makalah penelitian tindakan kelas 6.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul per-ubahan tingkah laku positif
pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Konteks ini
pada da-sarnya bergantung pada guru sebagai elemen penting dalam kegiat-an pembelajaran.
Memang saat ini sudah menjadi tidak lazim apa-bila seorang guru menjadi dominator keguatan
pembelajaran di ke-las, namun hal ini bukan berarti guru lepas tanggung jawab terhadap
keberhasilan siswanya dalam belajar.
Untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut guru harus selalu proaktif dan responsif
terhadap semua fenomena-fenomena yang dijumpai di kelas. Sejalan dengan pernyataan di atas,
saat ini upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan pendekatan kons-struktivis. Oleh karena
itu guru tidak hanya sebagai penerima pembaharuan pendidikan, namun ikut bertanggung jawab
dan ber-peran aktif dalam melakukan pembaruan pendidikan serta mengem-bangkan
pengetahuan dan keterampilannya melalui penelitian tin-dakan dalam pengelolaan
pembelajaran di kelasnya.
Paling tidak ada tiga alasan mengapa penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom
action research merupakan langkah yang tepat dalam upaya memperbaiki atau meningkatkan
mutu pendidik-an. Ketiga alasan itu adalah:
1. Guru berada di garis paling depan dan terlibat langsung dalam proses tindakan
perbaikan mutu pendidikan tersebut.
2. Penelitian pada umumnya dilakukan para ahli di perguruan tinggi/lembaga
pendidikan, sehingga guru tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan yang
merupakan hasil penelitian.
3. Penyebaran hasil penelitian ke kalangan praktisi di lapangan memerlukan waktu lama.
B. PENGERTIAN PTK
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperke-nalkan oleh ahli psikologi sosial
Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya
di-kembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart, John Elliot, Dave
Ebbutt, dan sebagainya. PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya,
sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis peneliti-an masih sering menjadi
perdebatan jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya.
Menurut Stephen Kemmis (1983), PTK adalah suatu bentuk kegiatan penelaahan atau
inkuiri melalui refleksi diri yang dilaku-kan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam
situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebe-naran dari (a)
praktik-praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka
terhadap praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan (David
Hopkins, 1993: 44). Sedangkan Tim Pelatih Proyek PGSM (1999) mengemukakan bahwa PTK
adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki
kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan (M. Nur, 2001)
C. TUJUAN PTK
Sebagaimana diisyaratkan di atas, PTK antara lain bertuju-an untuk memperbaiki dan /
atau meningkatkan praktik pembela-jaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya
”melekat” pe-nunaian misi profesional pendidikan yang diemban oleh guru. Dengan kata lain,
tujuan PTK adalah untuk perbaikan dan pening-katan layanan profesional guru. Di samping itu,
sebagai tujuan pe-nyerta PTK adalah untuk meningkatkan budaya meneliti bagi guru guna
memperbaiki kinerja di kelasnya sendiri.
Dalam hubungannya dengan peningkatan profesionalisme guru, kegiatan PTK penting
untuk dilakukan dengan alasan:
1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap
dinamika pembelajaran di kelasnya.
2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional.
3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan PTK, guru mampu memperbaiki proses
pembelajaran di kelas.
4. Pelaksanaan PTK tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena tidak perlu
meninggalkan kelasnya.
5. Dengan PTK guru akan menjadi kreatif.
D. MANFAAT PTK
Manfaat yang dapat dipetik jika guru mau dan mampu me-laksanakan PTK:
1. Guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara
mandiri, sehingga berkembang inovasi-inovasi pembelajaran yang sangat bermanfaat
bagi dunia pendidikan dan pembelajaran.
2. PTK juga bermanfaat untuk pengembangan kurikulum dan untuk peningkatan
profesionalisme guru.
E. PRINSIP-PRINSIP PTK
Terdapat enam prinsip yang mendasari PTK yang dijelaskan Hopkins dalam Kardi (2000).
Keenam prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tugas utama guru adalah mengajar, dan apapun metode PTK yang diterapkannya,
sebaiknya tidak mengganggu komotmennya sebagai pengajar.
2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan
dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.
3. Metodologi yang digunakan harus cukup reliabel, sehingga memungkinkan guru
mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan
strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang
dapat digunakan untuk ”menjawab” hipotesis yang dikemukakannya.
4. Masalah penelitian yang diambil oleh guru hendaknya masalah yang cukup
merisaukannya, dan bertolak dari tanggung jawab profesionalnya, guru sendiri
memiliki komitmen terhadap pemecahan masalah.
