mam makalah islam -...
TRANSCRIPT
Mam
16 Januari2015
MAKALAH ISLAM
Bimas Islam dan Upaya Mengawal
Kebhinekaan di Indonesia
Makalah Islam
Bimas Islam dan Upaya Mengawal Kebhinekaan
di Indonesia
Prof. Dr. Muhammadiyah Amin, M. Ag.
(Sekretaris Ditjen Bimas Islam, Kemenag RI, mantan
Ketua Forum Rektor)
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi akhir-
akhir ini, tantangan kehidupan beragama masyarakat
Islam Indonesia semakin besar. Kualitas kehidupan
beragama masih pada tataran nilai dan simbol-simbol.
Pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai agama
belum terintegrasi secara optimal dalam perilaku sehari-
hari. Hal ini tercermin dengan masih banyaknya perilaku
negatif, seperti tindak kriminalitas, pergaulan bebas,
praktek korupsi, penyalahgunaan NAPZA, praktik
perjudian, dan lain-lain. Demikian juga, fenomena
ketidak-harmonisan keluarga, perselingkuhan,
perkawinan sirri, dan kenaikan angka perceraian terus
meningkat.
Dalam hubungannya dengan kehidupan umat
beragama, fenomena kekerasan atas nama agama atau
berlatar belakang agama masih tetap terjadi. Namun,
berdasarkan catatan Badan Litbang Kemenag RI terakhir
dan beberapa pihak (LSM), pada tahun 2014
menunjukkan trend penurunan atas pelanggaran terhadap
kebebasan beragama. Dibanding periode yang sama pada
dua tahun terakhir, kasus pelanggaran tahun 2014 jauh
menurun. Beberapa peristiwa yang dianggap berpengaruh
pada penurunan tingkat pelanggaran hak beragama antara
lain adanya pemilihan legislatif dan juga pemilihan
presiden. Penurunan juga turut dipengaruhi oleh kiprah
nyata Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin.
Beberapa hal terkait dengan kehidupan beragama
merupakan problem-problem keumatan yang menjadi
tanggung jawab Bimas Islam, Kementerian Agama.
Karena itu, dalam rangka optimalisasi peran Kementerian
Agama dalam melakukan pembinaan umat, pembangunan
bidang agama menjadi salah satu bagian penting dari
program pembangunan nasional. RPJMN 2005-2025
menyebutkan: “Mewujudkan masyarakat berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila”. Kata kunci berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab
merupakan ranah bidang Agama. Dalam hal ini agamalah
yang diharapkan berperan besar dalam membentuk watak
atau karakter bangsa sesuai dengan kata kunci diatas.
Agama memiliki andil besar dalam proses pembentukan
karakter selama diajarkan secara benar.
Tantangan Kebhinekaan
NKRI yang telah dibangun oleh founding father
belakangan ini mendapat tantangan yang serius.
Maraknya radikalisme berbasis agaman ampak identik
dengan perilaku intoleran terhadap perbedaan, ekstrim
dalam menyikapi masalah, dan menjadikan kekerasan
sebagai cara penyelesaian masalah seperti terorisme.
Memang radikalisme di setiap zaman selalu menjadi
common enemy karena selalu menimbulkan berbagai
kerusakan di tengah-tengah masyarakat. Anehnya,
perbedaan hampir selalu menjadi isu utama tumbuhnya
radikalisme. Masih ada sebagian kelompok masyarakat
yang belum bisa menerima arti perbedaan. Akibatnya
perbedaan dipaksa harus melebur dalam satu pemahaman
yang mereka bangun.
Tragedi kekerasan kelompok radikalis juga
meninggalkan pesan bahwa pemahaman merekalah yang
paling benar. Perbedaan pendapat yang seyogyanya
sebuah dinamika kehidupan yang harus didialogkan,
justru menjadi alasan untuk melakukanpemaksaan
pendapat terhadap mereka yang kontra. Di satu sisi
mereka menegaskan pendapatnya, namun di sisi lain
pendapat di luar mereka salahkan. Akibatnya perbedaan
selalu identik dengan kekerasan sebagai jalan keluarnya.
