makalah pbl wendy blok 21
DESCRIPTION
dm 2TRANSCRIPT
Daftar Isi
Pendahuluan...............................................................................................................................2
Anamnesis..................................................................................................................................6
Pemeriksaan...............................................................................................................................6
Working Diagnosis.....................................................................................................................8
Differential Diagnosis..............................................................................................................11
Etiologi.....................................................................................................................................18
Epidemiologi............................................................................................................................19
Patofisiologi.............................................................................................................................20
Penatalaksanaan.......................................................................................................................23
Komplikasi...............................................................................................................................39
Preventif...................................................................................................................................30
Prognosis..................................................................................................................................30
Kesimpulan..............................................................................................................................32
Daftar Pustaka..........................................................................................................................33
1
Pendahuluan
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan
hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar
hormon paratiroid tinggi tanpa memperdulikan kadar kalsium. Selama sekresi hormon
paratiroid (PTH), kelenjar paratiroid bertanggung jawab mempertahankan kadar kalsium
ekstraseluler. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion
kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium
dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hiperparatiroidisme
biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier.1
2
SKENARIO METABOLIK ENDOKRIN
Seorang wanita, Ny.B 40 tahun menjalani pemeriksaan untuk mengikuti asuransi
kesehatan. Pasien saat ini tidak mengeluhkan apapun tentang kesehatannya.
PF: TD: 120/80, T: 36.6°C, N: 84x/menit, RR: 19x/menit
Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, Thorax: jantung: dalam batas normal,
Paru: SN vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Lab : Hb: 12,2g/dL, L: 8800/uL, T: 232.000/uL, Ht: 32%
Ca Serum: 14mg/dL (8,7-10,2mg/dL), GDS: 138mg/dL, iPTH: 90pg/mL (N:8-51pg/mL), T3:
80ng/dL(77-135ng/dL), T4: 8ug/dL (5,4-11,7ug/dL), TSH: 1 uIU/mL, Creatinin: 0,7mg/dL,
Ur: 12mg/dL
Pemeriksaan Penunjang DEXA (Dual Energy X-Ray Absorptometri): T Score : -3
I. ISTILAH YANG TIDAK DIKETAHUI
Tidak ada
II. RUMUSAN MASALAH
Ca Serum meningkat, paratiroid hormon meningkat, dan tidak ada keluhan.
3
III. ANALISIS MASALAH
IV. HIPOTESIS
Seorang wanita 40 tahun tidak ada keluhan, Ca serum meningkat, dan paratiroid
hormon meningkat disebabkan menderita hiperparatiroid primer.
V. SASARAN PEMBELAJARAN
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan
3. Diagnosis kerja
4. Diagnosis banding
5. Etiologi
6. Epidemiologi
7. Patogenesis
8. Penatalaksanaan
4
Komplikasi
Anamnesis Fisik
Pemeriksaan
Seorang wanita 40 tahun tidak ada keluhan, Ca serum ↑ dan Paratiroid
hormon ↑
Penunjang
PreventifWorking Diagnosis
Penatalaksanaan
Medika mentosa
Patogenesis
Non medika mentosa
Etiologi
Differential Diagnosis
Epidemiologi
Prognosis
9. Komplikasi
10. Preventif
11. Prognosis
VI. HASIL BELAJAR MANDIRI
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang
mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer
dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita
daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan
hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal
kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar
paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid.2
Kelenjar paratiroid umumnya terletak di belakang kelenjar tiroid, di mana kelenjar-
kelenjar tersebut menghasilkan PTH, yang merupakan regulator utama homeostasis kalsium.
Sekresi PTH distimulasi oleh kadar kalsium ekstraseluler yang rendah. PTH akan
meningkatkan reabsorbsi kalsium di ginjal dan merangsang produksi 1-α hidroksilase oleh
ginjal, yang berperan mengubah 25 (OH) D menjadi 1,25 (OH)2 ¬ D yaitu suatu hormon
yang akan meningkatkan absorbsi kalsium di usus, serta meningkatkan resorpsi tulang
melalui stimulasi dari osteoclast-activating factors. Melalui mekanisme ini PTH membantu
mengembalikan kecenderungan terjadinya hipokalsemia (Gambar 1).2
Hiperparatiroidisme primer adalah suatu keadaan di mana ditemukan kelebihan
produksi hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) yang tidak teregulasi akibat
hiperfungsi pada kelenjar paratiroid di mana akan menyebabkan gangguan homeostasis
kalsium.2
5
I. Anamnesis
Hiperparatiroidisme dan keadaan yang berhubungan dengan hiperkalsemia sering kali
asimtomatik, tetapi hiperkalsemia dapat terjadi dengan gejala-gejala kelemahan, anoreksia,
nyeri abdomen, konstipasi, batu ginjal, penyakit tulang metabolik, poliuria, dan rasa haus.