5. Dalam penyelenggaraan PTK, guru haruslah bersikap konsisten menaruh kepedulian
tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
6. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam
pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom-exceeding perspective,
dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan / atau mata
pelajaran tertentu (skala mikro), melainkan dalam perspektif misi sekolah secara
keseluruhan (skala makro).
F. TAHAP-TAHAP PTK
PTK memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan Mc Taggar, 1992)
yaitu Planning (Rencana), Action (Tindakan), Observation (Pengamatan), dan Reflection
(Refleksi). Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Planning (Rencana)
Rencana merupakan tahapan awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan
sesuatu. Diharapkan rencana tersebut berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk
menerima efek-efek yang tak terduga dan dengan rencana tersebut secara dini kita
dapat mengatasi masalah. Dengan perencanaan yang baik seorang prak-tisi akan lebih
mudah untuk mengatasi kesulitas dan mendorong para praktisi tersebut untuk
bertindak dengan lebih efektif. Sebagai bagian dari perencanaan, partisipan harus
bekerja sama dalam diskusi untuk membangun suatu kesamaan bahasa dalam
menganalisis dan memperbaiki pengertian maupun tindakan mereka dalam situasi
tertentu.
2. Action (Tindakan)
Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yang dapat
berupa suatu penerapan model pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk
memperbaiki atau menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan
tersebut dapat dilakukan oleh mereka yang terlibat langsung dalam pelaksanaan
suatu model pembelajaran yang hasilnya juga akan diperguna-kan untuk
penyempurnaan pelaksanaan tugas.
3. Observation (Pengamatan)
Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendoku-mentasikan pengaruh-
pengaruh yang diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini
merupakan dasar dilakukannya refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus
dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya. Dalam pengamatan, hal-hal yang
perlu dicatat oleh peneliti adalah proses dari tindakan, efek-efek tindakan, lingkungan
dan hambatan-hambatan yang muncul.
4. Reflection (Refleksi)
Refleksi disini meliputi kegiatan: analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian),
menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi
terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk
memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya. Dengan demikian, PTK tidak
dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan karena hasil refleksi membutuhkan
waktu untuk melakukannya sebagai planning untuk siklus selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PROSEDUR PELAKSANAAN PTK
PTK merupakan proses pengkajian melalui sistema berdaur atau siklus dari berbagai
kegiatan pembelajaran. Menurut Raka Joni dan kawan-kawan (1998), terdapat 5 (lima) tahapan
dalam pelaksanaan PTK. Kelima tahapan dalam pelaksanaan PTK tersebut adalah:
1. Penetapan fokus masalah penelitian
2. Perencanaan tindakan perbaikan
3. Pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan Interpretasi
4. Analisis dan Refleksi
5. Perencanaan tindak lanjut
Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran akan adanya permasalahan yang
dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga
ditengarai telah berdampak kurang baik terhadap proses dan / atau hasil belajar siswa, dan /
atau implementasi sesuatu program sekolah. Bertolak dari kesadaran mengenai adanya
permasalahan tersebut, yang besar kemungkinan masih tergambarkan secara kabur, guru
kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam, kalau perlu dengan
mengumpulkan tambahan data lapangan secara lebih sistematis dan / atau melakukan kajian
pustaka yang relevan.
Pada gilirannya, dengan perumusan permasalahan yang lebih tajam itu dapat dilakukan
diagnosis kemungkinan-kemungkin-an penyebab permasalahan lebih cermat, sehingga terbuka
peluang untuk menjajagi alternatif-alternatif tindakan perbaikan yang diperlukan. Alternatif
pengatasan permasalahan yang dinilai terbaik, kemudian diterjemahkan menjadi program
tindakan perbaikan yang akan dicobakan. Hasil pencobaan tindakan perbaikan itu dinilai dan
direfleksikan dengan mengacu kepada kriteria-kriteria perbaikan yang dikehendaki, yang telah
ditetap-kan sebelumnya.
