ahmad rijal-fsh.pdf
TRANSCRIPT
TINJAUN MAQȂSID SYARȊ’AH TERHADAP UNDANG – UNDANG
NARKOTIKA NOMOR 35 TAHUN 2009
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh
AHMAD RIJAL
NIM : 1110045100037
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/ 2014 M
i
ABSTRAK
AHMAD RIJAL. NIM 1110045100037. Tinjaun Maqȃsid Syarȋ’ah Terhadap
Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Program Studi Jinayah Siyasah,
Konsentrasi Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2014 M. X+72 halaman
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Tinjaun Maqȃsid Syarȋ’ah Terhadap
Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Karena pada saat ini kasus
Narkoba sering sekali merasa terus-menerus meningkat pesat dalam skala yang
semakin mengerikan. Kepesatan dan kesuburan narkotika juga ditunjang dengan
struktur tanah Indonesia yang subur dan mudah ditanami berbagai jenis narkotika
Pada penelitian ini penulis menganalisis Undang-undang Narkotika Nomor 35 Tahun
2009 dalam Pandangan maqȃsid syarȋ’ah.
Penelitian dilakukan studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan
dilakukan dengan menelusuri berbagai literatur, baik berupa undang-undang, buku-
buku, majalah, artikel, yang berhubungan dengan tema penelitian.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa analisis yang digunakan undang-
undang no 35 tahun 2009 dalam pandangan maqȃsid syarȋ’ah dalam menggunakan
kaidah menolak bahaya menarik kemaslahatan dunia dan akhirat dan saling
mempunyai persamaan dalam hal pencegahan narkotika yang dapat merusak
kemaslahatan hidup manusia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam Undang-
undang Narkotika melindungi ketersediaan Narkotika
Kata kunci : Tinjaun Maqȃsid Syarȋ’ah Terhadap Narkotika
Pembimbing : Dr. Asep Saepuddin Jahar. MA, Ph.D
Daftar Pustaka : Buku : Tahun 1986 s/d Tahun 2013
Undang-undang : Tahun 2009
ii
بسم اهلل الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang telah menciptakan
manusia dengan kesempurnaan sehingga dengan izin dan berkah-nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Allah SWT dan
seluruh umat manusia yang mencintai ilmu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, atas tetesan darah dan air mata
beliaulah kita mampu berdiri dengan rasa bangga sebagai umat Islam yang menjadi
umat yang terbaik diantara semua kaum. Tidak lupa kepada keluarga, para sahabat,
serta yang mengamalkan sunnahnya dan menjadi pengikut setia hingga akhir zaman.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan pentingnya orang-orang
yang telah memberikan pemikiran dan dukungan secara moril maupun spiritual
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan karena adanya
mereka segala macam halangan dan hambatan yang menghambat penulisan skripsi
ini menjadi mudah dan terarah. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Phill H. J.M. Muslimin, Ph.D selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
2. Ibu Dra. Hj Maskufa M.Ag selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah terima
kasih banyak telah memberikan petunjuk, dan nasehat yang berguna bagi penulis
selama perkuliahan, dalam perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi strata I dengan sebaik-baiknya.
3. Ibu Dra. Hj. Rosdiana, M.Ag selaku Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah
terima kasih banyak telah banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai
macam keperluan, dan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai studi strata I
dengan sebaik-baiknya.
4. Dr. Asep Saepuddin Jahar, M.A, Ph.D selaku Dosen Pembimbing terima kasih
banyak telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan nasehat yang berguna bagi
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata 1 dengan sebaik-
baiknya.
5. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang dengan ikhlas menyalurkan
ilmu dan pengetahuannya secara ikhlas dalam kegiatan belajar mengajar yang
penulis jalani.
6. Kepada kedua orang tua penulis yang membantu dengan sekuat tenaga dan
pengorbanan serta do’a yang bergema dalam dzikir dan tahajudnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi strata I dengan penuh semangat, Ayahanda
M.Agus Muslim dan Ibunda Rohimah, maafkan anakmu ini yang sungguh
bergelimpangan dosa. Tentunya juga buat adik-adiku tercinta M. Azam dan
moh. Irham dan keluaraga lainya saya ucapakan terimaksih banyak atas do’anya
iv
7. Terima kasih kepada bapak Lukmanul Hakim S.H dan ibu Titin Sumarni yang
telah memberikan nasehat, sebagai motivator dalam menyelesaikan Skripsi
saya.dan menyediakan tempat singgah untuk menyelasaikan skripsi ini
8. Termikasih kepada kekasih saya Mimi Nurhikmah yang telah memberikan
semangat kepada saya sehingga dapat terselsaikan juga skripsi ini
9. Teman-teman Seperjuanganku Program Studi Jinayah Siyasah Jurusan Pidana
Islam Angkatan 2010 yang telah menemani saya selama kuliah dan memberikan
inspirasi untuk berjuang dalam hidup, terutama Andhika Yudho, Ade, Farid,
Sena, Rodhi, Awaluddin, Ayu, Dijah, Siska, Ika, Reni, Lulu, Adit, Denis,
Geradin, Agung, yongki, Sahuri, Gunawan, Faridah Razaq (UNIAT), dan Aizah
Faqih. Terima kasih sebanyak-banyaknya yang selalu bersedia menemani penulis
baik berdiskusi maupun berpetualang.
10. Kepada sahabat-sahabatku dalam kelompok Kampak Mintul Farid Fauzi (Narji),
Ridwan Daus, M. Fadillah (Bedil), Masrur Fuadi (Mas Mukey), Edo Fahmi
(Edos), dan Badru Tamam (Gondes) Terima kasih sebanyak-banyaknya yang
selalu bersedia menemani penulis baik berdiskusi maupun berpetualang. Dan
akhirnya kita lulus bersama juga
11. Kepada sahabatku yang setia menamaniku bolak balik kempus Mikail El Dhafin
saya ucapkan terimaksih
Tiada cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan
Allah SWT sehingga dapat memberikan kontribusinya dalam ilmu pengetahuan.
v
Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya serta menjadi amal baik disisi Allah SWT. Akhirnya semoga setiap
bantuan, doa, motivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan
dari Allah SWT.
Wassalammualaikum. Wr. Wb
Jakarta, 30 Desember 2014
Ahmad Rijal
vi
Pedoman Transliterasi
Yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan Arab ke
tulisan Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan yaitu berupa pedoman aksara
dan vokal.
a. Pedoman Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
Be ب
t Te خ
ts te dan es ث
j je ج
H ha dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D de د
dz de dan zet ذ
r er ر
z zet س
S es س
sy es dan ye ش
S es dengan garis bawah ص
d de dengan garis bawah ض
t te dengan garis bawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik di atas hadap ع
kanan
gh ge dan ha غ
f ef ف
q ki ق
k ka ك
l el ل
M em م
N en ن
W we و
H ha ھ
apostrop ˊ ء
Y ye ي
vii
b. Vokal
1. Vokal Tunggal (Monoftong)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
_ a fathah I kasrah _ u dammah
2. Vokal Rangkap (Diftong)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i _ ي
Au a dan u _ و
3. Vokal Panjang (Madd)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ȃ a dengan topi di atas ـا
ȋ i dengan topi di atas ـى
Ȗ u dengan topi di atas ـى
c. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ( ال
), dialihaksarakan menjadi huruf ‚l‛ (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qomariyyah. Misalnya :
al-ijtihâd = اإلجتهاد
al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = الزخصح
d. Tasydîd (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi,
hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah
viii
kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya : الشفعح = al-
syuf‘ah, tidak ditulis asy-syuf‘ah
e. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1)
atau diikuti oleh sifat (na‘t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf ‚h‛ (ha). Dan jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf ‚t‛
(te) (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
syarîʻah شزعح .1
al- syarîʻah al-islâmiyyah الشزعح اإلسالمح .2
muqâranat al-madzâhib مقارنح المذاھة .3
f. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism) atau huruf (harf),
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas :
No Kata Arab Alih Aksara
al-darûrah tubîhu al-mahzûrât الضزورج تثح المحظىراخ .1
al-iqtisâd al-islâmî اإلقتصاد اإلسالمى .2
usûl al-fiqh أصىل الفقه .3
al-asl fî al-asyyâ al-ibâhah األصل ف األشاء اإلتاحح .4
al-maslahah al-mursalah المصلحح المزسلح .5
ix
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 11
D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 11
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 12
F. Metode Penelitian ........................................................................ 13
G. Sistematika Penulisan .................................................................. 15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MAQẬSID SYARÎ’AH
A. Pengertian Maqậsid Syarî’ah ....................................................... 17
B. Bagian-bagian Maqậsid Syarî’ah ................................................. 20
C. Perlindungan Maqậsid Syarî’ah Bagi Kepentingan Manusia ..... 26
BAB III NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG N0 35 TAHUN 2009
A. Pengertian Narkotika ................................................................... 30
B. Jenis-jenis Narkotika .................................................................... 32
C. Pengaruh Narkotika Dalam Jiwa Manusia .................................. 43
BAB IV TUJUAN UNDANG-UNDANG NARKOTIKA NO 35 TAHUN 2009
A. Dasar Dibuatnya Undang-Undang Narkotika No 35
Tahun 2009 .................................................................................. 50
B. Dimensi Maqậsid Syarî’ah Dalam Undang-Undang Narkotika
x
No 35 Tahun 2009 ........................................................................ 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 64
B. Saran-saran ................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dari waktu ke waktu narkotika ditanah air terus-menerus meningkat
pesat dalam skala yang semakin mengerikan. Kepesatan dan kesuburan narkotika
juga ditunjang dengan struktur tanah Indonesia yang subur dan mudah ditanami
berbagai jenis narkotika. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa yang
mengedarkan dan mengkonsumsi di tanah air bukan hanya masyarakat luas
khususnya generasi muda melainkan juga para elit politik, anggota legislatif,
pejabat pemerintah, aparat pemerintah, serta aparat keamanan dan penegak
hukum itu sendiri. Di tambah lagi peredaran narkoba telah bersifat transnasional
yang dilakukan dengan modus operandi yang tinggi dan tekhnologi canggih.
Peredaran narkoba, secara ilegal di Indonesia sejak beberapah tahun ini, semakin
meningkat. Indonesia yang pada mulanya sebagai negara transit perdagangan
narkoba kini sudah dijadikan daerah tujuan operasi oleh jaringan narkoba
internasional. Hal ini terbukti dengan banyaknya pengedar berkebangsaan asing
yang tertangkap dengan penyitaan barang bukti dalam jumlah besar.1 Narkotika
1 Lihat’’ kata pengantar ‘’Dalam Undang Undang Narkotika & Psikotropika (Jakarta: Sinar
Grafika, 1999), cet III, h. 5.
2
merupakan bagian dari narkoba yaitu segolongan obat, bahan atau zat yang jika
masuk ke dalam tubuh manusia dapat berpengaruh pada tubuh manusia terutama
pada fungsi otak (susunan syaraf pusat) dan sering menimbulkan ketergantungan.
Permasalahan narkotika memang bukanlah hal baru lagi, penyalahgunaan
narkotika di Indonesia saat ini sudah pada fase yang mengkhawatirkan,
penyalahgunaanpun saat ini sudah masuk pada semua lapisan baik dari kalangan
atas, kalangan menengah, bahkan kalangan bawah sekalipun, tidak memandang
tua atau muda bahkan anak pun juga terlibat dalam penyalahgunaan narkotika.2
Masyarakat yang menjadi korban adalah anak-anak yang masih
tergolong anak usia sekolah. Data yang diperoleh tahun 2002 pada tanggal 14
agustus menujukan bahwa anak usia sekolah yang ditahan dirutan Pondok
Bambu dengan kasus narkoba berjumlah 300 orang anak usia sekolah.3
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara, pada sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia tahun 2002 melalui ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik
Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2 Ahmadi Sopyan, Narkoba Mengincar Anak Muda (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007) h. 12.
3 Mahdiah, Hak Asasi Manusia Untuk Anak Usia Sekolah Korban Narkoba ( TT: Direktorat
Jendaral Pelindungan HAM, Departeman Kehakiman dan HAM RI, 2002,) h. 13
3
1997 tentang narkotika. Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
maka dibentuklah kelembagaan Negara yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN).
BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden nomor 83 tahun 2007 tentang
badan narkotika nasional, badan narkotika provinsi, dan badan narkotika
kabupaten/kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang
hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam undang-
undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi Lembaga Pemerintah Non
kementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai
perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni
BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota.4
Terkait dengan pihak pengguna narkotika yang disebut juga dengan
pecandu narkotika, terhadap mereka sering kali terjadi pandangan buruk dari
masyarakat seperti seorang penjahat. Dengan adanya UU No. 35 Tahun 2009
tentang narkotika sebagaimana sudah menjadi tujuan dari UU No 35 Tahun
2009, penyalahgunaan dan pecandu narkotika dijamin untuk mendapatkan
rehabilitasi medik dan sosial. Adapun mengenai ruang lingkup UU No 35 Tahun
4 Penjelasan Undang–Undang Narkotika No 35 Tahun 2009.
4
2009, telah diatur dalam pasal 5 UU No 35 Tahun 2009 bahwa pengaturan
narkotika dalam Undang – Undang ini meliputi dari segala bentuk kegiatan atau
perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan perkursor narkotika yang
dapat menjadi sebuah pendahuluan sebelum pembahasan atau ketentuan pidana
dalam Undang – Undang bahwa telah diatur secara limitatif hal – hal yang
berkaitan dengan kegiatan yang berhubungan dengan narkotika maupun
prekursor narkotika yang memiliki konsekuensi pidana apabila dilanggar karena
pada intinya, narkotika hanya dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan atau
pengembangan ilmu penegetahuan dan teknologi.5
Kejahatan penayalahgunaan narkotika dalam maqȃsid syarȋ’ah adalah
segala sesuatu yang dapat merusak akal yang diqiyaskan dengan pengguna
khamr, hal-hal dalam katagori khamr adalah heroin, morfin, kokain, ganja dan
sejenisnya. Sebagaimana dalam hukum positif,dan hukum Islam juga terdapat
sanksi bagai pelaku dan pengguna narkotika. Kejahatan ini dalam hukum pidana
Islam dimasukan kedalam jarîmah hudûd, karena penyalahgunaan narkotika
dapat merusak akal dan jiwa bahkan dapat menimbulkan kematian.6 Narkotika
dapat digolongkan pada benda-benda yang diharamkan oleh agama Islam karena
narkotika tersebut merupakan benda atau barang yang dapat memabukan. Sebab
5 AR. Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan Undang- undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika ( Jakarta : Sinar Grafika 2011) cet,1, h. 65 -67
6 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam ( Fikih Jinayah), ( Bandung: Pustaka Setia, 2000) h.
