makalah penelitian tindakan kelas 6.doc

30
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul per- ubahan tingkah laku positif pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Konteks ini pada da- sarnya bergantung pada guru sebagai elemen penting dalam kegiat- an pembelajaran. Memang saat ini sudah menjadi tidak lazim apa- bila seorang guru menjadi dominator keguatan pembelajaran di ke- las, namun hal ini bukan berarti guru lepas tanggung jawab terhadap keberhasilan siswanya dalam belajar. Untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut guru harus selalu proaktif dan responsif terhadap semua fenomena-fenomena yang dijumpai di kelas. Sejalan dengan pernyataan di atas, saat ini upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan pendekatan kons- struktivis. Oleh karena itu guru tidak hanya sebagai penerima pembaharuan pendidikan, namun ikut bertanggung jawab dan ber- peran aktif dalam melakukan pembaruan pendidikan serta mengem- bangkan pengetahuan dan keterampilannya melalui penelitian tin- dakan dalam pengelolaan pembelajaran di kelasnya. Paling tidak ada tiga alasan mengapa penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research merupakan langkah yang tepat dalam upaya memperbaiki atau meningkatkan mutu pendidik-an. Ketiga alasan itu adalah: 1. Guru berada di garis paling depan dan terlibat langsung dalam proses tindakan perbaikan mutu pendidikan tersebut.

Upload: kecebong-yang-tertindas

Post on 18-Jan-2016

388 views

Category:

Documents


103 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul per-ubahan tingkah laku positif

pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Konteks ini

pada da-sarnya bergantung pada guru sebagai elemen penting dalam kegiat-an pembelajaran.

Memang saat ini sudah menjadi tidak lazim apa-bila seorang guru menjadi dominator keguatan

pembelajaran di ke-las, namun hal ini bukan berarti guru lepas tanggung jawab terhadap

keberhasilan siswanya dalam belajar.

Untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut guru harus selalu proaktif dan responsif

terhadap semua fenomena-fenomena yang dijumpai di kelas. Sejalan dengan pernyataan di atas,

saat ini upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan pendekatan kons-struktivis. Oleh karena

itu guru tidak hanya sebagai penerima pembaharuan pendidikan, namun ikut bertanggung jawab

dan ber-peran aktif dalam melakukan pembaruan pendidikan serta mengem-bangkan

pengetahuan dan keterampilannya melalui penelitian tin-dakan dalam pengelolaan

pembelajaran di kelasnya.

Paling tidak ada tiga alasan mengapa penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom

action research merupakan langkah yang tepat dalam upaya memperbaiki atau meningkatkan

mutu pendidik-an. Ketiga alasan itu adalah:

1. Guru berada di garis paling depan dan terlibat langsung dalam proses tindakan

perbaikan mutu pendidikan tersebut.

2. Penelitian pada umumnya dilakukan para ahli di perguruan tinggi/lembaga

pendidikan, sehingga guru tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan yang

merupakan hasil penelitian.

3. Penyebaran hasil penelitian ke kalangan praktisi di lapangan memerlukan waktu lama.

B. PENGERTIAN PTK

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperke-nalkan oleh ahli psikologi sosial

Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya

di-kembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart, John Elliot, Dave

Ebbutt, dan sebagainya. PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya,

sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis peneliti-an masih sering menjadi

perdebatan jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya.

Menurut Stephen Kemmis (1983), PTK adalah suatu bentuk kegiatan penelaahan atau

inkuiri melalui refleksi diri yang dilaku-kan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam

situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebe-naran dari (a)

praktik-praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka

terhadap praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan (David

Hopkins, 1993: 44). Sedangkan Tim Pelatih Proyek PGSM (1999) mengemukakan bahwa PTK

adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk

meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas,

memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki

kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan (M. Nur, 2001)

C. TUJUAN PTK

Sebagaimana diisyaratkan di atas, PTK antara lain bertuju-an untuk memperbaiki dan /

atau meningkatkan praktik pembela-jaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya

”melekat” pe-nunaian misi profesional pendidikan yang diemban oleh guru. Dengan kata lain,

tujuan PTK adalah untuk perbaikan dan pening-katan layanan profesional guru. Di samping itu,

sebagai tujuan pe-nyerta PTK adalah untuk meningkatkan budaya meneliti bagi guru guna

memperbaiki kinerja di kelasnya sendiri.

Dalam hubungannya dengan peningkatan profesionalisme guru, kegiatan PTK penting

untuk dilakukan dengan alasan:

1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap

dinamika pembelajaran di kelasnya.

2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional.

3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan PTK, guru mampu memperbaiki proses

pembelajaran di kelas.

4. Pelaksanaan PTK tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena tidak perlu

meninggalkan kelasnya.