1. Penetapan Fokus Masalah Penelitian
a. Merasakan Adanya Masalah
Kepekaan dan kepedulian guru dalam pembelajaran sangat diperlukan. Sebab tanpa
hal tersebut, tampaknya guru akan kesulitan memperoleh permasalahan PTK. Oleh sebab itu,
agar guru dapat menerapkan PTK dalam upayanya untuk mem-perbaiki dan/atau
meningkatkan layanan pembelajaran secara lebih profesional, ia dituntut keberaniannya
untuk mengatakan secara jujur khususnya kepada diri sendiri mengenai sisi-sisi lemah yang
masih terdapat dalam implementasi program pem-belajaran yang dikelolanya. Dengan kata
lain, guru harus mampu merefleksi, merenung, serta berpikir balik, mengenai apa saja yang
telah dilakukan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah
yang mungkin ada. Dalam proses perenungan itu terbuka peluang bagi guru untuk
menemukan kelemahan-kelemahan praktik pembelajaran yang selama ini dilakukan secara
tanpa disadari. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan secara maksimal potensi PTK bagi
perbaikan proses pembelajaran, guru perlu memulainya sedini mungkin begitu ia merasakan
adanya persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain, permasalahan yang diangkat dalam PTK harus benar-benar
merupakan masalah-masalah yang dihayati oleh guru dalam praktik pembelajaran yang
dikelolanya, bukan permasalahan yang disarankan, apalagi ditentukan oleh pihak luar.
Permasalahan tersebut dapat berangkat (bersumber) dari siswa, guru, bahan ajar, kurikulum,
interaksi pembelajaran dan hasil belajar siswa.
b. Identifikasi Masalah PTK
Sebagaimana telah dikemukakan penetapan arah PTK berangkat dari diagnosis
terhadap keadaan yang bersifat umum. Guru juga bisa merinci proses penemuan
permasalahan tersebut dengan bertolak dari gagasan – gagasan yang masih bersifat umum
mengenai keadaan yang perlu diperbaiki. Menurut Hopkins (1993), untuk mendorong pikiran
– pikiran dalam mengembangkan focus PTK, kita bisa bertanya kepada diri sendiri, misalnya:
Apa yang sedang terjadi sekarang?
Apakah yang terjadi itu mengandung permasalahn?
Apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasinya? Bila pertanyaan tersebut telah
ada dalam pikiran guru sebagai actor PTK, maka langkah dapat dilanjutkan dengan
mengembangkan beberapa pertanyaan sepeerti dibawah ini:
Saya berkeinginan memperbaiki …………………
Beberapa orangkah yang merasa kurang puas tentang
Saya dibingungkan oleh…………………………..
Saya memilih untuk menguji cobakan di kelas gagasan tentang;
Pada tahap ini yang paling penting adalah menghasilkan gagasan – gagasan yang awal
mengenai permasalahan aktual yang dialami guru di kelas. Dengan berangkat dari gagasan –
gagasan awal tersebut guru dapat berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan dengan
menggunakan PTK.
c. Analisis Masalah
Setelah memperoleh sederet permasalahan melaui proses identifikasi ini, maka
peneliti / guru kelas melakukan analisis terhadap permasalahan – permasalahan tersebut
untuk menentukan urgensi pengatasan. Dalam hubungan ini akan ditemukan permasalahan
yang sangat mendesak untuk diatasi seperti misalnya penguasaan operasi matematik, atau
yng dapat ditunda pengatasannya tanpa kerugian yang besar, seperti misalnya kemampuan
membaca peta buta. Abahkan memang ada permasalahn yang tidak dapat diatasi dengan
PTK, seperti misalnya kesalahan – kesalahan faktual dan/atau konseptual yangterdapat
dalam buku paket. Menurut Abimanyu (1995) arahan yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan permasalahan untuk PTK adalah sebagai berikut:
1) Pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru sendiri dan muridnya, atau topic
yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas yang memang diprogramkan oleh
sekolah.
2) Jangan memilih masalah yang berada di luar kemampuan dan / atau kekuasaan guru
untuk mengatasinya.
3) Pilih dan tetapkan permasalahn yang skalanya cukup kecil dan terbatas (manageable).
4) Usahakan untuk bekerja secara kolaboratif dalam pengembangan focus penelitian.
5) Kaitkan PTK yang akan dilakukan dengan prioritas – prioritas yang ditetapkan dalam
rencana pengembangan sekolah.
