massa atau juga brutalisme massa,

merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu “Eigenrechting” yang berarti

cara main hakim sendiri, mengambil hak tanpa mengindahkan hukum, tanpa

sepengetahuan pemerintah dan tanpa penggunaan alat kekuasaan pemerintah.

Perbuatan main hakim sendiri hampir selalu berjalan sejajar dengan pelanggaran

hak-hak orang lain, dan oleh karena itu tidak diperbolehkan perbuatan ini

menunjukkan nahwa adanya indikasi rendahnya kesadaran terhadap hukum.1

Menurut kamus besar bahasa Indonesia main hakim sendiri atau istilah

hukumnya Eigenrichting adalah menghakimi orang lain tanpa mempedulikan

hukum yang ada (biasanya dilakukan dng pemukulan, penyiksaan, pembakaran

dan lain sebagainya.2 Eigenrichting dalam ilmu hukum yaitu merupakan tindakan

menghakimi sendiri atau aksi sepihak. Tindakan ini yaitu seperti memukul orang

yang telah menipu kita, ataupun tindakan menyekap orang yang tidak mau

melunasi hutangnya kepada kita. Tindakan menghakimi sendiri seperti ini

merupakan sebuah tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendak sendiri

1 Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 167.2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 532.

Page 27: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

13

dengan sewenang-wenang tanpa persetujuan pihak lain yang berkepentingan.

Sebagai sebuah Negara dengan doktrin Negara hukum seperti yang termaktub

dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 bahwa “Indonesia adalah sebuah negara hukum”.

Tentu tindakan main hakim sendiri tidak memiliki satupun alasan pembenar dari

sisi normative.

Kasus main hakim sendiri (Eigenrechting) merupakan salah satu bentuk

reaksi masyarakat karena adanya pelanggaran norma yang berlaku di masyarakat.

Reaksi masyarakat, ditinjau dari sudut sosiologis, dapat dibedakan menjadi dua

aspek, yaitu aspek positif dan aspek negatif.3

Aspek positif ialah jika memenuhi syarat sebagai berikut:

(1) Reaksi masyarakat terhadap kejahatan melalui pendekatan-pendekatan

kemasyarakatan sesuai dengan latar belakang terjadinya suatu

tindakan kejahatan.

(2) Reaksi masyarakat didasarkan atas kerja sama dengan aparat

keamanan atau penegak hukum secara resmi.

(3) Tujuan penghukuman adalah pembinaan dan penyadaran atas pelaku

kejahatan.

(4) Mempertimbangkan dan memperhitungkan sebab-sebab dilakukannya

suatu tindakan kejahatan.

Sedangkan aspek negatif jika:

(1) Reaksi masyarakat adalah serta merta, yaitu dilakukan dengan dasar

luapan emosional.

3 Abdul Syahni, Sosiologi Kriminalitas, (Bandung: Remaja Karya, 1987), h. 100-101.

Page 28: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

14

(2) Reaksi masyarakat didasarkan atas ketentuan lokal yang berlaku di

dalam masyarakat yang bersangkutan (tak resmi).

(3) Tujuan penghukuman cenderung lebih bersifat pembalasan,

penderaan, paksaan, dan pelampiasan dendam.

(4) Relatif lebih sedikit mempertimbangkan dan memperhitungkan latar

belakang mengapa dilakukan suatu tindakan kejahatan.

Dalam hukum, perorangan tidak diperkenankan melaksanakan sanksi

kepada sesorang untuk menegakkan hukum karena pelaksanaan sanksi adalah

monopoli penguasa. Seperti yang ditegaskan Blackstone, “Law is a rule of action

prescribed or dictated by some superior which some interior is bound to obey”.

“Hukum adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang ditentukan oleh orang-

orang yang berkuasa bagi orang-orang yang dikuasai untuk ditaati”. Dari

proposisi yang ditegaskan oleh Blackstone tersebut mengindikasikan bahwa

semua bentuk tindakan hukum terhadap pelanggaran maupun kejahatan adalah

otoritas pemerintah. Masyarakat di luar dari pemerintah sebagai pemiliki otoritas

tidak memiliki hak sama sekali untuk melakukan sebuah tindakan karena secara

normative tidak memiliki dasar legitimasi. Tetapi dari konteks sosiologi

Eigenrichting masih marak terjadi. Kecenderungan massa ketika menemukan

pelaku kejahatan dalam keadaan tertangkap basah langsung melakukan

pemukulan. Jelas tindakan ini tidak punya alasan pembenar dari sisi hukum

apalagi ketika kita kembali pada kesimpulan bahwa hukum adalah otoritas

penguasa dalam hal ini diwakilkan melalui lembaga-lembaga hukum.

Kecenderungan ini akan banyak ditemui dengan maraknya kasus pemukulan

Page 29: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

15

yang dilakukan secara beramai-ramai oleh massa. Massa tidak bisa

mengendalikan emosi ketika berhadapan dengan situasi seperti ini.4

Tindakan menghakimi sendiri itu dilarang pada umumnya tetapi tidak

selalu demikian. Ada juga tindakan yang sebenarnya dikategorikan main hakim

sendiri atau Eigenreichting tetapi memiliki alasan pembenar ataupun alasan

pemaaf. Alasan pembenar dan pemaaf kemudian sehingga suatu perbuatan

sekalipun dikategorikan sebagai tindakan main hakim sendiri tetapi tidak bisa

dikategorikan sebagai tindak pidana. Sebab adanya alasan pembenar ataupun

pemaaf menjadikan suatu unsur pidananya menjadi gugur. Setiap pelanggaran

kaedah hukum pada dasarnya harus dikenakan sanksi, setiap pembunuhan, setiap

pencurian harus ditindak, pelakunya harus dihukum. Tetapi ada perbuatan-

perbuatan tertentu yang pada hakekatnya merupakan pelanggaran kaedah hukum

tetapi pelanggarnya tidak dikenakan sanksi.

Pada hakekatnya tindakan menghakimi sendiri ini merupakan pelaksanaan

sanksi/kelompok. Hanya saja sanksi yang dilakukan oleh perorangan maupun

kelompok sulit diukur berat ringannya, karena massa terkadang dapat bertindak

kalap dan tidak terkendali. Smelser5 mempertanyakan kenapa perilaku kolektif

terjadi. Dia merinci enam faktor yang menurutnya menentukan untuk terjadinya

perilaku atau kekerasan kolektif, enam faktor tersebut adalah:

1. Adanya pendorong struktural (structural condusivenness)

2. Ketegangan struktural (structural strain)

4 Achmad Ali, Teori Hukum dan Teori Pengadilan, (Jakarta: Prenada Media Group,2009), h. 25.

5 Seorang Profesor Sosiologi masyarakat, penulis buku “A Rivew of Theory of CollectiveBehavior.”

Page 30: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

16

3. Tumbuh dan menyebarnya suatu kepercayaan yang digeneralisasikan

(Growth and spread of belief)

4. Factor-faktor pencetus (precipitating factors)

5. Mobilitas para pemeran serta pada tindakan (Mobilization of

Partifsipants for action)

6. Bekerjanya pengendalian sosial (The operation of social control).6

B. Pemidanaan Tindak Main Hakim Sendiri

1. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana

(a) Pengertian Tindak Pidana

Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan kata “strafbaar feit”

untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan sesuatu penjelasan

mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan Strafbaar feit tersebut.

Perkataan “feit” itu sendiri di dalam Bahasa Belanda bearti “sebagian dari

suatu kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelijheid”, sedang “strafbaar”

berarti dapat dihukum, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu

diterjemahkan sebagai bagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang

sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang

dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan

kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.7

6 Neil Smelser, Theory of Collective Behavior, (New York: The Free Press, 1962), h. 40.7 Lamintang, P.A.F, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1997), h. 181.

Page 31: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

17

Oleh karena seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa pembentuk

undang-undang tidak memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang

sebenarnya telah dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit”, maka timbullah di

dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan

“strafbaar feit” tersebut.

Hazenwinkal-Suringa misalnya, mereka telah membuat suatu rumusan

yang bersifat umum dari “strafbaar feit” sebagai suatu perilaku manusia yang

pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam pergaulan hidup tertentu dan

dianggap sebagai perilaku yang harus dibedakan oleh hukum pidana dengan

menggunakan sarana-sarana bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.8

Para penulis lama seperti Van Hamel, telah merumuskan “strafbaar feit”

sebagai suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain yang

menurut Hazewinkel-Suringa dianggap kurang tepat.9

Dengan Demikian, secara teoritis setiap pelanggaran norma atau setiap

normovetreding itu merupakan suatu perilaku atau gedraging yang telah sengaja

dilakukan ataupun telah dengan tidak sengaja dilakukan oleh seorang pelaku,

yang di dalam penampilannya merupakan suatu perilaku yang bersifat

bertentangan dengan hukum atau “in strijd met het recht” atau bersifat

“wederrechttelijk”.

(b) Unsur-unsur Tindak Pidana

Secara umum unsur-unsur tindak pidana dibedakan ke dalam dua macam

yaitu:

8 Lamintang, P.A.F, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, h. 181.9 Lamintang, P.A.F, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, h. 182.

Page 32: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

18

1) Unsur objektif, yaitu unsur yang terdapat di luar pelaku (dader) yang

dapat berupa:

a) Perbuatan, baik dalam arti berbuat maupun tidak berbuat. Contoh

unsur obyektif yang berupa “perbuatan” yaitu perbuatan-perbuatan

yang dilarang dan diancam oleh Undang-undang. Perbuatan-

perbuatan tersebut antara lain perbatan-perbuatan yang

dirumuskan dalam Pasal 242, 263, 362 KUHP. Di dalam

ketentuan pasal 362 misalnya, unsur obyektif yang berupa

“perbuatan” dan sekaligus merupakan perbuatan yang dilarang dan

diancam oleh Undang-undang adalah mengambil.

b) Akibat, yang menjadi syarat mutlak dalam tindak pidana materiil.

Contoh unsur obyektif berupa suatu “akibat” adalah akibat-akibat

yang dilarang dan diancam oleh Undang-undang dan sekaligus

merupakan syarat mutlak dalam tindak pidana antara lain akibat-

akibat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 351, 338

KUHP.

Dalam ketentuan pasal 338 KUHP misalnya, unsur obyektif yang

berupa “akibat” yang dilarang adalah akibat berupa matinya orang.

c) Keadaan atau masalah-masalah tertentu yang dilarang dan

diancam oleh Undang-undang. Contoh unsur obyektif berupa

suatu “keadaan” yang dilarang dan diancam oleh Undang-undang

adalah keadaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal

Page 33: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

19

160, 281 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 282 KUHP misalnya,

unsur obyektif yang berupa “keadaan” adalah di tempat umum.

2) Unsur Subyektif, yaitu unsur yang terdapat dalam diri pelaku (dader)

yang berupa:

a) Hal yang dapat dipertanggungjawabkannya seseorang terhadap

perbuatan yang telah dilakukan (Kemampuan Bertanggung jawab)

b) Kesalahan atau schuld. Berkaitan dengan masalah kemampuan

bertanggung jawab diatas. Seseorang dapat dikatakan mampu

bertanggung jawab apabila dalam diri orang itu memenuhi 3

syarat, yaitu:

(1) Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga iadapat mengerti akan nilai perbuatannya dan karena jugamengerti akan nilai dari akibat perbuatannya.

(2) Keadaan jiwa orang itu sedemikian rupa, sehingga ia dapatmenentukan kehendaknya terhadap perbuatan yang ia lakukan.

(3) Orang itu harus sadar perbuatan mana yang dilarang danperbuatan mana yang tidak dilarang oleh Undang-undang.10

2. Upaya Penegakan Hukum Terhadap Tindakan Main Hakim Sendiri

Dalam pembahasan sebelumnya dijelaskan bahwa tinggi rendahnya

tindakan main hakim sendiri Eigenrichting akan sangat ditentukan oleh

kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Kecenderungannya adalah

bahwa jika kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dalam proses

hukum atau peradilan tinggi maka tindakan main hakim sendiri akan rendah atau

berkurang, dan sebaliknya jika kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum

atau peradilan rendah maka tindakan main hakim sendiri akan meningkat atau

10 Tongat, Hukum Pidana Materiil. (Malang: UMM Press, 2006), h. 4.

Page 34: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

20

bertambah. Atas dasar itu kemudian maka perlu ada upaya-upaya yang harus

dilakukan oleh penegak hukum dalam mengatasi masalah tersebut. Upaya

penegak hukum meliputi tiga hal yakni upaya pre-emptif, preventif, represif.

Uraiannya dijelaskan di bawah ini:

1. Upaya Pre-emptif

Upaya Pre-emtif adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak

kepolisian untuk mencegah terjadinya suatu tindak pidana. Secara teoritis upaya

pre-emptif adalah upaya pencegahan sebelum terjadinya suatu tindak pidana akan

tetapi pada praktiknya terkadang direposisi menjadi upaya meminimalisir, dalam

artian bahwa tindakan itu pada dasarnya memang sudah terjadi tinggal bagaimana

mengurangi atau menekan kenaikan jumlah tindak pidana atau kriminalitas

tersebut.11

Untuk mencegah terjadinya suatu tindakan main hakim sendiri maka salah

satu upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian adalah melakukan sosialisasi

terhadap masyarakat, mulai dari keberadaan suatu perundang-undangan sampai

pada tahapan menjadikan masyarakat sebagai bagian dari pihak yang ikut

berpartisipasi dalam penegakan hukum, misalnya dengan cara mengajak

msyarakat untuk tertib pada aturan lalu lintas. Tentu ini sejalan dengan semboyan

kepolisian yaitu pengayom masyarakat.12

Dari hasil wawancara tersebut dapat diamati bagaimana upaya

pencegahan tindakan main hakim sendiri oleh pihak kepolisian. Tahapan ini

11 Wawancara Pribadi dengan Saipuddin, Reserse Jatanras Polsek Cikarang. Selasa, 24Januari 2017. Pukul 19.50 WIB.

12 Wawancara Pribadi dengan Asep Romli, Kanit Satlantas Kabupaten Bekasi. Kamis, 7November 2016. Pukul 11.00 WIB.

Page 35: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

21

merupakan suatu proses internalisasi nilai, yakni bagaimana agar masyarakat taat

dan patuh pada peraturan hukum yang berlaku karena kesadarannya. Membangun

masyarakat yang sadar hukum tentu merupakan suatu hal yang harus menjadi

prioritas. Seperti adagium terkenal “lebih baik mencegah dari pada mengobati”,

oleh sebab itu upaya pre-emptif perlu mendapat perhatian yang besar dari para

aparat penegak hukum. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana

pembenahan sistem hukum sebagai bagian dari upaya pre-emptif terhadap

munculnya tindakan main hakim sendiri.

