makalah qardh al hasan
TRANSCRIPT
QARDH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Lembaga Keuangan Syari’ah Non Bank”
Dosen Pembimbing:
Mugiyati, S.Ag, M.Ei
Disusun oleh :
Miftahur Rahmat AliansyahC04210065
Jurusan/Kelas : Ekonomi Syari’ah B
FAKULTAS SYARI’AH
PROGAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
Page 1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah melimpahkan Rahmat serta hidayahnya
dan telah mengutus Muhammad dengan petunjuk din yang benar untuk dimenangkan atas
semua din.Semoga Salawat serta salam selalu di limpah curahkan kepada junjungan nabi kita
Muhammad SAW,beserta segenap pengikutnya hingga hari akhir.
Syukur alhadulillah makalah ini telah kami susun sesuai dengan jadwal yang di
tetapkan.Makalah ini merupakan himpunan dari berbagai referensi buku lain.
Atas saran dari beberapa rekan,mengingat isi buku tersebut masih relevan da actual
untuk diketahui oleh mahasiswa,praktisi dan diperlukan masyarakat umum,maka buku
tersebut kami ambil bagian-bagian yang sangat diperlukan dalam mengerjakan makalah ini.
Kami berterima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan baik moral maupun materil sehingga makalah yang sederhana ini dapat Kami
selesaikan.
Secara khusus kami sapaikan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mensupport dan terimakasih juga kepada perpustakaan syaria’ah yang telah meminjamkan
buku sehingga dapat tersusun bentuk makalah seperti sekarang ini. Oleh karena hal-hal yang
tersbut dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesempurnaan,baik dari
segi teknik penulisan maupun materi yang disajikan,oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua yang membacanya.
Page 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………….. 2
BAB I : Pendahuluan………………………………………… 4
BAB II : Pembahasan
1.Pengertian………………………………………………… 5
2.Landasan Syariah…………………………………………. 6
3.Aplikasi Dalam Perbankan………………………………… 7
4.Ketentuan Hukum Al qard…………………………………. 8
5.Manfaat Al Qard………………………………………….. 9
6.Aplikasi AL Qard………………………………………… 13
7.Al Qardh Hasan…………………………………………… 17
BAB III : KESIMPULAN………………………………….. 18
V.DAFTAR PUSTAKA…………………………………… 19
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
Ajaran Islam mengakui adanya perbedaan pendapatan dan kekayaan pada setiap
orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang
mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif, usaha dan resiko. Namun
perbedaan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu jauh antara
yang kaya dengan yang miskin karena kesenjangan yang terlalu dalam tidak
sesuai dengan syariah Islam yang menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan
saja karunia dari Allah bagi semua manusia, melainkan juga merupakan suatu
amanah. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk mengkonsentrasikan
sumber-sumber daya di tangan segelintir orang.
Kurangnya program-program efektif untuk mereduksi kesenjangan sosial yang
terjadi selama ini dapat mengakibatkan kehancuran, bukan penguatan perasaan
persaudaraan yang hendak diciptakan ajaran Islam. Syariah Islam sangat
menekankan adanya suatu distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata
sebagaimana yang tercantum dalam Surah Al Hasyr ayat 7, yakni “… kekayaan
itu tidak beredar di kalangan orang-orang kaya di antara kamu saja.”
Distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata bukan berarti sama rata
sebagaimana faham kaum komunisme, tetapi ajaran Islam mewajibkan setiap
individu untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sangat melarang
seseorang menjadi pengemis untuk menghidupi dirinya.
Dalam literatur Ekonomi Syariah, terdapat berbagai macam bentuk transaksi
kerjasama usaha, baik yang bersifat komersial maupun sosial, salah satu
berbentuk “qardh”. Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali tanpa mengharapkan imbalan atau dengan kata
lain merupakan sebuah transaksi pinjam meminjam tanpa syarat tambahan pada
saat pengembalian pinjaman. Dalam literatur fiqh klasik, qardh dikategorikan
dalam aqd tathawwui atau akad tolong menolong dan bukan transaksi komersial.
Page 4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi al-Qardh
Secara umum pinjaman merupakan pengalihan hak milik harta atas harta. dimana pengalihan
tersebut merupakan kaidah dari Qardh.