Tidak perlu ditekankan lebih kuat lagi bahwa analisis masalah perlu dilakukan secara
cermat, sebab keberhasilan pada tahap analisis masalah akan menentukan keberhasilan
keseluruhan proses pelaksanaan PTK. Jika PTK berhasil dilaksanakan dengan membawa
kemanfaatan yang dapat dirasakan oleh guru dan sekolah (intrinsically rewarding). Maka
keberhasilan ini akan menjadi motivasi bagi guru untuk meneruskan uasahanya di masa –
masa yang akan datang. Disamping itu temuan – temuan yang dihasilkan melalui PTK itu akan
menarik bagi guru lain yang belum mengikuti program PTK untuk juga mencoba
melaksanakannya.
d. Perumusan Masalah
Setelah menetapkan focus permasalahan serta menganalisanya menjadi bagian –
bagian dan lebih kecil, maka selanjutnya guru perlu merumuskan permasalahan secara lebih
jelas, spesifik dan operasional. Perumusan masalah dan jelas akan membuika peluang bagi
guru untuk menetapkan tindakan alternatif solusi) yang perlu dilakukannya jenis data yang
perlu dikumpulkan termasuk prosedur perekamannya serta cara menginterpretasikannya,
khususnya yang perlu dilakukan sementara tindakan perbaikan dilaksanakan dan data
mengenai proses dan/atau hasilnya itu direkam. Disamping itu, penetapan tindakan
perbaikan yang akan dicobakan itu juga memberikan arahan kepada guru untuk melakukan
berbagai persiapan termasuk yang berbentuk latihan guru meningkatkan keterampilan untuk
melakukan tindakan perbaikan yang dimaksud.
2. Perencanaan Tindakan
a. Formulasi solusi dalam bentuk hipotesis tindakan
Dilihat dari sudut lain, alternatif tindakan perbaikan juga dapat dilihat sebagai
hipotesis dalam arti mengindikasikan dugaan mengenai perubahan dalam arti perbaikan yang
bakal terjadi jika suatun tindakan dilakukan. Misalnya jika kebiasaan membaca ditingkatkan
melalui penugasan mencari kata atau istilah serapan, perbendaharaan kata akan meningkat
dengan rata – rata 10 % setiap bulannya. Dari contoh ini, hipotesis tindakan merupakan
tindakan yang diduga akan dapat memecahkkan masalah yang ingin diatasi dengan
penyelenggaraan PTK.
Bentuk umum rumusan hipotesis tindakan berbeda dengan hipotesis formal. Jika
hipotesis penelitian formal menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih
atau menyatakan adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih, maka hipotesis
tindakan tidak mengatakan demikian, tetapi mengatakan percaya tindakan kita akan
merupakan suatu solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang diteliti. Agar dapt
menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, sebagai peneliti guru dapat melakukan:
1) Kajian teoretik di bidang pembelajaran pendidikan
2) Kajian hasil – hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan
3) Diskusi dengan rekan – rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti lain, dan
sebagainya.
4) Kajian pendapat dan saran pakar pendidikan khususnya yang dituangkan dalam
bentuk program, dan
5) Mereflesikan pengalamannya sendiri sebagai guru.
Dari hasil kajian tersebut dapat diperoleh landasan untuk membangun hipotesis
tindakan. Menurut Soedarsono (1997) beberapa, hal yang perlu diperhatikan dalam
merumuskan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:
1) Rumusan alternatif tindakan perbaikan berdasar-kan hasil kajian. Dengan kata
lain, alternatif tindakan perbaikan hendaknya mempunyai landasan yang mantap
secara konseptual.
2) Setiap alternatif tindakan perbaikan yang dipertimbangkan perlu dikaji ulang dan
dievaluasii dari segi relevansinya. Disamping itu juga perlu ditetapkan cara
penilaiannya sehingga dapat memfasilitasi pengumpulan serta analisis data secara
cepat namun tepat selama program tindakan perbaikan itu diimplementasikan.
3) Pilih alternatif tindakan serta prosedur implemen-tasi yang dinilai paling
menjanjikan hasil optimal namun masih tetap ada dalam jangkauan kemampuan
guru untuk melakukannya dalam kondisi dan situasi sekolah yang aktual.
4) Pikiran dengan seksama perubahan – perubahan ( perbaikan – perbaiakn) yang
secara implisit dan dijanjikan melalui hipotesis tindakan itu, baik yang berupa
proses dan hasil belajar siswa maupun tehnik mengajar guru.
b. Analisis kelaikan hipotesis tindakan
Setelah diperoleh gambaran awal mengenai sejumlah hipotesis tindakan maka
selanjutnya perlu dilakukan masing – masing hipotesis tindakan itu dari segi jarak yang
terdapat antara situasi riil dengan situasi ideal yang dijadikan rujukan. Sebab jika terdapat
jarak yang terlalu sulit untuk mengupayakan perwujudannya, maka tindakan yang dilakukan
tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Oleh karena itu kondisi dan situasi yang
dipersyaratkan untuk penyelenggaraan sesuatu tindakan perbaikan dalam rangka PTK, harus
ditetapkan sedemikian sehingga masih ada dalam batas – batas baik kemampuan guru
senada dukungan fasilitas yang tersedia di sekolah maupun kemampuan rata – rata siswa
untuk mencernakannya. Dengan kata lain, sebagai aktor PTK guru hendaknya cukup realistis
dalam menghadapi kenyataan keseharian dunia sekolah dimana ia berada dan melaksanakan
tugasnya.