5. Dengan PTK guru akan menjadi kreatif.

D. MANFAAT PTK

Manfaat yang dapat dipetik jika guru mau dan mampu me-laksanakan PTK:

1. Guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara

mandiri, sehingga berkembang inovasi-inovasi pembelajaran yang sangat bermanfaat

bagi dunia pendidikan dan pembelajaran.

2. PTK juga bermanfaat untuk pengembangan kurikulum dan untuk peningkatan

profesionalisme guru.

E. PRINSIP-PRINSIP PTK

Terdapat enam prinsip yang mendasari PTK yang dijelaskan Hopkins dalam Kardi (2000).

Keenam prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tugas utama guru adalah mengajar, dan apapun metode PTK yang diterapkannya,

sebaiknya tidak mengganggu komotmennya sebagai pengajar.

2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan

dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.

3. Metodologi yang digunakan harus cukup reliabel, sehingga memungkinkan guru

mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan

strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang

dapat digunakan untuk ”menjawab” hipotesis yang dikemukakannya.

4. Masalah penelitian yang diambil oleh guru hendaknya masalah yang cukup

merisaukannya, dan bertolak dari tanggung jawab profesionalnya, guru sendiri

memiliki komitmen terhadap pemecahan masalah.

5. Dalam penyelenggaraan PTK, guru haruslah bersikap konsisten menaruh kepedulian

tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.

6. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam

pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom-exceeding perspective,

dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan / atau mata

pelajaran tertentu (skala mikro), melainkan dalam perspektif misi sekolah secara

keseluruhan (skala makro).

F. TAHAP-TAHAP PTK

PTK memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan Mc Taggar, 1992)

yaitu Planning (Rencana), Action (Tindakan), Observation (Pengamatan), dan Reflection

(Refleksi). Berikut ini adalah penjelasannya:

1. Planning (Rencana)

Rencana merupakan tahapan awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan

sesuatu. Diharapkan rencana tersebut berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk

menerima efek-efek yang tak terduga dan dengan rencana tersebut secara dini kita

dapat mengatasi masalah. Dengan perencanaan yang baik seorang prak-tisi akan lebih

mudah untuk mengatasi kesulitas dan mendorong para praktisi tersebut untuk

bertindak dengan lebih efektif. Sebagai bagian dari perencanaan, partisipan harus

bekerja sama dalam diskusi untuk membangun suatu kesamaan bahasa dalam

menganalisis dan memperbaiki pengertian maupun tindakan mereka dalam situasi

tertentu.

2. Action (Tindakan)

Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yang dapat

berupa suatu penerapan model pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk

memperbaiki atau menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan

tersebut dapat dilakukan oleh mereka yang terlibat langsung dalam pelaksanaan

suatu model pembelajaran yang hasilnya juga akan diperguna-kan untuk

penyempurnaan pelaksanaan tugas.

3. Observation (Pengamatan)

Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendoku-mentasikan pengaruh-

pengaruh yang diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini

merupakan dasar dilakukannya refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus

dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya. Dalam pengamatan, hal-hal yang

perlu dicatat oleh peneliti adalah proses dari tindakan, efek-efek tindakan, lingkungan

dan hambatan-hambatan yang muncul.

4. Reflection (Refleksi)

Refleksi disini meliputi kegiatan: analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian),

menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi

terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk

memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya. Dengan demikian, PTK tidak

dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan karena hasil refleksi membutuhkan

waktu untuk melakukannya sebagai planning untuk siklus selanjutnya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PROSEDUR PELAKSANAAN PTK

PTK merupakan proses pengkajian melalui sistema berdaur atau siklus dari berbagai

kegiatan pembelajaran. Menurut Raka Joni dan kawan-kawan (1998), terdapat 5 (lima) tahapan

dalam pelaksanaan PTK. Kelima tahapan dalam pelaksanaan PTK tersebut adalah:

1. Penetapan fokus masalah penelitian

2. Perencanaan tindakan perbaikan

3. Pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan Interpretasi

4. Analisis dan Refleksi

5. Perencanaan tindak lanjut

Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran akan adanya permasalahan yang

dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga

ditengarai telah berdampak kurang baik terhadap proses dan / atau hasil belajar siswa, dan /

atau implementasi sesuatu program sekolah. Bertolak dari kesadaran mengenai adanya

permasalahan tersebut, yang besar kemungkinan masih tergambarkan secara kabur, guru

kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam, kalau perlu dengan

mengumpulkan tambahan data lapangan secara lebih sistematis dan / atau melakukan kajian

pustaka yang relevan.