A.Pengertian Pinjaman Menurut Bahasa Arab
Qardh secara bahasa, bermakna Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang disodorkan
kepada orang yang berhutang disebut Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang
yang memberikan hutang. Kemudian kata itu digunakan sebagai bahasa kiasan dalam
keseharian yang berarti pinjam meminjam antar sesama. Salah seorang penyair
berkata,“Sesungguhnya orang kaya bersaudara dengan orang kaya, kemudian mereka saling
meminjamkan, sedangkan orang miskin tidak memiliki saudara”
B. Pengertian Pinjaman Menurut Hukum Syara’
Secara syar’i para ahli fiqh mendefinisikan Qardh:
1. Menurut pengikut Madzhab Hanafi , Ibn Abidin mengatakan bahwa suatu pinjaman adalah
apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada yang lain kemudian dikembalikan dalam
kepunyaannya dalam baik hati.
2. Menurut Madzhab Maliki mengatakan Qardh adalah Pembayaran dari sesuatu yang
berharga untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau setimpal.
3. Menurut Madzhab Hanbali Qardh adalah pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan
memperoleh manfaat dengan itu dan kembalian sesuai dengan padanannya.
4. Menurut Madzhab Syafi’i Qardh adalah Memindahkan kepemilikan sesuatu kepada
seseorang, disajikan ia perlu membayar kembali kepadanya.
Page 5
C. Definisi lain
Menurut Syafi’i Antonio (1999), qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
Menurut Bank Indonesia (1999), qardh adalah akad pinjaman dari bank (muqridh) kepada
pihak tertentu (muqtaridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai
pinjaman.
2. Aspek Syariah Al-Qardh
Transaksi qardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadits riwayat ibnu majjah dan
ijma ulama.Sungguhpun demikian ,Allah SWT mengajarjkan kepada kita agar meminjamkan
sesuatu bagi “agama Allah”.
a. Al-Qur’an Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan
(rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.(Al-Baqarah : 245) Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.(Al-Maidah : 2)
Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseru untuk “meminjamkan kepada
Allah”,artinya untuk membelanjakan harta di jalan Allah.
Selaras dengan memeinjamkan kepada Allah,kita juga diseru untuk “meminjamkan kepada
sesama manusia”.Sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat.
b. As-Sunnah Dari Anas ra, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Pada malam peristiwa
Isra’ aku melihat di pintu surga tertulis ’shadaqoh (akan diganti) dengan 10 kali lipat,
sedangkan Qardh dengan 18 kali lipat, aku berkata : “Wahai jibril, mengapa Qardh lebih
utama dari shadaqoh?’ ia menjawab “karena ketika meminta, peminta tersebut memiliki
sesuatu, sementara ketika berutang, orang tersebut tidak berutang kecuali karena kebutuhan”.
(HR. Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abas bin Malik ra, Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan
hadits serupa dari Abu Umamah ra) Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi saw
Page 6
berkata,”Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainya) dua kali lipat
kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”(HR Ibnu Majah,Ibnu Hibban dan Baihaqi).
c. Ijma’ Secara ijma’ juga Para ulama menyatakan bahwa Qardh diperbolehkan.
Qardh bersifat mandub (dianjurkan) bagi muqridh (orang yang mengutangi) dan mubah bagi
muqtaridh (orang yang berutang) kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak
bias hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya.Tidak ada sesoranga pun yang
memiliki segala barangyang ia butuhkan.Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi
satu bagian dari kehidupan di dunia ini.Islam adalah agama yang sangat memperhatikan
segenap kebutuhan umatnya.
3. Aplikasi dalam Perbankan
Akad qard biasanya diterapkan sebagai berikut:
a. Sebagai produk perlengkapan kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan
bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek.
Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.
b. Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik
dananya karena,misalnya tersimpan dalam bentuk deposito.
c. Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kcil atau memebayar sector sosial.
Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu al-qardh Al-
hasan
Hal yang diperbolehkan pada Qardh
Madzhab Hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan,
yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak meyolok, seperti barang-barang yang ditakar,
ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa, telur. Tidak diperbolehkan
melakukan qardh atas harta yang tidak memiliki kesepadanan, baik yang bernilai seperti
binatang, kayu dan agrarian, dan harta biji-bijian yang memiliki perbedaan menyolok, karena
tidak mungkin mengembalikan dengan semisalnya.