Hipotesis tindakan harus dapat diuji secara empiris. Ini berarti bahwa baik proses
implementasi tindakan yang dilakukan maupun dampak yang diakibatkannya dapat teramati
oleh guru yang merupakan aktor PTK maupun mitra kerjanya. Sebagian dari gejala – gejala
yang dapat diamati itu dapat diberikan secara kualitatif. Namun yang paling penting gejala –
gejala tersebut harus dapat divertifikasi oleh pengamat lain, apabila diperlukan.
Pada gilirannya, untuk melakukan tindakan agar menghasilkan dampak/hasil
sebagaimana diharapkan diperlukan kajian mengenai kelaikan hipotesis tindakan terlebih
dahulu. Menurut Soedarsono (1997) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji
kelaikan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:
1) Implementasi suatu PTK akan berhasil, hanya apabila didukung oleh kemampuan
dan komitmen guru yang merupakan aktornya. Di pihak lain, sebagaimana telah
dikemukakan untuk pelaksanaan PTK kadang – kadang memang masih diperlukan
peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan sebagai
komponen penunjang. Selanjutnya selain persyaratan kemampuan, keberhasilan
pelaksanaan PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang merasa
tergugah untuk melakukan tindakan perbaikan. Dengan kata lain PTK dilakukan
bukan karena ditugaskan oleh atasan atau didorong oleh keinginan untuk
memperoleh imbalan finansial.
2) Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan baik dari segi fisik, psikologis, dan
sosial budaya maupun etik. Dengan kata lain PTK seyogyanya tidak dilaksanakan
apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.
3) Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau sekolah juga perlu
diperhitungkan sebab pelaksanaan PTK dengan mudah dapat tersabotase oleh
kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh karena itu demi
keberhasilan PTK maka guru dan mitranya dituntut untuk dapat mengusahakan
fasilitas dan sarana yang ditentukan.
4) Selain kemampuan siswa sebagai perorangan, keberhasilan PTK juga sangat
tergantung pada iklim belajar di kelas atau sekolah. Namun pertimbangan ini
tentu tidak dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk mempertahankan status
kuno. Dengan kata lain perbaikan iklim belajar di kelas dan di sekolah memsng
justru dapat dijadikan sebagai salah satu sasaran PTK.
5) Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasai, maka selain iklim belajar
sebagaimana dikemukakan pada butir 4) Iklim kerja sekolah juga menentukan
keberhasilan penyelenggaraan PTK. Dengan kata lain dukungan dari kepala
sekolah serta rekan sejawat guru dapat memperbesar peluang keberhasilan PTK.
Selain itu semua tim PTK juga perlu membahas secara mendalam tentang
kemungkinan konsekuensi alas an dilakukannya tindakan yang harus diantisipasi.
Demikian pula kemungkinan timbulnya masalah baru dengan adanya tindakan di
kelas. Atas dasar berbagai pertimbangan di atas maka peneliti dapat secara lebih
cermat menyusun rencana yang akan dilakukan.
c. Perencanaan Tindakan
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu melak-sanakan berbagai persiapan
sehingga semua komponen yang di-rencanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah
per-siapan yang perlu ditempuh adalah:
1) Membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan
guru, di samping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka
implemen-tasi perbaikan yang telah direncanakan.
2) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, seperti
gambar-gambar dan alat-alat peraga.
3) Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil
tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan.
4) Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji
keterlaksanaan rancangan, sehingga dapat menumbuhkan serta mempertebal
keper-cayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya. Sebagai pelaku PTK, guru
harus terbebas dari rasa gagal dan takut berbuat kesalahan.