Masalah-masalah psikiatrik dan gangguan tingkat kesadaran ditemukan pada hiperkalsemia
berat. Beberapa keluhan utama yang harus ditanyakan saat anamnesis, antara lain adakah
rasa sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot, rasa nyeri tulang dan sendi, adakah
gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung yang
akan disertai penurunan berat badan, mengalami depresi, riwayat trauma/fraktur tulang,
riwayat radiasi daerah leher dan kepala.3
II. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
Anamnesis tetap menempati kedudukan yang penting dalam pemeriksaan kelainan
kelenjar paratiroid. Kelenjar paratiroid normal tidak dapat diraba, bahkan pada pembedahan
sering kali sulit diidentifikasi. Pemeriksaan fisik mencakup keadaan umum lemah, tampak
lemas, refleks-refleks hiporefleksi, atrofi atau hipotrofi otot ekstremitas, amati perubahan
warna kulit, apakah tampak pucat, perubahan kesadaran yaitu bila kadar kalsium tetap tinggi,
maka akan tampak tanda psikosis organ seperti bingung bahkan koma dan bila tidak
ditangani kematian akan mengancam serta observasi dan aplpasi adanya deformitas tulang. 4
Pemeriksaan Laboratorium
Hiperkalsemia (serum kalsium > 10,5 mg/dL atau kalsium yang terionisasi) terjadi pada semua penderita hiperparatiroidisme primer, walau demikian
kadar kalsium kadang berubah-ubah kebatas atas kisaran nilai normal, oleh karena itu pada
penderita dengan hiperkalsemia yang dicurigai hiperparatiroidisme harus diperiksa lebih dari
satu kali sebelum diagnosis ditegakkan. Serum fosfat seringkali rendah (< 2,5 mg / dL). Pemeriksaan kadar PTH merupakan inti dari diagnosis. Meningkatnya kadar PTH
disertai dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah merupakan diagnostik untuk
hiperparatiroidisme primer. Pemeriksaan kadar kalsium dalam urin 24 jam perlu dilakukan
untuk menyingkirkan Familial Hypocalciuric Hypercalcemia (FHH).5
6
Pada hiperparatiroidisme primer dapat ditemukan kadar kalsium yang normal
(hiperparatiroidisme primer normocalcemia), maka dalam menegakkan diagnosis
hiperparatiroidisme primer, penyebab-penyebab hiperparatiroidisme sekunder seperti
rendahnya asupan kalsium, gangguan fungsi ginjal dan defisiensi vitamin D juga harus
disingkirkan. Pemeriksaan laboratorium yang biasa ditemukan pada penderita
hiperparatiroidisme primer adalah asidosis hiperkloremik ringan, terdapat pengeluaran fosfat yang cukup berarti pada urin pada hipofosfatemia dan eksresi kalsium dalam urin bisa tinggi atau normal (rata – rata 250 mg/ g creatinin). Peningkatan alkali fosfatase dapat ditemukan apabila sudah didapatkan kelainan
pada tulang. Klorida dalam serum dan keasaman urin bisa meningkat. Defisiensi vitamin D biasa terjadi pada pasien dengan hiperparatiroidsme, sebaiknya screening defisiensi vitamin D dengan serum 25-OH vitamin D. Serum 25 OH vitamin D rendah (<20 mcg/L; <50 nmol/L) dapat lebih mengarahkan pada hiperparatiroidisme dan manisfestasi tulangnya; penggantian vitamin D dapat membantu menyembuhkan pasien dengan hiperparatiroidisme.5
Pemeriksaan Radiologi
1. Sestamibi Scanning
Pemeriksaan yang sering dilakukan diantaranya ialah pencitraan dengan
menggunakan penanda Sestamibi, di mana zat radionuklir tersebut terkonsentrasi pada
kelenjar tiroid dan paratiroid, dan biasanya akan hilang dalam waktu kurang dari satu
jam, tetapi akan bertahan pada kelenjar paratiroid yang mengalami kelainan.
