makalah px qur
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan ditentukan oleh sejauh mana
kesiapan dosen dalam mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan belajar
mengajar.
Sebuah pengajaran tanpa adanya perencanaan akan membawa dosen pada
pembelajaran yang tidak terstruktur. Jika hal ini terjadi maka pembelajaran
tidak mengarah pada tujuan yang hendak akan dicapai. Seorang dosen harus
memiliki tujuan tentang apa yang harus diperbuat terhadap peserta didik,
mengapa melakukan kegiatan seperti itu, bagaimana cara melakukan kegiatan
itu dan apa pengaruh kegiatan tersebut terhadap peserta didik. Pola-pola
berpikir demikian menuntut suatu desain pengajaran yang disesuaikan dengan
minat, bakat dan kemampuan peserta didik.
Pada pembelajaran pencapaian yang diharapkan tidak sekedar penguasaan
mahasiswa pada materi pelajaran, namun lebih dari itu, mahasiswa
diharapkan mempunyai kemampuan metodologis, konseptualisasi, aplikatif,
dan kemampuan afektif. Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang
dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa
bantuan dosen. Dengan demikian, seorang dosen profesional dituntut untuk
mau dan mampu membuat perencanan pembelajaran sendiri, mampu
mengimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar dan mampu
mengevaluasi pembelajaran tersebut. Hal ini diperkuat oleh Slameto (1991:
39) yang menyatakan bahwa dosen yang mengajar dengan persiapan matang
1
akan meyakinkan mahasiswa dan membantu motivasi mahasiswa untuk
belajar bidang studi yang diajarkan dosen. Selain itu, mahasiswa lebih
mudah menguasai bahan pelajaran yang akan diajar sebab sistematika
penyampaian telah dipersiapkan oleh dosen.
Suatu rencana pengajaran akan dianggap baik bila diterapkan dalam kondisi
nyata. Dalam pembelajaran perlu suatu pengembangan terhadap rencana
pengajaran tersebut. Rencana pengajaran atau disebut juga desain
instruksional adalah seperangkat organisasi yang bergerak dalam kegiatan
belajar mengajar beserta isi/materi yang disusun secara sistematis untuk
dilaksanakan pada waktu tertentu sehingga tujuan pengajaran yang
diharapkan tercapai.
Suatu desain instruksional akan lebih optimal bila disosialisasikan pada
siswa. dosen mengetahui apa yang semestinya diajarkan, begitu pula
mahasiswa dapat mengetahui secara persis target pelajaran yang akan
diikuti, dapat mempersiapkan diri sebelum mengikuti pembelajaran dan
dapat mengasimilasikan pengetahuan baru itu dengan pengetahuan yang
sudah dimiliki sebelum pembelajaran. Salah satu pengembangan desain
instruksional adalah membentuk desain instruksional sebagai salah satu
bahan ajar bagi peserta didik.
2
1.2 Tujuan
1. Memberi masukan pada pengajar terhadap pentingnya pembuatan rencana
pengajaran sebelum mengajar
2. Memberi informasi pada dosen dan calon dosen tentang perlunya
pengembangan desain instruksional agar tujuan pembelajaran tercapai.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Desain Instruksional
Desain Instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan
dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi
pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di
dalamnya adalah pengembangan paket pelajaran, kegiatan mengajar, uji
coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar.
2.2 Pengembangan Desain Instruksional
Salah satu hal penting dalam proses pendidikan adalah
pengembangan desain instruksional. Perkembangan teknologi dan budaya
masyarakat menjadi alasan mendasar mengapa pengembangan desain
instruksional perlu mendapat perhatian serius. Kaitannya dengan
pendidikan agama tentu sangat urgens. Harus diakui bahwa pendidikan
agama memiliki kompleksitas yang sangat rumit jika dilihat dari perspektif
evaluasi pendidikan. Di samping sangat sulit untuk diidentifikasikan juga
tidak mudah untuk membuat sisem penilaian yang tepat.
Namun demikian upaya pengembangan desain intstruksional
khususnya pendidikan agama tentu bukan hal sia-sia untuk dilakukan.