96
5
benda-benda itu mengakibatkan kemudhorotan besar dan kerusakan kerusakan
yang fatal.7
Allah SWT mengistimewakan manusia (keistimewannya kepada mahluk
lain melalui akal yang ada dalam otak manusia), otak merupakan permata yang
mahal dan gedung anugrah yang mahal yang diberikan oleh Allah SWT. Kepada
manusia, lalu apakah yang yang menyebabkan akal dalam otak tidak berfungsi
sebagaimna mestinya manusia normal di antaranya penyebab akal didalam otak
tidak berfungsi adalah mengkonsumsi alkohol (khamr), dan obat-obatan yang
menyebabkan urat syaraf terganggu. Obat-obatan itu disebut dengan narkotika
yang sangat bahaya dampaknya bagi tubuh manusia, bahkan zat narkoba dapat
menyebabkan hilangnya kemampuan merasakan hal-hal yang yang terjadi
disekitar pengguna, menyebakan kantuk bahkan tertidur tak sadar karena zat ini
mengandung unsur-unsur melemahkan, menenangkan dan menyadarkan.8
Kalau kita pelajari dengan seksama ketetapan Allah dan Rasul-Nya yang
terdapat didalam Al-Qur’an dan Hadis dapat kita ketahui tujuan hukum Islam.
Secara umum tujuan hukum Islam adalah untuk kebahagiaan di dunia dan di
akhirat kelak dengan cara mengambil yang bermanfaat dan meninggalkan yang
mudhorot (tidak berguna), yaitu tidak berguna bagi kehidupan. Dengan kata lain,
7 Mashuri Sudiro, Hukum Islam Melawan Narkoba, (Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah,
2000) h. 75
8 Ahmad Al Mursi Husain Jauhar, maqashid syari’ah,(Jakarta : Amzah Bumi Aksara, 2009)
cet, 1, h. 110
6
tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani dan
jasmani, individual dan sosial. Abu Ishaq Al Syathibi merumuskan lima tujuan
hukum Islam yakni 1. Memelihara Agama 2. Jiwa 3. Akal 4. Keturunan, dan 5.
Harta yang kemudian disepakti oleh ilmuan Islam dengan kata maqȃsid syarî’ah.9
Islam sangat memperhatikan perlindungan untuk tiap individu, yakni
melalui perlindunganya untuk semua urusan individu yang bersifat materi dan
moral. Islam menjaga kehidupan setiap individu, menjaga semua yang menjadi
sandaran hidupnya ( harta dan semua yang dimilikinya), yang paling dasar dan
pertama adalah menjaga kehormatan, yaitu nasab, tempat tumbuh, serta silsilah
keturunan kepada ayah dan keluargnya, adapun menjaga akal yang merupakan
dasar pembebanan kewajiban dan tanggung jawab dalam Islam, juga menjaga
agama dan hubungan individu tersebut dengan Tuhannya. Mempelajari
perlindungan yang diberikan Islam kepada jiwa dan kehormatan mengharuskan
kita untuk mempelajari perlindungan Islam untuk harta dan keturunan, mustahil
bila manusia memiliki kehidupan manusiawi atau eksistensi kemanusiaan,
kecuali dengan adanya perlinduangan saat ini. Lalu perkembangan pelindungan
itu disebutkan al-Kulliyyât al-Khams dan agama ini juga menyuruh untuk
menjaganya, serta mengharamkan untuk menganiayanya. Adapun rincian
perlindungan terhadap itu ialah perlindungan terhadap agama (Hifdz al - Ad
dîn), Perlindungan terhadap jiwa (Hifdz al-Nafs), perlindungan terhadap akal
9 Ahmad Al Mursi Husain Jauhar, maqashid syari’ah h. 110
7
(Hifdz al-‘Aql), perlindungan terhadap kehormatan (Hifdz al-Ardh),
perlindungan terhadap harta benda (Hifdz al–Mâl). Akal merupakaan sumber
hikmah (pengetahuan), sinar, hidayah, cahaya hati, dan media kebahagiaan
manusia di dunia dan akhirat. Dengan akal, surat perintah dari Allah
disampaikan, dengannya pula manusia berhak menjadi pemimpin dimuka bumi,
dan manusia manjadi sempurna dari pada mahluk Allah lainya. Akal dinamakan
ikatan karena ia bisa mengikat dan mencegah pemiliknya untuk melakukan hal -
hal buruk dan mengerjakan kemungkaran10
.
Hukum Islam mempunyai watak tertentu dan beberapa karakteristik yang
membedakan dengan berbagai macam hukum yang lain. Karakteristik tersebut
ada yang memang berasal dari watak hukum Islam itu sendiri dan ada pula yang
berasal dari proses penerapan dalam lintasan sejarah menuju ridha Allah. Salah
satu diantaranya ialah menegakan maslahat, karena seluruh hukum itu harus
bertumpu pada masalahat dan dasar dari semua kaidah yang dikebangankan dari
seluruh hukum Islam harus bertumpu pada maslahat.11
Hukum Islam, sebagai bagian dari agama Islam, melindungi hak asasi
manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan hukum Islam itu sendiri, jika
hukum Islam dibandingkan dengan hukum positif yang lebih dominan kepada
hukum barat maka dapat dilihat perbedaanya. Perbedaan itu terjadi karena
10
Ahmad Al Mursi Husain Jauhar, maqashid syari’ah, h. 91
11 Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri Sejarah Pembentukan Hukum Islam, ( Depok : Gramata
Publishing, 2010) h.11
8
pemikiran hukum barat memandang hak asasi manusia semata mata
antroposentris, artinya berpusat pada manusia. Sebaliknya pandangan hukum
Islam yang bersifat teosentris. Artinya berpusat pada tuhan (Allah) pusat
segalanya.12
Adapun tujuan hukum Islam di atas dapat dilihat dari dua segi. 1).
Pembuatan hukum Islam yaitu Allah dan Rasul-Nya. 2). Dari segi manusia yang
menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Jika dilihat dari pembuatannya
hukum Islam itu adalah : pertama untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
bersifat primer, sekunder, dan tertiear, yang dalam kepustakaan Islam disebut
dengan istilah darûriyyah, hâjiyyah, dan tahsȋniyyah. Kebutuhan primer
(darûriyyah) adalah kebutuhan yang utama yang harus dilindungi dan dipelihara
sebaik-baiknya oleh hukum Islam agar kemaslahatan hidup manusia benar-benar
terwujud. Kebutuhan skunder (hâjiyyah) adalah kebutuhan yang dibutuhkan
untuk mencapai primer. Kebutuhan tersier adalah (tahsȋniyyah) kebutuhan
manusia dari selain yang bersifat primer dan sekunder itu yang perlu diadakan
dan dipelihara untuk kebaikan hidup manusia dalam masyarakat misalnya
sandang , pangan, dan lain lain. Kebutuhan hidup manusia yang bersifat primer
yang disebut dengan darûriyyah tersebut di atas merupakan tujuan utama yang
harus dijaga oleh hukum Islam. Kepentingan-kepentingan yang harus dipelihara
12
Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : PT
Raja Grafindo Perseda, 2004) cet.11, h. 59 -60
9
itu yang telah disinggung di atas ada lima, diantaranya yaitu pelihara agama,
jiwa, akal, keturunan dan harta.13
Sehubungan dengan pengkajian hukum pidana Islam tersebut, maslahat
merupakan tujuan utama pokok dan dasar pertimbangan utama dalam
menjatuhkan hukuman yang berupa qisâs diyyȃt, hudȗd, dan ta’zîr. Ketiga
hukum tersebut untuk katagori tindak pidana berikut sanksinya yang pokoknya
adalah maqȃsid syarȋ’ah.14
Tujuan pemberian hukuman dalam Islam sesuai dengan konsep tujuan
umum di syariatkannya hukum, yaitu untuk merealisasi kemaslahatan umat dan
menegakan keadilan. Yang ditegakan dalam syariat Islam mempunyai dua aspek,
yaitu : prefentif dan represif. Dengan ditetapkannya kedua aspek tersebut akan
dihasilkan satu kemaslahatan (positif), yaitu terbentuknya moral yang baik,
sehingga membuat menjadi masyarakat aman, damai dan penuh dengan keadilan.
Moral yang dilandasi dengan agama akan membawa perilaku manusia sesuai
dengan tuntunan agama. Fondasi perundangan Islam berdasarkan kepada kaidah
‚menjaga kemaslahatan dan menolak bahaya,‛ maka syariat ini mengharamkan
segala materi atau zat yang bisa menimbulkan bahaya atau sesuatu yang lebih
13
Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia, h. 62
14 Abd Al Qadir ‘Audah, al - Tasyrî’ al - jinâ’ȋ al- Islȃmȋ Muqȃranan Bi al – Qȃnȗn al
Wad’ȋ, (Beirut : Mu’assasat Al-Risȃlah, 1998) h. 78
10
buruk, baik zat tersebut dalam bentuk diminum, beku, dimakan, bubuk atau di
hirup.15
Diharamkan pengguna seluruh jenis narkotika, yaitu seluruh benda yang
membahayakan tubuh dan akal seperti daun banggo, opium, ganja dan sebaginya.
Berdasrakan hadits dari Ummu Salamah yang berkata ‛Rasulullah SAW
melarang mengkonsumsi seluruh benda yang memabukan dan melemahkan
tubuh.‛ Disamping itu, benda-benda seperti ini juga membahayakan akal dan
tubuh manusia16
.
Keempat imam madzhab fikih dan yang lainya telah menetapkan
keharaman khamr dan tidak ada perselisihan dalam hal ini, setelah adanya
kesepakatakan mengenai keharamannya dapat dipastikan bahwa narkotika bisa
dihukumi dengan hukum khamr atas dasar nash, sehingga tidak ada
kemungkinanannya dalam membedakan kedua jenis minuman tersebut dengan
khamr karena keduanya mempunyai kemiripan dalam merusak akal dan agama17
Oleh karena itu, untuk menjawab latar belakang di atas tentang
maraknya peredaran narkotika dan hukum yang sudah ada, maka penulis
memberikan judul TINJAUAN MAQȂSID SYARȊ’AH TERHADAP
UNDANG-UNDANG NARKOTIKA NO 35 TAHUN 2009.
15
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Usȗl Fiqh, (Kuwait: Darul Qalam, 1992) h.198
16 Wahbah Az – Zuhaili, al- Fiqh al- Islȃmî Wa Adillatuh, (Jakarta : Gema Insani, 2011, jilid
ke iv), h. 187
17 Abu Malik Kamal Bin As-Sayid Salaim, Sahîh Fiqh Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2007, cet I), h . 125
11
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini penulis membatasi pembahasan akan membahas
ruang lingkup dan dasar tujuan di buatnya Undang-Undang Narkotika No 35
Tahun 2009 yang di tinjau dari maqȃsid syari’ah.sehingga menemukan
relevansinya dalam hukum Islam , Maka penulis merumskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan maqȃsid syarȋ’ah dan narkotika ?
2. Bagaimanakah tinjauan maqȃsid syarȋ’ah terhadap UU Narkotika No 35
tahun 2009?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap karya tulis yang bernilai ilmiah tentunya memiliki tujuan dan
manfaat yang ingin di capai, begitu pula dengan penulisan skripsi ini. Adapun
tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelaskan tentang pandangan maqȃsid syarȋ’ah terhadap narkotika
2. Dan apa yang dimaksud dengan narkotika dan maqȃsid syarȋ’ah
D. Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan secara
teoritis dan praktis yaitu sebagai berikut :
1. Kegunaan secara teoritis
12
Menambah perbendaharaan keilmuwan dalam bidang hukum
khususnya kajian mengenai tindak pidana narkotika. Memberikan kontribusi
positif kepada masyarakat tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika
dan pandangan dalam hukum pidana Islam yang berkaitan kepada maqȃsid
syarȋ’ah.
Kepada yang mengkaji lebih lanjut tentang masalah ini, diharapkan
skripsi ini dapat menjadi salah satu masukan yang berarti, dan sedikit banyak
dapat membuka cakrawala berfikir yang ilmiah.
2. Kegunaan secara praktis
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
masyarakat dan penegak hukum sehingga mempunyai wawasan yang lebih
komprehensif khususnya khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya dan
bagi disiplin pengetahuan yang berkaitan dengan masalah penggunaan
narkotika yang ditunjau dalam maqȃsid syarȋ’ah.
E. Tinjauan Pustaka
Adapun skripsi terdahulu dan buku-buku yang manjadi rujukan
penulis ialah : Sanksi Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Studi Komporasi
Hukum Islam Dan Uu No 22 Tahun 1997, yang ditulis oleh Nunu Husnul
Hitam, dalam skripsi ini membahas dari segi hukumannya diakaitkan dengan
hukum Islam dan perbandingan hukum Islam dengan hukum positif.
13
Buku yang ditulis oleh AR. Sujono SH,.M.H dan Bony Daniel S.H
yang berjudul komentar dan pembahasan Undang–Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika. Kajian hukum Islam dan hukum positif terhadap
kasus penyalahgunaan narkotika oleh anak dibawah umur. Yang ditulis oleh
Laili Maulida dalam skripsi ini membahas tentang sanksi yang diberikan
terhadap anak yang memakai narkoba dibawah umur.
Adapun skripsi saya berbeda dengan skripsi yang terdahulu dan buku
diatas, dalam skripsi saya membahas tentang tujuan uu no 35 tahun 2009
ditinjau dalam maqȃsid syarȋ’ah. Sehingga menemukan persamaan tentang
pencegahan narkotika.
F. Metode Peneltian
Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan atau proses sistematis
untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan menerapkan metode ilmiah.