Page 7
Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas
semua harta yang bisa diperjualbelikan objek salam, baik ditakar, atau ditimbang, seperti
emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan,
binatang dan sebagainya, seperti harta-harta, biji-bijian.
4. Hukum Qardh
Hak kepemilikan dalam Qardh menurut Abu Hanifah dan Muhammad – berlaku melalui
Qabdh (penyerahan).Jika seseorang berhutang satu mud gandum dan sudah terjadi qabdh,
maka ia berhak menggunakan dan mengembalikan dengan semisalnya meskipun muqridh
meminta pengembalian gandum itu sendiri, karena gandum itu bukan lagi miliki muqridh.
Yang menjadi tanggung jawab muqtaridh adalah gandum yang semisalnya dan bukan
gandum yang telah diutangnya, meskipun Qardh itu berlangsung.
Abu yusuf berkata : muqtaridh tidak memiliki harta yang menjadi objek Qardh selama Qardh
itu berlangsung.
Mazhab hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu
harta yang perbedaan nilainya tidak menyolok, seperti barang-barang yang ditakar,
ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa dan telur, dan yang diukur,
seperti kain bahan. Di perbolehkan juga meng-qardh roti, baik dengan timbangan atau biji.
Mazhab Maliki, Syafi’I, dan Hambali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas
semua harta yang bias dijualbelikan obyek salam, baik itu ditakar, ditimbang, seperti emas,
perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan, binatang
dan sebagainya, seperti harta-harta biji-bijian, karena pada riwayat Abu Rafi’ disebutkan
bahwa Rasulullah SAW berutang unta berusia masih muda, padahal untuk bukanlah harta
yang ditakar atau ditimbang, dan karena yang menjadi obyek salam dapat di hakmiliki
dengan jual beli dan ditentukan dengan pensifatan. Maka bisa menjadi obeyek qardh.
Sebagaimana harta yang ditakar dan ditimbang. Dari sini, menurut jumhur ahli fiqih,
diperbolehkan melakukan qardh atas semua benda yang boleh diperjualbelikan kecuali
manusia, dan tidak dibenarkan melakukan qardh atas manfaat/jasa, berbeda dengan pendapat
Ibnu Taimiyah, seperti membantu memanen sehari dengan imbalan ia akan dibantu memenen
Page 8
sehari, atau menempoati rumah orang lain dengan imbalan orang tersebut menempati
rumahnya.
5. Manfaat al-qardh
a. Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan
jangka pendek.
b. Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri syariah dan bank konvensional yang
didalamnya terkandungØpembeda antara bank misi social, disamping misi komersial.
c. Adanya misi kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas
masyarakat kepada bank syariah.
d. Risiko al-qardh terhitung tinggi karena ia di anggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan
jaminan.
Dilihat dari definisi diatas, maka pinjaman dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pinjaman
seorang hamba untuk Tuhan-Nya dan pinjaman seorang muslim untuk saudaranya.
a. Pinjaman seorang hamba untuk Tuhan-Nya
Yaitu apa yang diberikan oleh seorang muslim untuk membantu saudaranya tanpa
mengharap kembalinya barang tersebut karena semata-mata untuk mengharapkan balasan di
akhirat nanti. Hal ini mencakup infaq untuk berjihad, infaq untuk anak-anak yatim, infaq
untuk orang-orang jompo, dan infaq untuk orang-orang miskin. Jenis ini telah disebutkan di
dalam Al-Qur’an dengan kata ‘al-qardh’, sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT
“Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah : 244) “Siapakah yang mau memberi
pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.
Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.”(Q.S Al-Baqarah : 245). Sebagaimana yang kita lihat ayat diatas, jelaslah
bahwa pinjaman yang dimaksud disini berbeda dengan apa yang sering kita lihat didalam
Page 9
kehidupan bermasyarakat, yang mana seseorang meminjam dari temannya karena didorong
oleh adanya suatu kebutuhan. Karena pinjaman yang dimaksud dalam ayat ini sebagaimana
yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.
b. Pinjaman seorang hamba untuk saudaranya
Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan masalah ini.Madzhab Abu Hanifah
berkata, “Pinjaman yang diperbolehkan adalah sesuatu yang mempunyai persamaan yang
mungkin dapat digantikan dengan sesuatu yang seruoa, akan tetapi menyangkut barang-
barang bernilai seperti hewan, property, kayu bakar dan segala sesuatu yang tidak mungkin
ditemukan barang yang serupa dan persis dengannya waktu pengembalian barang pinjaman
tersebut, maka tidak boleh dipinjamkan. Karena menurut golongan ini, bahwa pinjam
meminjam dengan sesuatu yang tidak dapat digantikan dengan yang serupa tidak
diperbolehkan.