Pada gilirannya, dengan perumusan permasalahan yang lebih tajam itu dapat dilakukan

diagnosis kemungkinan-kemungkin-an penyebab permasalahan lebih cermat, sehingga terbuka

peluang untuk menjajagi alternatif-alternatif tindakan perbaikan yang diperlukan. Alternatif

pengatasan permasalahan yang dinilai terbaik, kemudian diterjemahkan menjadi program

tindakan perbaikan yang akan dicobakan. Hasil pencobaan tindakan perbaikan itu dinilai dan

direfleksikan dengan mengacu kepada kriteria-kriteria perbaikan yang dikehendaki, yang telah

ditetap-kan sebelumnya.

1. Penetapan Fokus Masalah Penelitian

a. Merasakan Adanya Masalah

Kepekaan dan kepedulian guru dalam pembelajaran sangat diperlukan. Sebab tanpa

hal tersebut, tampaknya guru akan kesulitan memperoleh permasalahan PTK. Oleh sebab itu,

agar guru dapat menerapkan PTK dalam upayanya untuk mem-perbaiki dan/atau

meningkatkan layanan pembelajaran secara lebih profesional, ia dituntut keberaniannya

untuk mengatakan secara jujur khususnya kepada diri sendiri mengenai sisi-sisi lemah yang

masih terdapat dalam implementasi program pem-belajaran yang dikelolanya. Dengan kata

lain, guru harus mampu merefleksi, merenung, serta berpikir balik, mengenai apa saja yang

telah dilakukan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah

yang mungkin ada. Dalam proses perenungan itu terbuka peluang bagi guru untuk

menemukan kelemahan-kelemahan praktik pembelajaran yang selama ini dilakukan secara

tanpa disadari. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan secara maksimal potensi PTK bagi

perbaikan proses pembelajaran, guru perlu memulainya sedini mungkin begitu ia merasakan

adanya persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran.

Dengan kata lain, permasalahan yang diangkat dalam PTK harus benar-benar

merupakan masalah-masalah yang dihayati oleh guru dalam praktik pembelajaran yang

dikelolanya, bukan permasalahan yang disarankan, apalagi ditentukan oleh pihak luar.

Permasalahan tersebut dapat berangkat (bersumber) dari siswa, guru, bahan ajar, kurikulum,

interaksi pembelajaran dan hasil belajar siswa.

b. Identifikasi Masalah PTK

Sebagaimana telah dikemukakan penetapan arah PTK berangkat dari diagnosis

terhadap keadaan yang bersifat umum. Guru juga bisa merinci proses penemuan

permasalahan tersebut dengan bertolak dari gagasan – gagasan yang masih bersifat umum

mengenai keadaan yang perlu diperbaiki. Menurut Hopkins (1993), untuk mendorong pikiran

– pikiran dalam mengembangkan focus PTK, kita bisa bertanya kepada diri sendiri, misalnya:

Apa yang sedang terjadi sekarang?

Apakah yang terjadi itu mengandung permasalahn?

Apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasinya? Bila pertanyaan tersebut telah

ada dalam pikiran guru sebagai actor PTK, maka langkah dapat dilanjutkan dengan

mengembangkan beberapa pertanyaan sepeerti dibawah ini:

Saya berkeinginan memperbaiki …………………

Beberapa orangkah yang merasa kurang puas tentang

Saya dibingungkan oleh…………………………..

Saya memilih untuk menguji cobakan di kelas gagasan tentang;

Pada tahap ini yang paling penting adalah menghasilkan gagasan – gagasan yang awal

mengenai permasalahan aktual yang dialami guru di kelas. Dengan berangkat dari gagasan –

gagasan awal tersebut guru dapat berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan dengan

menggunakan PTK.

c. Analisis Masalah

Setelah memperoleh sederet permasalahan melaui proses identifikasi ini, maka

peneliti / guru kelas melakukan analisis terhadap permasalahan – permasalahan tersebut

untuk menentukan urgensi pengatasan. Dalam hubungan ini akan ditemukan permasalahan

yang sangat mendesak untuk diatasi seperti misalnya penguasaan operasi matematik, atau

yng dapat ditunda pengatasannya tanpa kerugian yang besar, seperti misalnya kemampuan

membaca peta buta. Abahkan memang ada permasalahn yang tidak dapat diatasi dengan

PTK, seperti misalnya kesalahan – kesalahan faktual dan/atau konseptual yangterdapat

dalam buku paket. Menurut Abimanyu (1995) arahan yang perlu diperhatikan dalam

pemilihan permasalahan untuk PTK adalah sebagai berikut:

1) Pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru sendiri dan muridnya, atau topic

yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas yang memang diprogramkan oleh

sekolah.

2) Jangan memilih masalah yang berada di luar kemampuan dan / atau kekuasaan guru

untuk mengatasinya.

