malformasi anorektal letak tinggi
TRANSCRIPT
MALFORMASI ANOREKTAL LETAK TINGGI
I. PENDAHULUAN
Malformasi anorektal terdiri dari spektrum penyakit yang luas dan
ditandai oleh abnormalnya pembukaan anal. Malformasi anorektal ini
ditemukan pada anak laki-laki dan perempuan yang merupakan kelainan
kongenital pada bayi baru lahir yang disebabkan tidak sempurnanya
perkembangan anus dan rektum. Pada kelainan ini ditemukan juga hubungan
antara anus atau rektum dengan organ lain seperti vagina, uretra, dan vesika
urinaria. Kelainan bawaan pada anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriologik; sementara kelainan
bawaan pada rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka mejadi
rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai gangguan
perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.1,2
II. EPIDEMOLOGI
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah
1 dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak
ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan
kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula
perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang
paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular
dan fistula perineal. Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester
menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak
ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.3,4,5
III. EMBRIOLOGI, ANATOMI, DAN FISIOLOGI
1
Embriologi
Usus terbentuk pada minggu keempat fase embrio hingga bulan ke
enam fase fetus, dimana periode pertumbuhan mulai dari embrio sepanjang 4
mm sampai dengan 200 mm. Usus terbentuk pada awal kehidupan disebut
primitive gut, yang terdiri atas 3 bagian yaitu forgut, midgut, dan hidgut.
Forgut akan berdiferensiasi menjadi faring, esophagus, gaster, duodenum,
liver, pancreas, dan apparatus biliaris. Midgut akan menjadi usus halus,
sekum, appendiks, kolon asendens, dan dua per tiga kolon transversum
sedangkan hindgut akan menjadi sepertiga kolon transversum, kolon
desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani dari system ani dan
bagian dari system urogenital. Hindgut merupakan kelanjutan midgut sampai
membrane kloaka, dimana membrane ini terdiri dari endoderm kloaka dan
ectoderm anal pit.3,4
Pada embrio 4 mm alantois menyambung dengan hindgut yang
kemudian meluas ke dalam body stalk. Body stalk tumbuh dan berpindah
kearah ventral melingkari lumen hindgut yang melebar. Dengan masuknya
duktus mesofrenik maka pelebaran tersebut disebut dengan kloaka yang
bagian luarnya ditutup dengan membrane kloaka. Embrio mengalami
pemanjangan ke belakang melebihi body stalk sehingga terjadi angulasi
membran kloaka. Kea rah cranial angulasi ini tumbuh membentuk lipatan
koronal. Lipatan ini menyatu dengan komponen koronal membentuk septum
urorektal yang berperan dalam penyatuan anus. Septum urorektal ini memagi
ruangan menjadi 2 bagian yaitu ventral yang berisi kloaka dan sinus
urogemital yang akan membentuk vesika urinaria dan uretra, dan bagian
dorsal yang berisi rektum. Pada embrio 8 mm, bagian ventral yang disebut
sinus urogenitalis primitf danbagian dorsal yang berisi rektum primitive
dihubungkan oleh kanal sempit yaitu saluran kloaka.3,4
2
Septum urogenital pada perkembangannya telah sampai ke membrane
kloaka sehingga membagi membrane kloaka menjadi membrane urogenital
pada bagian ventral dan membrane anal pada bagian dorsal serta membentuk
perineum primer. Kemudian tejadi penekanan dan penurunan proctodeal pit
yang berkembang dibagian dorsal membrane masuk kedalam untuk menyatu
dengan perluasan rektum primitive, kemudian menipiskan membran anal.
Membran ini menetap sampai embrio 30 mm (8 minggu) kemudian rupture.
