azas manfaat dan perspektif keadilan dalam qardh

182
1 AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH Hapil Hanapi E-mail: [email protected] E-mail: [email protected] Abstract The basic value of Islamic economic is aimed at achieving the goal of decreasing sharia (al maqashid asy-syariah) so that the maslahah. The concept of maslahah in Islam is transcendent, so it is different from the materialist western concept. So the concept of benefits in lending and borrowing (qardh) can only be understood by people outside of Islam after freeing themselves from the consept of usury or interest, because the qardh basically charity. Then the concept of justice in qardh must also be seen from a concept more than help, because justice in qardh is basically the distribution of wealth from people who have to the needy, and besides not being able to request additional loan payments, even ordered to release him when the debtor clearly was unable to repay the loan. Keywords: qardh, benefit, justice A. Pendahuluan Menurut Jeremy Seabrook, seperti dikutip Hendri Hermawan Adinugraha 1 , perkembangan ilmu ekonomi Islam erat kaitannya dengan tujuan landasan filosofisnya sendiri, maka sandaran filosofis ilmu ekonomi Islam bersumber dari sumber-sumber hukum Islam yaitu al Quran, hadits dan ijtihad. Secara epistemologis, Islam tidak 1 Hendri Hermawan Adinugraha, Norma dan Nilai Dalam Ilmu Ekonomi Islam, httpsmedia.neliti.commediapublications41092-ID-norma-dan-nilai-dalam-ilmu- ekonomi- islam.pdf#page=10&zoom=auto,-107,639, (diakses tanggal 24-11-2018, jam 22.04)

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

1

AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN

DALAM QARDH

Hapil Hanapi

E-mail: [email protected]

E-mail: [email protected]

Abstract

The basic value of Islamic economic is aimed at achieving the goal of

decreasing sharia (al maqashid asy-syariah) so that the maslahah.

The concept of maslahah in Islam is transcendent, so it is different

from the materialist western concept. So the concept of benefits in

lending and borrowing (qardh) can only be understood by people

outside of Islam after freeing themselves from the consept of usury or

interest, because the qardh basically charity. Then the concept of

justice in qardh must also be seen from a concept more than help,

because justice in qardh is basically the distribution of wealth from

people who have to the needy, and besides not being able to request

additional loan payments, even ordered to release him when the debtor

clearly was unable to repay the loan.

Keywords: qardh, benefit, justice

A. Pendahuluan

Menurut Jeremy Seabrook, seperti dikutip Hendri Hermawan

Adinugraha1, perkembangan ilmu ekonomi Islam erat kaitannya dengan

tujuan landasan filosofisnya sendiri, maka sandaran filosofis ilmu

ekonomi Islam bersumber dari sumber-sumber hukum Islam yaitu al

Quran, hadits dan ijtihad. Secara epistemologis, Islam tidak

1 Hendri Hermawan Adinugraha, Norma dan Nilai Dalam Ilmu Ekonomi Islam,

httpsmedia.neliti.commediapublications41092-ID-norma-dan-nilai-dalam-ilmu-

ekonomi-

islam.pdf#page=10&zoom=auto,-107,639, (diakses tanggal 24-11-2018, jam 22.04)

Page 2: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

2

memisahkan antara ekonomi dengan sistem nilai. Ajaran Islam menjadi

kategori moral imperatif untuk mengendalikan perilaku ekonomi

manusia. Pandangan dunia Islam menyebutkan bahwa asal, cara, dan

tujuan manusia mempunyai konsekuensi eskatologis yaitu bermula dari

dan bermuara pada keimanan pada Allah SWT. 2

Ilmu ekonomi Islam (iqtishodiyah) dengan pendekatan

aksiologis (nilai) dan dari pandangan epistemologis (ilmu

pengetahuan), sebenarnya telah mencapai tahapan idealis. Tahapan

idealis adalah puncak aksiologis berkaitan dengan substansi nilai,

kebenaran sepenuhnya merujuk kepada rasio.3 Atau dengan kata lain

aksiologi melahirkan rasionalisme. Pendekatan aksiologis merumuskan

suatu suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis, dan ketika yang

baik teridentifikasi

akan berbicara moralitas dengan konsep

“seharusnya” atau “sepatutnya”. 4

Nilai dalam ilmu ekonomi Islam telah

memberi landasan etik yang kokoh dengan bersumber pada tauhidullah

(Allah adalah satu) sebagai sumber etik tertinggi. Nilai itu berupa

keyakinan religious dan janji-janji determinsitik dalam agama Islam

yang bersumber dari al Quran. Nilai dapat didefinisikan sebagai

patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan

pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatifnya.5

2 Wahyu, Filsafat Ekonomi Islam : Rasionalitas dan Regligiusitas Ekonomi, Jurnal

Ekonomi Islam Al-Infaq, Vol. 1 No. 1, September 2010 pp., Program Studi

Ekonomi

Islam FAI-UIKA Bogor, 55 3

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, (Bandung : Pustaka

Setia, 2015),

176 4

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, 35-36 5 Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, 169

Page 3: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

3

Meskipun demikian, nilai tidak sepenuhnya ada dalam realitas.

Nilai llmu ekonomi Islam tidak bisa dikacaukan dengan ide atau

konsep ekonomi Islam. Nilai dapat ditangkap langsung terutama

melalui emosi atau perasaan, sedangkan ide ekonomi Islam baru dapat

diketahui secara intelektual. Maka, seorang orientalis, sebagai contoh,

dapat menangkap dan merasakan nilai keadilan (al adalah) dari

ekonomi Islam walaupun mungkin secara konseptual tidak dapat

menjelaskan tentang ide keadilan itu, bahkan mungkin tidak

meyakininya. Dalam kasus seperti ini filsafat nilai tidak selalu

bergantung kepada apa yang diyakini seseorang.

Maka dalam kaitan ini filsafat sering diartikan sebagai usaha

manusia yang gigih untuk dapat membuat hidup ini sedapat mungkin

dapat bermakna.6

Filsafat kadang-kadang diidentikan dengan why of

life, weltanchaung, wareld en lebens beschouwing, pandangana hidup,

pandangan dunia, pegangan hidup dan dan petunjuk hidup. Pandangan

hidup yang telah meningkat menjadi tujuan hidup kemudian berubah

menjadi pendirian hidup dan akhirnya menjadi pedoman hidup.7 Dalam

istilah filsafat, di mana realitas ada dua macam, maka qardh adalah

realitas yang disepakati (agreement reality) sekaligus realitas yang

didasarkan pada pengalaman (experimental reality) yang sumber

asalnya dari ajaran al Quran yang dipraktikkan sejak sebelum zaman

Rasulullah saw.

6 Sudarto, Metologi Penelitian Filsafat, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002),

cetakan ketiga, 38. 7 Sudarto, Metologi Penelitian Filsafat, 39

pandang filsafat ekonomi Islam, khususnya dari segi prinsip manfaat dan

perspektif keadilan.

Page 4: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

4

Karena itu bagi seorang muslim nilai bersifat normatif, artinya

mengandung harapan, cita-cita dan suatu keharusan sehingga nilai

memiliki sifat ideal (das sollen) dan nilai diwujudkan dalam bentuk

norma sebagai landasan bertindak. Nilai juga berfungsi sebagai daya

dorong atau motivator dan seorang muslim harus menjadi pendukung

nilai. Maka qardh -suatu bentuk pinjam-meminjam uang- yang

sebenarnya secara praktik ekonomi sangat universal dan ada pada

semua ummat manusia tanpa terkait ajaran agama apapun, dari segi

ajaran Islam memiliki nilai filosofis yang tidak didapat pada ajaran-

ajaran atau ideologi lain. Karena itu tulisan ini berupaya menyoroti

tentang qardh dari sudut

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan

pendekatan filsafat-normatif serta deduktif-normatif. Penelitian ini juga

adalah penelitian pustaka (library research) dengan tipe deskriptif-

analisis, yakni berusaha menggambarkah data data yang ditemukan

dalam al-Qur'an, sunnah Nabi Muhammad saw, kitab-kitab fikih dan

sumber-sumber lain, untuk dilanjutkan dengan analisis dan dengan

pendekatan filsafat nilai, yakni berusaha memahami nilai-nilai filsafat

ekonomi Islam dengan mendasarkan pada pemahaman misi pokok

Islam yang bersumber pada al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad

saw.

Pendekatan deduktif-normatif yang digunakan untuk

menemukan etika-moral atau prinsip-prinsip dasar atau spirit (ruh),

maka hasilnya akan lebih lentur/tidak kaku. Penelitian ini bersifat

deskriptif yaitu bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang

Page 5: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

5

tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memerikasa sebab-

sebab dari suatu gejala tertentu 8 dalam hal ini adalah tentang qardh.

Sumber data primer penelitian, yaitu buku-buku, laporan-

laporan hasil penelitian berupa jurnal ilmiah, yang berkaitan dengan

qardh. Sumber data sekunder, terdiri atas referensi-referensi lainnya

yang berkaitan dengan tema pembahasan, yang berasal dari surat,

kabar, majalah atau internet. Metoda pengumpulan data dilakukan

dengan cara dokumentasi.

B. Pembahasan

1. Pengertian qardh

Al-qardh (hutang) adalah harta yang diberikan kreditor

(pemberi hutang) kepada debitor (yang berhutang) untuk

dikembalikan kepadanya sama dengan yang diberikan pada saat

debitor mampu mengembalikannya. Secara bahasa maknanya

adalah al-qath‟u (memutus). Harta yang diambil debitor disebut

hutang (al-qardh), karena kreditor memotong dari harta miliknya.

9Qardh dalam terminologi fikih berarti, “Menyerahkan barang/uang

kepeda seseorang untuk digunakannya kemudian orang trsebut

menyerahan ganti yang sama dengan barang yang telah

digunakannya”

10Dalam teknis perbankan syariah, qardh adalah

8 Husen Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : Raja

Grafindo Persada, 2005), 22 9 Yusuf as-Sabatin, Al-Buyu‟ al-Qadimah wa al- Mua‟ashirah wa al- Burshat al-

Mahiliyyah wa ad-Duwaliyyah, diterjemahkan dengan judul Bisnis Islam dan Kritik

atas Praktik Bisnis ala Kapitalisme oleh Yahya Abdurrahma (Bogor : Al Azhar Press,

2014), 364 10 Erwandi Tarmizi, Harta Haram Mumamalat Kontemporer (Bogor, Berkah Mulia

Insani, 2017), 473-474

Page 6: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

6

pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah yang dipergunakan

untuk kebutuhan mendesak, seperti dana talangan/cerukan (over

draft) dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang

bersifat konsumtif.11

Selain itu qardh dilakukan dalam transaksi

talangan haji, talangan cerukan atau overdraft dari rekening wadiah,

transaksi rahn, hawalah dan sejenisnya12

. Pengembalian dana qardh

sebesar pokok yang dipinjamnya, baik secara sekaligus atau dicicil

dan tidak ada penambahan jumlah pengembalian dari pokok yang

dipinjam.

Kata qardh kemudian diadopsi menjadi credo (Romawi),

credit (Inggris), dan kredit (Indonesia). Objek dari pinjaman qardh

biasanya adalah uang atau alat tukar lainnya, yang merupakan

transaksi pinjaman murni tanpa bunga ketika peminjam

mendapatkan uang tunai dari pemilik dana (dalam hal ini bank) dan

hanya wajib mengembalikan pokok utang pada waktu tertentu di

masa yang akan dating.13

Berbeda dengan pengertian qardh, dalam

perkembangannya kata “kredit” merujuk kepada pinjaman yang

berbasis bunga (usury/interest), sebagaimana yang dikenal saat ini

dalam dunia perbankan konvensional. Sementara padanan kata

“kredit” di dalam perbankan syariah adalah “pembiayaan”

(financing)14

.

11 M Ismail Yusanto dan M Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam, (Bogor : Al

Azhar Press, 2011), Cetakan 2, 307. 12 Wiroso, Produk Perbankan Syariah, (Jakarta : LPFE Usakti, 2011), 359 13 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,

2008), 45 14 Pembiayaan dalam konsep keuangan Islam memiliki karakteristik sendiri karena

lebih luas dari konsep “kredit”, yang cenderung pihak bank bertindak sepihak.

Menurut pasal 1 butir (25) UU N0.1 Tahun 2008 tentang Perbangkan Syariah

Page 7: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

7

Konsep pembiayaan menjadi sangat penting di dalam

keuangan Islam karena menggantikan posisi kredit di dalam

ekonomi konvensioanl yang memandang uang sebagai komoditas

dan menjadikan ekonomi Islam anti riba. Meskipun demikian

hukum Islam memperbolehkan pemberi pinjaman untuk meminta

kepada peminjam untuk membayar biaya-biaya operasi di luar

pinjaman pokok, tetapi agar biaya ini tidak menjadi bunga

terselubung komisi atau biaya ini tidak boleh dibuat proporsional

terhadap jumlah pinjaman.

Sebelum Dewan Syariah Nasional (DSN)-Majelis Ulama

Indonesia (MUI) pada tahun 2001 menfatwakan qardh, dan

memperbolehkan pemberi pinjaman untuk meminta kepada

peminjam untuk membayar biaya-biaya operasi di luar pinjaman

pokok, Majma‟Al Fiqh Al Islami (divisi fiqih Organisasi Konfrensi

Islam [OKI]) pada tahun 1986 dalam muktamar III telah

menfatwakan bolehnya mengambil imbalan atas jasa fasilitas yang

diberikan oleh kreditur, dangan syarat hanya sebatas biaya

adiministrasi. Din Indonesia konsep qardh sebagai salah satu

landaan transaksi produk pembiayaan perbankan syariah mengacu

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu

berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah

muntahiya bittamlik;

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟;

d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan

pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk

mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah,

tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Erwandi Tarmizi, Harta Haram Mumamalat Kontemporer, 474

Page 8: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

8

kepada Undang-Undang No. 1 Tahun 2008 (tentang Perbankan

Syariah) pasal 1 ayat (25) huruf d, pasal 19 ayat (1) dan (2) uruf e

dan pasal 21 huruf b angka 3.15

Pengertian qardh di dalam UU Perbankan Syariah sejalan

dengan pengertian yang terdapat di dalam Peraturan Bank Indonesia

(PBI). Ada tujuh PBI yang mendefinisikan qardh yang hampir sema

secara subtansi bahkan redaksional.16

Baik UU Perbankan Syariah

ataupun PBI pada intinya mendefinisikan qardh dalah pinjam-

meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam

mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam

jangka waktu tertentu. Implementasi qardh di perbankan syariah,

secara teknis diatur di dalam pasal 18 PBI No. 7/46/PBI/2005 dan

Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPbS/2008, bagian

III.8.

Dengan beralihnya pengawasan lembaga keuangan kepada

Otoritas Jasa Keuangan (POJK), POJK di antaranya menerbitkan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31/POJK.05/2014

tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah dan Surat

Edaran OJK nomor 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan

Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Kedua

regulasi itu memuat aturan tentang qardh, yang intinya tidak jauh

berbeda dengan PBI.

Fatwa DSN NO. 19/DSN-MUI/IV/2001 yang menfatwakan

tentang qardh yang substansinya tidak jauh berbeda dengan

15 Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, (Bandung : Refika Aditama, 2011),

267 16 Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, 268

Page 9: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

9

pengertian fiqih tentang qardh secara umum, bersinergi baik itu

dengan UU Perbankan Syariah ataupun PBI. Hal ini sejalan UU

Perbankan Syariah yang telah menyatakan bahwa aturan

pelaksanaan operasional akad syariah pada lembaga keuangan

syariah harus didasarkan pada fatwa ulama, dalam hal ini adalah

fatwa DSN-MUI. 17

Tetapi fatwa DSN NO. 19/DSN-MUI/IV/2001

tidak menyinggung tentang qardhul hasan, yang merupakan bagian

qard yang sering kali berakhir dengan akad hibah.

Sebenarnya perbedaan antara qardh dengan qardhul hasan

adalah pada tatacara pengembalian pinjaman. Qardhul hasan

adalah meminjamkan sesuatu kepada orang lain, dimana

pihak yang dipinjami sebenarnya tidak ada kewajiban

mengembalikan. Qardhul hasan sejalan dengan ketentuan al

Quran surat At Taubah ayat 60, tentang sasaran orang-orang yang

berhak atas zakat (mustahik) yang terdiri dari delapan golongan, di

antaranya adalah gharimin, yaitu orang yang berhutang di jalan

Allah. Melalui skema qardhul hasan, gharimin dibantu pelunasan

hutangnya dan dia tidak perlu mengembalikan hutang itu kepada

pihak yang memberi pinjaman kepadanya. Keberadaan akad

qardhul hasan ini merupakan karakteristik dari kegiatan usaha

perbankan syariah yang berdasarkan pada prinsip tolong menolong.

Jika dicermati, konsep qardhul hasan mirip atau setidaknya

menjadi salah satu bentuk konsep tanggung jawab sosial dan

lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang

diwajibkan kepada perusahaan. Menurut Pasal 1 angka 3 UU No. 40

17 lihat UU No. 21 Tahun 2008, pasal 1 butir 12

Page 10: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

10

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), tanggung jawab sosial

dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta

dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan

kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi

perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada

umumnya. Meskipun qardh merupakan perbuatan yang baik, tetapi

secara fiqih bisa dikategorkan sebagai berikut : 18

1. Haram jika seseorang memberikan pinjaman, padahal dia mengetahui bahwa

pinjaman itu akan digunakan untuk perbuatan haram seperti untuk memberli

minuman khamar atau berjudi.

2. Makruh, apabila yang memberi pinjaman mengetahui bahwa peminjama

akan menggunakan hartanya bukan utiuk kemaslahatan, tetapi untuk berfoya-

foya dan menghambur-hamburkannya. Bbegitu juga peminjam mengetahui

bahwa dirinya tidak akan sanggup mengemalikan pinjamannya itu.

3. Wajib, apabila ia mengetahui bahwa peminjam membutuhkan harta untuk

menafkahi diri, keluarga dan kerabatnya sesuai dengan ukuran yang

disyariatkan, sedangkan peminjam itu tidak memiliki cara lain untuk

mendapatkan nafkah selain dengan meminjam.

2. Dasar Hukum qardh

Qardh di dalam ajaran Islam mempunyai landasan teologis

yang sangat kuat. Al Quran memberi informasi yang cukup banyak

tentang qardh. Ajaran Islam tentang qardh adalah salah satu bentuk

interaksi antar manusia yang dikategorikan non profit (tabarru‟),

charity atau derma, sehingga terlarang untuk mengambil untung.

18 Musthafa Dib Al Bugha, Fiqh al Muawadhah, diterjemahkan oleh Fakhri

Ghafur dengan

judul Buku Pintar Transaksi Syariah, (Jakarta : Mizan Publika, 2010), 52.

Page 11: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

11

Secara umum dalam ajaran Islam, qardh dipandang sebagai

sebuah bentuk saling tolong-menolong serta saling bantu-membantu

(ta‟awun) dalam lapangan kebajikan (QS Al-Maidah [5] : 2). Untuk

menghindari sesuatu yang tidak dinginkan, di antaranya wan

prestasi dari debitur, transaki qardh agar dituliskan (QS Al-Baqarah

[2] : 282). Qardh tidak semata-mata “berbisnis” antar sesama

manusia, tetapi qardh adalah “berbisnis” dengan Allah yang

dikatakan sebagai suatu pinjaman yang baik (QS Al-Hadid [57] :

11). Selain itu dalam Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu

Majah dikatakan bahwa seorang muslim yang mengutangi muslim

lainnya dua kali kecuali yang satunya seperti sedekah.

3. Azas manfaat qardh

Qardh adalah salah satu konsep di dalam ajaran Islam yang

termasuk ke dalam at-takaful al-ijtima‟i (kebersamaan dalam

menanggung suatu kebaikan). Bentuk at-takaful al-ijtima‟i lainnya

adalah zakat, pemberian pinjaman rumah tangga kepada orang yang

sulit, pemberia cuma-cuma, pinjaman (utang), al-umra (pinjaman

berdasarkan masa umur), ar-ruqba (pinjaman hingga batas

kematian), sedekah sunah, menjamu, zakat fitrah, kurban, aqiqah,

denda harta dll. 19

Dalam perspektif Islam konsep manfaat dalam

transaksi bisnis dilakukan dengan memberikan manfaat berupa

keberkahan, tanpa ada pihak yang dirugikan, pemerataan distribusi

kekayaan, tahan akan krisis ekonomi, pertumbuhan tanpa riba.

19 Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah, (Bandung : Remaja

Rosda

Karya, 2007), 37

Page 12: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

12

Mekanisme distribusi harta/kekakayaan menurut Islam ada

yang bersifat ekonomi atau non ekonomi. Qardhul hasan adalah

mekanisme secara ekonomi ditribusi kekayaan, sedangkan zakat,

waris dan sedekah sunah adalah mekanisme secara non ekonomi.

Sebagaimana firman Allah yang memerintahkan agar harta jangan

hanya beredar di antara orang-orang kaya (QS Al Hasyr[57] : 7).

20Dalam transaksi qardh orang yang meminjamkan sesuatu kepada

orang lain dianggap “meminjamkan” kepada Allah (QS At

Taghabun [64] : 17) dan (QS Al Baqarah [2] : 245), maka akan

dilipatgandakan gantinya dan akan mendapatkan pahala dari Allah

swt, karena telah menolong sesama umat manusia dan telah

menjalankan perintah Allah swt (QS Al Maidah [5] : 2).

Menafkahkan sebagian rezeki dengan diam-diam atau terang-

terangan adalah mengharapkan perniagaan yang tidak pernah merugi

(QS Al Fathir [35] : 29).

Dari segi kemaslahatan (manfaat) al-maqashid al-syariah

(tujuan diturunkannya syariat), qardh termasuk ke dalam al-

maqashid al-zharuriyah. Al-maqashid al-zharuriyah adalah tujuan

hukum yang semestinya ada (primer) dalam menegakkan

kemaslahatan dunia dan akhirat, yang terdiri dari lima kebutuhan

pokok (al kulliyah al-khams), yaitu memelihara agama, memelihara

nyawa, memelihara akal, memelihara keturunan dan memelihara

harta. 21

Sebagai contoh manfaat qardh dalam menegakkan salah satu

20 M Ismail Yusanto dan M Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam, 168-169

21 Nuruddin bin Mukhtar Al-Khodimi, Ilmu Maqashid Syariah, alih bahasa oleh Asep

Arifin

Page 13: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

13

dari lima al-maqashid al-syariah (tujuan diturunkannya syariat),

yaitu memelihara nyawa, dalam kasus menolong orang yang

kelaparan agar tidak mati. Bahkan dalam kasus seperti ini sangat

dianjurkan dengan akad qardhul hasan. Orang yang miskin, yang

karena kemiskinannya rawan untuk pindah keyakinan (agama) atau

murtad, dengan adanya konsep qardh, maka kreditur ikut menjaga

atau memelihara agama debitur, saudaranya sesama muslim. Maka

tangung jawab social (social responsibility) atas harta yang dimiliki

dalam konsep Islam, tidak hanya terbatas atas zakat ketika harta

sudah mencapai batas minimal (nishab),tetapi dilakukan dengan

memberikan infaq/shodaqah dalam keadaan lapang atau sempit,

terang-terangan atau diam-diam dan qardh dengan tanpa

mengharapkan pengembalian lebih. Konsep “tanpa mengharapkan

pengembalian lebih” tidak hanya mengandung makna anti riba,

tetapi juga mengandung arti manfaat atas waktu dari nilai uang yang

digunakan peminjam (yang bisa berakibat menurunnya nilai uang)

adalah manfaat yang dihibahkan kepada orang lain.

Maka konsep maslahah dalam Islam lebih dalam dari pada

konsep manfaat yang kita kenal secara umum. Maslahah merupakan

lawan dari mafsadat (kerusakan). Para fuqaha telah meberikan garis

panduan mengenai maslahah yang diterima oleh syariah Islam yang

disimpulkan dalam beberapa kaidah fiqhiyyah diantaranya : la

dharara wala dhirara22

yaitu dilarang menyebabkan kemudaratan

(Bandung : Prodi AS/HES Program Magister Pasca Sajana UIN Sunan Gunugn

Djati

Bandung, 2001), 39 22 Darar artinya perbuatan yang menimbulkan kerusakan (kerugian) dan mafsadat

kepada

Page 14: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

14

dan dilarang membalasa kemudaratan dengan sejenisnya23

. Dari segi

al-maqashid al-zharuriyah, qardh menjadi hal yang zharuri (primer)

karena ada aspek saling tukar menukar manfaat (tabadul manafi)

dan memenuhi kebutuhan.24

Maka qardh termasuk ke dalam maslahah mu‟tabarah karena

sudah dikabarkan di dalam al Quran bahkan menjadi perintah

sebagai bagian dari tolong menolong (QS Al Maidah [5]: 1, Al

Hadid [57] : 11), juga memelihara harta agar tidak memakan harta

secara bathil (QS An Nissa [3] : 29), misal dengan memakan riba

(QS Al Baqatah [2] : 278), karena antara qardh dengan riba sangat

berdekatan. Qardh yang dilakukan dengan benar sesuai syariah dia

menjadi pahala, semenatara qardh yang disertai ziyadah (tambahan

pengembalian) berupa bunga (interest) jatuh menjadi riba yang

diharamkan (QS Al Baqatah [2] : 275).

Jika ditelaah lebih dalam di dalam qardh terkandung prinsip-prinip

sebagai berikut :

1. Prinsip ta‟awun (tolong menolong), yaitu prinsip saling

membantu sesama dalam meningkatkan taraf hidup melalui

mekanisme kerjasama ekonomi dan bisnis (QS Al Maidah

[5] : 2).

orang lain secara umunya atau tindakan yang menyebabkan kerugian kepada orang

lain

dan menguntungkan diri sendiri. Adapun dirar artinya melakukan pembatasan yang

bersifat merugikan (merusakan) terhadap perbuatan orang lain aau menyebabkan

kerugan terhadap orang, sementara dia sendiri tidak mendapatkan keuntungan apa-

apa.

Denga kata lain dirar sifatnya lebih dahsyat. Lihat dalam Juhaya S Praja, Ekonomi

Syariah (Bandung : Pustaka Setia, 2015), 147 23 Juhaya S Praja, Ekonomi Syariah, (Bandung : Pustaka Setia, 2015), 147 24

Nuruddin bin Mukhtar Al-Khodimi, Ilmu Maqashid Syariah, 43

Page 15: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

15

2. Prinsip tijarah, yaitu prinsip bisnis, yaitu prinsip mencari laba

dengan cara yang d i ben a r kan o l eh s ya r i ah (QS An

Nissa‟ [3] : 29). Dalam hal ini “berbisnis” dengan Allah

untuk mencari pahala

3. Prinsip menghindari iktinaz, yaitu penimbunan uang, yaitu

menahan uang supaya tidak berputar, dipegang olah orang yang

berpunya, atau pada satu kelompok manusia, sehingga tidak

memberikan manfaat kepada masyarakat umum, hal ini jelas

terlarang, karena dapat menyebabkan terhentinya

perekonomian.

4 . Prinsip pelarangan riba, yak n i m en gh i nda r k an s e t i ap

t r an s ak s i eko nom i d an b i s n i sn ya d a r i u ns u r r i bawi

d en gan men ggan t ik ann ya melalui mekanisme kerja

sama (mudharabah, musyarakah) d an j u a l b e l i (al buyu)

(QS Al Baqarah [2]: 275 dan QS An Nissa‟ [3] : 29).

Asas manfaat qardh dalam konsep Islam yang immaterial,

tentu tidak sejalan dengan konsep barat yang menjadi dasar pinjam-

meminjam dalam kehidupan saat ini, baik yang terjadi pada

masyarakat umum ataupun lembaga keuangan. Jika ditelaah dengan

seksama antara qardh dengan riba sangat berdekatan. Praktek riba,

dalam bentuk membungakan uang pinjaman (usury/interest), dapat

terjadi pada qardh, seperti yang lazim terjadi pada perbankan

konvensional. Pada dasarnya qardh dengan adanya penambahan dari

pokok pinjaman pada saat pengembalian, dia berubah menjadi kredit

dan menjadi riba yang dilarang di dalam Islam. Untuk melegalkan

riba, para ekonom barat membuat teori-teori pendukungnya. Teori-

teori itu adalah :

Page 16: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

16

1. Teori Agio, yaitu uang yang ada saat ini lebih bernilai dari pada

uang yang ada di masa mendatang; 25

2. Teori Heek, yaitu waktu memiliki nilai sebagaimana dimiliki

sebuah barang, maka bunga yang diberikan oleh debitur adalah

sebagai imbalan nilai waktu dari uang yang dipinjamkan; 26

3. Teori Adam Smith, yaitu rasio laba (profit) umumnya lebih tinggi

daripada bunga (interest), maka bunga adalah sebagai ganti rugi

untuk kreditur atas sebagian laba yang tertunda karena uangnya

dipakai debitur, sedangkan sebagian laba lagi untuk debitur.

Dengan demikian kedua belah pihak sama-sama mendapat

laba;27

4. Teori risiko; yaitu bunga yang diberikan oleh peminjam kepada

pemberi pinjaman merupakan ganti rugi dari berbagi resiko yang

dihadapi oleh pemberi pinjaman, seperti risiko peminjam tidak

dapat melunasi hutangnya; 28

5. Teori Marshall, yaitu bunga sebagai imbalan waktu tunggu dan

tidak mampunya kreditur (pemberi pinjaman) menggunakan

uangnya untuk memenuhi kebutuhan sesaat; 29

Dalam kosa kata Inggris riba biasanya diterjemahkan

sebagai usury, sedangkan bunga dengan interest. Menurut

pandangan Islam teori pembungaan uang hanya merupakan bagian

dari teori riba. Bunga bank termasuk ke dalam riba nasi‟ah.31

Dengan kata lain menurut Islam, tidak ada perbedaan antara interest

25

Erwandi Tarmizi, Harta Haram Mumamalat Kontemporer, 384 26 Erwandi Tarmizi, Harta Haram Mumamalat Kontemporer, 385 27 Erwandi Tarmizi, Harta Haram Mumamalat Kontemporer, 385 28 Erwandi Tarmizi, Harta Haram Mumamalat Kontemporer, 386 29 Erwandi Tarmizi, Harta Haram Mumamalat Kontemporer, 385

Page 17: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

17

dan usury (bunga dan riba), semua bunga adalah riba, sementara

kemitraan (mudhrabah; musyarakah) dengan berbagai bentuknya

diizinkan, pinjaman dengan bunga terlarang.32

Pinjaman uang dalam ekonomi konvensional yang

melahirkan bunga (interest) berasal dari konsep time value of money.

Islam tidak mengenal konsep time value of money. Islam mengenai

economic value of time. Artinya yang bernilai waktu itu sendiri,

bukan uang, sehingga harga tangguh (jual beli kredit) dibolehkan.

Zaid bin Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cicit

Rasulullah saw adalah orang pertama yang menjelaskah bolehnya

harga tangguh. Inilah keindahan konsep Islam. Riba diharamkan,

jual beli dengan harga tangguh dihalalkan.33

Harga tangguh sah dan

melahirkan keuntungan karena didasari obyek yang nyata yaitu

jual beli sesuatu barang, tidak seperti riba yang menjadikan

uang itu sendiri sebagai obyek. Dibanding dengan kapitalisme,

Islam memperlakukan uang sebagai sebagai alat tukar dan

penyimpan nilai tetapi bukan sebagai komoditas, karena uang itu

sendiri tidak dapat berfungsi apa-apa. Seseorang perlu menghargai

kebijaksanaan Nabi Muhammad saw yang dibimbing oleh wahyu,

tidak hanya menyatakan bunga pinjaman sebagai tidak sah tetapi

juga melarang pertukaran uang dan beberapa barang berharga

lainnya untuk kualitas yang tidak sama dan atas dasar pembayaran

ditangguhkan jika komoditi atau mata uangnya sama. Dengan

melarang bunga uang, tatanan ekonomi Islam, menangani masalah

Page 18: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

18

pengangguran, inflasi, volatilitas valuta asing, siklus bisnis dan

menipisnya sumber daya alam yang berlebihan. 30

4. Perspektif Keadilan dalam Qardh

Sistem ekonomi yang dijalankan pada masyarakat di jazirah

Arab, sebelum Islam datang, adalah sistem ekonomi feodalis dan

kapitalis di mana kekayaan dan modal hanya berada dan berputar di

kalangan elit tertentu, suatu keadaan yang sangat tidak adil secara

ekonomi.

Maka salah satu misi utama/pokok kerasulan Muhammad

saw, adalah untuk menciptakan masyarakatyang berkeadilan (justice

and equalibirium), termasuk di dalamnya sistem ekonomi. Al Quran

melawan segala bentuk ketidakadilan, seperti eksploitasi ekonomi,

penindasan politik, dominasi budaya, dominasi gender (pembedaan

seseorang dengan orang lain berdasar jenis kelamin laki-laki dan

perempuan), dan segala corak disequilibirium dan apartheit.31

Karena itu, tujuan kedatangan Islam di antaranya adalah membawa

konsep sistem ekonomi berkeadilan.

Menurut perspektif Al-Quran keadilan memiliki empat

macam arti, yaitu berarti “sama” (al-musawat) [QS An-Nissa (4):

58]. Adil juga berarti “seimbang” (al-mizan) [QS Al-Hadid (57): 25

dan QS Al-Rahman (55): 9]. Keadilan juga berarti memelihara hak

individu dan memberikannya kepada yang 32

berhak dan terakhir

keadilan yang dinisbatkan kepada Allah swt, artinya memelihara hak

30 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer,(Depok, Gema

Insani Press, 2001), 73 31 Ahmed A.F. El-Ashker dan Rodney Wilson, Islamic Economics A Short History,

(Leiden, The Netherlands : Koninklijke Brill NV, 2006), 23 32

Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, 71

Page 19: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

19

berlanjutnya eksistensi.36

Hal yang paling inti dari suatu keadilan

adalah prinsip neminem laedere, yaitu prinsp untuk menghindari

tindakan yang menyebabkan penderitaan, kerugian dan rasa sakit

bagi orang lain.33

Penegakkan keadilan dan penghapusan segala bentuk

ketidakadilan telah ditekankan oleh Al-Quran sebagai misi utama

para Rasul Allah (QS Al Hadid [57] : 25). Tidak kurang dari seratus

ekspresi berbeda dalam Al Quran yang mengandung makna

keadilan, baik secara langsung seperti ungkapan „adl, qisth, mizan

atau variasi ekspresi tidak langsung. Di samping itu, terdapat lebih

dari dua ratus peringatan dalam Al-Quran yang menentang

ketidakadilan seperti zulm, itsm, dhalal dan lainnya. Bahkan Al-

Quran menempatkan keadilan “paling dekat” kepad takwa (QS Al

Maidah [5] : 8), karena begitu pentingnya ia dalam struktur

keimanan Islam. Komitmen Islam yang begitu intens kepada

persaudaraan dan keadilan menuntut semua sumber-sumber daya di

tangan manusia sebagai titipan Allah dan harus dimanfaatkan untuk

mengaktualisasikan maqasyid asy-syariah 34

(tujuan diturunkannya

syariat).

Keadilan adalah moderasi dan keseimbangan. Dalam al

Quran, al-a‟dl dengan al-mizan berhubungan erat dengan makna

ash-shirat al-mustaqim, jalan lurus sebagaimana dimaksud dalam

surat Al-Fatihah ayat terakhir. Sementara istilah dalam Al-Quran,

yaitu al-mizan dan a-qisth mengandung makna praktis, yaitu

33 Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, 150-151

34 Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, 154

Page 20: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

20

keadilan dalam dalam kehidupan nyata. Maka keadilan dalam

pengertian al-qisth adalah persesuaian-persesuaian atau harmoni.