3) Pilih dan tetapkan permasalahn yang skalanya cukup kecil dan terbatas (manageable).

4) Usahakan untuk bekerja secara kolaboratif dalam pengembangan focus penelitian.

5) Kaitkan PTK yang akan dilakukan dengan prioritas – prioritas yang ditetapkan dalam

rencana pengembangan sekolah.

Tidak perlu ditekankan lebih kuat lagi bahwa analisis masalah perlu dilakukan secara

cermat, sebab keberhasilan pada tahap analisis masalah akan menentukan keberhasilan

keseluruhan proses pelaksanaan PTK. Jika PTK berhasil dilaksanakan dengan membawa

kemanfaatan yang dapat dirasakan oleh guru dan sekolah (intrinsically rewarding). Maka

keberhasilan ini akan menjadi motivasi bagi guru untuk meneruskan uasahanya di masa –

masa yang akan datang. Disamping itu temuan – temuan yang dihasilkan melalui PTK itu akan

menarik bagi guru lain yang belum mengikuti program PTK untuk juga mencoba

melaksanakannya.

d. Perumusan Masalah

Setelah menetapkan focus permasalahan serta menganalisanya menjadi bagian –

bagian dan lebih kecil, maka selanjutnya guru perlu merumuskan permasalahan secara lebih

jelas, spesifik dan operasional. Perumusan masalah dan jelas akan membuika peluang bagi

guru untuk menetapkan tindakan alternatif solusi) yang perlu dilakukannya jenis data yang

perlu dikumpulkan termasuk prosedur perekamannya serta cara menginterpretasikannya,

khususnya yang perlu dilakukan sementara tindakan perbaikan dilaksanakan dan data

mengenai proses dan/atau hasilnya itu direkam. Disamping itu, penetapan tindakan

perbaikan yang akan dicobakan itu juga memberikan arahan kepada guru untuk melakukan

berbagai persiapan termasuk yang berbentuk latihan guru meningkatkan keterampilan untuk

melakukan tindakan perbaikan yang dimaksud.

2. Perencanaan Tindakan

a. Formulasi solusi dalam bentuk hipotesis tindakan

Dilihat dari sudut lain, alternatif tindakan perbaikan juga dapat dilihat sebagai

hipotesis dalam arti mengindikasikan dugaan mengenai perubahan dalam arti perbaikan yang

bakal terjadi jika suatun tindakan dilakukan. Misalnya jika kebiasaan membaca ditingkatkan

melalui penugasan mencari kata atau istilah serapan, perbendaharaan kata akan meningkat

dengan rata – rata 10 % setiap bulannya. Dari contoh ini, hipotesis tindakan merupakan

tindakan yang diduga akan dapat memecahkkan masalah yang ingin diatasi dengan

penyelenggaraan PTK.

Bentuk umum rumusan hipotesis tindakan berbeda dengan hipotesis formal. Jika

hipotesis penelitian formal menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih

atau menyatakan adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih, maka hipotesis

tindakan tidak mengatakan demikian, tetapi mengatakan percaya tindakan kita akan

merupakan suatu solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang diteliti. Agar dapt

menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, sebagai peneliti guru dapat melakukan:

1) Kajian teoretik di bidang pembelajaran pendidikan

2) Kajian hasil – hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan

3) Diskusi dengan rekan – rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti lain, dan

sebagainya.

4) Kajian pendapat dan saran pakar pendidikan khususnya yang dituangkan dalam

bentuk program, dan

5) Mereflesikan pengalamannya sendiri sebagai guru.

Dari hasil kajian tersebut dapat diperoleh landasan untuk membangun hipotesis

tindakan. Menurut Soedarsono (1997) beberapa, hal yang perlu diperhatikan dalam

merumuskan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:

1) Rumusan alternatif tindakan perbaikan berdasar-kan hasil kajian. Dengan kata

lain, alternatif tindakan perbaikan hendaknya mempunyai landasan yang mantap

secara konseptual.

2) Setiap alternatif tindakan perbaikan yang dipertimbangkan perlu dikaji ulang dan

dievaluasii dari segi relevansinya. Disamping itu juga perlu ditetapkan cara

penilaiannya sehingga dapat memfasilitasi pengumpulan serta analisis data secara

cepat namun tepat selama program tindakan perbaikan itu diimplementasikan.

3) Pilih alternatif tindakan serta prosedur implemen-tasi yang dinilai paling

menjanjikan hasil optimal namun masih tetap ada dalam jangkauan kemampuan

guru untuk melakukannya dalam kondisi dan situasi sekolah yang aktual.

