manzil (tanda yg terlupakan
TRANSCRIPT
Manzil (Tanda yang Terlupakan)
Tuesday, 27 July 2010 16:18
Penulis : Gus AA
Pembagian dalam Al-Qur’an yang paling besar adalah Manzil. Menurut bahasa Arab, Manzil
berarti bangunan/rumah. Tentu saja bangunan atau rumah ini berbeda gedung bertingkat atau
rumah mewah atau bangunan lainnya. Sebagaimana layaknya sebuah
memiliki sebuah pondasi dan konstruksi yang kuat, sehingga bangunan itu tidak mudah rusak
ataupun roboh. Dalam Al-Qur’an, manzil dibagi menjadi tujuh bagian. Menurut berbagai
literatur, pembagian manzil ini bertujuan agar pembacaan Al
jadi manzil tidak membahas pokok permasalahan tertentu.
pembagian manzil dibagi tujuh?
Mazil terdiri dari tujuh. Bisa dibilang, angka tujuh memiliki keistimewaan. Mulai dari langit
tujuh lapis, tujuh hari dalam satu minggu, sampai thawaf tujuh putaran.
adalah mengkorelasikan angka tersebut kepada variabel Al
surah, maka surah ke-7 adalah Al
Tak diragukan lagi bahwa Al-Qur’an merupakan kitab tertinggi dan penyempurna kitab
yang pernah ada. Al-‘Araaf adalah surah ke
dijumlahkan dengan total ayat, maka hasilnya adalah 7 + 206 = 213. Apakah makna angka 21
Sebelum menjawab pertanyaan ini, akan kita kaji terlebih dahulu variabel lain dalam Al
yang memiliki nilai tujuh.
Setelah variabel surah, ada variabel lain Al
adalah surah Al-Fatihah dan Al-Ma’uun
Surah Al Fatihah memiliki banyak keutamaan, terutama dalam shalat. Dalam hadits qudsi
diterangkan tentang keistimewaan Al
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya pada bab
Fatihah Fii Kulli Rak’atin”, juz III hal 12 pada catatan pinggir kitab Al Qasthalani. Dikabarkan
oleh Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali, dari Sufyan bin Uyainah, dari Al Ala’ bin Abdurrahman,
dari ayahnya, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Saw., b
“Barang siapa mengerjakan shalat tanpa membaca Ummul Quran (Al
shalatnya kurang, tidak sempurna.” (beliau mengucapkan kalimat ini) sebanyak tiga
kali. Lalu Abu Hurairah ditanya,”Sesungguhnya kami (mengerjakan shalat) berada
dibelakang imam.” Abu Hurairah menjawab,” Bacalah Ummul Quran di dalam hatimu
sendiri! Karena sesungguhnya kami mendengar Nabi Saw. bersabda,”Allah Azza wa
Jalla berfirman ; ”Aku telah membagi Al
Manzil (Tanda yang Terlupakan)
Qur’an yang paling besar adalah Manzil. Menurut bahasa Arab, Manzil
berarti bangunan/rumah. Tentu saja bangunan atau rumah ini berbeda gedung bertingkat atau
rumah mewah atau bangunan lainnya. Sebagaimana layaknya sebuah bangunan tentu saja
memiliki sebuah pondasi dan konstruksi yang kuat, sehingga bangunan itu tidak mudah rusak
Qur’an, manzil dibagi menjadi tujuh bagian. Menurut berbagai
literatur, pembagian manzil ini bertujuan agar pembacaan Al-Qur’an selesai dalam tujuh hari,
jadi manzil tidak membahas pokok permasalahan tertentu. Lantas, apa makna atau filosofi
Mazil terdiri dari tujuh. Bisa dibilang, angka tujuh memiliki keistimewaan. Mulai dari langit
is, tujuh hari dalam satu minggu, sampai thawaf tujuh putaran. Langkah selanjutnya
adalah mengkorelasikan angka tersebut kepada variabel Al-Qur’an. Jika dikorelasikan dengan
7 adalah Al-‘Araaf, artinya tempat tertinggi.
Qur’an merupakan kitab tertinggi dan penyempurna kitab
‘Araaf adalah surah ke-7 dengan jumlah ayatnya 206. Apabila urutan surah
dijumlahkan dengan total ayat, maka hasilnya adalah 7 + 206 = 213. Apakah makna angka 21
Sebelum menjawab pertanyaan ini, akan kita kaji terlebih dahulu variabel lain dalam Al
Setelah variabel surah, ada variabel lain Al-Qur’an yaitu ayat. Surah yang memiliki tujuh ayat
Ma’uun. Kita akan membahas kedua surah tersebut satu per satu.