Scanning sestamibi–iodine dilakukan untuk mengetahui lokasi adenoma paratiroid pada pasien dengan hiperparatiroidisme, dalam menunjang hasil dan batasan invasive dalam melakukan operasi pada leher. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 60-90%. Kelemahan dari
pemeriksaan ini ialah tidak dapat mendeteksi kelainan kelenjar yang multipel.5
2. Ultrasonografi leher (USG)
USG leher mempunyai kemampuan yang sama dengan Sestamibi scanning,
akan tetapi tergantung pada operatornya sehingga memberikan tingkat akurasi yang
berbeda-beda. USG leher dilakukan untuk mengetahui lokasi adenoma paratiroid pada pasien dengan hiperparatiroidisme, dalam
7
menunjang hasil dan batasan invasive dalam melakukan operasi pada leher. Keuntungan dari USG leher ialah dapat dilakukan segera pada saat
awal evaluasi, akan tetapi juga tidak dapat mendeteksi pada kelainan kelenjar yang
multipel.5
3. CT Scan dan MRICT Scan dan MRI tidak biasa dipakai atau berguna untuk
menentukan lokasi paratiroid preoperative, karena teknik ini kurang sensitive untuk mengidentifikasi anemone paratiroid yang kecil. Bagaimanapun juga, untuk operasi leher berulang dan dicurigai adanya paratiroid asing, MRI lebih dipilih karena dapat melihat jaringan lunak lebih baik disbanding CT Scan.5
4. Foto Rontgen
Gambaran radiologi tulang seringkali normal dan tidak dibutuhkan untuk membuat diagnosis dari hiperparatiroidisme. Mungkin didapat adanya demineralisasi, resorpsi tulang subperiosteal (terutama pada radial atau jari), atau kehilangan lamina dura pada gigi. Mungkin didapat kista pada tulang, bintik – bintik pada tengkorak (salt and pepper appearance), atau fraktur patologis. Kalsifikasi artikulasi kartilago (chondrocalsinosis) terkadang ditemukan.5
Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
Cystic-cystic dalam tulang
Trabekula di tulang6
III. Working Diagnosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, gejala-gejala klinis yang ada, anamnesis
dan pemeriksaan fisik, serta data-data lain yang disebutkan dalam scenario maka wanita
tersebut dapat didiagnosa menderita hiperparatiroid primer atau biasa disebut juga sebagai
hiperparatiroidisme primer.7
Secara normal, hormone paratiroid (PTH) berfungsi untuk meningkatkan kadar kalsium
dalam darah, menurunkan ekskresi kalsium, meningkatkan ekskresi fosfat dalam urin,
mengurangi sekresi H+ ginjal, meningkatkan ekskresi HCO3- ginjal, mendorong hidroksilasi
vitamin D3 di ginjal dan meningkatkan absorpsi kalsium dari usus dan dalam ginjal. 7
8
Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu penyebab tersering hiperkalsemia;
penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada usia tetapi yang
tersering adalah pada dekade ke wanita lebih sering 3 kali dibandingkan laki-laki.
Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anai dipikirkan kemungkinan
endokrinopati genetik neoplasia endokrin multipel tipe I dan II.7
Hiperparatiroidisme primer, terjadi akibat peningkatan sekresi hormon paratiroid (PTH)
yang tersering disebabkan oleh adenoma kelenjar paratiroid yang biasanya bersifat jinak dan
soliter, oleh sebab itu, dari 4 kelenjar dan biasanya hanya 1 kelenjar yang terserang.
Penyebab lain yang jarang adalah hiperplasi pada keempat kelenjar paratiroid dan yang
sangat jarang adalah karsinoma kelenjar paratiroid.7
Manifestasi Klinik
Kebanyakan pasien dengan hiperparatiroidisme adalah asimtomatik. Manifestasi utama
dari hiperparatiroidisme terutama pada tulang dan ginjal. Manifestasi ke tulang dari
hiperparatiroidisme adalah osteitis fibrosa cystica. Osteitis fibrosa cystica sangat jarang
terjadi pada hiperparatiroidisme primer. Peningkatan produksi PTH menimbulkan keadaan di
tulang yang disebut osteitis fibrosa cystica yang ditandai oleh resorpsi subpereriosteal pada
falang distal, a salt and pepper appearance tulang kepala, kista tulang dan tumor coklat pada
tulang-tulang panjang (Gambar 3.1). Kelainan-kelainan pada tulang ini dilihat dengan
membuat foto radiografi konvensional. Secara histologis, gambran patognomonik adalah
peningkatan giant multinukleal osteoklas pada lakuna Howship dan penggantian sel normal
dan sumsum tulang dengan jaringan fibrotik.6
Gambar 3.1. Gambaran radiologi osteitis fibrosa cystic
9
Kelainan pada ginjal terutama akibat deposit kalsium pada parenkim ginjal atau
nefrolitiasis yang rekuren nefrokalsinosis, hiperkalsiuria dan penurunan klirens kreatinin.