Hal lain yang juga menjadi tantangan kebhinnekaan
adalah kesenjangan sosial sosial antara ulama dan umat.
Saat ini terdapat jarak yang cukup jauh antara idealisme
pemimpin agama dengan kebutuhan riil umat. Dalam
beberapa kasus, tokoh agama sering menampilkan pola
pembimbingan (baca: dakwah) yang tidak menyentuh
dengan problem riil masyarakat. Di antara para pemimpin
agama ada yang mengambil jarak dengan masyarakat.
Status sosial pemimpin agama yang bergelimpangan
materi menjadi penyekat antara dia dengan masyarakat,
terutama masyarakat bawah. Hal ini terlihat dengan tidak
adanya komunikasi yang sejajar antara masyarakat dan
tokohnya. Masyarakat terasa sungkan untuk mengadu,
sementara pemimpin agama pun semakin tidak tahu yang
dibutuhkan masyarakat. Dalam konteks ini terjadi
kekeringan keteladanan dari tokoh agama yang
menjadikan umat semakin “galau” untuk memegangi
nilai-nilai dan ajaran agama.
Selain itu juga karena pengaruh negatif globalisasi
bagi moralitas kebangsaan. Dari ranah publik, kita
menyaksikan berbagai problem kemasyarakatan, baik
sebagai dampak globalisasi maupun degradasi spiritual
akibat tergerus arus zaman. Berbagai masalah terus
berkamupflase, membentuk wajahnya yang baru dan
modern, sehingga sangat sulit bagi kita untuk
mendeteksinya. Sebagai contoh, isu-isu pluralisme sangat
tipis perbedaannya dengan makna kebebasan beragama;
isu aliran sempalan terkaburkan oleh isu kebebasan
beragama; isu terorisme dan radikalisme Islam yang abu-
abu dengan konsep perjuangan dalam Islam (jihad).
Dan yang cukup penting dari itu semua adalah
adanya politik Global yang mengahadapkan vis a vis antar
satu peradaban dengan peradaban lainnya. Ada banyak
konflik di beberapa belahan dunia juga berusaha dibawa
kedalam kehidupan bangsa Indonesianya. Hal ini dapat
dilihat dari adanya kelompok-kelompok yang berafiliasi
terhadap satu kelompok tertentu dalam sebuah konflik di
beberapa negara. Jika dibiarkan, maka bukan tidak
mungkin konflik itu akan masuk dan mempengaruhi pola
hubungan antar masyarakat yang selama ini telah terjalin
dengan damai.
Peran Bimas Islam Dalam Meneguhkan
Kebhinnekaan
Sebagai institusi yang menangani langsung
kehidupan umat Islam, Bimas Islam memiliki tugas yang
besardalam membangun dan membimbing umat Islam
untuk tumbuh dalam bingkai kebhinekaan NKRI. Bimas
Islam dalam tugasnya, bertanggung jawab untuk
membangun pemahaman, penghayatan, dan pengamalan
agama yang rahmatan lil’alamin, ramah dan penuh
dengan kedamaian; bersanding dalam kedamaian dalam
keragaman Nusantara.
Bimas Islam terus mengembangkan 4 (empat)
semangat (ruh): semangat beragama (ruh al-din) sebagai
semangat beragama yang menjunjung tinggi nilai-nilai
spiritualitas; semangat nasionalisme (ruh al-wathaniyah),
mendorong semangat cinta NKRI; semangat kebangsaan
(ruh al-‘ashabiyah), semangat menjaga keragaman
nusantara yang terdiri dari berbagai bahasa, budaya, dan
agama; ruh kemanusiaan (ruh al-basyariyah), semangat
saling menghargai dengan sesama manusia.