Surah Al Fatihah memiliki banyak keutamaan, terutama dalam shalat. Dalam hadits qudsi
diterangkan tentang keistimewaan Al-Fatihah.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya pada bab “Wjujubu Qiraa’ati Al
, juz III hal 12 pada catatan pinggir kitab Al Qasthalani. Dikabarkan
oleh Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali, dari Sufyan bin Uyainah, dari Al Ala’ bin Abdurrahman,
dari ayahnya, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Saw., beliau bersabda ;
“Barang siapa mengerjakan shalat tanpa membaca Ummul Quran (Al-Fatihah), maka
shalatnya kurang, tidak sempurna.” (beliau mengucapkan kalimat ini) sebanyak tiga
kali. Lalu Abu Hurairah ditanya,”Sesungguhnya kami (mengerjakan shalat) berada
dibelakang imam.” Abu Hurairah menjawab,” Bacalah Ummul Quran di dalam hatimu
sendiri! Karena sesungguhnya kami mendengar Nabi Saw. bersabda,”Allah Azza wa
Jalla berfirman ; ”Aku telah membagi Al-Qur’an separuh-separuh antara Aku dan
Qur’an yang paling besar adalah Manzil. Menurut bahasa Arab, Manzil
berarti bangunan/rumah. Tentu saja bangunan atau rumah ini berbeda gedung bertingkat atau
bangunan tentu saja
memiliki sebuah pondasi dan konstruksi yang kuat, sehingga bangunan itu tidak mudah rusak
Qur’an, manzil dibagi menjadi tujuh bagian. Menurut berbagai
Qur’an selesai dalam tujuh hari,
Lantas, apa makna atau filosofi
Mazil terdiri dari tujuh. Bisa dibilang, angka tujuh memiliki keistimewaan. Mulai dari langit
Langkah selanjutnya
Qur’an. Jika dikorelasikan dengan
Qur’an merupakan kitab tertinggi dan penyempurna kitab-kitab
7 dengan jumlah ayatnya 206. Apabila urutan surah
dijumlahkan dengan total ayat, maka hasilnya adalah 7 + 206 = 213. Apakah makna angka 213?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, akan kita kaji terlebih dahulu variabel lain dalam Al-Qur’an
Qur’an yaitu ayat. Surah yang memiliki tujuh ayat
. Kita akan membahas kedua surah tersebut satu per satu.
Surah Al Fatihah memiliki banyak keutamaan, terutama dalam shalat. Dalam hadits qudsi
u Qiraa’ati Al
, juz III hal 12 pada catatan pinggir kitab Al Qasthalani. Dikabarkan
oleh Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali, dari Sufyan bin Uyainah, dari Al Ala’ bin Abdurrahman,
Fatihah), maka
shalatnya kurang, tidak sempurna.” (beliau mengucapkan kalimat ini) sebanyak tiga
kali. Lalu Abu Hurairah ditanya,”Sesungguhnya kami (mengerjakan shalat) berada
dibelakang imam.” Abu Hurairah menjawab,” Bacalah Ummul Quran di dalam hatimu
sendiri! Karena sesungguhnya kami mendengar Nabi Saw. bersabda,”Allah Azza wa
separuh antara Aku dan
hamba-Ku. Dan hamba-Ku berhak mendapatkan apa yang dia minta. Jika ada seorang
hamba berkata, Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamin (artinya segala puji bagi Allah, semesta alam) , maka Allah Azza wa Jalla, berfirman, Hamba-Ku telah memuji-Ku,
jika dia berkata, Arrahmaanir rahiim (artinya : Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang), maka Allah Azza wa Jalla berfirman, Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.
Jika dia berkata, Maliki yaumid-din‘Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin (artinya : hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan). Maka Dia berfirman, (ayat) ini merupakan (bukti adanya
hubungan) antara Aku dan hamba-Ku. Dan hamba-Ku berhak mendapatkan apa yang
dia minta.Jika dia berkata, Ihdinash-shiraathal mustaqim,. Siraathal-ladzinaa an’amta ‘alaihim gahiril maghdhuubi ‘alaihimm waladh-dhaaliin (artinya : Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau
anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) mereka yang sesat), (artinya : mengusai hari pembalasan), maka Allah
berfirman, Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Allah kembali berfirman, Hamba-Ku
telah menggantungkan urusannya kepada-Ku. Jika seorang hamba berkata, maka
Allah berfirman, (apa yang telah disebutkan) ini semuanya untuk hamba-Ku berhak
mendapatkan apa yang dia minta.”