Dengan deteksi dini, komplikasi ke ginjal dapat berkurang pada ± 20 % pasien. Batu ginjal
biasanya terdiri dari kalsium oksalat atau kalsium fosfat. Pada kebanyakan pasien episode
berulang dari nefrolitiasis atau pembesaran kalikuli ginjal dapat mengawali obstruksi traktus
urinarius, infeksi, gagal fungsi ginjal. Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan fungsi
ginjal dan retensi fosfat. Pada pasien disertai dengan gejala disfungsi sistem saraf pusat,
nervis dan otot perifer, traktus gastrointestinal, dan sendi. Manifestasi dari neuromuscular
termasuk tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness), mudah lelah, dan atrofi
otot yang mungkin menyolok adalah tanda kelainan neuromuscular primer. Manifestasi pada
traktus gastrointestinal kadang-kadang ringan dan termasuk kelainan abdominal yang agak
susah didiagnosis, kelainan lambung dan pancreas. Pada MEN 1 pasien dengan
hiperparatiroidisme ulkus duodenum mungkin akibat dari tumor pancreas yang meningkatkan
jumlah gastrin. Kondrocalcinosis dan pseudogout frekuensinya kurang pada
hiperparatiroidisme yang di skrining dari beberapa pasien. Efek dari hiperkalsemia adalah
sebagai berikut: 6
a. Berkurangnya kalsium dalam tulang (bone loss)
Tulang-tulang menjadi tipis, sering dengan sista-sista yang multiple sehingga
bisa timbul fraktur-fraktur spontan-antara 10-25%. Sering ada perasaan nyeri di
tulang-tulang. Corpora vertebrae bisa menjadi bikonkaf, osteoclast-osteoclast
bertambah dengan timbulnya giant cell tumor dari tulang dan epulis di sekitar
gigi. TuIang-tulang yang lazim terkena adalah tulang-tulang panjang, corpora
vertebrae, tulang pelvis, tengkorak dan mandibula. Pada tengkorak dapat pula
timbul punched out lesions yang dikenal sebagai salt and pepper appearance.6
b. Sistem saraf pusat
Perubahan mental, penurunan daya ingat, emosional tidak stabil, depresi,
gangguan tidur, koma.6
c. Neuromuscular
Tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness), hipotoni otot-otot, rasa
sakit pada sendi dan otot akibat penimbunan kalsium, pruritus, dan pergerakan
tangan yang abnormal pada saat tidur.6
d. Gastrointestinal
10
Ulkus peptikum, pankreatitis, nausea, vomiting, konstipasi, reflux, dan
kehilangan nafsu makan.6
e. Traktus urinarius
Defek pada tubuli ginjal biasanya reversibel. Miksi bertambah, sering terdapat
pula batu ginjal pada penderita, demikian pula kadang-kadang terjadi
nefrokalsinosis (deposit kalsium dalam parenkim ginjal). Semua ini dianggap
sebagai akibat dari kalsium serum yang meninggi. Frekuensi kelainan ginjal bisa
mencapai 60-70%.6
f. Kardiovaskular: Hipertensi.
g. Mata: Konjunctivitis, keratopathy.
h. Kulit: Pruritus. 6
IV. Differential Diagnosis
1. OsteoporosisOsteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan
mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru
osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah.7
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan
metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskuloskeletal yang memerlukan
perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada survey
kependudukan tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih
mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus
osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat.7
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai
pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah
1,4%/tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor
risiko osteoporosis yang meliputi umur, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah,
sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan
lebih/obesitas dan latihan yang teratur.7
Berbagai problem yang cukup prinsipil masih harus dihadapi oleh Indonesia dalam
penatalaksanaan osteoporosis yang optimal, seperti tidak meratanya alat pemeriksaan densitas
11
massa tulang (DEXA), mahalnya pemeriksaan biokimia tulang dan belum adanya pengobatan
standard untuk osteoporosis di Indonesia. 7
Anamnesis
Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi penderita osteoporosis.
Kadang-kadang, keluhan utama dapat langsung mengarah kepada diagnosis, misalnya fraktur
kolum femoris pada osteoporosis, bowing leg pada riket, atau kesemutan dan rasa kebal di
sekitar mulut dan ujung jari pada hipokalsemia. Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan atau
tubuh pendek, nyeri tulang, kelemahan otot, waddling gait, kalsifikasi ekstraskeletal,
kesemuanya mengarah kepada penyakit tulang metabolik. 7
Faktor lain yang harus ditanyakan juga adalah fraktur pada trauma minimal,
imobolisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari,
asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan yang teratur yang bersifat weight bearing. 7
Obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang juga harus diperhatikan, seperti
kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, heparin, antasid yang mengandung alumunium,
sodium-fluorida dan bifosfonat etidronat. 7
Alkohol dan merokok juga merupakan faktor risiko osteoporosis. Penyakit-penyakit
lain yang harus ditanyakan yang juga berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit
ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pankreas. Riwayat haid, umur menarke
dan menopause, penggunaan obat-obat kontraseptif juga harus diperhatikan. Riwayat
keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan, karena ada beberapa penyakit tulang
metabolik yang bersifat herediter. 7
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis.