Tujuan dari semua usaha ilmiah adalah untuk menjelaskan, memprediksikan dan
mengontrol gejala fenomena yang ada. Untuk mendapatkan data dalam
penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan dan memaparkan secara
sistematis tentang apa yang menjadi objek penelitian dan kemudian dilakukan
analisis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif dan
pendekatan analistis.
14
1. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang objek
utamanya berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan,
norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat , majalah,
surat kabar, hasil seminar dan sumber lainnya yang berkaitan secara
langsung dengan obyek yang diteliti.
a. Sumber Data Primer
Merupakan data-data yang diperoleh dari sumber aslinya,
memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan penelitian
ini. Sumber-sumber data tersebut berupa perundang-undangan yang
membahas mengenai, Al-Quran dan As-Sunnah dan juga buku-buku
yang membahas tentang narkotika.
b. Sumber Data Sekunder
Merupakan data-data yang memberikan penjelasan mengenai
bahan-bahan primer yang diambil dari sumber-sumber tambahan yang
memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan penelitian
ini, antara lain informasi yang relevan, artikel, buletin, atau karya ilmiah
para sarjana.
2. Teknik Analisis Data
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan penulis menggunakan
metode kualitatif. Yakni dengan mengumpulkan dan menganalisa data-data
15
yang diperoleh dan faktor-faktor yang merupakan pendukung dan relevan
terhadap objek yang diteliti sehingga dapat ditarik kesimpulan dari hal yang
dijadikan objek penelitian.
Data yang diklarifikasikan maupun dianalisa untuk mempermudah
dan menghadapkan pada pemecahan masalah. Adapun metode analisis data
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode analisis isi secara
kualitatif. Dalam analisis ini, semua data yang dianalisis adalah berupa teks.
Analisis isi kualitatif digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi, dan
menganalisa teks atas dokumen untuk memahami signifikasi dan relevansi
teks atau dokumen.
G. Sistematika Penulisan
Bab I : PENDAHULUAN
Pada bab ini, penulis mengemukakan latar belakang penelitian, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka,
metode penelitian, lokasi penelitian serta diakhiri dengan penjelasan mengenai
sistematika penelitian.
Bab II : TINJAUAN UMUM MAQȂSID SYARȊ’AH
Dalam bab ini, penulis membahas tentang pengertian dan bagian-bagian bentuk
maqȃsid syarȋ’ah
16
Bab III : NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009
Pada bab ini, penulis memuat uraian teoritis sebagai lanjutan dari bab
sebelumnya, yaitu mengenai penegrtian, tujuan, dasar dan ruang lingkup UU
Narkotika.
Bab IV : UNDANG-UNDANG NARKOTIKA NO. 35 TAHUN 2009
Pada bab ini, penulis memaparkan tentang pengertian dan ruang lingkup tujuan
dibentuknya Undang-Undang narokotika No 35 tahun 2009 dan dimensi maqȃsid
syarȋ’ah dalam UU No 35 tahun 2009.
Bab V : PENUTUP
Pada bab ini, penulis menyimpulkan tahap akhir dari penulisan ini yang berisi
kesimpulan-kesimpulan penelitian dari awal sampai akhir, juga terdiri dari saran-
saran penulis tentang persoalan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini.
17
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MAQȂSID SYARȊ’AH
A. Pengertian Maqȃsid syarȋ’ah
Secara bahasa maqȃsid syarȋ‟ah terdiri dari dua kata yaitu maqȃsid dan
syarȋ‟ah, maqȃsid yang berarti kesengajaan atau tujuan, maqȃsid yang merupakan
bentuk jamak dari maqsud yang berasal dari suku kata qashada yang berati
menghendaki atau memaksudkan,1 sedangkan syarȋ‟ah secara bahasa berarti
„‟jalan kesumber air minum,‟‟ namun bangsa arab sering mengartikan sebagai
jalan yang lurus, karena mata air adalah sumber kehidupan.2
Yusuf Al-Qardhawi mendefenisikan maqȃsid syarȋ‟ah sebagai tujuan yang
menjadi target teks dan hukum-hukum untuk direalisasikan dalam kehidupan
manusia, baik berupa perintah, larangan dan mubah, untuk individu, keluarga,
jamaah dan umat, atau juga disebut dengan hikmat-hikmat yang menjadi tujuan
ditetapkannya hukum, baik yang diharuskan ataupun tidak, karena dalam setiap
hukum yang disyari‟atkan Allah kepada hambanya pasti terdapat hikmat yaitu
tujuan luhur yang ada di balik hukum.3 Ulama ushul fiqih mendefinisikan
maqȃsid syarȋ‟ah dengan makna dan tujuan yang dikehendaki syara‟ dalam
mensyari‟atkan suatu hukum bagi kemashlahatan umat manusia. maqȃsid
1 Ahmad Qorib, Usul Fikih 2, (Jakarta :PT. Nimas Multima, 1997), Cet II, h. 170
2 Yayan Sopyan, Tarikh Tasryi Pembentukan Hukum Islam, (Depok : Gramata
Publishing), h. 2
3 Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Maqȃsid Syarȋ’ah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2007), h. 12-
15
18
syarȋ‟ah di kalangan ulama ushul fiqih disebut juga asrâr al- syarȋ‟ah yaitu
rahasia-rahasia yang terdapat di balik hukum yang ditetapkan oleh syara‟ berupa
kemashlahatan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Misalnya, syara‟
mewajibkan berbagai macam ibadah dengan tujuan untuk menegakkan agama
Allah SWT.4
Adapun definisi lain ialah secara etimologi, maqȃsid syarȋ‟ah berarti
maksud/ tujuan disyariatkan hukum Islam. Menurut Wahbah Az Zuhaili, maqȃsid
syarȋ‟ah berarti nilai-nilai dan sasaran syara‟ yang tersirat dalam segenap atau
bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran-sasaran itu
dipandang sebagai tujuan dan rahasia syariah yang ditetapkan oleh as-syar‟ȋ
dalam setiap ketentuan hukum.5
Adapun dasar maqȃsid syarȋ‟ah yaitu yang termaktub dalam surat Al-
Jatsiyah [45]:18.
Artinya : “kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat
(peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.” ( QS. Al-Jatsiyah [45]: 18)
Ayat di atas menjelaskan tentang sebuah makna syari‟ah yang
mempunyai pengertian secara gelobal yaitu peraturan-peraturan yang ditetapakan
oleh Allah SWT yang harus dikiuti.6
4 Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), Cet III, h. 1108
5 Wahbah Az – Zuhaili, Usȗl al - Fiqh al - Islȃmȋ, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986) h. 1017
6 Yayan Sopyan, Tarikh Tasryi Pemebentukan Hukum Islam, h.3
19
Berdasarkan beberapa pengertian syariat diatas ada pula yang menyatakan
bahwa syariat ialah segala perintah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku
manusia karena objek kajianya adalah tindak tanduk, prilaku dan perbuatan
manusia. Dan adapun defenisi lain dalam syari‟at ialah segala printah Allah yang
berhubungan dengan sikap dan tingkah laku manusia baik yang bersifat aqidah
yang (disebut usȗliyyah) maupun yang bersifat amaliyah (disebut furȗ‟î).7
Maqasid syarȋ‟ah adalah suatu konsep yang menekankan tujuan penetapan
hukum Islam dalam upaya memelihara kemaslahatan hidup manusia, dengan
tujuan mendatangkan kemanfaatan dan menghindari dari bahaya. Ibnu Al-Qayyim
Al-Jauziyah (691-751 H/1292-1350 M) mengatakan bahwa sesungguhnya
prinsip-prinsip dan dasar penetapan hukum Islam adalah demi kemaslahatan
manusia di dunia dan akhirat. Menurutnya semua hukum itu mengandung
keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah. Jika keluar dari keemepat nilai ini
maka tidak dinamakan hukum Islam.8
Hal ini juga dikemukakan oleh Al-Asyathibi, ia menegasakan semua
kewajiban diciptakan dalam rangka merealisasikan kemaslahatan hamba. Tak
satupun hukum Allah yang diciptakan tidak mempunyai tujuan. Hukum yang
tidak mempunyai tujuan sama juga dengan taklîf ma la yûtaq‟ (memebankan
sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan). Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan
dunia dan akhirat itulah, maka para ulama ushul fiqh merumuskan tujuan hukum
7 Yayan Sopyan, Tarikh Tasryi Pemebentukan Hukum Islam, h. 4
8 Wahbah Az – Zuhaili, Usȗl al-Fiqh al- Islȃmȋ, h.1017
20
Islam tersebut dalam lima misi, semua misi ini wajib dipelihara untuk
melastarikan dan menjamin terwujudnya kemaslahatan. Kelima misi tersebut
disebut maqȃsid syarȋ‟ah yang mencangkup memelihara agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta.9 Imam Al-Ghazali (450-505 H) berpendapat, bahwa
maslahat pada dasarnya adalah ungkapan dari memperoleh manfaat dan menolak
mudarat. Ungkapan tersebut dikatagorikan dalam sebuah kaidah yang paling luas
ruang lingkupnya dan cakupannya. Dalam kaidah sebagai berikut:
على جلة الوصا لح درءالوفا سد هقدم “Menolak kemudhorotan harus diutamakan daripada mendapatkan
kemaslahatan.”10
B. Bagian-Bagian Maqȃsid Syarȋ’ah
Kita tahu bahwa Allah tidaklah membuat perundang-undangan atau
syari‟at dengan main-main sundau gurau dan tidak pula menciptakan dengan
sembarangan, namun Allah mensyar‟iatkan perundang-undangan Islam untuk
tujuan-tujuan besar dengan kemaslahatan dunia dan akhirat yang kembali kepada
para hamba, sehingga sejahtera akan merata dan rasa aman dan sentosa.
Kemaslahatan dunia dikatagorikan menjadi dua, baik yang pencapaianya dengan
cara menarik kemanfaatan atau dengan cara menolak kemudhorotan. Yaitu:
1. Kemaslahatan darûriyyah (inti/pokok), kemaslahatan maqȃsid syarȋ‟ah yang
berada dalam urutan paling atas.
9 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqasid Syari’ah Menurut al- Syatibi, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1996) h. 71 10 Sabri Samin, Pidana Islam Dalam Politik Hukum Indonesia, (Ciputat: Ciputat Kolam
Publishing, 2008) h. 73
21
2. Kemaslahatan ghairu darûriyyah (bukan kemaslahatan pokok) namun
kemaslahtan ini penting dan tidak bisa dipisahkan.
Kemaslahatan inti pokok yang disepakati dalam semua syari‟at tercakup
dalam lima hal, seperti yang terhitung dan disebutkan oleh ulama al-Kulliyyât al-
Khams (lima hal pokok) di antaranya ialah :
1. Hifdz al-Dîn (menjaga atau memlihara agama)
Islam sangat menjaga hak dan kebebasan, dan kebebasan yang
pertama adalah kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam beribadah :
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”(QS. Al-
Baqarah [2]: 256)
Mengenai tafsir ayat tersebut Ibnu Kastir mengungkapkan “janganlah
kalian memaksa seseorang untuk masuk kedalam agama Islam” sesungguhnya
dalil dan bukti akan hal ini sangat jelas dan gamblang bahwa sesorang tidak
boleh dipaksa dalam masuk keagama Islam.11
Dalam ketentuan hukum Islam untuk membunuh orang kafir dan
menghukum pembuat bid‟ah yang mengajak orang lain untuk berbuat
bid‟ahnya, apabila dibiarkan dapat menimbulkan hilangnya agama umat atau
subtansi-subtansi dari agama tersebut. Allah mensyariatkan untuk menjaga
11 Ahmad Al Mursi Husain Jauhar, Maqashid syari’ah, (Jakarta : Hamzah, 2009) cet ke
1, h.1
22
agama dan wajib untuk dipelihara oleh setiap orang muslim, baik yang
berkaitan dengan aqidah, ibadah dan muamalah.12
2. Hifzd al - Nafs (perlindungan terhadap jiwa)
Islam sangat menjunjung tinggi hak manusia untuk hidup, hak yang
disucikan dan tidak boleh dihancurkan kemuliaanya. Sebagaiman Allah
berfirman dalam Al-Qur‟an :
Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya allah adalah
maha penyayang kepadamu.” ( QS. An-nisa [4]: 29).
Dalam hadist shahih nabi juga menjelaskan ancaman bagi orang orang
yang membunuh jiwa:
) رواه هسلن( لقياهههن قتل نفسه تشيء عذب ته يوم “Barang siapa yang membunuh diri dengan sesuatu, dia akan disiksa
dengan mengunkan sesutu tersebut di hari kiamat”.(H.R Muslim)13
Dalam kaitanya hal ini, untuk kemaslahatan jiwa dan hidup manusia,
Allah mensyari‟atkan berbagai hukum yang terkait dengan itu, seperti syari‟at
qisȃs bagi para pembunuh, dan syariat yang berkaiatan dengan jiwa
manusia.14
Dititik puncak perhatiannya untuk melindungi jiwa nyawa, syari‟at
Islam telah mencapai target yang tinggi, yang tidak dapat dicapai oleh syari‟at
12 Nasrun haroen, Usul Fiqh I,(Ciputat : Logos Publishing House, 1996) h.155
13 Ahmad Al Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syari’ah, h. 44
14 Nasrun Haroen, Usul Fiqh 1, h. 155
23
apapun didunia saat ini. Adapun tindakan penganiyayaan terhadap jiwa yang
dilakukan dengan cara membunuhnya dengan keji ataupun dengan cara yang
lain yang dapat menghilangkan nyawa seseorang, itu merupakan perbuatan
yang keluar dari ajaran dan undang-undang agama Islam, menodai syariat
yang dimuliakan Allah SWT dan dilindungin Allah, hal yang demikan itu
memerangi fitrah yang diciptakan Allah untuk jiwa tersebut. Ini juga
merupakan tindakan kriminal terhadap hak-hak seluruh masyarakat.15
Allah
berfirman:
Artinya : “Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang
itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya ( QS. Al –Maidah [5]32).