2. Upaya Preventif

Upaya dijelaskan sebagai usaha suatu cara, sedangkan preventif dalam

istilah bahasa Inggris berarti pencegahan atau mencegah. Dalam referensi lain

preventif adalah penyampaian suatu maksud untuk mencari jalan keluar atau

bersifat mencegah supaya jangan terjadi. Upaya preventif merupakan usaha

pencegahan terhadap timbulnya masalah. Upaya Preventif juga dapat di maksud

sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terencana dan terarah

untuk menjaga sesuatu hal agar tidak meluas atau timbul. Upaya-upaya preventif

ini adalah merupakan tindakan lanjut dari upaya Pre-Emtif yang masih dalam

tataran pencegahan sebelum terjadi kejahatan. Dalam upaya preventif yang

ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.

Jadi dalam upaya preventif kesempatan untuk melakukan sebuah tindak pidana

atau kejahatan ditutup.13

13 Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010),h. 99.

Page 36: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

22

3. Upaya Represif

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara

konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan

dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai

dengan perbuatannya serta memperbaiki kembali agar mereka sadar bahwa

perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan

merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga

tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat

berat.14

Dalam membahas sistem represif, tentunya tidak terlepas dari sistem

peradilan pidana Indonesia yang memiliki 5 sub-sistem kehakiman, kejaksaan,

kepolisian, pemasyarakatan, kepengacaraan, yang merupakan suatu keseluruhan

yang terangkai dan berhubungan secara fungsional.

Upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode

perlakuan (treatment) dan Penghukuman (punishment).15

C. Peraturan Perundang-undangan Yang Mengatur Tindakan Main Hakim

Sendiri

Tindakan main hakim sendiri merupakan suatu respon masyarakat yang

malah menciptakan suasana tidak tertib. Masyarakat yang harusnya menaati

hukum yang berlaku yang telah ditetapkan oleh penguasa bertindak sebaliknya,

mereka melakukan suatu respon terhadap adanya kejahatan dengan menghakimi

14 Abdul Syahni, Sosiologi Kriminalitas, h. 139.15 Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum Dalam Penegakan

Hukum di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1982), h. 79.

Page 37: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

23

sendiri pelaku tindak pidana. Akan tetapi apabila dilihat dari pengertian tindak

pidana yang telah diuraikan di muka maka akan tampak jelas bahwa apa yang

dilakukan oleh masyarakat terhadap pelaku tindak pidana yang tertangkap oleh

masyarakat dengan dipukuli sampai babak belur bahkan sampai dengan

membakarnya hidup-hidup merupakan suatu bentuk lain dari kejahatan.

Tindakan main hakim sendiri ini lebih sering dilakukan secara massal

untuk menghindari tanggung jawab pribadi serta menghindari pembalasan dari

teman atau keluarga korban. Tindak kekerasan yang diambil masyarakat

dianggap sebagai langkah tepat untuk menyelesaikan suatu masalah yang

dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.

Bentuk-bentuk tindak pidana main hakim sendiri (eigenrechting) terhadap

pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh massa, dapat dilihat bahwa tidak ada

perbedaan dengan perbuatan pidana pada umumnya, hanya saja yang

membedakan adalah dari segi subyek pelakunya yang lebih dari satu orang. Oleh

karena itu perbuatan pidana yang dilakukan secara massal pembahasannya dititik

beratkan pada kata “massa”. Berdasarkan kata “massa” yang menunjuk pada

pelaku pada perbuatan pidana dimaksudkan adalah dua orang lebih atau tidak

terbatas maksimalnya.

Melihat definisi tersebut, perbuatan pidana yang dilakukan oleh massa

juga dapat dikatakan dilakukan secara kolektif, karena dalam melakukan

perbuatan pidana para pelaku dalam hal ini dengan jumlah yang banyak/lebih dari

satu orang dimana secara langsung atau tidak langsung baik direncanakan

ataupun tidak direncanakan telah terjalin kerja sama baik hal tersebut dilakukan

Page 38: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

24

secara bersama-sama maupun sendiri sendiri dalam hal satu rangkaian peristiwa

kejadian yang menimbulkan perbuatan pidana atau lebih spesifik

menimbulkan/mengakibatkan terjadinya kerusakan baik fisik ataupun non fisik.

Hal ini diatur dalam pasal 170 KUHP.16

Pasal 170 KUHP berbunyi demikian:

“(1) Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukankekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanyalima tahun enam bulan.

(2) Tersalah dihukum:1. Dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan

sengaja merusakkan barang atau kekerasan yang dilakukannya itumenyebabkan sesuatu luka.

2. dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika kekerasan itumenyebabkan luka berat pada tubuh

3. dengan penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika kekerasanitu menyebabkan matinya orang.”

Perlu diuraikan unsur-unsur yang terdapat dalam pasal ini sebagai berikut:

1. Barangsiapa. Hal ini menunjukkan kepada orang atau pribadi sebagai

pelaku.

2. Di muka umum. Perbuatan itu dilakukan di tempat di mana publik dapat

melihatnya.

3. Bersama-sama, artinya dilakukan oleh sedikit-dikitnya dua orang atau

lebih. Arti kata bersama-sama ini menunjukkan bahwa perbuatan itu

dilakukan dengan sengaja (delik dolus) atau memiliki tujuan yang pasti,

jadi bukanlah merupakan ketidaksengajaan (delik culpa).

16 Andi Hamzah, Delik-delik Tertentu Dalam KUHP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 7.

Page 39: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

25

4. Kekerasan, yang berarti mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani

yang tidak kecil dan tidak sah. Kekerasan dalam pasal ini biasanya terdiri

dari “merusak barang” atau “penganiayaan”.

5. Terhadap orang atau barang. Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang

atau barang sebagai korban.

Selain Pasal di atas, beberapa ketentuan yang mengatur tentang tindakan

main hakim sendiri juga dipaparkan dalam Pasal 351 tentang penganiayaan, Pasal

406 Ayat (1) tentang Pengrusakan, da nada beberapa pasal lain yang dapat

dikaitkan dengan tindakan main hakim sendiri, di antaranya: Pasal 187, 188, 200,

201, 338, 354, 358, 408, dan 409 KUHP. Lebih jelasnya sebagai berikut:

- Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, dengan ancaman pidana

penjara atau denda.

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahundelapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratusrupiah,

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancamdengan pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lamatujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

- Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Perusakan dengan ancaman pidana

penjara atau denda.

“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan,merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatuyang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, diancam denganpidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyaktiga ratus rupiah”.

Page 40: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

26

- Pasal 187 KUHP tentang kejahatan yang membahayakan keamanan

umum bagi orang atau barang

Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir,diancam:

1. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatantersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang;

2. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karenaperbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain; 3. denganpidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama duapuluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya baginyawa orang lain dan meng- akibatkan orang mati.

- Pasal 200 KUHP tentang pengrusakan terhadap barang

Barang siapa dengan sengaja menghancurkan atau merusak gedung ataubangunan diancam:

1. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatanitu timbul bahaya umum bagi barang;

2. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karenaperbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain;

3. dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktutertentu paling lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan itu timbulbahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati.

- Pasal 338 KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karenapembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

- Pasal 354 KUHP tentang penganiayaan

(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukanpenganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancamdengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

Page 41: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

27

BAB III

TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian Main Hakim Sendiri Dalam Hukum Islam

1. Pengertian Main Hakim Sendiri

Secara khusus tindak main hakim sendiri dalam hukum Islam tidak

dijelaskan secara rinci, namun hal ini dikaitkan dengan perbuatan kekerasan dan

penganiayaan. Dalam praktiknya masyarakat yang melakukan tindakan main

hakim sendiri selalu disertai dengan tindak kekerasan dan penganiayaan.

Tindak pidana dalam hukum Islam dikenal dengan jarimah yang berasal

dari kata ( جرم ) yang sinonimnya ( قطع و كسب ) yang berarti berusaha dan bekerja

yang dalam hal ini khusus untuk pengertian usaha yang tidak baik atau dibenci

oleh manusia. Dari pengertian tersebut dapatlah ditarik definisi yang jelas bahwa

pengertian jarimah secara bahasa adalah melakukan setiap perbuatan yang

menyimpang dari kebenaran, keadilan, dan jalan yang lurus (agama).1

Menurut Ahmad Wardi Muslich sebagaimana dikutip dari Abdul Qadir

Audah dalam kitabnya yang berjudul Al-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamy, jarimah

kekerasan atau penganiayaan atau tindak pidana selain jiwa adalah setiap

perbuatan menyakiti orang lain yang mengenai badannya, tetapi tidak sampai

menghilangkan nyawanya. Pengertian ini sejalan dengan definisi yang

dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili, bahwa tindak pidana selain jiwa adalah

setiap tindakan melawan hukum atas badan manusia, baik berupa pemotongan

1 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,Cet.2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 9.

Page 42: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

28

anggota badan, pelukaan, maupun pemukulan, sedangkan nyawanya tidak

terganggu.2

Menurut sebagian fukaha, kekerasan atau penganiayaan (tindak pidana

selain jiwa) adalah perbuatan menyakitkan yang mengenai badan seseorang,

namun tidak mengakibatkan kematian. Ini adalah pendapat yang sangat teliti dan

mampu memuat setiap bentuk melawan hukum dan kejahatan yang bisa

digambarkan, sehingga masuk di dalamnya: melukai, memukul, mendorong,

menarik, memeras, memotong rambut dan pencabutannya, dan lain-lain.3

2. Pemidanaan Dalam Hukum Islam

a) Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam

Hukum pidana Islam dalam pengertian fikih dapat disamakan dengan

istilah "jarimah" yang diartikan sebagai larangan syara’ yang dijatuhi sanksi oleh

pembuat syari'at (Allah) dengan hukuman had atau ta’zir. Para fuqaha

menggunakan kata "jinayah" untuk istilah "jarimah" yang diartikan sebagai

perbuatan yang dilarang.4

2 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet. 2, h.179.

3 Ahsin Sakho Muhammad (eds), Ensiklopedi Hukum PIdana Islam, (Jakarta: KharismaIlmu, 2008), h. 19.

4 Kedua istilah tersebut memang berbeda namun memiliki esensi arti yang sama. Salahsatu fuqaha yang menggunakan istilah jarimah untuk menyebut hukum pidana Islam adalahAhmad Abu Rus, sedangkan salah satu fuqaha yang menggunakan istilah jinayah untukpenyebutan hukum pidana Islam adalah Abdul Qadir Audah. Kata "jinayah" merupakan bentukverbal noun (masdar) dari kata "jana". Secara etimologi "jana" berarti berbuat dosa atau salah,sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Lihat dalam Makhrus Munajat,Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004, hlm. 1. Kata jarimahberasal dari akar kata jarama yang sinonim dengan kata kasaba wa qatha’a yang berarti usahadan bekerja. Batasan usaha dan bekerja yang dimaksud adalah usaha dan bekerja yang tidak baikatau dibenci oleh manusia. Dari definisi tersebut dapat ditarik definisi secara bahasa mengenaijarimah dengan arti melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, keadilan, danjalan yang lurus (agama). Secara istilah kata jarimah mempunyai beberapa pengertian, sepertiyang diungkapkan Imam Al-Mawardi bahwa jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang

Page 43: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

29

Pengertian "jinayah" atau "jarimah" tidak berbeda dengan pengertian

tindak pidana (peristiwa pidana); delik dalam hukum positif (pidana). Sebagian

para ahli hukum Islam sering menggunakan kata-kata "jinayah" untuk "jarimah"

yang diartikan sebagai perbuatan seseorang yang dilarang saja. Sedangkan yang

dimaksud dengan kata "jinayah" ialah perbuatan yang dilarang oleh syara’,

apakah perbuatan mengenai jiwa atau benda dan lainnya.5

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa hukum pidana Islam adalah

seperangkat aturan yang dikhususkan terkait dengan perbuatan-perbuatan

manusia terhadap manusia yang berhubungan dengan nyawa, badan dan harta

benda yang didasarkan pada syari’at Islam. Sebagai hukum yang bersumber pada

syari’at Islam, maka hukum pidana Islam berlaku bagi seluruh umat Islam atau

bagi manusia yang berada dalam wilayah pemerintahan Islam yang telah

mukallaf.6 Hukum pidana Islam berlaku perorangan tanpa membedakan serta

memberikan perlindungan kepada umat Islam maupun umat non Islam yang

berada di bawah perlindungan Islam seperti kafir dzimmi.7

oleh agama (syara’) yang diancam dengan hukuman had atau takzir. Lihat dalam Ahmad WardiMuslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 9.

5 Penjelasan mengenai istilah tersebut diperkenalkan oleh Abdul Qadir Audah yangditulis dalam kitab aslinya. Lihat dalam Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ al-Jinay al-Islamy,(Beirut: Daar al-Kitab, t.th.), h. 67. Pengertian istilah jinayah itu juga dapat dilihat dalam RahmadRosyadi dan Rais Ahmad, Formulasi Syari'at Islam dalam Perspektif Tata Hukum Indonesia,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h. 123.

6 Secara fisik dan rohani, syarat mukallaf meliputi berakal, cukup umur, mempunyaikemampuan bebas (muchtar). Sedangkan secara pengetahuan, syarat mukallaf meliputi pelakusanggup memahami nash-nash syara’ yang berisi hukum taklifi, dan merupakan orang yangpantas dimintai pertanggung jawaban dan dijatuhi hukuman. Lihat dalam Haliman, HukumPidana Islam Menurut Ajaran Ahlussunah Wal Jamaah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1968), h. 67.