Dari hadits qudsi ini akan dikorasikan dengan makna dari angka 213 (hasil penjumlahan surah
ke-7 dengan jumlah ayatnya (7 + 206 = 213)), baris dan surah Al-Fatihah. Lihat Ilustrasi 1
Ilustrasi 1
Keterangan : Halaman 2 Al-Qur’an berisi surah Al-Fatihah dan menempati enam baris.
Pembagian 2, 1 dan 3 baris ini sesuai dengan hadits qudsi tentang pembagian Al-Fatihah. Dua
baris pertama berisi tiga ayat (ayat 1 sampai dengan 3). Tiga ayat inilah yang difirmankan dalam
hadits qudsi ayat untuk Allah. Baris ketiga berisi satu ayat (ayat ke-4). Ayat inilah yang
menyatakan adanya hubungan antara Allah dan manusia atau dengan kata lain ayat ini untuk
Allah dan manusia. Baris terakir berisi ayat 5 sampai dengan 7, difrimankan bahwa ayat ini
untuk manusia.
Bila kita mengkaji lebih jauh, betapa akuratnya Al-Qur’an dengan korelasi yang sangat
menakjubkan. Seandainya Al-‘Araaf tidak ditempatkan pada urutan surah ke-7, sangat mustahil
kita mendapatkan penjelasan ini. Begitu juga dengan jumlah ayatnya. Disisi lain, juga
menguatkan bukti bahwa format dalam Al-Qur’an tidak hanya sebagai pelengkap atau sebatas
memperindah tampilan Al-Qur’an.
Bagaimana tidak, bila ayat dan barisnya tidak ditempatkan sedemikian rupa, mustahil kita bisa
mendapatkan keakurasian tentang hubungan hadits qudsi dengan format halaman dan baris pada
surah Al-Fatihah. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, perhatikan ilustrasi halaman 2
Al-Qur’an dengan menggunakan format Al-Qur’an standar departemen agama.
Ilustrasi 2
Keterangan : Halaman 2 Al-Qur’an format standar Depag sangat berbeda dengan Al-Qur’an
format Taj Company. Pada halaman ini berisi tujuh ayat surah Al Fatihah yang menempati tujuh
baris. Sedangkan ayat satu adalah Basmalah dan menyatu dalam format barisnya (bandingkan
dengan ilustrasi 1). Dengan format seperti ini tentu kita akan kesulitan untuk menterjemahkan
hadits qudsi tentang pembagian Al-Fatihah dan kaitannya dengan format Al-Qur’an.
Dalam hal ini kita tidak mencari sebuah pembenaran atau menyalahkan format selain yang
dijadikan sebagai dasar kajian FSQ, namun hanya memberikan sebuah gambaran bahwa format
Al-Qur’an bisa memberikan pesan penting. Tidak menutup kemungkin dengan format yang lain
(selain Al-Qur’an format 18 baris terbitan Taj Company), bisa memberikan pesan yang tak kalah
pentingnya. Paling tidak, penjelasan ini bisa memberikan sumbangan pemikiran akan pentingnya
sebuah cetak format Al-Qur’an. Wallahu’alam bi shawwab
Selain Al-Fatihah, surah dalam Al-Qur’an yang meiliki tujuh ayat adalah Al-Ma’uun, artinya
barang-barang yang berguna. Pendefinisan tentang arti dari Al-Ma’uun sudah dimulai pada era
sahabat. Hal ini terbukti dari tafsir Ibnu Katsir, menerangkan bahwa Ali bin Abi Thalib,
sebagaimana yang diriwayatkan dari Mujahid dan Abu Shalih, berpendapat bahwa makna Al-
Ma’uun ialah Zakat.
Sedangkan Al-Ma’un menurut Abdullah bin Mas’ud ra. ialah harta benda yang sering diberikan
orang berupa kampak, ember, gayung dan lain sebagainya. Sedangkan Ibnu Abbas ra.
mengatakan arti Ma’uun ialah perhiasan rumah. Imam Ibrahim An Nakha’i, Said bin Jabir, Abu
Malik berpendapat, makna Ma’uun disini ialah perhiasan yang masih polos, belum ada yang
memilikinya.