Demikian juga gaya berjalan penderita, deformitas tulang, leg-lenght inequality, nyeri spinal
dan jaringan parut pada leher (bekas operasi tiroid). 7
Sklera yang biru biasanya terdapat pada penderita osteogenesis imperfekta. Penderita
ini biasanya juga akan mengalami ketulian, hiperlaksitas ligamen dan hipermobilitas sendi
dan kelainan gigi. Cafe-au-lait spots biasanya didapatkan pada sindrom McCune-Albright.
Pada anak-anak dengan vitamin D-dependent rickets tipe II, sering didapatkan alopesia, baik
total atau hanya berambut jarang. 7
Pada rikets, beberapa penemuan fisik sering dapat mengarahkan ke diagnosis, seperti
perawakan pendek, nyeri tulang, kraniotabes, parietal pipih, penonjolan sendi kostokondral
(rashitic rosary), bowing deformity tulang-tulang panjang dan kelainan gigi. 7
12
Hipokalsemia ditandai oleh iritasi muskuloskeletal, yang berupa tetani. Biasanya akan
didapatkan aduksi jempol tangan, fleksi sendi MCP dan ekstensi sendi-sendi IP. Pada
keadaan yang laten, akan didapatkan tanda Chovstek dan Trosseau. 7
Pada penderita hipoparatiroidisme idiopatik, pemeriksa harus mencari tanda-tanda
sindrom kegagalan periglandular, seperti kandidiasis mukokutaneus kronik, penyakit Adison,
alopesia, kegagalan ovarium prematur, diabetes melitus, tiroiditis otoimun dan anemia
pernisiosa. Pada penderita hiperparatiroidisme primer, dapat ditemukan band keratoplasty
akibat deposisi kalsium fosfat pada tepi limbik kornea. 7
Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus
(Dowager's hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan protuberansia
abdomen, spasme otot paravertebral dan kulit yang tipis (tanda McConkey). 7
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya kalsium serum, fosfor serum, fosfatase
alkali normal dan kalsium dalam urin normal atau bertambah. 6
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan osteoprosis biasa dilakukan dengan tes Dual energy x-ray absorptiometry (DXA) dapat menentukan densitas mineral tulang pada pelvis dan vertebra. Peripheral DXA (pDXA) dapat mentukan densitas tulang pada lengan, jari dan tumit. Single energy absorptiometry (SXA) menentukan densitas tulang di pergelangan atau tumit. Tes ini menghantarkan radiasi dan hasilnya cukup akurat. Biasanya, DXA digunakan menentukan densitas tulang vertebra lumbal dan pelvis. Densitometry tulang tidak dapat mengesampingkan osteoporosis atau osteomalasia; faktanya keduanya dapat muncul bersamaan. Densitometry juga tidak menentukan kualitas tulang secara langsung. Pada pasien dengan artritis seringkali terjadi kesalahan penentuan densitas tulang pada vertebra. DXA juga memperlihatkan densitas mineral tulang yang meningkat pada orang tinggi dan menurun pada orang yang pendek. WHO menentukan kriteria penentuan osteoporosis pada postmenopause, berdasarkan T Score. 5
Tabel 4.1.1 Kriteria Osteoporosis menurut WHO5
13
Keterangan T score
Normal T ≥ -1,0
Penurunan massa tulang (osteopenia) -2,5 < T < -1
Osteoporosis T < -2,5 (tanpa riwayat fraktur osteoporosis)
Osteoporosis berat T < -2,5 (dengan fraktur osteoporosis)
Keterangan : Densitometry disarankan pada wanita postmenopause dengan DXA setiap 5 tahun sekali pada T score -1.0 sampai -1.5, setiap 3 tahun sampai 5 tahun pada T score -1.5 sampai -2.0 dan setiap 1 sampai 2 tahun pada T score di bawah -2.0. 5
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis osteoporosis, diperlukan pendekatan yang sistematis,
terutama untuk menyingkirkan osteoporosis sekunder. Sebagaimana penyakit lain, diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan radiologi dan kalau perlu biopsi
tulang. 7
Faktor risiko klinis
Sampai saat ini, telah diketahui berbagai faktor risiko fraktur osteoporotik selain umur
dan densitas massa tulang. Beberapa faktor risiko bervariasi tergantung pada umur. Misalnya
risiko terjatuh pada gangguan penglihatan, imobilisasi dan penggunaan sedatif akan menjadi
risiko iraktur yang tinggi pada orang tua dibandingkan pada orang muda. Asupan kalsium
yang rendah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya fraktur panggul, walaupun
demikian, banyak dokter dan pasien tidak menyadarinya. Penelitian meta-analisis yang
berbasis populasi secara kohort mendapatkan berbagai faktor risiko fraktur osteoporotik yang
tidak tergantung pada BMD, yaitu indeks massa tubuh yang rendah, riwayat fraktur, riwayat
fraktur panggul dalam keluarga, perokok, peminum alkohol yang berat dan artritis reumatoid.