35Dalam pandangan ekonomi Islam keseimbangan harus ada dalam

modal dan aktivitas, produksi dan konsumsi serta sirkulasi

kekayaan. Oleh karena itu, Islam melarang dan mencegah terjadinya

akumulasi dan sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang,

seperti terkandung dalam makna Al Quran surah al-Hasyr [59]: 7,

yang artinya supaya harta itu jangan hanya beredar di antara

orangorang kaya saja. Maka dalam makna distribusi kekayaan

seperti ini qardh menjadi proses penting. Bila terjadi kesenjangan

kepemilikan yang tajam antar individu kaitannya dengan pemenuhan

kebutuhan-kebutuhannya, maka berarti telah terjadi praktik

kezaliman. 36

Konsep qardh hadir, di antaranya untuk

mendistribusikan kekayaan/harta agar tidak terjadi disparitas yang

tajam dalam pemenuhan kebutuhan, khususnya dalam masalah-

masalah pemenuhan kebutuhan primer.

Dalam konsep keadilan barat adilnya suatu perolehan itu

haruslah dibagi menurut usaha-usaha bebas dari individu-individu

bersangkutan. Yang tidak berusaha tidak mempunyai hak pula untuk

memperoleh sesuatu. Oleh karena itu, di dalam teori keadilan

liberalis ini, membantu orang yang miskin atau dalam kesulitan

sebagai sesuatu yang sangat tidak etis karena mereka mendapatkan

35 M Umer Chapra, Islam and The Economic Challenge, diterjemahkan oleh Ikhwan

Abidin Basri menjadi Islam dan Tantangan Ekonomi (Depok : Gema Insani Press :

2000), 211-212 36 Juhaya S Praja, Ekonomi Syaria, 29

Page 21: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

21

sesuatu tanpa mengeluarkan air keringat sendiri. 37

Filosofis keadilan

dalam Islam yang tidak semata-mata mendasarkan atas usaha-usaha

individu untuk memenuhi kebutuhannya, menjadi hal yang sangat

khas, karena itu kepedulian kepada orang miskin dan tertindas

menurut ajaran Islam sebagai sebuah praktik keadilan sesuai

perintah agama (QS At Taubah [9]:61) dan mengabaikannya

merupakan kedzaliman (QS Al-Maun [107] : 1-3).

Sebagian bagian dari nilai-nilai instrumental ekonomi

Islam38

,

qardh erat kaitannya dengan pemberantasan praktik

kezaliman dan ketidak adilan (QS Al Baqarah [2] : 278-279). Secara

sempit penghapusan riba berarti penghapusan eksploitasi yang

terjadi dalam utang-piutang maupun jual-beli, tetapi secara luas

penghapusan riba dimaknai sebagai penghapusan segala bentuk

praktik ekonomi yang menimbulkan kezaliman atau ketidakadilan.39

Implikasi prinsip „adl (keadilan) dalam ekonomi Islam ialah:

pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap masyarakat, sumber

pendapatan yang terhormat, distribusi pendapatan dan kekayaan

secara merata, dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi yang baik.

Hal ini tersirat dalam al Quran (QS Al-An‟am [6]: 152) yang intinya

bahwa Allah memerintah kepada manusia agar dapat berlaku adil

dalam segala hal, terutama kepada mereka yang sedang

37 Anwar Abbas, Sistem Ekonomi Islam : Suatu Pendekatan Filsafat, Nilai-nilai

Dasar dan Instrumental, Jurnal Al-Iqtishad: Vol. IV, No. 1, Januari 2012, 119 38 Yang dimaksud dengan nilai instrumental ialah segala sesuatu yang akan menjadi

persyaratan bagi pelaksanaan dan terlaksananya suatua sistem. Dalam sistem ekonomi

Islam nilai-nilai instrumental strategis di antaranya zakat, pelarangan riba, kerjasama

ekonomi (musyarakah) 39 Anwar Abbas, Sistem Ekonomi Islam : Suatu Pendekatan Filsafat, Nilai-nilai

Dasar dan Instrumental, 119

Page 22: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

22

diamanahi kekuasaan dan mereka yang senantiasa berhubungan

dengan transaksional bermuamalah atau berniaga. 40

Dalam ekonomi Islam, perlakuan terhadap orang yang

berutang dibedakan antara orang yang tidak mampu bayar dan tidak

mau bayar. Dalam hadits Abu Dawud dan Nasa‟i, Amri bin Said

menceritakan dari bapaknya bahwa Rasulullah saw bersabda, orang-

orang yang telah sanggup untuk membayar kewajibannya, tetapi

dilalaikannya juga, bolehlah orang merampas hartanya dan

menghukumnya. Tetapi di pihak lain, kreditor dianjurkan untuk

memberikan perpanjangan waktu kalau perlu dihapus bukukan (QS

Al Baqarah [2]: 280) Hal ini bertolak belakang dengan sistem

konvensional yang menetapkan bunga tiggi, denda bunga, bunga

atas bunga, dan syarat-syarat lain untuk memastikan pembayaran

kembali uangnya, tanpa memperdulikan bisnis debitornya. Apapun

yang terjadi pada sektor riil yang digeluti debitor, seakan terlepas

dari sektor moneter yang selalu menuntut penggandaaan uang

debitor. 41

Padahal pada zaman Rasulullah saw riba baru dikenakan

pada saat peminjam tidak mampu melunasi utangnya dan meminta

perpanjangan waktu (as-sunanul kubra), sedangka bila peminjam

mampu melunasi pada saat jatuh tempo maka tidak ada riba. Jadi

40 Hendri Hermawan Adinugraha, Norma dan Nilai Dalam Ilmu Ekonomi Islam,

httpsmedia.neliti.commediapublications41092-ID-norma-dan-nilai-dalam-ilmu.

ekonomi-islam.pdf#page=10&zoom=auto,-107,639, diakses tanggal 24-11-2018, 54

41 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, (Depok : Gema

Insani

Press, 2001), 24

Page 23: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

23

riba baru dikenakan bila ada perpanjangan waktu.42

Perpanjangan

waktu inilah yang dikenakan bunga uang. Konsep perpanjangan

waktu setelah debitor tidak mampu membayar pinjaman pada saat

jatuh tempo ini dikenal dengan riba jahiliyah. Tetapi pada saat ini di

bank konvensional riba sudah terjadi sejak akad ditunaikan, pada

saat manfaat uang pinjaman itu belum dirasakan oleh debitor.

Misalkan pinjaman uang itu untuk bisnis dan merugi karena hal di

luar kemampuan debitor, faktanya debitor tetap harus

mengembalikan pinjaman kepada kreditor disertai bunganya. Lebih

kejam mana pinjam-meminjam uang pada zaman sekarang

dibanding zaman jahiliyah? Di manakah letak keadilan atas hal

tersebut?

C. Kesimpulan

Konsep nilai dalam ilmu ekonomi Islam telah memberi

landasan etik yang kokoh dengan bersumber pada tauhidullah sebagai

sumber etik tertinggi. Qardh adalah pemberian pinjaman dengan

pengembalian dana sebesar pokok yang dipinjamnya, baik secara

sekaligus atau dicicil.

Manfaat transaksi qardh bersifat transendental bagi pemberi

pinjaman (kreditor), karena pemberi pinjaman akan merasakan

manfaat, dilipatgandakan gantinya dan akan mendapatkan pahala dari

Allah swt. Sedangkan penerima pinjaman (debitor) merasa mendapat

manfaat telah dibebaskan dari kesulitannya. Bahkan dalam batas-batas

tertentu ketika penerima pinjaman tidak mampu mengembalikan

42

Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, 24

Page 24: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

24

pinjamannya, akan dibebaskan dari kewajiban melunasi hutangnya

(write off).

Keadilan dalam qardh berarti memelihara hak individu dan

memberikannya kepada yang berhak berkaitan dengan

menyeimbangkan sirkulasi kekayaan, agar tidak terjadi akumulasi dan

sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Dalam konsep Islam

kepedulian kepada orang miskin dan tertindas sebagai sebuah praktik

keadilan dan mengabaikannya merupakan kedzaliman. Penghapusan

riba dalam qardh adalah bukti nyata penghapusan eksploitasi atas

sesama manusia sebagai bentuk keadilan dalam bertransaksi.

Daftar Pustaka

Karim, Adiwarman, Bank Islam, Analisa Fiqih dan Keuangan (Depok :

Raja Grafindo Persada, 2013)

Izzan, Ahmad dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah

(Bandung : Remaja Rosda Karya, 2007)

El-Ashker, Ahmed A.F. dan Rodney Wilson, Islamic Economics A

Short History, (Leiden, The Netherlands : Koninklijke Brill NV,

2006)

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo

Persada, 2008)

Abdul Hakim, Atang, Fiqih Perbankan Syariah, (Banfung : Refika

Aditama, 2011)

Ahmad Saebani, Beni, Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, (Bandung :

Pustaka Setia, 2015)

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Semarang : CV

Toha Putra, 1989)

Page 25: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

25

Tarmizi, Erwandi, Harta Haram Mumamalat Kontemporer (Bogor,

Berkah Mulia Insani, 2017)

Umar, Husen, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis,

(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005)

Abidin Basri, Ikhwan, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2008)

S Praja, Juhaya, Ekonomi Syariah (Bandung : Pustaka Setia, 2015)

K Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

2000), Cet. V, 100

Al Bugha, Musthafa Dib, Fiqh al Muawadhah, diterjemahkan oleh

Fakhri Ghafur dengan judul Buku Pintar Transaksi Syariah,

(Jakarta : Mizan Publika, 2010)

Akram Khan, Muhamad, An Introduction to Islamic Economics,

(Pakistan, Islamabad, The International Institute of Islamic

Thought, 1994)

Chapra, M Umer, Islam and The Economic Challenge, diterjemahkan

oleh Ikhwan Abidin Basri menjadi Islam dan Tantangan Ekonomi

(Depok : Gema Insani Press : 2000),

Yusanto, M Ismail dan M Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam,

(Bogor : Al Azhar Press, 2011), Cetakan 2Bin Mukhtar Al-Khodimi,

Nuruddin, Ilmu Maqashid Syariah, alih bahasa oleh Asep Arifin

(Bandung : Prodi AS/HES Program Magister Pasca Sarjana UIN

Sunan Gunugn Djati Bandung, 2001)

Sudarto, Metologi Penelitian Filsafat, (Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada, 2002), cetakan ketiga

Wiroso, Produk Perbankan Syariah, (Jakarta : LPFE Usakti, 2011)

Page 26: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

26

As-Sabatin, Yusuf, Al-Buyu‟ al-Qadimah wa al- Mua‟ashirah wa al-

Burshat al-Mahiliyyah wa ad-Duwaliyyah, diterjemahkan dengan

judul Bisnis Islam dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalisme

oleh Yahya Abdurrahma (Bogor : Al Azhar Press, 2014)

Jurnal Ilmiah :

Abbas, Anwar, Sistem Ekonomi Islam : Suatu Pendekatan Filsafat,

Nilai-nilai Dasar dan Instrumental, Jurnal Al-Iqtishad: Vol. IV, No. 1,

Januari 2012

Adinugraha, Hendri Hermawan Norma dan Nilai Dalam Ilmu Ekonomi

Islam, httpsmedia.neliti.commediapublications41092-ID-norma-dan-

nilai-dalam-ilmu-ekonomi-islam.pdf#page=10&zoom=auto,-107,639

Nasution, Khoiruddin, Wilayah Kajian dan Filsafat Ekonomi Islam,

Jurnal Millah Vol. II. No.2, Januari 2002

Wahyu, Filsafat Ekonomi Islam : Rasionalitas dan Religiusitas

Ekonomi, Jurnal Ekonomi Islam Al-Infaq, Vol. 1 No. 1, September

2010 pp., Program Studi Ekonomi Islam FAI-UIKA Bogor

Peraturan Perundang-undangan:

UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Page 27: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

27

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor

31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan

Syariah

Surat Edaran OJK nomor 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk

dan

Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/7/PBI/2003 tentang

Kualitas

Aktiva Produktif bagi Bank Syariah

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/9/PBI/2003 tentang

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi Bank Syariah

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/18/PBI/2004 tentang

Kualitas

Aktiva Produktif bagi Bank Perkreditan Rakyat Syariah

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/19/PBI/2004 tentang

tentang

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi Bank

Perkreditan Rakyat Syariah

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/46/PBI/2005 tentang

Akad

Penghimpunan dan Peyaluran Dana bagi Bank yang

Melaksanakan

Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/21/PBI/2006 tentang

Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan

Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah

Page 28: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

28

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/24/PBI/2006 tentang

Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Perkreditan Rakyat

Berdasarkan Prinsip Syariah

Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPbS/2008

tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan

Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa

Bank Syariah

Fatwa DSN NO. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qardh

Page 29: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

29

METODE BERAKHIRNYA AKAD MUAMALAH

MALIAH

Enang Hidayat

Dosen STISNU Cianjur

E-mail: [email protected]

Abstract

Every obligation, including muamalah maliah agreement can

cease for something. It is iqalah and fasakh that determin

wheather the obligation stopped or not. The understanding of

iqalah and fasakh is inseparable from the understanding of

luzumul aqd; prevalent and commonplace of the obligation. Thus

iqalah and fasakh is also related to luzumul aqd. Therefore, the

lack of understanding to the iqalah and fasakh is tantamount to

the lack of understanding of the nature and the spirit of the

obligation.

Keywords: Contract, Iqalah, Fasakh, Lazim, Gair Lazim.

A. Pendahuluan

Sebuah akad tidak selalu mulus. Dalam situasi tertentu

adakalanya terpaksa berhenti karena ada peristiwa tertentu.

Apabila hal itu terjadi, maka tidak bisa dipaksakan berjalan

terus. Karena bisa dipandang tidak sah menurut aturan fikih

Islam. Namun dalam praktiknya ada yang perlu

mendapatkan keridaan pihak atau mitra akad dan ada yang

tidak. Jika memerlukannya, maka dikenal dengan istilah

iqalah. Sedangkan jika tidak perlu, maka dikenal dengan

istilah fasakh.

Berbicara mengenai iqalah dan fasakh tidak bisa

dilepaskan dari pembicaraan mengenai kelaziman akad.

Disebut akal lazim karena berakhirya akad menunggu

Page 30: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

30

keridaan pihak lainnya. Sedangkan disebut akad gair lazim

berakhirnya akad tanpa menunggu keridaan pihak lainnya.

Namun penulis tidak akan menyoroti permasalahan

kelazimannya, karena sudah penulis bahas dalam tulisan

sebelumnya berkenaan dengan karakter akad muamalah. Di

sini penulis akan membahas disebut iqalah dan fasakh

dalam kondisi akad seperti apa. Selain itu menurut penulis

istilah iqalah dan fasakh lebih enak disebut bagian dari

berhentinya akad (intiha al-aqd). Dan fasakh tidak disebut

dengan batal, karena jika disebut dengan batal, ada ulama

yang membedakan antara keduanya.

Selain itu pula penulis akan mengenyampingkan

pendapat ulama yang menyebutkan iqalah itu bagian dari

fasakh. Hal ini dilatarbelakangi pernyataan yang

menyebutkan sebab fasakh karena keridaan kedua belah

pihak yang disebut iqalah. Hal ini sebagaimana

dikemukakan Mustafa Ahmad al-Zarqa ketika menjelaskan

tentang akad lazim tergantung pada keridaan kedua belah

pihak. Dalam kedaan demikian, akad ini dapat berakhir atau

fasakh, tapi istilahnya disebut dengan iqalah.

B. Pembahasan

1. Definisi Iqalah dan Fasakh

Para ulama mendefinisikan iqalah )ئلاح ) menurut

bahasa berarti menghilangkan (اشفغ الإصاح). Oleh karena itu

Al-Fayumi menyebut iqalah dengan menghilangkan akad ( سفغ

Page 31: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

31

.(اؼمذ1 Sementara itu Al-Zubaidi dan Al-Jauhari menyebutkan

kata iqalah berarti fasakh.2 Dengan demikian keduanya tidak

membedakan antara keduanya.

Dapat kita pahami iqalah dari segi bahasa ini berarti

pelaku akad menghilangkan keabsahan akad. Sehingga yang

tadinya sah menjadi tidak sah.Oleh karena itu akad terpaksa

harus berhenti. Sedangkan menurut istilah iqalah adalah

mengilangkan akad dan menghapuskan hukum serta

pengaruhnya karena keridaan kedua belah pihak ( سفغ اؼمذ ئغاء

.(زى أثش ترشاػ اطشف١3 Dengan demikian dapat kita

simpulkan iqalah berakhirnya akad itu didasari keridaan

kedua belah. Sehingga hukum yang ditimbulkan dari akad

tersebut menjadi hilang atau terhapus. Ungkapan iqalah

berarti “menghilangkan” dijelaskan dalam hadis Nabi berikut

ini.

ألاي غا ألاي الله ػثشذ ٠ ام١اح )سا أت داد ات اخ ػ

أت ش٠شج(.4

1 Ahmad al-Fayumi, Al-Misbah al-Munir, (Beirut-Libanon: Maktabah

Libnan, 1987 M), hlm. 199. 2 Sayid Murtada al-Zubaidi, Taj al-Arus min Jawahir al-Qamus, (Kuwait:

Wazarah al-A‟lam), Juz XXX, Cet. II, hlm. 306. Ismail bin Ahmad al-Jauhari,

Al-Sihah Taj al-Lugah wa Sihah al-Arabiyah, (Beirut-Libanon: Darul Ilmi li

al-Malayin, 1404 H/ 1984 M), Cet. III, hlm. 1808. 3 Wazarat al-Auqaf wa Syuun al-Islamiyah, Al-Mausuah al-Fiqhiyah, Juz

V, hlm. 324. 4 Syekh Abdul Rahman Syarafuk Haq, Aun al-Ma‟bud Syarh Sunan Abi

Daud, (Beirut-Libanon: Daru Ibn Hazm, 1426 H/ 2005 M), Cet. I, hlm. 1577;

Jalaludin al-Suyuti, dkk, Syuruh Sunan Ibnu Majah, (Yordania: Baitul Afkar

al-Dauliyah, t.th), Cet. I, hlm. 853.

Page 32: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

32

Siapa saja yang menghilangan kesulitan orang muslim

(dalam jual beli), maka Allah akan mengampuni kesulitan

atau kesalahannya pada hari kiamat (HR. Abu Daud dan Ibnu

Majah dari Abu Hurairah).

Al-Nawawi, dkk menjelaskan makna ألاي adalah أصاي

berarti menghilangkan. Contoh ilustrasi iqalah ini

sebagaimana dijelaskan Syekh Abdul Rahman Syarafuk Haq

adalah jika seseorang membeli sesuatu, kemudian ia menyesal

setelahnya apa yang dibelinya itu. Alasannya apakah karena

setelah ia pikir-pikir barang yang dibeli itu belum waktunya

untuk dibutuhkan, atau karena yang lainnya. Lantas ia

mengembalikan barang yang dibeli itu kepada penjual. Dan

penjual pun menerimanya. Maka, apa yang dilakukan penjual

itu akan dihilangkan kesulitannya atau diampuni

kesalahannya oleh Allah pada hari kiamat. Karena ia telah

berbuat baik pada pembeli. Dari contoh ilustrasi tersebut

dapat dipahami terjadinya kesepakatan antara penjual dan

pembeli untuk membatalkan jual beli.

Sedangkan definisi fasakh )فغخ( menurut bahasa berarti

membatalkan atau memisahkan (امغ أ ارفش٠ك). Adapun

menurut istilah berarti melepaskan ikatan akad (ز ساتطح اؼمذ).

Atau menghilangkan hukum akad dari asalnya. Sehingga

seolah-olah akad itu tidak terjadi ( أ اسذفاع زى اؼمذ الأط وأ

Page 33: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

33

Atau masing-masing pihak mengembalikan pengganti .( ٠ى

dari akad tersebut (أ لة و ازذ اؼػ١ ظازث(.5

Dengan demikian dapat kita simpulkan fasakh adalah

berakhirnya akad itu tidak didasari keridaan kedua belah

pihak. Namun tetap hukum yang ditimbulkan dari akad

tersebut menjadi hilang atau terhapus.

Dengan demikian terdapat persamaan antara iqalah dan

fasakh. Persamannya adalah sama-sama menyebabkan

berakhirnya akad. Dan hukum yang ditimbulkan dari akad

tersebut menjadi hilang. Sedangkan perbedaannya adalah

iqalah tidak tergantung pada keridaan kedua belah pihak

pelaku akad. Sedangkan kalau fasakh sebaliknya, yakni

tergantung pada keridaan kedua belah pihak.

Selain itu terdapat pula perbedaan antara fasakh dan

batal yang dikemukakan para ulama. Namun sebelum

membahas ke sana, di sini akan dijelaskan dahulu pengertian

batal. Mustafa Ahmad al-Zarqa menjelaskan pengertian batal

menurut istilah adalah gugurnya sesuatu karena sesuatu itu

rusak (عمؽ اش١ئ فغاد). Sedangkan menurut istilah adalah

keberadaan dan pengaruh akad tersebut tidak diakui syarak

.(ػذ اوغاب ارظشف خد الإػرثاس أثاس ف ظش اشاسع)6

5 Wazarat al-Auqaf wa Syuun al-Islamiyah, Al-Mausuah al-Fiqhiyah, Juz

32, hlm. 131. 6 Mustafa Ahmad al-Zarqa, Al-Fiqh al-Islam fi Tsaubihi al-Jadid,

(Damaskus: Darul Qalam, 1418 H/ 1998 M), Juz II, Cet. I, hlm. 701.

Page 34: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

34

Kemudian Mustafa Ahmad al-Zarqa menyebutkan

perbedaan antara fasakh dan batal kepada dua hal.7

Pertama, akad disebut fasakh telah dipandang sah dan

sempurna. Akan tetapi tiba-tiba ada sesuatu yang datang dan

mengahalangi keabsahannya. Misalnya rusaknya objek yang

diperjualbelikan rusak di tangan pembeli setelah akad, namun

terjadi sebelum serah-terima barang. Dalam keadaan

demikian, akad tidak berlawanan dengan syarak. Dan hal

yang sama kerusakan objek akadnya pun tidak berlawanan.

Akan tetapi karena ada peristiwa yang menyulitkan

terlaksananya akad dengan baik, maka ter-fasakh-lah akad

tersebut. Contoh lainnya hal yang sama seperti dalam akad

ijarah ketika objek barang yang akan disewakan. Atau dalam

akad syirkah seperti rusaknya modal untuk bisnis.

Sedangkan akad disebut batal terjadi karena adanya

sesuatu yang berlawanan dengan aturan syarak dari segi

pokok-pokok akad. Dan keberadaannya akad tersebut

dianggap tidak ada. Misalnya seseorang memperjualbelikan

narkoba, daging babi, dan yang lainnya.

Kedua, akad disebut fasakh karena akad tersebut hilang

dari asalnya. Oleh karena itu keberadaannya bersandar pada

pengaruhnya. Misalnya rusaknya objek yang diperjualbelikan

sebelum terjadi serah-terima. Namun terkadang juga

keberadaan fasakh-nya tidak bersandar pada pengaruhnya.

7 Mustafa Ahmad al-Zarqa, Ibid, hlm. 712.

Page 35: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

35

Sehingga hilanglah keterkaitan akad dengan waktu fasakhnya.

Misalnya fasakh-nya akad ijarah dan syirkah karena rusaknya

objek yang disewakan dan rusaknya modal. Sedangkan akad

disebut batal karena keberadaan akad tersebut tidak ada

asalnya selamanya (tidak diakui syarak). Contohnya telah

disebutkan di atas.

Sementara itu Abdul Razaq Ahmad al-Sanhuri

membedakan fasakh dan batal ke dalam dua bagian juga.

Pertama, akad fasakh disebabkan karena ketiadaan salah satu

pihak dalam menjalankan kelaziman akad. Sedangkan akad

batal disebabkan karena jalan umum, yakni karena adanya

kekurangan yang terjadi berkaitan dengan kompetensi pelaku

akad (ahliyah), atau karena tidak adanya keridaan salah satu

pihak. Kedua, dalam fasakh diserahkan kepada pertimbangan

kekuasaan seorang hakim dalam memutuskannya. Sedangkan

dalam batal seorang hakim tidak mempunyai kekuasaan

mempertimbangkannya, selain mengucapkan akad itu batal.8

Dari beberapa perbedaan antara fasakh dan batal di atas

sebagaimana dikemukakan Mustafa Ahmad al-Zarqa dan

Abdul Razaq Ahmad al-Sanhuri dapat disimpulkan perbedaan

inti antara keduanya ke dalam dua tiga hal sebagai berikut.

Pertama, dalam fasakh memang akad tersebut disyariatkan

asalnya. Namun karena ada sesuatu yang menyebabkan

kecacatan pada akad, sehingga akad tersebut jadi berakhir.

8 Abdul Razaq Ahmad al-Sanhuri, Nazariyat al-Aqd, (Beirut-Libanon:

Mansyurah al-Halbi, al-Huquqiyah, 1998 M), Juz II, hlm. 708

Page 36: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

36

Sedangkan batal memang dari asalnya akad tersebut tidak

disyariatkan. Kedua, dalam fasakh berkaitan dengan

keteguhan dalam menjalankan kelaziman akad. Sedangkan

batal berkaitan dengan keahlian pelaku akad sebagaimana

termasuk rukun dan syarat akad. Ketiga, hukum asal fasakh

berdasarkan keputusan seorang hakim. Sedangkan dalam

batal tidak demikian.

2. Hukum Iqalah dan Fasakh

Berbicara mengenai istilah dalam akad, tidak terlepas

dari hukum yang mengitarinya. Sebagaimana dijelaskan

dalam akad muawadah, seperti akad bai dan ijarah hukumnya

menurut para ulama diperbolehkan. Sekarang mengenai

iqalah dan fasakh yang di dalamnya berpotensi adanya iqalah

dan fasakh bagaiman hukumnya. Oleh karena itu di bawah ini

akan dibahas mengenai hukum keduanya. Tujuannya agar kita

memahami akad secara utuh, sehingga tidak salah faham juga

dengan keabsahannya.

Para ulama berpendapat hukum iqalah bisa dikatakan

sunat atau wajib. Hal ini tergantung kondisinsya. Dikatakan

sunat jika salah satu pihak merasa menyesal. Tentunya hal

tersebut terinspirasi dari hadis yang berkenaan dengannya

sebagaimana telah disebutkan di atas. Hadis tersebut

menunjukkan hukum asal iqalah adalah sunat.

Page 37: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

37

Adapun dikatakan hukumnya menjadi wajib jika akad

tersebut berkaitan dengan akad yang makruh atau rusak

(fasid). Karena dalam keadaan dikategorikan dengan

perbuatan maksiat. Oleh karena itu masing-masing pihak

berkewajiban membatalkan akad. Contohnya jika seorang

penjual menipu pembeli mengenai kualitas barang yang

diperjualbelikannya. Maka, pembeli berkewajiban

mengembalikan barang tersebut kepada penjual. Dan menarik

embali uang yang telah diserahkan kepadanya. Begitu pun

penjual berkewajiban mengembalikan uang tersebut.9

Sedangkan dalam fasakh hukumnya berkaitan dengan

wajib dan boleh (jaiz). Dikatakan wajib, karena memelihara

hak individu dan syarak itu hukumnya wajib. Contohnya

mem-fasakh akad rusak sebagaimana telah disebutkan

berkaitan dengan contoh iqalah di atas. Selain itu karena

dalam rangka memuliakan kaidah-kaidah syarak atau syarat-

syarat yang telah ditentukannya. Selain itu juga karena dalam

rangka memelihara kemaslahatan umum dan khusus, seperti

menghindarkan dari perselisihan di kemudian hari.

Dalil hukum berkenaan wajib ini karena kaidah hukum

asal akad tersebut adalah bersifat lazim. Hal ini bersandar

pada firman-Nya dalam Surah Almaidah: 1 yang

menerangkan tentang kewajiban memenuhi akad.

9 Wazarat al-Auqaf wa Syuun al-Islamiyah, Al-Mausuah al-Fiqhiyah, Juz

V, hlm. 325.

Page 38: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

38

Adapun hukumnya dikatakan sunat, karena

menghendaki permintaan pelaku akad. Contohnya memfasakh

akad yang termasuk akad gair lazim. Atau memfasakh akad

berdasarkan keridaan atau kesepakata kedua belah pihak

sebagaimana yang terjadi dalam iqalah. Dalil hukum

berkenaan sunat ini bersandar pada hadis sebagai berikut.

اغ ػ ششؽ ئلا ششؽا زش زلالا أ أز زشاا. )سا

ارشز ػ ػش ت ػف اضا(.10

Kaum muslimin berpegang teguh terhadap

persyaratannya (sehingga mereka tidak diperbolehkan

menarik kembali) persyaratannya, kecuali persyaratan

mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang

haram (HR. Tirmizi dari Amr bin Auf al-Muzani).

ط ػ ػائشح(.اغ ػذ ششؽ ا افك اسك. )سا اذاسل11

Kaum muslimin berdasarkan persyaratannya selama

saling memenuhi haknya (HR. Daruqutni dari Aisyah).

Mengadakan persyaratan atau perjanjian sebagaimana

yang dipahami dari hadis di atas hukumnya diperbolehkan.

Asalkan di dalamnya tidak berkaitan dengan mengharamkan

sesuatu yang telah dihalalkan. Atau sebaliknya,

mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan.

10

Abi al-Ala al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwazi Bisyarh Jami al-Tirmizi,

(t.p: Darul Fikr, t.th), Juz IV, hlm. 584. 11

Ali bin Umar al-Daruqutni, Sunan al-Daruqutni, (Beirut-Libanon: Daru

Ibn Hazm, 1432 H/ 2011 M), Cet. I, hlm. 621.

Page 39: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

39

Namun jika persyaratan atau perjanjian itu telah

disepakati oleh kedua belah pihak, maka bersifat lazim atau

mengikat. Sehingga menimbulkan keharusan kedua belah

pihak berpegang teguh pada persyaratan (perjanjian) tersebut.

Dan tidak diperbolehkan menarik kembali persyaratan

tersebut kecuali terdapat uzur atau adanya pembatalan akad

berdasarkan keridaan kedua belah pihak.

3. Rukun dan Syarat Iqalah dan Fasakh

Para ulama mengemukakan rukun iqalah adalah adanya

ijab kabul yang menunjukkan keridaan kedua belah pihak

mengadakan iqalah. Ungkapan ijab kabul ini bisa melalui

ucapan, perbuatan, tulisan, isyarah, atau petunjuk. Seperti

ungkapan pembeli kepada penjual: “Saya tidak jadi membeli

barang darimu, karena belum dibutuhkan saat ini.” Penjual

menjawab: “Saya terima” atau ungkapan: “Saya sepakat.”

Sedangkan syaratnya ada lima, yakni sebagai berikut.

Pertama, adanya keridaan kedua belah pihak. Karena

membatalkan akad lazim mesti berdasarkan keridaan kedua

belah pihak. Kedua, bersatunya tempat akad (ittihad al-

majlis). Persyaratan ini sebagaimana persyaratan dalam jual

beli. Ketiga, akad yang dibatalkan termasuk akad yang dapat

di-iqalah dan di-fasakh, seperti akad bai dan ijarah. Keempat,

masih utuh objek akad waktu iqalah. Oleh karena itu jika

Page 40: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

40

objeknya sudah rusak, maka iqalah tidak sah. Kelima, saling

serah-terima pengganti barang.12

Adapun mengenai rukun fasakh, para ulama tidak

menjelaskannya. Hal ini mengindikasikan dalam fasakh tidak

perlu adanya ijab kabul. Tapi otomatis dengan sendirinya

menurut hukum akad batal. Sedangkan berkenaan dengan

syaratnya tidak ada bedanya dengan iqalah, kecuali berkenaan

dengan keridaan. Dalam fasakh ini tidak ada syarat keridaan

keridaan kedua belah pihak.

Namun syarat berkenaan dengan bersatunya majlis

(tempat melakukan akad) untuk konteks zaman sekarang

mengalami perkembangan. Bersatunya majlis tidak dimaknai

seperti itu. Karena hal ini berkaitan dengan hadis tentang

kebolehan melakukan khiar selama dalam majelis dan belum

berpisah badan (tafarruq bi al-abdan). Oleh karena itu dapat

kita terima pemahaman ulama Hanafiah dan Malikiah bahwa

maksudnya adalah berpisahnya ucapan (tafarruq bi al-aqwal).

Dengan demikian sekalipun tempatnya berjauhan,

seperti melalui online, asalkan rukun dan syaratnya terpenuhi

ketika melakukan akad, maka tidak merubah makna

bersatunya tempat akad. Maka, meng-iqalah dan mem-fasakh

akad dalam kondisi demikian diperbolehkan.

12

Wazarat al-Auqaf wa Syuun al-Islamiyah, Al-Mausuah al-Fiqhiyah, Juz

V, hlm. 325-326.

Page 41: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

41

4. Domain Iqalah dan Fasakh

Sundus Abdullah Rajab al-Siraj menjelaskan bahwa

iqalah tidak terjadi kecuali dalam tiga hal. Pertama, dalam

akad yang memerlukan ijab kabul, seperti jual beli, sewa-

menyewa, dan yang lainnya. Kedua, dalam akad yang telah

dikatakan sah menurut fikih Islam. Hal ini termasuk akad

termasuk yang disyariatkan asalnya, sifatnya, dan tidak

terdapat sesuatu yang menyebabkan cacat rukun maupun

syaratnya. Ketiga, terjadi dalam akad yang lazim bagi kedua

belah pihak. Atau bagi akad yang tidak berpeluang untuk

melakukan khiar, karena telah dipandang sempurna. Oleh

karena itu iqalah tidak berlaku bagi akad yang bersifat gair

lazim atau jaiz bagi kedua belah pihak, seperti akad ariah dan

wakalah. Atau akad yang lazim-nya bagi satu pihak saja,

seperti yang terjadi pada akad rahn (lazim bagi rahin saja,

sedangkan gair lazim bagi murtahin), kafalah (lazim bagi

kafil, sedangkan gair lazim bagi makful lah).13

Sama seperti iqalah, ketiga hal tersebut di atas berlaku

juga bagi fasakh, kecuali domain kedua. Bahkan dalam fasakh

terdapat sebuah kaidah yang dikemukakan Abdul Razaq

Ahmad al-Sanhuri, yakni: “Hukum asal dalam fasakh

bersandarkan pada keadilan kedua belah pihak”. Oleh karena

itu apabila salah satu pihak tidak mampu menjalankan ke-

13

Sundus Abdullah Rajab al-Siraj, Inhilal al-Aqd bi al-Taqayul Dirasatan

Tahliliyatan, (Palestina: Jamiah al-Azhar, 2013), hlm. 29.

Page 42: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

42

lazim-an akad, maka pihak lainnya diperbolehkan melepaskan

ke-laziman-nya dengan jalan mem-fasakh akad.14

5. Pengaruh Iqalah dan Fasakh terhadap Akad

Pengaruh iqalah dan fasakh ini dapat mengakhiri akad

yang telah dilakukan kedua belah pihak. Dan akad yang telah

dilakukannya terlepas dari kedua belah pihak. Artinya seolah-

olah akad itu belum terjadi. Namun demikian jika kedua

belah pihak ingin melanjutkan akad, maka hal tersebut

diperbolehkan. Tentunya dengan akad yang baru dan sahih

menurut pandangan syarak.

6. Hikmah Iqalah dan Fasakh dalam Fikih Islam

Penjelasan mengenai iqalah dan fasakh sebagaimana

telah disebutkan di atas secara implisit mengandung

hikmahnya, khusus bagi pelaku akad dan umumnya bagi

masyarakat. Di antara hikmahnya sebagai berikut.

Akad yang telah dilakukan tidak memudaratkan kedua

belah pihak.

Bentuk ketaatan kita kepada pembuat syarak (Allah dan

Rasul-Nya).

Aturan syarak mempermudah kita dalam urusan

muamalah maliah, dan yang lainnya.