Madzhab Imam Malik menambahkan definisi ini dengan beberapa point berikut :
• Hendaklah barang yang dipinjamkan mempunyai nilai jual, dengan begitu tidak dibenarkan
meminjamkan sepotong api.
• Orang yang meminjam harus mengembalikan barang pinjamannya.
• Pengembalian pinjaman hendaklah diberikan sesudah menerima pinjamannya.
• Hendaklah orang yang memberikan pinjaman tersebut berniat untuk memberikan manfaat
kepada orang yang meminjam saja, dan tidak berniat untuk mendapatkan keuntungan pribadi
maupun untuk mendapatkan keuntungan bersama.
• Tidak boleh meminjamkan alat fital seorang sahaya perempuan kepada seseorang untuk
dimanfaatkan
• Hendaklah orang yang meminjam sesuatu harus menjamin bahwa ia akan mengembalikan
pinjamannya, sehingga dalam hal ini masjid dan madrasah tidak bisa dipinjamkan. Setelah
kita memberikan pinjaman kepada seseorang (saudaranya), hendaklah pinjaman tersebut
mengandung unsur kebaikan, begitu juga apabila pinjaman tersebut telah jatuh tempo.
Page 10
Ber-ihsan dalam menagih hutang (Qardh), adakalanya dilakukan dengan menganggapnya
lunas, semua maupun sebagiannya, atau dengan mengundurkan waktu pembayaran tersebut
yang telah jatuh tempo, ataupun dengan mengurangi pelbagai persyaratan pembayaran yang
telah memberatkan. Semua itu sangat dianjurkan, Sebagaimana dalam Sabda Nabi SAW :
“Rahmat Allah tercurah atas siapa-siapa yang’mudah’ dalam membeli, ‘mudah’ dalam
menjual, ‘mudah dalam membayar dan ‘mudah’ dalam menagih ”Rasulullah SAW, juga
pernah menyebutkan tentang seorang laki-laki yang masa lalunya penuh dengan perbuatan
dosa, yang ketika dihisab, ternyata tidak memiliki cacatan amal kebaikan yang pernah ia
lakukan. Maka ditanyakan kepadanya, “Apakah anda tidak pernah melakukan kebaikan
apapun ? “Tidak, “jawabnya. “Tetapi saya dahulu adalah seorang pemberi hutang, dan
senantiasa mengingatkan kepada para pegawai saya : ‘Perlakukanlah yang mampu diantara
para penghutang dengan perlakuan yang baik, dan undurkanlah waktu pembayaran bagi yang
dalam kesusahan’. (Dalam versi lain : ‘….dan maafkanlah (yakni anggaplah hutangnya lunas)
bagi yang dalam kesusahan’). Lalu Allah SWT pun menghapus dosa-dosanya dan
mengampuninya.
Seandainya semua masyarakat mengetahui hal demikian, tidak akan terjadi hal-hal yang
dapat mengakibatkan seseorang (pemilik harta) berbuat zhalim kepada orang yang
membutuhkan bantuan. Apalagi ditengah kondisi krisis sekarang ini. Dimana, kita sebagai
orang yang memiliki kelebihan harta hendaklah menolong saudara-saudara kita yang telah
dilanda kesusahan dengan memberikan bantuan berupa pinjaman yang ihsan, bahkan tidak
sekadar itu dapat memberikan Qardhul Hasan (menginfakkan, mensedeqahkan sebagaian
hartanya tanpa mengaharapkan imbalan seperserpun tetapi hanya mengharap ridha Allah
SWT). Tetapi kalau hanya memikirkan kehidupan duniawi manusia takluput akan kerakusan
harta, yang diingat hanyalah berapa besar kelebihan dari kembalian harta yang telah
dipinjamkan.
Pinjaman Berbunga
Bahwa pinjaman yang berbunga adalah haram berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, ijma’.