7 Kata jarimah berasal dari akar kata jarama yang sinonim dengan kata kasaba waqatha’a yang berarti usaha dan bekerja. Batasan usaha dan bekerja yang dimaksud adalah usahadan bekerja yang tidak baik atau dibenci oleh manusia. Secara istilah, jarimah memiliki artimelakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, keadilan, dan jalan yang lurus(agama).

Page 44: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

30

Hukum pidana Islam baru dapat diberlakukan manakala telah ada nash

atau ketentuan hukum yang telah mengaturnya. Apabila belum ada ketentuan

hukum yang mengatur tentang suatu perbuatan, maka perbuatan tersebut tidak

dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh

Allah dalam salah satu firman-Nya Q.S. al-Isra’ ayat 15:

ها وال تزر وازرة وزر أخرى ا يضل عليـ ا يـهتدي لنـفسه ومن ضل فإمن وما كنا معذبني من اهتدى فإمنعث رسوال ).١٥. (سورة اإلسراء: حىت نـبـ

Artinya: “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), MakaSesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; danBarangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian)dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosaorang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutusseorang rasul.” (QS. al-Isra’: 15)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui spesifikasi ruang lingkup

hukum pidana Islam sebagai berikut:

1) Hukum pidana Islam merupakan produk aturan mengenai perbuatan

manusia atas manusia yang meliputi nyawa, badan dan kepemilikan;

2) Hukum pidana Islam berlaku dan diberlakukan bagi umat Islam dan

umat non Islam yang berada di bawah perlindungan negara Islam

yang telah mukallaf;

3) Hukum pidana Islam hanya diberlakukan bagi orang dan bersifat

perorangan serta tidak membedakan antar manusia; dan

4) Hukum pidana Islam dapat diberlakukan terhadap suatu perbuatan

setelah adanya nash atau ketentuan syari’at yang telah mengatur

perbuatan tersebut.

Page 45: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

31

b) Tindak Pidana Dalam Hukum Islam

Secara umum, suatu tindakan dapat disebut tindak pidana dalam hukum

pidana Islam manakala telah memenuhi aspek utama dari tindak pidana yakni

adanya aspek pelanggaran terhadap syara’. Penilaian pelanggaran terhadap

syara’ harus terkandung unsur dan syarat sebagai berikut:8

1) Unsur formil (adanya undang-undang atau nash)

Suatu perbuatan dapat disebut pelanggaran terhadap sari’at manakala

perbuatan tersebut telah terkandung pelanggaran terhadap ketentuan yang telah

ditetapkan. Ketentuan yang telah ditetapkan tersebut mencakup ketentuan syari’at

yang ditetapkan oleh Allah maupun ketetapan hukum yang dibuat oleh manusia

seperti perundangundangan.

2) Unsur materiil (sifat melawan hukum)

Unsur materiil meliputi perbuatan yang melawan hukum. Secara

sederhana, perbuatan dalam unsur materiil dapat disebut sebagai tindak pidana

(jarimah) manakala dalam perbuatan yang dilakukan tersebut terkandung unsur

melawan hukum. Aspek melawan hukum dalam hukum pidana Islam dapat

dinilai dari niat, perbuatan, dan akibat yang dihasilkan dari perbuatannya.

Meskipun dalam berbuat untuk mewujudkan niatnya tersebut belum mencapai

hasil akhir sesuai niat, tidak selesainya perbuatan, namun jika dalam perbuatan

yang belum selesai tersebut telah menimbulkan akibat yang dapat merugikan

orang lain, baik karena sengaja maupun tidak sengaja, maka tindakan tersebut

dapat disebut sebagai tindakan melawan hukum.

8 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: SinarGrafika, 2004), h. 8.

Page 46: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

32

3) Unsur moril (pelakunya mukallaf)

Perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana (jarimah)

adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang telah mukallaf. Secara garis

besar, mukallaf adalah orang yang telah mengetahui hukum dan memiliki

tanggung jawab hukum. Batasan mengetahui tidak hanya terbatas pada hakekat

mengetahui semata namun mencakup kemungkinan untuk mengetahui.

Maksudnya adalah apabila seseorang telah mukallaf dan tinggal di sebuah

wilayah Islam, maka ia tidak dapat mengajukan alasan tidak mengetahui karena

adanya kemungkinan untuk mengetahui hukum tersebut. Seorang dapat

dibebaskan dari pertanggungjawaban dengan sebab tidak mengetahui hukum

manakala ia berada di wilayah pedalaman dan tidak pernah bergaul dengan orang

Islam atau seseorang yang baru masuk Islam dan baru tinggal sebentar di wilayah

muslim.9

3. Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban pidana dalam syariat Islam adalah pembebanan

seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang

dikerjakannya dengan kemauan sendiri, di mana orang tersebut mengetahui

maksud dan akibat dari perbuatannya itu. Dalam syariat Islam pertanggung

jawaban itu didasarkan kepada tiga hal, yaitu:

a) Adanya perbuatan yang dilarang

b) Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri

9 Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ al-Jinay al-Islamy, (Beirut: Daar al-Kitab, t.th.), h. 430-431.

Page 47: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

33

c) Pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu.10

Apabila terdapat tiga hal tersebut maka terdapat pula

pertanggungjawaban. Apabila tidak terdapat maka tidak terdapat pula

pertanggungjawaban. Dengan demikian orang gila, anak di bawah umur, orang

yang dipaksa dan terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban. Karena dasar

pertanggung jawaban pada mereka ini tidak ada. Pertanggungjawaban tersebut

diwujudkan dengan adanya pemberian hukuman atau sanksi pidana yang dalam

Islam dikenal dengan istilah pemidanaan.

4. Hal-hal Yang Mempengaruhi Pertanggungjawaban11

Meski setiap perbuatan memiliki konsekuensi pertanggungjawaban dalam

hukum pidana Islam, namun ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi

pertanggungjawaban atas suatu perbuatan. Hal-hal tersebut adalah sebagai

berikut:

a) Aspek Tidak Tahu

Pengertian tidak tahu dalam hukum Islam ketidaktahuan seseorang

tentang hukum suatu perbuatan. Konsekuensi dari adanya ketidaktahuan adalah

tidak adanya beban pertanggungjawaban atas suatu tindak pidana.

Batasan mengetahui tidak hanya terbatas pada hakekat mengetahui semata

namun mencakup kemungkinan untuk mengetahui. Maksudnya adalah apabila

seseorang telah mukallaf dan tinggal di sebuah wilayah Islam, maka ia tidak

10 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), h. 17.11 Penjelasan lebih lanjut mengenai hal-hal yang mempengaruhi pertanggungjawaban

dalam hukum pidana Islam dapat dilihat dalam Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ al-Jinay al-Islamy, h. 430-443.

Page 48: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

34

dapat mengajukan alasan tidak mengetahui karena adanya kemungkinan untuk

mengetahui hukum tersebut.

Seorang dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban dengan sebab tidak

mengetahui hukum manakala ia berada di wilayah pedalaman dan tidak pernah

bergaul dengan orang Islam atau seseorang yang baru masuk Islam dan baru

tinggal sebentar di wilayah muslim.

b) Aspek Lupa

Terkait dengan aspek lupa, terdapat dua pandangan di kalangan fuqaha.

Pandangan yang pertama menganggap bahwa perbuatan pidana yang dilakukan

karena lupa tidak akan menimbulkan dosa atau hukuman bagi pelakunya. Dalam

arti yang lain, pelaku akan terbebas dari pertanggungjawaban. Pendapat ini

didasarkan pada tidak berdosanya orang yang lupa melaksanakan ibadah. Namun

demikian, apabila terdapat kerugian material yang dirasakan oleh korban, maka

aspek lupa tidak dapat melepaskan pelaku dari pertanggungjawaban penggantian

kerugian materi (perdata).

Pandangan atau pendapat yang kedua menyatakan bahwa aspek lupa

hanya dapat menghilangkan pertanggungjawaban akhirat semata dan tidak dapat

melepaskan pelaku dari pertanggungjawaban dunia. Oleh sebab itu, aspek lupa

dapat menghapus hukuman manakala berkaitan dengan hak Allah.

c) Aspek Keliru

Aspek perbuatan yang dapat dikenakan pertanggungjawaban adalah

adanya aspek kesengajaan. Terkait dengan keliru, maka apabila syara’ tidak

mengatur ketentuan terkait dengan perbuatan tersebut, maka pelaku akan terbebas

Page 49: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

35

dari pertanggungjawaban. Sedangkan apabila syara’ mengatur ketentuan tersebut,

maka pelaku tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya namun tingkat

pertanggungjawabannya di bawah pertanggungjawaban perbuatan yang

disengaja.

d) Aspek Kerelaan

Kerelaan korban pada dasarnya tidak dapat mengubah sifat jarimah dan

pertanggungjawaban perbuatan pelaku kecuali apabila kerelaan tersebut mampu

menghapus salah satu unsur jarimah. Contohnya adalah kerelaan korban

pencurian yang mengizinkan pencuri untuk mengambil hartanya. Dengan adanya

kerelaan dari korban, maka perbuatan pencurian tidak dapat dimasukkan ke

dalam kategori jarimah melainkan sebagai perbuatan yang mubah.

Sedangkan terkait dengan jarimah penganiayaan dan pembunuhan, maka

terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha. Perbedaan tersebut didasarkan

pada perbedaan pandangan mengenai kerelaan dianggap sebagai syubhat atau

bukan. Bagi fuqaha yang memandang kerelaan bukan sebagai syubhat melainkan

sebagai pengampunan, maka kerelaan tersebut akan membebaskan

pertanggungjawaban dari pelaku. Sedangkan fuqaha yang menganggap kerelaan

sebagai syubhat berpendapat bahwa adanya kerelaan tidak menghilangkan

pertanggungjawaban melainkan hanya mengubah status pertanggungjawaban dari

qishash menjadi diat.

Page 50: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

36

5. Hapusnya Pertanggungjawaban

Menurut Abdul Qadir Audah, hapusnya pertanggungjawaban seseorang

atas perbuatan yang dilakukannya dalam konteks hukum pidana Islam disebabkan

oleh enam hal, yakni:12

a) Pembelaan yang sah

b) Pendidikan dan Pengajaran

c) Pengobatan

d) Permainan olahraga

e) Hapusnya jaminan keselamatan

f) Penggunaan wewenang dan kewajiban bagi pihak yang berwajib.

6. Sanksi Pidana Dalam Hukum Pidana Islam

Secara bahasa, hukuman dalam konteks hukum Islam berasal dari bahasa

Arab dari akar kata ‘aqaba yang memiliki arti mengiringi atau mengikuti di

belakangnya. Dari pengertian tersebut diperoleh pengertian secara lebih luas

bahwa hukuman adalah sesuatu yang mengikuti perbuatan dan dilaksanakan

setelah perbuatan tersebut dilakukan.13 Sedangkan dalam konteks bahasa

Indonesia, hukuman memiliki arti siksa dan sebagainya atau keputusan yang

dijatuhkan oleh hakim.14

Ada dua tujuan diberlakukannya hukuman, yakni tujuan pencegahan serta

tujuan perbaikan dan pendidikan. Tujuan pencegahan yang terkandung dalam

hukuman dibedakan menjadi dua, yakni pencegahan pelaksanaan pelanggaran

12 Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ al-Jinay al-Islamy, h. 472.13 Lihat dalam Ibrahim Anis et.al, al-Mu’jam al-Wasith, (Saudi Arabia: Daar al-Ihya’ al-

Turats, t.th.), h. 612.14 WJS. Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1989), h. 315.

Page 51: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

37

terhadap perbuatan yang dilarang dan pencegahan terhadap tidak

dilaksanakannya suatu kewajiban. Pada tujuan pencegahan yang pertama,

hukuman ditujukan untuk mencegah atau menghindari terjadinya pelaksanaan

tindakan yang melanggar hukum Islam. Sedangkan pada tujuan kedua,

pencegahan ditujukan untuk mencegah atau menghindari tidak dilaksanakannya

kewajiban beribadah oleh umat Islam. Dalam konteks ini, hukuman berfungsi

untuk mencegah sebelum terjadinya perbuatan.

Pada tujuan perbaikan dan pendidikan, hukuman berfungsi setelah

terjadinya perbuatan yang melawan hukum. Dua hal tersebut, perbaikan dan

pendidikan, memiliki kesinambungan. Maksudnya adalah hukuman yang

diberlakukan ditujukan untuk memperbaiki dan mendidik pelaku sekaligus juga

sebagai upaya perbaikan dan pendidikan hukum bagi masyarakat yang

mengetahui pelaksanaan hukuman tersebut.

B. Dalil-Dalil Tentang Tidakan Main Hakim Sendiri

1. Al-Qur’an

a) QS. Ash-Shuraa[42]:39-43

تصرون ( وجزاء سيئة سيئة مثـلها فمن عفا وأصلح فأجره على )٣٩والذين إذا أصابـهم البـغي هم يـنـ إنه ال حيب الظالمني ( ا ٤١) ولمن انـتصر بـعد ظلمه فأولئك ما عليهم من سبيل (٤٠ا ) إمن) ولمن ٤٢الناس ويـبـغون يف األرض بغري احلق أولئك هلم عذاب أليم (السبيل على الذين يظلمون

).٤٣-٣٩. (سورة الشوري: )٤٣صبـر وغفر إن ذلك لمن عزم األمور (

Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan denganzalim, mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalahkejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik(kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh,Dia tidak menyukai orang-orang zalim. Tetapi orang-orang yangmembela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan

Page 52: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

38

mereka. Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yangberbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa(mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih.Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itutermasuk perbuatan yang mulia.” (QS. Ash-Shuraa[42]:39-43)

“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan

zalim”. Yakni diperlakukan dzalim oleh orang-orang musyrik. Seperti yang

dikatakan oleh Ibnu Abbas bahwa “ Hal itu karena kaum musyrikin menzhalimi,

menyakiti dan dan mengusir Rasulallah saw bersama para sahabatnya dari kota

Makkah. Allah kemudian mengijinkan mereka intuk melawan, mengukuhkan

mereka di muka bumi, dan memenangkan mereka atas orang-orang yang

menzhalimi mereka.15

Menurut pendapat lain, Firman Allah itu berlaku umum untuk setiap

kezhaliman. Baik yang dilakukan oleh orang kafir maupun yang lainnya. Yakni

apabila mereka ditimpa kezhaliman, mereka tidak pasrah atas kezdaliman

tersebut. Ini isyarat yang ditujukan kepada amar ma’ruf nahi munkar serta

menjatuhkan hukuman. Menurut Al-Qurthubi sendiri, “Firman tersebut

menunjukkan bahwa membela diri dalam posisi ini lebih baik.”

