makalah semantik

23
Materi Bahan Ajar Semantik "Konsep Umum Makna" Kelas PB 2010 Nama Kelompok: 1. M. Miftakhul Bashori (102074958) 2. Rizki Amaliah (102074213) 3. Arum Lestari (102074228)

Upload: qeqe-rizkii-amaliah

Post on 06-Aug-2015

526 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah semantik

Materi Bahan Ajar Semantik

"Konsep Umum Makna"

Kelas PB 2010Nama Kelompok:

1. M. Miftakhul Bashori(102074958)

2. Rizki Amaliah(102074213)

3. Arum Lestari(102074228)

4. Inta Mustika C.(102074229)

Page 2: makalah semantik

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

2012

I. Konsep Makna, Lambang, Acuan dalam Kajian Semantik

A. Konsep Makna

Pengertian Makna Istilah makna (meaning) merupakan kata dan istilah yang

membingungkan. Pengertian dari makna sendiri sangat membingungkan, ada yang

mengatakan bahwa makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu

melekat dari apa saja yang kita tuturkan.

Pengertian makna dari para ahli, diantaranya:

Mansoer pateda mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan

istilah yang membingungkan dan selalu menyatu pada tuturan kata maupun

kalimat.

Ullman mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dan

pengertian.

Ferdinand de Saussure mengungkapkan pengertian makna sbagai pengertian atau

konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.

Bloomfield mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang

harus dianalisis dalam batas “unsur” penting situasi dimana penutur

mengujarkannya.

Aminnudin mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahasa

dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat

saling mengerti.

Dalam kamus linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi:

1. Maksud pembicara.

2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia

atau kelompok manusia.

3. Hubungan dalam arti kesepakatan atau ketidaksepadanan antara bahasa atau

antara ujaran dan semua hal yang ditunjukanya.

4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa.

Page 3: makalah semantik

B. Tanda dan Lambang (simbol)

Tanda dan lambang (simbol) merupakan dua unsur yang terdapat dalam bahasa.

Tanda dan lambang (simbol) dikembangkan menjadi sebuah teori yang dinamakan

semiotik. Semiotik mempunyai tiga aspek yang sangat berkaitan dengan ilmu bahasa,

yaitu aspek sintaksis, aspek semantik, dan aspek pragmatik. Ketiga aspek kajian semiotik

ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, aspek sintaksis, sintaksis semiotik merupakan studi tentang relasi yang

sering kali tertuju pada pencarian peraturan-peraturan yang pada dasarnya berfungsi

secara bersama-sama. Sintaksis semiotik tidak dapat membatasi diri dengan hanya

mempelajari hubungan antartanda dalam suatu sistem yang sama. Sejauh perhatian utama

kita ditujukan pada hubungan antartanda, maka kita bergerak dalam bidang sintaksis

semiotik.

Kedua, aspek semantik, semantik semiotik merupakan penelitian yang tertuju pada

hubungan antara tanda dan denotatumnya, dan interpretasinya. Ketiga, aspek pragmatik,

jika yang menjadi objek penelitian adalah hubungan antara tanda dan pemakaian tanda,

maka kita memasuki bidang pragmatik semiotik.

Lebih singkat Djajasudarma (1993) menjelaskan tiga aspek semiotik yaitu semantik

berhubungan dengan tanda-tanda; sintaktik berhubungan dengan gabungan tanda-tanda

(susunan tanda-tanda); sedangkan pragmatik berhubungan dengan asal-usul, pemakaian,

dan akibat pemakaian tanda-tanda di dalam tingkah laku berbahasa.

Saussure sebagai bapak ilmu bahasa modern menggunakan istilah semiologi,

sedangkan Peirce, seorang ahli filsafat memakai istilah semiotik. Kata semiotik berasal

dari kata Yunani semeion, yang berarti ‘tanda’, maka semiotik berarti ‘ilmu tanda’.

Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajiaan tanda dan segala

sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku

bagi penggunaan tanda (van Zoest, 1993: 1). Selanjutnya, semiotik adalah ilmu atau

metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed, 1992 dalam Nurgiyantoro, 2000). Menurut

Sobur (2001), semiotik merupakan suatu model dari ilmu pengetahuan sosial yang

memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan

“tanda”. Dengan demikian, semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.