Keharaman itu meliputi segala macam bunga yang dijadikan syarat oleh orang yang memberi
pinjaman kepada si peminjam. Karena tujuan dari pemberi pinjaman adalah mengasihi si
peminjam dan menolongnya. Tujuannya bukan mencari kompensasi atau keuntungan. Oleh
sebab itu, pinjaman semacam itu diserupakan dengan bantuan keuangan. Seolah-olah orang
Page 11
yang meminjamkan uang itu, mengambil kembali uang tersebut. Namun, yang diambil
kembali bukan uang yang dipinjamkan, tetapi senilai dengan uang tersebut. Berarti derajatnya
sama dengan orang yang meminjami fasilitas uangnya kemudian mengambil kembali
uangnya. Dengan dasar itu, berarti pinjaman berbunga yang diterapkan oleh bank-bank
maupun rentenir dimasa sekarang ini jelas-jelas merupakan riba yang diharamkan oleh Allah
dan Rasul-Nya. sehingga bisa terkena ancaman keras baik didunia maupun diakhirat dari
Allah SWT.
Jenis-jenis pinjaman yang mengandung riba
1. Pinjaman Konsumtif
Pinjaman-pinjaman semacam ini dilakukan oleh orang-orang yang mengalami kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Pinjaman jenis ini amat biasa di kalangan orang-
orang miskin dan menengah, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang, seperti
terjadi di Indonesia sejak dilanda krisis multidimensi salah satu diantara krisis moneter,
dimana terjadi kenaikan pada semua harga barang, akibatnya masyarakat kesusahan untuk
membutuhkan barang tersebut karena nilai mata uang yang menurun disamping itu juga
pendapatan masyarakat yang cenderung tidak meningkat. Sebagian besar orang mengambil
pinjaman ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagian besar dari
pendapatan mereka diambil alih oleh pemilik modal dalam bentuk bunga. Jutaan manusia di
negara-negara yang sedang berkembang menggunakan seluruh hidupnya untuk membayar
utang yang diwariskan kepada mereka. Upah dan gaji mereka sangat rendah sehingga setelah
membayar bunga, sangat sedikit yang tersisa untuk menjadikan mereka mampu mendapatkan
satu dua piring makanan setiap hari.
Pembayaran angsuran bunga yang berat secara terus menerus ini telah merendahkan standard
kehidupan dan pendidikan anak-anak mereka. Disamping itu, kecemasan yang terus menerus
rupanya mempengaruhi efisiensi kerja mereka yang pada akhirnya akan memperlemah
perekenomian negara mereka.
Selanjutnya, pembayaran bunga telah mengurangi (menurunkan) daya beli di kalangan
mereka. Oleh karena itu, industri yang memenuhi permintaan golongan miskin dan menengah
akan memperoleh kesan akan rendahnya permintaan pada kalangan tersebut. Dan secara
Page 12
berangsur-angsur tetapi dengan pasti, hal ini akan menurunkan pembangunan industri serta
menghambat kemajuan masyarakat.
1. Pinjaman Produktif
Pinjaman ini dilakukan oleh para pedagang, industrialis dan para petani untuk tujuan-tujuan
yang produktif termasuk dalam kategori peminjam jenis ini. Kapitalis, dengan malapraktek
mereka, telah menimbulkan banyak kesengsaraan dengan memungut bunga dari para
peminjam, begitu juga terhadap masyarakat.
6. Aplikasi Qardh
Pinjaman qardh biasanya diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagai fasilitas pinjaman
talangan pada saat nasabah mengalami overdraft. Fasilitas ini dapat merupakan bagian dari
satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan nasabah bertransaksi. Aplikasi qardh dalam
perbankan ada empat hal:
a.Sebagai pinjaman talangan haji
b.Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah
c.Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil
d Sebagai pinjaman kepada pengurus bank
Rukun dan Syarat
1. Rukun :
- Muqridh (pemilik barang)
- Muqtaridh (yang mendapat barang atau peminjam)
- Ijab qobul
- Qardh (barang yang dipinjamkan)
2. Syarat sah qardh :
Page 13
- Qardh atau barang yang dipinjamkan harus barang yang memiliki manfaat, tidak sah jika
tidak ada kemungkinan pemanfaatan karena qardh adalah akad terhadap harta.