4) Pikiran dengan seksama perubahan – perubahan ( perbaikan – perbaiakn) yang

secara implisit dan dijanjikan melalui hipotesis tindakan itu, baik yang berupa

proses dan hasil belajar siswa maupun tehnik mengajar guru.

b. Analisis kelaikan hipotesis tindakan

Setelah diperoleh gambaran awal mengenai sejumlah hipotesis tindakan maka

selanjutnya perlu dilakukan masing – masing hipotesis tindakan itu dari segi jarak yang

terdapat antara situasi riil dengan situasi ideal yang dijadikan rujukan. Sebab jika terdapat

jarak yang terlalu sulit untuk mengupayakan perwujudannya, maka tindakan yang dilakukan

tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Oleh karena itu kondisi dan situasi yang

dipersyaratkan untuk penyelenggaraan sesuatu tindakan perbaikan dalam rangka PTK, harus

ditetapkan sedemikian sehingga masih ada dalam batas – batas baik kemampuan guru

senada dukungan fasilitas yang tersedia di sekolah maupun kemampuan rata – rata siswa

untuk mencernakannya. Dengan kata lain, sebagai aktor PTK guru hendaknya cukup realistis

dalam menghadapi kenyataan keseharian dunia sekolah dimana ia berada dan melaksanakan

tugasnya.

Hipotesis tindakan harus dapat diuji secara empiris. Ini berarti bahwa baik proses

implementasi tindakan yang dilakukan maupun dampak yang diakibatkannya dapat teramati

oleh guru yang merupakan aktor PTK maupun mitra kerjanya. Sebagian dari gejala – gejala

yang dapat diamati itu dapat diberikan secara kualitatif. Namun yang paling penting gejala –

gejala tersebut harus dapat divertifikasi oleh pengamat lain, apabila diperlukan.

Pada gilirannya, untuk melakukan tindakan agar menghasilkan dampak/hasil

sebagaimana diharapkan diperlukan kajian mengenai kelaikan hipotesis tindakan terlebih

dahulu. Menurut Soedarsono (1997) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji

kelaikan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:

1) Implementasi suatu PTK akan berhasil, hanya apabila didukung oleh kemampuan

dan komitmen guru yang merupakan aktornya. Di pihak lain, sebagaimana telah

dikemukakan untuk pelaksanaan PTK kadang – kadang memang masih diperlukan

peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan sebagai

komponen penunjang. Selanjutnya selain persyaratan kemampuan, keberhasilan

pelaksanaan PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang merasa

tergugah untuk melakukan tindakan perbaikan. Dengan kata lain PTK dilakukan

bukan karena ditugaskan oleh atasan atau didorong oleh keinginan untuk

memperoleh imbalan finansial.

2) Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan baik dari segi fisik, psikologis, dan

sosial budaya maupun etik. Dengan kata lain PTK seyogyanya tidak dilaksanakan

apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.

3) Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau sekolah juga perlu

diperhitungkan sebab pelaksanaan PTK dengan mudah dapat tersabotase oleh

kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh karena itu demi

keberhasilan PTK maka guru dan mitranya dituntut untuk dapat mengusahakan

fasilitas dan sarana yang ditentukan.

4) Selain kemampuan siswa sebagai perorangan, keberhasilan PTK juga sangat

tergantung pada iklim belajar di kelas atau sekolah. Namun pertimbangan ini

tentu tidak dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk mempertahankan status

kuno. Dengan kata lain perbaikan iklim belajar di kelas dan di sekolah memsng

justru dapat dijadikan sebagai salah satu sasaran PTK.

5) Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasai, maka selain iklim belajar

sebagaimana dikemukakan pada butir 4) Iklim kerja sekolah juga menentukan

keberhasilan penyelenggaraan PTK. Dengan kata lain dukungan dari kepala

sekolah serta rekan sejawat guru dapat memperbesar peluang keberhasilan PTK.

Selain itu semua tim PTK juga perlu membahas secara mendalam tentang

kemungkinan konsekuensi alas an dilakukannya tindakan yang harus diantisipasi.

Demikian pula kemungkinan timbulnya masalah baru dengan adanya tindakan di

kelas. Atas dasar berbagai pertimbangan di atas maka peneliti dapat secara lebih

cermat menyusun rencana yang akan dilakukan.

c. Perencanaan Tindakan

Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu melak-sanakan berbagai persiapan

sehingga semua komponen yang di-rencanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah

per-siapan yang perlu ditempuh adalah:

1) Membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan

guru, di samping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka

implemen-tasi perbaikan yang telah direncanakan.

2) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, seperti

gambar-gambar dan alat-alat peraga.

3) Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil

tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan.

4) Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji

keterlaksanaan rancangan, sehingga dapat menumbuhkan serta mempertebal

keper-cayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya. Sebagai pelaku PTK, guru

harus terbebas dari rasa gagal dan takut berbuat kesalahan.