Menurut Luxemburg dkk (1989), semiotik (kadang-kadang dipakai istilah semiologi)

ialah ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-

sistem lambang dan proses-proses pelambangan. Pengertian lain, semiotik adalah ilmu

Page 4: makalah semantik

tentang tanda-tanda yang menganggap bahwa fenomena sosial/ masyarakat dan

kebudayaan merupakan tanda-tanda.

Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang

memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Preminger, 2001 dalam Sobur,

2001). Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain, yang dapat berupa

pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda

sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan

ini, walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem bahasa yang paling lengkap dan

sempurna (Nurgiyantoro, 2000: 40).

Proses perwakilan disebut semiosis. Semiosis adalah suatu proses di mana suatu tanda

berfungsi sebagai tanda, yaitu mewakili sesuatu yang ditandainya (Hoed, 1992 dalam

Nurgiyantoro, 2000). Menurut Peirce ada tiga faktor yang menentukan adanya sebuah

tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam

batin si penerima (Luxemburg dkk, 1989). Jadi, ada tiga unsur yang menentukan tanda,

yaitu tanda yang dapat ditangkap itu sendiri, yang ditunjuknya, dan tanda baru dalam

benak si penerima. Antara tanda dan yang ditunjuknya terdapat relasi, tanda mempunyai

sifat interpretatif. Dengan perkataan lain, representasi dan interpretasi merupakan ciri

khas tanda (van Zoest, 1993: 14-15).

Peirce membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya ke dalam tiga jenis

hubungan, yaitu:

ikon, jika berupa hubungan kemiripan;

indeks, jika berupa hubungan kedekatan eksistensi; dan

simbol, jika berhubungan yang sudah terbentuk secara konvensi (Abrams, 1981;

van Zoest, 1992; dalam Nurgiyantoro, 2000: 42).

Van Zoest (1993) menjelaskan ketiga tanda tersebut. Tanda ikonis ialah tanda yang ada

sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum,

tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial

dimilikinya. Sebuah indeks adalah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya

tergantung dari adanya sebuah denotatum. Simbol (lambang) adalah tanda yang hubungan

antara tanda dan denotatumnya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum.

Tanda dapat digolongkan berdasarkan penyebab timbulnya, seperti yang diungkapkan

Djajasudarma (1993) sebagai berikut.

1. Tanda yang ditimbulkan oleh alam, diketahui manusia karena pengalaman, misalnya:

- Hari mendung tanda akan hujan,

Page 5: makalah semantik

- Hujan terus-menerus dapat menimbulkan banjir,

- Banjir dapat menimbulkan wabah penyakit dan kelaparan, dan sebagainya.

2. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang, diketahui manusia dari suara binatang

tersebut, misalnya:

- Anjing menggonggong tanda ada orang masuk halaman,

- Kucing bertengkar (mengeong) dengan ramai suaranya tanda ada wabah penyakit

atau keributan, dan sebagainya.

3. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, tanda ini dibedakan atas: (1) yang bersifat

verbal adalah tanda yang dihasilkan manusia melalui alat-alat bicara (organ of speach)

dan (2) tanda yang bersifat nonverbal, digunakan manusia untuk berkomunikasi, sama

halnya dengan tanda verbal. Tanda nonverbal dapat dibedakan atas:

a. Tanda yang dihasilkan anggota badan (body gesture) dikenal sebagai bahasa

isyarat, misalnya:

- Acungan jempol bermakna hebat, bagus, dan sebagainya.

- Mengangguk bermakna ya, menghormat, dan sebagainya.

- Menggelengkan kepala bermakna tidak, bukan, dan sebagainya.

- Membelalakkan mata bermakna heran, marah, dan sebagainya.

- Mengacungkan telunjuk bermakna tidak mengerti, setuju, dan sebagainya.

- Menunjuk bermakna itu, satu orang, dan sebagainya.

b. Tanda yang dihasilkan melalui bunyi (suara), misalnya:

- Bersiul bermakna gembira, memanggil, ingin kenal, dan sebagainya.