- Akad qardh tidak dapat terlaksana kecuali dengan ijab dan qobul seperti halnya dalam jual
beli.
3. Sumber dana
Sifat qardh tidak memberikan keuntungan finansial. Karena itu, pendanaan qardh dapat
diambil menurut kategori berikut:
a. Al-qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan social, dapat
bersumber dari dana zakat, infaq, dan sedekah.
b. Al-qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka
pendek. Talangan dana di atas dapat diambilakan dari modal bank.
Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga
Keuangan Syariah
Di antara keputusan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional No. 29/DSN-
MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah adalah
sebagai berikut:
- Dalam pengurusan haji bagi nasabah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat memperoleh
imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI no.
9/DSN MUI/IV/2000.
- Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang
diberikan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah.
- Apabila diperlukan, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat membantu menalangi
pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai dengan Fatwa
DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.[1][3] Keputusan fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
Page 14
- Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah
pengurusan haji dan talangan pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
- Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam
berbagai produknya.
- Agar pelaksanaan transaksi tersebut sesuai dengan prinsip syari’ah, maka Dewan Syariah
Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang pengurusan dan pembiayaan haji oleh
Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) untuk dijadikan pedoman.[1][4]
Berdasarkan pertimbangan di atas itulah, Dewan Syariah Nasional memberikan ketetapan
hukum boleh melakukan ibadah haji dengan bantuan talangan dari pihak Lembaga Keuangan
Syari’ah (LKS), dengan syarat ia harus mampu melunasinya dalam waktu yang telah
disepakati.
Bahkan pendapat yang paling ketat mensyaratkan pihak peminjam harus melunasinya
sebelum pemberangkatan haji, sebab kalau tidak demikian berarti ia termasuk orang yang
tidak diwajibkan menunaikannya karena belum cukup syarat (mampu).
Telaah terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Pembiayaan Pengurusan Haji
Lembaga Keuangan Syariah
Sistem keuangan dan perbankan Islam hadir untuk memberikan berbagai jasa keuangan yang
dapat diterima secara religius kepada komunitas-komunitas muslim.[1][5] Dapat diterima
secara religius artinya tujuan dari sirkulasi keuangan itu sesuai dengan prinsip-prinsip Islam
dan tidak mengandung unsur riba dan pemerasan. Jadi, aspek utama yang ditekankan di sini
adalah kesejahteraan sosial yang dilihat dari apakah aktivitas tersebut menambahkegunaan
(masalih) atau tidak (mafasid).[1][6]
Bila dikaitkan dengan jasa yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) untuk
menalangi pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) cukup jelas bahwa kegiatan
tersebut sangatlah membantu kemudahan masyarakat yang ingin menyempurnakan rukun
Islam yang kelima, yakni melakukan ibadah haji, meski biaya yang mereka butuhkan belum
tersedia secara memadai. Menurut penyusun, faktor inilah yang menjadi pertimbangan
Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa mengenai kebolehan menalanginya bagi
Lembaga Keuangan Masyarakat.
Page 15
Bila ditelaah melalui perspektif ushul fiqh, sikap yang diambil oleh Dewan Syariah Nasional
didasarkan para prinsip li al-maslahah al-mursalah. Namun yang perlu ditekankan di sini
adalah bahwa orang tersebut tetap berada dalam koridor istitha’ (sanggup atau mampu) untuk
melunasinya dalam waktu yang disepakati, karena bila ia hanya mengandalkan keinginan
semata tanpa disertai kesanggupan untuk melunasi berarti ia telah memaksakan diri (bukan
berdasar keikhlasan) padahal yang namanya ibadah harus dilaksanakan secara ikhlas dan
sesuai kesanggupannya.
Berkaitan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai hukum penalangan tersebut
apakah masuk dalam hukum ijarah (menyewa) ataukah qardh (meminjam), maka di bawah
ini perlu didefinisikan kembali kedua istilah tersebut.
a. Al-ijarah (operational lease) adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.[1][7]
b. Al-Qardh (soft and benevolent loan) adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategrikan dalam ‘aqd tathawwu’i atau akad
saling membantu dan bukan transaksi komersial.[1][8]
Dari kedua definisi di atas dapat diketahui bahwa jasa yang diberikan oleh Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS) untuk menalangi pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH)
kurang tepat bila digunakan istilah al-Qardh (meminjamkan), karena dalam Islam, pinjam
meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya bila seseorang meminjam
sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas jasa pokok
pinjamannya. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw yang mengatakan bahwa setiap
pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba
itu haram. Karena itu, dalam Lembaga Keuangan Syari’ah pinjaman tidak disebut kredit, tapi
pembiayaan (financing).