Tetapi justru sebuah keharusan dalam rangka menciptakan sebuah system
instruksional yang semakin memungkinkan terwujudkan pendidikan
4
agama sesuai tujuan yang dicita-citakan yaitu menciptakan manusia
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.
Dalam tulisan ini akan dibahas sedikit tentang beberapa hal
berkaitan dengan pengembanan desain instruksional yaitu konsep, prinsip,
dan prosedur perancangan instruksional, model desain instruksional.
A. Konsep, prinsip, dan prosedur pengembangan instruksional
Pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan dalam
mencari pemecahan masalah-masalah instruksional atau setidak-
tidaknya dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada
untuk memperbaiki pendidikan. Dalam perspektif Twelker dalam
Mudhoffir, 1986 : 33, yang dimaksud dengan pengembangan
instruksional adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi,
mengembangkan dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi
yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengembangan instruksional merupakan keseluruhan kegiatan
berkesinambungan yang meliputi perencanaan, pengembangan dan
evaluasi terhadap sistem instruksional yang sedang dikembangkan
tersebut sehingga mendapatkan sebuah desain instruksional yang
efektif dan efisien.
B. Prinsip Pengembangan Sistem Instruksional
Pengembangan sistem instruksional meliputi proses "monitoring"
interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para
penyusun desain instruksional dapat menilai efektifitas suatu desain.
5
Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas
pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji
kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasar prosedur yang
sistematis, pengamatan yang tepat, dan percobaan yang terkontrol.
Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh se-
cara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata.
Apakah yang dikerjakan oleh para pengembang sistem dan desain
instruksional? Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan
desain instruksional meliputi:
1. Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa
diamati dan diukur (learning outcomes).
2. Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
3. Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
4. Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
5. Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan
diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah
laku yang diharapkan.
6. Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap
cukup.
7. Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa
untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada
angka 1.
8. Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu
6
9. Berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
10. Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar
mengajar bila ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil
yang telah ditentukan.
C. Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem
instruksional bisa meliputi dua cara:
1. Pendekatan empiris
Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara
sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar
pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya
diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi
pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi)
pengajaran diulang.
Adapun pendekatan semacam ini mempunyai beberapa kelemahan di
antaranya :
a. Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk mencari atau
menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu materi pengajaran.
b. Berulang kalinya pembuatan materi (paket) pengajaran baru. Hal
ini berarti menghendaki berulang kali uji coba, dan ini berarti kurang
efisien.
7
2. Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigma
approach).
Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasi-
fikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk, tiap tipe tujuan
khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk menca-
painya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa dicip-
takan, dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di
dalam penyusunan desain instruksional, diadakan langkah-langkah
secara sistematis, sehingga uji coba secara empiris terhadap suatu
program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai
efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model
tersebut.
D. Model Desain Instruksional
Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewu-
judkan suatu proses, seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan
media, dan evaluasi". (Briggs, 1978, p. 23). Sedangkan istilah
pengembangan sistem instruksional (instructional systems
development) dan desain instruksional (instructional design) sering
dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas
dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan
antara "desain" dan "pengembangan". Kata "desain" berarti "membuat
sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan". Sedang
"mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk
8
menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan
sebagainya." Beberapa definisi yang menunjukkan persamaan antara
keduanya adalah sebagai berikut:
a. Sistem instruksional adalah semua materi pelajarari dan metode
yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai
tujuan dalam keadaan senyatanya (Baker; 1971, p: 16).
b. Pengembangan sistem istruksional adalah suatu proses sedara
sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem
pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji
validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979, p.4).
c. Desain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan
dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan
materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran,
kegiatan mengajar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi
hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20).
d. Desain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis
dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk
mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen
sistem ini (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam
hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang
teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu
diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya
(Briggs, 1979, p. XXI).
9
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat diambil sebuah
simpulan bahwa yang dimaksud dengan model pengembangan desain
instruksional adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk
melaksanakan pengembangan desain instruksional.