- Menjerit bermakna sakit, minta tolong, ada bahaya, dan sebagainya.

- Berdeham (batuk-batuk kecil) bermakna ada orang ingin kenal, dan

sebagainya.

Tanda dan simbol berbeda. Papan yang berbentuk bundar bercat putih dan

melintang di tengahnya berwarna merah yang dipasang pada patok di salah satu sudut

jalan adalah tanda yang bermakna bahwa jalan tersebut terlarang untuk dimasuki

kendaraan. Orang yang melihat tanda tersebut meskipun tidak dilarang secara verbal,

tidak akan berani memasuki jalan yang memakai tanda itu. tetapi tanda dalam bentuk

huruf-huruf, misalnya dilarang masuk adalah simbol-simbol yang bermakna seperti

yang dinyatakan oleh simbol itu sendiri. Perbedaan antara tanda dan simbol terletak

pada hubungan tanda atau simbol dengan kenyataannya.

Tanda memperlihatkan hubungan langsung dengan kenyataan, sedangkan

simbol memperlihatkan hubungan yang tidak langsung dengan kenyataan. Tanda Ⱬ

Page 6: makalah semantik

misalnya memperlihatkan bahwa jalan membelok, sedangkan lambang membelok

secara konvensional belum tentu memperlihatkan sesuatu yang berliku-liku. Kebetulan

leksem membelok dalam BI bermakna berjalan atau melewati jalan yang tidak lurus.

Kalau leksem membelok kita utarakan kepada seorang penutur bahasa inggris, maka

pasti ia tidak akan mengerti apa yang kita maksudkan. Tetapi tanda Ⱬ, baik kepada

orang indonesia maupun kepada orang Belanda akan ditafsirkan sebagai tanda

peringatan karena jalan berbelok-belok dan karena itu ia harus berhati-hati. Dengan

melihat tanda Ⱬ orang segera melihat kenyataannya.

Simbol (lambang) bersifat konvensional tetapi ia dapat diorganisir, direkam, dan

dapat dikomunikasikan (Ogden dan Richards; 1972:9). Simbol dapat mempengaruhi

pikiran dan merujuk benda tertentu.

C. Acuan makna dalam kajian semantik

Kajian makna dalam semantik leksikal lebih mendasarkan pada peran makna kata

dan hubungan makna yang terjadi antarkata dalam suatu bahasa. Hubungan makna antar

kata baik yang bersifat sintagmatik dan paradigmatik kerap digunakan untuk menjawab

permasalahan makna kata. Kajian makna kata dalam konteks ini pada gilirannya tentu

dapat menjawab permasalahan makna kalimat. Sebab sebagaimana kerap dikemukakan

oleh ahli semantik bahwa makna kalimat bergantung pada makna kata yang tercakup

dalam kalimat tempat kata itu terangkai. Peran kajian makna kata berdasarkan hubungan

makna ini terasa penting mengingat tidak semua makna kata dapat dijelaskan oleh

keterkaitannya dengan objek yang digambarkan oleh kata itu. Makna kata-kata yang

bersifat abstrak, misalnya hanya mungkin dapat dijelaskan maknanya oleh hubungan

makna antarkata dalam suatu bahasa.

Makna bahasa terutama makna kata dapat kita petakan menurut komponennya.

Pandangan seperti ini, tampak dalam teori medan makna yang menyatakan bahwa

kosakata dalam suatu bahasa terbentuk dalam kelompok-kelompok kata yang menunjuk

kepada lingkup makna tertentu, misalnya perkakas dapur atau nama-nama warna. Dalam

suatu medan makna, antara kata yang satu dengan kata lainnya menunjukkan hubungan

makna yang dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan. Pertama golongan kolokasi yang

menggambarkan hubungan sintagmatik antara kata-kata yang terdapat dalam suatu bidang

tertentu atau medan tertentu. Kedua golongan ’set’ yang cenderung menggambarkan

hubungan paradigmatik antarkata dalam suatu bidang tertentu.