14

Abdul Razaq Ahmad al-Sanhuri, Nazariyat al-Aqd,hlm. 681.

Page 43: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

43

Aturan syarak mengendaki keadilan bagi kedua belah

pihak.

Aturan syarak mengendaki kemaslahatan bagi kedua

belah pihak.

Semua hikmah tersebut sangat berkaitan dengan

prinsip-prinsip fikih Islam. Hal ini berlaku secara umum.

Tidak hanya berkaitan dengan urusan muamalah maliah,

seperti akad bai dan jual beli, melainkan berkaitan pula

dengan urusan lainnya (dalam arti luas), seperti urusan

pernikahan, waris, dan yang lainnya.

Terlebih lagi sangat berkaitan dengan tujuan Allah

menetapkan hukum bagi kita semua. Hal ini dikenal dengan

istilah maqasidus syariah sebagaiman dikemukakan Abu

Ishaq al-Syatibi dalam Al-Muwafaqat-nya, yakni memelihara

agama (hifz al-din), melihara jiwa (hifz al-nafs), memelihara

keturunan (hifz al-nasl), memelihara akal (hifz al-aql),

memelihara harta (hifz al-mal). Selain itu menurut penulis

bisa ditambah dengan memelihara umat (hifz al-ummat).

Maksudnya di sini tidak hanya berkaitan dengan umat

muslimin saja, tapi umat selainnya pun. Karena urusan

muamalah maliah syarak memperbolehkan bermuamalah

dengan sesam agama dan beda agama.

Meskipun akad-akad yang dilakukan khususnya

berkaitan dengan masalah harta, karena disebut muamalah

maliah. Oleh karena itu berkenaan dengan tujuan-tujuan

Page 44: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

44

hukum Islam sangat erat kainnya dengan tujuan memelihara

harta (hifz al-mal). Namun yang lainnya pun sangat erat pula

kaitannya.

Bukankah dengan melakukan yang sesuai aturan syarak,

sama saja dengan upaya memelihara agama dengan baik (hifz

al-din). Begitu pun bisa memelihara jiwa dengan memakan

harta yang diperoleh dengan jalan halal. Begitu pun bisa

memelihara keturunan dengan memberi contoh yang baik

pada keturunan buat perkembangannya ke depan. Begitu pun

bisa memelihara akal dengan tidak merugikan kedua belah

pihak karena adanya iqalah dan fasakh. Tak ketinggalan

keadilan bagi kedua belah pihak. Dan bisa memelihara umat

umumnya dengan adanya iqalah dan fasakh, baik secara

langsung berkaitan dengan kedua belah pihak yang

melakukan akad atau pihak lainnya yang secara tidak

langsung melakukannya, namun ada kaitannya apabila dilihat

dari segi kemasalahatan umum. Karena kemaslahatan tidak

hanya untuk individual, tapi untuk kehidupan sosial.

7. Implementasi Iqalah dan Fasakh pada Masa Sekarang

Setiap aturan tentunya tidak hanya sebatas teori saja,

melainkan untuk bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-

hari. Terutama hal ini berkaitan dengan urusan muamalah

maliah yang mengalami perkembangan. Bagaimana

Page 45: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

45

implementasi iqalah dan fasakh di masyarakat? Inilah

permasalahan yang harus kita pecahkan.

Jika kita perhatikan ketika masyarakat melaksanakan

akad jual beli, kemudian ada perasaan menyesal setelahnya,

dan untuk membatalkan akad tentunya ada perasaan malu.

Padahal dengan adanya iqalah hal itu bisa menjadi solusi

untuk masalah tersebut. Bahkan ada saja sebagian toko yang

mengumumkan barang yang sudah dibeli tidak bisa

dikembalikan lagi. Hal seperti ini tentunya penghambat jika

iqalah akan dipraktikkan. Kendatipun diperbolehkan adanya

iqalah tersebut, sebaiknya bagi pembeli juga sebelum

melakukan pembelian hendaknya berpikir matang mengenai

kemantapan membeli barang tersebut.

Berbeda dengan urusan fasakh, karena dari asalnya

memang akad tersebut tidak sah. Namun yang berkenaan

dengan fasakh ini pun masyarakat belum sepenuhnya

memahaminya.

Oleh karena itu, perlunya sosialisasi kepada masyarakat

berkenaan dengan istilah iqalah dan fasakh ini. Karena

mayoritas masyarakat belum mengenal kedua istilah tersebut.

Dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Sehingga kedua istilah

tersebut dapat membumi di masyarakat.

Page 46: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

46

C. Kesimpulan

Pemahaman yang mendalam tentang iqalah dan fasakh

merupakan hal yang urgen dalam akad muamalah maliah.

Karena keduanya merupakan bagian dari pemahaman

mengenai kelazimannya yang merupakan karakter akad.

Mengenai hukum iqalah dan fasakh para ulama pun

menjelaskannya. Iqalah hukumnya bisa sunat atau wajib.

Sementara itu fasakh bisa wajib atau boleh (jaiz).

Rukun iqalah hanya satu yakni ijab kabul. Sedangkan

rukun fasakh, para ulama tidak menyebutkannya secara tegas.

Oleh karena itu dapat dipahami tidak memerlukan ijab kabul.

Sedangkan mengenai syarat keduanya adalah sebagai berikut.

Pertama, adanya keridaan kedua belah pihak (kecuali dalam

fasakh tidak disyaratkan). Kedua, bersatunya tempat

melakukan akad. Ketiga, termasuk akad yang bisa dibatalkan.

Keempat, masih utuh objek akadnya (khusus iqalah). Kelima,

saling serah-terima pengganti barang (khusus iqalah).

Selanjutnya domain iqalah dan fasakh adalah dalam

akad yang memerlukan ijab kabul, akad yang telah dikatakan

sah menurut fikih Islam (kecuali fasakh), terjadi dalam akad

yang lazim bagi kedua belah pihak. Para ulama pun

memahami iqalah dan fasakh berdampak pada berakhirnya

akad.

Hikmah mengetahui iqalah dan fasakh ini dapat

menghantarkan kita memahami prinsip-prinsip dan tujuan

Page 47: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

47

hukum Islam itu sendiri yang intinya kemaslahatan.

Sedangkan mengenai bagaimana impelemtasi iqalah dan

fasakh untuk konteks zaman sekarang, keduanya belum

sepenuhnya dipraktikkan di masyarakat.

Daftar Pustaka

Daruqutni, Ali bin Umar, al-. 1432 H/ 2011 M. Sunan al-

Daruqutni, Cet. I. Beirut-Libanon: Daru Ibn Hazm.

Fayumi, Ahmad al-. 1987 M. Al-Misbah al-Munir. Beirut-

Libanon: Maktabah Libnan.

Jauhari, Ismail bin Ahmad, al-.1404 H/ 1984 M. Al-Sihah Taj

al-Lugah wa Sihah al-Arabiyah, Cet. III. Beirut-

Libanon: Darul Ilmi li al-Malayin.

Mubarakfuri, Abi al-Ala, al-. t.th. Tuhfat al-Ahwazi Bisyarh

Jami al-Tirmizi, Juz IV. (t.t: Darul Fikr.

Sanhuri, Abdul Razaq Ahmad, al-. 1998 M. Nazariyat al-Aqd,

Juz II. Beirut-Libanon: Mansyurah al-Halbi al-

Huquqiyah.

Siraj, Sundus Abdullah Rajab, al-. 2013. Inhilal al-Aqd bi al-

Taqayul Dirasatan Tahliliyatan. Palestina: Jamiah al-

Azhar.

Suyuti, Jalaludin, al-, dkk. t.th. Syuruh Sunan Ibnu Majah,

Cet. I. Yordania: Baitul Afkar al-Dauliyah.

Syarafuk Haq, Syekh Abdul Rahman. 1426 H/ 2005 M. Aun

al-Ma‟bud Syarh Sunan Abi Daud, Cet. I. Beirut-

Libanon: Daru Ibn Hazm.

Page 48: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

48

Wazarat al-Auqaf wa Syuun al-Islamiyah. 1404 H/ 1983 M.

Al-Mausuah al-Fiqhiyah, Juz 5, 32, Cet. II. Kuwait:

Wazarat al-Auqaf wa Syuun al-Islamiyah.

Zarqa, Mustafa Ahmad, al-. 1418 H/ 1998 M. Al-Fiqh al-

Islam fi Tsaubihi al-Jadid, Juz II, Cet. I. Damaskus:

Darul Qalam.

Zubaidi, Sayid Murtada al-. 1407 H/ 1987 M. Taj al-Arus

min Jawahir al-Qamus, Juz XXXIII, Cet. II. Kuwait:

Wazarah al-A‟lam.

Page 49: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

49

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

PEMERINTAH INDONESIA

MENURUT IMAM AL-GHOZALI

Suhaeri1

Abstract

The government's focus on building infrastructure is considered

by some to be a rather pushy policy. due to the Indonesian

government's debt that reached the Rp4,000 trillion mark has

become public attention. Not to mention the decline in subsidies

given by the government. Moreover, infrastructure development

is not everything. There are still many other aspects that must

also be developed in order to improve the competitiveness and

productivity of the nation.

In this article we will discuss al-Gazali's opinion with the theory

of the maslahah towards Indonesia's infrastructure development,

whether the infrastructure development is mashlah and can be

used as proof or not. Why choose al-Gazali because When

compared to other ushuliyyin figures of the Shafi'i school, al-

Gazali's study of maslahah mursalah can be considered the

deepest and most extensive.

Keywords: Infrastructure Development, Indonesian Government,

Imam Al-Ghozali

A. Pendahuluan

Genap sudah memasuki tahun ketiga pemerintahan

Jokowi-JK pada bulan Oktober lalu. Sorotan publik salah

satunya tertuju pada mega proyek pembangunan

infrastruktur yang secara serentak efektif dijalankan di

Page 50: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

50

berbagai daerah beberapa bulan lalu. Presiden Jokowi dan

Wakil Presiden Jusuf Kalla memang menjadikan

pembangunan infrastruktur sebagai fokus utama untuk

mendorong pemerataan dan mempersempit ketimpangan

nasional. Tentu untuk mewujudkan agenda tersebut,

memerlukan dana yang sangat besar.

Sejak awal menjabat, Presiden Jokowi melakukan

gebrakan dengan memangkas subsidi BBM dalam

rancangan anggarannya dan mengalokasikannya pada sektor

produktif, terutama pada pos pembangunan infrastruktur.

Sedikit banyaknya, tindakan pemerintah ini menuai kritikan

yang menganggap bahwa pemerintah terlalu besar

memberikan ruang fiskal untuk pembangunan infrastruktur.

Mereka yang berpendapat demikian, menganggap apabila

tidak segera dilakukan pengetatan likuiditas mampu

membawa ke arah krisis. Benarkah?

Untuk menyelesaikan 245 proyek strategis nasional

dan dua program terkait dengan pembangunan infrastruktur

dibutuhkan total dana sebesar Rp 4.700 Triliun. Dari total

pendanaan tersebut, pemerintah menanggung sekitar 35

persen, swasta sebesar 42 persen dan BUMN menanggung

sebesar 23 persen. Pemerintah menyadari bahwa angka

tersebut melampaui kemampuan negara. Keterbatasan

penerimaan negara dalam membiayai proyek infrastruktur

tersebut yang ditutup dengan pinjaman dapat memicu

Page 51: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

51

dalamnya defisit anggaran. Dalam APBN-P 2017,

pemerintah memroyeksikan defisit mencapi hingga 2,9

persen terhadap PDB. Angka ini sudah sangat mendekati

dengan batas wajar defisit anggaran yang ditetapkan oleh

undang-undang (sebesar tiga persen). Pelebaran defisit ini

akan sangat mungkin terjadi jika tidak dilakukan antisipasi

dengan menekan pembangunan infrastruktur yang bukan

merupakan agenda prioritas. Pemerintah perlu berhati-hati

dengan hal tersebut, karena pelebaran defisit hingga

melampaui batas wajar tiga persen mampu memicu

konsekuensi politik yang signifikan.

Secara teoritis, kebijakan fiskal yang terlampau

ekspansif mampu menyebabkan dua hal, yaitu crowding out

effect dan overinvestment. Secara sederhana, crowding out

effect dapat terjadi ketika pemerintah membutuhkan dana

dalam jumlah besar kemudian menarik likuiditas dengan

jumlah besar dengan penerbitan surat utang, tentu dengan

suku bunga yang tidak rendah. Kondisi ini dapat

menyebabkan suku bunga yang tinggi, karena lembaga

keuangan lainnya harus bersaing dengan pemerintah untuk

mendapatkan dana pihak ketiga. Gejala overinvestment

terjadi ketika ekspansi fiskal yang dilakukan justru tidak lagi

berdampak pada peningkatan produktivitas dan output,

seperti yang terjadi di Tiongkok.

Page 52: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

52

Pembangunan infrastruktur memang sangat

dibutuhkan oleh Indonesia yang masih tertinggal dengan

negara lain. Namun, hal tersebut perlu dibarengi dengan

manajemen risiko yang baik, seperti intensfikasi penataan

kelembagaan yang tentunya tidak memerlukan dana yang

sangat besar seperti pembangunan infrastruktur. Sebab

masih banyak aspek lain yang juga tidak kalah pentingnya

untuk diperhatikan untuk mewujudkan pemerataan yang

inklusif2.

Belakangan ini muncul kritikan, kebijakan fiskal

pemerintah sudah terlalu eksesif dalam pembangunan

infrastruktur. Bahkan, ada pendapat yang memandang

kebijakan ekspansif tersebut akan berujung pada krisis.

Benarkah?

Menurut tesis tersebut, pembangunan infrastruktur

telah menimbulkan ekses likuiditas berlebihan akibat

kebijakan big push oleh pemerintah di bidang infrastruktur,

sehingga diperlukan respons cepat berupa pengetatan

likuiditas. Sementara, tesis lainnya menyebutkan

pembangunan infrastruktur akan membebani current

2 https://macroeconomicdashboard.feb.ugm.ac.id/Pro Kontra

Pembangunan Infrastruktur/ Oleh: Dewan Editor, 15 Oktober 2017

Page 53: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

53

account deficit(defisit transaksi berjalan) akibat

melonjaknya impor bahan baku3.

Pada artikel ini kami akan membahas tentang pendapat

al-Gazali dengan teori mashlahat-nya terhadap

pembangunan infrastruktur Indonesia, apakah pembangunan

infrastruktur tersebut mashlahat dan dapat dijadikan hujjah

atau tidak. Mengapa memilih al-Gazali karena jika

dibanding dengan tokoh-tokoh ushuliyyin mazhab Syafi‟i

yang lain, kajian al-Gazali tentang maslahah mursalah dapat

dianggap paling dalam dan luas.

B. Pembahasan

Teori Maslahah Al-Ghazali

1. Riwayat Hidup dan Karya Al-Gazali

Al-Gazali adalah seorang tokoh pemikir muslim yang

hidup pada bagian akhir dari zaman keemasan di bawah

khilafah Abbasiyah yang berpusat di Bagdad. Ia memiliki

nama lengkap Abu Hamid Muhammad ibnu Ahmad Al-

Gazali Al-Thusi. Al-Gazali lahir pada tahun 450 H/1058 M di

Tabaran, salah satu wilayah di Thus, yakni kota terbesar

kedua di Khurasan setelah Naisabur. Kepada nama kota

kelahirannya inilah kemudian nama Al-Gazali dinisbatkan (al-

Thusi). Al-Ghazali sempat berpartisipasi dalam kehidupan

3.https://katadata.co.id/opini/2017/10/19/Dilema

Pembangunan Infrastruktur Oleh. Agustinus Prasetyantoko (Ekonom /

Rektor Unika Atma Jaya).

Page 54: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

54

politik keagamaan pada tahun-tahun trakhir pemerintahan

Nizam dan kemudian menjadi sosok sentral. Ia wafat di kota

kelahirannya pada tahun 505 H/1111 M4.

Dunia Islam memberikan gelar kehormatan kepadanya

dengan sebutan Hujjah al-Islam (pembela Islam) karena

kegigihan dan jasa-jasanya dalam membela Islam dari

gencarnya gempuran arus pemikiran yang dikhawatirkan

dapat mengancam eksistensi Islam, baik dari kalangan filosof,

mutakallimin, batiniyah, dan sufi. Demikian juga atas upaya

dan usahanya menghidupkan kembali tradisi keilmuan Islam

sebagaimana terlihat pada karya besar monumentalnya Ihya

Ulum al-Din5.

4 Saeful Saleh Anwar, Filsafat Ilmu Al-Gazali: Dimensi Ontologi

dan Aksiologi, Bandung : Pustaka Setia, 2007, h. 14., lihat juga: Sirajuddin

Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: Gema Insani Persada,

2004. h.155, lihat juga Antony Black dalam Pemikiran Politik Islam: dari

Masa Nabi Hingga Masa Kini (penerjemah Abdullah Ali dan Mariana

Arietyawati), Jakarta : Serambi, 2006. h. 190. 5 Menurut pengakuan al-Gazali sendiri dalam al-Munqiz min al-

Dalal (lihat via Saeful Saleh Anwar, Filsafat Ilmu Al-Gazali: Dimensi

Ontologi dan Aksiologi, Bandung : Pustaka Setia, 2007, h. 15). ia menghadapi

masalah banyaknya agama, aliran yang kontroversial, dalam Islam adalah

aliran mutakalimin, filosof, ta‟limiyyah dan kaum sufi, yang masing-masing

mengklaim alirannyalah yang benar. Inilah yang menimbulkan skeptik dalam

dirinya tentang mana kebenaran yang tunggal dan apa standar kreterianya,

serta dorongan yang kuat untuk mencari dan menemukan ilmu kebenaran

tunggal yang pasti dan universal berdasarkan standar ilmiah yang pasti dan

universal pula. Dari sini ia terjun menyelami semua aliran sampai ke

jantungnya yang paling dalam. Latar belakang tersebut membuat al-Ghazali

muncul sebagai seorang sufi filosof yang mutakallim dan faqih besar.

Skeptisisme telah mengantarkannya menjadi filosof yang mendekati segala

sesuatu secara holistik-integral dan radikal esensial, sekaligus sebagai tokoh

konvergensi berbagai aliran. Ternyata oleh banyak banyak kalangan al-

Page 55: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

55

Al-Gazali hidup dalam lingkungan keluarga

sederhana, tetapi sangat taat beragama dan mencintai ilmu.

Ayahnya yang bernama Muhammad dikenal sebagai seorang

saleh. Ia rajin berkeliling untuk menimba ilmu kepada para

fuqaha pada zamannya. Kehidupan keluarganya ditopang

dengan berjualan wol hasil pintalan tangannya sendiri.

Pekerjaan ayahnya kemudian dilekatkan pada diri Imam Al-

Gazali. Al-Gazali adalah nisbah dari kata gazzal yang berarti

pemintal wol.

Kecintaan pada ilmu berpengaruh pada anaknya, Al-

Gazali sendiri disebut oleh al-Maraghi sebagai “ensiklopedi”

semua cabang ilmu di masanya, sementara saudara

kandungnya yang bernama Abu al-Futuh Majd al-Din Ahmad

bin Muhammad dikenal sebagai sufi besar, faqih dan mubalig

karismatik yang sangat berpengaruh6.

Al-Gazali menguasai berbagai cabang ilmu. Dari

sekian banyak karyanya menunjukkan bahwa ia adalah ulama

yang handal di bidang ushul al-din (ilmu kalam), ushul fiqh,

Ghazali dinilai telah mampu mengintegrasikan teologi, fiqh dan tasawuf,

bahkan antara agama dan filsafat serta antara nilai dan sains. 6 Ketika fase skeptisisme melanda pemikiran al-Ghazali yang

membuatnya mengalami gangguan fisik dan mental, Al-Gazali berhenti

mengajar di An-Nizamiyah, saudaranya Ahmad bin Muhammad inilah yang

menggantikannya sebagai Dekan di Nizamiyyah. Ahmad wafat di Quzwain

pada tahun 520 H, lima belas tahun kemudian setelah wafat Al-Gazali (505

H).

Page 56: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

56

fiqh, jidal, khilaf, mantiq (logika), hikmah, filsafat, dan

tasawuf7.

Al-Gazali memiliki banyak guru, di antaranya ialah

Imam Haramain (Abu al-Ma‟ali al-Juwaini)8 yang dianggap

paling banyak berjasa membina Al-Gazali menjadi ahli fiqh

dan usul fiqh. Di akhir hayat sang guru inilah Al-Gazali mulai

menampakkan eksistensinya sebagai ulama besar yang

7 Di antara karyanya dalam berbagai cabang ilmu itu ialah : Ihya

ulum al-Din; Al-Iqtisad fi al-I‟tiqad; Iljam al-„Awam „an Ilm al-Kalam; Al-

Imla‟ „ala Musykil al-Ihya; Ayyuha al-Walad; Bidayah al-Hidayah; Tahafut

al-Falasifah; Jawab al-Masa‟il al-Arba‟ allati Sa‟alaha al-Batiniyyah;

Jawahir al-Quran; Ad-Durar al-Fakhirah fi Kasyf „Ulum al-Akhirah; Fada‟ih

al-Ba.tiniyyah; Faisal at- Tafriqah bain al-Islam wa al-Zandaqah; Al-Qistas

al-Mustaqim; Mahk al-Nazar fi al-Mantiq; Misykah al-Anwar; Al-Madnun

bih „ala Gairi Ahlih; Al-Maarifal- „Aqliyah; Mi‟yar al-„Ilm fi al-Mantiq;

Maqasid al-Falasifah; Al-Maqsid al-Asna fi Syarh al-Asma‟ al-Husna; Al-

Munqiz min al-Dhalal; Minhaj al- „Abidin; Mizan al-Amal; Al-Wajiz fi al-

Fiqh; sedangkan karya Al-Gazali dalam bentuk manuskrip yang belum

sempat dicetak di antaranya: Al-Basit fi al-Fiqh; Khulasah al-Mukhtasar fi al-

Fiqh; Ghayah al-Ghaur Dirayat ad-Dur; Ghaur ad-Dar fi al-Mas‟alah as-

Suraijiyyah; Al-Wasit fi al-Fiqh (Lihat Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat

Hukum Islam Al-Ghazali : Mashlahah Mursalah & Relevansinya dengan

Pembaharuan Hukum Islam, h. 97-99) 8 Al-Juwaini adalah ulama kenamaan ahli fiqh dan usul al-fiqh

mazhab Syafi‟i, tokoh mutakallimin mazhab Asy`ari. Lahir di Juwain, salah

satu wilayah dari Naisabur pada tahun 419 H dan wafat pada tahun 478 H.

Kitab al-Burhan dan al- Waraqat adalah kitab usul al-fiqh karya Imam

Haramain. Ulama inilah yang banyak berjasa mengantarkan Al-Gazali

menjadi ahli fiqh dan usul fiqh. Di bawah bimbingannya Al-Gazali belajar

fiqh Syafi‟i di Nisapur selama 5 tahun (1080-1085)

Guru-guru al-Ghazali selain Imam al-Juwaini adalah: Abu al-Qasim al-

Ismaili, Isma‟il bin Mas‟adah bin Isma‟il (407-477 H); Abu „Ali al-Fadal bin

Muhammad bin Ali al-Faramazi (407-477 H); Abu al-Fath Nasr bin Ibrahim

bin Nasr al-Nabilisi al-Muqaddasi, seorang ahli hadis dan fiqh mazhab Syafi‟i

(410 H-490 H); Abu al-Fityan al-Ru‟asi, Umar bin „Abd al-Karim bin

Sa‟dawaih al-Dahsatani, seorang ahli hadis (428 H – 503 H).

Page 57: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

57

dikagumi oleh banyak kalangan, dan mulai banyak mengajar

dan mengarang.

Kemampuan Al-Ghazali yang luar biasa menarik

perhatian Nizam al-Mulk (Abu Ali Hasan bin Ali bin Ishaq al-

Tusi, w. 1029 M) yang kemudian memanggilnya ke Bagdad

untuk mengajar di Madrasah Nizamiyah (1091). Di sini Al-

Gazali banyak bertemu dengan ulama-ulama besar yang juga

menghormati keluasan ilmunya. Sejak itulah Al-Gazali

dinyatakan sebagai Imam al-„Iraq (Penghulu ulama Iraq)

setelah sebelumnya dikenal sebagai “Imam al-Khurrasan”.

Sebagaimana disebutkan di atas, al-Gazali dikenal

sebagai filosof, mantiqi, mutakallim, sufi, faqih dan ushuli. Di

bidang ilmu kalam ia merupakan tokoh mutakallimin

Asy‟ariyah, sementara di bidang hukum Islam (fiqh dan ushul

fiqh), ia merupakan tokoh Syafi‟iyah. Selaku ushuli mazhab

Syafi`i, Al-Gazali meninggalkan beberapa karya ilmiah

khusus di bidang disiplin ilmu ini, yaitu:

1. A1-Mankhul min Ta‟liqat al-Ushul. Ini adalah karya Al-

Gazali yang pertama di bidang ushul fiqh. Kitab ini

telah di-tahqiq (diedit) oleh Muhammad Hasan Haitu

dan diterbitkan oleh Dar al-Fikr, Beirut.

2. Syifa „ al-Ghalil fi Bayan asy-Syabah wa al-Mukhil wa

Masalik al- Ta‟lil. Kitab ini di-tahqiq oleh Hammid al-

Kabisi untuk meraih gelar doktor di bidang Ushul fiqh

dari Fakultas Syari‟ah Al-Azhar.

Page 58: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

58

3. Kitab Fi Mas‟alati Taswib al-Mujtahidin. Dalam catatan

para ahli sejarah, kitab ini belum ditemukan.

4. Asas al-Qiyas . Kitab yang berbicara secara khusus

tentang qiyas ini telah di-tahqiq oleh Fahd bin

Muhammad al-Sarhan dan telah diterbitkan oleh

Maktabah al-„Ubaikan di Riyad.

5. Haqiqah al-Qaulain. Kitab ini membahas adanya dua

pendapat dari Imam Syafi‟i tentang suatu masalah.

Manuskripnya tersimpan di museum pusat di Intanbul.

6. 6. Tahzib al-Ushul. Kitab ini disebutkan oleh Al-Gazali

dalam al-Mustasfa. Manuskrip kitab ini juga belum

dapat diketahui. Dari ungkapan Al-Gazali dalam al-

Mustasfa, kitab tersebut lebih besar dari al-Mustasfa.

7. Al-Mustasfa Min „Ilm al-Ushul. Ini adalah kitab ushul

fiqh yang menempatkan Al-Gazali sebagai tokoh

ushuliyyin mazhab Syafi‟i9.

Di antara sejumlah karya Al-Gazali dalam bidang

Ushul Fiqh, al-Mustasfa dipandang sebagai salah satu dari

buku induk yang menjadi rujukan kitab-kitab ushul al-fiqh

Syafi‟iyyah yang dikarang pada masa- masa berikutnya. Tiga

serangkai buku induk ushul fiqh Syafi‟iyah dimaksud ialah:

Al-Mu‟tamad karya Abu al-Husain al-Basri al-Mu`tazili (463

H), Al-Burhan fi Ushul al-Fiqh karya Abu al-Ma‟ali Abd

9 Lihat Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-

Ghazali : Mashlahah Mursalah & Relevansinya dengan Pembaharuan

Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002 h. 99-100

Page 59: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

59

Allah al-Juwayni al-Naisaburi Imam al Haramain (478 H) dan

Al-Mustasfa, karya Al-Gazali (505 H)10

.

Dr. Badran Abu al-`Ainain dan Syekh Muhammad al-

Khudari (w. 1345 H) menilai, di antara ketiga kitab di atas

yang paling bagus adalah al-Mustasfa, baik dilihat dari segi

keindahan dan kejelasan bahasa, sistematika, maupun adanya

tambahan-tambahan yang belum pernah ditemukan pada

kitab-kitab sebelumnya11

.

Perhatian para ulama terhadap al-Mustasfa cukup

besar. Hal ini, antara lain, ditandai dengan adanya upaya para

ulama untuk mensyarahkan (memberi komentar) kitab

tersebut, di samping ada pula yang meringkasnya dalam suatu

buku dan memberikan catatan-catatan penting.

10

Khusus Imam al-Gazali, sebagai murid al-Juwayni, banyak

mengikuti dan mengadopsi pemikiran al-Juwayni yang terlihat dalam

karyanya di bidang ushul fiqh. Akan tetapi, al-Gazali lebih populer dari

gurunya, terutama dalam ushul fiqh. Hal ini disebabkan karya al-Gazali

banyak tersebar dan dibaca oleh para peminat dan pengkaji ushul fiqh,

sehingga sebagian besar pemikiran tentang ushul fiqh yang pada hakikatnya

merupakan pemikiran al-Juwayni, namun karena karyanya tidak tersebar luas

dan dibaca banyak orang, maka pemikiran tersebut dinyatakan oleh mereka

yang datang kemudian sebagai pendapat al-Gazali. Penjelasan yang cukup

tentang hal ini lihat Nawer Yuslem, al-Burhan fi Ushul al-Fiqh Kitab Induk

Usul Fikih: Konsep Mashlahah Imam al-Haramain al-Juwayni dan Dinamika

Hukum Islam, Bandung: Cita Pustaka Media, 2007 h. 7-8. 11 Ahmad Munif Suratmaputra, Ibid. h. 102-103

Page 60: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

60

2. Tema-Tema Penting Pemikiran Al-Gazali dalam Ushul

Fiqh

Di antara sekian banyak pemikiran Al-Gazali di bidang ushul

fiqh yang menonjol ialah:

a. Kajian tentang maqasid asy-syari‟ah. Ahmad Munif

Suratmaputera mengungkapkan hasil penelitian yang

dimuat dalam karya Muhammad Sa‟d al-Yubi

berjudul Maqashid al-Syari‟ah al-Islamiyah wa

„Alaqatuha bi al- Adillah al-Syar‟iyyah, yang

menyatakan bahwa Al-Gazali adalah ulama ushul

fiqh kedua setelah Imam Haramain (gurunya) yang

bicara tentang maqasid asy-syari „ah jauh sebelum

al-Syatibi (w. 790 H.) yang terkenal itu12

.Kajian

12 Al-Syatibhi lahir 645 H/1247 M di Granada Spanyol (wilayah

imperium Islam di Barat), yakni setelah 140 tahun wafatnya al-Gazali di

Baghdad (imperium Islam di Timur). Karya al-Syatibi al-Muwafaqat

mengulas lebih luas dan mendalam tentang maqashid al-Syar‟iyyah, sehingga

menjadi rujukan utama dalam tema ini, dan menenggelamkan gagasan al-

Ghazali. Dalam kajian maqasid asy-syari „ah biasanya yang langsung terlihat

adalah sosok asy-Syatibi.

Seperti diulas oleh Ahmad Munif, bahwa ulama yang tercatat pertama sekali

banyak mengaitkan pengembangan hukum Islam dengan maqasid asy-

syari‟ah adalah Al-Gazali. Imam Haramain sebagai gurunya baru menebarkan

benihnya. Yang banyak berjasa mengembangkan adalah Al-Gazali. Setelah itu

muncul ar-Razi (w. 1209 H), al-Amidi (w. 631 H.), `Izz ad-Din bin „Abd as-

Salam dan muridnya, al-Qarafi (w. 684 H.) . Kajian ini kemudian

dikembangkan oleh Ibnu Taimiyah (w. 728 H.), Ibn al-Qayyim (751 H.), dan

at-Tuff (w. 716 H) di belahan Timur. Bersamaan dengan tiga tokoh ini

muncul asy-Syatibi di belahan Barat dengan kajian yang lebih lugas dan

mendalam. Dalam hal ini al-Syatibi merupakan generasi kelima. Ia

menemukan jalan yang sudah lempang dan tinggal memperluas dan

memperdalamnya.

Pandangan al-Syathibi tentang maslahah secara luas diuraikan: Hamka Haq,

Al-Syathibi: Aspek Teologis Konsep Mashlahah dalam Kitab al-Muwafaqat,

Page 61: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

61

ushul fiqh dalam rangka pengembangan hukum Islam

sebelum Al-Gazali banyak ditekankan pada aspek

kebahasaan. Setelah itu, muncul nuansa dan trend

baru kajian ushul fiqh tidak lagi terpaku pada aspek

kebahasaan, tetapi ditempuh lewat pendekatan

maqasid asy-syari „ah.

Salah satu kelebihan pendekatan maqasid asy-

syari‟ah dalam pengembangan hukum Islam

dibandingkan dengan pendekatan kebahasaan ialah

menghasilkan hukum Islam yang bersifat

kontekstual. Sementara dengan pendekatan

kebahasaan harfiyah seringkali hukum Islam

kehilangan jiwa fleksibelitasnya; kaku dan

kehilangan konteks. Di sini Al-Gazali dengan teori

ushul fiqh-nya sudah mulai mengupayakan

bagaimana agar hukum Islam selalu dapat tampil

secara kontekstual.

b. Penolakan Al-Gazali terhadap hadis mursal untuk

dijadikan hujjah. Sebagaimana diketahui bahwa

jumhur ulama, termasuk Imam Malik dan Abu

Hanifah menerima hadis mursal sebagai argumen

hukum, selain Imam Syafi‟i. Tampaknya pandangan

Jakarta: Erlangga, 2007; Duski Ibrahim, Metode Penetapan Hukum Islam:

Membongkar Konsep al-Istiqra al-Ma‟nawy Asy-Syatibi, Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media, 2008.

Page 62: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

62

Al-Gazali dalam hal ini memperkuat Imam Syafi`i

dan al-Baqilani sebagai mazhab yang dianutnya13

.

c. Kritik Al-Gazali terhadap argumentasi ke-hujjah-an

Ijma‟ yang dijadikan dalil oleh Imam Syafi`i14

. Di

sini nampak sekali meskipun al-Gazali pengikut

mazhab Syafi‟i, tetapi ia adalah pengikut yang sangat

kritis dan karenanya, tidak semua pemikirannya

dalam fiqh dan ushul fiqh sejalan dengan Imam

Syafi‟i. Kapasitasnya sebagai seorang mujtahid dan

pembaharu benar-benar nampak. Menurut Al-Gazali

bahwa Ijma baru bisa menjadi hujjah apabila semua

ahli ushul terlibat dalam konsensus pada masalah

yang diijma`kan itu. Sementara sebagian ulama

menyatakan bahwa ijma sudah dapat hujjah bila

semua faqih terlibat meskipun para ushuli tidak

terlibat.

d. Pandangan Al-Gazali yang menolak ijma sukuti15

,

artinya Al-Gazali memandang ijma sukuti tidak

13 Untuk mendalami masalah ini dapat dilihat dalam karyanya al-

Mustashfa min „Ilm Ushul, Tahqiq Dr. Muhammad Sulaiman al-Asyqar,

Beirut/Lebanon: Al-Resalah, 1997 M/1418 H Juz I . 14

Al-Gazali, Juz II Ibid. . 174-175 15

Ijma Sukuti adalah pendapat pribadi yang disebarkan oleh seorang

mujtahid sedangkan mujtahid lainnya diam saja. Menurut jumhur diamnya

mujtahid lainnya tidak bisa ditafsirkan sebagai tanda persetujuan mereka,

karena diamnya mereka mungkin disebabkan kondisi pribadi dan lingkungan

yang mereka hadapi. Oleh karena itu menurut mereka, posisi ijtihad yang

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok mujtahid itu tidak lebih dari

ijtihad yang sifatnya zanni (relatif) dan tidak wajib diikuti oleh mujtahid lain;

Page 63: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

63

dapat dijadikan hujjah. Pandangan ini berbeda

dengan pandangan ulama Hanafiah yang

membolehkan hujjah dengan ijma sukuti. Mengenai

dasar legitimasi ijma menurut al-Gazali harus ada

memiliki dalil yang menjadi sandaran. Sandaran

utamanya adalah al-Qur‟an atau sunnah. Apabila

sandaran utamanya tidak ada ditemukan al-Gazali

membenarkan untuk bersandar pada dalil tingkat

zanni seperti qiyas. Di sini tampak juga pembelaan

al-Gazali dalam memperkuat pendirian mazhab

Imam Syafi`i yang dianutnya16

.

e. Pandangan Al-Gazali tentang kebolehan ijtihad

secara parsial (kasuistis, tajazzu‟ al-ijtihad), tidak

secara menyeluruh (jami‟ al-ahkam al-syar‟iyyah)

bagi mujtahid selain mujtahid mustaqill17

. Pandangan

ini berbeda dengan jumhur ulama.

karenanya juga tidak dikatakan ijmak. (lihat dalam Abdul Aziz

Dahlan…(et.al).-cet. 1-Jakarta: Ichtiar Baru Van Hooeve, 1996. jilid 1 h. 667-

668. 16

Paradigma fiqh Syafi‟i adalah menyandarkan legitimasi hukum

dengan tata urutan secara hirarki sebagai berikut : al-qur‟an, sunnah, ijma,

qiyas dan istishab (Lihat : Asywadie Syukur, Ilmu Fikih dan Ushul Fikih,

Surabaya: Bina Ilmu, 1987) 17 Mujtahid Mustaqil adalah merupakan tingkatan tertinggi dari

seorang mujtahid. Kelompok ini telah memenuhi keseluruhan syarat-syarat

ijtihad, yaitu mengetahui pengetahuan memadai tentang Bahasa Arab, al-

Qur‟an, sunnah, dengan mempergunakan qiyas, berfatwa atas dasar maslahat

yang diamatinya, mempergunakan istihsan, sadd al dzari‟ah dan metode

istinbath lainnya. Termasuk dalam kelompok ini di antaranya adalah para

fuqaha di kalangan sahabat Rasul dan Tabii‟, Imam Mazhab empat dan lain-

lain.