3. Pelaksanaan tindakan, Observasi dan Interpretasi
Atas dasar uraian di atas, adalah sangat beralasan untuk beranggapan bahwa PTK
dilakukan oleh seorang guru atas prakarsa nya sendiri, mesikupun juga terbuka untuk dilakukan
secara kola-boratif. Ini berarti bahwa peran guru dalam melaksanakan PTK adalah sangat penting
dan tidak dapat digantikan oleh orang lain begitu saja. Oleh karena itu, implementasi tindakan,
proses obser-vasi-interpretasi dan hasil implementasi tindakan tersebut terjadi karena keduanya
merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam tindakan alamiah pembelajaran.
a. Pelaksanaan tindakan
Kegiatan pelaksanaan tindakan perbaikan ini merupakan tindakan pokok dalam siklus
PTK, dan pada saat yang bersama-an kegiatan pelaksanaan tindakan ini juga diikuti dengan
ke-giatan observasi dan interpretasi, serta diikuti dengan kegiat-an refleksi.
b. Observasi dan Interpretasi
Secara umum, observasi adalah upaya merekam segala perstiwa dan kegiatan yang
terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung, dengan menggunakan atau tanpa alat bantu.
Perlu dicatat adalah kadar interpretasi yang terlibat dalam rekaman observasi secara
seksama.
Mekanisme perekaman hasil observasi perlu dirancang agar tidak
mencampuradukkan antara fakta dan interpretasi, namun juga tidak terseret oleh kaidah
umum yang tanpa kecuali menafsirkan interpretasi dalam pelaksanaan observasi. Apabila
yang terakhir ini dilakukan, sehingga yang direkam hanyalah fakta tanpa interpretasi, maka
akan dapat menimbul-kan resiko, bahwa makna dari perangkat fakta yang telah di-amati itu
tidak lagi dapat dibangkitkan kembali secara utuh karena proses erosi yang terjadi dalam
ingatan, lebih-lebih apabila pengamat adalah juga aktor tindakan. Dalam hubungan ini,
agaknya prosedur perekaman hasil observasi yang telah banyak digunakan dalam penelitian
kualitatif, dapat dimanfaat-kan secara produktif.
c. Diskusi ulang balikan (review discussion)
Observasi kelas akan memberikan manfaat apabila pelak- sanaannya diikuti dengan
diskusi balikan. Hal ini bisa menjan-jikan manfaat yang optimal jika:
1) Diberikan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi
2) Digelar dalam suasana yang mutually supportive dan non – threatening.
3) Bertolak dari rekaman data yang dibuat oleh pengamat.
4) Diinterpretasikan secara bersama-sama oleh aktor tindakan perbaikan dan
pengamat dengan kerangka pikir tindakan perbaikan yang tengah digelar.
5) Pembahasan mengacu kepada penerapan sasaran serta pengembangan strategi
perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutnya.
4. Analisis data dan Refleksi
a. Analisis data
Analisis data dalam rangka refleksi setelah implementasi suatu paket tindakan
perbaikan, mencakup proses dan dampak seperangkat tindakan perbaikan dalam suatu siklus
PTK sebagai keseluruhan.
Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
1) Reduksi data, yakni proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi,
pemfokusan, dan peng-abstraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna.
2) Paparan data, yakni proses penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk
paparan naratif, representasi grafis, dan sebagainya.
3) Penyimpulan, yakni proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah
terorganisasikan tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat dan / atau formula
yang singkat dan padat tetapi mengandung penger-tian yang luas.
b. Refleksi
Refleksi dalam PTK adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi dan/atau tidak
terjadi, apa yang telah diha-silkan atau yang belum berhasil dituntaskan dengan tindakan
perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi ini digunakan untuk menetapkan langkah lebih
lanjut dalam upaya mencapai tujuan PTK. Dengan kata lain, refleksi merupakan pengkajian
terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara, dan untuk
menentukan tindak lanjut dalam rangka pencapaian berbagai tujuan sementara lainnya.
5. Rencana Tindak Lanjut
Sebagaimana telah diisyaratkan hasil analisis dan refleksi akan menentukan apakah
tindakan yang telah dilaksanakan telah dapat mengatasi masalah yang memicu penyelenggaraan
PTK atau belum. Jika hasilnya belum memuaskan, maka dilakukan tindakan perbaikan lanjutan
dengan memperbaiki tindakan perbaikan sebelumnya atau apabila perlu, dengan menyusun
tindakan perbaikan yang betul-betul baru untuk mengatasi masalah yang ada.
Dengan kata lain, apabila masalah yang diteliti belum tuntas, atau belum memuaskan
pengatasannya, maka PTK harus dilanjutkan pada siklus ke-2 dengan prosedural yang sama
seperti pada siklus ke-1. Demikian seterusnya. Namun apabila pada siklus ke-1 sudah berhasil,
maka penelitian sudah selesai.