Membran kloaka yang terlibat dari luar menjadi dasar dari fossa genitalis atau
kloaka eksternal. Bagian posterior membrane kloaka atau membran anal akan
menghilang, tidak lama setelah hilangnya membrane urogenital.3,4
Perkembangan anus dimulai dari pembentukakkan tuberkel ani kanan
dan kiri yang muncul di depan lipatan tulang ekor. Tuberkel ini tumbuh kea
rah ventral dan mengelilingi bagian akhir hindgut. Kemudian bagian atas
kanalis ani dibentuk oleh bagian akhir hindgut dan bagian bawahnya dari
proctoderm. Otot sfingter ani eksternus dibentuk dari mesoderm yang
berkembang sendiri dan berada di perineum.3,4
Abnormalitas yang paling banyak terjadi pada fistel rektourinaria pada
laki-laki adalah pada tingkat garis pubokoksigeal dimana terjadi kegagalan
pertumbuhan mesoderm kea rah lateral sehingga pemisahan kloaka tidak
terjadi secara sempurna. Sedangkan pada perempuan duktus Mulleri yang
akan membentuk tuba fallopi, uterus, dan bagian atas vagina terletak antara
sinus urogenital dan rektum, sehingga tidak ditemukan hubungan antara
rektourinaria kecuali pada kloaka yang persisten.3,4
Pada perempuan, fistel rektovaginalis berhubungan dengan
perkembangan bulbus sinovaginal yang berasal dari epitel dinding dorsal
sinus urogenitalis dan membentuk sebagian besar vagina. Bulbus
berhubungan dengan pembukaan kloaka persisten dan migrasi bulbus akan
membawa pembukaan rektal ini pada berbagai tingkat pembentukan vagina
3
atau vestibulum. Berbagai macam lokasi fistula dapat dijelaskan dengan
adanya hambatan pada pembukaan rektal. Atresia rekti berhubungan dengan
kegagalan pembentukan batas antara rektum dan proktoderm.3,4
Anatomi
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter.
Sumbunya mengarah ke ventokranial yaitu ke arah umbilicus dan membentuk
sudut yang nyata ke dorsal dengan rectum dalam keadaan istirahat. Pada saat
defekasi sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis
anorektum, garis mukokutan, linea pektinat, atau linea dentate. Di daearah ini
terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rectum. Lekukan
antar-sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan
colik dubur, dan menunjukkan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern
(garis Hilton).3,4,6
Sistem Otot
4
Otot dasar pelvis terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian posterior
disebut sebagai otot diafragmatik dan bagian anteromedial disebut sebagai
kelompok pubovisceral. Otot diafragmatik berasal dari membran obturator
dan Ischium sampai ke spinal ischiadika kemudian berlanjut ke medial dan ke
bawah masuk ke raphe anokosageal, serat anterior berlanjut ke serat
posterienor membentuk suatu lembaran otot dengan otot kontralateral. Raphe
anokoksigeal berjalan ke bawah dan ke depan dari perlekatan sacrum dan
tulang koksigeus menuju otot sfingter internus dan puborectal sling complex
masuk ke canalis ani melalui mucocutaneus junction. Kelompok pubovisceral
berasal dari bagian belakang pubis berjalan turun ke medial dan ke belakang
masuk ke viscera pelvis dan perineal body. Pada laki-laki kelompok otot ini
terdiri dari pubovaginalis dan puboperineus. Di bagian posterior kelompok
otot ini masuk ke kanalis ani dan perianal membentuk otot puboanalis.3,4
Otot elevator ani membentuk diafragma pelvis serta bagian atas
kanalis ani sedangkan bagian dasarnya adalah otot sfingter dan ani eksternus.