Page 64: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

64

f. Pandangan Al-Gazali tentang teori taswibah

(musawwibah) dan takhti‟ah (mukhatti‟ah) dalam

ijtihad di bidang fiqh (furu). Menu- rutnya, setiap

mujtahid dalam bidang fiqh itu benar. Jika hukum

Allah belum ditemukan maka wujud hukum Allah

dalam hal seperti itu adalah apa yang dihasilkan oleh

mujtahid. Ini berbeda dengan pandangan yang

menyatakan bahwa yang benar dalam ijtihad di

bidang fiqh hanyalah satu sebagaimana pandangan

Imam Syafi‟i dan Hanafiyah. Pandangan Al-Gazali,

dengan demikian, kontra dengan pandangan

imamnya.

g. Kajian Al-Gazali tentang maslahah mursalah. Tema

inilah yang menjadi pokok bahasan dalam makalah

ini.

3. Konsep Maslahat Al-Gazali dalam Al-Mustashfa

Jika dibanding dengan tokoh-tokoh ushuliyyin mazhab

Syafi‟i yang lain, kajian al-Gazali tentang maslahah mursalah

dapat dianggap paling dalam dan luas. Pembahasan Al-Gazali

tentang maslahah mursalah ini dapat ditemukan dalam empat

kitab ushul fiqh-nya yaitu al-Mankhul, Asas al-Qiyas, Syifa

al-Galil, dan al-Mustasfa18

. Kitab yang disebut terakhir

18

Ahmad Munif Suratmaputra, op.cit h. 106

Page 65: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

65

merupakan yang paling komprehensif sehingga dapat

dianggap merepresentasikan pandangan-pandangannya

tentang konsep maslahah.

Pada masa Al-Gazali, kajian ushul fiqh telah mengalami

kemajuan cukup pesat. Seiring dengan telah melembaga dan

meluasnya kajian fiqh dengan berbagai mazhab yang ada.

Kajian tentang maslahah mursalah yang pada masa-masa

sebelumnya belum banyak diungkap, pada masa itu telah

ramai didiskusikan19

.

Al-Gazali dapat dinilai sebagai tokoh ushuliyyin

mazhab Syafi‟i yang paling banyak berbicara dan menaruh

perhatian terhadap maslahah mursalah. Sebelumnya ushuliyin

Syafi‟iyah pada periode sebelum Al-Gazali tidak banyak

membahasnya. Dengan demikian, tidak berlebihan jika

dikatakan bahwa apa yang dibicarakan Al-Gazali tentang

maslahah mursalah tersebut (khususnya yang terdapat pada

19 Di kalangan para ulama mazhab, maslahah mursalah dan

bagaimana kedudukannya dalam kaitan dengan upaya pengembangan hukum

Islam sering dihubungkan dengan Imam Malik bin Anas. Akan tetapi

penggunaan maslahah pada masa Imam Malik ini masih bersifat umum dan

belum dipergunakan sebagai technical legal term. Penggunaannya sebagai

technical legal term, menurut Paret, belum ada pada masa Malik atau al-

Syafi‟i, tetapi justru berkembang penggunaannya pasca Syafi‟i. Lihat dalam

R. Paret, “Istihsan dan Istihlah“ The Encyclopedia of Islam, New Edition,

eds, E. Van Donzel, B. Lewis and Ch. Pellat (Leiden: E. J. Brill, 1978), vol.

IV, h. 257.

Meskipun demikian tidak menapikkan kemungkinan penggunaan sesuatu

yang menyerupai maslahah sebagai pertimbangan hukum telah dipraktekkan

pada masa sebelum al-Syafi‟i, namun belum diformulasikan dalam bentuk

technical legal term.

Page 66: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

66

al-Mustasfa) belum pernah diungkap oleh para pendahulunya.

Al-Gazali memang membicarakan maslahah mursalah dalam

keempat karyanya, yaitu al-Mankhul, Asas al-Qiyas, Syifa‟ al-

Galil, dan al-Mustasfa. Bagaimana pandangan Al-Gazali

tentang maslahah mursalah ini, dapat kita telaah secara kritis

melalui kitab pamungkasnya Al-Mustashfa.

Al-Gazali mengawali pembahasannya dalam kitab ini

dengan menyebutkan macam-macam maslahat dilihat dari

segi dibenarkan dan tidaknya oleh dalil syara‟. la

menyatakan:

ثلاثح ألغا : لغ شذ اششع اظسح تالإػافح ئ شادج اششع

.لاذثاسا, لغ شذ ثطلاا, لغ ٠شذ اششع لا ثطلاا لا لاػرثاسا

أاا شذ اششع لاػرثاسا ف زدح, ٠شخغ زاطا ئ ام١اط,

ثا زىا أ و ا أعىش … الرثاط اسى ؼمي اض الإخاع

لأازشد سفظ اؼم از ,١غا ػ اخشششب أأوي ف١سش, ل

.اؽ ارى١ف.فرسش٠ اششع اخش د١ ػ لا زظح ز اظسح

ا شذ اششع لا ثطلاا. ثا لي تؼغ اؼاء ثؼغ : القسم الثاني

ان اخاغ ف اسسؼا : ئ ػ١ه ط شش٠ رراتؼ١. فا أىش

أش تاػراق سلثح غ اذغاع ا, لاي : أشذ تزاه غ ػ١, ػ١, ز١ث ٠

اعرسمش اػراق سلثح ف خة لؼاء شذ, فىاد اظسح ئ٠داب اظ

.١ضخشت

Page 67: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

67

فزا لي تاؽ, خافح ض اىراب, تاظسح. فرر زا اثاب ٠إد

…يتغثة ذغ١ش الأزا ,ئ ذغ١١ش خ١غ زذد اششائغ ظطا

امغ اثاث : ا ٠شذ اششع تاثطلا لا تالاػرثاس ض ؼ١

زا ف س اظش20

.

“Maslahat dilihat dari segi dibenarkan dan tidaknya

oleh dalil syara‟ terbagi menjadi tiga macam: maslahat yang

dibenarkan oleh syara‟, maslahat yang dibatalkan oleh

syara‟, dan maslahat yang tidak dibenarkan dan tidak pula

dibatalkan oleh syara (tidak ada dalil khusus yang

membenarkan atau membatalkannya).

Adapun maslahat yang dibenarkan oleh syara‟ maka ia

dapat dijadikan hujjah dan kesimpulannya kembali kepada

qiyas, yaitu mengambil hukum dari jiwa/semangat nash dan

ijma. Contohnya kita menghukumi bahwa setiap minuman

dan makanan yang memabukkan adalah haram diqiyaskan

kepada khamar, karena khamar itu diharamkan untuk

memelihara akal yang menjadi tempat bergantungnya

(pembebanan) hukum. Hukum haram yang ditetapkan

syara‟ terhadap khamar itu sebagai bukti diperhatikannya

kemaslahatan ini.

Macam yang kedua adalah maslahat yang dibatalkan

oleh syara‟. Contohnya seperti pendapat sebagian ulama

20

Al-Gazali, al-Mustashfa min Ilm Ushul, Tahqiq Dr. Muhammad

Sulaiman al-Asyqar, Beirut/Lebanon: Al-Resalah, 1997 M/1418 H, h. 414 –

416

Page 68: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

68

kepada salah seorang raja ketika melakukan hubungan suami

istri di siang hari Ramadhan,hendaklah puasa dua bulan

berturut-turut. Ketika pendapat itu disanggah, kenapa ia

tidak memerintahkan raja itu untuk memerdekakan hamba

sahaya, padahal ia kaya, ulama itu berkata, `Kalau raja itu

saya suruh memerdekakan hamba sahaya, sangatlah mudah

baginya, dan ia dengan ringan akan memerdekakan hamba

sahaya untuk memenuhi kebutuhan syahwatnya. Maka

maslahatnya, wajib ia berpuasa dua bulan berturut-turut,

agar ia jera. Ini adalah pendapat yang batal dan menyalahi

Nash al-Kitab (dan hadis—pen.) dengan maslahat. Membuka

pintu ini akan merobah semua ketentuan-ketentuan hukum

Islam dan Nash-Nash-nya disebabkan perubahan kondisi dan

situasi. Macam yang ketiga adalah maslahat yang tidak

dibenarkan dan tidak pula dibatalkan oleh syara (tidak

ditemukan dalil khusus yang membenarkan atau

membatalkannya). Yang ketiga inilah yang perlu didiskusikan

(Inilah yang dikenal dengan maslahah mursalah).”

Dari uraian Al-Gazali di atas dapat disimpulkan bahwa

maslahat itu ada tiga:

1. Maslahat yang dibenarkan/ditunjukan oleh

nash/dalil tertentu. Inilah yang dikenal dengan

maslahat mu‟tabarah. Maslahat semacam ini dapat

dibenarkan untuk menjadi pertimbangan penetapan

hukum Islam dan termasuk ke dalam kajian qiyas.

Page 69: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

69

Dalam hal ini para pakar hukum Islam telah

konsensus.

2. Maslahat yang dibatalkan/digugurkan oleh

nash/dalil tertentu. Inilah yang dikenal dengan

maslahat mulgah. Maslahat semacam ini tidak

dapat dijadikan pertimbangan dalam penetapan

hukum Islam. Dalam hal ini para pakar hukum

Islam juga telah konsensus.

3. Maslahat yang tidak ditemukan adanya dalil

khusus/tertentu yang membenarkan atau

menolak/menggugurkannya. Maslahat inilah yang

dikenal dengan maslahah mursalah. Para pakar

hukum Islam berbeda pendapat apakah maslahah

mursalah itu dapat dijadikan pertimbangan dalam

penetapan hukum Islam ataukah tidak.

Dengan pembagian semacam itu sekaligus dapat diketahui

tentang salah satu persyaratan maslahah mursalah, yaitu tidak

adanya dalil tertentu/khusus yang membatalkan atau

membenarkannya.Lewat pembagian itu pula Al-Gazali ingin

membedakan antara maslahah mursalah dengan qiyas di satu

sisi, dan antara maslahah mursalah dengan maslahah mulgah

di sisi lain.

Al-Gazali kemudian membagi maslahat dipandang dari

segi kekuatan substansinya.la menyatakan:

Page 70: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

70

ا اظسح تاػرثاسلذا ف راذا ذمغ ئ ا ف سذثح اؼشساخ,

ئ ا ف سذثح اساخاخ, ئ ا ٠رؼك تارسغ١اخ ارض١٠اخ, ذرما ػذ

أ٠ؼا ػ سذثح اساخاخ21

.

“Maslahat dilihat dari segi kekuatan substansinya ada yang

berada pada tingkatan darurat (kebutuhan primer), ada yang

berada pada tingkatan hajat (kebutuhan sekunder), dan ada

pula yang berada pada posisi tahsinat dan tazyinat

(pelengkap-penyempurna), yang tingkatannya berada di

bawah hajat.

Al-Gazali kemudian menjelaskan definisi maslahat:

أااظسح ف ػثاسج ف الأط ػ خة فؼح ا دفغ ؼشج, غا

ؼ ت راه, فا خة افؼح دفغ اؼشج ماطذ اخك, طلاذ اخك ف

.ىاؼ تاظسح اسافظح ػ مظد اششعذسظ١ ماطذ.

مظد اششع اخك خغح, أ ٠سفظ ػ١ د٠ فغ

ػم غ ا. فى ا٠رؼ زفظ ز الأطي اخغح ف ظسح

و ا٠فخ ز الأطي ف فغذج دفؼا ظسح22

.

Adapun maslahat pada dasarnya adalah ungkapan dari

menarik manfaat dan menolak mudarat, tetapi bukan itu yang

kami maksud; sebab menarik manfaat dan menolak mudarat

adalah tujuan makhluk (manusia), dan kebaikan makhluk itu

akan terwujud dengan meraih tujuan-tujuan mereka. Yang

21

Ibid. h. 416 22

Ibid., h. 416-417

Page 71: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

71

kami maksud dengan maslahat ialah memelihara tujuan

syara” /hukum Islam, dan tujuan syara‟ dari makhluk itu ada

lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan (ada

yang menyatakan keturunan dan kehormatan, pen.), dan harts

mereka. Setiap yang mengandung upaya memelihara kelima

hal prinsip ini disebut maslahat, dan setup yang

menghilangkan kelima prinsip ini disebut mafsadat dan

menolaknya disebut maslahat.”

Dari uraian Al-Gazali di atas dapat diketahui

bahwa yang dimaksud dengan maslahat menurut Al-Gazali

adalah upaya memelihara tujuan hukum Islam, yaitu

memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda.

Setiap hal yang dimaksudkan untuk memelihara tujuan

hukum Islam yang lima tersebut disebut maslahat.

Kebalikannya, setiap hal yang merusak atau menafikan tujuan

hukum Islam yang lima tersebut disebut mafsadat, yang oleh

karena itu upaya menolak dan menghindarkannya disebut

maslahat.

Lebih lanjut Al-Gazali menyatakan:

ز الأط اخغح زفظاالغ ف سذثح اؼشساخ, ف أل

اشاذة ف اظار. ثا لؼاء اششع تمر اىافش اؼ ػمتح

لؼاؤ تا٠داب .اثرذع اذػ ئ تذػر, فا زا ٠فخ ػ اخك د٠

ؼمي ار امظاص, ئر ت زفظ افط. ئ٠داب زذاششب ئر ت زفظ ا

لان ارى١ف, ئ٠داب زذ اضا ئر ت زفظ اغ الأغاب, ئ٠داب

Page 72: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

72

صخش اغظاب اغشاق, , ئر ت ٠سظ زفظ الأاي ار ؼاػ اخك

ؼطش ا١ا23

.

“Kelima dasar/prinsip ini memeliharanya berada pada

tingkatan darurat. la merupakan tingkatan maslahat yang

paling kuat/tinggi. Contohnya seperti:

1. Keputusan syara‟ untuk membunuh orang kafir yang

menyesatkan dan memberi hukuman kepada pembuat

bid‟ah yang mengajak orang lain untuk mengikuti

bid‟ahnya, sebab hal ini (bila dibiarkan) akan melenyapkan

agama umat.

2. Keputusan syara‟ mewajibkan qisas (hukuman yang sama

dengan kejahatannya), sebab dengan hukuman ini jiwa

manusia akan terpelihara.

3. Kewajiban hadd karena minum minuman keras, karena

dengan sanksi ini akal akan terpelihara; di mana akal

merupakan dasar pen-taklif-an.

4. Kewajiban hadd karena berzina, sebab dengan sanksi ini

keturunan dan nasab akan terpelihara.”

5. Kewajiban memberi hukuman kepada para penjarah dan

pencuri, sebab dengan sanksi ini harta benda yang menjadi

sumber kehidupan manusia itu akan terpelihara. Kelima hal

ini menjadi kebutuhan pokok mereka.

23

Ibid. h. 417

Page 73: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

73

Dalam menjelaskan hajiyat, Al-Gazali menyatakan:

سذثح اساخاخ اظار ااعثاخ ورغ١ؾ اشذثح اثا١ح ا ٠مغ ف

ا ػ ذض٠ح اظغ١شج اظغ١ش, فزه لاػشسج ا١ ى سراج ا١ ف

افراء اظار ذم١١ذ الأوفاء خ١فح افاخ اعرغا ا ظلاذ ارظش ف

ااي 24

“Tingkatan kedua adalah maslahat yang berada pada posisi

hajat, seperti pemberian kekuasaan kepada wali untuk

mengawinkan anaknya yang masih kecil. Hal ini tidak sampai

pada batas darurat (sangat mendesak), tetapi diperlukan

untuk memperoleh kemaslahatan, untuk mencari kesetaraan

(kafa‟ah) agar dapat dikendalikan, karena khawatir kalau-

kalau kesempatan tersebut terlewatkan, dan untuk

mendapatkan kebaikan yang diharapkan pada masa datang”

Tentang tahsiniyat dijelaskan Al-Gazali sebagai berikut:

اشذثح اثاثح الا ٠شخغ ا ػشسج لائ زاخح, ى ٠مغ لغ

ارسغ١ ارض١٠ ار١غ١ش ضا٠ا اضائذ سػا٠ح أزغ ااح ف

اؼاداخ اؼالاخ, ثا عة اؼثذ أ١ح اشادج غ لثي فرا

سا٠ر25

“Tingkatan ketiga ialah maslahat yang tidak kembali kepada

darurat dan tidak pula ke hajat, tetapi maslahat itu

menempati posisi tahsin (mempercantik), tazyin

24

Ibid. h. 418 25

Ibid.

Page 74: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

74

(memperindah), dan taisir (mempermudah) untuk

mendapatkan beberapa keistimewaan, nilai tambah, dan

memelihara sebaik-baik sikap dalam kehidupan sehari-hari

dan muamalat/pergaulan. Contohnya seperti status

ketidaklayakan hamba sahaya sebagai saksi, padahal fatwa

dan periwayatannya bisa diterima.

Apakah semua maslahat dengan ketiga tingkatannya

tersebut (daruriyat, hajiyat dan tahsiniyah) dapat dijadikan

pedoman dalam penetapan hukum Islam? Dalam hal ini Al-

Gazali menjelaskan sebagai berikut :

االغ ف اشذثر١ الأخشذ١ لا ٠دص اسى تدشد ئ ٠ؼرؼغ تشادج

أااالغ ف سذثح اؼشساخ …أط,لأ ٠دش دش ػغ اششع تاشأ

فلاتؼذف أ ٠إد ئ١ اخراد درذ26

“Maslahat yang berada pada dua tingkatan terakhir (hajiyat

dan tahsiniyat) tidak boleh berhukum semata-mata

dengannya apabila tidak diperkuat dengan dalil tertentu

kecuali hajiyat yang berlaku sebagaimana darurat, maka

tidak jauh bila ijtihad mujtahid sampai kepadanya (hajiyat

yang berlaku sebagaimana darurat dapat dijadikan

pertimbangan penetapan hukum Islam oleh mujtahid).”

Dari ungkapan Al-Gazali di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa maslahat hajiyat dan tahsiniyat tidak dapat

dijadikan pertimbangan dalam penetapan hukum Islam,

kecuali hajiyat yang menempati level daruriyat, hajiyat yang

26

Ibid.

Page 75: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

75

seperti itu menurutnya dapat dijadikan hujjah pertimbangan

penetapan hukum Islam.

Al-Gazali kemudian meneruskan penjelasannya :

أا االغ ف اشذثح اؼشساخ فلا تؼذ ف ا ٠إد ا١ اخراد درذ

اعاس ا ٠شذ اط ؼ١. ثا ا اىفاس ارا ذرشعا تداػح

اغ١ ف وففا ػ ظذ ا غثا ػ داس الإعلا لرا وافح اغ١.

س١ا ارشط مرا غا ؼظا ٠زة رثا. زا لاػذت ف اششع.

وففا غطا اىفاس ػ خ١غ اغ١ ف١مر ث ٠مر الأعاس أ٠ؼا,

ا الأع١ش مري تى زاي, فسفظ خ١غ اغ١ ألشب ا ف١دص أ ٠مي لائ ز

مظد اششع. لأا ؼ لطؼا ا مظد اششع ذم١ امر وا ٠مظذ زغ عث١

ػ الإىا. فا مذس ػ اسغ لذسا ػ ارم١. وا زا ئرفاذا ئ

ؼ١, ت تأدح ظسح ػ تاؼشسج وا مظداششع, لاتذ١ ازذ اط

خاسخح ػ اسظش, ى ذسظ١ زا امظد تزا اطش٠ك لر ٠زة

غش٠ة ٠شذ اط ؼ١ فزا ثاي ظسح غ١ش أخرج تطش٠ك ام١اط ػ

.اط ؼ١

امذذ اػرثاسا تاػرثاس ثلاثح اطاف اا ػشساج لطؼ١ح و١ح27

.

“Adapun maslahat yang berada pada tingkatan darurat

maka tidak jauh ijtihad mujtahid untuk melakukannya (dapat

dijadikan dalil/pertimbangan penetapan hukum Islam)

sekalipun tidak ada dalil tertentu yang memperkuatnya

(Itulah maslahah mursalah, pen.). Contohnya orang-orang

kafir yang menjadikan sekelompok tawanan muslimin sebagai

27

Ibid. h.420-421

Page 76: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

76

perisai hidup. Bila kita tidak menyerang mereka (untuk

menghindari jatuhnya korban dari tawanan muslim), mereka

akan menyerang kita, akan masuk ke negeri kita, dan akan

membunuh semua kaum muslimin. Kalau kita memanah

tawanan yang menjadi perisai hidup itu (agar bisa menembus

musuh), berarti kita membunuh muslim yang terpelihara

darahnya yang tidak berdosa. Hal ini tidak diketahui dalilnya

dalam syara‟. Bila kita tidak menyerang, kita dan semua

kaum muslimin akan dikuasai orang kafir, kemudian mereka

bunuh semua termasuk para tawanan muslim tersebut. Maka

mujtahid boleh berpendapat, tawanan muslim itu, dalam

keadaan apapun, pasti terbunuh. Dengan demikian,

memelihara semua umat Islam itu lebih mendekati kepada

tujuan syara‟. Karena secara pasti kita mengetahui bahwa

tujuan syara‟ adalah memperkecil angka pembunuhan,

sebagaimana halnya jalan yang mengarah itu sedapat

mungkin harus dibendung. Bila kita tidak mampu

mengusahakan agar jalan itu bisa ditutup, kita harus mampu

memperkecil angka kematian itu. Hal ini dilakukan

berdasarkan pertimbangan maslahat yang diketahui secara

pasti bahwa maslahat itu menjadi tujuan syara‟, bukan

berdasarkan suatu dalil atau dalil tertentu, tetapi

berdasarkan beberapa dalil yang tidak terhitung. Namun

untuk mencapai maksud tersebut dengan cara seperti itu,

yaitu membunuh orang yang tidak berdosa, merupakan

Page 77: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

77

sesuatu yang asing yang tidak ditunjukkan oleh dalil tertentu.

Inilah contoh maslahat yang tidak diambil lewat metode qiyas

terhadap dalil tertentu. Maslahat ini dapat dibenarkan

dengan mempertimbangkan tiga sifat, yakni maslahat itu

statusnya darurat (bersifat primer), qat‟iyat (bersifat pasti),

dan kulliyat (bersifat umum).”

Dari uraian dan contoh yang diberikan Al-Gazali di atas

dapat diketahui bahwa syarat maslahah mursalah dapat

dijadikan hujjah dalam penetapan hukum Islam, menurut Al-

Gazali, maslahat itu harus menduduki tingkatan darurat, dan

dalam kasus tertentu seperti yang dicontohkan dan yang

sejenis, maslahat itu selain harus daruriyat, juga harus

kulliyat dan qat‟iyat.

Itulah syarat pertama yang dapat difahami dari

penjelasan alGazali dalam al-Mustasfa berkaitan dengan ke-

hujjah-an maslahah mursalah, yaitu maslahat itu harus

menempati level darurat atau hajat yang menempati

kedudukan darurat.

Syarat lain yang harus dipenuhi selain di atas ialah

kemaslahatan itu harus mula‟imah (sejalan dengan tindakan

syara‟/ hukum Islam), dalam al-Mustasfa, Al-Gazali

menyebutkan :

Page 78: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

78

فى ظسح لاذشخغ ا زفظ مظد ف اىراب اغح الإخاع

واد اظار اغشت١ح ار لاذلائ ذظشفاخ اششع ف تاؽح طشزح

طاس ئ١ا فمذ ششع, وا أ اعرسغ فمذ ششع28

.

“Setiap maslahat yang tidak kembali untuk memelihara

maksud hukum Islam yang dapat difahami dari al-Kitab,

sunnah, dan ijma‟ dan merupakan maslahat garibah (yang

asing) yang tidak sejalan dengan tindakan syara‟ maka

maslahat itu batal dan harus dibuang. Barang siapa

berpedoman padanya, ia telah menetapkan hukum Islam

berdasarkan hawa nafsunya, sebagaimana orang yang

menetapkan hukum Islam berdasarkan istihsan, ia telah

menetapkan hukum Islam berdasarkan nafsunya.”

Apakah kriteria kulliyah (bersifat umum) merupakan

salah satu persyaratan agar maslahah mursalah dapat

diterima? Al-Gazali dalam al-Mustasfa tidak menyampaikan

secara jelas bahwa kulliyah itu merupakan salah satu kriteria

yang harus dipenuhi bagi diterimanya maslahah mursalah. la

mensyaratkan kriteria kulliyah ini pada kasus tertentu, yaitu

masalah orang-orang kafir yang menjadikan tawanan muslim

sebagai perisai hidup. Maslahat dalam kasus ini tidak bisa

dipandang sebagai mula‟imah (sejalan dengan tindakan

syara‟) kecuali apabila memenuhi tiga syarat, yaitu qat‟iyah,

daruriyah, dan kulliyah. Kenapa demikian? Sebab

28

Ibid. h.430

Page 79: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

79

memenangkan yang banyak mengalahkan yang sedikit tidak

terdapat dalilnya bahwa itu dikehendaki syara‟. Ulama telah

sepakat apabila ada dua orang dipaksa untuk membunuh

seseorang maka tidak halal baginya untuk membunuhnya.

Demikian juga, ulama telah sepakat tidak halal bagi

sekelompok umat untuk memakan daging seorang muslim

lantaran kelaparan.

Mengenai kriteria qat‟iyah dalam kasus ini juga

dimaksudkan agar maslahah dalam kasus membunuh tawanan

yang dijadikan perisai hidup itu berstatus mula‟imah. Sebab

kehati-hatian syara‟ dalam masalah darah jauh lebih besar

dari yang lain. Tidak ditemukan dalam syara‟ adanya dalil

yang membenarkan membunuh orang hanya berdasarkan zann

(dugaan yang kuat) .

Mengenai perlunya maslahat dalam kasus membunuh

tawanan yang dijadikan perisai tadi harus daruriyah adalah

karena maslahat yang akan dilenyapkan (nyawa para tawanan

muslim yang menjadi perisai) itu statusnya juga daruriyah.

Dengan demikian, agar sebanding maka maslahat yang

dimaksudkan untuk dipelihara haruslah daruriyah. Sebab

tidak ditemukan dalam syara‟ adanya kebolehan men-

dahulukan maslahat yang statusnya hajiyah atau tahsiniyah

atas daruriyah.

Tegasnya, maslahat yang mendorong untuk membunuh

tawanan muslim yang menjadi perisai itu harus sejalan

Page 80: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

80

dengan tindakan syara‟. Oleh karena membunuh tawanan

muslim yang menjadi perisai musuh itu berarti melenyapkan

nyawa muslim yang seharusnya dipelihara (ma`sum) tanpa

salah dan dosa, maka maslahat yang mendorong untuk

menyia-nyiakan maslahat daruriyah tadi haruslah maslahat

daruriyah pula. Apabila maslahat itu harus daruriyah maka

maslahat itu harus kulliyah (bersifat umum), tidak cukup

sekedar galibah (mayoritas). Sebab ijma‟ menyatakan bahwa

memenangkan yang banyak mengalahkan yang sedikit

tidaklah dikehendaki oleh syara‟.

Kemudian, membunuh tawanan muslim yang menjadi

perisai hidup musuh berarti menghilangkan maslahat secara

pasti (qat‟i). Oleh karena itu, maslahat yang mendorong

melakukan itu haruslah bersifat pasti pula, atau setidak-

tidaknya dugaan yang mendekati kepastian (zann qarib min

al-qat‟i). Sebab mengalirkan darah hanya berdasarkan zann

(dugaan) tidak dapat dibenarkan oleh Islam.

Menurut hemat penulis, dari semua uraian Al-Gazali

tentang maslahah mursalah, dapat disimpulkan bahwa

menurut al-Gazali maslahah mursalah dapat dijadikan hujjah

dengan persyaratanpersyaratan sebagai berikut.

a. Maslahat itu sejalan dengan jenis tindakan-tindakan

syara‟/ penetapan hukum Islam (yang dimaksudkan untuk

memelihara agama, akal, jiwa, harta, dan

keturunan/kehormatan). Inilah persyaratan inti bagi

Page 81: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

81

diterimanya maslahah mursalah. Maslahat mulgah (yang

bertentangan dengan nash atau ijma‟ harus ditolak.

Demikian juga maslahat garibah (yang sama sekali tidak

ada dalilnya, baik yang membenarkan maupun yang

membatalkan). Bahkan Al-Gazali menyatakan maslahat

semacam itu hakikatnya tidak ada.

b. Maslahat itu harus berupa maslahat daruriyah atau hajiyah

yang menempati kedudukan daruriyah. Maslahat

tahsiniyah tidak dapat dijadikan hujjah/pertimbangan

penetapan hukum Islam, kecuali ada dalil khusus yang

menunjukkannya, yang berarti penetapan hukumnya itu

lewat qiyas, bukan atas nama maslahah mursalah.

Kriteria kulliyah (maslahat itu bersifat umum dan

menyeluruh) dan qat‟iyyah (maslahat itu bersifat pasti) di

samping daruriyah hanya berlaku pada kasus-kasus tertentu

seperti telah disebutkan di atas, tidak berlaku generalisasi.

4. Pandangan Al-Gazali dalam Analisis

Dari apa yang telah diuraikan pada bagian

terdahulu nampak bahwa al-Gazali memandang

istislah bukanlah dalil yang berdiri sendiri. Ia

menyatakan:

Page 82: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

82

ذث١ أ الإعرظلاذ ١ظ اطلا خاغا تشأع ت اعرظر فمذ ششع 29

“Nampak jelas bahwa istishlah bukanlah dalil kelima

yang berdiri sendiri. Bahkan barang siapa menjadikan

istislah sebagai dalil (yang berdiri sendiri), berarti ia telah

membuat-buat hukum Islam berdasarkan nafsunya.

Sebagian ahli ushul fiqh karena pernyataan al-Gazali di

atas menganggap bahwa al-Gazali menolak maslahah

mursalah sebagai metode istinbath. Sebagian yang lain

menganggap bahwa al-Gazali menerima metode istinbath

apabila daruriyah, qat‟iyah dan kulliyah30

.

Terhadap kontroversi yang demikian perlu

dikembalikan pada alur pemikiran yang dijelaskan oleh al-

Gazali sendiri. Menurut penulis pernyataan al-Gazali pada

cacatan kaki 25 tidak boleh difahami bahwa Al-Gazali tidak

menerima istislah. Sebab kalau difahami demikian, akan

kontra dengan pernyataan Al-Gazali yang lain. Misalnya, ia

menyatakan31

:

“Setiap maslahat yang berdampak untuk memelihara

tujuan syara yang dapat diketahui dari al-Qur‟an,

29

Al-Gazali, ibid. 311 30

Ahmad Munif Suratmaputra mengutip pernyataan Al-Subki dalam

Jam‟ al-Jawami, menyatakan bahwa Al-Ghazali menolak istishlah sebagai

metode ijtihad. Selain al-Subki dikatakannya bahwa Abdul Wahhab Khalaf

juga berpendapat demikian. Apa yang dicontohkan oleh Al-Ghazali, menurut

keduanya bukan termasuk contoh mashlahah mursalah, tetapi irtikab akhaffi

al-dararain. 31

Lihat catatan kaki 19

Page 83: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

83

sunnah/hadis, atau ijma‟, maslahat itu tidak keluar dari dalil-

dalil tersebut. Itulah namanya maslahah mursalah. Dan

apabila maslahat itu diartikan dengan hal-hal yang

dimaksudkan untuk memelihara tujuan syara‟, wajib diikuti

dan secara pasti dapat dijadikan hujjah.

Pernyataan ini, menurut hemat penulis, secara tegas

menyatakan bahwa Al-Gazali dapat menerima istislah sebagai

metode istinbat hukum selama maslahatnya berdampak bagi

upaya memelihara tujuan syara‟. Inilah menurut hemat

penulis yang dalam bagian lain sering disebut dengan

muldimah (sejalan dengan tindakan syara‟).

Dalam pandangan al-Gazali tidak ada maslahat kontra

dengan nash dan kemudian harus dimenangkan. Setiap

maslahat yang kontra dengan nash, menurut pandangannya,

gugur dengan sendirinya dan harus dibuang jauh-jauh.

Berdasarkan pertimbangan itu semua, dapat dipahami

bahwa Al-Gazali dapat menerima istislah sebagai metode

istinbat hukum Islam dengan ketentuan:

a. Maslahatnya sejalan dengan tindakan syara (muldimah)

b. Maslahatnya menempati level daruriyah atau hajiyah

yang menduduki tempat daruriyah.

c. Maslahatnya bersifat qat `iyah atau zann yang

mendekatinya.

d. Maslahatnya tidak berlawanan dengan al-Qur‟an,

sunnah/hadis atau ijma‟.

Page 84: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

84

Mengenai syarat qat‟iyah, daruriyah, dan kulliyah

hanya berlaku pada kasus tawanan perang muslim yang

dijadikan perisai musuh dan kasus lain yang sejenis.

Pembangunan Infrastruktur Indonesia Menurut al-

Gazali

Pilihan yang ditempuh pemerintah saat ini adalah

pembangunan fisik (infrastruktur) tidak mengintensifkan

penataan kelembagaan guna memastikan terjadinya

peningkatan produktivitas perekonomian. Karena penataan

kelembagaan relatif tak membutuhkan anggaran besar,

namun lebih rumit karena menyangkut aparat birokrasi yang

begitu kompleks. Pilihan yang ditempuh pemerintah tersebut

sesuai kaidah ا لا٠ذسن و لا٠رشن و („Jika tidak didapati

seluruhnya, jangan tinggalkan seluruhnya (yang mampu

dikerjakan)).

Maslahat menurut Al-Gazali adalah upaya memelihara

tujuan hukum Islam, yaitu memelihara agama, jiwa, akal,

keturunan, dan harta benda. Setiap hal yang dimaksudkan

untuk memelihara tujuan hukum Islam yang lima tersebut

disebut maslahat. Kebalikannya, setiap hal yang merusak

atau menafikan tujuan hukum Islam yang lima tersebut

disebut mafsadat, yang oleh karena itu upaya menolak dan

menghindarkannya disebut maslahat. Dari pengertian ini

maka dapat dipahami bahwa pembangunan infrastruktur

Page 85: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

85

merupakan suatu kemashlahatan karena pembangunan

infrastruktur yang dilakukan bertujuan untuk pemerataan

dalam bidang perekonomian, yang itu berarti memelihara

salah satu tujuan hukum Islam yaitu memelihara jiwa.