Adapun keadaan dimana orang yang dizhalimi diperintahkan untuk

memberikan maaf, jika orang yang menzhaliminya itu merasa menyesal dan

meninggalkan perbuatan zhalimnya tersebut. sedangkan firman Allah: ولمن ٱنتصر

ن سبیل ئك ما علیھ م م بعد ظلمھۦ فأول ” Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri

sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka.”Hal ini

15 Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 16, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 96-97

Page 53: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

39

menunjukkan bahwa membela diri merupakan suatu hal yang diperbolehkan,

bukan diperinahkan.16

b) QS. Hud [11] : 18

أولئك يـعرضون على رم ويـقول األشهاد هؤالء الذين كذب ومن أظلم كذ وا ممن افـتـرى على ا على الظالمني ).١٨. (سورة هود: على رم أال لعنة ا

Artinya: “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buatdusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhanmereka, dan para saksi akan berkata: “Orang-orang inilah yang telahberdusta terhadap Tuhan mereka”. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan)atas orang-orang yang zalim.” (QS. Hud: 18).

c) Q.S. An-Nahl [16]: 90

حسان وإيتاء ذي القرىب ويـنـهى عن الفحشاء والمنكر والبـ لعدل واإل مر غي يعظكم إن ا)٩٠. (سورة النهل: لعلكم تذكرون

Artinya: "Allah memerintahkan berbuat adil, mengerjakan amal kebaikan,bermurah hati kepada kerabat, dan Ia melarang melakukan perbuatankeji, munkar dan kekejaman. Ia mengajarkan kepadamu supaya menjadipengertian bagimu." (Q.S. An-Nahl [16]: 90).

d) Q.s. Al-Maidah [5]: 8

لقسط وال جيرمنكم شنآن قـوم على أال تـعد أيـها شهداء لوا اعدلوا الذين آمنوا كونوا قـوامني خبري مبا تـعملون إن ا )٨. (سورة املائدة: هو أقـرب للتـقوى واتـقوا ا

Artinya: "Hai orang-orang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, sebagaisaksi-saksi karena Allah, dan janganlah kebencian orang kepadamumembuat kamu berlaku tidak adil. Berlakulah adil. Itu lebih dekat kepadatakwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Allah tahu benar apa yang kamukerjakan." (QS. al-Maidah: 8).

2. Al-Hadits

a) Diriwatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya

16 Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, h. 98.

Page 54: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

40

عبادي إ عن أيب ذر تـبارك وتـعاىل أنه قال عليه وسلم فيما روى عن ا ين عن النيب صلى انكم حمرما فال تظالموا ١٧(رواه مسلم)..حرمت الظلم على نـفسي وجعلته بـيـ

Artinya: “Dari Abu Dzar Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda tentang apa yang Beliau riwayatkan dariAllah Tabaraka wa Ta’ala bahwa Dia berfirman: Wahai hambaKu Akuharamkan aniaya atas diri-Ku. Dan kujadikan ia larangan bagimu, makajanganlah saling menganiaya.” (HR. Imam Muslim)

b) Diriwatkan oleh Imam Bukhory dalam shahihnya

١٨. (رواه البخاري).المسلم أخو المسلم ال يظلمه وال يسلمه

Artinya: “Muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak menzaliminya dan tidakmenyerahkannya (kepada musuh).” (HR. Bukhari).

c) Diriwayatkan oleh Imam Ath-Thayalisi

حدثنا أبو داود قال حدثنا الربيع عن يزيد عن أنس قال قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم: ، وظلم يـغفر ، وظلم ال يـغفر ، فأما الظلم الذ ركه ا رك الظلم ثالثة : فظلم ال يـتـ ي ال يـغفر فالش

نه وبـني ربه ، وأما الذ ال ، وأما الظلم الذي يـغفر فظلم العبد فيما بـيـ رك فـقص هللا يـغفره ا ي ال يـتـ.١٩بـعضهم من بـعض

Artinya: “Berkata kepada kami Abu Daud, berkata kepada kami Ar Rabi’, dariYazid, dari Anas, katanya bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam: Kezaliman ada tiga; 1. Kezaliman yang tidak akan Allah biarkan.2. Kezaliman yang akan diampuni. 3. Kezaliman yang tidak akandiampuni. Ada pun kezaliman yang tidak akan diampuni adalahkesyirikan, Allah tidak akan mengampuninya. Lalu kezaliman yangdiampuni adalah kezaliman seorang hamba jika dia berbuat kesalahanantara dirinya dengan Rabbnya (baca: maksiat). Sedangkan kezalimanyang tidak akan Allah biarkan adalah kezaliman sesama manusia

17 HR. Imam Muslim No. 2577, Al Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 490, Al Baihaqidalam As Sunan Al Kubra No. 11283, juga Syu’abul Iman No. 7088, Ibnu Hibbandalam Shahihnya No. 619, Al Bazar dalam Musnadnya No. 4053, Ath Thabarani dalam MusnadAsy Syamiyin No. 338, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 20272, Ibnu ‘Asakirdalam Mu’jamnya No. 870.

18 HR. Bukhari No. 2442, 6951, Muslim No. 2580.19 HR. Ath Thayalisi No. 2109, 2223, Abdurazzaq dalam Al Mushannaf No. 20276, dari

Qatadah atau Al Hasan, Al Bazzar No. 2493. Hadits ini hasan. Lihat Shahih Kunuz As Sunnah AnNabawiyah, 1/101. Lihat juga Shahihul Jami’ No. 3961.

Page 55: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

41

(maksudnya Allah Ta’ala akan memberikan balasan setimpal bagipelakunya).” (HR. Ath Thayalisi).

C. Pendapat Para Ulama Tentang Tindakan Main Hakim Sendiri

1. Imam Utsman al-Bakry dalam Kitab I’anat al-Thalibin

كفارةواحدكلعلىوجيباملكافأةوجودبشرطلكنواحدابقتلهمأيبواحد)مجعويقتل(قولهأيهلاوقولهمبثقلأومبحددجراحاتواحدااجلمعجرحكأنأي)جراحاتجرحوهكأنقوله(

واحدةكلتكونأنيشرتطالأنهذاوأفادالروحخروجأيالزهوقيفدخلوقولهللجراحاتج به ما لو مل وخر الزهوقيفدخلهلايكونأنالشرطبلانفردتلوغالباتقتلاجلراحاتمن

ا وال شيء على ن كانت خفيفة حبيث ال تؤثر يف القتل فال اعتبار يكن هلا دخل يف الزهوق ٢٠.صاحبها

Artinya: “(Keterangan dan dibunuh sekelompok masa akibat pembunuhan atasdiri seseorang) hanya saja disyaratkan terjadinya mukafaah(persamaan dalam penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawaseseorang) dan masing-masing dikenakan dendakriminal.(Keterangan seperti saat mereka melukainya dengan berbagailuka tubuh) artinya sekawanan masa tersebut melukainya denganberbagai luka tubuh dengan memakai benda tajam atau alatberat.(Keterangan berbagai luka tubuh) yang mengakibatkan hilangnyanyawa seseorang, dengan demikian tidak disyaratkan untukterjadinya hukum qisas bagi masa tersebut tidak diharuskan masing-masing harus melakukan penganiaayaan yang penganiayaannya dalamkadar dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang bila sendiriannamun cukup masing-masing dari mereka ikut andil dalam kriminal yangmengakibatkan terbunuhnya seseorang.”

2. Wahbah Zuhaili dalam Kitab al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu

ماحتقيقعلىاملكرهقدرةـهي:أوال لإلكراهثالثةشروطعلىواحلنابلةالشافعيةاتفقواخلالصة:نيا كاللصتغلبأوبسلطانبههدد وأنغريه،أورباإلكراهدفععناملستكرهعجزـوحنوه.و

لثا إىلجيبهملإنبهالوعيدنزولظنهعلىيغلب كثريا ضررا بهستضريممايكونأنـماطلبه.و

20 Utman bin Syaton al-Bakry Abu Bakry, I’anat al-Thalibin ‘Ala Hali Alfazi FathulMu’in, Juz. 4, (Beirut: Daar Ihya al-Kutub al-Ilmiyyah al-Arabiyah, 2015), h. 119.

Page 56: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

42

فليسالسبأوالشتمأماوحنوه.مالوإتالفالطويلني،واحلبسوالقيدالشديد،والضربكالقتل.٢١رتط الشافعية أيضا أن يكون اإلكراه بغري حقكراه.واش

Artinya: “RINGKSAN. Kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah sepakat untukdapatnya dikatakan ‘terpaksa’ harus memenuhi beberapa syarat: 1.Kemampuan pihak pemaksa untuk mewujudkan ancamannya sebab iapenguasa atau punya kemampuan mengalahkan seperti perampok dansejenisnya 2. Ketidakberdayaan pihak yang dipaksa untukmelawannya dengan melarikan diri atau lainnya dan ia percaya akanmenerima segala bentuk ancamannya bila tidak memenuhi tuntutan pihakpemaksa 3. Jenis ancaman berupa sesuatu yang membuat pihak yangdipaksa mengalami bahaya yang sangat berat seperti pembunuhan,pemukulan kasar, diikat, disekap, dirusak hartanya dan sejenisnya,sedangkan ancaman berupa umpatan, cacian maka tidak tergolongancaman.Kalangan Syafi’iyyah menambahkan dari syarat diatas“Paksaannya bukan terhadap perkara hak”.

Menurut Penulis, sesuai dengan pendapat Imam Utsman al-Bakry bahwa

yang dikenai hukuman bagi pelaku tindak pidana main hakim sendiri adalah

terhadap pihak-pihak yang berperan aktif dalam tindakan tersebut, baik itu

sebagai profokator, atau sebagai penyusun rencana dalam tujuan melakukan

tindakan main hakim sendiri tersebut. Tindakan main hakim sendiri

diperbolehkan menurut Wahbah Zuhaily dalam kitabnya al-Fiqh al-Islamy wa

Adillatuhu menerangkan ada tiga syarat, yaitu:

1. Kemampuan pihak lain untuk mewujudkan ancaman;

2. Ketidakberdayaan pihak yang dipaksa untuk melawan atau melarikan

diri;

3. Jenis ancaman berupa sesuatu yang membuat pihak yang dipaksa

mengalami bahaya.

21 Wahbah Zuhali, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz. 6, Cetakan ke-II, (Kairo: Daaral-Fikr, 1985), h. 525.

Page 57: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

43

Selain tiga hal tersebut, maka tindakan main hakim sendiri tidak dapat

dibenarkan, jika terjadi, maka harus akan mendapatkan hukuman sesuai dengan

perbuatan yang telah dilakukannya.

Dalam turut serta secara tamalu (disepakati, direncanakan), semua pelaku

jarimah bertanggung jawab atas hasil yang terjadi. Menurut Abu Hanifah,

hukuman bagi tawafuq dan tamalu adalah sama saja, mereka di anggap sama-

sama melakukan perbuatan tersebut dan bertanggungjawab atas semuanya.

Pertanggung jawaban para pelaku main hakim sendiri adalah hukuman qisas atau

diyah. Hukuman qisas-diyah terhadap pelaku main hakim sendiri tidak dapat

disamaratakan. Karena pada dasarnya hukuman yang dikenakan kepada seorang

yang melakukan tindakan main hakim sendiri sesuai dengan perbuatannya.

Page 58: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

44

BAB IV

PERATURAN YANG MENGATUR TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI

SERTA PENDAPAT PARA ULAMA

A. Peraturan Yang Mengatur Tindakan Main Hakim Senidiri

1. Hukum Positif

Main hakim sendiri merupakan suatu tindak pidana yaitu berbuat

sewenang-wenang terhadap orang-orang yang dianggap bersalah karena

melakukan suatu kejahatan. Orang yang melakukan suatu tindak pidana

dinamakan penjahat (criminal) merupakan objek kriminologi. Main hakim sendiri

sering terjadi karena keretakan hubungan antara penjahat dan korban yang tidak

segera dipecahkan atau apabila telah dipecahkan dengan hasil yang dirsakan tidak

adil bagi korban atau keluarga korban sehingga tidak dapat mengembalikan

hubungan baik antara pembuat korban dan korban dan/atau keluarga korban.

Korban dan/atau keluarga korban merasa kepentingan dan hak-haknya diinjak-

injak bahkan dihancurkan oleh pembuat korban, maka korban berkewajiban

untuk mempertahankan kepentingannya dan hak-haknya terhadap pembuat

korban secara langsung.1

Korban dan/atau keluarga korban atau masyarakat dalam

mempertahankan kepentingan dan hak-haknya untuk mengambil kembali harta

benda miliknya dari pembuat korban secara langsung dengan jalan kekerasan

bahkan mungkin lebih keras dan lebih kejam daripada cara yang digunakan oleh

1 Fitriani, Perbuatan Main Hakim Senidiri Dalam Kajian Kriminologis dan Sosiologis,Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang, 2012, Jiid 4, h. 162.

Page 59: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

45

pembuat korban untuk mengambil hak milik korban. Apabila terjadi demikian

maka berarti terdapat pergeseran yang semula merupakan korban berubah

menjadi pembuat korban dan sebaliknya yang semula pembuat korban menjadi

korban. Bilamana terjadi siklus yang demikian terus-menerus maka anggota

masyarakat dirundung keresahan dan ketakutan. Oleh karena itu perlu segera

mendapat perhatian dan solusinya. Solusinya yang dirasakan adil oleh anggota

masyarakan yang bersangkutan.2

Dalam hukum positif di Indonesia permasalahan main hakim sendiri

sering dilakukan oleh masa disbanding perorangan. Maka erat kaitannya dengan

turut serta dalam melakukan tindak pidana atau turut serta dalam melakukan

jarimah dalam hukum pidana Islam.

Secara etimologis, turut serta dalam bahasa Arab adalah al-ishtirak.