Antara otot levator ani dan sfingter ani intrenus disebut sebagai muscle
complex atau vertical fibre. Secara rinci kanalis ani terdiri dari otot
ischiococygeus, otot iliococygeus, otot pubococygeus, otot sfiongter ekstrenus
superfisialis dan profunda. Sedangkan lapisan yang berfungsi sebagai sfingter
internus pada individu normal adalah ketebalan lapisan sirkuler dari otot
involunter usus di sekitar anorektal.3,4
Pembuluh darah dan persarafan
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ectoderm, sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karen perbedaan asal
anus dan rectum ini maka perdarahan, persarafan, serta pengaliran vena dan
limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum
dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm
yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulkit luar. Daerah batas
5
rectum dan kanalis analis ditandai oleh perubahan jenis epitel. Kanalis analis
dana kulit luat disekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatic dan peka
terhadap rangsangan nyeri, diperdarahi oleh arteri rectalis superior dan vena
rectalis superior, pembuluh limfatiknya menuju ke pelvis. Sedangkan mukosa
rectum mempunyai persarafan otonom yang tidak peka terhadap rangsangan
nyeri, diperdarahi oleh arteri rectalis inferior, dan vena rectalis inferior,
Pembulih limfatiknya menuju ke inguinal.3,4
Persarafan parasimpatik dikendalikan oleh nervus sakralis ketiga dan
keempat bagian depan yang member percabangan ke rectum, nervus tersebut
melanjutkan rangsangan dari ganglia pada pleksus Auerbach. Nervus tersebut
bertindak sebagai saraf motorik pada dinding usus dan rectum, menghambat
kerja sfingter internus dan serabut sensoris pada distensi rectal.3,4
Persarafan simpatis berasal dari cabang kedua , ketiga dan keempat
ganglia lumbalis dan pleksus preaortikus. Nervus tersbut membentuk pleksus
hipogastrikus pada vertebra lumbalis kelima,kemudian turun melalui dinding
pelvis bagian posterolateral sebagai nervus presakralis dan bergabung
dengan dengan ganglion pelvic dibagian posterolateral. Nervus tersebut
bekerja sebagai penghambat kerja dinding usus dan saraf motorik dari otot
sfingter internus.3,4
Sebagian besra otot levator terutama pada bagian atas (kelompok
ischiococcygeus ) dan bagian anterior (termasuk serabut vertical muscle
complex). Yang disebut dengan kelompok pobococcygeus, menerima inervasi
dari cabang anterior nervus sakralis ketiga dan keempat. Percabangan ini
membentuk persarafan yang berjalan dibagaian atas pernukaan otot levator.
Nervus pudendus yang berasal dari nervus sakralis kedua, ketiga dan keempat
juga memberikan innervasi otot levator. Bagian bawah otot levator dikenal
sebagai kelompok puborektalis seperti pada otot sfingter eksternus menerima
6
innervasi dari cabang perineal nervus sakralis keempat dan dari cabang
hemoroidalis inferior dan perineal dari nervus pudendus.3,4
Kanalis ani termasuk 1 cm diatas garis rektinea sampai kebawah dekat
kulit , sensitive terhadap rangsang nyeri (intraepithelial), raba (korpuskulum
Meissner), Dingin (bulbus Krause), tekanan (korpuskulum paccini dan Golgi
Mazzoni), serta gesekan (korpuskulum genital). Rectum tidak sensitive
terhadap rangsang tersebut, tetapi adanya sensasi berupa distensi rectal karena
persarafan parasimpatis otot polos dan oleh reseptor propioseptif di otot
volunteer akan merangsang rectum.3,4
Sistem Limfatik
Aliran limfe dari garis dentate ke proksimal mengikuti aliran arteri
hemoroidalis superior. Aliran diseblah distal garis dentate mengalir ke
limfonodi hemoroidalis inferior dank e limfonodi inguinalis. Aliran limfe
diatas valvula analis ke limfonodi para rektalis kemudian ke limfenodi
mesenterika inferior, sedang aliran dibawah valvula ke limfonodi iliaka
interna dan inguinalis superficialis.3,4
Fisiologi
Fungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu
mengeluarkan isi feses dari kolon ke rectum; fungsi defekasi yaitu
mengeluarkan feces secara intermitten dari rectum; menahan isi usus agar
tidak keluar pada saat tidak defekasi. Fungsi fungsi tercebut saling berkaitan
satu dengan yang lain dan adanya ketidak seimbangan akan menyebabkan
ketidaknormalan yang mempengaruhi masing-masing fungsi.3,4
Motilitas Kolon
Motilitas kolon berbeda dengan motilitas usus dimana gelombang
peristaltik digantioleh adnya gerakan massa feces yang propulsive
7
disepanjang kolon. Motilitas kolon diatur oleh aktifitas listrik myogenik yang
diperantarai oleh persarafan intriksik dan pleksus mienterikus. Sebaliknya hal
ini juga dirangsang oleh innervasi ekstrinsik dadn reflex humoral seperti
gastrokolik dan ileokolik. Motilitas kolon berfungsi untuk abssorbsi cairan
dan pendorongan massa pada waktu defekasi. Gerakan dari sigmoid ke rectum
dihambat oleh beberapa mekanisme yang digunakan oleh kontinensi.3,4
Kontinensi
Kontinensi adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dalam hal
ini sangat tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam anus, tekanan
rectum, serta sudut anorektal. Feses yang cair sulit dipertahankan dalam anus.