Namun kemashlahatn yang ingin dicapai tersebut apakah

merupakan kemashlahatan yang dianggap dapat menjadi

hujjah (pertimbangan di dalam menetapkan hokum) atau

tidak. Kalau diteliti dalil naqli baik al-Qur‟an maupun hadits

tidak ada perintah maupun larangan membangun

infrastruktur. Itu berarti pembangunan inftastruktur

termasuk mashlahat mursalah.

Namun kriteria yang mesti dipenuhi maslahah mursalah

untuk menjadi hujjah Al-Gazali menyatakan maslahah

mursalah itu harus: Sejalan dengan tindakan/jenis tindakan

syara‟, tidak berlawanan dengan al-Qur‟an, sunnah, atau

ijma‟, maslahat itu berstatus qath‟i atau zann yang

mendekatinya, Maslahat itu menempati level daruriyat atau

hajiyat yang kedudukannya sama dengan daruriyat, dalam

kasus tertentu harus qath‟iyah, daruriyah dan kulliyah

Pembangunan infrastruktur dilakukan untuk mendorong

pemerataan dan mempersempit ketimpangan nasional tentu

adalah maslahat/kemaslahatan yang sejalan dengan tindakan

syara‟, tetapi tidak ada dalil khusus yang mendukung atau

membatalkannya. Inilah maslahah mursalah. Maslahat ini

bersifat qat‟iyah, karena sudah dipastikan pemerataan terjadi

Page 86: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

86

jika infrastruktur memadai. Namun ia berstatus hajiyyah,

karena mempermudah di dalam memelihara jiwa dan nyawa

yang harus diselamatkan. Kemaslahatan itu juga kulliyah,

karena menyangkut kepentingan dan keselamatan seluruh

bangsa Indonesia. Kemaslahatan itu juga tidak berlawanan

dengan al-Qur‟an, sunnah/ hadis atau ijma‟, karena tidak ada

dalil tertentu yang menolaknya. Untuk menemukan

kemaslahatan yang seperti itu kriterianya dalam kasus ini

ditempuh melalui metode istislah. Berdasarkan metode

inilah kemudian ditetapkan bolehnya pemerintah melakukan

pembangunan infrastruktur dalam rangka menjaga

keselamatan jiwa seluruh bangsa Indonesia.

C. Kesimpulan

Berdasarkan analisis menggunakan metode

istishlahnya al-Gazali, pembangunan infrastruktur

pemerintah merupakan suatu kemashalatan yang tentunya

boleh untuk dilakukan. perlu dibarengi dengan manajemen

risiko yang baik. Meningkatkan profil risiko baik pada level

korporasi pelaksana proyek maupun makro ekonomi terkait

anggaran jangan sampai niat baik yang kurang terkelola,

justru akan menimbulkan efek negatif,. Ambisi pemerintah

mau tidak mau harus bisa dikelola.

Di manapun, pembangunan infrastruktur akan menjadi

beban dalam jangk pendek, namun jika dikelola dengan

Page 87: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

87

baik, akan menimbulkan efek berganda dalam jangka

panjang. Pemerintah tentu perlu memastikan efek jangka

pendeknya bisa dikendalikan, sementara momentum jangka

panjangnya tetap terjaga.

Daftar Pustaka

Al-Gazali, al-Mustashfa min Ilm Ushul, Tahqiq Dr.

Muhammad Sulaiman al-Asyqar, Beirut/Lebanon: Al-

Resalah, 1997 M/1418 H

Al-Raysuni dan Barut, Muhammad Jamal, Ijtihad :Antara

teks, realitas dan kemaslahatan sosial, Jakarta:

Erlangga, 2000

Anwar, Saeful Saleh, Filsafat Ilmu Al-Gazali: Dimensi

Ontologi dan Aksiologi, Bandung : Pustaka Setia, 2007.

Arfan, Abbas, Geneologi Pluralitas Mazhabdalam Hukum

Islam, Malang: UIN Malang Press, 2008.

Black, Antony dalam Pemikiran Politik Islam: dari Masa

Nabi Hingga Masa Kini (penerjemah Abdullah Ali dan

Mariana Arietyawati), Jakarta : Serambi, 2006.

Dahlan, Abdul Aziz…(et.al)., Ensiklopedi Hukum Islam jilid

1 -cet.1-, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hooeve, 1996.

Hallaq, Wael B., Melacak Akar-Akar Kontroversi dalam

Sejarah Filsafat Hukum Islam (Terjemah Abdul Basith

Junaidy), Surabaya: Srikandi, 2005

Haq, Hamka, Al-Syathibi: Aspek Teologis Konsep Mashlahah

dalam Kitab al-Muwafaqat, Jakarta: Erlangga, 2007.

Ibrahim, Duski, Metode Penetapan Hukum Islam:

Membongkar Konsep al-Istiqra al-Ma‟nawy Asy-

Syatibi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.

Mujahidin, Akhmad, Aktualisasi Hukum Islam: Tekstual dan

Kontekstual, Riau: UIN Riau, 2007

R. Paret, “Istihsan dan Istihlah“ The Encyclopedia of Islam,

New Edition, eds, E. Van Donzel, B. Lewis and Ch.

Pellat (Leiden: E. J. Brill, 1978), vol. IV

Page 88: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

88

Saleh, Ahmad Syukri, Metodologi Hukum Islam Progresif:

Reformulasi Ihtihsan Ibn Taimiyah, Jakarta: Gema

Persada Press, 2007

Suratmaputra, Ahmad Munif, Filsafat Hukum Islam Al-

Ghazali : Mashlahah Mursalah & Relevansinya dengan

Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus,

2002

Wahyudi, Yudian, Maqashid Syari‟ah dalam Pergumulan

Politik: Berfilsafat Hukum Islam dari Harvard ke Sunan

Kalijaga, Yogyakarta: Nawesea Press, 2007

Yasid, Abu, Nalar dan Wahyu : Interrelasi dalam Proses

Pembentukkan Syari‟at, Jakarta: Erlangga, 2007

Yuslem, Nawir, al-Burhan fi Ushul al-Fiqh Kitab Induk Usul

Fikih: Konsep Mashlahah Imam al-Haramain al-

Juwayni dan Dinamika Hukum Islam, Bandung: Cita

Pustaka Media, 2007.

Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya,

Jakarta: Gema Insani Persada, 2004.

https://macroeconomicdashboard.feb.ugm.ac.id/Pro Kontra

Pembangunan Infrastruktur/ Oleh: Dewan Editor, 15

Oktober 2017

https://katadata.co.id/opini/2017/10/19/Dilema Pembangunan

Infrastruktur Oleh. Agustinus Prasetyantoko (Ekonom /

Rektor Unika Atma Jaya)

Page 89: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

89

QISOS DAN HUMAN RIGHT

DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN INDONESIA

Syafi’i

Abstract

Qisos is a teaching adopted by the Islamic religion in

order to eliminate crime in society. Therefore in qisos itself there

is a belief that by applying qisos in court it will have an impact

on human life in the world. They argue that qisos is an absolute

teaching that must be realized in social life.

Human rights are teachings with the aim of defending

human rights. Karen, if there are human rights violated and

tainted, there is a violation of human rights. Westerners uphold

the human rights ideas and ideas, one of which is the idea of

human freedom. In the framework of this freedom, they set rules

regarding the defense of the right to human life, if this right is not

obeyed it means violating the human right. Punishment that can

eliminate a person's life or qisos is a form of violation of the right

to human life which means it has violated the human right.

Qisos has violated the human right. This is a statement

that needs to be reviewed and there must be universal discussion.

Key word Qisos, Humen right, Hudud, Ta'zir

A. Pendahuluan

Islam memiliki seperangkap peraturan untuk

kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan duniawi

maupun ukhrowi dan keduanya akan saling berkaitan, dalam

artian kehidupan dunia akan berdampak kepada kehidupan

akhirat, jika di dunianya sering melakukan hal yang baik

maka di akhiratnya akan mendapatkan kebaikan pula dan

Page 90: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

90

sebaliknya. Disamping peraturan tersebut terdapat peraturan

khusus tentang kehidupan di dunia, dalam artia jika

pelanggaran dilakukan maka akan terkena sanksinya secara

langsung di dunia, bukan menunggu alam akhirat. Hal

semacam ini terjadi dalam kasus pembunuhan.

Dalam kasus pembunuhan, Islam telah menetapkan

seperangkap aturan dan sanksi, diantaranya dengan

penerapan qisos. Jika seseorang telah membunuh orang lain

maka hukuman yang diberikan kepadanya adalah dengan

membunuhnya lagi. Karenanya majlis hakim tidak dapat

menetapkan hukuman penjara atau denda lainnya sekalipun

terdapat pembelaan.

Dalam mempertahankan hak asasi manusia maka

mereka sering mendeklarasikannya diberbagai pertemuan

tarap internasional bahkan Indoneisapun termasuk

didalamnya. Secara inplisit bahwa kegiatan tersebut adalah

benar apa adanya namun secara eksplisit terjadi

penyimpangan-penyimpangan. Seperti penyimpangan

tentang perdamaian Palistina dan Israil. Ekspansi Amarika

Serikat terhadap gejolak di Timur Tengah dan seterusnya.

Mereka menilai bahwa hukuman dengan sistim qisos

adalah sadis tidak memiliki rasa prikemanusiaan. Mereka

menilai qisos adalah sistim yang dapat merugikan pihak

korban, karena bisa jadi ada kekeliruan, dan ini tidak dapat

diulang kembali, karena pihak korban sudah tidak bernyawa

Page 91: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

91

lagi. Sistim qisos adalah sisitim yang kejam, tidak memberi

peluang kepada pihak korban untuk memperbaiki prilaku

jahatnya. Barbagai macam penolakan yang dilakukan oleh

mereka terhadap sistim qisos, padahal secara realistis mereka

membutuhkan hukuman dengan cara menghilangkan nyawa

seseorang.

B. Pembahasan

1. Human Right

Human Rigths adalah hak-hak dasar manusia yang

dimiliki sejak lahir sebagai pemberian Allah swt. Menurut

Jan Materson bahwa Human Right could be generally

defined as those rights which are inherent in our nature

and without which can not live as human being . Hak

Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap

manusia, yang tanpa hak-hak tersebut manusia mustahil

dapat hidup sebagai Teaching human Rights.

Human Raight berawal untuk membela kaum

lemah yang mendapat diskriminasi penguasa. Melalui

organisasi dunia yaitu Perserikan Bangsa-Bangsa (PBB)

maka pada tanggal 10 Desember 1948 mengungkapkan

apa yang disebut dengan Deklaration of Human Rights

tentang prinsip-prinsip Hak Azasi Manusia (HAM) yang

harus dihormati dan ditaati oleh seluruh negara anggota

PBB. Dalam deklarasi tersebut dikemukakan empat

Page 92: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

92

kebebasan dasar manusia (the four freedom of Roosevert),

yaitu:

1. freedom of speech yaitu Kebebasan untuk berbicara

2. freedom of religion yaitu Kebebasan beragama.

3. freedom from want yaitu Kebebasan dari kemiskinan

dan kemelaratan

4. freedom from fear yaitu Kebebasan dari ketakutan.

Karenanya maka setiap tanggal 10 Desember

dinyatakan hari Hak Azasi Manusia sedunia. Indonesia

adalah negara yang melindungi hak-hak asasi manusia, ini

tercermin dalam Tap MPR No.XVII/MPR/1998 mengenai

HAM yang memuat Piagam HAM, diikuti dengan

perubahan kedua UUD 1945 yang memasukkan pasal--

pasal yang secara rinci dan tegas mengatur tentang

pemajuan dan perlindungan HAM, disamping tap MPR

dan UUD juga terdapat pada peraturan pemerintah dan

undang-undang. Dengan demikian maka Indonesia adalah

suatu negara yang menjamin sekaligus melindungi hak

asasi manusia yang telah diatur dan termaktub dalam

beberapa peraturan antara lain:

1. Dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar 45

2. Dalam Ketetapan Majlis Permusyawaratan Rakyat

atau TAP MPR

3. Dalam Peraturan Pemerintahan atau Kepres

Page 93: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

93

4. Dalam Perundang-undangan atau Undang-Undang.

Dengan demikian Indonesia telah memiliki

pandangan tersendiri berkaitan dengan hak asasi manusia

sebagaimana terdapat pada pembukaan UUD 1945 dan

pada ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 dan juga

terdapat pada Undang-Undang No. 39 Tahun 1999.

Semua landasan ini berdasarkan atas azas nila-nilai

Pancasila sebagai filsafat Negara. Adapun secara terinci

terdapat pada batang tubuh UUD 1945 hasil amandemen

pada Bab X A pasal 27, 28 a – j dan pada pasal 29.

Adapun secara universal bahwa hak asasi manusia (HAM)

dapat di klasifikasikan menjadi empat hal utama antara lain:

1. Hak individual yaitu hak-hak yang dimiliki setiap

orang. Hak individual disini menyangkut pertama-tama

adalah hak yang dimiliki individu-individu terhadap

Negara dan Negara tidak boleh menghindari atau

mengganggu individu dalam mewujudkan hak-hak

yang ia milki. Seperti hak beragama, hak mengikuti

hati nurani, hak mengemukakan pendapat dan

seterusnya.

2. Hak kolektif yaitu hak yang dimiliki oleh masyarakat.

Hak masyarakat disini bukan hanya hak kepentingan

terhadap Negara saja, akan tetapi sebagai anggota

masyarakat bersama dengan anggota-anggota lain.

Inilah yang disebut dengan hak sosial. Seperti hak akan

Page 94: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

94

perdamaian, hak akan pembangunan dan hak akan

lingkungan hidup yang bersih.

3. Hak sipil dan politik, antara lain memuat hak-hak yang

telah ada dalam perundang-undangan Indonesia.

Seperti hak atas penentuan nasib sendiri, hak

memperoleh ganti rugi bagi mereka yang

kebebasannya dilanggar, hak atas kebebasan berfikir

dan hak atas kebebasan berekspresi.

4. Hak ekonomi, sosial dan budaya antara lain memuat

jaminan hak-hak warga. Seperti hak atas pekerjaan, hak

mendapatkan program pelatihan, hak mendapatkan

kenyamanan dan kondisi kerja yang baik, hak

membentuk serikat buruh, hak menikmati jaminan

sosial, termasuk asuransi social, hak atas standar hidup

yang layak, hak terbebas dari kelaparan, hak menikmati

standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi, hak atas

pendidikan.

Pada prinsipnya universalitas hak asasi manusia

(HAM) dalam konteks ini adalah setiap orang berhak

memiliki hak-hak tersebut tanpa harus ada syarat tertentu

karena kedudukannya sebagai manusia, jadi setiap

manusia tanpa ada pembedaan harus diperlakukan sesuai

dengan hak-hak tersebut dan merupakan sarana etis dan

hukum untuk melindungngi individu, kelompok dan

Page 95: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

95

golongan yang lemah terhadap kekuatan-kekuatan dalam

masyarakat modern.

Islam telah mengajarkan kepada ummatnya untuk

melindungi hak-hak asasi manusia secara universal. Hal

ini tersirat dalam ajaran utama Islam yaitu ajaran tawhid.

Dalam tawhid terdapat ajaran persamaan yaitu bahwa

kaum muslimin harus meyakini tentang pencipta yaitu

Allah swt yang telah menciptakan alam semesta termasuk

didalamnya manusia. Persamaan pencipta ini

mengidentifikasikan bahwa Islam telah mengajarkan

persamaan, dan ini memuat ajaran kebebasan yaitu

manusia memiliki kebebasan untuk menentukan

kehendaknya, bebas berbuat, bebas berkata dan

berpendapat serta memiliki kebebasan hidup. Kebebasan

ini adalah konsekwensi logis dari ajaran tentang

persamaan

Memang al-Qur'an tidak membahas secara spesifik

tentang hak asasi manusia (HAM). Al-Qur'an

mengungkapkan hak asasi manusia pada tataran prinsip

yang universal seperti keadilan, musyawarah, saling

menolong, menolak diskriminasi, menghormati kaum

wanita, kejujuran, dan lain sebagainya. Rincian atas

konsep-konsep itu dilakukan dalam Hadis dan para imam

mujtahid. Karena itu, nilai-nilai HAM adalah kelanjutan

dari prinsip-prinsip ajaran Islam tersebut.

Page 96: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

96

Rusulullah Muhammad saw telah mengajarkan

ummatnya untuk senantiasa melindungi hak-hak manusia

baik secara tekstual maupun kontekstual. Hal ini terdapat

pada praktek Rosulullah saw ketika menetap di Madinah

al-Munawwaroh. Dengan kondisi masyarakat yang sangat

majemuk namun Rosulullah saw dapat menstabilkan dan

memberi kenyamanan masyarakat Madinah. Beliau dapat

menanamkan rasa persamaan di kalangan masyarakat,

tidak mendiskriminasikan satu sama lain. Kaum ansor

harus dapat membantu kaum muhajirin karena ada

persamaan agama yaitu Islam, kaum suku khorroj harus

dapat bekerja sama dengan suku Aus karena ada

kesamaan misi yaitu sama-sama mendambakan seorang

pigur pemimipin seperti Rosulullah saw. Kaum Yahudi

dan Nasroni serta etnis lain harus mendukung dan

bekerjasama dengan kaum muslimin karena memiliki

kesamaan yaitu sama-sama menjaga dan mempertahankan

daerah Madinah dari berbagai ancaman dan musuh dari

luar.

Muhammad saw sebagai pigur pemimpin yang

dapat mempersatukan ummat yang majemuk dan

homogen tersebut, lantaran ajaran yang dibawanya

memiliki ajaran persamaan sekaligus menanamkan kepada

ummat akan kebebesan. Hal ini termaktub dalam piagam

Madinah yang terdiri dari 46 pasal. Dari pasal-pasal

Page 97: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

97

tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Madinah

harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip seperti di bawah

ini:

1. Prinsip persamaan.

2. Prinsip persaudaraan.

3. Prinsip persatuan.

4. Prinsip kebebasan.

5. Prinsip Toleransi.

6. Prinsip perdamain.

7. Prinsip tolong mrnolong

8. Prinsip membela yang teraniaya

9. Prinsip mempertahankan daerah Madinah

Jika dicermati dengan saksama maka prinsip-prinsip

tersebut adalah merupakan prinsip dari hak asasi manusia

atau human right. Ajaran Islam yang lainnya dalam

membicarakan hak asasi manusia adalah terdapat dalam

surat al-Baqoroh ayat 25:

يـــن ........ ل إكـراه في الد

Artinya: „Tidak ada paksaan dan Agama…‟.

Ayat di atas mnjelaskan bahwa Allah swt secara eksplisit

mengajarkan untuk menjaga hak asasi manusia, karena

ayat diatas Allah swt telah menginstrusikan kepada

hambanya agar berlaku tidak diskiminasi satu kepada

Page 98: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

98

lainnya, dan ini adalah prinsip hak asasi manusia. Dalam

surat al-Hujurot pada ayat 13. Allah swt berfirman:

ارفىا إن يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعىبا وقبائل لتع

عليم خبير أتقاكم إن الل أكرمكم عند الل

Artinya: „Wahai manusia sekalian sesungguhnya Kami

telah menciptakan kamu dari kaum laki-laki dan kaum

wanita dan Kami menjadikan kamu berbangsa dan

bersuku-suku dengan tujuan agar kamu dapat saling

mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara

kamu disisi Allah swt adalah mereka yang bertaqwa.

Sesungguhnya Allah swt maha mengetahui‟.

Ayat ini menjelaskan bahwa Islam mengajarkan akan

prinsip persamaan yaitu sama-sama diciptalkan oleh Allah

swt. Dan persamaan ini merupakan embrio dari hak asasi

manusia.

Dalam hadis diungkapkan bahwa Rosul telah

mengintruksikan kepada para sahabatnya untuk

menjunjung tinggi dan menjaga nilai nilai hak asasi

manusia dalam bersosialisasi. Dalam satu riwayat

disebutkan: “Barang siapa yang menzalimi seseorang

mu‟ahid (seorang yang telah dilindungi oleh perjanjian

damai) atau mengurangi haknya atau membebaninya di

luar batas kesanggupannya atau mengambil sesuatu dari

padanya dengan tidak rela hatinya, maka Aku (Rosulullah

saw) lawannya di hari kiamat.” Dari riwayat ini dapat

Page 99: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

99

dikatakan bahwa betapa Islam menjaga dan menjunjung

tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.

Pada dasarnya ajaran Islam yang berkaitan dengan

hak asasi manusia terpusat kepada lima prinsip utama

yaitu:

1. ٠ـــ yaitu menjaga agama. Menjaga agama زغظ اذ

merupakan keharusan bagi muslim dan ini merupakan

hak manusia untuk mendapat kebebasan dalam

beragama.

yaitu menjaga jiwa. Menjaga jiwa merupakan زفظ افظ .2

keharusan dan tidak boleh ada yang melanggarnya, dan

ini merupakan hak manusia yang patut dijaga.

Karenanya jika ada yang berani menghilangkan nyawa

seseorang maka mereka telah melanggar hak asasi

manusia.

اي . .3 yaitu menjaga harta. Menjaga harta زفظ ا

merupakan keharusan dan jika ada yang merampasnya

berarti ia telah melanggar hak manusia karena sudah

menghilangkan kebebasan seseorang untuk memiliki

harta.

زفظ ذاغــة .4 .yaitu menjaga kehormatan. Menjaga

kehormatan adalah hal penting dalam hidup

bermasysarakat, dengan merenggut kehormatan wanita

berarti ia telah melanggar hak seseorang, dan ini

Page 100: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

100

melanggar hak asasi manusia untuk mendapatkan

kebebasan bergaul bersama masyarakat.

5. زفظ اؼم yaitu menjaga akal. Menjaga akal termasuk

hal yang sangat esensial sekali dalam hidup. Karenanya

Islam mengajarkan untuk menjaga akal dengan

sebaiknya, jika ada yang mengganggu atau berusaha

untuk menghilangkan akal berarti ia telah melanggar

hak seseorang dan ini termasuk melanggar hak asasi

manusia untuk memberikan kebebasan dalam berpikir

dan mengeluarkan pendapat. pikirannya

2. Qisos

Qisos menurut ethomologi adalah mengikuti, menelusuri

jejak, 88

seperti dalam firman Allah swt surat al-Kahfi pada ayat

64:

ا لظظا ا وا ثغ فاسذذا ػ آثاس ه لاي ر

Artinya : Musa berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.

Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka

semula”. Sedangkan menurut terminology qisos

adalah suatu sanksi atau hukuman yang sesuai

dengan apa yang diperbuat. Dalam syariat Islam

bahwa tindakan yang terkena hukuman sanksi

berupa qisos adalah tindakan kejahatan pembunuhan

dan pelukaan anggota badan.

88

. Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Penerbit Putaka Prgressy, Yogyakarta, Cetakan ke empat belas,Tahun 1997H. 1126

Page 101: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

101

Dalam leteratur fiqh bahwa tindak kejahatan

pembunuhan terbagi kepada tiga katagori: 89

yaitu pembunuhan sengaja. Pembunuhan امرــ اؼــذ .1

yang dilakukan dengan kesengajaan dan direncakan

sejak semula. Pelaku kejahatan dengan sengaja

membuat strategi pembunuhan dan membawa alat-

alat yang dapat membunuh korban seperti senjata

tajam.

شث اؼــذامرــ .2 yaitu pembunhan menyerupai

sengaja. Pembunuhan yang dilakukan dengan tidak

direncanakan. Pelaku kejahatan sengaja melakukan

sesuatu bukan untuk membunuh tapi perbuatannya

itu dapat menyebabkan kematian orang lain, seperti

berkendaraan yang dengan sengaja melaju dengan

kecepatan tinggi sehingga dapat mencelakakan dan

menghilanggkan nyawa.

.yaitu pembunuhan kesalahan امرــ اخطــأ .3

Pembuhuhan yang dilakukan karena kesalahan alias

tidak ada niat untuk membunuh, seperti pemburuh

binatang yang hendak membidik seekor kancil

namun terkena orang yang sedang lewat.

Dari ketiga macam kejahatan pembunuhan

tersebut, maka yang terkena hukuman qisos adalah

89

. Syafi’i, Muqorinah al-Mazahib al-‘Arba’ah wa al-Mazhabu al-Ja’fari fi al-Hudud wa al-Qisos wa tathbiqu Ahkamuha fi Indonesia, Penerbit: Qismu Sunni, Aligarh-India, Tahun. 2002, h. 92

Page 102: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

102

pembunuhan yang disengaja dan direncanakan. Hukuman

berupa qisos ini telah termaktub dalam al-Qur‟an yang

terdapat dalam surat al-Baqoroh pada ayat 178:

ؼثذ ؼثذ تا ا سش سش تا مر ا مظاص ف ا ا ا ورة ػ١ى آ ا از٠ ٠ا أ٠

أداء ئ١ ؼشف ء فاذثاع تا ش أخ١ ػف ث ف ث تالأ الأ

ه ذخف ر تازغا ١ ه ف ػزاب أ اػرذ تؼذ ر ح ف سز ستى ١ف

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,

diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-

orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan

wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu

pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang

diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af

dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah

suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.

Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka

baginya siksa yang sangat pedih”.

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah swt

telah menginstruksikan kepada hambaNya untuk

menegakan sanksi khusus terhadap pelaku kejahatan

pembunuhan berupa qisos. Dalah hadis riwayat Imam

Muslim disebutkan: 90

سسـاسج. ٠شع سأعـ تا ي الله أ سعــ ش ت فأ

90

. Muhammad Nashiruddi al-Albani, Ringkasan Shohih Muslim, Penerbit Pustaka Azzam, Jakarta, Tahun 2007. H. 723

Page 103: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

103

Artinya: ….Rosulullah memerintahkan untuk

memecahkan kepala orang Yahudi tersebut dengan batu”.

Hadis ini mejelaskan tentang sanksi hukum harus sesuai

dengan apa yang dilakukannya, inilah yang disebut

dengan sistim qisos.

Para ulama telah menetapkan bahwa tindak kejahatan

yang dapat dikenakan sanksi qisos terdapat tiga tindak kriminal:

1. Pembunuhan yaitu tindak kejahatan dengan cara

menghilangkan nyawa seseorang.

2. Pelukaan berat yaitu tindak kejahatan dengan cara

menghilangkan sebagian anggota badan.

3. Pelukaan ringan yaitu tindak kejahatan pelukaan

anggota badan dapat menyebabkan luka dibagian tubuh

sampai terlihat tulang putih.

Disamping pembagian tindak kejahatan yang

terkena sanksi qisos para ulamapun menetapkan kriteria-

kriteria pelaksanaan qisos antara lain:

1. Balig yaitu pelaku pembunuhan sudah cakap untuk

bertindak, dengan demikian anak kecil tidak terkena

sanksi qisos.

2. Akal yaitu pelaku pembunuhan memiliki kemampuan

untuk membedakan mana yang baik atau buruk,

dengan demikian orang gila tidak terkena sanksi qisos.

3. Kehendak sendiri yaitu pelaku pembunuhan menyadari

akan perbuatannya sendiri, dengan demikian orang

Page 104: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

104

yang dipaksa untuk melakukankan pembunuhan

terbebas dari sanksi qisos.

4. Mukhotob yaitu pelaku kejahatan telah mengetahui

bahwa perbuatannya telah dilarang oleh peraturan.

Setelah mengetahui definisi qisos, dalil, macam-

macam pembunuhan serta kriteria pelaksaan qisos maka akan

dapat diketahui dengan gamblang bahwa qisos adalah suatu

system yang perlu diperhitungkan dan harus diadopsi

menjadi sebuah prinsip hukum dalam pengadilan modern.

Kenapa demikian, lantaran masih banyak Negara-negara

yang menggunakan berbagai system hukum tapi tindak

kejahatan tetap ada, mereka menggunakan system hukuman

kurangan dan hukuman penjara tetap saja tindak kejahatan

meraja lela dimana-mana, bahakan kadang mereka

menggunakan system pemaksaan terhadap korban dan

bahkan hukuman pancung namun tetap kejatan tidak

berhenti.

Banyak negara-negara maju merubah system hukum

dengan system yang lebuh lunak dan bijak seperti

menggunakan system hak asasi manusia, namun tetap

hasilnya nihil bahkan mereka dikambing hitamkan dengan

system baru tersebut. Para hakim tidak berani menetapkan

sanksi yang berat seperti pembunuhan lantaran akan

bertentangan dengan hak asasi manusia. Para hakim ingin

menetapkan sanksi terhadap pelaku kejahtan dengan sanksi

Page 105: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

105

yang akan membuatnya jera, namu mereka para hakim takut

bahwa keputasannya akan bertentangan dengan hak asasi

manusia. Demikianlah seterunsnya, sehingga eksistensi

pengadilan dan hukum tidaklah berarti, tidak menjadikan

masyarakat tenang apalagi kenyamanan.

Sebagai contoh konkrit Amarika serikat yang terkenal

memiliki pasilitas yang super modern, namun tetap saja

mereka merasa takut dan tidak ada kenyamanan, lantaran

banyak disana terdapat kejahatan-kejahatan, bahkan

kejahatan tingkat internasional. Terjadi peledagan bom di

hotel kembar WTC You York Amarika Serikat, interpensi

permasalahan di negara-negara timur, hal ini dilakukan

lantaran merasa takut akan terjadi teroris dan sebagai

sasarannya adalah meporakporandakan negara timur tengah.

Khawatir, takut dan tidak ada kenyamanan di negara-

negara maju dan negara berkembang termasuk Indonesia

adalah merupakan konsekwensi logis dari system hukum

yang dimiliki. Sistem hukum yang diberikan kepada pelaku

kejahatan tidak membuat pelaku menjadi jera, bahkan

cendrung bertambah brutal. Para nara pidana setelah keluar

dari lembaga pemasyarakatan mereka akan berbuat tindak

kriminal lagi, para koruptor pun setelah keluar dari penjara

mereka beraksi lagi, karena ada kesempatan untuk melalukan

yang kedua kalinya dengan diangkat sebagai pejabat Negara.

Page 106: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

106

Kasus-kasus di atas memberi keterangan bahwa

sistim hukum dan sanksinya tidak secara maksimal membuat

jera kepada pelaku kejahatan. Selama system yang digunakan

para elit penguasa yang mengacu kepada system barat dan

tidak ada keinginan untuk merubahnya dengan sistim yang

baru, maka selama itu pulalah ketakutan dan

ketidaknyamanan terus menghantuinya. Padahal Islam telah

menawarkan sistim hukum yang handal, namun tetap mereka

tidak menginginkannya apalagi untuk mengadosinya dengan

alasan sistim tersebut bertentangan dengan hak asasi

manusia.

Para sarjana hukum Indonesia mengetahui dengan

jelas akan keunggulan sistim qisos, namun mereka enggan

menerapkannya dipengadilan, hal ini lebih disebabkan

karena para penguasa negeri ini tidak memberi kesempatan

kepada para ahli hukum untuk merubah hukum yang ada

kepada hukum qisos, hal ini dilakukan karena para penguasa

negeri ini adalah notabenya bagian dari terancamnya dengan

aturan qisos tersebut. Mereka khawatir bahkan takut sekali,

seandainya memberikan pasilitas dengan baik kepada para

hakim, maka hakim akan menerapkan hukuman qisos yang

mengancam dirinya sendiri.

Sebetulnya jika ditelaah dengan bijak apa yang

mereka asumsikan terhadap sitem qisos tidaklah demikian

adanya bahkan qisos memberikan keamanan dan

Page 107: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

107

kenyamanan bahkan keadilan. Hal ini dapat terlihat tatkala

pihak dan keluarga korban merasa dirugikan dengan matinya

salah seorang dari mereka, maka secara naruni insan mereka

akan merasakan kesal, marah dan bahkan dendam kepada

pelaku kejahatan dan keluarganya, mereka akan melakukan

pembunuhan juga sebagai bentuk dendam kepadanya,

sehingga terjadilah pertentangan yang berkelanjutan dan

berkepanjangan sampai-sampai tidak ada perdamaian

diantara dua kelompok tersebut. Beda halnya jika sistim

qisos diaplikasikan, maka satu sama lain tidak akan berani

melakukan pembunuhan, karena jika diantara mereka

melakukan pembunuhan maka akan terancam dengan

hukuman bunuh juga.

Ibnu Kasir menjelaskan dengan sangat rinci tentang

kasus pembunuhan. Seandainya ada seseorang menginginkan

pembunuhan kepada orang lain, maka ia berpikir beribu kali,

karena untuk membunuh sasarannya harus meliwati beberapa

orang, dari mulai harus berhadapan dengan penjaga di depan

gerbang, lalu penjaga yang berada di dalam istina, kemudian

harus baerhadapan pula dengan orang yang menjaga kamar

pribadinya, lalu bisa dapat berhadapan dengan sasaran

utamanya. Padahal ia mampu membunuh semua penjaganya

demi dendam kepada seseorang, tapi ia lebih memilih untuk

tidak memnuhnya, karena hukuman bagi pembunuh adalah

harus dibunuh lagi. Sehingga selamatlah dari pembunuhan

Page 108: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

108

bagi orang yang hendak dibunuh dan orang-orang yang

melindunginya pun selamat bahkan pelaku pembunuhanpun

selamat dari hukuman bunuh. Inilah yang disebut dengan

firman Allah swt ـمـظاص ز١ـاج qisos itu menghidupkan ا

yaitu bahwa dengan diterapkannya sistim qisos di pengadilan

berarti melindungi hak hidup manusia sebagai bagian dari

hak asasi manusia yang paling tinggi.

Dalam Tafsir Ayat Ahkam 91

dijelaskan tentang kata

„al-qisos‟ dengan isim ma‟rifat dan kata „hayatun‟ dengan

isim nakiroh adalah mengandung pengertian bahwa dengan

hukum qisos akan terjamin kehidupan orang banyak lantaran

jika ada seseorang berniat untuk membunuh orang lain ia

akan menjadi menggigil ketakutan sehingga akan terjamin

keberlangsungan hidup pada seseorang.

Syaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri telah

mengomentari tentang ayat ini 92

bahwa dengan qisos

terdapat kelangsungan hidup bagi manusia, karena apabila

ada orang yang berniat membunuh mengetahui bahwa ia

akan dibunuh, pasti ia akan menahan diri sehingga ia

91

. Mu’ammal Hamidy dan Imron A. Manan, Tafsir Ayat Ahkam, Penerbit Pt. Bina Ilmu, Surabaya, Jilid I, Tahun 2011, h.109. Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’a, al-“zhim, Dar al-Fikr, Tahun: 1992, Jilid I h. 262. Al-Qurthubi, Al-Jami’ liAhkami al-Qur’an, Penerbit: Dar al-kutub al ‘Ilmiyah, Bairut-Libanon, Tahun: 2000, Jilid I, h,172. 92

. Syaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Jalalain dan komentarnya,

Penerbit PT elba Fitrah Mandiri Sejahtra, Surabaya, Cetakan ke dua , Tahun

2011, , Jilid 2. h. 130

Page 109: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

109

menjaga kelangsungan hidupnya dan kelangsungan hidup

orang yang hendak dia bunuh.