Dalam pengelolaan pelatihan, pembelajaran dan pengembangan, salah
satu bagian penting yang dapat membantu instruktur pelatihan
maupun training specialist dalam pengelolaan pelatihan dan
pembelajaran adalah dengan adanya desain Model Sistem
Instruksional atau ISD (Instructional System Design) . Adanya model
ini akan menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan
infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung
kinerja pelatihan itu sendiri.
Di antara model yang paling sering digunakan adalah ADDIE model
dan ASSURE model. Model ADDIE menggunakan 5 tahap atau langkah
pengembangan yakni :
1. Analysis (analisa)
2. Design (desain / perancangan)
3. Development (pengembangan)
4. Implementation (implementasi/eksekusi)
5. Evaluation (evaluasi/ umpan balik)
Kebanyakan model instruksional merupakan turunan atau variasi dari ADDIE
model, seperti Dick & Carey dan Kemp Model. Meskipun demikian, model
ADDIE paling sering digunakan, dan dengan menggunakan 5 langkah proses
10
diatas, sudah mencakup keseluruhan proses pengembangan pelatihan. Yakni
mulai dari pertanyaan ” Apa yang harus perlu dan butuh dipelajari” sampai
dengan pertanyaan ” apakah mereka sudah mendapat dari apa yang mereka
butuhkan” .
Dengan adanya model instruksional berdasarkan ADDIE ini, jelas sangat
membantu pengembangan material dan program pelatihan yang tepat sasaran,
efektif, maupun dinamis. Aplikasi teori SDM maupun perilaku seperti social
learning, pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran jarak jauh (distance
learning), paham konstruktif (constructivism), aliran strength based (positive-
based management), aliran perilaku manusia (behaviourism), maupun paham
kognitif (cognitivism) akan sangat membantu pengembangan material pelatihan
bagi instruktur maupun training specialist.
Model ASSURE menggunakan enam tahapan yaitu:
1. Analyze Learners
Menganalisa siswa adalah salah satu faktor yang wajib dilakukan
sebelum melaksanakan pembelajaran. Ada 3 hal yang semestinya diperhatikan
dalam menganalisa siswa :
a. Karakteristik Umum
Yang termasuk dalam karakteristik umum adalah usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan, kebudayaan, dan faktor sosial ekonomi.Karakteristik umum ini
dapat digunakan untuk menuntun kita dalam memilih metode dan media untuk
pembelajaran.
11
b. Spesifikasi Kemampuan Awal
Berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
siswa sebelumnya. Informasi ini dapat kita temukan bila dilakukan entering
behavior dengan pretest atau semacamnya. Hasil dari entry test ini dapat
dijadikan acuan tentang hal-hal apa saja yang perlu dan tidak perlu lagi
disampaikan kepada siswa.
c. Gaya Belajar
Gaya belajar berasal atau timbul dari adanya kenyamanan yang kita rasakan
(secara psikologis dan emosional) saat kita menerima dan berinteraksi dengan
lingkungan belajar, karena itu muncul modalitas dalam belajar (visual,
audiotorial, dan kinestetik).
d. State Objectives
Perumusan tujuan ini berkaitan dengan apa yang ingin dicapai.Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam perumusannya adalah :
1. Tetapkan ABCD
audiens – instruksi yang kita ajukan harus fokus kepada apa yang harus
dilakukan pembelajar bukan pada apa yang harus dilakukan pengajar), B
(behavior – kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan baru yang harus
dimiliki pembelajar setelah melalui proses pembelajaran dan harus dapat
diukur), C (conditions – kondisi pada saat performans sedang diukur), D
(degree – kriteria yang menjadi dasar pengukuran tingkat keberhasilan
pembelajar).
12
2. Mengklasifikasikan Tujuan
Maksud dari mengklasifikasikan tujuan disini adalah untuk menentukan
pembelajaran yang akan kita laksanakan lebih cenderung ke domain
mana ? kognitif, afektif, psikomotor, atau interpersonal.