Untuk menggambarkan hubungan antar kata dalam suatu bidang tertentu dapat

diungkapkan melalui komponen makna yang tercakup dalam kata-kata dalam suatu

Page 7: makalah semantik

bidang tertentu. Komponen makna menunjukkan bahwa setiap kata maknanya terbentuk

dari beberapa unsur atau komponen. Misalnya, kata-kata yang menggambarkan

kekerabatan, seperti ‘ayah’, ibu’, ‘adik’. ‘kakak’ dapat kita lihat komponen maknanya

dalam diagram berikut.

Selain untuk menunjukkan hubungan makna antarkata, komponen makna juga

berguna, antara lain untuk perumusan makna dalam kamus dan untuk menentukan apakah

kalimat yang digunakan dapat diterima atau tidak secara semantik. Tentu saja untuk

mengungkapkan komponen makna tersebut perlu dilakukan melalui analisis yang lazim

dikenal sebagai analisis komponen makna. Analisis ini dalam kajian semantik leksikal

tentu cukup menonjol mengingat manfaatnya yang cukup beragam dalam mengkaji

makna kata dan hubungan makna antarkata dalam suatu bahasa.

D. Persamaan dan Perbedaan Antara Informasi dan Maksud dalam Memahami

Makna

Untuk dapat memahami apa yang disebut makna atau arti, kita perlu menoleh

kembali kepada teori yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, bapak linguistik

modern yang namanya sudah disebut-sebut pada bab pertama, yaitu mengenai yang

disebut tanda linguistik. Menurut de Saussure setiap tanda linguistik terdiri dari dua

unsur, yaitu (1) yang diartikan (Prancis: signifie’, Ingris: signified) dan (2)

yangmengartikan (Prancis: signfiant, Inggris:signifier). Yang diartikan (signifie’,

signifier) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari suatu tanda bunyi.

Sedangkan mengartikan (signfiant, signifier) itu adalah tidak lain dari pada bunyi-bunyi

itu, yang terbentukdari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Jadi, dengan kata lain

setiap tanda – linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah

unsur dalam – bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk / mengacu kepada suatu

referent yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual).

Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora,

ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lainselama masih menyangkut segi bahasa

maka maksud itu masih dapat disebut sebagai persoalan bahasa. Tetapi kalau sudah

terlalu jauh dan tidak berkaitan lagi dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut

sebagai persoalan bahasa. Mungkin termasuk persoalanbidang studi lain; entah filsafat,

antropologi, atau juga psikologi.

Tabel perbedaan informasi dan maksud dari segi peristiwa pengujaran dan jenis

semantik.

Istilah Segi Jenis semantik

Page 8: makalah semantik

(dalam keseluruhan peristiwa

pengujaran)

INFORMASI Segi objektif (yakni segi di

bicarakan)

(Luar semantik;

ekstralingual)

MAKSUD Segi subjektif (yakni dipihak

pemakai bahasa)

Semantik maksud

E. Hubungan Makna dengan Lambang

Makna Leksikal dan Hubungan Referensial (hubungan makna dengan lambang)

Unsur leksikal adalah unit terkecil di dalam sistem makna suatu bahasa dan

dapat dibedakan dari unit kecil lainnya. Sebuah leksem merupakan unit abstrak yang

dapat terjadi dalam bentuk-bentuk yang berbeda dalam kenyataan kalimat, dianggap

sebagai leksem yang sama meskipun dalam bentuk infleksi.

Makna leksikal merupakan unsur tertentu yang melibatkan hubungan antara

makna kata-kata yang siap dianalisis. Makna leksikal dapat berupa categorematical

dan syncategorematical, yaitu semua kata dan infleksi, kelompok alamiah dengan

makna struktural yang harus didefinisikan (dimaknai) dalam satuan konstruksi.

Hubungan referensial adalah hubungan yang terdapat antara sebuah kata dan

dunia luar bahasa yang diacu oleh pembicaraan. Hubungan antara kata (lambang),

makna (konsep atau reference) dan sesuatu yang diacu atau referent adalah

hubungan tidak langsung. Hubungan yang terjadi antara ketiga unsur tersebut, dapat

digambarkan melalui apa yang disebut dengan segi tiga semiotik (semiotic triangle)

dari Ogden & Richards (1972); Palmer (1976) sebagai berikut.