3. Hifzd al – „Aql (menjaga akal)
Akal adalah merupakan sumber hikmah pengetahuan, sinar hidayah,
cahaya mata hati, dan media kebahagiaan manusia dunia akhirat. Dengan
akal, surat perintah Allah disampaikan, dan dengan akal manusia berhak
menjadi pemimpin dimuka bumi ini dan dengannya manusia sempurna dari
mahluk lainnya. Allah SWT berfirman :
15 Ahmad Mursi Husain Jauhar Maqashid Syari’ah, h. 41 - 42
24
Artinya : “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam, kami angkut
mereka di daratan dan di lautan kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.” ( QS. Al-
Isra[17]:70)
Akal yang merupakan sasaran yang dapat menentukan bagi sesorng
untuk menjalankan kehidupanya, oleh sebab itu Allah menjadikan akal utnuk
dijaga dan dipelihara sebagai suatu yang pokok, dan Allah melarang dari hal-
hal yang dapat merusak akal seperti mengkonsumsi alkhohol minuman-
minuman keras, obat-obatan terlarang karena yang demikan dapat merusak
akal dan merusak kehidupan manusia.16
4. Hifdz al – „Ard (menjaga kehormatan)
Islam sangat menjamin kehormatan manusia dengan memberikan
perhatian yang sangat besar, yang dapat digunakan untuk memebrikan
spesialisasi kepada hak asasi manusia. Perlindungan ini sangat jelas terlihat
dari beberapa sanksi yang berat dijatuhkan terhadap orang-orang yang yang
merusak kehormatan seperti dalam masalah zina, masalah manghancurkan
kehormatan orang lain, dan masalah qadzaf. Diantara bentuk-bentuk
perlindungan terhadap kehormatan ialah dengan menghinakan dan memberi
16 Harun Nasroen , Usul Fiqh 1, h. 115
25
ancaman kepada para pembuat dosa tersebut dengan siksa yang sangat pedih
dihari kiamat.17
Dalam menjaga kehormatan dan keturuan yang merupakan masalah
pokok untuk memelihara dan melanjutkan keturunan tersebut. Allah SWT
telah mensyari‟atkan nikah dengan segala hak dan kewajiban yang
diakibatkan.18
Kewajiban yang harus dilakukan bagi pelaku zina maka harus
di hukum had yang bertujuan untuk menjaga kehormatan dan keturunanan,
akibat dari perbuatan zina dapat merusak generasi bangsa dan meresahkan
masyarakat.
5. Hifdz al- Mâl (menjaga harta),
Harta merupakan salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan, dimana
manusia tidak terpisah darinya dalam Al-Quran Allah SWT berfirman:
Artinya : “ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “( QS. Al-
Kahfi [18]:46)
Perlindungan untuk harta yang baik ini tampak dalam dua hal berikut.
Pertama memliki hak untuk dijaga dari para musuhnya, baik dari pencurian,
perampokan, atau tindakan lain memakan harta orang lain dengan cara yang
bathil. Kedua harta tersebut dipergunakan untuk hal-hal yang mubah, tanpa
17 Ahmad Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syari’ah h. 131
18 Harun Nasroen, , Usul Fiqh 1, h. 115
26
ada unsur mubazir atau menipu untuk hal - hal yang dihalalkan Allah. Maka
harta ini tidak dinafkahkan untuk kefasikan, minuman keras, atau judi.19
C. Perlindungan Maqȃsid Syarȋ’ah Bagi Kepentingan Manusia
Allah menciptakan manusia sebagai hamba yang wajib taat kepadanya.
Untuk itu, manusia harus beribadah untuk dapat menunjukkan kepatuhannya
kepada Allah. Ibadah dapat dibedakan dalam dua bentuk; pertama, ibadah
mahdhah yang fungsi utamanya mendekatkan hamba kepada Allah. Kedua adalah
aktivitas muamalah yang berlaku menurut tradisi yang merupakan sendi
kemaslahatan hidup manusia. Tanpa ini, kehidupan manusia akan rusak binasa.
Jika tipe ibadah yang kedua tadi bersifat duniawi dan dapat dipahami oleh nalar
manusia (al-ma‟qûl al-ma‟nâ), tipe ibadah yang pertama bersifat ukhrawi dan
merupakan kewenangan mutlak Allah.20
Maqȃsid syarȋ‟ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan
hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Qur‟an dan
Sunnah Rasulullah sebagai alasan untuk merumuskan suatu hukum yang
bertujuan kepada kemaslahatan umat manusia. Sebagaimana dikemukakan oleh
Abu Ishaq Al-Syathibi bahwa tujuan pokok disyariatkan hukum Islam adalah
untuk kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Lebih lanjut Abu
Ishaq Al-Syathibi melaporkan hasil penelitian para ulama terhadap ayat-ayat Al-
19 Ahmad Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syari’ah, h.171
20 Al-syatibi, “al-Muwâfaqȃt Fȋ Usȗl al-Syarî’ah”, Juz I, (Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah:
Beirut, 2003) h. 69
27
Qur‟an dan Sunnah Rasulullah bahwa hukum-hukum disyariatkan Allah untuk
mewujudkan kemaslahatan umat manusia baik di dunia maupun akhirat kelak.
Kemaslahatan yang akan diwujudkan itu menurut Al-Syathibi terbagi kepada tiga
tingkatan, yaitu kebutuhan darûriyyah, kebutuhan hâjiyyah, dan kebutuhan
tahsȋniyyah.21
Maka dari itu adannya maqȃsid syarȋ‟ah, adalah untuk mewujudkan
manusia kedalam kemaslahatan dunia dan akhirat yang kemaslahatn itu
bersumber dari Al-Qur‟an dan sunah Rasul.
Perbuatan manusia dapat dipandang menjadi dua aspek, yakni aspek
terwujudnya kemaslahatan dan tuntunan syari‟at. Dari keduannya, kita bisa
melihat bagaimana tanggung jawab manusia sebagai mukalaf. Pada aspek
terwujudnya kemaslahatan, daya manusia menjadi syarat utama berlakunya taklif.
Jadi, taklîf bi mâ lâ yûtaq (tuntutan atas perbuatan diluar daya manusia) adalah
mustahil. Sedangkan dalam aspek tntuntan syari‟at, hal ini berkaitan dengan
kehendak (irâdah) dan perintah (amr) Allah kepada hamba- nya, selanjtunya
berkait pula dengan konsekuensi perbuatan manusia dalam bentuk pahala dan
siksaan di akhirat.22
Tujuan syariat adalah kemaslahatan manusia yang terdiri atas dua macam,
yakni duniawi dan ukhrawi. Manusia memperoleh maslahah jenis pertama di
dunia, sedangkan kedua akan diperoleh di akhirat. Jika kemaslahatan manusia di
dunia terwujud dalam bentuk bahagia dan sejahtera yang bertentangan dengan
21 Abu Ishaq Al-Syatibi, al-Muwâfaqȃt, (Darul Ma’rifah, Bairut, 1997), Jilid 1-2, h. 324
22 Hamka Haq, Al Syatibi Aspek Teologis Konsep Mashlahah Dalam Kitab al- Muwâfaqȃt, ( Penerbit Erlangga), h.177
28
kesengsaraan, maka kemaslahatan di akhirat dalam bentuk surga juga
bertentangan dengan neraka.23
Adapun ruang lingkup konsep maslahah yang menjadi tujuan syariat. Para
ahli ushul sepakat bahwa syariat Islam bertujuan untuk memelihara lima hal,
yakni 1. Agama, 2. Jiwa, 3. Akal, 4. Keturunan, 5. Harta.24
Setiap aspeknya dapat
dibedakan dalam tiga tingkatan, yakni darûriyyah, hâjiyyah, dan tahsȋniyyah.
Darûriyyah adalah kemaslahatan bagi kehidupan manusia dan karena itu
wajib ada syarat mutlak terwujudnya kehidupan itu sendiri, baik ukhrawi dan
duniawi. Dengan kata lain jika darûriyyah ini tidak terwujud, niscaya kehidupan
manusia akan punah sama sekali. Hâjiyyah adalah segala hal yang menjadi
kebutuhan primer manusia agar hidup bahagia dan sejahtera, dunia, dan akhirat.
Dan terhindar dari kesengsaraan, jika kebutuhan ini tidak diperoleh, kehidupan
manusia pasti kesulitan. Tahsȋniyyah ialah kebutuhan hidup, untuk
menyempurnakan kesejahteraan hidup manusia, jika tahsȋniyyah ini tidak
terpenuhi maka kemaslahatan hidup manusia kurang sempurna.25
Adanya maqȃsid syarȋ‟ah bagi manusia adalah untuk memberikan
kemaslahatan didunia dan akhirat, kemaslahatan itu yang bersumber dari tujuan
23 Hamka Haq, Al Syatibi Aspek Teologis Konsep Mashlahah Dalam Kitab al-
Muwâfaqȃt h.197-198
24 Hamka Haq, Al Syatibi Aspek Teologis Konsep Mashlahah Dalam Kitab al- Muwâfaqȃt , h. 59
25 Hamka Haq, Al Syatibi Aspek Teologis Konsep Mashlahah Dalam Kitab Al muwafaqȃt h- 103-104
29
hukum Islam itu sendiri ialah memelihara yang lima hal tersebut yang dinamakan
maqȃsid syarȋ‟ah.
30
BAB III
NARKOTIKA DALAM UNDANG – UNDANG NO 35 TAHUN 2009
A. Pengertian Narkotika
Dalam UU No 35 tahun 2009 pasal 1 berbunyi sebagai berikut : narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun simistesis,
yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangakan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan.1
Dalam bahasa asing narkotika diartikan a drug (as opium or morphine)
that in moderat doses dulls than senses, relives pain, and induces profound sleep
but exscessive does causes stupor, coma, or convulsions; artinya sebuah obat
(seperti opium atau morfin) yang dalam dosis tertentu dapat menimbulkan indra ,
mengurangi rasa sakit, dan mendorong tidur, tetapi dalam dosis berlebihan
menyebabkan pingsan , koma, atau kejang.2
Dalam penjelasan UU No. 35 tahun 2009 tersebut, mendefinisikan tentang
narkotika sebagai berikut: narkotika merupakan zat atau obat yang sangat
bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat
menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat
1 A.R. Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), Cet, 1, h.63 2 A.R. Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009, h. 1
31
khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya
yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada
akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.3
Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa inggris
narcose atau narcocis yang berati menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal
dari bahasa yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga tidak
merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya
sesuatu yang menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbuklkan efek stupor
(bengong), bahan- bahan pembius dan obat bius.4 Secara terminologi, dalam
kamus besar Indonesia narkoba atau narkotika adalah obat yang dapat
menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa ngantuk.5
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa narkotika dalam
UU No 35 merupakan zat yang berbahaya, yang dapat menimbulkan pengaruh
tertentu bagi mereka yang menggunakanya, dengan cara memasukan obat tersebut
kedalam tubuhnya dan narkotika juga dijaga oleh UU untuk ketersediannya dalam
pemakiannya.
3 Penjelasan UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika
4 A.R.Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, h. 637 5 Anton M Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) ,
cet III, h.609
32
B. Jenis-Jenis Narkotika
Dalam UU No. 35 Tahun 2009 jenis-jenis narkotika dibagi menjadi tiga
golongan yaitu sebagai berikut :
Narkotika golongan I (narkotika yang dapat digunakan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam tearapi serta
mempunya potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan) yang menurut
lampiran UU No 35 tahun 2009 terdiri dari : Tanaman papaver somniverum,
etrahydrocannabinol, asetorfina, acetil-alfa metil-fentanil, alfa mentifantanil,
opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari tanaman
papaver somniferum L yang mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus
dan pengankutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya;
1. Opium masak
2. Daun koka jenis arkotika dari tumbuhan genus yang belum kering dijadikan
serbuk yang menghasilkan kokain secara langsung atau perubahan kimia
3. Tanaman ganja, semua tanaman genus cannabis
4. Kokain mentah
5. Kokaina, metil ester – 1 – bensoil ekgonina.6
Narkotika golongan II (narkotika yang berkhasiat pengobatan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan
6 A.R. Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, h. 49- 50
33
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan yang menurut UU No 35 Tahun 2009 terdiri dari antara lain.
a. Alfasetilmetadol : alfa - 3 - asektoksi - 6 dimetil amino - 4,4 difenilheptana;
b. Alfameprodina : alfa - 3 - etil - metil - fenil- 4 propionoksipiperidina
c. Betametadol : beta - 6 - dimetilamino - 4,4 difenil- 3- heptanol;
d. Dipipanona : 4,4 - difenil - 6- piperidina – 3 heptanona
e. Dioksafetil butirat : etil - 4 - morfolino - 2,2 - dienilbutirat;7
Narkotika golongan III (narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan), yang menurut UU
No. 35 terdiri dari antara lain: Asetildihidrokodeina, deskstroproksifiena,
dihidrokodeina, etilmorfina: 3-etil morfina, kodeina: 3-metil morfina;
nikodikodina: 6-nikotinildihidrokodeina; nikodina: 6-nikotinilkodeina, nikodeina:
N-demetilkodeina; polkodina: morfoliniletilmorfina, garam-garam dari narkotika
dalam golongan tersebut diatas; campuran-campuran dengan bahan lain bukan
narkotika. 8
Adapun yang termasuk dalam zat/obat yang dikatagorikan sebagai
prekursor narkotika menurut lampiran II UU No. 35 tahun 2009 adalah :
1. Acetic anhydride
7 A.R Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, h. 50 8 A.R.Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, h. 51
34
2. N - Acetylanthranilic acid
3. Ephedrine
4. Ergometrine
5. Ergotamine
6. Isosafrole
7. Lysergic Acid
8. 3,4 methylenedioxyphenyl - 2 - propanone
9. Norephedrine
10. 1 - phenyl - 2 – propanone
11. Piperonal
12. Potassium permanganate
13. Safrole
14. Pseudoephedrine
Table II
1. Acetone
2. Anthranilic
3. Ethyl ether
4. Hydrochloric acid
5. Methyl ethyl ketone
6. Phenylacetic acid
7. Piperidine
8. Sulphhuric acid
35
9. Toluene.9
Berdasarkan rangakain uraian di atas tersebut, dapat diharapkan agar
penegak hukum praktisi hukum menyadari betul bahwa kejahatan yang terkaiat
dengan obat-obatan terlarang narkotika, yang demikian itu merupakan kejahatan
yang luar biasa yang memerlukan pemahaman secara khusus dan pelaksanaan
hukumnya harus tegas dan profesoinal tanpa pandang bulu demi penyelenggaraan
ketahanan nasional yang baik dalam membangun masyarakat yang adil dan
makmur serta sejahtera.