3. Pelaksanaan tindakan, Observasi dan Interpretasi

Atas dasar uraian di atas, adalah sangat beralasan untuk beranggapan bahwa PTK

dilakukan oleh seorang guru atas prakarsa nya sendiri, mesikupun juga terbuka untuk dilakukan

secara kola-boratif. Ini berarti bahwa peran guru dalam melaksanakan PTK adalah sangat penting

dan tidak dapat digantikan oleh orang lain begitu saja. Oleh karena itu, implementasi tindakan,

proses obser-vasi-interpretasi dan hasil implementasi tindakan tersebut terjadi karena keduanya

merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam tindakan alamiah pembelajaran.

a. Pelaksanaan tindakan

Kegiatan pelaksanaan tindakan perbaikan ini merupakan tindakan pokok dalam siklus

PTK, dan pada saat yang bersama-an kegiatan pelaksanaan tindakan ini juga diikuti dengan

ke-giatan observasi dan interpretasi, serta diikuti dengan kegiat-an refleksi.

b. Observasi dan Interpretasi

Secara umum, observasi adalah upaya merekam segala perstiwa dan kegiatan yang

terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung, dengan menggunakan atau tanpa alat bantu.

Perlu dicatat adalah kadar interpretasi yang terlibat dalam rekaman observasi secara

seksama.

Mekanisme perekaman hasil observasi perlu dirancang agar tidak

mencampuradukkan antara fakta dan interpretasi, namun juga tidak terseret oleh kaidah

umum yang tanpa kecuali menafsirkan interpretasi dalam pelaksanaan observasi. Apabila

yang terakhir ini dilakukan, sehingga yang direkam hanyalah fakta tanpa interpretasi, maka

akan dapat menimbul-kan resiko, bahwa makna dari perangkat fakta yang telah di-amati itu

tidak lagi dapat dibangkitkan kembali secara utuh karena proses erosi yang terjadi dalam

ingatan, lebih-lebih apabila pengamat adalah juga aktor tindakan. Dalam hubungan ini,

agaknya prosedur perekaman hasil observasi yang telah banyak digunakan dalam penelitian

kualitatif, dapat dimanfaat-kan secara produktif.

c. Diskusi ulang balikan (review discussion)

Observasi kelas akan memberikan manfaat apabila pelak- sanaannya diikuti dengan

diskusi balikan. Hal ini bisa menjan-jikan manfaat yang optimal jika:

1) Diberikan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi

2) Digelar dalam suasana yang mutually supportive dan non – threatening.

3) Bertolak dari rekaman data yang dibuat oleh pengamat.

4) Diinterpretasikan secara bersama-sama oleh aktor tindakan perbaikan dan

pengamat dengan kerangka pikir tindakan perbaikan yang tengah digelar.

5) Pembahasan mengacu kepada penerapan sasaran serta pengembangan strategi

perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutnya.

4. Analisis data dan Refleksi

a. Analisis data

Analisis data dalam rangka refleksi setelah implementasi suatu paket tindakan

perbaikan, mencakup proses dan dampak seperangkat tindakan perbaikan dalam suatu siklus

PTK sebagai keseluruhan.

Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:

1) Reduksi data, yakni proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi,

pemfokusan, dan peng-abstraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna.

2) Paparan data, yakni proses penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk

paparan naratif, representasi grafis, dan sebagainya.

3) Penyimpulan, yakni proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah

terorganisasikan tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat dan / atau formula

yang singkat dan padat tetapi mengandung penger-tian yang luas.

b. Refleksi

Refleksi dalam PTK adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi dan/atau tidak

terjadi, apa yang telah diha-silkan atau yang belum berhasil dituntaskan dengan tindakan

perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi ini digunakan untuk menetapkan langkah lebih

lanjut dalam upaya mencapai tujuan PTK. Dengan kata lain, refleksi merupakan pengkajian

terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara, dan untuk

menentukan tindak lanjut dalam rangka pencapaian berbagai tujuan sementara lainnya.

5. Rencana Tindak Lanjut

Sebagaimana telah diisyaratkan hasil analisis dan refleksi akan menentukan apakah

tindakan yang telah dilaksanakan telah dapat mengatasi masalah yang memicu penyelenggaraan

PTK atau belum. Jika hasilnya belum memuaskan, maka dilakukan tindakan perbaikan lanjutan

dengan memperbaiki tindakan perbaikan sebelumnya atau apabila perlu, dengan menyusun

tindakan perbaikan yang betul-betul baru untuk mengatasi masalah yang ada.

Dengan kata lain, apabila masalah yang diteliti belum tuntas, atau belum memuaskan

pengatasannya, maka PTK harus dilanjutkan pada siklus ke-2 dengan prosedural yang sama

seperti pada siklus ke-1. Demikian seterusnya. Namun apabila pada siklus ke-1 sudah berhasil,

maka penelitian sudah selesai.