Dalam hukum pidana Islam, istilah ini disebut al-ishtirak fi al-jarimah (delik

pernyataan) atau ishtirak al-jarimah. Jika dikaitkan dengan pidana seperti

pencurian dan perzinaan, ungkapan ini disebut delik penyertaan pencurian atau

perzinahan.3

Bentuk turut serta atau kerjasama yang lain, dalam pasal 56 KUHP

disebutkan sebagai berikut:

a) Orang dengan sengaja membantu waktu kejahatan itu dilakukan.

b) Orang yang dengan sengaja memberikan kesempatan, ikhtiar atau

keterangan untuk melakukan kejahatan itu.

2 Stephen Schafer, The Victim and His Criminal a Study in Functional Responsibility inNew York and Simultaneously in Toronto, (Canada: Random House of Canada, 1968), h. 25.

3 Sahid, Epistemologi Hukum Pidana, (Surabaya: Pustaka Idea 2015), h. 79.

Page 60: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

46

Dalam pasal 56 tersebut, Orang yang tidak berbuat sering membuat

perencana (otak) kejahatan (intellectual dader), pembuat tidak langsung

(middelijke dader) atau peminjam tangan. Ada juga Orang yang melakukan

sendiri menjadi kaki tangan atau alat (warktuig) yang disebut pembuat langsung

(ongmidelijke dader).4 Jarimah terkadang dilakukan oleh seorang diri dan kadang

dilakukan oleh beberapa orang. Hanafi membagi kerjasama dalam berbuat

jarimah dalam empat kemungkinan:5

a) Pelaku melakukan jarimah bersama-sama orang lain (mengambil

bagiannya dalam melaksanakan jarimah). Artinya, secara kebetulan

melakukan bersama-sama.

b) Pelaku mengadakan persepakatan dengan orang lain untuk melakukan

jarimah.

c) Pelaku menghasut (menyuruh) orang lain untuk melakukan jarimah.

d) Orang yang memberi bantuan atau kesempatan jarimah dengan

berbagai cara tanpa turut serta melakukannya.

Suatu perbuatan baru di anggap sebagai tindak pidana (jarimah) apabila

unsur-unsurnya terpenuhi. Adapun unsur jarimah dapat dikategorikan menjadi

dua:

a) Unsur umum, artinya unsur-unsur yang harus terpenuhi pada setiap

jarimah.

Setiap tindak pidana (jarimah) mempunyai unsurunsur umum yang harus

dipenuhi. Unsur-unsur ini ada tiga, yaitu:

4 Sahid, Epistemologi Hukum Pidana, h. 81.5 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 55.

Page 61: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

47

1) Adanya undang-undang atau nash. Dalam hukum positif masalah

ini di kenal dengan istilah asas legalitas, yaitu suatu perbuatan

tidak dapat dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat

dikenai sanksi sebulum adanya peraturan yang

mengundangkannya.6 Kaidah yang mendukung unsur ini adalah

“tiada hukuman bagi perbuatan mukallaf sebelum adanya

ketentuan nass”.7 Apabila tidak ditemukan nass, maka Islam

membolehkan kepada muslim untuk membuat kesepakatan

(ijma’). Kesepakatan ijma’ tersebut adalah bersumber dari nass

dan bersifat lokalitas tidak bertentangan dengan ketentuan al-

Qur’an maupun al-Hadis.8

2) Adanya sifat melawan hukum artinya adanya tingkah laku yang

membentuk jarimah, baik berupa perbuatan nyata (positif)

maupun sikap tidak berbuat (negative). Melakukan sesuatu yang

dilarang, meninggalkan sesuatu yang diperintahkan, tidak berbut

sesuatu yang di perintahkan.

3) Pelakunya mukallah artinya, pelaku jarimah adalah orang yang

dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap jarimah yang

dilakukannya.Haliman dengan desertasinya menambahkan, bahwa orang yangmelakukan tindak pidana dapat dipersalahkan dan sesalkan, artinya bukan6 KUHP Pasal 1 Ayat (1)7 ‘Abd. al-Qadir “ Awdah, al-Tashri’ al-Jina’iy al-Islamy Muqaranan bi al-Qanun al-

Wad’iy, Juz I, (Beirut: Mu’assasat al-Risalah, 1992), h. 121.8 Abdurrahman I Doi, Tindak Pidana dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Rineka Cipta,

1991), h. 15.

Page 62: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

48

orang gila, bukan anak-anak dan bukan karena atau karena pembelaan diri.9Unsur-unsur umum diatas tidak selamanya terlihat jelas dan terang, namundikemukakan guna mempermudah dalam mengkaji persoalan-persoalanhukum pidana Islam dari sisi kapan peristiwa pidana terjadi.10b) Unsur khusus, artinya unsur-unsur yang harus terpenuhi pada jenis

jarimah terntentu.11

Unsur khusus. Yang dimaksud dengan unsur khusus ialah unsur yang

hanya terdapat pada peristiwa pidana (jarimah) tertentu dan berbeda antara unsur

khusus pada jenis jarimah yang satu jenis jarimah yang lainnya. Menurut para

fuqaha tindak pidana selain jiwa (pengeniayaan) adalah setiap perbuatan yang

mengenai badan seseorang, namun tidak mengakibatkan kematian.12 para fuqaha

membagi tindak pidana tersebut menjadi lima bagian:(a) Memisahkan anggota badan atau yang sejenisnya. Yaitu

memotong anggota badan dan sesuatu yang mempunyai mafaat

serupa, seperti memeotong tangan, kaki, jari-jari, kuku, hidung,

penis dll.(b) Menghilangkan mamfaat anggota badan, tetapi anggota badannya

tetap ada. Yaitu menghilangkan pendengaran, penglihatan,

penciuman, perasa, mamfaat bicara, termasuk di dalamnya

9 Haliman, Hukum Pidana Islam Menurut Ajaran Ahli Sunnah waljamaah, (Jakarta:Bulan Bintang, 1968), h. 48.

10 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 36.11 ‘Abd al-Qadir “ Awdah, al-Tashri’ al-Jina’iy, Juz II, h. 110-111.12 Abd. Al-Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, terj. Alie Yafie (dkk.)

(Jakarta: PT. Khalista Ilmu, 2008), h. 19.

Page 63: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

49

merubah gigi menjadi hitam, merah, dan juga menghilangkan akal

dan lainnya.(c) Melukai kepala dan muka (al-shiijjaj), menurut imam Abu

Hanifah adalah pelukaan bagian muka dan kepala, tetapi khsus di

bagian tulang saja, seperti dahi.(d) Melukai selain kepala dan muka (al-jirah), yaitu selain kepala dan

muka, dan ini terbagi menjadi dua:

(1) Al-ja’ifah, yaitu luka yang sanpai ke dalam rongga dada, perut,

punggung, dua lambung, dan dubur.

(2) Ghair al-ja’ifah, yaitu luka yang tidak sampai kerongga

tersebut.(e) Yang tidak termasuk empat jenis di atas, yaitu penganiayaan yang

tidak meninggalkan bekas atau meninggalkan bekas yang tidak

dianggap jarh dan shajjaj.

Tindakan main hakim sendiri merupakan suatu respon masyarakat yang

malah menciptakan suasana tidak tertib. Masyarakat yang harusnya menaati

hukum yang berlaku yang telah ditetapkan oleh penguasa bertindak sebaliknya,

mereka melakukan suatu respon terhadap adanya kejahatan dengan menghakimi

sendiri pelaku tindak pidana. Akan tetapi apabila dilihat dari pengertian tindak

pidana yang telah diuraikan dimuka maka akan tampak jelas bahwa apa yang

dilakukan oleh masyarakat terhadap pelaku tindak pidana yang tertangkap oleh

masyarakat dengan dipukuli sampai babak belur bahkan sampai dengan

membakarnya hidup-hidup merupakan suatu bentuk lain dari kejahatan.

Page 64: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

50

Tindakan main hakim sendiri ini lebih sering dilakukan secara massal

untuk menghindari tanggung jawab pribadi serta menghindari pembalasan dari

teman atau keluarga korban. Tindak kekerasan yang diambil masyarakat

dianggap sebagai langkah tepat untuk menyelesaikan suatu masalah yang

dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.

Bentuk-bentuk tindak pidana main hakim sendiri (eigenrechting) terhadap

pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh massa, dapat dilihat bahwa tidak ada

perbedaan dengan perbuatan pidana pada umumnya, hanya saja yang

membedakan adalah dari segi subyek pelakunya yang lebih dari satu orang. Oleh

karena itu perbuatan pidana yang dilakukan secara massal pembahasannya dititik

beratkan pada kata “massa”. Berdasarkan kata “massa” yang menunjuk pada

pelaku pada perbuatan pidana dimaksudkan adalah dua orang lebih atau tidak

terbatas maksimalnya.

Pada hakekatnya tindakan menghakimi sendiri ini merupakan pelaksanaan

sanksi/kelompok. Hanya saja sanksi yang dilakukan oleh perorangan maupun

kelompok sulit diukur berat ringannya, karena massa terkadang dapat bertindak

kalap dan tidak terkendali. Smelser mempertanyakan kenapa perilaku kolektif

terjadi. Dia merinci enam faktor yang menurutnya menentukan untuk terjadinya

perilaku atau kekerasan kolektif, enam faktor tersebut adalah:

a) Adanya pendorong struktural (structural condusivenness)

b) Ketegangan struktural (structural strain)

c) Tumbuh dan menyebarnya suatu kepercayaan yang digeneralisasikan

(Growth and spread of belief)

Page 65: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

51

d) Factor-faktor pencetus (precipitating factors)

e) Mobilitas para pemeran serta pada tindakan (Mobilization of

Partifsipants for action)

f) Bekerjanya pengendalian sosial (The operation of social control).13

Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa dalam kerangka teori Smelser ini

faktor-faktor penentu perilaku kolektif tersebut diorganisasikan dengan konsep

nilai tambah. Menurut Smelser, faktor-faktor terdahulu perlu ada sebelum faktor

berikutnya dapat terwujud. Dengan demikian faktor-faktor penyebab tingkah laku

tersebut membentuk kombinasi menurut suatu pola yang pasti.

a) Faktor penentu perilaku kolektif pertama, structural conduciveness,

ialah segi-segi struktural dari situasi sosial yang memungkinkan

terjadinya perilaku kolektif tertentu. Hal ini terlihat misalnya dengan

adanya kejadian penyerangan, perusakan dan pembakaran terhadap

aset-aset milik perorangan/kelompok dengan tanpa adanya reaksi

aparat terkait, dan pembiaran dari masyarakat luas.

b) Faktor kedua structural strain, menurut Smelser mengacu pada

berbagai tipe ketegangan struktural yang tidak memungkinkan

terjadinya perilaku kolektif. Namun agar perilaku kolekif dapat

berlangsung perlu ada kesepadanan antara ketegangan struktural ini

dengan dorongan struktural yang mendahuluinya. Namun keadaan itu

tidak akan melahirkan tingkah laku kolektif, karena memerlukan

kondisi lanjutan.

13 Neil Smelser, Theory of Collctive Behavior, (New York: The Free Press, 1962), h. 89.

Page 66: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

52

c) Faktor ketiga Growth and spread of a generalized belief adalah

tumbuh dan berkembangnya kepercayaan /keyakinan bersama.

Misalnya cap dan klaim terhadap suatu aliran sebagai sesat.

Pemahaman seperti itu menyebar dan dipahami secara sama oleh

anggota kelompok. Keadaan ini mengacu pada ketika situasi menjadi

bermakna bagi orang-orang yang berpotensi menjadi pelaku-pelaku

kolektif dengan adanya penyebarluasan gagasan yang dapat membuka

wawasan individu kearah yang lebih dinamis. Kondisi ini dapat

menimbulkan perilaku kolektif dari individu yang telah mengalami

perkembangan pemikiran. Makna yang harus dipahami itu terkandung

dalam generalized belief yang mampu mengidentifikasi sumber

ketegangan menentukan sumber tersebut dan merinci tanggapan

terhadap sumber itu. Kendatipun faktor penentu sudah sampai pada

tahapan ini, namun untuk munculnya tingkah laku kolektif diperlukan

adanya kondisi khusus yaitu faktor penentu.

d) Faktor keempat Precipatating factors, merupakan faktor situasional

yaitu adanya suatu peristiwa yang menegaskan pendorong struktural,

ketegangan struktural dan kepercayaan umum rentang sumber

ketegangan yang memicu timbulnya tingkah laku kolektif. Namun

kendatipun ke empat faktor diatas sudah terakumulasi belum akan

melahirkan tingkah laku kolektif. Untuk terjadinya tingkah laku

kolektif masih memerlukan faktor berikutnya.14

14 Neil Smelser, Theory of Collctive Behavior, h. 99-101.

Page 67: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

53

e) Faktor kelima, Mobillization of partisipants for actions, menurut

Smelser tinggal inilah yang perlu untuk dipenuhi untuk kemudian

terjadi tingkah laku kolektif. Dalam proses ini peranan figur yang

dapat memberikan simpati kepada masyarakat untuk melakukan

tindakan kolektif sangat diperlukan.

f) Faktor keenam, The opreration of social control, memegang peranan

penting bagi terjadinya tingkah laku kolektif. Dalam setiap tahap

proses tersebut diatas, bila pranata pengendalian sosial dapat

mengintervensi tahapan-tahapan faktor penentu tingkah laku kolektif

diatas, maka timbulnya tingkah laku kolektif dapat dihindarkan.

2. Hukum Pidana Islam

Hukum pidana Islam di Indonesia bukanlah merupakan hukum positif.

Keberadaannya hanyalah sebagai suatu merupakan disiplin ilmu.15 Dan juga

merupakan terjemahan dari kata fiqih jinayah. Fiqih jinayah adalah segala

ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang

dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban),

sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari al-

Qur’an dan hadis. Tindakan kriminal dimaksud, adalah tindakan-tindakan

kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan

peraturan perundang-undangan yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis.16

Maraknya tindakan main hakim sendiri di Indonesia sebagian besar tidak

terselesaikan, dalam artian banyak kasus yang dibiarkan dan tidak ditindaklanjuti

15 A. Jazuli, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 5.16 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 1.