Semua persoalan tersebut bukan tak mungkin
ditangani secara efektif dan efisien. Namun, untuk
memaksimalkan tugas dan fungsi, kita dituntut
memberikan pembinaan Islam kepada masyarakat dengan
kebutuhan SDM-SDM yang professional dan
berwawasan luas serta memiliki tingkat spiritual yang
baik. Karena persoalan-persoalan tersebut bukan sekedar
pelibatan fisik dan strategi, melainkan perlu pelibatan
spiritual. Mengapa? Karena dimensi spiritual inilah yang
sesungguhnya akan terus mengisi jiwa untuk senantiasa
optimis dalam melihat persoalan. Dengan kata lain,
dibutuhkan sosok pegawai yang berwawasan luas dan
professional, juga memiliki visi ketuhanan dalam setiap
langkahnya.
Wujud kontribusi Kementerian Agama, khususnya
Bimas Islamdalam menjaga kebhinnekaan, diantaranya:
Penanggulangan Pengaruh ISIS di Indonesia
Keberadaan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS)
diyakini telah mempengaruhi gerakan jihad
diIndonesia. Pihak otioritas dengan jelasa menyebut
adanya keterlibatan WNI dalam gerakan ISIS, dan
belakangan muncul video ancaman melalui internet
dari pasukan ISIS asal Malang; adanya sebagian umat
Islam Indonesia yang mengangkat sumpah dan berjanji
setia kepada ISIS; serta tumbuhnya benih-beninh
gerakan ini di sejumlah daerah, semakin meneguhkan
ancaman bahaya ISIS semakin kuat. Sehingga upaya
menangkal gerakan ISIS telah dilakukan dengan cepat
dan serius.
Pada tanggal 9 Agustus 2014, Ditjen Bimas Islam
memprakarsai Silaturrahmi Nasional Pimpinan Ormas
Islam dengan Menteri Agama. Hasil dari pertemuan
tersebut menyatakan bahwa ideologi Islamic State of
Iraq and Syiria (ISIS) bertentangan dengan ideologi
Pancasila. Cara-cara radikal dan kekerasan dalam
memperjuangkan negara Islam di Iraq dan Suriah,
cermin nyata bahwa organisasi ini berpaham radikal
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam
sebagai agama rahmatan lil’alamin. Menteri Agama
menegaskan, dalam menyikapi isu ISIS, seluruh umat
Islam Indonesia dan ormas Islam harus
mengedepankan semangat ukhuwah Islamiyah dan
kerukunan nasional. Umat Islam dan segenap kekuatan
bangsa tidak boleh terpecah-belah dan terjebak dalam
strategi adu-domba yang dapat merugikan kepentingan
umat yang lebih besar.
Penanganan Kasus Syiah Sampang, Madura
Konflik Syiah Sampang, Madura, termasuk masalah
keummatan yang sangat pelik. Berbagai upaya telah
dilakukan, namun hingga kini belum mendapat titik
terang penyelesaian. Bahkan, Menteri Agama,
Lukman Hakim Saefuddin, mengunjungi kampung
yang dulunya menjadi tempat tinggal pengikut Syiah
di Desa Karanggayam, Kecamatan Omben.
Kedatangan Menag kemudian melakukan pertemuan
di aula SUN Karanggayam dan menanyakan langsung
perihal pengikut Syiah yang dipimpin Tajul Muluk.
Menag berharap pengikut Tajul yang kini masih berada
di Rusunawa Sidoarjo itu bisa dipulangkan ke desa
masing-masing dan hidup tenteram damai lagi dengan
warga Karanggayam lainnya. Sayangnya, warga dan
tokoh di Karanggayam belum mau menerima
kepulangan pengikut Tajul jika belum kembali pada
ajaran semula. Posisi Kementerian Agama seperti jelas
cukup dilematis. Di satu sisi jika pengikut Tajul Mulk
enggan melepaskan ajaran Syiah, dan warga menolak.
Sementara pada sisi yang lain, pengikut Tajul Mulk
belum tentu mau melepaskan paham keagamannya.