Glukokortikoid merupakan penyebab osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik
yang terbanyak.Glukokortikoid akan menyebabkan gangguan absorbsi kalsium di usus dan
peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal sehingga akan menyebabkan hipokalsemia,
hiperparatiroidisme sekunder dan peningkatan kerja osteoklas. Selain itu glukokortikoid juga
akan menekan produksi gonadotropin, sehingga produksi estrogen menurun dan akhirnya
osteoklas juga akan meningkat kerjanya. Terhadap osteoblas, glukokortikoid akan
14
menghambat kerjanya, sehingga formasi tulang menurun. Dengan adanya peningkatan
resorpsi tulang oleh osteoklas dan penurunan formasi tulang oleh osteoblas, maka akan
terjadi osteoporosis yang progresif. Berdasarkan meta-analisis didapatkan bahwa risiko
fraktur panggul pada pengguna steroid meningkat 2,1-4,4 kali. Oleh sebab itu terapi
osteoporosis pada pengguna steroid dapat dimulai bila T-score mencapai -1 dan BMD serial
harus dilakukan tiap 6 bulan, bukan tiap 1-2 tahun seperti pada osteoporosis primer. 7
Riwayat fraktur merupakan faktor risiko timbulnya fraktur osteoporotik dikemudian
hari dengan risiko 2 kali. Risiko ini terutama tampak pada rraktur vertebra. Penderita dengan
dua fraktur vertebra atau lebih akan memiliki risiko untuk rraktur vertebra berikutnya sampai
12 kali lipat pada tingkat BMD manapun. 7
Indeks massa tubuh yang rendah juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya
osteoporotik fraktur. Risiko ini tampak nyata pada orang dengan indeks massa tubuh < 20
kg/m2. Risiko fraktur pada orang kurus tidak bergantung pada BMD. 7
Fraktur osteoporotik merupakan risiko yang penting terhadap kejadian fraktur pada
masa yang akan datang, yaitu 2 kali dibandingkan orang yang tidak pernah mengalami
fraktur. Risiko ini tampak nyata pada fraktur vertebra dan tidak tergan tung pada nilai BMD.
Demikian juga riwayat fraktur osteoporotik dalam keluarga, merupakan faktor risiko fraktur
yang juga independen terhadap nilai BMD, terutama riwayat fraktur panggul dalam keluarga.
Peminum alkohol lebih dari 2 unit/hari juga merupakan faktor risiko terjadinya fraktur
osteoporotik dan bersifat dose-dependent. Demikian juga merokokyangmerupakan faktor
risiko fraktur osteoporotik yang independen terhadap nilai BMD. 7
Beberapa penyakit kronik berhubungan dengan densitas tulang yang rendah, apalagi
bila harus diterapi dengan glukokortikoid jangka panjang. Pada artritis reumatoid, risiko
fraktur osteoporotik tidak tergantung pada penggunaan glukokortikoid maupun nilai BMD. 7
2. Osteomalasia
Pertumbuhan tulang normal dan proses mineralisasi membutuhkan vitamin D, kalsium
dan fosfor yang adekuat. Defisiensi yang lama dari berbagai hal di atas mengakibatkan
akumulasi matriks tulang yang tidak dimineralisasikan. Penurunan mineralisasi pada pasien
muda menyebabkan riketsia karena kerusakan dari pertumbuhan lempang epifise. Kekuatan
tulang menurun, yang menyebabkan deformitas struktural pada tulang penyangga berat
badan. Pada orang tua dimana epifise telah menutup dan hanya tulang yang terkena,
15
gangguan mineralisasi ini disebut osteomalasia. Osteoid secara normal termineralisasi dalam
5-10 hari, namun pada pasien dengan osteomalasia interval bisa terjadi selama 3 bulan. 7
Penyebab riketsia/ osteomalasia meliputi kurangnya suplemen vitamin O atau fosfor,
penggunaan susu formula yang mengandung kurang dari20 mg kalsium/dL, nutrisi total
parenteral dengan larutan tanpa kalsium dan vitamnin D yang adekuat, dan diet tinggi phytate
yang mengikat kalsium dalam usus. Hipervitaminosis D disebabkan oleh defisiensi diet
kronik; penurunan sintesis disebabkan oleh apparan sinar matahari yang kurang; menurunnya
absorpsi vitamin D karena penyakit bilier, pankreatitis, penyakit mukosa kecil proksimal,
gastrektomi atau resin pengikat asam empedu; meningkatnya eksresi vitamin D pada pasien
dengan sindrom nefrotik dan meningkatnya katabolisme vitamin D akibat penggunaan obat
seperti fenitoin, barbiturat dan rifampicin. 7
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Pasien dengan riketsia mengalami hipotonia, kelemahan Wot dan pada ksus berat bisa
terjadi tetani. Sambungan kostokondral menonjol, suatu deformitas yang disebut dengan
rachitic rosary. Tulang-tulang panjang menjadi bengkok terutama di kaki serta kifosis di
punggung dapat menyebabkan gaya berjalan yang bergoyang-goyang/waddling gait, bahkan
bisa terjadi fraktur. Tengkorak menunjukkan kepala frontal dan mendatarnya tulang parietal.