Page 68: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

54

oleh aparat penegak hukum dan sering kali tidak memenuhi rasa keadilan

masyarakat sehingga timbul pemicu yang menyebabkan suatu ledakan kemarahan

masyarakat. Dengan adanya kenyataan yang demikian, masyarakat merasa main

hakim sendiri merupakan tindakan tegas dalam memberikan sanksi kepada

pelaku kejahatan. Masyarakat merasa semakin mudah menumpahkan

kemarahannya kepada pelaku kejahatan dengan melakukan pengeroyokan secara

beramai-ramai dengan tindakan fisik, mulai dari pemukulan ringan hingga

menyebabkan meninggalnya si korban atau pelaku tindak pidana. Tindakan main

hakim sendiri ini secara teknis disebut dengan istilah eigenrechting.

Dalam hal tindakan main hakim sendiri, perbuatan tersebut dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu turut serta berbuat langsung dengan berbuat tidak

langsung, fuqaha memberikan perbedaan:

1. Turut Serta Secara Langsung

Orang yang turut serta disebut peserta langsung )اإلشرتاك املباشرة( .

Yang dimaksud dengan turut serta secara langsung adalah orang yang

secara langsung terikat atau turut serta dalam melakukan tindak kejahatan

kekerasan. Dalam istilah fiqih jinayah peristiwa seperti ini disebut isytirak

mubasir, dan pelakunya di sebut mubasir.

١٧إشرتاك املباشرين األصل أن هذا النوع من اإلشرتاك يوجد يف حالة تعدد اجلناية الذين يباشرون.

Artinya: Turut serta secara langsung, pada dasarnya bentuk turut sertasemacam ini baru terjadi dalam hal banyaknya para pelaku yangsecara langsung mereka melakukan kejahatan.

17 ‘Abd al-Qadir Awdah, al-Tashri’ al-Jina’i al-Islami Muqaranan bi al-Qanun al-Wad’i, Juz. 1, Cet. Ke-2, (Beirut: Mu’assasat al-Risalah, 1992), h. 360.

Page 69: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

55

Turut serta secara langsung juga dapat terjadi, manakala seorang

melakukan suatu perbuatan yang dipandang sebagai permulaan pelaksanaan

jarimah yang sudah cukup disifati sebagai maksiat, yang dimaksudkan untuk

melaksanakan kejahatan kekerasan yang diperbuatnya itu selesai atau tidak,

karena selesai atau tidaknya suatu kejahatan tidak mempengaruhi kedudukannya

sebagai orang yang turut serta secara langsung. Pengaruhnya terbatas pada berat

atau ringannya hukuman yang dijatuhkan padanya.

Dianggap sebagai pelaku langsung, jika masing-masing pelaku

mengarahkan tembakan kepada korban dan mati karena tembakan tersebut. Disini

tidak dipermasalahkan tembakan siapa yang tepat dan tembakan siapa yang

meleset sehingga masing-masing dianggap melakukan pembunuhan secara

langsung. Demikian pula apabila mereka bersama-sama melukan pencurian atau

perampokan.

Dipandang sebagai pelaku langsung, adalah pelaku yang menjadi sebab

(tidak langsung) apabila pelaku tindak kejahatan kekerasan secara langsung

adalah kaki tangannya (orang kepercayaan). Pendapat ini disetujui oleh para

fuqaha, meskipun dalam penerapannya terdapat perbedaan pendapat. Sebagai

contoh, jika seorang menyuruh orang lain untuk membunuh, kemudian suruhan

itu melakukannya, maka orang yang menyuruh itu dipandang sebagai pelaku

langsung. Pendapat ini menurut Imam madzhab meskipun dia tidak melakukan

Page 70: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

56

perbuatan itu secara tidak langsung, namun dalam keadaan demikian orang yang

disuruh hanya merupakan alat.18

Dalam hal adanya perbuatan turut serta melakukan jarimah, para fuqaha

mengadakan pemisahan. Apakah kolektivitas dalam mewujudkan suatu tindak

kekerasan itu terjadi secara kebetulan, atau memang sudah direncanakan

bersama-sama sebelumnya. Keadaan pertama di sebut ‚tawafuq‛ dan keadaan

kedua disebut ‚tamalu‛.19

Artinya turut serta secara langsung dalam melakukan jarimah terbagi

dalam dua bentuk:

a) Turut berbuat langsung secara tawafuq

Artinya peserta jarimah berbuat secara kebetulan. Dia melakukannya

tanpa kesepakatan dengan orang lain dan juga tanpa dorongan orang lain

melainkan atas kehendak pribadinya atau refleksi atas suatu kejadian di

hadapannya. Jadi, setiap pelaku dalam jarimah yang turut serta dalam bentuk

tawafuq ini tidak saling mengenal antara satu dan lainnya. Dalam kasus seperti

ini, para pelaku kejahatan hanya bertanggung jawab atas perbuatan masing-

masing dan tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. Hal ini sesuai

dengan kaidah:

٢٠يسأل كل شريك عن نتيجته فعله فقط يف حالة التوافق.

18 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Cet. IV, (Jakarta: Bulan Bintang,1990), h.139

19 A. Djazuli, Fiqih jinayah, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 1997), h. 17.20 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqih Jinayah: Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Bandung:

Pustaka Balai Quraisy, 2004), h. 25

Page 71: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

57

Artinya: Setiap orang yang turut serta berbuat jarimah dalam keadaantawafuq dituntut berdasarkan perbutannya masing masing.

b) Turut berbuat langsung secara tamalu

Dalam hal ini, para peserta sama-sama menginginkan terjadinya suatu

jarimah dan bersepakat untuk melaksanakannya. Namun dalam pelaksanaan

jarimah, masing-masing peserta melakukan fungsinya sendiri-sendiri. Seperti

dalam kasus pembunuhan, beberapa orang yang bersepakat membunuh seseorang

tidak membunuh (menusuk dengan pisau) secara bersamaan, diantara mereka ada

yang memegang, memukul, atau mengikat. Namun dalam hal

pertanggungjawaban, mereka semuanya bertanggung jawab atas kematian

korban. Hal ini sesuai dengan kaidah:

٢١يسأل كل شريك عن كل فعل شريك يف حالة التمالؤ.

Artinya: Setiap orang yang turut serta berbuat jarimah dalam keadaantamalu dituntut dari hasil keseluruhan perbuatan yang turut sertaberbuat jarimah.

2. Turut Serta Secara Tidak Langsung

Orang yang turut serta disebut peserta tidak langsung atau sebab الشرك)

(املتسب

Yang dimaksud turut serta tidak langsung disini ialah setiap orang yang

mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk melakukan suatu tindak

kejahatan kekerasan atau menyuruh (membujuk) orang lain atau memberikan

bantuan dalam perbuatan tersebut dengan disertai kesengajaan dalam

21 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqih Jinayah: Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 25

Page 72: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

58

kesepakatan. Dalam istilah fiqih jinayah, peristiwa seperti ini disebut isytirak bit-

tasabbubi dan pelakunya disebut mutasabbib.

Lebih lanjut ‘Abd al-Qadir ‘Awdah mengemukakan istilah dengan:

يعترب شريكا متسببا من اتفق مع غريه على إرتكاب فعل معاقب عليه ومن حرض غريه أو أعانه علي هذا الفعل ويشرتط يف الشريك أن يكون قاصدان اإلتفاق أو التحريض أو اإلعانة علي

٢٢اجلرميمة.

Artinya: Dikatan turut secara tidak langsung yaitu orang mengadakanpersengkongkolan dengan orang lain untuk melakukan suatu tindakkejahatan atau menyuruh orang lain untuk memberikan bantuan dalamperbuatan tersebut.

Pada tindak kejahatan kekerasan kolektif, di mana ada beberapa pelaku

tidak turut serta secara langsung, para fuqaha sepakat untuk memberikan

beberapa syarat yang harus dipenuhi.

a) Perbuatan, di mana orang yang berbuat tidak langsung memberikan

bagian dalam pelaksanaannya, tidak diperlukan harus selesai dan juga

tidak diperlukan bahwa pelaku langsung dihukum pula. Jadi ada

kemungkinan pelaku langsung, itu masih di bawah umur atau hilang

ingatannya.

b) Dengan kesepakatan atau bujukan atau bantuan, dimaksudkan agar

kejahatan tertentu dapat terlaksana. Jika tidak ada kejahatan tertentu

yang dimaksudkan maka dia dianggap turut berbuat pada tiap tindak

kejahatan yang terjadi.

22 ‘Abd al-Qadir Awdah, al-Tashri’ al-Jina’i al-Islami Muqaranan bi al-Qanun al-Wad’i, Juz. 1, Cet. Ke-2, (Beirut: Mu’assasat al-Risalah, 1992), h. 356

Page 73: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

59

Cara mewujudkan perbuatan tersebut yaitu mengadakan kesepakatan,

menyuruh dan membantu.23

a) Kesepakatan, kesepakatan bisa terjadi karena adanya saling

memahami dan kesamaan untuk melakukan kejahatan kekerasan, jika

tidak adanya kesempatan sebelumnya maka tidak ada turut serta.

Untuk terjadinya turut serta suatu kejahatan kekerasan kolektif harus

merupakan akibat kesepakatan, jika seorang bersepakat dengan orang

kedua untuk membunuh orang ketiga, kemudian orang ketiga tersebut

telah mengetahui apa yang akan diperbuat tersebut terhadap dirinya

dan oleh karena itu ia pergi ke tempat orang kedua tesebut, dan orang

ketiga itu hendak membubuhnya terlebih dahulu, akan tetapi orang

kedua dapat membunuh orang ketiga terlebih dahulu karena untuk

membela diri maka kematian orang ketiga tersebut tidak dianggap

sebagai kesepakatan. Meskipun terdapat orang kedua dijatuhi sanksi

hukum karena alasan pembelaan diri tersebut namun dia dapat

dihukum karena kesepakatan jahatnya orang lain. Sebab kesepakatan

jahat itu sendiri adalah suatu perbuatan maksiat yang dapat dihukum

baik dilakukan ataupun tidak.24

b) Menyuruh, yang dikatakan dengan menyuruh ialah membujuk orang

lain untuk melakukan kejahatan kekerasan, dan bujukan itu menjadi

pendorong untuk dilakukannya kejahatan kekerasan. Dan jika orang

23 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Cet. IV, (Jakarta: Bulan Bintang,1990), h.145.

24 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h.146.

Page 74: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

60

yang megeluarkan suruhan itu mempunyai kekuasaan atas orang yang

disuruh, seperti atasan kepada bawahannya maka suruhan tersebut

dianggap paksaan yang tidak mempunyai sanksi hukuman bagi

pelakunya. Namun dalam kasus suruhan yang tidak sampai pada

tingkat paksaan maka yang disuruh itu harus bertanggungjawab atas

kematian korban, sedangkan yang menyuruh dikenakan sanksi ta’zir.

c) Memberikan batuan, Orang yang memberikan bantuan kepada orang

lain dalam melakukan kejahatan kekerasan dianggap sebagai turut

serta secara tidak langsung, meskipun tidak ada kesepakatan untuk itu

sebelumnya. Perbedaan antara pelaku langsung, dengan pemberian

bantuan adalah jika pelaku langsung itu bersentuhan langsung dengan

kejahatan kekerasan yang dimaksud, sedangkan pemberian bantuan

biasanya tidak bersentuhan langsung, dengan kejahatan, melainkan

hanya membantu mewujudkan kekerasan yang dimaksud.

Perbedaan antara kedua orang di atas, orang pertama menjadi kawan

nyata dalam melaksanakan jarimah. Sedangkan orang kedua menjadi sebab

adanya jarimah. Baik karena janji-janji menyuruh, menghasut, atau memberikan

bantuan tetapi tidak ikut serta dalam melaksanakan jarimah.25

Berbeda munurut Abu Hanifah, beliau berpendapat mengenai orang yang

menyuruh tidak dianggap sebagai pelaku langsung, kecuali suruhanya itu

mengandung unsur paksaan (ikrah), jika tidak sampai tingkat paksaan, maka

suruhan itu dianggap turut serta tidak langsung.

25 Sahid, Epistemologi Hukum Pidana, (Surabaya: Pustaka Idea, 2015), h. 80.

Page 75: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

61

Menurut riwayat al-Dar Qutni, seperti di kutip Asy Syaukani ketentuan

turut serta berbuat langsung adalah hadis dari Abu Hurairah berikut:

عن النيب صلي هللا عليه وسلم قال: إذا أمسك الرجل الرجل وقتله األخر يقتل عن أيب هريرة ٢٦الذي قتل وحيبس الذي أمسك.

Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi Muhammad SAW.‛ Apabila seseoranglaki-laki memegangi (korban), sedangkan laki-laki lain membunuhnya,maka dibunuh oleh orang yang membunuhnya dan di kurung bagi orangyang memeganginya.

Dalil tersebut menurut Asy-Syaukani menunjukkan bahwa qishash hanya

dikenakan bagi orang yang membunuhnya saja, sedangkan bagi orang yang

memegang, hukumannya adalah kurung. Kahalany juga berpendapat demikian

tanpa menyebutkan kadar waktunya.

An-Nasa’i, Imam Malik, dan Abi Laila berpendapat bahwa terhadap

orang yang memegangi korban dalam kasus pembunuhan, juga dikenai hukaman

qisas, sebab dia dianggap sebagai mubasyir (pelaku) pembunuhan juga. Menurut

mereka, pembunuhan tersebut tidak mungkin terjadi secara sempurna, tanpa

keterlibatan orang yang memegangi korban.

B. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan main hakim

sendiri

Pada dasarnya faktor-faktor penyebab tindakan main hakim sendiri dapat

dianalisis dalam dua ruang lingkup analisa yakni lingkup hukum dan lingkup

psikologi sosial. Kedua ruang lingkup tersebut memiliki keterkaitan. Pertama,

pada lingkup aspek keberadaan hukum, main hakim sendiri secara tidak langsung

26 Al-Shaukani, Nayl al-Awtar, Juz 5, (Mesir: Daar al- Bab al-Halabi wa Awladuh, t.t), h.168.

Page 76: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

62

mengindikasikan adanya upaya pengesampingan hukum yang berlaku di

masyarakat. Sedangkan pada lingkup kedua, yakni psikologi sosial, main hakim

sendiri bukanlah suatu perilaku yang muncul secara apa adanya melainkan timbul

dari suatu sebab dan muncul melalui sebuah proses.