Ikrimah mengatakan inti dari dari Ma’uun ialah zakat mal, kemudian yang batas tafsiran yang
paling rendah ialah sabit, ember, jarum. Kemudian beliau mengambil jalan tengah, bahwasanya
sejumlah tafsiran yang ada kembali ke satu kesimpulan yaitu, makna Ma’un tak lain ialah
mengekang bantuan harta atau suata jasa.
Menarik untuk disimak adalah pendefinisian Ma’uun menurut Ibnu Abbas. Ma’uun didefinisan
sebagai perhiasan rumah. Menilik arti manzil, definisi ini dirasa tepat, sebab manzil memiliki arti
rumah. Secara tidak langsung, manzil juga turut “menghiasi” Al-Qur’an. Lantas dengan apakah
kita “menghiasi” rumah (manzil)?.
Ada sebuah hadits yang berkaitan dengan rumah dan bagaimana menghiasinya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata : " Rasulullah SAW bersabda : " janganlah kamu
menjadikan rumahmu layaknya kuburan" (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra berkata : " Rasulullah Saw. bersabda : " hendaknya
kalian melaksanakan shalat sunah di rumah kalian dan jangan kamu jadikan rumah kalian
layaknya kuburan".
Dari hadits ini dapat dipahami bahwa menghiasi rumah kita dalam arti sesungguhnya bukan
berarti menempelkan lukisan atau kaligrafi ayat-ayat suci Al-Qur’an, melainkan membaca Al-
Qur’an. Entah itu tadarus, membaca juz atau membaca surah-surah dalam Al-Qur’an bahkan
dengan shalat, baik fardlu maupun yang sunah.
Pencantuman atau pembagian manzil juga memberikan pengertian bahwa kita juga dituntut
untuk mengiasi rumah (manzil) dengan jalan membaca dan mempelajarinya. Inilah salah satu
pentingnya sebuah variabel Al-Qur’an. Sayangnya, variabel ini sering kali dihilangkan (lihat
ilustrasi 3).
Ilustrasi 3
Keterangan : Halaman 2 Al-Qur’an format standar Depag (kiri) berbeda dengan Al-Qur’an
format Taj Company (kanan). Al-Qur’an standar Depag menghilangkan tata Al Manzil dan
penulisan manzil 1. Al-Qur’an yang menjadi dasar kajian masih mencantumkan kata (lingkaran
1) dan memberikan keterangan bahwa Al Fatihah merupakan surah yang menandakan
dimulainya manzil 1 (lingkaran 2).
Berdasarkan Al-Qur’an terbitan Taj Company, Pakistan, Al-Qur’an dibagi atas tujuh Manzil,
dengan pembagian sebagai berikut ;
1. Manzil I : QS Al-Fatihah (1) s/d QS An-Nisaa (4)
2. Manzil II : QS Al-Maidah (5) s/d QS At-Taubah (9)
3. Manzil III : QS Yuunus (10) s/d QS An-Nahl (16)
4. Manzil IV : QS Al-Isra’ (17) s/d QS Al-Furqan (25)
5. Manzil V : QS Asy-Syu’araa (26) s/d QS Yasin (36)
6. Manzil VI : QS Ash-Shaffat (37) s/d QS Al-Hujurat (49)
7. Manzil VII : QS Qaaf (50) s/d An-Naas (114)
Menurut data surah-surah di atas, jelaslah bahwa pembagian atau perpindahan manzil ini bukan
berdasarkan surah ataupun juz. Sunguh disayangkan, sejarah tentang pembagian Al-Qur’an
dibagi kedalam tujuh Manzil ini belum jelas, siapa dan apa yang menjadi alasan pembagian
tersebut. Tentulah seseorang yang membagi menjadi tujuh manzil ini mempunyai alasan
tersendiri.
Bila dikaitkan bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam “tujuh huruf”, sepertinya manzil ini juga
memiliki relevansi karena membagi Al-Qur’an menjadi tujuh manzil (banyak sekali penafsiran
tentang tujuh huruf). Menarik untuk diamati adalah manzil ke-7 (lihat di atas), manzil ketujuh
dimulai dari surah Qaaf sampai dengan An-Naas.
Sekarang lihat kembali jawaban para sahabat ketika ditanya oleh Rasul Saw, ketika ditanya
bagaimana mereka membagi Al-Qur’an, yaitu ” Tiga, lima, tujuh, sembilan, sebelas, tiga belas
dan kelompok mufashal dari Qaaf hingga tamat. Pada manzil terakhir (manzi ke-7)
pembagiannya sama, yaitu dari Qaaf sampai dengan An-Naas. Ini juga merupakan bukti bahwa
pembagian manzil memiliki alasan bukan secara sembarangan.