Dalam kasus ini, bila nasabah datang Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dan ingin
meminjam uang untuk keperluan naik haji karena biaya yang tersedia tidak cukup, maka ia
harus melakukan akad ijarah (sewa) dan bukan akad qardh (meminjam). Karena jika LKS
Page 16
memberikan pinjaman kepada nasabah atas nama akad qardh untuk membantu menalangi
pembiayaan haji, maka LKS tidak boleh mengambil keuntungan dari pinjaman itu.
7.Al-Qardhul hasan
Allah swt berfirman: dalam al-Baqarah ayat 245 : Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan
melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Secara umum, Qardh Hasan diartikan sebagai infak di jalan Allah, di dalam jihad dan
peperangan demi menegakkan kebenaran dan bersedekah kepada para fakir miskin dan
orang-orang yang membutuhkan. Ada juga yang mengatakan: Qardh Hasan itu adalah amal
shaleh muthlaqon yang mana dia adalah bentuk transaksi pinjaman yang benar-benar bersih
dari tambahan/bunga.
Pengertian “al-hasan” disini adalah ketika seorang muslim meminjamkan atau
menginfakkan sesuatu yang ada pada dirinya hendaklah dia mengeluarkan sesuatu yang elok
tanpa cela. Maka Qardh hasan itu pada dasarnya adalah sedekah yaitu pekerjaan yang mulia
dengan mengharapkan keredhoan Allah semata.KESIMPULAN
Dari uraian makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa bank syariah memiliki keunggulan
atau nilai lebih dibandingkan dengan bank konvensional dari segi pembiayaan, karena dalam
bank syari’ah memiliki berbagai macam bentuk pembiayaan yang meudahkan bagi para
nasabah dalam segi pembiayaan. Bank syariah juga memiliki keuntungan yang lebih
dibandingkan dengan bank konvensional, karena produknya dijamin halal.
Page 17
BAB III
KESIMPULAN
Secara umum pinjaman merupakan pengalihan hak milik harta atas harta. dimana pengalihan
tersebut merupakan kaidah dari Qardh.
Secara syar’i para ahli fiqh mendefinisikan Qardh:
1. Menurut pengikut Madzhab Hanafi , Ibn Abidin mengatakan bahwa suatu pinjaman adalah
apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada yang lain kemudian dikembalikan dalam
kepunyaannya dalam baik hati.
2. Menurut Madzhab Maliki mengatakan Qardh adalah Pembayaran dari sesuatu yang
berharga untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau setimpal.
3. Menurut Madzhab Hanbali Qardh adalah pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan
memperoleh manfaat dengan itu dan kembalian sesuai dengan padanannya.
4. Menurut Madzhab Syafi’i Qardh adalah Memindahkan kepemilikan sesuatu kepada
seseorang, disajikan ia perlu membayar kembali kepadanya.
Aplikasi dalam Perbankan Akad qard biasanya diterapkan sebagai berikut:
a. Sebagai produk perlengkapan kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan
bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek.
Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.
b. Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik
dananya karena,misalnya tersimpan dalam bentuk deposito.
c. Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kcil atau memebayar sector sosial.
Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu al-qardh Al-
hasan
Page 18
DAFTAR PUSTAKA
Antonio Syafi’I. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001
www.google.com/wiipedia
Antonio Syafi’I. Bank Syariah, PT Ekonisia, Yogyakarta; 2006
Zuhaili Wahbah, Dr, Fiqh Muamalah Perbankan Syari’ah
Al-Fauzan, Saleh. 2006. Fiqih Sehari-hari. Jakarta:Gema Insani
Rasjid, Sulaiman. 2004. Fiqh Islam. Bandung:Sinar Baru Algesindo
Syafei, Racmat.2001.Fiqih Muamalah.Bandung:Pustaka Setia
Syarifudin, Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqh.Jakarta:Prenada Media
Page 19