Untuk memperoleh hasil PTK yang memuaskan ada bebera-pa saran yang bisa

dipertimbangkan yaitu:

a. Jangan memilih masalah yang anda tidak dapat berbuat apapun terhadap masalah

tersebut.

b. Tentukan topik yang ruang lingkupnya terbatas dan tidak terlampau luas.

c. Pilihlah topik-topik yang penting bagi anda dan bagi siswa anda.

d. Jika diperlukan, lakukanlah kolaborasi dengan teman sejawat karena hal itu sangat

bermanfaat untuk perkembangan profesional seseorang.

e. Kaitkan penelitian kelas anda dengan prioritas rencana pengembangan sekolah atau

fungsi sekolah anda.

B. PENYUSUNAN PROPOSAL PTK

Berikut ini adalah sistematika Proposal PTK.

1. Judul

Judul dinyatakan dengan kalimat sederhana, namun tampak jelas maksud tindakan yang

akan dilakukan dan dimana penelitian dilangsungkan, jika diperlukan cantumkan penanda

waktu catur wulan/semester/tahun ajaran.

Contoh:

“Aplikasi Pendekatan Problem-Based Learning (PBL) Dapat Meningkatkan

Pembelajaran Sosiologi pada Kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta Tahun

Pelajaran 2005 – 2006”

2. Pendahuluan

a. Latar Belakang Masalah

Menguraikan kondisi objektif yang mengharuskan dilaksanakannya PTK. Kondisi ini

merupakan hasil identifikasi guru terhadap masalah proses pembelajar-an yang

diselenggarakan.

b. Rumusan Masalah

Mengemukakan masalah-masalah yang akan dipecahkan melalui PTK yang akan

dilaksanakan.

Contoh:

1. Apakah dengan pendekatan Problem-Based Learning dapat meningkatkan

pembelajaran Sosiologi pada kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta

tahun pelajaran 2006 – 2007?

2. Bagaimana perubahan tingkah laku yang menyertai peningkatan pembelajaran

Sosiologi melalui pendekatan Problem-Based Learning?

c. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan proses yang akan dilaku-kan atau kondisi yang

diinginkan setelah dilaksanakan PTK.

Contoh:

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Sosiologi melalui pendekatan

Problem-Based Learning pada kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta.

2. Untuk mengetahui tingkah laku yang menyertai peningkatan pembelajaran

Sosiologi melalui pendekatan Problem-Based Learning pada kelas XII IPS

Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta.

e. Manfaat Hasil Penelitian

Contoh:

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Dapat meningkatkan kompetensi dan aktivitas pembelajaran para siswa kelas XII

IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta.

2. Dapat menganalisis perubahan tingkah laku yang menyertai peningkatan

pembelajaran Sosiologi melalui perlakuan khusus pendekatan Problem-Based

Learning.

3. Kajian pustaka

Kajian pustaka berisikan ulasan-ulasan teoritis dengan konsep pembelajaran dan konteks

PTK yang akan dilaksanakan.

4. Metode penelitian

Metode penelitian adalah tahapan-tahapan cara dalam melaksanakan penelitian. Contoh

kerangka rancangan PTK yang lazim digunakan sebagai berikut:

a. Setting Penelitian

Contoh:

Penelitian ini berbasis kelas dengan lokasi kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2

Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Akan dilaksanakan tahun 2005 – 2006 yang

melibatkan siswa berjumlah 40 siswa.

b. Subyek Penelitian

Contoh:

Subyek penelitian adalah siswa kelas XII Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta tahun

pelajaran 2005 – 2006 yang berjumlah 40 siswa, sebagaimana digambarkan dalam

tabel (lampiran).

c. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Contoh:

Instrumen pengumpulan data dalam PTK ini ada dua, yaitu instrumen tes dan nontes:

1. Tes

Tes digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan pembelajaran konsep

modernisasi sesaat setelah proses pembelajaran Sosiologi dilaksanakan pada kelas

XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta tahun pelajaran 2005 – 2006. Pada

setiap siklus guru memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa dalam

penguasaan konsep modernisasi dalam pembelajaran Sosiologi. Pada saat

melaksanakan tes tertulis kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta tahun

pelajaran 2005 – 2006 yang berjumlah 40 siswa dibagi menjadi dua gelombang,

masing-masing terdiri dari 20 siswa dan 20 siswa. Pembagian kelompok ini

dimaksudkan agar peneliti lebih mudah melaksanakan tes tertulis secara objektif

untuk mengukur kemampuan siswa secara individual.