Secara sepintas qisos adalah sistim hukuman yang

kejam dan sadis, namun jika ditelaah dan dikaji dengan

saksam tanpa ada sipat ego terhadap ajaran Islam maka

penilainnya akan berbeda, mereka pasti mengatakan qisos

adalah suatu sistim hukum yang baik dan perlu diaplikasikan

pada saat sekarang. Hal ini dapat dilihat dari mekanisme dan

proses yang diterapkan oleh sistim qisos. Dalam sistim qisos

bahwa pelaku pembunuhan tidak langsung dikenakan sanksi

pembunuhan, melainkan hakim harus mengadakan introgasi

terlebih dahulu terhadap tersangka pembunuhan, hal ini

sesuai dengan pengadilan pada umumnya. Disampng itu

dalam qisos terdapat sistim pemaapan dari pihak korban, ini

yang tidak terdapat pada sistim hukum pada umumnya. Jika

pihak korban pembunuhan, dalam hal ini kelurga korban

telah memberikan maap kepada pelaku, maka secara

otomatis hakim pengadilan menetapkan untuk membebaskan

kepada pelaku kejahatan. Disinilah letak kasih sayang yang

sangat tinggi yang harus dimiliki oleh setiap manusia, sikap

sperti ini sesuai dengan firman Allah swt :

ه ر تازغا أداء ئ١ ؼشف ء فاذثاع تا ش أخ١ ػف ف

ح سز ستى ذخف١ف

Artinya: ….Maka Barangsiapa yang mendapat suatu

pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan)

Page 110: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

110

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang

diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af

dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu

keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat….

Dari penggalan ayat di atas sangat jelas sekali bahwa

qisos adalah sistim yang memberikan kasih sayang terhadap

sesama, bukan sebaliknya. Qisos adalah sistim yang

mengedepankan kehidupan, mengangkat hak asasi manusia

yaitu hak untuk hidup. Dengan demikian berarti qisos telah

mengaplikasikan hak hak asasi manusia secara universal

seperti hak hidup, hak keamanan, hak persamaan, hak

keadilan.

C. Kesimpulan

Islam memiliki ajaran yang komperehensip memuat

semua ajaran termasuk didalamnya hak asasi manusia. Hak

asasi manusia dalam Islam sangat menjaga lima azas yaitu

menjaga agama, jiwa, harta, akal, keturunan Dengan

demikian maka hak asasi manusia dalam Islam terjadi

perbedaan dengan hak asasi manusia menurut pengertian

yang umum dikenal pada saat ini. Dalam Islam seluruh hak

asasi manusia merupakan kewajiban bagi individu atau

kelompok termasuk kewajiban negara. Karenanya negara

memiliki kewajiban untuk menjaga dan melindungi hak-hak

warganya.

Page 111: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

111

Menurut ajaran Islam, qisos merupakan salah satu

bentuk pemeliharaan dan penjagaan hak asasi manusia,

dengan adanya qisos maka kehidupan sosial akan terlindungi

dan terjamin eksistensinya.

Oleh karena itu menurut hemat penulis, bahwa kaum

muslimin terutama mereka yang mendapatkan kesempatan

untuk menentukan kebijakan alangkah bijaknya jika

mengkaji ulang tentang tatanan hak asasi manusia di

Indonesia. Tidak salahnya jika penguasa mencoba untuk

mengadopsi prinsip hak asasi manussia yang ditawarkan oleh

Islam.

Islam itu ajaran untuk semua ummat. Islam itu ajaran

yang universal dan pleksibel, selalu up to date, karena

berasal dari yang Maha Mengetahui.

Daftar Pustaka

- Al-Qur‟an al-Karim.

- Abul Yazid Abu Zaid al-„Ajami, Penerjemah: H.Faisal Saleh,

Akidah Islam menurut Empat Mazhab, , Penerbit: Pustaka al-

Kautsar, Jakarta, Tahun 1985.

- Al-Qurthubi, Al-Jami‟ liAhkami al-Qur‟an, Penerbit: Dar al-

kutub al „Ilmiyah, Bairut-Libanon, Tahun: 2000, Jilid I,

- Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur‟a, al-“zhim, Penerbit:Dar al-Fikr,

Tahun: 1992, Jilid I.

Page 112: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

112

- Mu‟ammal Hamidy dan Imron A. Manan, Tafsir Ayat Ahkam,

Penerbit Pt. Bina Ilmu, Surabaya, Tahun 2011. Jilid I.

- Muhammad Nashiruddi al-Albani, Ringkasan Shohih Muslim,

Penerbit Pustaka Azzam, Jakarta, Tahun 2007.

- Syafi‟i, Muqorinah al-Mazahib al-„Arba‟ah wa al-Mazhabu al-

Ja‟fari fi al-Hudud wa al-Qisos wa tathbiqu Ahkamuha fi

Indonesia, Penerbit: Qismu Sunni, Aligarh-India, Tahun. 2002.

- Syaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Jalalain dan

komentarnya, Penerbit PT elba Fitrah Mandiri Sejahtra,

Surabaya, Cetakan ke dua , Tahun 2011, , Jilid 2.

- Van Apeldoors, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit: Pt Pradya

Paramita, Jakarta, cetakan ke duapuluh tiga, Tahun 1986.

Page 113: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

113

HUKUM ISLAM VERSUS HUKUM ADAT MASA

PENJAJAHAN DI INDONESIA

Dendi Riswandi

Abstract

Turmoil or clash between customary law and Islamic law

which was deliberately raised by the VOC and the Dutch East

Indies Government was called the politics of sheep fighting in

religious life. Continued with the Japanese occupation period.

But in the historical record the strength of the Islamic movement

is very strong to oppose colonialism. This is evidenced by the

birth of resistance from Muslims and the establishment of

community movement organizations.

This writing is analytical - descriptive with a historical

approach to describe past phenomena. This paper is an attempt

to explain the conditions of Islamic law in the Dutch colonial

phase and the Japanese colonial phase.

Keywords: Islamic law, customary law, the Dutch East Indies

Government and the Japanese government.

A. Pendahuluan

Sebelum datang masa pemerintahan Kolonial Belanda,

masyarakat pribumi telah memiliki ciri khas adat tersendiri.

Persinggungan peradaban terjadi dengan peradaban luar,

salah satunya adalah ajaran Islam. Akibatnya, hukum Islam

telah menyatu dengan budaya atau adat (tradisi) setempat.

Sehingga kedua budaya ini (Islam dan adat) mampu berjalan

bersama sama menjadi aturan yang diyakini oleh masyarakat

pribumi.

Page 114: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

114

Proses akulturasi budaya ini dapat dikatakan

“berhasil”, disebabkan karena ajaran Islam senantiasa

menghormati adat setempat saat hadir di manapun berada.

Ajaran Islam tidak bersikap keras yang serta merta

meniadakan budaya lain secara frontal. Demikian juga

akulturasi budaya dan ajaran Islam terjadi di Indonesia,

sebagai contoh di Minangkabau misalnya, ada ungkapan adat

basandi syarak, dan syarak basandi adat.

Keharmonisan budaya adat dan Islam ini mengalami

gangguan dengan adanya politik adu domba pemerintah

Hindia Belanda terhadap keduanya. Sejak VOC hingga

Pemerintah Belanda sengaja membenturkan budaya adat

dengan ajaran Islam. Dalam kebijakan Belanda bahwasannya

hukum adat berbeda dengan hukum Islam. Faktanya,

pemerintahan Hindia Belanda lebih mendukung

pemberlakuan hukum adat daripada hukum Islam. Dukungan

tersebut bukan berarti membela hukum adat demi kebaikan

penduduk pribumi, melainkan digunakan sebagai alat politik

agar melanggengkan kekuasaannya di Indonesia.

Berlanjut ketika Jepang masuk ke Indonesia Pecahnya

perang Pasifik menyebabkan Belanda meninggalkan

Indonesia pada tahun 1942 dan diganti oleh Jepang. Jepang

berusaha merangkul pemimpin Islam untuk diajak bekerja

sama dengan mengklaim dirinya sebagai saudara tua rakyat

Indonesia. Upaya itu dilakukan untuk memobilisasi seluruh

Page 115: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

115

penduduk dalam rangka mencapai tujuan-tujuan perang

dengan cepat. Kebijakan politiknya itu ditindaklanjuti

dengan mengakui kembali organisasi-organisasi Islam yang

sebelumnya telah dibekukan.

Pertanyaannya adalah bagaimana pergolakan atau

benturan antara hukum adat dengan hukum Islam yang

sengaja dimunculkan oleh VOC dan Pemerintah Hindia

Belanda ini? Dan bagaimana keadaan hukum Islam pada

masa penjajahan Jepang?. Penulisan ini bersifat analisis -

diskriptif dengan pendekatan sejarah untuk menguraikan

fenomena masa lalu. Maka, penulisan ini menjadi sangat

menarik untuk mengungkap apa yang terjadi antara hukum

Islam dan hukum adat pada masa penjajahan.

B. Pembahasan

1. Saat Hukum Islam di antara VOC dan Pemerintah

Hindia Belanda.

Ada dua pendekatan terhadap pemberlakuan

hukum Islam fase penjajahan, yaitu masa VOC dan masa

pemerintahan Hindia Belanda. Pada zaman VOC (1602-

1880), tanggal 25 Mei 1670 hukum Islam terutama

perdata Islam telah mendapatkan legalitas

pemberlakuannya secara positif,93

yaitu adanya resolusi

pemberlakuan kumpulan hukum berisi hukum perkawinan

93

Supomo-Jokosutomo, Sejarah Politik Hukum Adat 1609-1848 (Jakarta:

1955), hlm 8.

Page 116: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

116

dan hukum kewarisan yang dikenal dengan Compendium

Freijer.94

Resolusi ini merupakan peraturan yang pertama

kali terbit yang berisi kompilasi hukum Islam.

Selain Compendium Freijer, tersebar juga

kumpulan-kumpulan hukum yang lain di berbagai daerah,

seperti Cirebon dengan Cirbonsche Rechtboek, Semarang

dengan Koleksi Hukum Jawa Primer Kitab Mukharrar,

dan Makasar dengan Koleksi Hukum Hindia Belanda dari

Hoven van Bone di Goa.95

Toleransi pemberlakuan

hukum Islam pada waktu itu, dikarenakan VOC sedang

disibukan oleh tugas-tugas ekspedisi pengambilan

komoditi pertanian dari negeri jajahan.96

Permulaan abad ke-19 berakhirnya kontrol VOC

(mengalami kebangkrutan) dan kemudian dikuasai oleh

pemerintahan yang langsung oleh pemerintah Kerajaan

Belanda. Dalam proses berikutnya, hukum Islam secara

perlahan dikebiri oleh otoritas pemerintahan. Ini dapat

dilihat pada kebijakan Gubernur Jenderal Daendeles

(1808-1811) yang mengeluarkan suatu ordonansi

(peraturan tentang organisasi pengadilan dan administrasi

peradilan) pada tahun 1808 untuk daerah pantai pesisir

94

Arso Sastroatmodjo dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia.

(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 11-12. 95

Sajuti Thalib, Reception A Contrario: Hubungan Hukum Adat dan Hukum

Islam. (Jakarta: Bina Aksara, 1985), hlm. 6. 96

C.P.F. Luhulima, Motif-motif Ekspansi Nederland Dalam Abad

Keenambelas (Jakarta: Lembaga Research Kebudayaaan Nasional, 1971), hlm.

32.

Page 117: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

117

pantai utara Jawa. Ia menentukan bahwa kepala masjid

(penghulu) harus bertindak hanya sebagai penasehat

dalam suatu pengadilan umum ketika para pihak yang

berperkara adalah orang-orang Islam.

Ketetapan ini dilestarikan dan diberlakukan bukan

hanya di pesisir utara Jawa, tetapi juga kepada seluruh

penduduk pribumi, kecuali Batavia, Semarang, dan

Surabaya. Akibat dari ketetapan ini, penghulu hanya

berfungsi sebagai penasehat saja, tidak bisa sebagai

penentu kebijakan atau pemutus hukum.97

Pasca tahun Napoleonis (konsep Glory, Gold,

Gospel), Pemerintah Hindia Belanda bersikap lebih liberal

terhadap agama-agama non Kristen dari orang pribumi,

namun mereka tetap lebih memihak kepada hukum adat.

Hal ini terefleksikan dalam sikap ketidakpastian Belanda

dalam memperlakukan hukum Islam. Kecenderungan ini

tetap bertahan dalam pikiran mereka hingga akhir abad

ke-19.

2. Saat Hukum Adat di antara VOC dan Pemerintah

Hindia Belanda.

Salah satu kesamaan prinsip penjajahan yang

dipegang oleh VOC maupun Pemerintah Hindia Belanda

97

Hal ini bisa dilihat dalam pasal 7 dari ordonansi yang menyatakan

bahwa”Pada setiap Pengadilan Umum dari berbagai daerah, penghulu atau

pendeta tinggi harus ada, walaupun ia hanya akan bertindak dalam

kapasitasnya sebagai penasehat dan tidak mempunyai hak memutuskan

perkara.

Page 118: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

118

adalah memberikan toleransi terhadap masyarakat dan

institusi pribumi dan berusaha menyatukan mereka demi

agenda penjajahan. Kebijakan inilah yang mendasari

dipertahankannya hukum adat oleh pemerintah Belanda.

Pada masa VOC sebenarnya telah dimulai kajian

hukum adat, tetapi istilah “hukum adat” (adatrecht) baru

pertama kali digunakan pada tahun 1900 oleh Hurgronje,

yang digunakan untuk menunjuk bentuk-bentuk adat yang

mempunyai konsekwensi hukum.98

Perkembangan studi hukum adat selama periode

penjajahan Belanda, dapat dibagi ke dalam tiga periode99

,

Pertama, periode tahun 1602 hingga tahun 1800. Secara

relatif kajian-kajian tentang hukum adat yang dilakukan

pada masa VOC (1602-1800) masih sedikit, kecuali

beberapa karya dari beberapa orang seperti Marooned

(1754-1836), seorang pegawai Kolonial yang banyak

mengumpulkan bahan-bahan tentang adat di Sumatera,

98

Mengenai arti hukum adat, terdapat beberapa definisi yang menunjukan

pemahaman dari para ahli tentang subyek ini. Namun mereka semua tetap

merefleksikan satu ide bahwa hukum adat merupakan hukum yang muncul

sebagai hasil dari pemikiran dan keinginan hukum dalam masyarakat. Karena

hukum adat merupakan suatu sistem hukum, maka ia juga dilengkapi dengan

sanksi untuk mendorong keefektifan hukumnya. Lihat. Hilman Hadikusuma,

Sejarah Hukum Adat Indonesia (Bandung: Penerbit Alumni, 1978), hlm. 106-

10. Lihat juga. Suwondo Atmodjahnawi, Hukum Adat dan Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Surakarta: Universitas Negeri

Sebelas maret, 1981), hlm. 19-25. 99

Muhammad Roy Purwanto, Atmathurida dan Gianto, Hukum Islam Dan

Hukum Adat Masa Kolonial: Sejarah Pergolakan Antara Hukum Islam Dan

Hukum Adat Masa Kolonial Belanda, An-Nur:Jurnal Studi Islam . Vol . 1, No.

2, Februari 2005, Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur‟an.

Page 119: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

119

Raffles (1781-1826) Gubernur Jawa Tengah selama masa

kekuasaan Inggris sejak tahun 1811 hingga 1816,

Crawford (1783-1868) yaitu anak buah Raffles, dan

Muntinghe (1773-1827) seorang Belanda yang menjadi

pegawai di Jawa.

Kedua, periode tahun 1800 hingga tahun 1865. Pada

masa ini disebut oleh van Vollenhoven sebagai masa

“eksplorasi Barat” (Wertern reconnoitering). Pada masa

ini tidak dihasilkan banyak karya hukum adat.

Ketiga, periode pasca tahun 1865 hingga masa

kemerdekaan. Pada masa ini, berbagai macam keadaan

mendorong Belanda untuk semakin peduli terhadap

hukum adat. Masalah-masalah hukum agraria, mendorong

pemerintah untuk menginvestigasi hukum ini. Tiga figur

utama penemu hukum adat pada waktu itu adalah G.A

Wilken, Liefrinck, dan Cristian Snouck Hurgronje. Ketiga

orang inilah yang membangun fondasi tentang hukum

adat di Indonesia.

Pada masa sebelum perang kemerdekaan, riset-

riset yang dilakukan oleh Belanda tentang hukum adat

Indonesia didominasi oleh ide-ide yang dikemukakan oleh

C. van Vollenhoven (1874-1933), yang pada waktu itu

menjadi professor di fakultas hukum Universitas Leiden.

Dalam banyak karya ilmiahnya, ia berhasil

membangun fondasi untuk studi hukum adat sebagai suatu

Page 120: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

120

madzhab pemikiran hukum yang mandiri. Van

Vollenhoven membagi wilayah kepulauan nusantara

menjadi 19 wilayah hukum adat yang berbeda-beda

berdasarkan pada budaya, bahasa, adat, dan

kebiasaannya.100

Ia mengajukan suatu hipotesis bahwa

batas-batas linguistik dapat disamakan dengan batas-batas

hukum. Dengan argumentasi inilah, ia membagi hukum

adat sebagai kelompok suku hukum ke dalam sembilan

belas area yang masing-masing terdiri dari wilayah-

wilayah hukum yang berlainan dengan dialek hukum yang

berbeda pula.

Beberapa daerah yang hukum adatnya sarat

dengan nilai-nilai Islam antara lain, Aceh, Sumatera Barat,

Minangkabau, Bengkulu, Lampung, Riau, Jambi dan

Palembang. Sehingga akulturasi hukum ini menjadi

ikatan yang sangat kuat di kalangan masyarakatnya.

3. Pembenturan antara Hukum Islam dan Hukum Adat

Masa Penjajahan Belanda.

Hukum Islam sejak kedatangannya di bumi

Nusantara tergolong hukum yang hidup (living law) dalam

100

Sembilan belas wilayah hukum adat tersebut adalah; Aceh, Gayo dan tanah

Batah serta Nias, Minagkabau dengan kepulauan Mentawai, Sumatera Selatan

dan Engano, Malaya, Bangka dan Belitung, Borneo dan kepulauan Philipina,

Minahasa dengan kepulauan Sangai dan Talaud, Gorontalo, Toraja, Sulawesi

Selatan, Kepulauan Ternate, Maluku Ambon dan kepulauan NTB, Irian, pulau

Timor, Bali dan Lombok, Jawa Tengah dan Jawa Timur srta Madura, dan

Betawi serta Jawa Barat. Lihat. Ratno Lukito, Pergumulan antara Hukum

Islam dan Adat di Indonesia, (Jakarta: INIS, 1998), hlm. 40.

Page 121: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

121

masyarakat. Bukan saja karena hukum Islam merupakan

entitas agama yang dianut, akan tetapi dalam dimensi

amaliahnya di beberapa daerah ia telah menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dari tradisi atau adat masyarakat

yang dianggap sakral.

Dialektika hukum Islam terjadi secara dinamis dan

pasang surut sesuai dengan visi politik hukum penguasa.

Visi politik hukum VOC terhadap hukum Islam tentu

berbeda dengan politik hukum penguasa Hindia Belanda.

Pada masa penjajahan Belanda, hukum Islam

dilawankan dengan hukum adat sebagai “teman dialog

yang kadang dibuat mesra dan kontradiktif”, sedangkan

pada masa pasca kemerdekaan hukum Islam disandingkan

dengan hukum positif. Perbedaan ini tercermin dalam

kebijakan pemberlakuan hukum Islam oleh masing-

masing rezim politik. Teori-teori pemberlakuan hukum

Islam yang telah dicetuskan dan dirumuskan oleh

beberapa pakar pada zamannya bisa memberikan

gambaran mengenai realitas sejarah tersebut secara

mudah.101

Pendapat yang berkembang selama ini mengenai

hukum Islam vis a vis hukum adat pada masa penjajahan

Belanda dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok.

101

Tentang hukum Islam dan pergolakannya dengan tradisi, bisa dibaca

disalah satu bab buku Ushul Fiqih Madzhab Aristoteles. Lihat. Muhammad

Roy, Ushul Fiqih Madzhab Aristoteles: Pelacakan Logika Aristoteles dalam

Qiyas Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Safiria, 2004).

Page 122: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

122

Pertama, Kelompok yang digawangi oleh B.W Andaya,

A. J. Johns, dan Lodewijk Willem Cristian van den Berg,

yang mengemukakan Teori Receptio in Complexu. Teori

ini berarti bahwa bagi orang Islam berlaku penuh hukum

Islam, karena dia telah memeluk agama Islam, sehingga

berhak untuk menjalankan hukum agamanya, walaupun

dalam praktek di lapangan masih terdapat penyimpangan-

penyimpangan dari ajaran yang sebenarnya. Doktrin Islam

telah memainkan peran yang sangat penting dalam

kehidupan kerajaan, seperti Aceh dan Malaka.

Ajaran mistik Islam telah membawa etos Islam ke

dalam kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga

melahirkan simbol-simbol dan rasional untuk

terbentuknya sebuah kerajaan yang bersatu dan teratur.

Mereka yang mengikuti pandangan ini berpendapat bahwa

walaupun kekuatan adat lokal telah termanifestasikan

dalam masyarakat Indonesia, namun hukum Islam juga

efektif pada level komunal dan berhasil memodifikasikan

beberapa praktek hukum, terutama dalam bidang hukum

keluarga dan nilai-nilai sosial. Kelompok ini, dengan

demikian menyadari kepentingan yang laten dan pengaruh

yang luas dari kehadiran Islam pada tahun-tahun

dimulainya penjajahan, bahkan menurut mereka hukum

Islam sesungguhnya mempunyai pendukung yang kuat di

beberapa sektor masyarakat Asia Tenggara dan sering kali

Page 123: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

123

berhasil menggoyahkan otoritas adat lokal, terutama

dalam hal perkawinan, kewarisan, dan alokasi tanah.102

Para ilmuan Indonesia modern pun mengajukan suatu

klaim bahwa hukum Islam mempunyai pengaruh yang

mendalam dan mengikat dalam kehidupan orang Islam

dan merupakan faktor independen dalam membentuk

norma dan aturan sosial.103

Tampaknya ajaran Van de Berg ini merupakan

kesimpulan dari penelitian-penelitiannya mengenai hukum

Islam di Indonesia. Terbukti, pada tahun 1884 dia telah

mampu menerbitkan bukunya mengenai asas-asas hukum

Islam menurut ajaran Hanafi dan Syafi‟i. Kemudian pada

tahun 1892 ia meluncurkan buku tentang hukum keluarga

dan hukum waris Islam di Jawa dan Madura dengan

beberapa penyimpangannya dalam praktek. Selain itu, ia

juga sempat menerjemahkan kitab Fath al-Qarib dan

Minhaj al-Talibin ke dalam bahasa Prancis.104

Misi teori

102

Pendapat ini pertama kali dilontarkan oleh Lodewijk Willem Cristian van

den Berg, oleh karenanya ia dijuluki “orang yang pertama kali menemukan

dan menunjukkan berlakunya hukum Islam di Indonesia”. Lihat. Sajuti

Thaalib, Receptio a Contrario, hlm. 5-7. 103

Lihat. Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional (Jakarta: Tintamas

Indonesia, 1982), hlm. 7-10. Juga lihat. Sajuti Thalib, “Receptio in Complexu:

Theori Recepti dan Recepti A contrario”, dalam Panitia Penerbitan Buku

Untuk Memperingati Prof. Dr. Hazairin, Pembaharuan Hukum Islam di

Indonesia in Memorian Prof. Mr. Dr. Hazairin (Jakarta: University of

Indonesia Press, 1976), hlm. 44-54. 104

Sajuti Thalib, Reception A Contrario: Hubungan Hukum Adat dan Hukum

Islam. (Jakarta: Bina Aksara, 1985), hlm. 4-6.

Page 124: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

124

ini kemudian dilegislasikan ke dalam Reglemen op het

beleid der Regering van Indie-Nederlandsch (RR) yang

dimuat dalam Stbl. Belanda 1854: 129 atau Stbl. Hindia

Belanda 1855 Nomor 2.

Kedua, kelompok yang dipelopori oleh G. A.

Wilken dan C. van Vollenhoven, mengatakan bahwa

aturan-aturan adat memunyai akar yang kuat di desa-desa,

semenjak sebelum kehadiran agama-agama impor seperti

Islam, Hindu dan Budha. Menurutnya, ketundukan kepada

agama-agama dari luar ini tidak mampu mengguncang

loyalitas mereka terhadap adat. Sejalan dengan pandangan

ini, mereka juga berpendapat bahwa hukum Islam tidak

pernah diaplikasikan dalam masyarakat Indonesia dimana

kekuatan hukum adat masih bertahan. Lebih jauh mereka

berpendapat bahwa masuknya Islam sejak periode awal,

antara abad ke-12 hingga abad ke-16, hanya memberikan

pengaruh yang terbatas terhadap peran hukum adat dalam

administrasi peradilan Indonesia. Bagi pengikut kelompok

ini, hukum Islam hanya dipertimbangkan sejauh ia bisa

diterima oleh salah satu sistem yang utama dari adat.

Teori ini lazim disebut teori Receptie.105

105

Teori receptie ini pada akhirnya mempengaruhi dasar pemahaman hukum

umum yang dikembangkan dalam masa periode Republik di Indonesia, yaitu

tahun 1945 dan seterusnya. Lihat. B. ter Haar, Adat Law in Indonesia, terj. E.

Adamson Hoebel dan A. Arthur Schiller (New York: Institut of Pacific

Relations, 1948), hlm. 10-14. Lihat juga. Ratno Lukito, Pergumulan, hlm. 43.

Page 125: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

125

Cornelis van Vollenhoven memperjuangkan misi

teorinya agar memperoleh legitimasi yuridis dengan cara

melakukan perubahan pasal 25 dan 109 RR Stbl. 1855

Nomor 2, suatu pasal yang menjadi kekuatan hukum teori

Receptio in Complexu. Dari perjuangannya akhirnya teori

Receptie dikukuhkan dengan pasal 134 ayat 2 IS tahun

1929 (Indische Staatsregeeling).106

106

Kemudian, setelah Indonesia merdeka dan Pancasila serta UUD 1945

ditetapkan sebagai sumber hukum, maka dalam konteks pemberlakuan hukum

Islam muncul berbagai counter theory atas teori-teori masa kolonial. Paling

tidak ada tiga teori yang bisa dicatat, yaitu teori Receptie Exit, teori Receptio a

Contrario dan teori Eksistensi. Ketiga teori tersebut intinya membantah

argumentasi-argumentasi teori terdahulu. Bersamaan dengan itu, teori-teori itu

mengaku dan mempertegas keberadaaan hukum Islam dalam Pancasila dan

UUD 1945. Teori Receptie Exit dikemukakan oleh Hazairin dalam bukunya

Tujuh Serangkai Tentang Hukum. Ia menyatakan bahwa teori Reseptie harus

exit dari teori dari hukum nasional Indonesia, karena bertentangan dengan

UUD 1945, Al-Quran dan Sunnah Rosul. Lihat. Hazairin, Tujuh Serangkai

tentang Hukum Islam, (Jakarta:Tintamas, 1974),hlm.116.

Teori tersebut kemudian dikembangkan oleh H. Sayuti Thalib dengan nama

Receptio a Contrario. Sesuai dengan semangat namanya, ia merupakan

kebalikan dari teori Receptie, yang isinya menyatakan bahwa hukum yang

berlaku bagi rakyat adalah hukum agamanya, artinya hukum adat hanya

berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum agama. Lihat. Sajuti Thalib,

Receptio A Contrario: Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam, (Jakarta:

Bina Aksara, 1985), hlm. 58-63.

Ichtijanto SA, mempertegas dan mengeksplisitkan makna Receptio a

Contrario dalam hubungannya dengan hukum nasional. Ia mengartikulasikan

hubungan itu dengan sebuah teori hukum yang disebutnya teori eksistensi.

Teori eksistensi mengokohkan keberadaan hukum Islam dalam hukum

nasional. Dalam teori eksistensi ini, dinyatakan bahwa Pertama, hukum Islam

ada dalam arti sebagai bagian integral dari hukum nasional. Kedua, hukum

Islam ada dalam arti dengan kemandiriannya dan kekuatan wibawanya, diakui

oleh hukum nasional serta diberi status sebagai hukum nasional. Ketiga,

hukum Islam ada dalam arti norma hukum Islam berfungsi sebagai penyaring

bahan-bahan hukum nasional. Keempat, hukum Islam ada dalam arti sebagai

bahan utama dan sumber utama hukum nasional.. Lihat. Ichtijanto,. Op. cit.

hlm. 86-87.

Page 126: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

126

Sesungguhnya kolonial Belanda lewat

adatrechtpolitiek; mereka menampilkan suatu ketentuan

untuk menempatkan hukum Islam di bawah sistem hukum

adat. Bukti perbedaan antara kedua sistem hukum begitu

jelas pada waktu itu, sehingga meyakinkan Belanda akan

kemustahilan adanya solusi yang harmonis dalam

hubungan antara keduanya. Dan pada saat muncul konflik

antara kedua sistem hukum ini, kebijakan Belanda secara

sistematis pasti akan memihak kepada hukum adat.107

Dengan latar belakang pemikiran semacam inilah, rezim

Belanda memutuskan untuk menciptakan garis pemisah

antara kedua sistem hukum adat dan hukum Islam.

Asumsi dasar yang dipegangi Belanda adalah bahwa

hukum adat merupakan sistem hukum yang hidup dan

diaplikasikan dalam masyarakat, sementara hukum Islam

hanya sebuah sistem yang teoritis sifatnya, walaupun

sebagian besar masyarakat secara nominal beragama

Islam.

Faktanya ada beberapa segi terdapat perbedaan

pandangan antara kedua sistem hukum ini, suatu situasi di

107

Hal ini dapat dilihat dalam kasus peperangan antara Kaum Muda (young

generation) dan Kaum Tua ( old generations) dalam perang Paderi selama

paro pertama abad kesembilan belas di Minangkabau. Dalam kasus ini,

Belanda lebih memihak kaum Tua daripada Kaum Muda, yang

memperjuangkan kepentingan Islam. (Muhamad Radjab, Perang Paderi di

Sumatera Barat: 1803-1838 (Jakarta: Perpustakaan Perguruan Kementrian PP

dan K, 1954), hlm. 22-25.

Page 127: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

127

mana dalam proses pembuatan keputusan hukum

kemungkinan munculnya konflik merupakan hal yang

wajar. Namun dalam masyarakat Indonesia, hukum adat

dan hukum Islam secara tipikal berjalan berdampingan

dengan lancar sesuai dengan jurisdiksinya masing-masing,

walaupun kadang-kadang keduanya saling beroposisi.

Beberapa area hukum adat dipandang sebagai bagian dari

hukum Islam, demikian pula dalam proses administrasi

peradilan dalam masyarakat, kompromi yang didasari atas

elemen-elemen dari dua sistem merupakan bentuk solusi

yang paling umum.

Dalam masyarakat di mana hubungan antara

hukum adat dan hukum Islam biasa digambarkan sebagai

bentuk hubungan konflik, senantiasa akan ada usaha untuk

mendemonstrasikan yang sebaliknya melalui dua cara;

pertama, bahwa dalam kehidupan realitas individu

kemungkinan munculnya konflik yang teoritis sifatnya

antara kedua institusi hukum, pada kenyataannya tidak

pernah ada. Kedua, Kedua sistem tidak hanya saling

melengkapi, tetapi pada kenyataannya juga merupakan

bagian dari sistem yang sama, keduanya sama-sama

menemukan akar yang sama, yaitu dari Tuhan dan

Islam.108

108

Di Minangkabau ungkapan yang menggambarkan hubungan yang harmonis

antara hukum adat dan hukum Islam adalah adat basandi syarak, syarak

basandi adat. Ini artinya bahwa adat berdasar pada hukum agama, dan hukum

Page 128: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

128

Kecenderungan untuk senantiasa mencapai jalan

rekonsiliasi yang aman antara hukum adat dan hukum

Islam mendorong kepada situasi dalam masyarakat

Indonesia di mana suatu sistem hukum saling

memengaruhi satu sama lain. Pada akhirnya, para

penghulu yang diangkat oleh Belanda dapat melakukan

“terobosan” dengan cara mengakomodasikan kedua

sistem hukum ini. Beberapa bentuk dan ilustrasi adanya

akomodasi dari kedua hukum ini, diantaranya adalah:

taklik talak (ta‟liq al-talaq) dipraktekkan pada setiap

perkawinan, berlakunya khulu‟ bagi seorang istri, dan

berlakunya pencatatan nikah bagi kaum muslim di

Sumatera. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa kedua

hukum ini bisa berjalan bersama menjadi aturan hukum di

masyarakat.

Berdasarkan pada konteks sejarah pergumulan

antara hukum Islam dan hukum adat, maka memunculkan

asumsi bahwa hukum tidak bisa dipisahkan dari konteks

sosial politik, di mana hukum itu diciptakan. Atau dengan

kata lain, munculnya suatu hukum tidak dengan serta

merta tanpa dilatarbelakangi apa-apa, tetapi selalu

agama berdasar pada al-Qur‟an. Kemudian di Aceh ada ungkapan hukm ngon

adat hantom cre, lagee zat ngon sifeut, yang berarti bahwa hukum Islam dan

adat tidak dapat dipisahkan, seperti halnya zat dan sifat suatu benda. Lihat.

Taufik Abdullah, “Modernization in the Minangkabau World: West Sumatera

in the Early Decades of the Twentieth Century”, dalam Claire Holt, ed.,

Culture and Politics in Indonesia (Ithaca and London: Cornell University

Press, 1972), hlm. 190-191.

Page 129: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

129

dipengaruhi kondisi sosial politik pada saat itu. Moh.

Mahfud MD dalam bukunya menyatakan bahwa karakter

suatu produk hukum senantiasa dipengaruhi atau

ditentukan oleh konfigurasi politik yang melahirkannya.

Artinya konfigurasi politik tertentu dari suatu kelompok

dominan (penguasa) selalu melahirkan karakter produk

hukum tertentu sesuai dengan visi politiknya.109

Teori ini tampaknya didasarkan pada asumsi

bahwa hukum merupakan produk politik, atau

diberlakukan atas legitimasi politik, sehingga karakter

hukum akan sangat bergantung pada kekuatan politik

yang melahirkannya. Dependensi hukum atas politik ini

berlaku secara mutlak terhadap semua hukum manusia di

dunia.

Hal ini juga terjadi pada pemberlakuan hukum

Islam vis a vis hukum adat pada masa kolonial. Pada masa

itu, hukum Islam seakan-akan diperlawankan dengan

hukum adat oleh pemerintah Belanda, sehingga muncullah

teori receptie. Lebih dari itu, kebijakan secara umum

selama periode penjajahan nampak bahwa pemerintah

Kolonial Belanda mengekang dan mendistorsi

pemberlakuan hukum Islam. Hukum Islam tidak diberi

tempat pemberlakuan di tengah masyarakat dan

109

Moh. Mahfud MD, “Perkembangan Politik Hukum: Studi Tentang

Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Produk Hukum di Indonesia”,

Disertasi dalam Ilmu Hukum pada UGM, (Yogyakarta: tp, 1993), hlm. 675.

Page 130: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

130

dimarginalkan di belakang hukum adat. Belanda lebih

mendukung diberlakukannya hukum adat (pribumi) bagi

warga pribumi (Indonesia) daripada hukum Islam.

Pemarginalan hukum Islam oleh Belanda ini, memang

masuk akal karena adanya semangat orang-orang Islam

untuk mengobarkan peperangan dan perlawanan kepada

pemerintah Belanda. Resistensi kelompok muslim ini,

mendorong semakin bertambahnya ketakutan dalam diri

penjajah sehingga melahirkan konsekwensi lanjutan

kepada pemihakan mereka akan segala bentuk kekuatan

yang merepresentasikan adat lokal di wilayah jajahan.

Pemihakan ini sangat mungkin untuk dilakukan, karena

para pejabat adat, sebagian besar adalah orang-orang yang

fanatis keislamannya kurang tebal.