Radiografi pasien dengan riketsia menunjukkan demineralisasi umum dengan penipisan
permukaan kortikal dari tulang-tulang panjang; pelebaran, penegangan dan melengkungnya
ujung distal tulang dan hilangnya zona kalsifikasi kartilago sementara. 7
Manisfestasi klinis dari osteomalasia menyerupai gangguan reumatik meliputi nyeri
tulang, mudah lelah, kelemahan proksimal dan pelunakan periartikuler. Simptom ini
membaik dengan terapi untuk mengkoreksi gangguan mineralisasi. Beberapa pasien dengan
osteomalasia menunjukkan garis radiolusen kortikal tipis (stress fracture) yang tegak lurus
dengan tulang dan seringkali simetris. Pasien lain memiliki fraktur lama pada kosta yang
multipel dengan pembentukan kalus yang buruk. 7
Gambaran laboratorium dari osteomalasia akibat defisiensi vitamin D adalah kadar
kalsium serum rendah atau normal, hipofosfatemia, meningkatnya kadar alkalin fosfatase,
kadar osteokalsin serum normal, meningkatnya kadar hormon paratiroid serum (jika
hipokalsemia ada) dan rendahnya kadar 1,25 dihidroksi vitamin D (1,25-(OH) 2 D) di dalam
serum. Pada osteomalasia akibat defisiensi kalsium, ekskresi kalsium urin menurun, kadar
hormon paratiroid meningkat, kadar 1,25-(OH) 2 D normal dan kadar fosfat serum bisa rendah
atau normal. Osteomalasia akibat hipofosfatemia biasanya terjadi akibat hipofosfaturia,
16
dimana didapatkan kadar osteokalsin, hormon paratiroid dan 25 hidroksi vitamin D (25-OH
vitamin D adalah normal; kadar alkalin fosfatase biasanya meningkat, kadar fosfat serum dan
1,25-(OH) 2 vitamin D adalah rendah dan ekskresi fosfor urin sangat tinggi. Pasien dengan
asidosis tubular renal tipe II memiliki ganguan reabsorpsi bikarbonat dan bermanifestasi
asidosis hipokalemia hiperkloremia dengan hipofosfatemia yang disebabkan oleh
bertambahnya fosfaturia. 7
Rendahnya kadar 1,25 (OH)2 vitamin D pada beberapa pasien menjadi konsekuensi dari
abnormalitas metabolisme tubular proksimal. Pasien dengan asidosis tubular renal dan
sindrom Fanconi juga mengekskresikan banyak kalsium, magnesium, kalium, asam urat,
glukosa, asam amino dan sitrat. Osteomalasia akibat penggunaan aluminium pada pasien
dengan gagal ginjal kronik saat ini sudah jarang terjadi karena pembatasan penggunaan
pengikat fosfat yang mengandung aluminium untuk mengendalikan hiperfosfatemia dan
perbaikan metode untuk mempersiapkan larutan dialisat. 7
3. Paget's disease
Penyakit Paget merupakan gangguan di mana terdapat peningkatan yang berlebihan dari
turnover tulang pada bagian yang terlokalisir dari skeleton. Kondisi ini menyebabkan struktur
tulang menjadi abnormal yang semakin lama semakin meluas sehingga mengakibatkan
deformitas, peningkatan risiko fraktur dan nyeri. Perubahan pada bentuk tulang
mengakibatkan perubahan mekanik dan juga menyebabkan peningkatan tekanan yang bisa
menimbulkan nyeri pada sendi dan sindrom kompresi saraf. Kompresi saraf yang terpenting
adalah keterlibatan basis kranii yang menyebabkan ketulian. Tulang dengan penyakit Paget
menunjukkan peningkatan aktivitas metabolik dan aliran darah yang berperan terhadap
terjadinya rasa nyeri dan dapat juga meningkatkan kemungkinan komplikasi neurologis
sebagai bagian dari vascular steal syndrome. 7
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada penyakit Paget dapat ditemukan kalsium serum dan
fosfor serum normal, fosfatase alkali meninggi dan kalsium dalam urin normal. 6
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Rontgen menunjukkan kelainan-kelainan tulang yang sirkumskrip,
trabeculae dan ekspansi tulang dengan batas-batas yang jelas. 6
17
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Meskipun secara umum dapat diterima bahwa keb pasien dengan penyakit Paget
adalah asimtomatis, tidak ada bukti nyata dari prevalensi simptom pada dengan penyakit
Paget yang dideteksi secara radiologi. Secara umum dapat diterima bahwa sekitar 5% pasien
mengalami simptom, namun estimasinya bervaria untuk menilai gejala klinis dari penyakit
Paget populasi umum. 7
Penyakit Paget bisa muncul dengan tanda dan simptom yang jelas atau merupakan
temuan insidental pemeriksaan kondisi lain. Gambaran klinis tipikal dalam Tabel 4.3.1. 7
Tabel 4.3.1. Gambaran Klinis Penyakit Paget
Nyeri: nyeri tulang, nyeri sendi
Deformitas: Tulang panjang membengkok, tengkorak/ kranium
Fraktur: komplit, fraktur fisura
Neurologis: Ketulian, palsy serabut saraf lainnya, kompresi korda spinalis
Transformasi neoplastik
4. Metastases tumor-tumor maligna Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan kadar kalsium serum normal atau
meninggi, fosfor serum normal, fosfatase alkali normal atau meninggi, kadar fosfatase asam
yang meninggi menunjuk ke arah adanya metastasis dari karsinoma prostat dan kalsium
dalam urin meninggi. 6