Kontinensi diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang
menjaga hambatan secara anatomiis dan fisiologis jalannya feses ke rectum
dan anus. Penghambat terbesar secara fisiologi adalah sudut antara anus dan
rectum yang dihasilkan oleh otot levator ani bagian puborektal anterior dan
superior dan otot ini berkontraksi secara involunter. Adanya perbedaan antara
tekanan adan aktivitas motorik anus, rectum, dan sigmoid juga menyebabkan
progresifitas pelepasan feses terlambat. Kontraksi sfingter ani eksternus
seperti pada puborektalis diaktivasi secara involunter dengan distensi rectum
dan dapat meningkatkan secara volunteer selama 1-2 menit. 3,4
Tekanan istirahat dalam anus kurang lebih 25-100 mmHg, dalam
rectum 5-20 mmHg. Apabila sudut antara anus dan rectum lebih dari 80°
maka feses akan sulit dipertahankan. 3,4
` Defekasi
Pada bayi baru lahir defekasi bersifat ototnom tetapi dengan
perkembangan, maturitas defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon
sigmoid ke rectum kadang dicetuskan juga oleh rangsang makanan terutama
pada bayi. Apabila rectum terisi feses maka akan dirasakan oleh rectum
8
sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai
kemampuan yang lhas untuk mengenal dan memisahkan bahan padat, cair,
dan gas. 3,4
Syarat untuk terjadinya defekasi normal adalah persarafan sensible
untuk sensasi isi rectum dan persarafan sfingter ani untuk kontraksi dan
relaksasi, peristaltic kolon dan rectum normal, dan struktur organ panggul
yang normal. Sikap badan waktu defekasi juga memegang peranan yang
penting. Defekasi terjadi akibat peristaltic rectum, relaksasi sfingter ani
eksternus, dan dibantu mengedan.3,4
IV. PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI
Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk
fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan
fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki
umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila
kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra
(rektouretralis).
Etiologi
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan
9
3. Berkaitan dengan sindrom down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah
satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa
risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan
kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan
dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga
menunjukkan adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien
dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan
bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan
malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi anorektal
bersifat multigenik.1,5
V. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal
adalah klasifikasi Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi
letak tinggi, intermedia dan letak rendah. Akan tetapi, untuk tujuan terapi dan
prognosis digunakan klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis.3,4
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang
melewati ischii kelainan disebut:3,4
a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani
(muskulus pubokoksigeus).
b. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator
ani.
Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wingspraad, 1981
10
Gambaran malformasi anorektal pada laki-laki
Gambaran malformasi anorektal pada perempuan
Penggolongan anatomis malformasi anorektal:
Laki – laki
Golongan I :
1. Fistel urine
Tindakan :
Kolostomi neonatus pada usia
11
2. Atresia rekti
3. Perineum datar
4. Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit pada
invertogram
4-6 bulan
Golongan II :
1. Fistel perineum
2. Membran anal
3. Stenosis ani
4. Bucket handle
5. Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit
pada invertogram
Tindakan :
Operasi definitif neonatus
tanpa kolonostomi
Perempuan
Golongan I :
1. Kloaka
2. Fistel vagina
3. Fistel vestibulo ano
4. Atresia rekti
5. Tanpa fistel udara> 1cm dari
kulit pada invertogram
Tindakan :
Kolostomi neonatus pada usia 4-6
bulan
Golongan II :
1. Fistel perineum
2. Stenosis ani
3. Tanpa fistel, udara < 1 cm dari
kulit pada invertogram
Tindakan :
Operasi definitif neonatus tanpa
kolonostomi
Kelainan lain yang tidak khas
12
1. Imperforatus membrane ani
2. Stenosis ani : Yang tertutup
3. Fissure vesikointestinal (ekstrofia kloaka)
4. Duplikasi anus, rectum, dan traktus genitourinaria
5. Kombinasi kelainan
6. Perineal groove
7. Kanalis perineal
VI. MANIFESTASI KLINIS1,3,4
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi
dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat
dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata
letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu
sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal
intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi
anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% -
60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang
lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan
tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler.
13
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah:
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis
kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten
ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal
defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),
obstruksi duodenum (1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai
60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai
VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal
abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,
Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).