Jenis-jenis narkotika yang sering kali digunakan dikalangan masyarakat
luas yaitu:
1. Opium
Opium adalah getah berwarna putih seperti susu yang keluar dari
kotak biji tanaman papver samni veryum. Jika buah candu yang bulat telur itu
kena torehan, getah tersebut jika ditampung dan kemudian dijemur akan
menjadi opium mentah. Cara modern untuk memprosesnya sekarang adalah
dengan jalan mengelolah jeraminya secara besar–besaran , kemudian dari
jerami candu yang matang setelah proses akan menghasilkan alkodia dalam
bentuk cairan, padat, dan bubuk.10
Dalam perkembangan opioum dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
9 A.R. Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, h. 57- 58 10
Andi Hamzah dan RM , Surahman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, (Jakarta:
Sinar Grafika, 1994 ) cet, I, h. 16
36
a. Opium mentah, yakni getah yang membeku sendiri, yang diperoleh dari
dua tanaman papaver samni verum yang hanya mengalami pengolahan
sekedar untuk pembungkusan dari pengangkutan tanpa memperhatikan
kadar morfinnya.
b. Opium masak adalah candu, yakni yang diperoleh dari opium mentah
melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan,
pemanasan dan peragian.
Jicing, yakni sisa-sisa candu yang telah di hisap, tanpa, memperhatikan
apakah candu tersebut tercampur dengan bahan lain ataupun tidak
c. Jicing, yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.11
Opium obat
adalah opium mentah yang tidak mengalami pengolahan sehingga sesuai
untuk pengobatan baik dalam bubuk atau dicampur dengan zat-zat netral
sesuai dengan syarat farmakologi.
2. Morpin
Dalam bahasa yunani morpin ialah “morpheus” yang artinya dewa
mimpi yang dipuja-puja. Nama ini cocok dengan pecandu morphin, karena
merasa melayang jiwanya.12
Morpin adalah jenis narkotika yang bahan
bakunya berasal dari candu atau opium. Sekitar 4-21%, morpin dapat
dihasilkan dari opium. Morpin adalah prototip analgetik yang kuat, tidak
11
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. 12
Soeharno , Perang Total Melawan Narkotika (Surabaya: Yayasan Generasi Muda,
1985) h.25
37
berbau rasanya pahit, berbentuk kristal putih, dan warnanya makin lama
berubah menjadi kecoklat-coklatan.13
Morpin adalah alkodia utama dari opium, dengan rumusan kimia C17
H19 NO3,14. Ada tiga jenis morfin yang sering beredar dikalangan masyarakat
yaitu :
1. Cairan yang berwarna putih, (berupa cairan) yang disimpan di dalam
sampul atau botol kecil dan pemakainya dengan cara injeksi (suntik)
2. Bubuk atau serbuk berwarna putih (berupa bubuk) seperti bubuk kapur
atau tepung dan mudah larut di dalam air, ia cepat sekali lenyap tanpa
bekas. Pemakainya adalah dengan cara menginjeksi, merokok dan kadang
menyilet tubuh.
3. Tablet kecil warna putih, pemakainnya dengan menelan15
3. Ganja
Ganja adalah damar yang diambil dari sebuah tanaman genus cannabi,
termasuk biji dan buahnya. Damar ganja adalah damar yang diambil dari
tanaman ganja termasuk hasil pengolahannya mengunanakan damar sebagai
bahan dasar.16
Ganja atau marihuana atau cannabis india. Ganja bagi para pengedar
maupun pecandu disitilahkan dengan cimeng, gele, daun, rumput jayus, jum,
13
Satya Joewana , Gangguan Zat Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lainya,(Jakarta:
Karisma Indonesia, 1986) h.25 14
UU No. 22 1997 Tentang Narkotika 15
M. Ridha Ma’ruf, Narkotika Masalah dan Bahayanya,(Jakarta: Cv Marga Jaya, 1976)
h. 15 16
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Naroktika
38
marjuana, gelek hijau, bang bunga, ikat dan labang.17
Di India, ganja dikenal
dengan sebutan indian hemp, karena ia merupakan sumber kegembiraan dan
dapat memancing atau merangsang selera tertawa berlebihan.18
4. Kokaine
Tanaman kokain adalah dari semua genus erithroxylon dari sejenis
keluarga erythroxlaceae. Daun koka adalah daun yang belum atau sudah
kering atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus erithroxylon yang
menghasilakn kokain secara langsung melalui perubahan kimia.19
Tanaman koka tumbuh dan subur di daerah yang berketinggian 400 -
600 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia tanaman koka ini banyak
terdapat di daerah Jawa Timur. Sedangkan penghasil koka terbesar adalah di
Negara Amerika Selatan, yaitu Bolivia dan Peru yang tumbuh di lereng
gunung Ades. Daerah ini menghasilkan produksinya rata - rata 25 juta ton per
tahun.20
Bentuk-bentuk dan macam kokaine yang terdapat di dunia
perdagangan gelap di antaranya ialah:
a. Cairan berwarna putih atau tanpa warna
b. Kristal berwarna putih seprti damar ( getah perca)
17
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana
Nasional, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2008) h. 84 18
B. Asitanggang, Pendidikan Pencegahan Penyalahgunan Narkotika, (Jakarta : Karya
Utama, 1981 ) Cet I, h. 64 19
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana
Nasional, h. 84 20
B. Asitanggang, Pendidikan Pencegahan Penyalahgunan Narkotika, h. 67
39
c. Bubuk berwarna putih seperti tepung
d. Teblet berwana putih.21
5. Heroin
Heroin atau diacethyl morpin adalah suatu zat semi sintesis tururnan
morpin. Proses pembuatan heroin adalah melalui proses penyulingan dan
proses kimia lainya di laboratorium dengan cara acethalasi dengan
aceticanydrida. Bahan bakunya adalah morpin, asam cuka, anhidraid atau
asetilklorid.22
Heroin dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Heroin nomor satu, bentuknya masih merupakan bubuk atau gumpalan
yang berwarna kuning tua sampai coklat. Jenis ini sebagaian besar masih
berisi morphine dan merupakan hasil ekstrasi.
b. Heroin nomor dua, sudah merupakan bubuk berwarna abu-abu sampai
putih dan masih merupakan bentuk tarnsisi dari morphine ke heroin yang
belum murni.
c. Heroin nomor tiga, merupakan bubuk butir- butir kecil kebanyakan agak
berwarna abu–abu juga diberi warna lain untuk menandai ciri khas oleh
pembuatnya. Biasanya masih dicampur kafein, barbital, dan kinin.
21
B.Asitanggang, Pendidikan Pencegahan Penyalahgunan Narkotika, h. 45 22
Mardani, Penyalahgunaan Narakoba dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum
Nasional, h. 86
40
d. Heroin nomor empat, bentuknya sudah merupakn kristal khusus untuk
disuntikan.23
Pemakai biasanya mengunakannya dengan cara menyedot
dan yeng lebih praktis diinjeksikan.
6. Shabu-shabu
Shabu–shabu ialah berbentuk sepreti bumbu masak, yakni kristal
kecil-kecil berwarna putih, tidak berbau, serta mudah larut dalam air alkohol.
Air shabu juga termasuk jenis amphetamine yang jika dikonsumsi memiliki
pengaruh yang kuat terhadap fungsi otak.biasanya pengguna dapat merasakan
aktif, banyak ide, tidak meras lelah, meski sudah lama bekerja, tidak merasa
lapar, dan tiba-tiba memiliki rasa percaya diri besar.24
7. Ekstasi
Ekstasi adalah zat atau bahan yang tidak termasuk katagori narkotika
atau alkohol. Ektasi adalah jenis zat adiktif25
zat adiktif yang dikandung
ekstasi adalah amphertamine (MDMA), suatu zat yang tergolong simultansia
(Perangsang).26
Ekstasi merupakan perangsang psikoatif, biasanya dibuat
laboratorium yang tidak sah secara hukum.
Saat ini sudah diketahui sekitar 36 jenis ekstasi (tergolong jenis
adiktif) yang sudah beredar di Indonesia dari ratusan jenis ekstasi yang
23
Sumarno Ma’sum, Penanggulangan Bahaya Narkoba, (Jakarta : CV Mas Agung,
1987), h .78 24
Mardani, Penyalahgunaan Narkotika dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum
Pidana Nasional, h.86 25
Mardani, Penyalahgunaan Narkotika dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum
Pidana Nasional, h.87 26
Dadang Hawari, Konsep Islam Memerangi AIDS dan Naza, (Yogyakarta: Dhanabakti
Pramsaya, 1997), cet, xi, h. 152
41
sudah ada, diantaranya sebagai berikut : Satr mempunyai logo bintang,
Dollar: mempunyai logo uang dolar, Amerika, Apple : mempunyai logo apel,
Mellon/555: mempunyai logo 555 berwarna hijau, pink : berwarna merah
hijau, Butterfly: mempunyai logo kupu–kupu dan berwarna biru, penguin,
lumba-lumba, RN : mempunyai logo RN berwarna hijau laut, elektrik apache,
bon jovi, kangguru, petir, tango, diamond : berwarna intan warna hijau,
paman gober, taichi :berwarna biru atau kuning, black heart: berbentuk hati
warna hitam27
8. Putaw
Putaw adalah bentuk tingkat rendah dari heroin. Heroin berasal bunga
opium, sejenis bunga di iklim panas dan kering. Bunga tersenut
menghasilkan zat lengket yang menjadi cikal bakal dari heroin, opium,
morfin dan kodein. Jenis narkotika ini marak diperedarkan dan dikonsumsi
oleh generasi muda dewasa ini, khususnya sebagai trend anak modern agar
tidak dianggap ketinggalan zaman. Istilah putaw sebernya merupakan
minuman khas cina yang mengandung alkohol dan rasanya seperti green
sand, akan tetapi oleh para pecandu narkotika, barang sejenis heroin yang
masih serumpun dengan ganja itu dijuluki putaw. Hanya saja kadar narkotika
27
Mardani, Penyalahgunaan Narkotika Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana
Islam, h. 88
42
yang dikandung putaw lebih rendah atau dapat disebut heroine kualitas empat
sampai enam.28
9. Alkohol
Dalam ilmu kimia, alkohol (alkanol) adalah nama yang umum untuk
senyawa organik yang memiliki hidiroksil (-OH). Alkohol yang bisasa
dijumpai dalam minuman keras adalah ethyl alkohol atau disebut etanol.29
Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menyebabkan
ketagihan dan ketergantungan. Alkohol adalah cairan yang dihasilkan dari
proses permentasi (peragian) oleh mikro organisme (selragi) dari gula,buah,
umbi - umbian, madu, dan getah kaktus trtentu. Minuman beralkohol (etanol
etil alkohol) lazim disebut minum keras.
Minuman beralkohol mengandung etanol yang diproses dari bahan
hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi tanpa
batas destilasi, baik dengan cara membersihkan perlakuan terlebih dahulu atau
tidak, menambahkan atau tidak, maupun yang diproses dengan cara
mencampur konsentrat dan etanol, pengenceran minuman yang mengandung
etanol. Alkohol digolongkan berdasarkan tinggi rendanhnya kadar etanol yang
terkandung sebagai berikut :
1. Golongan A : kadar etanol (C2H50H) 1- 5% (misalnya : bir shandi)
28
Mardani, Penyalahgunaan Narkotika Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana
Islam, h.88 29
Hartati Nurwijaya, Zullies Ikawati, Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah Kecanduan,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009), h. 5
43
2. Golongan B : kadar etanol (C2H50H) 5-20% (misalnya: anggur)
3. Golongan C : kadar etanol (C2H50H) 20-55% (misalnya: whisky,
brendy).30
10. Sedativa
Di dunia kodekteran terdapat jenis obat yang berkhasiat sebagai
obat/penenang yang mengandung zat aktif nitrazepam atau barbiturat atau
senyawa lain yang berkhasiatnya serupa. Golongan ini termasuk psikotropika
golongan IV.31
C. Pengaruh Narkotika Dalam Jiwa Manusia
Narkoba adalah zat yang sangat berbahaya bagi manusia sehingga orang
yang menkonsumsi narkoba dapat merasakan ketagihan dan ketergantungan yang
sangat berbahaya bagi jiwa manusia. Mereka yang mengkonsumsi narkoba akan
mengalami gangguan mental dan prilaku, sebagai akibat terganggunya sistem
noeurtansimier pada sel–sel susunan syaraf pusat otak. Gangguan pada system
noeurtransmier tadi mengakibatkan tergantungnya fugsi kognitif, efektif dan
psikomotorik.32
Seperti dalam narkotika ganja jika dikonsumsi maka bagi yang
mengkonsumsinya akan mengakibatkan perubahan–perubahan mental dalam
psikologik pengkonsumsi.
30
Yusuf Apandi, Katakan Tidak Pada Narkoba, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media
2010, T.Th), cet I h. 10 31
Lutfhi Baraza, Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Narkoba, Makalah dalam
Seminar Narkoba di Smk IPTEK (Jakarta, h. 9) 32
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum
Pidana Nasional, h.105
44
Euphoria adalah keadaaan senang sekali yang ditimbulkan oleh pengaruh
narkotika, Halusinasi dan delusi, adapun halusinasi adalah pengalaman panca
indra tanpa adanya sumber stimulasi (rangsangan) yang menimbulkannya.