Hukum dan perundang-undangan merupakan dua hal yang memiliki

kesamaan namun di sisi lain juga berbeda. Kesamaan dari keduanya adalah sama-

sama berfungsi sebagai pedoman perilaku atau norma agar tercipta kehidupan

yang aman tentram dan damai, hukum berfungsi sebagai a tool of social

enginering. Sedangkan perbedaan antara keduanya terkait dengan bentuk dan

ruang lingkupnya. Hukum merupakan wujud peraturan yang lebih luas

dibandingkan dengan perundang-undangan. Hukum tidak selalu dalam bentuk

tertulis melainkan dapat pula berbentuk tidak tertulis. Sebaliknya perundang-

undangan adalah peraturan yang berbentuk tertulis dan merupakan bagian dari

hukum.

Secara umum faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak main

hakim sendiri adalah sebagai berikut:

1. Faktor ketidakpercayaan terhadap penegak hukum dalam menanggapi

pelaku tindak pidana.

Kondisi peradilan di Indonesia dalam penegakan hukum saat ini masih

dianggap kurang memenuhi harapan dan perasaan keadilan masyarakat. Lembaga

peradilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir untuk mendapatkan keadilan

sering tidak mampu memberikan keadilan yang didambakan. Banyaknya pelaku

Page 77: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

63

kejahatan yang lolos dari jerat hukum ditambah kondisi penegak hukum yang

terlibat kasus hukum seperti kasus suap dan sebagainya.27

Akibatnya, rasa hormat dan kepercayaan terhadap lembaga ini nyaris

tidak ada lagi sehingga semaksimal mungkin orang tidak menyerahkan persoalan

hukum yang mereka alami ke penegak hukum dan lebih memilih menciptakan

hukum sendiri seperti menghakimi sendiri pelaku tindak pidana yang mereka

tangkap.

2. Faktor emosi dan sakit hati terhadap pelaku tindak pidana.

Maraknya aksi tindak pidana di kota-kota sudah sangat meresahkan,

menimbulkan anggapan bahwa pelaku tindak pidana adalah musuh bersama yang

harus dibasmi. Masyarakat sudah sangat geram dan dendam terhadap pelaku

tindak pidana sehingga ketika ada pelaku tindak pidana yang tertangkap oleh

warga, maka dengan mudah tersulut emosinya dan tanpa segan-segan warga

lansung menghakimi pelaku tersebut sampai tidak berdaya.28

3. Agar pelaku tindak pidana jera dan supaya calon pelaku lain takut

melakukan hal yang sama.29

4. Faktor anggapan bahwa menghakimi pelaku tindak pidana adalah

kebiasaan dalam masyarakat.

Kalau suatu tingkah laku atau perbuatan itu berlangsung secara tetap,

terulang, maka akan timbullah anggapan bahwa memang demikianlah

27 Satjipto Raharjo, Hukum dan Perubahan Sosial, (Bandung: Alumni, 1983), h. 5.28 Iswanto, Kecenderungan Masyarakat Main Hakim Sendiri (Ditinjau dari Aspek

Kriminologi-Viktimologi). Makalah disampaikan dalam Seminar Main Hakim Sendiri olehMasyarakat. Diselenggarakan atas kerjasama UBSOED-POLWIL-PWI Perwakilan Banyumas.Purwokerto, 05 Agustus 2000. H. 2-3.

29 Paul Zvonimer Separovic, Victimology Studies of Victims, (Zagreb: Publisher“Zagreb”, 1985), h. 6.

Page 78: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

64

seharusnya. Fenomena main hakim sendiri yang dilakukan oleh masyarakat

sudah menjadi trend dan sering terjadi bahkan dapat dijumpai disemua daerah.

Maraknya penghakiman terhadap pelaku tindak pidana menimbulkan anggapan

dalam masyarakat bahwa main hakim sendiri merupakan suatu kebiasaan yang

wajar, tidak bertentangan dengan hukum dan sudah seharusnya dilakukan

terhadap pelaku tindak pidana bahkan masyarakat menganggap hal yang mereka

lakukan telah meringankan beban kepolisian dalam menangkap pelaku tindak

pidana.30

5. Ikut-ikutan.

Terkadang Masyarakat hanya ikut-ikutan main hakim sendiri dalam

kerumunan massa. Pada awalnya hanya lewat dan menonton, namun karena

ajakan dan ingin juga merasakan memberi hukuman kepada pelaku tindak pidana,

maka kemudian mereka ikut menghakimi pelaku pencurian. Lebih parah lagi,

terkadang pelaku main hakim sendiri hanya terprovokasi dan ikut memukul atau

mengeroyok tanpa tahu masalah yang sebenarnya.31

6. Faktor rendahnya tingkat pendidikan.32

Tingkat pendidikan berpengaruh pada tindakan seseorang, semakin tinggi

pendidikannya semakin ia menyadari bahwa setiap tindakan yang dilakukannya

dalam bentuk perbuatan melawan hukum akan mendapat hukum sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

30 Stephen Schafer, The Victim and his Criminal a Study Functional Responsibility inNew York and Simultaneously in Toronto, (Canada: Rondom House of Canada, 1968), h. 25.

31 Stephen Schafer, The Victim and his Criminal a Study Functional Responsibility inNew York and Simultaneously in Toronto, h. 27.

32 tutorialKuliah.blogspot.co.id/…/teori-tindakan-dan-teori-sistem-talcott/. Diaksestanggal 11 Februari 2017.

Page 79: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah penulis paparkan mengenai Pemidanaan Terhadap

Pelaku Main Hakim Sendiri (Eigenreching) Ditinjau Dari Hukum Positif Dan

Hukum Islam, penulis menyimpulkan beberapa point penting yang menjadi inti

dari pembahasan skripsi ini.

1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindakan main hakim

sendiri (Eigenrichting) oleh masyarakat: (a) Ketidakpercayaan

masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) oleh aparat

penegak hukum. (b) Faktor psikologi sosial, Masyarakat cenderung

emosional terhadap pelaku kejahatan. (c) Masyarakat kurang pemahaman

terhadap persoalan hukum, tidak mengetahui kalau tindakan main hakim

sendiri itu merupakan suatu bentuk tindak pidana.

2. Tindakan main hakim sendiri ini lebih sering dilakukan secara massal

untuk menghindari tanggung jawab pribadi serta menghindari

pembalasan dari teman atau keluarga korban. Bentuk-bentuk tindak

pidana main hakim sendiri (eigenrechting) terhadap pelaku tindak

pidana yang dilakukan oleh massa, dapat dilihat bahwa tidak ada

perbedaan dengan perbuatan pidana pada umumnya, hanya saja yang

membedakan adalah dari segi subyek pelakunya yang lebih dari satu

orang. Hukum positif memandang ini sebagai kejahatan bersama dan

mendapat hukuman sesuai dengan akibat hukum yang ditimbulkan

Page 80: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

66

sebagaimana diatur dalam Pasal 170 Ayat (1) dan (2), Pasal 187, Pasal

200, Pasal 338, Pasal 351, Pasal 354 Ayat (1) dan (2), dan Pasal 406

Ayat (1) KUHP. Sedangkan dalam hukum islam dikenal dengan

istirak al-jarimah, secara keseluruhan istirik al-jarimah dapat

dikategorikan menjadi 2, yaitu turut secara langsung (al-Isytirok al-

Mubasyiroh) dan secara tidak langsung (al-Syirku al-Mutasabbu),

dalam kondisi ini pun sama-sama mendapat hukuman sesuai dengan

perbuatannya. Contoh dalam kasus pembunuhan, jika seseorang

memegangi korban dan satu lainnya memukulinya hingga meninggal,

maka yang memukul dikenai hukaman qishas, sedangkan yang

memegangi dikenai hukuman ta’zir.

B. Saran-saran

Saran-saran yang perlu disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini,

yaitu:

1. Mengenai permasalahan Tindakan main hakim sendiri masih sering

kita jumpai dalam masyarakat kita. Hal ini merupan tanggungjawab

kita bersama sebagain masyarakat dalam menimbulkan perasaan sadar

dan taat kepada hukum yang berlaku di Idnonesia. Pemerintah selaku

ulil amri bertanggungjawab secara khusus dalam sosialisasi tentang

akibat hukum yang akan didapati oleh masyarakat yang melakukan

tindak main hakim sendiri. Sebagai umat islam yang taat pada ajaran

islam yang diturunkan oleh Allah melalui kitab suci al-Qur’an dan

disampaikan oleh nabi Muhammad SAW, secara jelas bahwa tindakan

Page 81: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

67

main hakim sendiri merupakan suatu tindakan kezhaliman.

Bagaimanapun juga yang orang-orang yang bersalah masih memiliki

hak-hak yang harus dipenuhi, yaitu hak untuk mendapatkan keadilan

sesuatu dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Maka jelas

tindakan main hakim sendiri sangat tidak dibenarkan dalam Undang-

Undang yang berlaku di Indonesia maupun dalam ajaran Islam.

2. Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian,

diharapkan penelitian selanjutnya perlu dilakukan kajian lebih lanjut

mengenai Pemidanaan Terhadap Pelaku Main Hakim Sendiri Menurut

Hukum Positif dan Hukum Islam dengan menggunakan alat analisis

dan metode yang berbeda.

Page 82: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

68

DAFTAR PUSTAKA

A. Daftar Pustaka

Al-Qur’ân al-Karîm dan Terjemahannya.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

A. Djazuli, Fiqih jinayah. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1997.

____________, Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Al-Atsqalânî, Ibnu Hajar. Bulûgh al-Marâm, Cet. VII. Penerjemah ‘Abdul RosyâdSiddîq. Jakarta: Akbar Media, 2012.

____________, Fathul Bârî, Juz I, Cet. I, Penerjemah Gazîrah Abdi Ummah.Jakarta: Pustaka Azzâm, 2002.

____________, Fathul Bârî Syarah Sahih al-Bukhâri, Juz. 13, Cet. I. Riyâd:Maktabah al-Malik, 2001.

al-Hanbali, Ibnu Rajab, Jami al-Ulum wa al-Hukmi, Juz. II. t.tp: Muassisah al-Risalah, 2001.

Al-Shaukani, Nayl al-Awtar, Juz 5. Mesir: Daar al-Halabi wa Awladuh, t.th.

Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 16. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

Ali, Abdullah Yusuf. “Qur’an terjemahan dan Tafsirnya, terjemah Ali Audah”.Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.

Ali, Achmad. Teori Hukum dan Teori Pengadilan. Jakarta: Prenada Media Group,2009.

Ali, Zainuddin. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Amiruddin, dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. I.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Atmasasmita, Romli. Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum Dalam PenegakanHukum di Indonesia. Bandung: Alumni, 1982.

Audah, Abd. Al-Qodir, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, terj. Alie Yafie (dkk).Jakarta: PT. Khalista Ilmu, 2008.

____________, Al-Tasyri’ al-Jinay al-Islamy. Beirut: Daar al-Kitab, t.th.

Page 83: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

69

____________, “al-Tashri’ al-Jina’iy al-Islamy Muqaranan bi al-Qanun al-Wad’iy, Juz I. Beirut: Mu’assasat al-Risalah, 1992.

Bakry, Utman bin Syaton al-Bakry Abu, I’anat al-Thalibin ‘Ala Hali AlfaziFathul Mu’in, Juz. 4. Beirut: Daar Ihya al-Kutub al-Ilmiyyah al-Arabiyah,2015.

Barowi dan Suwandi. Memahami penelitian kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,2008.

Djamali, Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada,2010.

Doi, Abdurrahman I, Tindak Pidana dalam Syari’at Islam. Jakarta: Rineka Cipta,1991.

Effendi, Tolib. Sistem Peradilan Pidana Perbandingan Komponen dan ProsesSistem Peradilan Pidana di Beberapa Negara. Yogyakarta: PustakaYustisia, 2013.

Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Haliman, Hukum Pidana Islam Menurut Ajaran Ahlussunah Wal Jamaah. Jakarta:Bulan Bintang, 1968.

Hamzah, Andi. Kamus Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986.

____________, Delik-delik Tertentu Dalam KUHP. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Ibrahim, Anis et.al, al-Mu’jam al-Wasith. Saudi Arabia: Daar al-Ihya’ al-Turats,t.th.

Irianto, Sulistyowati dan Shidarta. Metode Penelitian Hukum: Konstelasi danRefleksi, Cet. III. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013.

Lamintang, P.A.F. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra AdityaBakti, 1997.

Mubarok, Jaih. Kaidah Fiqih Jinayah: Asas-asas Hukum Pidana Islam. Bandung:Pustaka Balai Quraisy, 2004.

Muhammad (eds), Ahsin Sakho, Ensiklopedi Hukum PIdana Islam. Jakarta:Kharisma Ilmu, 2008.

Muslich, Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,Cet. 2. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Narboko, Cholid dan Achmadi Abu, Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi

Page 84: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

70

Pustaka, 1997.

Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press, 2007.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI). Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Raharjo, Satjipto. Hukum dan Perubahan Sosial. Bandung: Alumni, 1983.

Rosyadi, Rahmad dan Ahmad, Rais, Formulasi Syari'at Islam dalam PerspektifTata Hukum Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2006.

Rumidi, Sukandar. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress, 2004.

Sahid, Epistemologi Hukum Pidana. Surabaya: Pustaka Idea 2015.

Schafer, Stephen. The Victim and his Criminal a Study Functional Responsibilityin New York and Simultaneously in Toronto. Canada: Rondom House ofCanada, 1968.

Separovic, Paul Zvonimer. Victimology Studies of Victims. Zagreb: Publisher“Zagreb”, 1985.

Smelser, Neil. Theory of Collective Behavior. New York: The Free Press, 1962.

Soehartoto, Irawan. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik PenelitianBidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya , Cet. IX.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas IndonesiaPress, 1986.

Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2005.

Suharsaputra, Uhar. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, Cet.I. Bandung: PT. Refika Aditama, 2012.

Syahni, Abdul. Sosiologi Kriminalitas. Bandung: Remaja Karya, 1987.

Tim Penyusun. Pedoman Akademik Program Strata I 2012/2013. Ciputat: BiroAdministrasi Akademik dann Kemahasiswaan UIN Jakarta , 2012.

Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi. Ciputat: PPJM-FSH UIN Jakarta,2012.

Tongat, Hukum Pidana Materiil. Malang: UMM Press, 2006.

Page 85: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

71

WJS. Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,1989.

Zuhali, Wahbah. Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz. 6, Cet. II. Kairo: Daar al-Fikr, 1985.

B. Jurnal

Fitriani, Perbuatan Main Hakim Senidiri Dalam Kajian Kriminologis danSosiologis, Jiid 4, Jurnal Fakultas Hukum Universitas TamansiswaPadang, 2012.

Iswanto, Kecenderungan Masyarakat Main Hakim Sendiri (Ditinjau dari AspekKriminologi-Viktimologi). Makalah disampaikan dalam Seminar MainHakim Sendiri oleh Masyarakat. Diselenggarakan atas kerjasamaUBSOED-POLWIL-PWI Perwakilan Banyumas. Purwokerto, 05 Agustus2000.

C. Internet

Ardiheri, Juli. ”Kekerasan,Premanisme & Kriminalitas Yang Membudaya DiIndonesia”, diakses pada tanggal 14 April 2016 darihttp://juliardiheri.blogspot.co.id/2013/04/makalah-kekerasan-premanisme.html.

SINDONEWS.COM. “Pengadilan Jalanan”, diakses pada tanggal 16 April 2016dari http://nasional.sindonews.com/read/967855/16/pengadilanjalanan/.

TutorialKuliah.blogspot.co.id/…/teori-tindakan-dan-teori-sistem-talcott/. Diaksestanggal 11 Februari 2017.

Wisurya, Nurman Syah. “Pengerian Sistem Peradilan Pidana”, diakses padatanggal 14 April 2016 darihttp:/nurmansyahwisurya.wordpress.com/2012/04/13/pengertian-sistem-peradilan-pidana/.

D. Wawancara

Wawancara Pribadi bersama Ahmad Khaetami Efendi S.Sos.I (Pimpinan PondokPesantren Al-Musarofah, Pandeglang Banten), Kamis, 22 Desember 2016,Pukul 10.00 WIB.

Page 86: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

72

Wawancara Pribadi bersama H. Dede Ahmad Permana, Ma (Kandidat DoktorHukum Islam Universitas Zaitunnah Tunis Sekaligus Dosen Syariah IAINSerang Banten), Sabtu, 24 Desember 2016, Pukul 20.00 WIB.

Wawancara Pribadi bersama Mahbub Ma’afi (Wakil Sekretaris Lembaga BahtsulMasail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama – LBM-PBNU), Rabu, 28Desember 2016, Pukul 20.00 WIB.

Wawancara Pribadi dengan Asep Romli, Kanit Satlantas Kabupaten Bekasi.Kamis, 7 November 2016. Pukul 11.00 WIB.

Wawancara Pribadi dengan Saepuddin, Reserse Jatanras Polsek Cikarang. Selasa,24 Januari 2017. Pukul 19.50 WIB.

Page 87: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

73

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 88: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan
Page 89: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan
Page 90: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan
Page 91: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan
Page 92: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan
Page 93: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

78

Narasumber : Saepuddin

Jabatan : Reserse Jatanras Polsek Cikarang

Tempat Wawancara : Kediaman Beliau

Waktu Wawancara : 24 Januari 2017, 19:50 WIB

1. Apa Pengertian Eigenreching menurut bapak?

Secara singkat Eigenreching itu adalah Proses penghakiman yang

dilakukan oleh masa tanpa memperdulikan hukum yang berlaku.

2. Jika main hakim sendiri itu termasuk tindak pidana, maka dalam pasal

berapa kita bisa mendapati yang mengatur hal ini?

Dapat dilihat dalam pasal:

- Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan

- Pasal 170 tentang KUHP Kekerasan

- Pasal 406 tentang KUHP Pengrusakan

- Pasal 338 & 340 KUHP tentang Pembunuhan

3. Apa saja factor-faktor yang menyebabkan tindakan main hakim sendiri?

Biasanya factor utama yang mendasari timbulnya tindakan main

hakim sendiri karena factor emosional dan merasa kurang puas

dengan ketentuan hukum yang ada.

4. Apa saja kiat-kiat yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi tindakan

main hakim sendiri?

Yang dapat dilakukan dalam menanggulangi tindakan main hakim

sendiri adalah pertama, Sosialisasi tentang segala peraturan dan

undang-undang kepada masyarakat dan memberikan sanksi kepada

Page 94: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

79

siapapun yang berbuat sesuai dengan tindakan yang telah

dialkukannya.

5. Apa saja kendala yang didapati dalam menanggulai tindakan main hakim

sendiri?

Kendala-kendala yang sering terjadi dalam menangani tindakan main

hakim sendiri ini diantaranya:

- Berbenturan dengan masyarakat

- Belum memiliki sifat tertib

- Karena keawaman masyarakat.

Page 95: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

80

Narasumber : Asep Romli

Jabatan : Kanit Satlantas Kabupaten Bekasi

Tempat Wawancara : Ruang Kerja Beliau

Waktu Wawancara : 07 November 2016, 11:00 WIB

1. Apa Pengertian Eigenreching menurut bapak?

Secara umum orang yang melakukan tindakan main hakim sendiri

adalah mereka Orang-orang yang tidak mengerti peraturan hukum

yang sebenarnya, sehingga timbullah suatu masalah bukan

menyelesaikan masalah. Jika kita menyelesaikan dengan hukum yang

ada dan mengikuti proses maka tercapailah suatu kepuasan.

2. Jika main hakim sendiri itu termasuk tindak pidana, maka dalam pasal

berapa kita bisa mendapati yang mengatur hal ini?

Dapat dilihat dalam pasal:

- Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan

- Pasal 170 tentang KUHP Kekerasan

- Pasal 406 tentang KUHP Pengrusakan

- Pasal 338 & 340 KUHP tentang Pembunuhan

3. Apa saja factor-faktor yang menyebabkan tindakan main hakim sendiri?

Biasanya factor utama yang mendasari timbulnya tindakan main

hakim sendiri karena factor emosional dan merasa kurang puas

dengan ketentuan hukum yang ada. Bisa juga karena factor dendam

terhadap pelaku tersebut, maka ketika melihat pelaku melakukan

tindakan pidana langsung menghakimi pelaku.

Page 96: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

81

4. Apa saja kiat-kiat yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi tindakan

main hakim sendiri?

Yang dapat dilakukan dalam menanggulangi tindakan main hakim

sendiri adalah pertama, Sosialisasi tentang segala peraturan dan

undang-undang kepada masyarakat dan memberikan sanksi kepada

siapapun yang berbuat sesuai dengan tindakan yang telah

dialkukannya.

5. Apa saja kendala yang didapati dalam menanggulai tindakan main hakim

sendiri?

Kendala-kendala yang sering terjadi dalam menangani tindakan main

hakim sendiri ini diantaranya:

- Berbenturan dengan masyarakat

- Belum memiliki sifat tertib

- Karena keawaman masyarakat.

Page 97: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

82

Narasumber : Mahbub Ma’afi

Jabatan : Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar

Nahdlatul Ulama (LBM-PBNU)

Tempat Wawancara : Ruang Kerja Beliau

Waktu Wawancara : Rabu, 28 Desember 2016, Pukul 20.00 WIB

1. Apa Pengertian tindakan main hakim sendiri dalam Islam?

Secara umum orang yang melukukan tindakan main hakim sendiri

adalah bagian dari kezaliman, karena pada hakekatnya dia tidak

memiliki wewenang untuk menghakimi. Dia telah mengambil

kewajiban yang seharusnya ditangani oleh pemerintah. Maka jelas

hal tersebut adalah merupakan bagian dari kezhaliman.

2. Apa saja yang dalil-dalil yang menunjukan hal ini?

Kalau kita sudah mengetahui bahwa main hakim sendiri itu adalah

bagian dari kezhaliman, maka dapat dikiaskan dalil-dalil tentang

kezhaliman termasuk dalam kategori larangan untuk melakukan

tindakan main hakim sendiri. Seperti dalam kaidah fiqih juga:

ال تظلمون وال تظلمون.-

ال ضرر وال ضرار.-

3. Bagaimana Hukum Islam meminimalisir dan mengantisipasi tindakan

main hakim sendiri?

Pertama-tama tanggungjawab itu terhadap pribadi, yaitu kesadaran

masyarakat tentang adanya suatu hukum. Kemudian sosialisai dari

Page 98: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

83

pemerintah sangatlah penting dalam menanggulangi hal ini.

Masyrakat harus sadar tentang prosedur segala ketentuan hukum.

4. Hukuman apa yang bisa didapati ketika melakiukan tindakan main hakim

sendiri dalam hukum Islam?

Jika kita melihat Indonesia Negara islam atau bukan, maka menurut

saya Indonesia sudah islami. Mengapa, karena nilai-nilai dalam

undang-undang kita berdasarkan nilai-nilai islami. Dan adapun

hukumannya sesuai dengan ketentuan perundang-undagan yang

berlaku di Indonesia.

Page 99: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

84

Narasumber : H. Dede Ahmad Permana, MA

Jabatan : Kandidat Doktor Hukum Islam Universitas Zaitunnah

Tunis Sekaligus Dosen Fakultas Syariah IAIN Serang

Tempat Wawancara : Kediaman Beliau

Waktu Wawancara : Sabtu, 24 Desember 2016, Pukul 20.00 WIB

1. Apa Pengertian tindakan main hakim sendiri dalam Islam?

Dalam islam tidak ada definisi khusus tentang tindakan main sendiri,

karena kasus itu maka diqiyaskan dan termasuk dalam kezhaliman.

2. Apa saja yang dalil-dalil yang menunjukan hal ini?

Dilihat dari sisi keadilan, ketika seseorang melakukan pelanggaran

hukum kemudian dihakimi oleh masa, maka terjadi ketidak

seimbangan antara pelanggaran dan hukuman yang didapat, maka

dalam islam adanya pemberlakuan hukum qishosh supaya ada

keberlangsungan hidup manusia karena maqasidu syariah salah

satunya menjaga jiwa, maka adanya aturan qishash dalam islam

untuk menjunjung tinggi keadilan.

Dalil-dalilnya dapat disimka dalam al-Qur’an Surat as-Shura ayat 39-

43, Surat Hud ayat 18, dan Surat an-Nahl ayat 90.

3. Bagaimana Hukum Islam meminimalisir dan mengantisipasi tindakan

main hakim sendiri?

Pertama-tama tanggungjawab itu terhadap pribadi, yaitu kesadaran

masyarakat tentang adanya suatu hukum. Kemudian sosialisai dari

Page 100: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

85

pemerintah sangatlah penting dalam menanggulangi hal ini.

Masyrakat harus sadar tentang prosedur segala ketentuan hukum.

4. Hukuman apa yang bisa didapati ketika melakiukan tindakan main hakim

sendiri dalam hukum Islam?

Hukumnya kembali kepada alquran dan hadis, karena hukum dalam

alquran mengacung kepada keadilan masyarakat. Menjaga

keturunan, menjaga harta supaya hartanya tidak didzolimi oleh

orang lain, kemudian menjaga jiwa supaya tidak berlaku semena-

mena dalam membunuh.

Page 101: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

86

Narasumber : Ahmad Khaetami Efendi S.Sos.I

Jabatan : Pimpinan Pondok Pesantren Al-Musarofah, Pandeglang

Banten

Tempat Wawancara : Kediaman Beliau

Waktu Wawancara : Kamis, 22 Desember 2016, Pukul 10.00 WIB

1. Apa Pengertian tindakan main hakim sendiri dalam Islam?

Belum ada penjelasan khusus dalam islam tentang tindakan main

hakim sendiri, walaupun ada maka tindakan main hakim sendiri ini

masuk dalam konsep amar ma’ruf nahi munkar, ketika seserorang

atau sekelompok masa melakukan tindakan main hakim sendiri maka

dalam pandangan pelaku ia sedang melakukan amar ma’ruf nahi

munkar, misal, adanya sekelompok masa sedang memukuli pencuri

maka yang mereka lakukan itu adalah nahi munkar atau pemberian

hukuman terhadap pelaku kejahatan.

2. Apa saja yang dalil-dalil yang menunjukan hal ini?

- Hadis nabi “barang siapa diantara kalian yang melihat

kemungkaran maka ia mengubahnya dengan tangannya, kalau

tidak mampu dengan tangnanya maka dengan lisannya, kalau

tidak mampu dengan lisannya maka dengan hati (mengingkari)

tapi itu adalah iman yang paling lemah.”

- Surat Ali Imran: 110

3. Bagaimana Hukum Islam meminimalisir dan mengantisipasi tindakan

main hakim sendiri?

Page 102: Maruli 1112045100008 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41371/1/MARULI-FSH.pdf · Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan

87

- Tinggkatkan kesadaran umat terhadap hukum melalui

pendidikan baik penyuluhan dan sosialisasi mungkin juga

memalui kurikulum sekolah maupun perguruan tinggi, dakwah

para ulama. Supaya masyarakat ikut sadar bahwa tindakan main

sendiri itu baik.

- Supremasi hukum / penegakan hukum yang benar, maksudnya

andai masyarakat itu tahu bahwa pengeroyokan akan berakibat

mendapatkan hukuman dan terbukti maka prilaku tindakan main

hakim sendiri akan berkurang.

- penanaman nilai-nilai akhlaq mulia pada umat

4. Hukuman apa yang bisa didapati ketika melakiukan tindakan main hakim

sendiri dalam hukum Islam?

- Pelaku tersebut masuk kategori perusakan dimuka bumi, (dapat

menimbulkan madarat karena bukan keadilan yang ia dapat

melainkan persoalan baru).

- Pemberlakuan hukum qishosh, diasingkan, membayar denda

- ”qathlul jama’ah bil wahid” (melakukan pembunuhan secara

keroyokan)

- Pada masa umar bin khatab pernah terjadi permasalahan seperti

ini (pembunuhan secara masal) untuk menghindari hukuman

qishosh. Kemudian umar berkata “demi allah apabila orang

yaman semuanya bermufakat mengeroyok satu orang maka aku

akan mengqishosh semuanya.”