14
VII. DIAGNOSIS1,3,4,7
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti sangat membantu
penegakkan diagnosis malformasi anorektal. Diagnosis dapat ditentukan
dengan pemeriksaan fisik ketika bayi lahir dengan meilhat apakan anusnya
terbuka atau tidak, biasanya saat dilakukan pengukuran suhu tubuh dengan
thermometer rectal. Bila anus terlihat normal dan terdapat obstruksi yang
lebih tinggi dari perineum maka gejala yang akan tmbul dalam 24-48 jam,
berupa distensi abdomen dan muntah. Untuk menentukan golongan
malformasi dipakai invertogram yang dapat dibuat setelah udara yang ditelan
oleh bayi telah mencapai rectum. Invertogram adalah teknik pengambilan foto
untuk menilai jarak punting distal rectum terhadap tanda timah atau logam
lain pada tempat bakal anus di kulit perineum. Sewaktu foto diambil, bayi
diletakan terbalik (kepala dibawah) atau tidur telungkup, dengan sinar
hirosontal diarahkan ke trokanter mayor. Selanjutnya diukur jarak dari ujung
udara yang ada diujung distal rectum ke tanda logam di perineum.
Pemeriksaan khusus pada perempuan
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya
ditemukan fistel ke vestibulum atau vagina (80%-90%).
Kelainan letak tinggi. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar
dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancer sehingga sebaiknya cepat
dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan
padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius,
traktus genitalis, dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna
sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rectum, anus tampak
normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak ddapat masuk lebih
dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan
15
kolostomi. Bila tidak ada fistel dibuat invertogram. Jika udara lebih dari 1 cm
dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat
diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang
buntu ada diposteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi.
Pada stenosis anus, lubang anus terletak ditempat yang seharusnya tetapi
sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancer sehingga biasanya harus segera
dilakukan tetapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara
kurang 1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam
hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu dilakukan kolostomi.
Pemeriksaan khusus pada laki-laki
Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk
perineum dan ada tidknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pad
anak laki-laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urine dan fistel
perineum.
Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urintampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke
vesika urinaria. Cara praktis untuk menentukan letak fistel adalah dengan
memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan urine jernih, berarti fistel
terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urine
mengandung mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses
tidak lancer, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum
tindakannya sama dengan perempuan, harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada
fistel dan udara lebih dari 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera
dilakuakn kolostomi.
Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita :
lubangnnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membrane anal
biasanya tampak bayangan mekonium dibawah selaput. Bila evakuasi feses
16
tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitive secepat mungkin. Pada
stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan definitive harus dilakukan.
Bila tidak ada fistel dan udara kurang 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu
juga segera dilakukan pertolongan bedah.
VIII. PENATALAKSANAAN1,3,4,7,8,9
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu
lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal
pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan
prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan
pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus
ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum
dan ada tidaknya fistula.
17
Leape (1987) menganjurkan pada :
a. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
b. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot
sfingter ani ekternus
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan
diversi. Operasi definitive setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling
banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited
atau full postero sagital anorektoplasti.
Perlu tidaknya tindakan kolostomi pada sekitar 80 % kasus malformasi
anorektal dapat ditentukan melalui pemeriksaan fisis (inspeksi perineal) dan
urinalisis. Adanya fistel (perineal subepithelial midline raphe), adanya defek
tipe ”bucket-handle”, anal stenosis, atau anal membrane, adalah defek-defek
yang mudah dideteksi dengan inspeksi dan semuanya dianggap sebagai defek
letak rendah. Penatalaksanaan dari defek-defek tersebut tidak perlu dengan
kolostomi protektif. Defek ditangani pada masa awal kelahiran dengan operasi
perineal minor dan dipertimbangkan posterior sagital anoplasty minimal.
Pada penderita dengan “flat bottom” atau terdapat mekonium dalam urine
atau udara dalam vesica urinaria, dipertimbangkan perlunya kolostomi
protektif lebih dulu sebelum pengobatan definitive 4-8 minggu setelah
kolostomi, dapat dilakuakn posterior sagital anorectoplasty (PSRAP). Selama
beberapa minggu itu, pertumbuhan bayi diobservasi untuk meyakinkan bahwa
tidak ada defek terkait lainnya yang membutuhkan penanganan lebih dulu.