Misalnya, sesorang mendengar suara padahal sebenarnya tidak ada sumber suara,
yang demikian itu berasal dari halusinasi pendengaran. Sedangkan delusi ialah
suatu keyakinan yang tidak rasional. Misalnya yang bersangkutan yakin betul
kalau ada orang yang ingin berbuat jahat kepadanya, padahal dalam kenyataanya
tidak ada satupun yang berbuat jahat kepadanya (delusi paranoid).33
Bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak peduli terhadap tugas atau
fungsi sebagi mahluk sosial (apatis). Dapat juga mempengaruhi perkembangan
kepribadian, daya tahan mengalami problema kehidupan jadi lemah, malas, apatis
tidak peduli, kehilangan rasa ingin belajar dan sebagainya. Gejala-gejala fisik
yang dialami oleh pengkonsumsi narkotika adalah sebagai berikut :
a. Mata merah, jantung berdebar, nafsu makan bertambah, mulut kering, Prilaku
maladaptive (suka beradaptasi)
b. Iritasi/gangguan pada saluran pernafasan
c. Bila terkena radang, dapat terjadi brochitis dan sebaginya.34
d. Timbulnya ataxia, yaitu hilangnya koordinasi kerja otot dengan syaraf sentral.
e. Hilangn dan kurangnya kedipan mata
f. Gerak reflek tertentu
33
Andi Hamzah, RM Surachman, Kejahatan Narkotika Dan Psikotropika, h. 5 34
Mabes Polri Petunjuk Penanggulangan penyalahgunaan Narkotika, (Jakarta 1989) h.
29
45
g. Menyebabkan kadar gula naik turun
h. Mata menyala.35
Morfine, heroin, putaw. Adalah jenis narkotika yang sering juga
dikonsumsi dikalangan masyarakat, adapun dampak dari mengkonsumsi
narkotika jenis ini adalah sebagai berikut :
a. Melebar atau mengecil pupil mata pada keadaan tidak mestinya.
b. Euforia (gembira berlebihan) atau disforia (cenderung merasa sedih dan letih
lesu
c. Apatis
d. Gangguan konsentrasi
e. Daya ingat menurun
f. Tingkah lakunya maladaptive; (seseorang yang terbiasa mengkonsumsi ini ia
akan merasa menunjukan kecurigaan, sehingga sealalu berada dalam
kewaspadaan, dan selalu membawa senjata yang berbahaya).
Mereka yang sudah ketergantungan narkotika jenis ini bila pemakainya
dihentikan maka timbul gejala putus asa, sakaw dalam arti berasal dari kata sakit
yang artinya menyiksa terhadap yang bersangkutan. Sindrom putus opiat
merupakan gejala yang tidak mengenakan, baik psikis maupun fisik, misalnya air
mata berlebihan, pupil mata melebar, keringat berlebihan, suhu badan meningi,
mual, muntah, tekanan darah meningkat, jantung berdebar-debar, suka tidur, nyeri
otot, sakit kepala, nyeri persendian, mudah marah, bahkan sampai agresif,
35
M Ridha Ma’ruf, Narkotika Masalah dan Bahayanya, h. 25
46
kejang–kejang, kram diperut disertai sawan (rasa mau pingsan) menggil disertai
muntah–muntah, keluar ingus, hilang nafsu makan dan kehilangan cairan tubuh.36
Dampak bagi pengguna narkotika kokain bagi tubuh manusia adalah:
bersangkutan merasakan ketidak tenangan, rasa harga diri meningakat, jantung
berdebar-debar, mual muntah banyak bicara. Bila seseorang dalam
mengkonsumsi jenis kokain itu berlebihan (overdosis), ia akan mengalami
ganguan jiwa seperti halusinasi dan delusi. Sehingga timbul gangguan dalam
fungsi sosial atau pekerjaan; misalnya, perkelahian, kehilangan kawan-kawan,
tidak masuk sekolah atau kerja.
Amphetamine (ekstasi, shabu-shabu) mereka yang mengkonsumsi
amphetamine (psikotropika golongan 1). Yang dapat menimbulkan gejala sebagai
berikut:
a. Gejala psikologis; tingkah laku yang kasar dan aneh
b. Gejala pisik; jantung berdebar, pupil mata lebar, tekanan darah naik,
keringat berlebihan,mual-mual dan muntah.37
Efek yang ditimbulkan oleh
pengguna ekstasi adalah ; diare, rasa haus yang berlebihan, hiper aktif, sakit
kepala dan pusing, menggigil dan tidak terkontrol, detak jantung yang cepat
dan sering muntah-muntah dan hilangnya nafsu makan. Kematian seringkali
terjadi karena overdosis yang disebabkan karena rangsangan susunan saraf
otak yang berlebihan sehingga menyebabkan kejang-kejang dan kehilangan
36
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam Dam Hukum
Pidana Nasional ,h.108 37
Lutfhi baraza, Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Narkoba, h. 8
47
kesadaran dan akhirnya meninggal.38
Dari beberapa jenis narkotika diatas
dapat penulis simpulkan bahwa zat narkotika memang sangat berbahaya bagi
jiwa manusia, karena dapat menimbulkan kematian. Maka dari itu harus
dimusnahkan demi kepentingan generasi dan masyarkat luas.
Status hukum pemakai, produsen dan pengedar narkoba menurut hukum
pidana nasional adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum dan Undang-Undang
dan peraturan-peraturan yang berlaku. Adapun peraturan hukum penyalahgunaan
narkoba yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 dibentuk bukan saja untuk menggantikan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976, akan tetapi sangat erat kaitanya dengan
kesehatan jiwa dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 dan pengesahan
konvensi Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang pemberantasan peredearan
gelap narkotika dan psikotropika nomor 7 tahun 1997 dan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1996. Mengenai peraturan baru tentang narkoba yang ditujukan
untuk pencegahan akibat penyalahgunaan narkoba yang dikualifikasikan sebagai
kejahatan yang sangat merugikan dan membahayakan mayarakat, kehidupan
bernegara dan membahayakan ketahanan nasioanal bangsa Indonesia.39
Adapun sanksi hukuman tindak pidana bagi penyalahgunaan narkotika,
sudah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, ketetuan
38
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam Dan Hukum
Pidana Nasional, h.11 39
Bambang Poernomo, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum
Pidana (Jakarta, Bina Aksara , T.Th), h. 17-18
48
tentang tindak pidana kejahatan narkotika yaitu tercantum dalam pasal 111
sampai dengan pasal 148. Salah satu bunyi pasal 127 dalam ketentuan tindak
pidana narkotika. “Narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun; Narkotika golongan II bagi diri sendiri
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan Narkotika
Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun.”40
Setiap hukuman yang mengenai narkotika dapat dihukumi dengan
hukuman penjara dan denda, salah satu contoh hukuman denda yang terdapat
dalam UU No 35 tahun 2009 terhadap penyalahugunaan narkotika adalah pasal
126. “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk
digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”41
Bentuk rumusan sanksi tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang 35
Tahun 2009 dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Dalam bentuk tunggal ( penjara atau denda saja)
2. Dalam bentuk alternative ( pilihan antra penjara atau denda )
3. Dalam bentuk kumulatif (penjara dan denda)
4. Dalam bentuk kombinasi/campuran (penjara denda atau denda)
Jenis-jenis pidana dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang
narkotika yang dirumuskan adalah empat jenis pidana pokok yaitu :
40
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 41
Undang-Undang Narkotika, No 35 Tahun 2009
49
1. Pidana mati
2. Pidana penjara
3. Denda
4. Kurungan.
Adapun aturan yang tidak ditentukan dalam Undang-Undang dalam
sanksi pidana narkotika (pidana mati, pidana, penjara, pidana, denda dan
kurungan) maka berlaku pada pemidanaan yang terdapat di KUHP dan
sebaliknya, jika tidak ditentukan dalam aturan KUHP maka diberlakukan
pemidanaan dalam Undang-Undang.42
42
AR. Sujono dan Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang No. 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika,h, 213
50
BAB IV
TUJUAN UNDANG – UNDANG NARKOTIKA NO 35 TAHUN 2009
A. Dasar dibuatnya Undang–Undang Narkotika No 35 Tahun 2009
Adapun dasar hukum terbitnya Undang-Undang No 35 Tahun 2009, yaitu
sebagai berikut:
1. Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 Undang–Undang dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang pengesahan konvensi tunggal
narkotika 1961 beserta protocol tahun 1972 yang mengubahnya (lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1967 nomor 36, tambahan lembaran Negara
republik Indonesia nomor 3085)
3. Undamg-Undang nomor 7 tahun 1997 tentang pengesahan united nations
convention againt llicit traffic in narcotic drugs and psychotropic substances
1988 (konvensi perserikatan bangsa–bangsa tentang pemberantasan peredaran
gelap narkotika dan psikotropik 1988) lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1997 nomor 17, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor
3673.1
Dari dasar diatas maka dibentuklah Undang-Undang Narkotika No. 35
tahun 2009, dengan tujuan:
1A.R Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, h. 63
51
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk pelayanan kesehatan dan
penegembangan ilmu pengetahuan teknologi
b. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan anak bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika
c. Membatasi peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
d. Menjamin pengaturan upaya reahabilitas medis dan sosial bagi
penyalahgunaan dan pecandu narkoba2
Dalam Undang-Undang tersebut narkotika dikatakan sebuah zat yang
sangat bermanfat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun jika
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dalam standar pengobatan dapat
menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan dan masyarakat
luas.
Mengenai ruang lingup UU No.35 tahun 2009, telah diatur dalam pasal 5
UU No. 35 tahun 2009 bahwa pengaturan narkotika dalam undang-undang ini
meliputi segala bentuk kegiatan dan perbuatan yang berhubungan dengan
narkotika dan prekursor narkotika yang menjadi sebuah pendahuluan dalam
pembahasan ketentuan pidana dalam undang-undang yang diatur secara
terperinci. Hal-hal yang berkaitan dengan narkotika maupun prekursor narkotika
yang memiliki konsekuensi pidana apabila dilanggar, karena pada intinya
narkotika hanya dapat digunakan dalam kepentingan pelayanan kesehatan dan
pengengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (vide pasal 7 UU No. 35
2 UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
52
tahun 2009). Terdapat sebuah kalimat “hanya dapat digunakan bagi kepentingan
pelayanan kesehatan.” Kalimat tersebut merupakan sebuah kalimat penentuan dan
pembantasan yang sifatnya terbatas diluar kepentingan kesehatan dan
pengembangan ilmu, zat/obat yang dikatagorikan sebagai narkotika maupun
prekursor maka tidak boleh dipergunakan.3
Dari tujuan di undangkannya UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 itu yang
bagian (a) menjamin ketersedian narkotika untuk pelayanan kesehatan dan ilmu
teknologi dalam bagian tersebut, maka narkotika di ibaratkan pedang bermata
dua, satu sisi sangat di butuhkan didunia medis dan ilmu pengetahuan, dipihak
lainya penyalahgunaan sangat membahayakan masa depan generasi pemuda,
ketentraman masyarakat dan mengancam eksitensi ketahanan nasioanal bangsa.4
Dilihat dari dampak penyalahgunaan narkotika bagi manusia adalah sangat
membahayakan, narkoba yang merupakn obat, atau zat yang jika masuk kedalam
tubuh manusia, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan syaraf pusat) dan
sering menyebabkan ketergantungan. Akibatnya, kerja otak berubah (meningkat
atau menurun), demikian pula fungsi vital organ tubuh lain, (jantung, perdaran
darah, pernafasan, dan lain–lain).
Dampak yang sering terjadi ditengah dalam masyarakat dari
penyalahgunaan atau ketergantungan narkotika antara lain : dapat merusak
3 AR. Sujono dan Bony Daniel, komentar dan pembahsan UU No. 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika, h. 67 4 Herlina pribadi, Mencegah Dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba , Pedoman
bagi Orang Tua, Dan Penyuluh Masyarakat (Jakarta: Cakra Media, 2007) h.9
53
hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan motivasi kerja
secara drastis, sulit memebedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan
yang buruk, prilaku menjadi anti sosial, gangguan kesehatan, mempertiggi
kecalakaan lalu lintas apabila digunakan saat berkendaraan yang mengakibatkan
kecalakaan, tindak kekerasan dan kriminal lainya.
Membatasi peredaran narkotika dan prekursor narkotika yang merupakan
tujuan dalam Undang-Undang Narkotika No. 35 tahun 2009, membatasi berarti
menjaga narkotika yang ada untuk tidak diedarkan, dalam Undang-Undang
tersebut menurut pasal 1 angka 2 UU No. 35 tahun 2009 prekursor adalah zat atau
bahan pemula bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika
yang dibedakan dalam tabel sebagaiman yang terlampir dalam UU No. 35 tahun
2009, jadi pada dasarnya prekursor adalah zat atau bahan pemula bahan kimia
yang dapat digunakan bahan baku proses produksi dalam kepentingan farmasi dan
industri. Tetapai penggunaan prekursor ternyata tidaklah sebaik yang
dibayangkan mengingat adanya penyandingan prekursor gelap. Tidak bisa
dipungkiri bahwa prekursor disatu sisi, sebagai bahan untuk kosemtik dan obat-
obatan. Akan tetapi, disisi lain ternyata prekursor juga dapat digunakan untuk
suatu tindakan pidana, yaitu untuk membuat narkotika.5
Maka dapat dilihat bahwasanya dalam Undang-Undang tersebut tidak
secara khusus membahas pelarangan narkotika padahal, narkotika jauh lebih besar
5 A.R.Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, h. 103
54
mudorotnya dari pada manfaatnya. Dalam tujuan UU No 35 Tahun 2009 tersebut
juga ada kalimat yang berbunyi’ mencegah dan melindungin anak bangsa
Indonesia dari penyalahgunan narkotika,” namun dalam UU narkotika No 35
Tahun 2009 tidak secara khusus bertujuan melarang peredaran narkotika yang
dapat membahayakan anak bangsa Indonesia, jika ingin melindungi dan
mencegah anak bangsa dari pemakain narkotika maka harus di khususkan
pembahasan dalam tujuan UU tersebut untuk pelarangan zat narkotika.
B. Dimensi Maqȃsid syarȋ’ah dalam Undang–Undang Narkotika No 35 Tahun
2009
Maqȃsid syarȋ’ah yang merupakan tujuan dari hukum Islam, sangat
memperhatikan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Dalam Islam
apapun bentuk dan jenisnya yang dapat merusak kemaslahatan baik dalam diri
manusia individual dan masayarakat luas maka diharamkan, narkotika yang
merupakan jenis zat yang dapat membahayakan manusia baik perseorangan
ataupun masyarakat luas. Dalam bab yang sebelumnya sudah menjelaskan
tentang bahaya narkotika bagi manusia.