Page 9: makalah semantik

Simbol atau lambang adalah unsur linguistik berupa kata (frasa, klausa,

kalimat, wacana); referent adalah objek atau hal yang ditunjuk (peristiwa, fakta di

dalam dunia pengalaman manusia); sedangkan konsep (reference) adalah apa yang

ada pada pikiran kita tentang objek yang diwujudkan melalui lambang (simbol).

Berdasarkan teori tersebut, hubungan simbol dan referent (acuan) melalui konsep

yang bersemayam di dalam otak, hubungan tersebut merupakan hubungan yang tidak

langsung.

Bila diperhatikan lebih mendalam, segi tiga semiotik tersebut, puncaknya

merupakan dunia pengalaman manusia, kemudian dimanisfestasikan di dalam kata,

kalimat, atau wacana yang memiliki struktur diferensial. Ullmann (1972: 55-64)

dalam Djajasudarma (1993), mengkritik terhadap segi tiga semiotik tersebut, kritiknya

antara lain:

segi tiga semiotik tersebut terlalu besar karena pada segi tiga ini dimakkan acuan,

padahal komponen tersebut berada di luar bahasa,

sulit untuk mencari hubungan lambang (nama, simbol), pengertian (konsep), dan

benda (referent yang diacu).

Sehubungan dengan kritik tersebut, Ullmann menyarankan agar hubungan timbal balik

antara bunyi dan sesuatu yang diacu disebut makna. Kita harus meninggalkan segi tiga

semiotik dan dapat digambarkan dengan garis lurus, sebagai berikut. S (simbol), M (makna),

dan K (konsep).

Page 10: makalah semantik

Selanjutnya, Ullmann juga memberikan gambar yang menjelaskan bahwa tidak semua

kata mempunyai hubungan tunggal seperti pada bagan pertama, tetapi ada beberapa kata (S)

yang memiliki kesamaan makna, maka beliau menggambarkannya sebagai berikut.

Hubungan antara simbol dan acuan bersifat arbitrer:

Arbitrer Dalam Kajian Semantik

Istilah penamaan, diartikan Kridalaksana (1993), sebagai proses pencarian

lambang bahasa untuk menggambarkan objek konsep, proses, dan sebagainya; biasanya

dengan memanfaatkan perbendaharaan yang ada; antara lain dengan perubahan-

perubahan makna yang mungkin atau dengan penciptaan kata atau kelompok kata.

Nama merupakan kata-kata yang menjadi label setiap makhluk, benda, aktivitas,

dan peristiwa di dunia. Anak-anak mendapat kata-kata dengan cara belajar, dan

menirukan bunyi-bunyi yang mereka dengar untuk pertama kalinya.

Nama-nama itu muncul akibat dari kehidupan manusia yang kompleks dan

beragam, alam sekitar manusia berjenis-jenis. Kadang-kadang manusia sulit

memberikan nama satu per satu. Oleh karena itu, muncul nama-nama kelompok,

misalnya, binatang, burung, ikan, dan sebaginya, dan tumbuh-tumbuh yang jumlahnya

tidak terhitung yang merupakan jenis binatang, jenis tumbuhan, jenis burung, dan

Page 11: makalah semantik

jenis-jenis yang lain yang terdapat di dunia (Djajasudarma, 1993). Penamaan suatu

benda di setiap daerah atau di lingkungan kebudayaan tertentu tidak semuanya sama,

misalnya:

padi bahasa Indonesia

pare bahasa Sunda

pale bahasa Gorontalo.

Hubungan antara simbol dengan referent atau acuan yang bersifat arbitrer

Menurut teori segitiga makna, ada hubungan timbal balik antara lambang (simbol)

dengan konsep (makna). Hubungan antara konsep dengan acuan bersifat searah, sedangkan

hubungan antara lambang (simbol) dengan acuan bersifat arbitrer (manasuka). Teori segitiga

makna dikritik oleh Ullmann. Ia menganggap teori ini terlalu luas karena masuknya acuan.