Untuk memperoleh hasil PTK yang memuaskan ada bebera-pa saran yang bisa
dipertimbangkan yaitu:
a. Jangan memilih masalah yang anda tidak dapat berbuat apapun terhadap masalah
tersebut.
b. Tentukan topik yang ruang lingkupnya terbatas dan tidak terlampau luas.
c. Pilihlah topik-topik yang penting bagi anda dan bagi siswa anda.
d. Jika diperlukan, lakukanlah kolaborasi dengan teman sejawat karena hal itu sangat
bermanfaat untuk perkembangan profesional seseorang.
e. Kaitkan penelitian kelas anda dengan prioritas rencana pengembangan sekolah atau
fungsi sekolah anda.
B. PENYUSUNAN PROPOSAL PTK
Berikut ini adalah sistematika Proposal PTK.
1. Judul
Judul dinyatakan dengan kalimat sederhana, namun tampak jelas maksud tindakan yang
akan dilakukan dan dimana penelitian dilangsungkan, jika diperlukan cantumkan penanda
waktu catur wulan/semester/tahun ajaran.
Contoh:
“Aplikasi Pendekatan Problem-Based Learning (PBL) Dapat Meningkatkan
Pembelajaran Sosiologi pada Kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta Tahun
Pelajaran 2005 – 2006”
2. Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah
Menguraikan kondisi objektif yang mengharuskan dilaksanakannya PTK. Kondisi ini
merupakan hasil identifikasi guru terhadap masalah proses pembelajar-an yang
diselenggarakan.
b. Rumusan Masalah
Mengemukakan masalah-masalah yang akan dipecahkan melalui PTK yang akan
dilaksanakan.
Contoh:
1. Apakah dengan pendekatan Problem-Based Learning dapat meningkatkan
pembelajaran Sosiologi pada kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta
tahun pelajaran 2006 – 2007?
2. Bagaimana perubahan tingkah laku yang menyertai peningkatan pembelajaran
Sosiologi melalui pendekatan Problem-Based Learning?
c. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan proses yang akan dilaku-kan atau kondisi yang
diinginkan setelah dilaksanakan PTK.
Contoh:
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Sosiologi melalui pendekatan
Problem-Based Learning pada kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta.
2. Untuk mengetahui tingkah laku yang menyertai peningkatan pembelajaran
Sosiologi melalui pendekatan Problem-Based Learning pada kelas XII IPS
Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta.
e. Manfaat Hasil Penelitian
Contoh:
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Dapat meningkatkan kompetensi dan aktivitas pembelajaran para siswa kelas XII
IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta.
2. Dapat menganalisis perubahan tingkah laku yang menyertai peningkatan
pembelajaran Sosiologi melalui perlakuan khusus pendekatan Problem-Based
Learning.
3. Kajian pustaka
Kajian pustaka berisikan ulasan-ulasan teoritis dengan konsep pembelajaran dan konteks
PTK yang akan dilaksanakan.
4. Metode penelitian
Metode penelitian adalah tahapan-tahapan cara dalam melaksanakan penelitian. Contoh
kerangka rancangan PTK yang lazim digunakan sebagai berikut:
a. Setting Penelitian
Contoh:
Penelitian ini berbasis kelas dengan lokasi kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2
Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Akan dilaksanakan tahun 2005 – 2006 yang
melibatkan siswa berjumlah 40 siswa.
b. Subyek Penelitian
Contoh:
Subyek penelitian adalah siswa kelas XII Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta tahun
pelajaran 2005 – 2006 yang berjumlah 40 siswa, sebagaimana digambarkan dalam
tabel (lampiran).
c. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Contoh:
Instrumen pengumpulan data dalam PTK ini ada dua, yaitu instrumen tes dan nontes:
1. Tes
Tes digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan pembelajaran konsep
modernisasi sesaat setelah proses pembelajaran Sosiologi dilaksanakan pada kelas
XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta tahun pelajaran 2005 – 2006. Pada
setiap siklus guru memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa dalam
penguasaan konsep modernisasi dalam pembelajaran Sosiologi. Pada saat
melaksanakan tes tertulis kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta tahun
pelajaran 2005 – 2006 yang berjumlah 40 siswa dibagi menjadi dua gelombang,
masing-masing terdiri dari 20 siswa dan 20 siswa. Pembagian kelompok ini
dimaksudkan agar peneliti lebih mudah melaksanakan tes tertulis secara objektif
untuk mengukur kemampuan siswa secara individual.
2. Non Tes
Teknik non tes yang dipilih pada penelitian ini ada 3 yaitu observasi, wawancara,
dan jurnal. Observasi digunakan untuk mengetahui tentang respon dan sikap
siswa terhadap pemahaman konsep modernisasi dalam pembelajaran Sosiologi,
respon dan sikap siswa terhadap pendekatan PBL, dan siswa yang menunjukkan
gejala khusus dalam penerapan pendekatan PBL.
Wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan dan sikap siswa dalam
pelaksanaan pendekatan PBL, penyebab siswa kurang dapat berpartisipasi dalam
proses pembelajaran, dan motivasi yang menjadikan siswa bersemangat
mengikuti proses pendekatan PBL.
Jurnal digunakan untuk mengetahui berbagai gejala yang muncul dan tercatat
atau terekam pada saat penerapan pendekatan PBL baik yang bersifat maju
maupun mundur untuk mengadakan perbaikan pada siklus berikutnya
d. Validitas Data
Contoh:
Hasil belajar (nilai tes) yang divalidasi instrumen tes menentukan validasi
teoritik maupun validasi empirik (analisis kualitatif dan kuantitatif). Proses
pembelajaran (observasi dan wawancara) yang divalidasi datanya melalui trianggulasi,
baik sumber maupun metoda.
Untuk kepentingan keabsahan data, penelitian ini menggunakan teknik
trianggulasi, yaitu pengujian validitas data dengan cara membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat berbeda, dengan metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1)
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang tentang
situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4)
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang di berbagai tingkatan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan
isi suatu dikumen yang berkaitan (Lexy J. Moleong, 2002 : 178).
e. Analisis Data
Contoh :
Teknik yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini adalah teknik
deskriptif analitik dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes diolah dengan menggunakan
deskripsi persentase. Nilai yang diperoleh siswa dirata-rata untuk menemukan
tingkat pemahaman konsep modernisasi para siswa dalam pembelajaran
Sosiologi. Nilai persentase dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
NK
NP = ------ x 100%
R
Keterangan:
NP = Nilai persentase
NK = Nilai komulatif
R = Jumlah responden
2. Data kualitatif yang diperoleh dari observasi, wawancara dan jurnal
diklasifikasikan berdasarkan aspek-aspek yang dijadikan fokus analisis. Data
kuantitatif dan kualitatif ini kemudian dikaitkan sebagai dasar untuk
mendeskripsikan keberhasilan penerapan pendekatan PBL, yang ditandai dengan
meningkatnya pemahaman konsep modernisasi dalam pembelajaran Sosiologi
secara klasikal, dan perubahan tingkah laku yang menyertainya.
f. Indikator Kinerja
Contoh:
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) artinya penelitian dengan
berbasis pada kelas. Dengan penelitian ini diperoleh manfaat berupa perbaikan
praksis yang meliputi penanggulangan berbagai masalah belajar siswa dan kesulitan
mengajar oleh guru.
Untuk mengevaluasi ada tidaknya dampak positif terhadap tindakan, diperlukan
kriteria keberhasilan, yang ditetapkan sebelum tindakan dilakukan. Dari kegiatan
refleksi ini, diperoleh ketetapan tentang hal-hal yang telah tercapai menjadi bahan
dalam merencanakan kegiatan siklus berikutnya.
Indikator kinerja dari data kuantitatif ditetapkan kriteria bahwa semakin
meningkat perolehan hasil tes pada kategori diatasnya menunjukkan kriteria
peningkatan pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini. Jadi seumpama pada
siklus ke-2 kategori sangat paham lebih besar daripada siklus ke-1 berarti terjadi
peningkatan yang positif sebagaimana terlihat pada tabel 1 berikut ini:
Indikator kinerja dari data kualitatif ditetapkan bahwa peningkatan partisipasi
responden (siswa) dan peningkatan sikap positif baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya sebagai indikator peningkatan pembelajaran yang positif, dari siklus ke
siklus. Jika terjadi sebaliknya maka sebagai indikasi kurang berhasil dalam perlakuan
Penelitian Tindakan Kelas ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hopkins, David, (1992). A Teacher,s Guide to Classroom Research. Milton Keynes: Open
University.
Kemmis, Stephen. & Mc. Taggart, Robin. (1992). The Action Research Planner. Victoria: Deakin
University Press.
Kardi, S., (2000). Penelitian Tindakan Kelas. Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran MIPA.
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Surabaya PSMS Pascasarjana.
Nur, Mohamad, (2001). Penelitian Tindakan Kelas (konsep dasar dan langkah-langkah PTK).
Kumpulan Makalah Teori Pembelajaran MIPA. Departemen Pendidikan Nasional
Universitas Negeri Surabaya PSMS Pascasarjana.