Menurut hukum Islam, istilah narkotika atau narkoba dalam konteks
hukum Islam, tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an dan sunnah,
dalam Al-Qur’an hanya dikenal dengan penyebutan istilah khamr. Tetapi karena
dalam teori ilmu usul fiqh, bila suatu hukum belum ditentukan statusnya dalam
55
syariat maka bisa diselesaikan dengan metode qiyas (analogi hukum).6 Pondasi
perundang undangan berdasrkan kepada kaidah (menarik
kemaslahatan menolak keruskan dan bahaya).
Narkotika dianaolgikan dengan khamr, karena narkotika zat yang
memabukan dan membahayakan manusia sama hal nya dengan khamr. Adapun
pengertian khamr ialah : menurut etimologi khamr berasal dari kata
yang artinya yang artinya menutupi akal.7
Secara terminologi khamr ialah
Sesunguhnya khamr adalah nama untuk setiap yang memabukan ( yang
menutupi akal) tanpa gambaran untuk materi yang digunakan darinya, termasuk
dalam sifat berarti menyatakan dalam golongan nama.8
Para ulama berbeda pendapat dalam mendefiniskan khamr. Perbedaan
tersebut terletak pada istilah khamr itu sendiri. Diantara mereka ada yang ketat,
moderat dan sempit dalam mendefiniskan khamr. Perbedaan pemahaman dalam
6 Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana
Nasional, h, 73 7 Ahmad Warson Munawir, Al Munawir, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Yogyakarta,
Pustaka Proggresif : 1997), h. 367 8 Abdullah Ali Arrukbani, al-Nazariyyat al-‘Amah Li Itsbât Mûjibah al-Hudȗd, (Beirut:
Muasasah Ar-Risalah , 1981), h. 41
56
katagorisasi khamr berimbas pada perbedaan pemberian hukuman khamr dalam
bahan yang memabukan.
Menurut Ibnu Taimiyah “khamr itu adalah apa yang diharamkan oleh
Allah dan rasulnya yang bila dikonsumsi bisa memabukan, karena terbuat dari
kurma atau zat lainya, tidak terbatas dari yang memabukan terbuat dari anggur
saja.”9
Ulama mazhab Hanafiyah memberikan pengertian yang lebih sempit
tentang khamr, yaitu hanya minuman yang terbuat dari anggur. Jika ada minuman
yang terbuat dari kurma dan anggur dan minuman lain yang berfotensi
memabukan, maka ia itu tidak dinamani khamr tapi melainkan nâbidz.10
Khamr adalah setiap minuman yang memabukan yang dibuat dari perasan
anggur atau lainya, baik dalam keadaan mentah dan matang.11
Hal ini bersifat
umum bagi setiap yang berasal dari perasan aggur. Jika minuman tersebut tidak
mengakibatkan mabuk, maka minuman tersebut tidak dinamai khamr melainkan
nâbidz, nâbidz tidak haram kalau sedikit, ia baru haram jika memabukan.12
.
Adapun pendapat yang mengatakan haram sdikit atau banyak dari yang
9 Ibnu Taimiyah, al-Siyȃsah al-Syar’ iyyah Fȋ Islâh al-Ra’î Wa al- Ra’iyyah, ( Beirut :
Dar Al-Alfikr Al-Lubani, T. Th.),h. 80 10
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2007) cet, XI, jilid 1, h. 46.
11 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetik
Menurut Al-Quraan Hadist (Jakarta: Pirduas , 2008), h.158 12
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan , Kesan dan Keserasian Al-Quran, h. 467
57
memabukan itu adalah jumhur ulama, sahabat beserta selain mereka, diantaranya
adalah, Ahmad, Ishaq, Syafi’i, Malik, dan semua Ulama Hadwiyah.13
Berdasarkan bebrapa definisi di atas maka penulis dapat ditarik
kesimpulan bahwa setiap yang memabukan dan merusak akal pikiran dapat
dikatagorikan sebagai khamr baik yang terbuat dari kurma, anggur, dan lainnya,
yang dapat memabukan dan termasuk didalamnya narkoba/narkotika.
Dasar pengharaman khamr adalah dalam Q.S Al-Maidah ayat 90 sebagai
berikut:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah
adalah termasuk perbuatan syaitan. maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S Al-Maidah
[5]:90)
Dalam hadis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh al-Nasa’i
dari Abu Hurairah, rasullalah menegaskan tentang minuman yang memabukan
dan yang diharamakan
Dari Abu Hurairah ia berkata:Rasululllah SAW bersabda: setiap yang
memabukan itu khamr dan setiap yang memabukan itu haram ( H.R Al-Nasa’i).14
13 Al Sayyid Al Imam Muhammad bin Ismail Al Kahlany Al Shanany, Subul al-
Salâm, (Bandung: Dahlan, 1186 h) h. 26 14
Al-Nasa’i, Sunan al-Nasâ’î (Beirut : Dar Al-Marifa, t,th ) Juz ke 7, h. 695
58
Narkotika dalam bahasa arab dikatakan (al–mukhdirat) yang
berasal dari kata (khaddar-yakhaddiru- takhdir) yang berati hilang
rasa, bingung, membius, tidak sadar, menutup,15
Sedangkan narkoba/narkotika
dalam terminologis ialah:
Narkotika menurut para fuqoha didalam kitabnya adalah setiap zat yang
apabila dikonsumsi akan merusak akal dan fisik, bahkan terkadang membuat
orang menjadi gila atau mabuk, hal yang demikian dilarang oleh Undang–Undang
positif yang populer seperti ; ganja, opium dan kokain. 16
Alkohol merupukan zat yang tedapat dalam narkotika yang dapat merusak
akal manusia. Alkohol merupakan istilah yang diarabkan dari sebuah kata prancis,
yaitu alcool, dengan kata cohol. Menurut Prof. Dr. Muhammad Sai’id Al Suyuti
sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya’qub, Ma bahwa kata
alcohol pada dasarnya diambil dri kata ghulul yang terdapat dalam Al-Qur’an
surah as shaffat ayat 47.17
15
Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, h. 351 16
Ahmad Al Hasari, Al- Siyȃsah al-Jaza’iyyah Fȋ al–Fiqh al-Islȃmȋ, (Beirut: Dar Al Jail,
1413/ 1993 ) cet. III, jilid II , h. 390 17
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetik Menurut Al-Quraan Hadist, h. 121.
59
Dinamanakan al ghaul karena dapat merusak akal (yaghtal al qal). Khamr
meliputi bahan-bahan yang tajam rasanya, memabukan, bermanfaat dan bergizi.
Apabila sesorang meminum khamr untuk obat,maka para ulama berbeda pendapat
mengenai stasus hukumannya. Menurut pendapat yang paling kuat dalam
madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, berobat dengan menguankan (minuman)
khamr merupakan perbuatn yang dilarang, dan peminumnya dikenakan hadd.18
Adz Dzhabi menegaskan,” candu yang terbuat dari daun ganja hukumnya
haram sebagaimana khamr. Orang yang menghisapnya dihukumi hadd ( cambuk),
seperti yang berlaku bagi peminum arak, candu itu lebih buruk daripada arak
ditinjau dari implikasinya yang merusak akal dan mental.19
Diharamkan mengobati penyakit dengan sesuatu yang haram sebagaimana
dalam hadist nabi Muhammad SAW. Yang diriwayatkan oleh Ath Thabrani, Al
Baihaqi, Ibnu Hazm, Ibnu Hiban. Hadist ini merupakan hadis Hasan
Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan bagi umatku di dalam
apa yang diharamkan20
Terhadap minuman 0% dan minuman yang beraroma khamr, MUI lewat
fatwa no 4 tahun 2003 tentang standarisasi fatwa halal telah mengeluarkan fatwa
18
Ahamd Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam, Fikih Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 57
19 Imam Adz Dzahab, Dosa Dosa Besar, (Solo : Pustaka Arafah,T.Th) cet ke 5, h. 141-
142 20
Asadulloh Al faruq, Hukum Pidana Dalam Sisitem Hukum Islam, (Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia, 2009), h.23
60
haram. Dalam fatwa tersebut dengan jelas dikatakan bahwa minuman yang
mengadung etanol dibawah1% sebagai hasil fermentasi yang direkayasa itu
adalah haram atas dasar pencegahan21
Berkaitan dengan UU No 35 tahun 2009 tentang narakotika, hukum Islam
melalui tujuannya yaitu dalam maqȃsid syarȋ’ah memandang undang-undang
tesebut mempunyai kesesuain dalam pencegahan narkotika dan disis lain undang-
undang tersebut belum seutuhnya melindungi anak bangsa dari penyalahgunaan
dan pemakaian narkotika dilihat dari tujuan dan ruang lingkup undang-undang
tesebut tidak secara khusus dalam satu bab melarang narkotika .
Agama Islam sangat memperhatikan perlindungan untuk tiap individu dan
menjamin keamanan dari kebutuhan-kebutuhan hidup yang merupakan tujuan dan
utama dari syariat Islam. Apabila kebutuhan-kebutuhan ini tidak terjamin, akan
terjadi kekacauan dan ketidak tertiban, kelima kebutuhan hidup yang primer ini
(daruriyyah), dalam kepustakaan hukum Islam disebut al maqȃsid al khamsah,
yaitu agama, akal, keturunan, harta, jiwa.22
Imam Ghazali menerangkan seperti yang dikutip oleh Muhammad Abu
Zahra bahwa memelihara kelima maslahat tersebut termasuk kedalam tingkatan
darûriyyah. Dalam menjaga kemaslahtan ini maka syariat telah menetapkan
hukumannya bagi setiap orang yang melanggarnya salah satu contohnya hukuman
21
MUI, Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia Sejak 1975, (Jakarta: Erlangga,
2003), h. 763 22
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani Prees, 2003),
h. 19
61
hadd yang diberikan kepada peminum khamr atau obat-obatan terlarang yang
dapat merusak jiwa dan akal manusia, Memalihara akal dan jiwa itu termasuk
kedalam tingkat darûriyyah yang harus dijaga23
Dari penjelasan diatas bahwasanya agama Islam melalui tujuan hukumnya
sangat menaganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang untuk melakukan
kejahatan agar umat muslim tidak menjadi orang yang fasiq.24
Karena orang yang
fasiq adalah orang yang menyimpang dari kebenaran, melakukan perbuatan
maksiat, atau melakukan dosa besar seperti halnya melakukam kejahatan
penyalahgunaan narkotika dan sangat dianjurkan untuk menaggulanginya atau
mencegahnya. Dalam menetapkan sanksi kejahatan narkoba dalam persepektif
hukum Islam.
Dalam menentukan sanksi terhadap pelaku pidana narkotika, ulama
berbeda pendapat dalam menentukan sanksi pelaku pidana penyalahgunaan
narkotika.25
Yaitu:
a. Menurut Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauzy hukuman yang tepat
dijatuhkan bagi pelaku pengguna narkotika adalah ta’zîr dan hadd.26
Hadd ialah hukuman yang ditentukan oleh syar’i dan menjadi hak
Allah SWT. yakni menurut mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan delapan
23
Muhammad Abu Zahra, Usȗl Fiqh ,(Jakarta: pustaka firdaus,2010) cet, 12,h 554 24
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta :
penerbit Djambatan, 1992),h. 243 25
Ahmad Al Hasari, al- Siyȃsah al- Jaza’iyyah Fȋ al-Fiqh al-Islȃmȋ, h.77 26
Abdu Rahman Al-Jazri, al- Fiqh ‘Alâ Madzȃhib al-Arba’ah, (Al-Azhar Mesir : Dȃrul
Bayȃn A’rabi,2005), cet 1, jilid 5,h. 28
62
puluh deraan, sedangkan Imam Syafi’i mengatakan empat puluh kali, seperti
saknsi terhadap peminum khamr.27
Ibnu Taimiyah berpendapat “
sesungguhnya ganja itu haram, dijatuhkan sanksi hadd orang yang
menkonsumsinya, sebgaimana dijatuhkan had bagi peminum khamr” Ibnu
Taimiyah berpendapat demikian, karena ia menganalogikanya dengan sanksi
khamr karena keduannya narkotika dan khamr dapat merusak akal, bahakan
menrut Ibnu Taimiyah narkotika itu lebih bahaya dari khamr.28
b. Sanksi hukumanya adalah ta’zîr
Pendapat ini adalah pendapat Wahbah Zuhaili dan Ahmad Al Hasari
yakni diharamkan setiap yang dapat menghilangkan akal ( mabuk), walaupun
tanpa diminum, seprti ganja, opium, karena jelas-jelas berbahaya. Islam
sangat melarang hal-hal yang membahayakan diri sendiri dan, orang lain,
tetapi tidak dikenakan sanksi hadd padanya, karena narkotika tidak ada
kenikmatan dan kelezatan, dan mengandung adiksi, karena itu hukumanya
adalah ta’zîr.29
Ahmad Al Hasari berpendapat “ sesungguhnya mengkonsumsi
ganja itu haram dan tidak dijatuhkan sanksi had kepada pelakunya, wajib atas
orang yang mengkonsumsinya dikenai sanksi ta’zir bukanya hadd’’.30
27
Sayid Sabiq,Fiqh al-Sunnah, (Beirut : Dar al- fikr,1981),h. 77 28
Ibnu Taimiyah, , al-Siyȃsah al-Syar’iyyah Fȋ Islâhi al-Ra’î Wa al- Ra’iyyah, h. 79 29
Wahbah Az - Zuhaili, al- Fiqh al- Islȃmî Wa Adillatuh ( Beirut: Dar al fikr,T.TH) juz
ke 6, h 166 30
Ahmad Al-Hasari, al- Siyȃsah al- Jazâ’iyyah Fi al- Fiqh al- Islȃmȋ ( Beirut : Dar al
jail,1413/1993) cet,III jilid II, h. 393
63
Jumhur ulama juga berpendapat bahwa status hukum pemakai
narkotika adalah ta’zîr bukan hadd karena narkotika tidaklah berbentuk cairan
sedangkan khamr mempunyai bentuk cair dan dzat sangat memabukan.
Berdasarkan hadis dari shahih muslim dan shahih bukhori yang saling
melengkapi31
. sebagai berikut :
Artinya : setiap sesuatu yang memabukan itu adalah khamr dan
peminumnya harus di hukumi hadd walaupun dia tidak mabuk.