Menurutnya, acuan berada di luar bahasa (ekstralingual). Ia menyarankan agar hubungan

antara lambang (simbol) bunyi dengan makna (konsep) diwujudkan dalam istilah nama (n)

dan makna (m).

Hubungan antara lambang dengan acuan bersifat arbiter sehingga sebuah acuan yang

sama bisa saja diberi lambang atau symbol yang berbeda-beda. Menurut teori ini tidak ada

hubungan lngsung antara lambang dengan acuannya, tidak ada hubungan antara bahasa

dengan duniafisik, hubungannya selamanya melalui pikiran dalam wujud konsep yang

bersemayam dalam otak. Hubungan antara lambang dan acuan bersifat arbitrer. Jadi, kalau

seorang menyebut kucing, terbayang pada kita apa yang disebut kucing. Acuannya adalah kucing yang

sebenarnya terbayang pada kita. Kalau kita disuruh merinci tentang kucing kita dapat

menyebutkannya. Hal itu terjadi karena realitas kucing telah ada dalam otak, dan konsep

kucing telah ada pula dalam otak. Semuanya ini terjadi melalui pengalaman. Sebenarnya

sebelum seorang mengatakan kucing, telah ada lebih dahulu desakan jiwa untuk menyebut

kucing. Desakan ini bekerja sama dengan otak, didalam otak telah ada konsep tentang kucing,

deretan bunyinya pun telah ada, yakni kucing sehingga lahirlah lambang kucing seperti yang

kita dengar. Lambang kucing pun tidak berdiri sendiri, lambang itu harus dirangkaikan

dengan lambang yang lain sehingga terbentuklah kalimat yang lain. Proses menghubung-

hubungkannya pun harus masuk akal. Tidak mungkin lambang kucing didahului oleh kata

pohon, dan tidak mungkin lambang kucing diikuti oleh kata meja.

F. Pengertian Makna

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari

apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer

Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah

Page 12: makalah semantik

yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat.

Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah

hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure ( dalam

Abdul Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau

konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.

Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :

1. maksud pembicara;

2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau

kelompok manusia;

3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara

ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan

4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

Bloomfied (dalam Abdul Wahab, 1995:40) mengemukakan bahwa makna adalah

suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting

situasi di mana penutur mengujarnya. Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin (1998:50)

mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahsa dengan bahasa luar

yang disepakati bersama oleh pemakai bahsa sehingga dapat saling dimengerti.

Dari pengertian para ahli bahsa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang

pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki

kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.

G. Aspek-Aspek Makna

Aspek-aspek makna ialah hal yang mempengaruhi pengertian dan keutuhan

makna dari suatu ucapan dalam pembicaraan antara manusia satu dengan yang lainnya,

keutuhan makna tersebut merupakan perpaduan dari empat aspek yaitu pengertian

(sense), perasaan (feeling), nada (tone), tujuan (intension).  Memahami aspek itu dalam

seluruh konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi

(Shipley, 1962;263).

Aspek-aspek makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda ada empat hal, yaitu :

1. Pengertian

Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila

pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai

kesamaan bahasa yang diapakai atau disepakati bersama. Lyons mengatakan bahwa

pengertian adalah system hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain

Page 13: makalah semantik

diadalam kosa kata. Sedangkan Ulman mengatakan bahwa pengertian adalah

informasi lambang yang disampaikan kepada pendengar.

Contoh:

a. Celana ini pendek.

b. Celana ini tidak panjang.

Kalimat (a) dan (b) memiliki satu pengertian, meskipun kata “pendek” diganti dengan

ukuran kata “tidak panjang”.

2. Nilai Rasa

Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap

pembicara terhadap hal yang dibicarakan. Nilai rasa yang berkaitan dengan makna

adalah kata-kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan

dorongan maupun penilaian. Jadi, setiap kata mempunyai makna yang berhubungan

dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan

perasaan.

Contoh:

“Saya akan pergi” (menunjuk pada dorongan).

“Engkau malas” (menunjuk pada penilaian).

Kata-kata: Saya, pergi, malas; mempunyai nilai rasa.

3. Nada

Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap kawan

pembicara. Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa.

Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan

sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.

Contoh:

“Pulang !” (kata ini menunjukan bahwa pembicara jengkel atau dalam suasana

tidak ramah).

“Pulang ?” (kata ini menunjukan bahwa pembicara menyindir).

4. Maksud

Aspek maksud menurut Shipley merupakan maksud senang atau tidak senang, efek

usaha keras yang dilaksanakan.Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperative,

narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik.

Contoh:

Orang berkata “Hai akan hujan”. Pembicara bermaksud:

Page 14: makalah semantik

a. Cepat-cepat pergi.

b. Bawa payung.

c. Tunda dulu keberangkatan.

Dan masih ada lagi kemungkinan yang tersirat.

H. Macam Aspek Makna dan Konsepnya

4. Makna Emotif

Makna emotif menurut Sipley (dalam Mansoer Pateda, 2001:101) adalah

makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai

atau terhadap sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan. Dicontohkan dengan kata

kerbau dalam kalimat Engkau kerbau., kata itu tentunya menimbulkan perasaan tidak

enak bagi pendengar. Dengan kata lain,kata kerbau tadi mengandung makna emosi.

Kata kerbau dihubungkan dengan sikap atau poerilaku malas, lamban, dan

dianggapsebagai penghinaan. Orang yang dituju atau pendengarnya tentunya akan

merasa tersimggung atau merasa tidak nyaman. Bagi orang yang mendengarkan hal

tersebut sebagai sesuatu yang ditujukan kepadanya tentunya akan menimbulkan rasa

ingin melawan. Dengan demikian, makna emotif adalah makna dalam suatu kata atau

kalimat yang dapat menimbulkan pendengarnya emosi dan hal ini jelas berhubungan

dengan perasaan. Makna emotif dalam bahasa indonesia cenderung mengacu kepada

hal-hal atau makna yang positif dan biasa muncul sebagai akibat dari perubahan tata

nilai masyarakat terdapat suatu perubahan nilai.

5. Makna Konotatif

Makna konotatif berbeda dengan makna emotif karena makna konotatif

cenderung bersifat negatif, sedangkan makna emotif adalah makna yang bersifat positif

(Fathimah Djajasudarma, 1999:9). Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi

perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau didengar. Misalnya, pada kalimat

Anita menjadi bunga desa. Kata nunga dalam kalimat tersebut bukan berarti sebagai

bunga di taman melainkan menjadi idola di desanya sebagai akibat kondisi fisiknya

atau kecantikannya. Kata bunga yang ditambahkan dengan salah satu unsur psikologis

fisik atau sosial yang dapat dihubungkan dengan kedudukan yang khusus dalam

masyarakat, dapat menumbuhkan makna negatif.

6. Makna Kognitif

Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur

bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan,

Page 15: makalah semantik

dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponenya (Mansoer Pateda, 2001:109).

Kata pohon bermakna tumbuhan yang memiliki batang dan daun denga bentuk yang

tinggi besar dan kokoh. Inilah yang dimaksud dengan makna kognitif karena lebih

banyak dengan maksud pikiran.

4. Makna Referensial

Referen menurut Palmer ( dalam Mansoer Pateda, 2001: 125) adalah hubungan

antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman

nonlinguistik. Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau

kenyataan. Referen adalah sesuatu yangditunjuk oleh suatu lambang. Makna

referensial mengisyaratkan tentang makna yamg langsung menunjuk pada sesuatu,

baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses.

Makna referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai makna yang

langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran. Dapat juga

dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat

hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang

dapat dijelaskan melalui analisis komponen.

5. Makna Piktorikal

Makna piktorikal menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001:122) adalah

makna yamg muncul akibat bayangan pendengar ataupembaca terhadap kata yang

didengar atau dibaca. Makna piktorikal menghadapkan manusia dengan kenyataan

terhadap perasaan yang timbul karena pemahaman tentang makna kata yang diujarkan

atau ditulis, misalnya kata kakus, pendengar atau pembaca akan terbayang hal yang

berhubungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kakus, seperti kondisi yang

berbau, kotoran, rasa jijik, bahkan timbul rasa mual karenanya.