3. Perbedaan Individu
Berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau
memahami sebuah materi yang diberikan. Individu yang tidak memiliki
kesulitan belajar dengan yang memiliki kesulitan belajar pasti memiliki
waktu ketuntasan terhadap materi yang berbeda. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka timbullah mastery learning(kecepatan dalam menuntaskan
materi tergantung dengan kemampuan yang dimiliki tiap individu)
4. Select Methods, Media, and Material
Pemilihan metode intruksional sangat ditentukan dengan sistausi dan
kondisi siswa dan lingkungan pendidikan. Dalam hal ini tidak ada satu
metode yang lebih dari metode yang lain dan tidak ada satu metode yang
dapat menyenangkan/ menjawab kebutuhansiswa secara seimbang dan
menyeluruh.
Pemilihan media yang yang tepat tentu sangat penting dalam proses
pembelajaran. Hal ini disebabkan karena media yang tidak tepat akan
berakibat serius pada proses pembelajaran. Materi/bahan yang kita
gunakan dalam proses pembelajaran, bisa yang sudah siap pakai, hasil
modifikasi kita, atau hasil desain baru.Bagaimanapun caranya kita
13
mengumpulkan materi, pada intinya adalah materi tersebut harus sesuai
dengan tujuan dan karakteristik si pembelajar.
5. Utilize Media and Material
Sebelum kita memanfaatkan media dan bahan yang ada, alangkah
bijaksananya jika kita melaksanakan “ritual” seperti :
a. mengecek bahan (masih layak pakai atau tidak)
b. mempersiapkan bahan
c. mempersiapkan lingkungan belajar
d. mempersiapkan pembelajar
e. menyediakan pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau
pembelajar).
6. Require Learner Participation
Dalam mengaktifkan pembelajar di dalam proses pembelajaran alangkah
baiknya kalau ada sentuhan psikologisnya. Berikut adalah gambaran dari
adanya sentuhan psikologis dalam proses pembelajaran :
a. behavioris, karena tanggapan/respon yang sesuai dari pengajar dapat
menguatkan stimulus yang ditampakkan pembelajar.
b. kognitifis, karena informasi yang diterima pembelajar dapat
memperkaya skema mentalnya.
c. konstruktivis, karena pengetahuan yang diterima pembelajar akan
lebih berarti dan bertahan lama di kepala jika mereka mengalami
langsung setiap aktivitas dalam proses pembelajaran.
14
d. sosial, karena feedback atau tanggapan yang diberikan pengajar atau
teman dalam proses pembelajaran dapat dijadikan sebagai ajang untuk
mengoreksi segala informasi yang telah diterima dan juga sebagai
support secara emosional.
7. Evaluate and Review
Evaluasi dan me-review adalah hal yang lazim dilakukan untuk melihat
seberapa jauh media dan teknologi yang digunakan telah mencapai tujuan
yang telah ditetapkan sebelumn
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Desain Instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan
dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi
pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di
dalamnya adalah pengembangan paket pelajaran, kegiatan mengajar, uji
coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar.
Salah satu hal penting dalam proses pendidikan adalah
pengembangan desain instruksional. Perkembangan teknologi dan budaya
masyarakat menjadi alasan mendasar mengapa pengembangan desain
instruksional perlu mendapat perhatian serius. Kaitannya dengan
pendidikan agama tentu sangat urgens. Harus diakui bahwa pendidikan
agama memiliki kompleksitas yang sangat rumit jika dilihat dari perspektif
evaluasi pendidikan. Di samping sangat sulit untuk diidentifikasikan juga
tidak mudah untuk membuat sisem penilaian yang tepat.
Namun demikian upaya pengembangan desain intstruksional
khususnya pendidikan agama tentu bukan hal sia-sia untuk dilakukan.
Tetapi justru sebuah keharusan dalam rangka menciptakan sebuah system
instruksional yang semakin memungkinkan terwujudkan pendidikan
agama sesuai tujuan yang dicita-citakan yaitu menciptakan manusia
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.
16
3.2 Saran
Disarankan supaya pengembangan desain instruksional perlu
mendapat perhatian serius dari pemerintah pendidikan terutama bagian
pengajaran sehingga tujuan awal pembelajaran tercapai sesuai dengan
kurikulum yang telah dibuat.
17