18
Sekita 80-90% dari malformasi anorektal pada laki-laki merupakan defek
letak rendah, sedang 10-20% lainnya masih diragukan dan memerlukan
invertogram. Bila hasil foto menunjukkan usus berlokasi > 1 cm dari kulit,
penderita memerlukan tindakan kolostomi. Bila rectum berlokasi < 1 cm dari
kulit , dianggap defek letak rendah dan ditangani dengan “minimal posterior
sagital anaplasty”, tanpa kolostomi pada masa awal kelahiran.
Inspeksi perineal pada bayi perempuan lebih bernilai dibanding pada
laki-laki. Adanya kloaka yang mudah didiagnosa dengan inspeksi,
menunjukkan keadaan yang serius; kemungkinan terdapat defek urologi
terkait > 90%, dan membutuhkan evaluasi urologic darurat. Penderita Akan
memerlkan tindakan kolostomi dan kadang-kadang vesikotomi, vaginostomi,
atau pengalihan system urinarius lain yang dilakukan pada saat yang
bersamaan dangan kolostomi. Jika setelah 6 bulan prosedur dilaksanakan bayi
bertumbuh dan berkembang dengan baik, pasien direkomendasikan untuk
pembuatan kloaka persisten melalui “posterior-sagital ano-rekto-vagino-
urethroplasty”(PSRAVUP). JIka penderita memiliki fistel pada vagina
(mekonium keluar dari vagina) atau vestibular, maka tindakan kolostomi
protektif dianjurkan. Bila 4-8 minggu setelah ditemukan adanya defek yang
berhubungan, penderita dianjurkan untuk tindakan posterior sagital
anorectoplasty. Kadang-kadang fistel vestibular dan vagna paten, dan pasien
tidak merasakan gejala-gejala obstruksi distal. Jika hal ini terjadi, penderita
dapat bertumbuh dan berkembang dangan baik tanpa dilakukan tindkan
kolostomi, namun sebenarnya tindakan kolostomi diperlukan sebelum
PRSAP, bukan hanya untuk dekompresi, tetapi juga tujuan proteksi, untuk
menghindari infeksi setelah perbaikan. Penderita dengan fistel kutaneus atau
perianal tidak memerlukan tindakan kolostoi sebelumnya dan dapat dengan
“minimal posterior sagital anoplasty” pada mas kelahiran. Penderita tidak
mempunyai fistel yang berhubungan dengan genitalia atau perineum,
19
memerlukan invertigram, namun kondisi ini (anus imperforate tanpa fistel)
jarang dijumpai pada perempuan.
Kolostomi
Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal
untuk penatalaksanaan awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi
merupakan upaya dekompresi, diversi, dan sebagai proteksi terhadap
kemungkinan terjadinya obstruksi usus. Kolostomi pada kolon desendens
mempunyai beberapa keuntungan disbanding dengan kolostomi pada kolon
asendens atau transversum. Bagian distal dari kolostomi akan mengalami
disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. Dengan kolostomi
pada kolon desendens maka segmen yang akan mengalami disfungsi menjadi
lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat tejadinya diare cair
sampai dilakukan peneutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan
melakukan kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon
distal lebih mudah dilakukan jika kolostomi terletak di bagian kolon
desendens.
Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon,
untuk kolostomi distal akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya
absorbs. Bila stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan
akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya asidosis
metabolic. Loop kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma
proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi saluran kencing serta pelebaran
distal rectum. Distensi rectum yang lama akan menyebabkan kerusakan
dinding usus yang irreversible disertai dengan kelainan hipomotilitas dinding
usus yang menetap, hal ini akan menyebabkan konstipasi di kemudian hari.
Double barrel transversocolostomy dextra dengan tujuan dekompresi dan
diversi memiliki keuntungan antara lain :
20
1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan definitf tidak
menimbulkan kesulitan
2. Tidak terlalu sulit dikerjakan
3. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret kolon
distal
4. Feses kolon kanan relative tidak berbau disbanding kolon kiri oleh karena
pembusukan feses.
5. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang buntu
Posterosagital anorectoplasty (PSARP)
Metode ini diperkenalkan oleg Pena dan de Vries pada tahun 1982.
Prosedur ini memebrikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam
operasi fistel rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot
pelvis, sing, dan sfingter. PSARP dibagi menjadi tiga yaitu minimal, limited,
dan full PSARP.
Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan
bantuan stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari
tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter eksterna ampai kedepan
kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam dengan membuka subkutis, lemak,
parasagital fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga
tampak dinding belakang rectum. Rektum dibebaskan dari dinding belakang
dan jika ada fistel dibebaskan juga, rektumj dipisahkan dengan vagina yang
dibatasi oleh common wall. Dengan jahitan, rectum ditarik melewati otot
levator, muscle complex, dan parasagital fibre kemudian dilakukan anoplasty
dan dijaga agar tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator
maupun vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk
memsahkan rectum dengan vagina dan dibelah hanya otot sfingter eksternus.
21
Untuk limited PSARP yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle
fibre, muscle complex, serta tidak memberlah tulang coccygeus. Penting
melakukan diseksi rectum agar tidak merusak vagina. Masing-masing jenis
prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan pada
fistell perianalm anal stenosis, anal membrane, bucket handle, dan atresia
anitanpanfistel yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari kuit. Limited
PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistel rektovestibular. Full PSARP
dilakukan pad atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram akhir
rectum lebih dari 1 cm dari kulit, pad fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis,
atresia rectum, dan stenosis rectum.
Dalam algoritme yang ada, tindakan kolostomi perlu dilakukan pada
penderita malformasi anorektal letak tinggi. Kolostomi akan mengecilkan
kolon bagian distal yang membesar juga berguna melindungi tindakan operasi
definitive dari kontamnasi feses pada tahap selanjutnya. Stelah tindakan
kolostomi, penderita dapat melakukan operasi definitive 4-8 minggu
kemudian. Bila tindakan definitive dilakukan pada usia 4-8 minggu setelah
tindakan kolostomi, terdapat beberapa keuntungan antara lain : penderita tidak
perlu terlalu lama merawat stoma, perbedaan antar usus prksimal dan distal
tidak ada, simple anal dilatasi, sensasi local pada rectum lebih meningkat.
Teknik Operasi
a. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan
posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan.
b. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi
anal dimple.
c. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan
berhenti 2 cm didepannya.
d. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.
22
e. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus
levator dibelah tampak dinding belakang rektum.
f. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.
g. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
h. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
Penatalaksanaan malformasi anorektal
Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi
anorektal pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip
penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir sama
dengan bayi laki-laki.
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan
23
Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus perempuan
Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan
anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan
pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada
kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi
diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian
juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.
Penatalaksanaan Post-operatif
Perawatan Pasca Operasi PSARP
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan
selama 8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2
kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang
24
dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi
dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan
serta tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu
merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14
hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan
saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan
antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali
dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1
mm tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali
sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan
sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan
berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali
sebulan selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan
penutupan kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi
karena kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya.
Salep tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin
dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Levitt M, Pena A. Anorectal malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases.
[online] Juli 2007 [cited 14 Oktober 2012]. Available from:
http://www.ojrd.com/content/2/1/33.
2. Vaidya A, Adyanthaya K. Anorectal malformations in children-A review.
Bombay Hospital Journal Vol. 50 No.3 2008. [online] 2008 [cited 14 Oktober
2012]. Available from:
http://www.bhj.org/journal/2008_5003_july/download/page-412-415.pdf.
3. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Anorectal malformations. In:
Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; p.1566-99.
4. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. Rectum and Anus. In:
Principles and Practice of Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2005; p.1395-1434
5. Richard A, Junior FLevitt MA, Pena A Bates M. Increased heritability of
certain types of anorectal malformations. Journal of Pediatric Surgery. [online]
2007 [cited 15 Oktober 2012]. Available from:
http://itmut.info/article/geneticsJPediatrSurg2007.pdf
6. Netter
7. Arensman RM, Bambini DA, Almond PS. Anorectal malformations. In:
Pediatric Surgery. Texas: Landes Bioscience. 2000; p.366-71.
8. Khan K. Anorectal malformation: functional outcome of posterior sagittal
anorectoplasty. JPMI 2008 Vol. 22 No. 04. [online] 2008 [cited 14 Oktober
2012]. Available from:
http://www.jpmi.org.pk/index.php/jpmi/article/view/1108.
9. Rintala RJ. Congenital anorectal malformations: anytjing new. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition. [online] 2009 [cited 14 Oktober
2012]. Available from: itmut.info/article/geneticsJPediatrSurg2007.pdf .
26