2. Non Tes

Teknik non tes yang dipilih pada penelitian ini ada 3 yaitu observasi, wawancara,

dan jurnal. Observasi digunakan untuk mengetahui tentang respon dan sikap

siswa terhadap pemahaman konsep modernisasi dalam pembelajaran Sosiologi,

respon dan sikap siswa terhadap pendekatan PBL, dan siswa yang menunjukkan

gejala khusus dalam penerapan pendekatan PBL.

Wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan dan sikap siswa dalam

pelaksanaan pendekatan PBL, penyebab siswa kurang dapat berpartisipasi dalam

proses pembelajaran, dan motivasi yang menjadikan siswa bersemangat

mengikuti proses pendekatan PBL.

Jurnal digunakan untuk mengetahui berbagai gejala yang muncul dan tercatat

atau terekam pada saat penerapan pendekatan PBL baik yang bersifat maju

maupun mundur untuk mengadakan perbaikan pada siklus berikutnya

d. Validitas Data

Contoh:

Hasil belajar (nilai tes) yang divalidasi instrumen tes menentukan validasi

teoritik maupun validasi empirik (analisis kualitatif dan kuantitatif). Proses

pembelajaran (observasi dan wawancara) yang divalidasi datanya melalui trianggulasi,

baik sumber maupun metoda.

Untuk kepentingan keabsahan data, penelitian ini menggunakan teknik

trianggulasi, yaitu pengujian validitas data dengan cara membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu

dan alat berbeda, dengan metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1)

membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2)

membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang tentang

situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4)

membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan

pandangan orang di berbagai tingkatan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan

isi suatu dikumen yang berkaitan (Lexy J. Moleong, 2002 : 178).

e. Analisis Data

Contoh :

Teknik yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini adalah teknik

deskriptif analitik dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes diolah dengan menggunakan

deskripsi persentase. Nilai yang diperoleh siswa dirata-rata untuk menemukan

tingkat pemahaman konsep modernisasi para siswa dalam pembelajaran

Sosiologi. Nilai persentase dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

NK

NP = ------ x 100%

R

Keterangan:

NP = Nilai persentase

NK = Nilai komulatif

R = Jumlah responden

2. Data kualitatif yang diperoleh dari observasi, wawancara dan jurnal

diklasifikasikan berdasarkan aspek-aspek yang dijadikan fokus analisis. Data

kuantitatif dan kualitatif ini kemudian dikaitkan sebagai dasar untuk

mendeskripsikan keberhasilan penerapan pendekatan PBL, yang ditandai dengan

meningkatnya pemahaman konsep modernisasi dalam pembelajaran Sosiologi

secara klasikal, dan perubahan tingkah laku yang menyertainya.

f. Indikator Kinerja

Contoh:

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) artinya penelitian dengan

berbasis pada kelas. Dengan penelitian ini diperoleh manfaat berupa perbaikan

praksis yang meliputi penanggulangan berbagai masalah belajar siswa dan kesulitan

mengajar oleh guru.

Untuk mengevaluasi ada tidaknya dampak positif terhadap tindakan, diperlukan

kriteria keberhasilan, yang ditetapkan sebelum tindakan dilakukan. Dari kegiatan

refleksi ini, diperoleh ketetapan tentang hal-hal yang telah tercapai menjadi bahan

dalam merencanakan kegiatan siklus berikutnya.

Indikator kinerja dari data kuantitatif ditetapkan kriteria bahwa semakin

meningkat perolehan hasil tes pada kategori diatasnya menunjukkan kriteria

peningkatan pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini. Jadi seumpama pada

siklus ke-2 kategori sangat paham lebih besar daripada siklus ke-1 berarti terjadi

peningkatan yang positif sebagaimana terlihat pada tabel 1 berikut ini:

Indikator kinerja dari data kualitatif ditetapkan bahwa peningkatan partisipasi

responden (siswa) dan peningkatan sikap positif baik dari segi kualitas maupun

kuantitasnya sebagai indikator peningkatan pembelajaran yang positif, dari siklus ke

siklus. Jika terjadi sebaliknya maka sebagai indikasi kurang berhasil dalam perlakuan

Penelitian Tindakan Kelas ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hopkins, David, (1992). A Teacher,s Guide to Classroom Research. Milton Keynes: Open

University.

Kemmis, Stephen. & Mc. Taggart, Robin. (1992). The Action Research Planner. Victoria: Deakin

University Press.

Kardi, S., (2000). Penelitian Tindakan Kelas. Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran MIPA.

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Surabaya PSMS Pascasarjana.

Nur, Mohamad, (2001). Penelitian Tindakan Kelas (konsep dasar dan langkah-langkah PTK).

Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran MIPA. Departemen Pendidikan Nasional

Universitas Negeri Surabaya PSMS Pascasarjana.