Diriwayatkan pula oleh Imam Bukhori
Artinya : setiap minuman yang memabukan itu hukumnya haram
Dari dua hadis ini menyatakan bahwasanya setiap benda cair yang
memabukan adalah haram dan dikenakan hukuman hadd. Sedangkan
narkotika tidaklah berbentuk cairan melainkan berbentuk padat oleh sebab itu
jumhur ulama mengecualikan benda padat dari katgori khamr. Demikianlah
ungkapan Imam Abu Bakar Syatho penulis kitab i’anah tholibin32
31
Ibnu Hajar Haitami, Tufah al- Muhtâj, (Beirut Lebanon: Dar Kutub Ilmiah, 2010), cet,
ke 3, jilid 5, h. 165 32
Muhammad Syato Adimyati, I’ânah al- Tâlibîn, (Bandung: Maktabah Syirkah
ma’arif,T.TH), cet ke 1, jilid 4, h. 176
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan urain bab-bab dalam penulisan ini maka penulis mengambil
beberapa pion kesimpulan
1. Maqȃsid syarȋ’ah yang merupakan tujuan dari hukum Islam yang bersumber
kepada Al-Quran dan hadis, hukum Islam tersebut sangat memperhatikan
kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat dan menjaga manusia dari
sesuatu yang dapat membahayakan manusia itu sendiri, dalam maqȃsid
syarȋ’ah ada tingkatan dalam mewujudkan kemaslahatan yaitu Darûriyyah,
Hâjiyyah, Tahsîniyyah. Dalam hal ini penulis mengambil tingkatan pertama
untuk menjadi dasar pelarangan pemakai narkotika yang nyata-nyata
berbahaya bagi manusia, seprti khamr yang dapat merusak kehidupan
manusia. Oleh karena itu melindungi yang lima yaitu: harta, jiwa, akal,
keturunan, nasab kelimanya ini sangat pokok dalam hukum Islam untuk
dipelihara dan masuk kedalam darûriyyah inti pokok dalam kemaslahatan
manusia, sehingga apapun jenisnya yang dapat merusak yang lima ini maka
itu sangat dikecam dan dilarang sekali oleh hukum Islam.
Menjaga akal, secara darûriyyah ialah dengan menjauhi barang-barang yang
merusak akal seperti narkotika dan sejenisnya, secara hâjiyyah, ialah dengan
65
mencari ilmu agama dan ilmu umum agar dapat mengetahui barang-barang
yang merusak akal, dan tahsîniyyah ialah dengan memperdalam ilmu yang
lebih luas diperuguruuan tinggi.
Apapun yang dapat merusak akal maka dengan tegas hukum Islam
melarang dan mengharamkanya untuk dikonsumsi dan digunakan seperti
narkotika dan khmar kedua zat tersebut dapat merusak akal maka harus di
cegah dan dimusnahkan. Karena yang demikian dapat merusak kemaslahatan
manusia, akal yang merupakan inti pokok dari kehidupan manusia tanpa akal
manusia tidak dapat mengetahui yang halal dan yang haram dan tanpa akal
manusia tidak bisa berhubungan dengan baik kepada manusia lainya, Maka
dalam maqashid syari’ah menjaga akal termasuk tingkatan darûriyyah (inti
pokok). Narkotika adalah jenis zat yang dapat merusak akal sama halnya
dengan khamr yang apabila dikonsumsi dapat merusak akal Cuma berbeda
jenisnya saja tetapi sifatnya sama, sama-sama memabukan. Allah SWT
berfirman dalam Al-Quran tentang pelarangan khamr zat yang dapat
merusak akal. Q.S Al - Maidah ayat 90
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.( Q.S Al -Maidah ayat 90)
66
Menurut hukum Islam, istilah narkotika atau narkoba dalam konteks
hukum Islam, tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an dan sunnah,
dalam Al-Qur’an hanya dikenal dengan penyebutan istilah khamr. Tetapi karena
dalam teori ilmu usul fiqh, bila suatu hukum belum ditentukan statusnya dalam
syariat maka bisa diselesaikan dengan metode qiyas (analogi hukum). Pondasi
perundang-undangan berdasarkan kepada kaidah سدافمال ؤردو المصالحجلب
(menarik kemaslahatan menolak kerusakan dan bahaya).
2. Adapun analisis yang digunakan dalam maqȃsid syarȋ’ah dalam undang-
undang narkotika adalah menggunakan kaidah yang berbunyai “menolak
bahaya menarik kemaslahatan.” Kemaslahatan didunia dan kemaslahatan
diakhirat. Dalam UU No. 35 tahun 2009 pasal 1 berbunyi sebagai berikut :
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis
maupun simistesis, yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangakan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan.
Dalam penjelasan UU No. 35 tahun 2009 tersebut, mendefinisikan tentang
narkotika sebagai berikut: narkotika merupakan zat atau obat yang sangat
bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan
dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau
masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika
67
disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat
mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai
budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan
nasional.
Melihat definisi diatas sangat bertolak belakang dengan tujuan maqȃsid
syarȋ’ah yang menjaga dan melindungi inti pokok yang lima untuk mewujudkan
kemasahatan di dunia dan diakhirat, apapun yang merusak lima pokok tesebut
maka itu tidak dibenarkan dalam maqȃsid syarȋ’ah narkotika adalah zat yang
sangat berbahaya bahkan lebih berbahaya dari khamr. Dilihat dari tujuan dan
ruang lingkupnya UU No. 35 Tahun 2009 tidak menolak adanya narkotika
bahkan dipelihara dan dijaga ketersediaanya. Meskipun dalam Undang-Undang
tersebut narkotika dijaga jangan sampai dislahgunakan namun pada kenyataanya
dimasyarakat narkotika beredar pesat, hal inilah yang dapat merusak
kemaslahatan hidup manusia.
Menolak kemudhorotan lebih diutamakan daripada mendapatkan
kemaslahatan, narkotika dalam UU No. 35 tahun 2009 dapat digunakan sebagai
obat penyembuh penyakit, tetapi disi lain akan menimbulkan kemudhorotan.
Maka dengan tegas hukum Islam menolak bentuk yang dapat menimbulkan
kemodhorotan atau bahaya. UU narkotika dan maqȃsid syari’ah mempunyai
persamaan dalam hal pencegahan narkotika yang dapat mesrusask kemaslahtan
68
hidup manusia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam UU narkotika
melindungi ketersediaan narkotika.
B. SARAN SARAN
1. Para penegak hukum diharapkan lebih objektif dalam menyelsaikan tindak
pidana penyalahgunaan narkotika dan para hakim dalam menjatuhkan suatu
pidana harus lebih mempertimbangkan lagi pemidanaan apa yang pantas
dijatuhkan terhdap pelaku, agar suatu pemidanaan sejalan dengan tujuan
yaitu : pendidikan, pencegahan, dan perbaikan.
2. Kepada pemerintah harus lebih giat lagi untuk mensosilisasikan terhadap
Undang-Undang narkotika No. 35 kepada masyarakat yang sampai saat ini
masyarakat masih ada yang belum mengetahuinya, dan para pembuatan
Undang-Undang haruslah melihat lebih dalam lagi dari segi asfek
kemanusiaan. Karena zat narkotika ini adalah zat yang sangat berbahaya bagi
manusia
3. Kepada para orang tua, guru, ulama, tokoh masyarkat hendaknya lebih
mengawasi dan membina para pemuda dan warga disekitarnya agar tidak
memakai zat narkotika dan terciptananya masyarakat yang madani
69
DAFTAR PUSTAKA
‘Audah, Abdul Al Qâdir, al - Tasyrî’ al - jinâ’ȋ al- Islȃmȋ Muqȃranan Bi al –
Qȃnȗn al Wad’ȋ, Beirut : Mu’assasat Al-Risȃlah, 1996
Adimyati, Muhammad Syato I’ânah al- Tâlibîn, Bandung : Maktabah Syirkah
ma’arif,T.Th
Al – Zuhaili, Wahbah, al- Fiqh al- Islȃmî Wa Adillatuh, Jakarta : Gema Insani,2011
Al Faruq, Asadulloh, Hukum Pidana Dalam Sisitem Hukum Islam, Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia, 2009
Al Hasari, Ahmad, Al- Siyȃsah al-Jaza’iyyah Fȋ al–Fiqh al-Islȃmȋ Beirut: Dar Al
Jail, 1413/ 1993
Al Mursi Husain Jauhar, Ahmad, maqashid syari’ah, Jakarta: Amzah Bumi Aksara,
2009
Al Shanany, Al Sayyid Al Imam Muhammad bin Ismail Al Kahlany, Subul al-Salâm,
Bandung: Dahlan, 1186
Ali, Daud, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : PT
Raja Grafindo Perseda, 2004
Al-Nasa’i, Sunan al-Nasâ’î , Beirut : Dar Al-Marifa, t,th
Al-Qardhawi, Yusuf, Fiqh Maqȃsid Syarȋ’ah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2007
Al-Syatibi, Abu Ishaq, al-Muwâfaqȃt, Darul Ma’rifah, Bairut, 1997
Al-syatibi, al-Muwâfaqȃt Fȋ Usȗl al-Syarî’ah, Juz I, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah:
Beirut, 2003
Apandi, Yusuf, Katakan Tidak Pada Narkoba, Bandung: Simbiosa Rekatama Media
2010, T.Th
Arrukbani, Abdullah Ali, al-Nazariyyat al-‘Amah Li Itsbât Mûjibah al-Hudȗd,
Beirut: muasasah ar-risalah , 1981
Azl– Zuhaili, Wahbah, Usȗl al - Fiqh al - Islȃmȋ, Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986
B. Asitanggang, Pendidikan Pencegahan Penyalahgunan Narkotika, Jakarta : Karya
Utama, 1981
70
Baraza, Lutfhi, Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Narkoba, Makalah dalam
Seminar Narkoba di Smk IPTEK, Jakarta, T.Th
Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,T,th
Haitami, Ibnu Hajar, Tufah al- Muhtâj Beirut Lebanon: Dar Kutub Ilmiah, 2010
Hakim, Rahmat, Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), Bandung: Pustaka Setia, 2000
Hamzah, Andi dan RM , Surahman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika (Jakarta:
Sinar Grafika, 1994
Haq,Hamka, Al Syatibi Aspek Teologis Konsep Mashlahah Dalam Kitab al-
Muwâfaqȃt, Penerbit Erlangga,T.Th
Haroen, Nasrun, Usul Fiqh I, Ciputat : Logos Publishing House, 1996
Hawari, Dadang, Konsep Islam Memerangi AIDS dan Naza, Yogyakarta: Dhanabakti
Pramsaya, 1997
Imam Adz Dzahab, Dosa Dosa Besar, (Solo : Pustaka Arafah,T.Th)
Jaya Bakri, Asafri, Konsep Maqasid Syari’ah Menurut al- Syatibi, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1996
Joewana, Satya, Gangguan Zat Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lainya, Jakarta:
Karisma Indonesia, 1986
Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Usȗl Fiqh, Kuwait: Darul Qalam, 1992
Lihat’’ kata pengantar ‘’Dalam Undang Undang Narkotika & Psikotropika, Jakarta:
Sinar Grafika, 1999
M Moelyono, Anton, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988
Ma’ruf, M. Ridha,Narkotika Masalah dan Bahayanya, Jakarta: Cv Marga Jaya, 1976
Ma’sum, Sumarno, Penanggulangan Bahaya Narkoba, Jakarta : CV Mas Agung,
1987
Mabes Polri Petunjuk Penanggulangan penyalahgunaan Narkotika, Jakarta 1989
Mahdiah, Hak Asasi Manusia Untuk Anak Usia Sekolah Korban Narkoba, TT:
direktorat Jendaral Pelindungan HAM, Departeman Kehakiman dan HAM RI,
2002
71
Malik Kamal,Abu Bin As-Sayid Salaim, Sahîh Fiqh Sunnah, (Jakarta: Pustaka
Azzam,2007
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana
Nasional, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008
MUI, Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia Sejak 1975, (Jakarta: Erlangga,
2003), h. 763
Munawir, Ahmad Warson, Kamus Bahasa Arab Indonesia, Yogyakarta, Pustaka
Proggresif : 1997
Muslich, Ahamd Wardi, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam, Fikih Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, 2004
Nurwijaya,Hartati dan Ikawati, Zullies, Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah
Kecanduan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009
Penjelasan Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009.
Poernomo, Bambang, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi
Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara , T.Th
Pribadi, Herlina, Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba, Pedoman
bagi Orangtua, dan Penyuluh Masyarakat, Jakarta: Cakra Media, 2007.
Qorib, Ahmad, Usul Fikih 2, Jakarta :PT. Nimas Multima, 1997
Rahman Al-Jazri,Abdu al- Fiqh ‘Alâ Madzȃhib al-Arba’ah, Al-Azhar Mesir : Dȃrul
Bayȃn A’rabi,2005
Samin, Sabri, Pidana Islam Dalam Politik Hukum Indonesia, Ciputat: Ciputat Kolam
Publishing, 2008
Santoso, Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani Prees, 2003
Shihab, Muhammad Qurais, Tafsir Al Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Quran, Jakarta: Lentera Hati, 2007
Soeharno, Perang Total Melawan Narkotika, Surabaya: Yayasan Generasi Muda,
1985
Sopyan, Ahmadi, Narkoba Mengincar Anak Muda,Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007
Sopyan,Yayan, Tarikh Tasyri Sejarah Pembentukan Hukum Islam, Depok : Gramata
Publishing, 2010
72
Sudiro, Mashuri, Hukum Islam Melawan Narkoba, Yogyakarta: Madani Pustaka
Hikmah, 2000
Sujono, AR. dan Bony Daniel, Komentar & Pembahasan Undang- Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Jakarta : Sinar Grafika 2011
Taimiyah, Ibnu,al-Siyȃsah al-Syar’ iyyah Fȋ Islâh al-Ra’î Wa al- Ra’iyyah, Beirut :
Dar Al-Alfikr Al-Lubani, T. Th
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia Jakarta:
penerbit Djambatan, 1992
Yaqub, Ali Mustafa, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetik
Menurut Al-Quraan Hadist Jakarta: Pirduas , 2008
Zahra, Muhammad Abu, Usȗl Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2010