Selama masa penjajahan, Belanda seakan-akan

memang membela dan mengunggulkan hukum adat di

atas hukum Islam. Namun apakah pembelaan atas hukum

adat itu murni karena keperluan pembentukan hukum dan

demi kemanfaatan hukum warga pribumi? Ternyata,

pembelaan dan upaya kodifikasi hukum adat oleh

Belanda, bukan semata-mata demi kepentingan

pembentukan hukum, melainkan lebih pada permasalahan

kelanggengan politik dan ekonomi daerah jajahan. Lebih

jauh menurut Daniel S Lev, kebijakan Belanda tentang

hukum adat (adatrechtpolitiek) dikarakteristikan oleh

Page 131: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

131

usaha untuk mengisolasikan isu-isu tentang adat dari

kebijakan penjajahan lainnya: seolah-olah adat merupakan

persoalan yang terpisah dari lingkungan penjajahan.

Dalam suasana seperti inilah, hukum adat dengan mudah

dipisahkan dari akar-akar politik dan ekonominya.

Dengan tegas Daniel S Lev mengatakan:

“Secara umum merupakan hukum dari sekitar 90 persen

masyarakat, hukum adat Indonesia, sebagaimana yang

telah dikenal hampir satu abad lamanya, secara

fundamental merupakan kreasi Belanda. Ini bukan berarti

aturan substantif adat seperti waris atau perdagangan

bukan berasal dari Indonesia, tetapi bahwa pemahaman

tentang adat, mitos adat, sebagaimana yang dipahami saat

itu dan hubungan antara adat dan otoritas negara adalah

hasil karya orang Belanda”.110

Tujuan politis yang khusus dari adatrechtpolitiek

Belanda secara jelas terilustrasikan dalam

percampurannya dengan hukum Islam. Pada waktu itu,

van Vollenhoven sendiri mengakui fakta ini, dengan

mengatakan bahwa “penghancuran hukum adat tidak akan

melicinkan jalan bagi kodifikasi hukum kita, akan tetapi

bagi kekisruhan sosial dan Islam”. Dikarenakan

keengganan mengakui pengaruh asing dalam adat dan

karena takut ekspansi Islam, para ahli hukum adat

Belanda telah menghabiskan banyak energi intelektual

untuk membuktikan bahwa Islam hanya mempunyai

110

Lihat. Daniel S Lev, “Colonial law and The Genesis of The Indonesian

State,” hlm. 64.

Page 132: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

132

pengaruh yang sedikit terhadap adat. Sementara itu,

institusi-institusi Islam ditekan dan disubordinatkan oleh

teori receptie yang menempatkan kevalidan hukum Islam

hanya sejauh yang telah diterima ke dalam hukum adat.

4. Kebijakan Jepang Terhadap Hukum Islam

Pecahnya perang Pasifik menyebabkan Belanda

meninggalkan Indonesia pada tahun 1942 dan diganti oleh

Jepang. Bangsa Indonesia menyambut kedatangan Jepang

dengan senang hati karena telah mengusir Belanda yang

telah ratusan tahun menguasai Indonesia.111

Jepang

berusaha merangkul pemimpin Islam untuk diajak bekerja

sama dengan mengklaim dirinya sebagai saudara tua

rakyat Indonesia. Upaya itu dilakukan untuk memobilisasi

seluruh penduduk dalam rangka mencapai tujuan-tujuan

perang dengan cepat. Kebijakan politiknya itu

ditindaklanjuti dengan mengakui kembali organisasi-

organisasi Islam yang sebelumnya telah dibekukan.

Bahkan kalangan Islam didorong untuk mendirikan

organisasi-organisasi Islam baru. Alasannya karena:

(1)organisasi para ulama dibutuhkan untuk menarik

dukungan dan bantuan dari penduduk di pedesaan; (2)

formalisasi pengesahan organisasi-organisasi Islam akan

111

Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam Di Tengah Kehidupan

Sosial Politik Di Indonesia, ctk. I, (Malang: Banyumedia Publishing, 2005),

hlm. 82

Page 133: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

133

lebih memudahkan pengawasan; (3) kegagalan Jepang

mendapatkan dukungan penuh dari rakyat Indonesia

dengan pengakuannya terhadap fungsi putra dan Jawa

Hokokai; (4) penebusan dosa atas kesalahan Jepang

terhadap kalangan Islam.112

Jepang mula-mula membentuk Shumubu (Kantor

Departemen Agama) di Ibukota Jakarta, Hizbullah,

(semacam unit militer bagi pemuda Islam) dan organisasi

federasi Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia).

Terbentuknya organisasi-organisasi ini menghilangkan

kecurigaan Jepang kepada para pemimpin Islam sehingga

para ulama bebas menyebarluaskan hukum Islam ke

berbagai lapisan masyarakat. Kebijakan Jepang terhadap

peradilan agama pun tetap meneruskan kebijakan masa

kolonial Belanda yang diatur dalam peraturan peralihan

Pasal 3 undang-undang bala tentara Jepang (Osamu

Sairei) tanggal 7 Maret 1942 No.1. Jepang hanya

mengubah nama pengadilan agama pada tingkat pertama

dengan “Sooryoo Hooim” dan Mahkamah Islam Tinggi

dengan“kaikyoo kootoohoin”.113

Dengan kebijakan Jepang tersebut di atas,

masyarakat Islam tampak mendapatkan keuntungan.

Namun dibalik itu, sesungguhnya kebijakan Jepang 112

Noer, Deliar. Partai Islam Dipentas Nasional 1945-1965, 1987, dalam Ibid;

hlm.83 113

Zaeni A. Noeh dan A. Basit Adnan. 1983. Sejarah Singkat Pengadilan

Agama di Indonesia. Ibid; hlm.86

Page 134: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

134

tersebut hanyalah untuk mencari simpati dan dukungan

rakyat Indonesia semata. Hal ini dibuktikan oleh tidak

adanya kebijakan Jepang terhadap peradilan agama selain

kebijakan perubahan nama peradilan agama sedangkan

isinya sama dengan kebijakan sewaktu pemerintahan

Hindia Belanda. Karena itu, kebijakan Jepang tidak

banyak memberikan pengaruh bagi kondisi perkembangan

hukum Islam karena singkatnya waktu Jepang menguasai

Indonesia menyusul kemerdekaan Indonesia pada tanggal

17 Agustus 1945. Meskipun demikian, Jepang tercatat

dalam sejarah modern Indonesia sebagai pemerintah

pertama yang memberi tempat penting kepada golongan

Islam.

C. Kesimpulan

Muncul dan berkembangnya suatu hukum, itu

ditentukan pula oleh penguasa pada saat itu. Ini juga berlaku

pada pemberlakuan hukum adat dan hukum Islam pada masa

Kolonial. Belanda pada saat itu sengaja membenturkan kedua

sistem hukum ini (adatrecht vis a vis Islamrecht) demi

kepentingan politiknya, yaitu kelanggengan di daerah

jajahan.

Upaya pembenturan dua sistem hukum oleh

pemerintah Belanda ini, meski menimbulkan gejolak di

masyarakat, namun pada hakekatnya tetap tidak bisa

memisahkan antara ajaran Islam dengan budaya adat, karena

Page 135: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

135

ajaran Islam begitu akomodatif terhadap budaya lain, selagi

tidak bertentangan dengan ajaran substansialnya.

Masa penjajahan Jepang keberpihakan terhadap hukum

Islam hanyalah untuk mencari simpati dan dukungan rakyat

Indonesia semata. Meskipun demikian, Jepang tercatat dalam

sejarah modern Indonesia sebagai pemerintah pertama yang

memberi tempat penting kepada golongan Islam.

Wallahua‟lam bisshawwab.

Daftar Pustaka

Arso Sastroatmodjo dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan

di Indonesia. (Jakarta: Bulan Bintang, 1975).

B. ter Haar, Adat Law in Indonesia, terj. E. Adamson Hoebel

dan A. Arthur Schiller (New York: Institut of Pacific

Relations, 1948).

C.P.F. Luhulima, Motif-motif Ekspansi Nederland Dalam Abad

Keenambelas (Jakarta: Lembaga Research Kebudayaaan

Nasional, 1971).

Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional (Jakarta: Tintamas

Indonesia, 1982).

Hazairin, Tujuh Serangkai tentang Hukum Islam,

(Jakarta:Tintamas, 1974)

Hilman Hadikusuma, Sejarah Hukum Adat Indonesia (Bandung:

Penerbit Alumni, 1978).

Moh. Mahfud MD, “Perkembangan Politik Hukum: Studi

Tentang Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Produk

Hukum di Indonesia”, Disertasi dalam Ilmu Hukum pada

UGM, (Yogyakarta: tp, 1993)

Muhamad Radjab, Perang Paderi di Sumatera Barat: 1803-

1838 (Jakarta: Perpustakaan Perguruan Kementrian PP dan

K, 1954)

Page 136: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

136

Muhammad Roy Purwanto, “Nalar Qur‟ani al-Syâfi‟i dalam

Pembentukan Metodologi Hukum: Telaah Terhadap

konsep Qiyas”, dalam An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 1,

No.1, September 2004.

Muhammad Roy, Ushul Fiqih Madzhab Aristoteles: Pelacakan

Logika Aristoteles dalam Qiyas Ushul Fiqih, (Yogyakarta:

Safiria, 2004).

Noer, Deliar. Partai Islam Dipentas Nasional 1945-1965, 1987,

dalam Ibid; hlm.83

Ratno Lukito, Pergumulan antara Hukum Islam dan Adat di

Indonesia, (Jakarta: INIS, 1998).

Sajuti Thalib, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia in

Memorian Prof. Mr. Dr. Hazairin (Jakarta: University of

Indonesia Press, 1976)

Sajuti Thalib, Reception A Contrario: Hubungan Hukum Adat

dan Hukum Islam. (Jakarta: Bina Aksara, 1985).

Supomo-Jokosutomo, Sejarah Politik Hukum Adat 1609-1848

(Jakarta: 1955).

Suwondo Atmodjahnawi, Hukum Adat dan Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Surakarta:

Universitas Negeri Sebelas maret, 1981).

Taufik Abdullah, “Modernization in the Minangkabau World:

West Sumatera in the Early Decades of the Twentieth

Century”, dalam Claire Holt, ed., Culture and Politics in

Indonesia (Ithaca and London: Cornell University Press,

1972).

Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam Di Tengah

Kehidupan Sosial Politik Di Indonesia, ctk. I, (Malang:

Banyumedia Publishing, 2005), hlm. 82

Zaeni A. Noeh dan A. Basit Adnan. 1983. Sejarah Singkat Peng

adilan Agama di Indonesia. Ibid; hlm.86

Page 137: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

137

MEMBACA ALAM PIKIRAN MASYARAKAT

KAMPUNG DUKUH MELALUI NADOMAN

Ari Sugianto

[email protected]

Abstrack

This research aims to uncover the local wisdom of the dukuh

villagers that are well maintained amidst the swift currents of

modernization but have managed to preserve nature and the

harmony of society in simplicity. The dark side of modernization

impacts the destruction of nature due to massive exploitation,

economic inequality constructs individualism and technological

advances turn into disasters for nature and modern humans.

Analytical descriptive research method with data collection

through interviews, and study of documents in the form of

nadoman manuscripts. Using a multidisciplinary approach such

as character education, music theory and Foucault's discourse

theory as a findings analysis tool to get a comprehensive

understanding.

The results of the study show that the hamlet community builds its

culture using religious values, mutual cooperation, and love for

the environment. These values are internalized, socialized and

encultured through various media, one of which is music / song /

nadoman so as to produce a simple, harmonious and compact

lifestyle, and respect and obey ancestral rules against some

restrictions that govern human relations with ancestors, parents

and nature around.

keyword : local wisdom, culture

Page 138: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

138

A. Pendahuluan

Pada dasarnya budaya-budaya daerah yang hidup di

Indonesia dibangun oleh tiga dasar yang dominan yaitu, nilai

religius, nilai solidaritas dan nilai estetika (Abdullah, 2006).

Selain tiga hal tersebut, setiap masyarakat juga memiliki rumusan

adat istiadat yang isinya disusun berdasarkan hasil interaksi dan

interpretasi masyarakat setempat sehingga memiliki ciri khas

yang spesifik, maka adat istiadat tersebut sering disebut sebagai

suatu kearifan lokal (Koentjaraningrat, 2002).

Kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup

masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan

tempatnya hidup secara arif. Kearifan lokal dapat menjadi alat

yang mampu menyikapi masalah keanekaragaman budaya yang

terdapat di suatu kawasan. Nilai-nilai budaya yang mereka

dukung dijadikan pedoman untuk bergaul dengan lingkungan

masyarakat yang beragam. Dengan kearifan lokal, masyarakat di

suatu daerah dapat menjaga lingkungan hidup mereka agar

kelestarian dan kekayaan alam ini tetap terjaga (Akhmar dan

Syarifudin, 2007).

Kampung Dukuh di Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet

Kabupaten Garut, Jawa Barat, merupakan kampung adat yang

masih mempertahankan nilai nilai budaya dasar yang dimiliki dan

diyakini oleh masyarakat Kampung Dukuh ditengah-tengah

kemajuan peradaban disekitarnya. Pada kehidupan sehari-harinya

Page 139: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

139

masyarakat Kampung Dukuh menerapkan pola hidup seperti

yang diwariskan oleh leluhurnya dari generasi ke generasi

sederhana yaitu kesederhanaan jauh dari kemewahan.

Walaupun masyarakat adat Kampung Dukuh sangat

kental memegang tradisi nenek moyangnya, tetapi mereka juga

sangat taat menjalankan syariat agamanya, dalam hal ini ajaran

Islam. Tradisi keislaman mereka sangat kental, fenomena tersebut

tampak ketika datang panggilan salat lima waktu, seperti: Zuhur,

Asar, Magrib, Isya, dan Subuh, para orang tua dan anak-anak

ramai mengikuti salat berjamaah. Setelah salat berjamaah zuhur,

Magrib, dan Subuh, anak-anak langsung mengikuti pengajian

yang dibimbing oleh ustaz dan ustazah setempat. Kemudian

dilaksanakan pengajian rutin kaum ibu setiap hari Selasa dan hari

Jumat sore, sementara pengajian bapak-bapak dilaksanakan

menjelang shalat jum‟at.

Bagi masyarakat kampung Dukuh kondisi tersebut

bukanlah merupakan permasalahan, akan tetapi ini menjadi

masalah tatkala menggunakan sudut pandang masyarakat modern

saat ini. Masyarakt modern Menurut Soerjono Soekanto, Secara

garis besar masyarakat modern memiliki ciri khas antara lain;

bersikap terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru dan

penemuan-penemuan baru. Hal ini sangat kental dengan nuansa

pengetahuan ilmu dan tekonologi, dimana masyarakat modern

memiliki keyakinan tinggi akan manfaat IPTEK terhadap kualitas

Page 140: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

140

keberlangsungan kehidupan manusia hari ini dan masa yang akan

datang. Ilmu dan Teknologi menjadi alat dan cara menghadapi

berbagai permasalahn, tantangan dan keterbatasan hidup.

Mansour Fakih berpendapat bahwa masyarakat modern adalah

masyarakat yang sangat perhatian dan menekankan pada sikap

dan nilai-nilai individu serta kemampuan produktifitas sumber

daya manusia (SDM). Oleh karena itu, keterbelakangan

masyarakat (dianggap) bersumber pada faktor-faktor intern

Negara atau masyarakat itu sendiri, terutama dalam bidang

pendidikan. Sedangkan menurut Francis Abraham menjelaskan

bahwa masyarakat modern merupakan hasil evolusi dari

masyarakat tradisional yang mengalami proses perubahan dalam

segala bidang, baik budaya, politik, ekonomi dan sosial, gaya

hidup lebih kompleks dan maju secara teknologis serta cepat

berubah. Masyarakat modern juga merupakan suatu tatanan sosial

yang lebih mengedepankan rasionalitas, universalisme,

equalitarianisme, spesialisasi fungsional, dan tidak ketinggalan

juga tingkat pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan

zaman

Melalui pandangan masyarakat modern terhadap realitas

kampung Dukuh bahwa kodisi tersebut bisa dianggap sebagai

sebuah fenomena keterbelakangan. Pelestarian budaya dan

ketaatan terhadap nilai-nilai budaya warisan leluhur akan menjadi

identitas kebodohan bahkan bisa dikatakan implementasi

pembodohan menggunakan dogma. Sistem perekonomian yang

Page 141: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

141

terjadi di kampung dukuh tanpa system jual beli dan

menggunakan barter akan dianggap sebagai pemiskinan

masyarakt kampung dukuh dan mematikan kreatifitas.

Kesimpulannya bahwa berdasarkan kacamata modern,

masyarakat adat kampung dukuh akan dipandang sebagai

masyarakat dengan pemikiran terbelakang, miskin, tidak rasional,

mistis dan primitive.

Akan tetapi, kondisi masyarakat modern sekarang telah

mengalami banyak kegagalan. Indikasi yang bisa kita lihat

diantaranya kerusakan alam karena eksploitasi berdalih

kebutuhan dan kesejahteraan. Ketimpangan ekonomi antara yang

kaya dan yang miskin semakin tajam, bahkan mengkontruksi

masyarakat yang condong kearah individualistis. Teknologi

kemudian menjadi bencana, seperti teknologi kendaraan roda

empat yang hari ini menjadi masalah serius seolah menjadi

malapetaka bagi masyarakat modern seperti kelangkaan energy,

kemacetan menjadi pemicu stress, arogansme dan individualisme,

pemicu utama kecelakaan dan predator manusia dijalan raya.

Berdasarkan uraian tersebut, menjadi penting untuk

diteliti mengenai kesuksesan masyarakat adat kampung dukuh

dalam menjaga keseimbangan alam, memelihara hubungan sosial

yang harmonis, serta menjalani kehidupan dengan kesederhanaan

penuh dengan nilai-nilai religious. Tujuan dari penelitian ini tentu

Page 142: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

142

saja untuk menggali hal-hal yang penting untuk dijadikan

pembelajaran bagi masayarakat modern.

B. Pembahasan

Begitu luasnya pembahasan mengenai kampung adat

dukuh ini penulis akan focus pada salah satu kenunikan

masyarakat kampung dukuh mengenai nadoman. Nadoman

dikategorikan sastra lisan yang hidup di tengah masyarakat tanpa

diketahui siapa dan kapan ditulis. Ia bersifat anonim. Dalam

sastra lisan ini tidak hanya sastra tapi juga mengandung unsur

seni musik. Pada masyarakat sekarang, nadoman ini kemudian

lebih dikenal sebagai pupujian. Sejumlah nadoman dari masa lalu

masih hidup hingga hari ini, termasuk masyarakat kampung

dukuh yang masih menggunakan nadoman sebagai kontruksi nilai

terhadap masayarakatnya. Mereka masih mempraktikkan pola-

pola tradisi nadoman melalui beragam kegiatan. Diantaranya

adalah kegiatan seperti gotongroyong, tawasul (berdoa), memulai

pengajian anak maupun orang tua (nasihat pembuka serta

penutup), menunggu waktu shalat, serta shalawat khas ala

masyarakat kampung Dukuh. cara membawakan atau lagu yang

digunakan sudah mengadaptasi selera lokal, termasuk

menggunakan lagu-lagu yang tengah populer.

Peneliti akan menggunakan pendekatan pendidikan

karakter yang terletak pada tiga bangunan utama pendidikan

karakter pertama nilai, kedua kontruksi nilai, ketiga perilaku

Page 143: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

143

karakter. Sehingga dapat dirumuskan permasalahan melalui tiga

pertanyaan besar tersebut. Melalui kajian naskah nadoman yang

penulis peroleh dari kampung dukuh, serta melihat nadoman

sebagai bentuk karya sastra dan mengandung musik maka penulis

akan menganalisis menggunakan beberapa pendekatan disiplin

ilmu diantaranya teori mengenai musik. Musik sebagai cerminan

pikiran dan cara hidup orang (Hardjana, 2003:37). Beliau

menjelaskan bahwa alam, bakat pribadi, kesadaran tentang

keindahan, dan pengaruh bentukan lingkungan serta budaya,

ternyata berpengaruh terhadap sikap dan tanggapan orang

terhadap musik. Musik tidak hanya berkaitan dengan rasa

keindahan dan bakat alam saja, tetapi saling berhubungan dengan

kompleksitas budayanya. Hardjana mencontohkan dengan musik

Bali, karena predominasi lingkungan dan budaya yang sangat

kuat, music Bali menunjukkan watak setempatnya yang kuat. Hal

ini menunjukkan bahwa musik lahir bukan hanya karena alasan-

alasan pribadi, tetapi sejarah, alam, dan lingkungan budaya serta

pengalaman pribadi yang mempengaruhi terbentuknya suatu

wacana musik pada seseorang atau masyarakat tertentu.

Selain itu, teori wacana dari Facout akan menjadi

guidelilne pembahasan penelitian ini. Menurut Facout, wacana

adalah segala sesuatu yang dikomunikasikan melaui media

bahasa atau sistem tanda dan mengandung muatan nilai. Setiap

wacana mengandung perihal subjek, dari rumusan wacana dan

operasinya dalam kehidupan masyarakat, maka kemudian

Page 144: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

144

muncullah konstruksi identitas. Teori wacana Foucault dalam

artikel ini diperlakukan sebagai cara pandang dalam melihat

wacana yang terkandung didalam teks lirik nadoman. Tidak

hanya terhadap teks nadoman, penulis juga mencari data

pendukung melalui pernyataan hasil wawancara yang penulis

yakini mengandung wacana terkait masalah di atas.

Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai

berikut;

1. Nilai karakter apa yang terkandung dalam naskah

nadoman kampung dukuh?

2. Bagaimana kontruksi nilai tersebut dibangun?

3. Bagaimana perilaku berkarakter masyarakat kampung

dukuh?

Diskusi dan Pembahasan

Berikut salah satu bait dan lirik nadoman yang sering

dikumandangkan atau dinyanyikan oleh masyarakat kampung

dukuh;

Lirik asli Terjemahan

Hirup di dunia ukur ngumbara

Harta jeung anak fitnah nu nyata

Kuatkeun iman tingkatkeun takwa

Pasti salamet di ahir mangsa

Hidup didunia hanya Petualangan sebentar

Harta dan Anak Fitnah nyata dunia

Kuatkan iman dan tingkatkan taqwa

Pasti selamat di hari kiamat

Page 145: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

145

Berdasarkan pada naskah lirik nadoman di atas mengandung

beberapa pernyataan-pernyataan yang kemudian membentuk

sebuah wacana dan mengkontruksi subjek. Salah satu lirik

nadoman berisi tentang :

a. Pernyataan cara hidup dan panganan keduniaan

Pernyatan mengenai kehidupan dunia dianggap sebagai

“ngumbara”, dalam bahasa Indonesia sama dengan kata

mengembara. Menurut kamus bahasa Indonesia artinya adalah

pergi ke mana-mana tanpa tempat tinggal tertentu, kemudia

dicontohkan penggunaan kata tersebut melalui sebuah kalimat

“setelah beberapa lama mengembara di dunia Barat, kini ia

kembali ke Indonesia. Hal tersbut menjelaskan bahwa

mengembara adalah kegiatan bepergian dari tempat asal ke

tempat tertentu bukan untuk bermukim dan tinggal akan tetapi

kelak akan kembali ketempat asal. Dalam bahasa Arab

mengembara diistilahkan dengan siyahah. Menurut tinjauan

bahasa siyahah bermakna mengadakan perjalanan di muka bumi

(at Tahrir wat Tanwir karya Ibnu Asyur 6/106). Di kitab Lisan al

Arab disebutkan bahwa makna siyahah adalah “meninggalkan

tempat kediaman untuk bepergian di muka bumi”. Sementara

menurut Ibnu katsir dalam tafsir surat Attaubah ayat 112

Page 146: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

146

menjelaskan makna siyahah adalah orang yang berpuasa dan

meninggalkan kelezatan.

Keyakinan masyarakat kampong dukuh mengenai cara

hidup “ngumbara” di dunia, penulis temukan kembali pada lirik

nadoman yang lain sebagai berkut;

Lirik asli Terjemahan

Didunya urang ngumbara

Hirup moal saheubeulna

Akherat mah salawasna

Teu aya etanganna

Didunia kita mengembara

Hidup tidak akan selamanya

(abadi)

Akhiratlah yang selamnya

Tiada hitungannya

Lirik tersebut memiliki pernyataan yang sama mengenai

kehidupan dunia sebagai sebuah pengembaraan. Kelak suatu hari

akan kembali ke tempat asal yang direpresentasikan melalui

pernyataan lirik “akherat mah salawasna”. Pernyataan tersebut

menggambarkan perbandingan atau pertentangan dengan

pernyataan sebelumnya, bahwa lebih baik menuju atau mencari

kehidupan akhirat yang kekal selama-lamanya.

Pandangan masyarakat kampong dukuh mengenai hidup

didunia bukanlah kehidupan yang sesungguhnya (ngumbara),

selama hidup akan dicoba atau diuji tertuang dalam pernyataan

Page 147: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

147

dan wacana mengenai status atau kedudukan anak dan harta.

Lirik nadoman tersebut memposisikan anak dan harta serta

keluarga sebagai fitnah nyata. Beberapa makna fitnah menurut

Sa'id Abu Ukkasyah diataranya; cobaan dan ujian, memalingkan

dari jalan kebenaran dan menolaknya, syirik dan kekufuran,

terjatuh di dalam kemaksiatan dan kemunafikan, samarnya antara

kebenaran dengan kebatilan, penyesatan.

Uraian tersebut menurut peneliti menggambarkan alam

pikiran masayarakt kampung dukuh sekaligus menjadi jawaban

mengapa mereka begitu sederhana. Warga Kampung Adat Dukuh

di Desa Cijambe Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut, Jawa

Barat, berpandangan hidup mirip pola sufisme. Sehingga landasan

budaya tersebut, tidak hanya berpengaruh pada bentukan fisik

pedesaan dan adat istiadat masyarakatnya akan tepapi pada

orientasi hidup yaitu jauh dari gemerlap kemewahan (Zuhud),

dan modernisasi. Mereka menolak kehadiran teknologi modern,

karena khawatir selain akan merusak tatanan adat istiadat

masyarakat Kampung Dukuh juga bertentangan dengan cara

pendang mereka terhadap kehidupan dunia, memupuk

kesombongan, mendekatkan pada riya. Wacana tersebut

dikuatkan sebagaimana yang diungkapkan oleh ketua adat

sebagai berikut ;

“Bila barang-barang modern itu masuk ke

Kampung Dukuh kemudian warga Dukuh memiliki

Page 148: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

148

barang-barang tersebut, maka masyarakat akan

terkesan merasa mewah. Dengan perasaan mewah

itu mereka akan menjadi sombong, sedangkan

sombong dan pamer dilarang oleh para leluhur.

Kalau itu terjadi maka tinggal menunggu waktu

malapetaka akan menimpa masyarakat Dukuh,

seperti yang pernah terjadi kebakaran di kampung

ini gara-gara ada warga yang membawa barang-

barang tadi”(wawancara dengan Ketua Adat).

Selain Zuhud, penekanan orientasi hidup yang dimiliki

oleh masyarakat kampung dukuh adalah tentang persiapan

menghadapi kematian. Banyak sekali wacana mengenai hal-hal

tersebut ditemukan pada lirik nadoman yang ada pada masyarakat

kampong dukuh. Beberapa lirik tersebut sebagai berikut :

Lirik asli Terjemahan

Lobakeun pisan mieling pati

Sabab ieu the datangna pasti

Nyawa dipundut robbul ijati

Mangkade hirup sing ati-ati

Datangna ajal diri sumerah

Nyawa jeung jasad tuluy papisah

Anak kulawarga karumpul kabeh

Tuluy badan dibungkus ku boeh

Perbanyak mengingat mati

Sebab ini datangnnya pasti

Nyawa di cabut oleh Allah

Maka hiduplah dengan hati-hati

Datangnya ajal diri hanya pasrah

Nyawa terpisa dari jasad

Anak kerbat kemudian berkumpul

Kemudian jenazah dibungkus kafan

Page 149: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

149

Nu nganteur janasah tilu perkara

Amal jeung harta, anak kulawarga

Harta anak bakal baralik deui

Amal mimilu nu jadi saksi

Yang mengantar jenzah hanya tiga hal

Amal dengan harta, anak keluarga

Harta dan anak keluarga kembali ke rumah

Amal yang ikut ke kubur menjadi saksi

Eling-eling dulur kabeh

Ibadah ulah taboleh

Beurang peuting ulah weleh

Sateuacan urang paeh

Sabab urang bakal pati

Nyawa dipundut kugusti

Mangka kudu ati-ati

Kana ibadah sing ngarti

Kaduhung kaliwat langkung

Henteu nyembah ka hyang agung

Sakarat nyeri kalangkung

Urang teu meunang embung

Eligkeun sadaya dulur

Ieu the kadar pitutur

Ibadah ulah diundur

Sateuacan balik ka kubur

Sadarlah wahai saudara

Ibadah janga lengah

Siang malam upayakan

Sebelum kita mati

Sebab kita pasti mati

Nyawa dicabut Tuhan

Makanya berhati-hatilah

Beribadahlah dengan faham

Terlambat untuk menyesal

Tidak ibadah pada tuhan

Sekarat itu menyakitkan

Tidak bisa kita tawar

Sadarkan semua saudara

Ini adalah pesan penuntun

Ibadah jangan diundur

Sebelum kembali ke kubur

Page 150: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

150

b. Adab dengan orang tua dan leluhur

Masyarakat kampong dukuh mempunyai beberapa

penekanan sikap seorang anak berinteraksi kepada kedua orang

tua. Ada dua belas etika yang diajarkan berdasarkan nadoman

berikut:

Lirik asli Terjemahan

Ari sopan santun kaibu ramana

Duabelas rupi akhlak sadayana

Hiji ngupingkeun kana cariosanna

Ulah pisan baha kaibu ramana

Kadua kedah nurut parentahna

Ulah pisan liwar henteu ngupingkeunna

Katiluna kedah pisan banget hormat

Sangkan urang bagja dunia akherat

Opat ulah mapah dipayuneunna

Karna hante hormat kaduaanna

Lima ulah narikeun sora tibatan

Kana sora ibu rama ngaliwatan

Genep kedah ngawaleran panyelukna

Kalawan jawaban anu pangsaena

Tujuh ulah ngabangkit ngarungsingan

Pedah ka ibu rama tos nyenang-nyenang

Tentang sopan dan santun kepada

Dua belas macam akhlak kesemuanya

Pertama mendengarkan terhadap perkataan

Jangan sampai melawan kepada ayah ibu

Kedua taat perintahnya

Jangan membangkan dan mengabaikan

Ketiga mesti hormat

Supaya hidup bahagia dunia akhirat

Keempat jangan berjalan didepan mereka

Karena menunjukkan kurang hormat

Kelima jangan mengeraskan suara

Melebihi suara kedua oran tua

Keenam harus menjawab panggilannya

Menggunakan kata kata terbaik

Ketujuh jangan memancing amarahnya

Mentang-mentang sudah berbuat baik

Page 151: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

151

Balik sakumaha kumawulaoge

Kedah ngaraoskeun lalawora bae

Kadalapan keudah kacida hoyongna

Kana kengeng karidhoan duanana

Margi ridho Aloha nu maha agung

Karna riho ibu ramana tergantung

Najan sakumaha thoat kapangeran

Nanging ka ibu rama teu ngahargaan

Maka gusti allah teu ridho ka anjeuna

Ditutur dina hadisna kaunggelkeun

Kasalapan kedah ngarendahkeun diri

Ulah luhur sumawona nganyeyeri

Kasapuluh ulah wanton molototan

Rujap-rijep maen mata ngaheureuyan

Kasabelas kedah pisan bear budi

Dipayuneun ibu rama pribadi

Najan ibu rama kurawed haseum

Anakmah keudah bae bageur sing kalem

Duabelas ulah wanton nyanyabaan

Anging pamit heula nyuhunkeun widian

Mengupayakan pulang untuk melayani mereka

Harus merasa khawatir terhadap mereka

Kedelapan harus menginginkan

Terhadap keridoan kedua orang tua

Karena ridho Alloh yang maha agung

Tergantung keridhoan kedua orang tua

Betapapun kalian taat kepada Allah

Akan tetapi tidak taat kepada keduanya

Maka allah tidak akan pernah ridho

Berdasarkan hadis yang disampaikan nabi

Kesembilan harus merendah

Jangan tinggi hati bahkan menyakiti mereka

Kesepuluh jangan menatap dengan melotot

Kedap-kedip mata bersahabat bercandalah

Kesebelas harus banyak pemakluman

Dihadapan ibu dan ayah sendiri

Meskipun mereka murung

Seorang anak harus baik dan tenang

Kedua belas jangan pernah bepergian

Tanpa pamit kepada keduanya mendapat izin

Pernyataan-pernyataan pada nadoman di atas megajarkan

mengenai akhlak terbaik anak terhadap kedua orang tua. Lirik

tersebut memiliki wacana mengenai;

Page 152: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

152

1) Etika ketika berhadapan dengan orang tua baik

sebagai pendengar atau orang yang berbicara meliputi

sikap ketika mendengar, mimik muka ketika

menyampaikan pendapat, serta intonasi nada yang

tidak boleh lebih tinggi dari kedua orang tua

2) Perasaan hormat terhadap orang tua harus ditunjukkan

melalui pemakmluman terhadap orang tua ketika

mereka sedang marah, sedih. Meminta izin dan ridho

sebelum seorang anak berbuat sesuatu, bahkan ketika

sudah berpisah rumah seorang anak harus memerlukan

mengurusi kedua orang tua betapa sibuk atau jauh,

tidak boleh seorang anak tidak memberikan kabar

kepada kedua orang tua.

Etika dan bentuk penghormatan seperti itu ternyata tidak

hanya kepada orang tua yang masih hidup, akan tetapi diterapkan

pula kepada orang tua atau leluhur yang sudah meninggal. Hal

tersebut nampak pada sikap dan tatacara ketika duduk dan tidur,

menjadi terlarang bagi masyrakat atau pengunjung duduk

berselonjor kaki ke arah makam leluhur mereka termasuk posisi

saat tidur sekalipun tidak boleh kaki mengarah ke utara atau arah

makam sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur yang

sudah meninggal.

Page 153: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

153

c. Pendekatan nilai karakter

1.) Nilai inti

Menurut Suyanto, pendidikan karakter adalah sebagai

cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu

untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,

masyarakat, bangsa, maupun negara. Sementara menurut

Lickona adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu

seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan

melakukan nilai-nilai etika yang inti. Berdasarkan kedua

pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa pendidikan

karakter adalah upaya menyadarkan manusia untuk berperilaku

dalam keseharian dimanapun dia berada sesuai dengan ukuran

ukuran kebaikan atau hal positif yang universal (nilai inti).

Berdasarkan analisis terhadap lirik nadoman, penulis

menyimpulkan bahwa warga kampung dukuh memiliki nilai inti

yang dikembangkan dan diimplementasikan untuk membentuk

karakter masyarakatnya yaitu memiliki karakter pertama adalah

nilai religius yang diturunkan menjadi dua point; kesederhanaan

hidup (Zuhud), dan orientasi pada persiapan menghadapi

kehidupan setelah mati. Kedua nilai tanggung jawab yang

diturunkan menjadi tanggung jawab anak terhadap orang tua.

Penulis berpendapat bahwa sumber yang menjadi chore ethical

value berasal dari ajaran Islam yang diajarkan oleh pendiri

kampung Dukuh bernama Syekh Abdul Jalil, salah satu ajaran

Page 154: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

154

Islam yang dimaksud misalnya sebuah hadist Dari Ibnu Umar

radhiallahuanhuma berkata: Rasulullah shallallahu „alaihi wa

sallam memegang kedua pundak saya seraya bersabda:

“Hiduplah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau

pengembara“, Ibnu Umar berkata: “Jika kamu berada di sore hari

jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan

tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat)

sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu.” (Riwayat

Bukhari).