Ilustrasi 4
Mengacu pada ilustrasi 3.12, manzil terbagi menjadi dua bagian (bagian I dan II). Pembagian ini
didasari atas pertalian antar juz, dimana juz sebelumnya bertalian dengan juz setelahnya.
Artinya, satu juz tidak terbagi dalam dua manzil. Misalnya, juz enam terbagi menjadi dua manzil
(manzil satu dan dua), juz 11 terbagi oleh manzil 2 dan 3 dan seterusnya, dan berhenti pada juz
14 , karena juz 14 tidak terbagi atas dua manzil (juz 14 sepenuhnya berada pada manzil 3). Inilah
yang disebut Manzil bagian pertama.
Bagian pertama terdiri dari 3 manzil yang berisi 16 surah, yaitu dari surah Al-Fatihah sampai
dengan An-Nahl. Pada manzil bagian I (manzil 1, manzil 2 dan manzil 3) terdapat 16 surah. Pada
manzil Bagian Dua, dimulai dari surah Al-Isra’ sampai dengan An-Naas. Manzil bagian dua ini
terdiri dari manzil 4, manzil 5, manzil 6 dan manzil 7, keseluruhannya terdiri dari 98 surah.
Seperti diketahui bahwa manzil bagian pertama terdiri dari 16 surah dan bagian dua 98 surah.
Untuk selanjutnya, subsitusikan 16 surah tersebut menjadi surah ke-16. Surah ke-16 adalah An-
Nahl. Sedangkan angka ke-98 (jumlah surah pada manzil bagian dua) dikonversi menjadi ayat
ke-98 dari surah ke-16 (An-Nahl). Maka hasilnya adalah QS. An-Nahl (surah ke-16) ayat 98.
Simak Qs. An-Nahl (16) : 98
“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari
setan yang terkutuk”
Ayat 98 pada surah An-Nahl sudah tidak asing bagi umat islam yang sering membaca Al-Qur’an.
Pada ayat itu terdapat kata “ista’idz” yang berarti perintah untuk berlindung kepada Allah Swt.
dari godaan setan yang terkutuk. Sehingga jika perintah berlindung tersebut diwujudkankan
dalam kalimat bahasa arab menjadi “A’uudzu billaahi minas syaitaanir rajiimi” yang artinya:
“aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk”. Selanjutnya, ungkapan itu
dikenal dengan istilah ta’awwudz atau isti’adzah.
Kata ‘Audzu pada kalimat tersebut bisa berubah sesuai dengan subjek yang melafalkannya,
misalnya Na’uudzu, bila subjek atau orang yang berlindung banyak (lebih dari tiga orang).
Berbicara hukum, para ulama berbeda pendapat dalam memahami perintah berlindung pada ayat
di atas. Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan bahwa perintah berlindung tersebut tidak wajib.
Artinya seseorang tidak harus mengucapkan ta’awwudz ketika hendak membaca Al-Qur’an.
Sebagian kecil menyatakan wajib. Bahkan sebagian yang lain cukup membaca ta’awwudz sekali
seumur hidup (untuk lengkapnya baca ta’awudz dan basmalah).
Dari uraian di atas sangat jelas sekali bahwa penentuan manzil memiliki perhitungan tersendiri.
Andai saja jumlah surah dalam satu manzil tidak dibagi sedemikian rupa, mustahil kita akan
mendapatkan nilai di atas. Selain itu, penjabaran tentang manzil ini juga mengingatkan kita
bahwa ucapan “berlindung dari godaan setan yang terkutuk” ketika memulai membaca Al-
Qur’an tidak sekedar melafadzkan saja, melainkan upaya mengenal mengenal Al-Qur’an secara
keseluruhan.
Selain itu, dengan Al-Qur’an lah kita berlindung dari “godaan setan”. Secara otamatis pula,
ketika kita membaca Al-Qur’an kita sudah mendapatkan perlindungan dari Allah Swt. Sekarang
ini terpulang kepada pribadi kita masing-masing bagaimana mensikapi perintah Allah pada surah
An-Nahl ayat 98, apakah meminta perlindungan Allah Swt. dari godaan setan ketika membaca
Al-Qur’an saja?. Sementara itu, justru di saat kita tidak membaca Al-Qur’an, godaan setan
sangat kuat merasuk dalam pikiran dan tindakan kita.