Hal ini dipersulit dengan fatwa MUI Jawa Timur
bahwa Syi’ah Sampang merupakan aliran sesat.
Penanganan JAI Tasikmalaya (Jabar) dan NTB
Pada tahun 2013 dan 2014, Kementerian Agama, cq.
Ditjen Bimas Islam mendapat tugas dari Kementerian
POLHUKAM agar terlibat aktif dalam penyelesaian
JAI, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB). Di Tasikmalayan, Kementerian Agama telah
melakukan pembinaan kepada pengikut JAI dan
memberikan bantuan modal usaha, rumah ibadah, dan
Majelis Taklim. Sedangkan penanganan JAI di NTB,
Kementerian Agama pada bulan Juni dan September
2014 telah mensosialisasi SKB tentang JAI di 10
Kabupaten se-provinsi NTB. Bersamaan dengan itu,
Kanwil Kemenag NTB juga melakukan pendekatan
secara terus menerus dan berkoordinasi dengan seluruh
kekuatan umat, khususnya ulama, pimpinan Ormas
Islam, aparat Pemda, dan Penyuluh Agama Islam agar
tidak melakukan tindakan anarkhis dan sepihak yang
dapat merusak hubungan antar umat beragama.
Penanganan Paham Menyimpang
Rasul Baru bernama Cecep Solihin menyebarkan
paham keagamaan yang dinilai menyimpang dari
mainstream kembali terjadi pada kasus Rasul baru di
Bandung, tepatnya di Jalan Cinta Asih Kelurahan
Samoja Kecamatan Batununggal Kota Bandung, Jawa
Barat.
Kini, Cecep telah menyatakan bertaubat dan para
jamaah yang semula enggan pulang ke rumah, setelah
dilakukan upaya persuasi, akhirnya mau kembali ke
rumahnya masing-masing. Kementerian Agama
melalui peran penyuluh agama berupaya menggiatkan
penyuluhan agar masyarakat tidak terjerumus
mengikuti paham-paham yang menyimpang. Para
penyuluh juga telah disediakan modul agar
menjalankan tugasnya untuk meminimalisir paham-
paham yang dinilai keluar dari ajaran mainstream.
Ikhtiar mengatasi problem paham keagamaan.
Ditjen Bimas Islam telah melakukan berbagai upaya-
upaya pencegahan melalui sinergitas dengan stake-
holder, seperti Ormas Islam, DKM, Lembaga Sosial
Keagamaan,Majelis Ta’lim, dan lainnya. Upaya ini
agar umat tidak mudah disusupi paham keagamaan
radikal atau paham-paham yang menyimpang. Melalui
lembaga keagamaan, khususnya Majelis Taklim,
diharapkan mampu mengajarkan Islam yang damai.
Peran penting lainnya adalah bahwa majelis ta’lim
mayoritas diikuti oleh jamaah ibu-ibu sehingga
diharapkan mampu mempersiapkan generasi muslim
dengan pemahaman keagamaan yang moderat dan
damai. Peran ibu yang menjadi madrasah al-ula
(pendidikan pertama) bagi anak-anaknya berperan
besar dalam membentuk pemahman dan sikap
keberagamaan inklusif.
Upaya yang sama juga dilakukan melalui
pemberdayaan takmir masjid dan mushala. Mereka
diharapkan mampu menjadi jembatan dalam
mengkomunikasikan segala persoalan yang muncul di
tengah masyarakat, terutama kemunculan gerakan
radikal dalam keagamaan. Ta’mir masjid dan mushala
merupakan tokoh agama yang langsung berhadapan
dengan umat dan hidup di tengah-tengah mereka serta
berperan melakukan pelayananan keagamaan. Dengan
peran strategis ta’mir masjid dan mushala diharapkan
mampu meminimalisir dan memfilter paham
keagamaan radikal dan menyimpang yang menjadi
ancaman kebhinnekaan bangsa.
Sumber: bimasislam.kemenag.gi.id-informasi-opini