Imam Abul Hasan Ali bin Khalaf dalam syarah Bukhari

berkata bahwa Abu Zinad berkata : “Hadits ini bermakna

menganjurkan agar sedikit bergaul dan sedikit berkumpul dengan

banyak orang serta bersikap zuhud kepada dunia”. Abul Hasan

berkata : “Maksud dari Hadits ini ialah orang asing biasanya

sedikit berkumpul dengan orang lain sehingga dia terasing dari

mereka, karena hampir-hampir dia hanya berkumpul dan bergaul

dengan orang ini saja. Ia menjadi orang yang merasa lemah dan

takut. Begitu pula seorang pengembara, ia hanya mau melakukan

perjalanan sebatas kekuatannya. Dia hanya membawa beban yang

ringan agar dia tidak terbebani untuk menempuh perjalanannya.

Dia hanya membawa bekal dan kendaraan sebatas untuk

mencapai tujuannya.” Hal ini menunjukkan bahwa sikap zuhud

terhadap dunia dimaksudkan untuk dapat sampai kepada tujuan

dan mencegah kegagalan, seperti halnya seorang pengembara

yang hanya membawa bekal sekadarnya agar sampai ke tempat

Page 155: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

155

yang dituju. Demikian halnya masyarakat kampung Dukuh,

dengan segala bentuk kebudayaannya mengnadung nilai-nilai

tersebut.

2.) konstruksi nilai karakter

Kontruksi pendidikan karakter berarti berkenaan dengan

berbagai upaya menanamkan nilai inti. Menurut Aan Hasanah

kontruksi pendidikan karakter dilakukan melalui proses

sosialisasi, internalisasi dan enkulturisasi. Nadoman beserta

liriknya menjadi media sosialisasi, internalisai dan enkulturisasi

nilai-nilai karakter yang hendak dibangun oleh masyarakat

kampung Dukuh. Nadoman sebagaimana dibahas pada bagian

sebelumnya memiliki dimensi musik karena memiliki irama dan

lirik yang harmonis. Nadoman menjadi aktifitas keseharian

masyarakat kampung dukuh dan mewarnai berbagai macam

aktifitas sehari-hari.

Musik dapat mempengaruhi alam pikiran, sikap, dan

perilaku, sebaliknya alam pikiran mampu terpresentasikan dalam

musik. Mekanisme yang dibangun oleh musik merupakan simbol

serta bahasa gambar yang memiliki suatu teknik penyampaian

informasi melalui ekspresi penggambaran peran, karakterisasi

tokoh hingga pembentukan pesan-pesan tertentu dibalik dari

sebuah bentuk visualisasi yang digambarkan dari suatu

kenyataan. Hingga akhirnya mampu memberikan perubahan

kepada khalayak pendengar atau pelantun baik bersifat positif

Page 156: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

156

maupun negative. Kemudian symbol dan pesat tersebut tertanam

menjadi bagian dari pengalaman hidup mereka, sehingga

memiliki kecenderungan mendorong khalayak untuk

mempresentasikan, dan mempertahankan makna musik tersebut.

Sebagaimana pendapat Hodges menyatakan bahwa tidak

dipungkiri lagi, musik memegang peranan penting pada

perkembangan manusia khususnya remaja. Musik bukan sekedar

pengisi waktu luang, tetapi sebagai kekuatan sosial yang

mempengaruhi cara mereka berbicara, berpakaian, bertingkah

laku serta berpikir.

3.) Perilaku berkarakter

Bentuk nyata dari perilaku berkarakter masyarakat

kampung dukuh diwujudkan dalam praktik kehidupan sehari-hari.

Bentuk rumah yang sederhana dengan model yang hamper

seragam diyakini dapat menghindarkan masyarkat Kampung

Dukuh Dalam dari sifat iri, dengki, dan riya‟. Kesederhanaan

memunculkan rasa sekelas, tidak ada persaingan dalam hal

duniawi, dan strata sosial. Implikasi nyata yang dirasakan oleh

warga Kampung Dukuh Dalam dengan memiliki rumah

sederhana adalah rasa damai dan tenang karena terbebas dari

keinginan duniawi. Karena prinsip ini pula, seluruh warga

Kampung Dukuh Dalam tidak menggunakan listrik. Penolakan

terhadap listrik ini bukan didasarkan alasan keterbatasan ekonomi

warga, namun untuk tujuan menghindari efek dari akses terhadap

Page 157: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

157

listrik yang dapat mengganggu kualitas ibadah warga. Nafsu

terhadap barang-barang mewah bisa jadi sulit dibendung ketika

akses listrik mudah diperoleh, seperti keinginan memiliki barang

elektronik kulkas, microwive, mesin cuci, televisi, radio atau tape

sehingga mendengarkan atau menonton sajian yang tidak penting.

Gotong royong dan saling menolong terjalin dangat kuat

diatara para warga dalam berbagai kegiatan terlihat masyarakat

kampung dukuh begitu guyub. Bahkan memperlakukan tamu atau

pengunjung yang hadir, mereka bergotong royong melakukan

ritual budaya “nagahaturan tuang” adalah kegiatan memberikan

sebagian bahan makanan mentah dengan maksud dan tujuan

tertentu dan diberi doa serta memohon berkah dari Syekh Abdul

Jalil. Hal ini dilakukan oleh kuncen sendiri, setelah diberi doa

makanan tersebut dimasak dirumah kuncen oleh istri kuncen serta

para warga yang berada di rumah kuncen dengan catatan tidak

boleh dalam keadaan haid harus bersih dari hadast besar dan kecil

serta tidak boleh melangkahinya. Selanjutnya makanan yang telah

dimasak dan di doakan tersebut dibawa ke bumi alit dan setelah

itu diperuntukan untuk para tamu dan sebagian dibagikan kepada

warga Dukuh secara keseluruhan.

Perilaku beribada khususnya kaum laki-laki Dalam set iap

pelaksanaan shalat wajib berjama‟ah yang dilakukan di mesjid

terutama masjid yang berada di Dukuh dalam, kuncen selalu

bertindak sebagai imam maupun khotib. Masyarakat dukuh selalu

Page 158: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

158

berusaha melaksanakan ibadah sholat wajib secara berjama‟ah.

Mereka percaya bahwa ibadah yang dilakukan secara bersama-

sama mempunyai manfaat yang sangat banyak. Selain mendapat

pahala yang berlipat ganda juga dapat saling bertukar informasi

di mesjid tentang hal apapun yang terjadi sehingga dapat

mempererat tali silaturahmi antara satu dengan yang lainnya.

Masjid selalu ramai diwaktu shalat karena semua pekerjaan

warga ditinggalkan sesaat untuk melaksanakan kewajiban

tersebut. Untuk kaum perempuannya, mereka melaksanakan

ibadah sholat wajib di rumah masing- masing. Bersebelahan

dengan sebuah madrasah tempat dimana setiap pagi, sore dan

malam selalu dipenuhi oleh anak- anak dari masyarakat Kampung

Adat Dukuh yang belajar ilmu agama, orang disana menyebutnya

dengan ngaos.

Beberapa aktivitas di atas berjalan secara kontinyu.

Konidisi tresebut dipilih dan dijalani masyarakat kampung dukuh

dengan sukarela, tanpa paksaan dari siapapun, sebaliknya mereka

akan menolak ketika diajak atau dianjurkan untuk merubah

pilihan sikap mereka. Aktivitas sehari-hari mereka menjadi

identitas moral warga kampung dukuh yang sejauh ini dianggap

efektif menjaga perilaku masyarakatnya untuk tetap menjadi

pribadi yang religious, kompak, dan berhasil menjaga

kelestarikan alam.

Page 159: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

159

C. Kesimpulan

Warga Kampung Adat Dukuh di Desa Cijambe

Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut, Jawa Barat, berpandangan

hidup mirip pola sufisme. Sehingga landasan budaya tersebut,

tidak hanya berpengaruh pada bentukan fisik pedesaan dan adat

istiadat masyarakatnya akan tepapi pada orientasi hidup yaitu

jauh dari gemerlap kemewahan (Zuhud), dan modernisasi.

Mereka menolak kehadiran teknologi modern, karena khawatir

selain akan merusak tatanan adat istiadat masyarakat Kampung

Dukuh juga bertentangan dengan cara pendang mereka terhadap

kehidupan dunia, memupuk kesombongan, mendekatkan pada

riya.

Nadoman menjadi media sosialisasi, internalisai dan

enkulturisasi nilai-nilai karakter yang hendak dibangun oleh

masyarakat kampung Dukuh. Nadoman menjadi aktifitas

keseharian masyarakat kampung dukuh dan mewarnai berbagai

macam aktifitas sehari-hari untuk memulai, mengisi, dan

mengakhiri aktivitas ritual adat maupun ritual ibadah.

Page 160: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

160

Daftar Pustaka

Adimihardja.dkk. 1987. Laporan Penelitian Tahap II Pandangan

Hidup Orang Sunda Seperti Tercermin Dalam Tradisi

Lisan Dan Sastra Sunda. Depdikbud. Bandung.

Ardianto, E. (2006, 11). Filsafat Kearifan Lokal Etnik Sunda dan

Barat. Fikom Upad, p. 7.

D.F, I. M. (2013). Realitas Pemenuhan Hak-hak Sipil Masyarakat

Adat Kampung Dukuh. Peneliti Puslitbang Kehidupan

Keagamaan Kementrian Agama RI (pp. 179-192). Jakarta:

Litbang Kemenag RI.

Gunara, S. (2009, 02 19). Wordpress.com. Retrieved 05 1, 2016,

from http://dikmusik.wordpress.com/manfaat-musik-

untuk-pendidikan-anak

Hamzah, A. (2010). Hubungan Antara Preferensi Musik dengan

Risk Taking Behavior Remaja. Jakarta: UIN SYARIF

HIDAYATULLAH.

Heryana, D. (2015). Upacara Hajat Sasih Masyarakat Adat.

Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Hidayatullah, P. (2016). Mengkaji Lagu Ta' Andi' Rokok (Cia-

Cia). Kajian Seni UGM, 178-194.

Kahmad, H. 2008. Agama Islam Dalam Perkembangan Rakyat

Sunda.

Page 161: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

161

(http://www.w3.org/Agama_Islam_Dalam_Perkembangan

_Budaya_Sunda.htm) Diakses tanggal 19 April 2017.

Kurniawan, Idham. 2001. Pelaksanaan Adat Istiadat pada

Masyarakat Kampung Dukuh. Skripsi. Jatinangor :

Jurusan Antropologi FISIP Unpad. Tidak Dipublikasikan.

Wignjosubroto, S. 1999. Komunitas Lokal Versus Negara

Bangsa: Perbedaan Persepsi dan Konsepsi tentang

Makna Lingkungan. Background Paper dalam diskusi

RUU tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan. Jakarta

:FKKM.

Yulia Estmirar Tanjov. (2011). Kampung Dukuh dan Adat

Istiadatnya Sebagai Daya Tarik Wisata. Sumedang:

UNPAD.

Page 162: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

162

PERKAWINAN BEDA AGAMA

MENURUT UNDANG UNDANG PERKAWINAN

DI INDONESIA

Siti Ropiah

Abstract

In general, the marriage of religious differences has the

potential to create legal problems for both married couples

themselves and outsiders / thirds including inheritance rights of

children born from different religious marriages. Issues that can

arise if a religious marriage is held, among others; Marital

validity, marriage recording and child status.

Keyword : Mixed Marriage, Marriage Different Religion,

Marriage Ban

A. Pendahuluan

Perkawinan berbeda agama merupakan masalah yang

sangat sulit untuk dipecahkan tanpa penyelesaian dan

penjelasan yang tuntas di negara kita tercinta. Banyak pencari

keadilan yang kandas dalam menuntut hak mereka supaya

dilegalkan. Seperti baru-baru ini Mahasiswa UI meminta uji

materi terkait legalisasi perkawinan berbeda agama ke

Mahkamah Konstitusi. Dia berpendapat bahwa ada potensi

hak konstitusionalnya dirugikan.

Page 163: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

163

Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan di

Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawian dan Instruksi

Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam. Kedua produk perundang-undangan

ini mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan

perkawinan termasuk perkawinan antar agama.114

Dalam

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan pasal 2 ayat (1) disebutkan: “Perkawinan

adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu”. Dalam rumusan ini

diketahui bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-

masing agama dan kepercayaan.

B. Pembahasan

Peraturan peraturan yang terkait perkawinan beda

agama di Indonesia sebagai berikut :

a. UU No. 1/1974 tentang Perkawinan

b. Intruksi Presiden No. 1/1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam di Indonesia

114

Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-

undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, (Jakarta: Dian Rakyat, 1986), Cet. Ke-

1, 16.

Page 164: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

164

c. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun

2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang diubah

dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 24

Tahun 2013 (“UU Adminduk”)

Perkawinan beda agama di Indonesia, sebelum

lahirnya UUP No. 1 Tahun 1974 dikenal dengan sebutan

“Perkawinan Campur”, sebagaimana diatur pertama kali

dalam Regeling op de gemengde Huwelijken, Staatblad

1898 No. 158, yang merupakan Peraturan Perkawinan

Campur/PPC). Dalam PPC tersebut terdapat beberapa

ketentuan tentang perkawinan campur (perkawinan beda

agama); Pasal 1: Pelangsungan perkawinan antara orang-

orang yang di Hindia Belanda tunduk kepada hukum yang

berbeda, disebut Perkawinan Campur. Pasal 6 ayat (1):

Perkawinan campur dilangsungkan menurut hukum yang

berlaku atas suaminya, kecuali izin para calon mitra kawin

yang selalu disyaratkan. Pasal 7 ayat (2): perbedaan agama,

golongan, penduduk atau asal usul tidak dapat merupakan

halangan pelangsungan perkawinan.

Berdasarkan UU No. 1/1974 pasal 66, maka

semua peraturan yang mengatur tentang perkawinan sejauh

telah diatur dalam UU No. 1/1974, dinyatakan tidak berlaku

lagi yaitu perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-

undang Hukum Perdata / BW, Ordonansi Perkawinan

Indonesia Kristen dan peraturan perkawinan campuran.

Page 165: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

165

Secara a contrario, dapat diartikan bahwa beberapa

ketentuan tersebut masih berlaku sepanjang tidak diatur

dalam UU No. 1/1974. Undang undang nomor 1 tahun 1974

pasal 57 menyatakan bahwa perkawinan campuran adalah

perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk

pada hukum yang berlainan, karena perbedaan

kewarganegaraan dan salah satu pihak

berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak

berkewarganegaraan Indonesia”.

Rumusan di atas membatasi diri hanya pada

perkawinan antara warga negara Indonesia dengan warga

negara asing. Adapun perkawinan antara sesama warga

negara Indonesia yang tunduk kepada hukum yang

berlainan, termasuk perkawinan antar agama, tidak

termasuk dalam lingkup batasan perkawinan campuran

menurut undang-undang ini. Kawin beda agama

(perkawinan campuran) adalah perkawinan antara dua

orang, pria dan wanita, yang tunduk pada hukum yang

berlainan karena beda agama.115

Perkawinan beda agama

terjadi apabila seorang pria dengan seorang wanita yang

berbeda agama yang dianutnya melakukan perkawinan

dengan tetap mempertahankan agamanya masing-masing

115

Mohammad Daud Ali, S.H., Hukum Islam dan Peradilan

Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), 55

Page 166: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

166

misalnya seorang pria beragama Islam dan seorang wanita

beragama Kristen atau sebaliknya.

Mengenai perkawinan beda agama yang dilakukan

oleh pasangan calon suami isteri dapat dilihat dalam UU

No.1/1974 tentang perkawinan pada pasal 2 ayat 1, bahwa

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Pada

pasal 10 PP No.9/1975 dinyatakan bahwa, perkawinan

baru sah jika dilakukan dihadapan pegawai pencatat dan

dihadiri dua orang saksi. Dan tata cara perkawinan

dilakukan menurut hukum masing-masing Agamanya dan

kepercayaannya. Sudhar Indopa menyatakan bahwa

sesungguhnya bukan negara yang melarang adanya

perkawinan beda agama, namun hukum agama. "Negara

bukannya tidak mau mengakomodir perkawinan beda

agama. Larangan tersebut tidak datang dari negara

melainkan dari hukum agama. Sepanjang tidak ada

pengesahan agama, adalah tidak mungkin Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil mencatat sebuah

perkawinan."116

Dalam penjelasan Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 ditegaskan bahwa dengan perumusan Pasal 2 ayat 1,

maka tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing

116 Sudhar Indopa, Perkawinan Beda agama, Solosi dan

Pemecahannya, (Jakarta: FH UI, 2006), 5.

Page 167: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

167

agamanya dan kepercayaannya itu. Ketentuan pasal

tersebut berarti bahwa perkawinan harus dilakukan

menurut hukum agamanya, dan ketentuan yang dilarang

oleh agama berarti dilarang juga oleh Undang-Undang

perkawinan. Selaras dengan itu, Hazairin menafsirkan

Pasal 2 ayat 1 beserta penjelasanya bahwa bagi orang

Islam tidak ada kemungkinan untuk menikah dengan

melanggar hukum agamanya., demikian juga bagi mereka

yang beragama Kristen, Hindu, Budha.117

Ketegasan

larangan ini jelas menunjukkan bahwa perkawinan

merupakan suatu perikatan lahir bathin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Adanya ketentuan dalam pasal 2 (1), Bahwa sahnya

perkawinan apabila dilakukan oleh masing-masing

agamanya dan kepercayaanya itu dan dalam Penjelasan

atas pasal tersebut ditegaskan, bahwa tidak ada

perkawinan diluar hukum masing-masing agamanya,

jelas bahwa perkawinan antar agama tidak sah dan bukan

perkawinan.118

117 Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No

1/1974, (Jakarta: Tintamas, Jakarta), 1986, 2 118

EOH, O.S, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. ke-1, 117

Page 168: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

168

Jarwo Yunu 119

mengatakan bahwa ada dua cara

dalam menyikapi perkawinan beda agama yaitu :

1) Salah satu pihak dapat melakukan perpindahan agama,

namun ini dapat berarti penyelndupan hukum, karena

sesungguhnya yang terjadi adalah hanya menyiasati

secara hukum ketentuan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun setelah

perkawinan berlangsung, masing-masing pihak

kembali memeluk agamnya masing-masing. Cara ini

sangat tidak disarankan.

2) Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor

1400.K/Pdt/1986, Kantor Catatan Sipil diperkenankan

untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Kasus

ini bermula dari perkawinan yang hendak dicatatkan

oleh Ani Vonny Gani P (Perempuan Islam) dengan

Petrus Hendrik Nelwan (Laki-laki Kristen). Dalam

putusannya Mahkamah Agung menyatakan bahwa

dengan pengajuan pencatatan pernikahan di Kantor

Catatan Sipil, maka Vonny telah tidak menghiraukan

peraturan agam Islam tentang perkawinan dan

karenanya harus dianggap bahwa ia menginginkan

agar perkawinannya tidak dilangsungkan menurut

agama Islam. Dengan demikian mereka berstatus tidak

119

Jarwo Yunu, Aspek Perkawinan Beda Agama Di Indonesia,

(Jakarta: CV. Insani, 2005), 11.

Page 169: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

169

beragama Islam, maka Kantor Catatan Sipil harus

melangsungkan perkawinan tersebut.

Dengan demikian, perkawinan tersebut tidak

dilaksanakan secara Islam dengan lembaga

perkawinannya adalah Kantor Catatan Sipil. Sebagai

dasar hukumnya adalah yurisprudensi putusan Mahkamah

Agung Reg No 1400 K/Pdt/1986 yang mengabulkan

permohonan antara kedua mempelai yang berbeda agama

Islam dan Kristen.

Isi keputusan Mahkamah Agung itu antara lain

memerintahkan pegawai pada Kantor Catatan Sipil DKI

Jakarta supaya melangsungkan perkawinan setelah

dipenuhi syarat-syarat perkawinan menurut Undang-

Undang. Sebagai pertimbangan, dalam putusan tersebut

antara lain disebutkan, bahwa dengan diajukan

permohoan melangsungkan perkawinan kepada Kepala

Kantor Catatan Sipil, harus ditafsirkan bahwa pemohon

ingin melangsungkan perkawinan tidak secara Islam.

Dengan demikian harus ditafsirkan bahwa dengan

mengajukan permohonan itu pemohon sudah tidak lagi

menghiraukan status agamanya. Dalam keadaan demikian

Kantor Catatan Sipil sebagai satu-satunya instansi yang

berwenang melangsungkan perkawinan bagi kedua calon

suami-istri non-Muslim, wajib menerima pemohon.

Page 170: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

170

Bentuk lain untuk melakukan perkawinan antar

agama dapat dilakukan dengan cara melakukan

perkawinan bagi pasangan yang berbeda agama tersebut

di luar negeri. Berdasarkan pada Pasal 56 Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 yang mengatur perkawinan di

luar negeri, dapat dilakukan oleh sesama warga negara

Indonesia, dan perkawinan antar pasangan yang berbeda

agama tersebut adalah sah bila dilakukan menurut hukum

yang berlaku di negara di mana perkawinan itu

berlangsung. Setelah suami isteri itu kembali di wilayah

Indonesia, paling tidak dalam jangka waktu satu tahun

surat bukti perkawinan dapat didaftarkan di kantor

pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka.

Namun secara tegas Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan hanya mengatur pencatatan

perkawinan, talak dan rujuk, yang berarti hanya acara

bukan materi hukum. Perkawinan yang dilangsungkan di

luar negeri oleh pasangan Warga Negara Indonesia beda

agama tetap merupakan perbuatan penyelundupan hukum,

karena kedua pasangan berusaha menghindar dari hukum

nasional. Perkawinan tersebut memang sah menurut

hukum negara tempat dilangsungkannya perkawinan

tersebut, tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang

berlaku di Indonesia.

Page 171: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

171

Wahyono Darmabrata mencatat ada empat cara

yang lazim ditempuh pasangan beda agama yang akan

menikah:120

1. Meminta penetapan pengadilan terlebih dahulu. Atas

dasar penetapan itulah pasangan melangsungkan

pernikahan di Kantor Catatan Sipil. Tetapi cara ini tak

bisa lagi dilaksanakan sejak terbitnya Keppres No. 12

Tahun 1983.

2. Perkawinan dilangsungkan menurut hukum masing-

masing agama. Perkawinan terlebih dahulu

dilaksanakan menurut hukum agama seorang mempelai

(biasanya suami), baru disusul pernikahan menurut

hukum agama mempelai berikutnya. Permasalahannya

perkawinan mana yang dianggap sah. Jika perkawinan

menurut hukum yang kedua (terakhir) menjadi

persoalan kembali tentang status perkawinan pertama.

3. Kedua pasangan menentukan pilihan hukum. Salah satu

pandangan menyatakan tunduk pada hukum

pasangannya. Dengan cara ini, salah seorang pasangan

'berpindah agama' sebagai bentuk penundukan hukum.

4. Yang sering dipakai belakangan, adalah

melangsungkan perkawinan di luar negeri. Beberapa

120

Wahyono Darmabrata, Tinjauan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan Beserta Undang-Undang dan Peraturan

Pelaksanaannya, (Jakarta: CV. Gitama Jaya, 2003), 102.

Page 172: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

172

artis tercatat memilih cara ini sebagai upaya menyiasati

susahnya kawin beda agama di Indonesia.

Secara umum Perkawinan beda agama sangat

berpotensi menimbulkan persoalan-persoalan hukum

tersendiri, baik kepada pasangan suami isteri itu sendiri

maupun kepada pihak luar/ketiga termasuk hak waris

anak yang lahir dari perkawinan beda agama.

Permasalahan yang dapat timbul apabila

dilangsungkannya suatu perkawinan beda agama antara

lain:

1. Keabsahan perkawinan. Mengenai sahnya

perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan

kepercayaanya yang diatur dalam pasal 2 ayat (1)

UUP. Hal ini berarti UU Perkawinan menyerahkan

keputusannya sesuai dengan ajaran dari agama

masing-masing. Namun, permasalahannya apakah

agama yang dianut oleh masing-masing pihak

tersebut membolehkan untuk dilakukannya

perkawinan beda agama. Misalnya, dalam ajaran

islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki

yang tidak beragama Islam [Al Baqarah (2):221].

Selain itu juga dalam ajaran Kristen perkawinan

beda agama dilarang (I Korintus 6: 14-18).

2. Pencatatan perkawinan. Apabila perkawinan beda

agama tersebut dilakukan oleh orang yang beragama

Page 173: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

173

Islam dan Kristen, maka terjadi permasalahan

mengenai pencatatan perkawinan. Apakah di Kantor

Urusan Agama atau di Kantor Catatan Sipil oleh

karena ketentuan pencatatan perkawinan untuk

agama Islam dan di luar agama Islam berbeda.

Apabila ternyata pencatatan perkawinan beda agama

akan dilakukan di Kantor Catatan Sipil, maka akan

dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah

perkawinan beda agama yang dilangsungkan

tersebut memenuhi ketentuan dalam pasal 2 UUP

tentang syarat sahnya suatu perkawinan. Apabila

pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa

terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurut

UUP maka ia dapat menolak untuk melakukan

pencatatan perkawinan [pasal 21 ayat (1) UUP].

Namun apabila mereka telah mendapat ijin dari

pengadilan, maka Kantor Catatan Sipil yang

berwenang untuk melakukan pencatatan perkawinan

mereka.

3. Status anak. Apabila pencatatan

perkawinan pasangan beda agama tersebut ditolak,

maka hal itu juga akan memiliki akibat hukum

terhadap status anak yang terlahir dalam

perkawinan. Menurut ketentuan pasal 42 UUP, anak

yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau

Page 174: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

174

sebagai akibat perkawinan yang sah. Oleh karena

tidak dilakukannya pencatatan perkawinan, maka

menurut hukum anak tersebut bukan anak yang sah

dan hanya memiliki hubungan perdata dengan

ibunya atau keluarga ibunya [pasal 2 ayat (2) jo.

pasal 43 ayat (1) UUP]. Namun ketika perkawinan

mereka telah tercatat, maka anak memiliki hubungan

dengan kedua orang tuanya.

4. Perkawinan beda agama yang dilakukan di luar

negeri. Apabila ternyata perkawinan beda agama

tersebut dilakukan di luar negeri, maka dalam kurun

waktu satu tahun setelah suami istri itu kembali ke

wilayah Indonesia harus mendaftarkan surat bukti

perkawinan mereka ke Kantor Pencatatan

Perkawinan tempat tinggal mereka [pasal 56 ayat (2)

UUP]. Permasalahan yang timbul akan sama seperti

halnya yang dijelaskan dalam poin 2. Meskipun

tidak sah menurut hukum Indonesia, bisa terjadi

Catatan Sipil tetap menerima pendaftaran

perkawinan tersebut. Pencatatan di sini bukan dalam

konteks sah tidaknya perkawinan, melainkan

sekedar pelaporan administratif

Page 175: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

175

Istilah perbedaan agama atau ikhtilaf al-

din dijumpai pada pasal 61 KHI.121

Di samping itu

didapati pula yang memiliki padanan kata dengan kata

lain yaitu dengan kata orang yang tidak beragama

Islam (non muslim). Ini terdapat dalam pasal 40, 44,

dan 116.122

Dengan demikian terlihat bahwa

pengertian perkawinan beda agama di sini adalah

perkawinan yang dilakukan oleh seorang muslim baik

pria maupun wanitanya dengan penganut agama lain

(non muslim) secara keseluruhan, tanpa terkecuali pria

dan wanitanya berasal dari agama yang mana.

Misalnya perkawinan yang dilakukan oleh seorang

muslim dengan penganut agama Kristen Protestan,

atau seorang muslim dengan seorang penganut agama

Budha, dan yang lainnya. Sedangkan perkawinan

antara non muslim dengan non muslim lainnya tidak

ada disinggung oleh Kompilasi Hukum Islam. Hal ini

terjadi, karena Kompilasi Hukum Islam hanya

mengatur tentang ketentuan yang berlaku bagi orang

Islam saja.

Menurut KHI diyatakan dengan jelas bahwa

perkawinan beda agama jelas tidak dapat dilaksanakan

121

Pagar, Perkawinan Berbeda Agama Wacana dan Pemikiran Hukum

Islam Indonesia, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2006), 93-95 122

Pagar, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Peradilan

Agama di Indonesia, (Medan: IAIN Medan, 1995), 500

Page 176: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

176

selain kedua calon suami isteri beragama Islam.

Sehingga tidak ada peluang bagi orang-orang yang

memeluk agama Islam untuk melaksanakan

perkawinan antar agama.

Perkawinan antar pemeluk agama dalam

Kompilasi Hukum Islam masuk dalam bab larangan

perkawinan. Pasal pasal dalam KHI sebagai berikut :

pasal 40 KHI menyatakan: Dilarang melangsungkan

perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita

karena keadaan tertentu:

a. Karena wanita yang bersangutan masih terikat satu

perkawinan dengan pria lain.

b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa

iddah dengan pria lain.

c. Seorang wanita yang tidak beragama Islam.

Pasal 44 KHI;

”Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan

perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama

Islam.”

Pasal 61 KHI;

”Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk

mencegah perkawinan kecuali tidak sekufu karena

perbedaan agama atau ikhtilaf al-din.

Page 177: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

177

Pasal 116 KHI;

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau

alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabok,

pemadat, penjudi dan lain sebaginya yang sukar

disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua

tahun berturut-turut tanpa alasan yang sah atau karena

hal lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara (lima)

tahun, atau hukuman yang lebih berat setelah

perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit

dengan akibat tidak dapat menjalankannya sebagai

suami atau istri.

e. Antara suami dan istri terus menerus terjadi

perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan

akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

f. Suami melanggar taklik talak.

g. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan

terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Jika dilihat ketentuan peraturan yang ada dalam

batang tubuh Kompilasi Hukum Islam itu sendiri, pasal-

pasal yang ada tidak berada dalam satu Bab tertentu. Pasal

40 KHI dan juga Pasal 44 dimasukkan dalam bab

Page 178: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

178

larangan kawin, sedangkan pasal 61 dimasukkan pada bab

pencegahan perkawinan, sementara itu, pasal 116 KHI

berada pada bab putusnya perkawinan.

Pada pasal 40 point c dinyatakan bahwa dilarang

melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan

seorang wanita yang tidak beragama Islam. Kemudian

dalam pasal 44 dinyatakan bahwa seorang wanita Islam

dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria

yang tidak beragama Islam. KHI tersebut selaras dengan

pendapat Hazairin yang menafsirkan pasal 2 ayat 1

beserta penjelasanya bahwa bagi orang Islam tidak ada

kemungkinan untuk menikah dengan melanggar hukum

agamanya.

Larangan perkawinan beda agama bagi pemeluk

agama Islam ditegaskan dalam Pasal 44 KHI (Kompilasi

Hukum Islam) dengan penegasan bahwa seorang wanita

Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan

seorang pria yang tidak beragama Islam; sedangkan bagi

pria Islam menurut Pasal 40 Huruf (c) KHI dilarang

melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang

tidak beragama Islam.

Larangan ini karena perkawinan menurut agama

Islam adalah lembaga yang suci yang melibatkan nama

Allah dalam upacara perkawinan. Hal ini sebagaimana

maksud Pasal 2 KHI yang menegaskan bahwa perkawinan

Page 179: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

179

menurut Hukum Islam merupakan akad yang sangat kuat

atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah. Karena, perkawinan

merupakan lembaga yang suci yang bertujuan untuk

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,

mawaddah, warahmah. 123

Pasal 61: “ Tidak sekufu tidak dapat dijadikan

alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu

karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien”

Berdasarkan pasal-pasal di atas dapat dipahami

bahwa Kompilasi Hukum Islam menutup sama sekali

kemungkinan terjadinya perkawinan antaragama antara

orang Islam dan orang yang bukan Islam.

Dengan demikian, menurut penjelasan pasal-pasal

tersebut bahwa setiap perkawinan yang dilaksanakan

dalam wilayah hukum Indonesia harus dilaksanakan

dalam satu jalur agama, tidak boleh dilangsungkan

perkawinan masing-masing agama, dan jika terjadi maka

hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.

Kenyataan yang terjadi dalam sistem hukum

Indonesia, perkawinan antar agama dapat terjadi. Hal ini

disebabkan peraturan perundang-undangan tentang

perkawinan memberikan peluang tersebut terjadi, karena

123

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian

al-Qur‟an, Vol.10 (Jakarta: Lentera Hari, 2002), hlm. 477.

Page 180: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

180

dalam peraturan tersebut dapat memberikan beberapa

penafsiran bila terjadi perkawinan antar agama.

Adapun pengaturan yang terdapat dalam Undang-

Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan sebagaimana kali terakhir

diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia

No.24 Tahun 2013 (“UU Adminduk”) sebagaimana

terdapat dalam Pasal 34 ayat (1) menyatakan bahwa

perkawinan yang sah wajib dicatatkan. Sebaliknya, ketika

perkawinan dilangsungkan tanpa mengikuti hukum agama

dan kepercayaan sehingga perkawinannya dianggap tidak

sah, maka perkawinan bahkan menjadi tidak bisa

dicatatkan karena perkawinannya bahkan dianggap tidak

pernah terjadi. Akibat dari tidak adanya pencatatan adalah

tidak ada perlindungan yang diberikan kepada pasangan

yang melangsungkan perkawinan beda agama dan

kepercayaan.

C. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai

berikut ; terdapat tiga pendapat tentang perkawinan beda agama,

yaitu : Pertama, perkawinan beda agama tidak dibenarkan dan

merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang perkawinan

berdasarkan pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf (f) yang

Page 181: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

181

dengan tegas menyebutkan hal itu. Oleh karena itu perkawinan

beda agama adalah tidak sah dan batal demi hukum. Hal ini

sesuai dengan yang terdapat dalam KHI pasal 40 dan 44.

Kedua, perkawinan beda agama adalah diperbolehkan

dan sah dan oleh sebab itu dapat dilangsungkan, sebab

perkawinan tersebut termasuk dalam perkawinan campuran.

Menurut pendapat ini titik tekan Pasal 57 tentang perkawinan

campuran terletak pada dua orang yang di Indonesia tunduk pada

hukum yang berlainan. Oleh karena itu pasal tersebut tidak saja

mengatur perkawinan antara dua orang yang memiliki

kewarganegaraan yang berbeda tetapi juga mengatur perkawinan

antara dua orang yang berbeda agama. Menurut pendapat ini

pelaksanaan perkawinan beda agama dilakukan menurut tata

cara yang diatur oleh Pasal 6 Peraturan Perkawinan Campuran.

Ketiga, Undang-Undang perkawinan tidak mengatur

tentang masalah perkawinan beda agama. Oleh karena itu

dengan merujuk Pasal 66 Undang-Undang Perkawinan, maka

peraturan-peraturan lama selama Undang-Undang Perkawinan

belum mengaturnya dapat diberlakukan. Dengan demikian maka

masalah perkawinan beda agama harus berpedoman kepada

peraturan perkawinan campuran.

Page 182: AZAS MANFAAT DAN PERSPEKTIF KEADILAN DALAM QARDH

182

DAFTAR PUSTAKA

EOH, O.S, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan

Praktek, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996)

Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan

No 1/1974, (Jakarta: Tintamas, 1986)

Jarwo Yunu, Aspek Perkawinan Beda Agama Di

Indonesia, (Jakarta: CV. Insani, 2005)

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan

Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hari, 2002)

Mohammad Daud Ali, S.H., Hukum Islam dan Peradilan

Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997)

Pagar, Perkawinan Berbeda Agama Wacana dan Pemikiran

Hukum Islam Indonesia, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2006)

Pagar, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan

Peradilan Agama di Indonesia, (Medan: IAIN Medan, 1995)

Sudhar Indopa, Perkawinan Beda agama, Solosi dan

Pemecahannya, (Jakarta: FH UI, 2006)

Wahyono Darmabrata, Tinjauan Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan Beserta Undang-Undang dan

Peraturan Pelaksanaannya, (CV. Gitama Jaya, Jakarta, 2003)