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto Rontgen ditunjukkan bentuk tulang tergantung dari jenis tumor primer.
Tumor primer, bisa di mamma, prostat, kelenjar supraren, bronkhus atau tiroid. 6
V. Etiologi
Mandel (tahun 1915) membuktikan bahwa suatu adenoma dari paratiroid sebanyak
25% atau lebih bisa menyebabkan penyakit osteitis fibrosa cystica (osteitis fibrosa
18
generalisata atau Rackling hausen’s disease) yang mempunyai hubungan erat dengan
metabolisme kalsium dan fosfor yang abnormal. 7
Beberapa dekade yang lalu osteitis fibrosa cystica pada hiperparatiroidisme primer
masih sering ditemukan tetapi kini suah jarang ditemukan. Sebab berkurangnya frekuensi
belum diketahui. 7
Sampai saat ini etiologi hiperparatiroidisme primer belum diketahui, akan tetapi para
pakar menduga pemberian diuretik tiazid dan kasitonin dapat menyebabkan hiperplasia dan
hipertrofi kelenjar paratiroid. Sindrom yang terjadi sebagai akibat adenoma, hiperplasia difus
atau karsinoma paratiroid. Penyebab hiperparatiroidisme adalah 85% adenoma soliter.
Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar yaitu adenoma multipel, hiperplasia
difus, sedangkan karsinoma paratiroid jarang.1
Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya.
Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari
adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat
terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome
hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hipokalsiuria dan
hiperkalsemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang
multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua kelenjar
hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.1
VI. Epidemiologi
Pengukuran kalsium serum rutin secara otomatis dan luas meningkatkan insidens
hiperparatiroidisme primer. Pada suatu penelitian baru-baru ini yang terkontrol dengan baik
angka tahunan deteksi penyakit adalah 3,5 kali lebih besar sebelum dikenalnya skrining
kalsium serum rutin. Insidens hiperparatiroidisme primer meningkat dramatis pada wanita
dan pria. Di Indonesia sendiri kira-kira sekitar 1000 orang diketahui terkena
hiperparatiroidisme tiap tahun. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang
lebih besar 4 kali dari pria. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena
penyakit ini tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang
berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme.8
VII. Patofisiologi
19
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia
atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal
ginjal kronis.9
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid
jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan
oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid.
Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar
lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena
diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli
bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar
tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan
laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli
bedah akan mengangkat ketiga kelenjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya
mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.9
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena
keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan
hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan
hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan
oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.9
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama
bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari
lumen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga
meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan
kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosfatemia kompensatori
adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum
juga meningkat.9
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah
osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan
kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak
muncul secara langsung.9
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa
menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis
sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada
20
keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung
bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi
dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.9
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini
klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada
jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan
subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (kondrokalsinosis). Vitamin D
memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk
bekerja di target organ. 9
Faktor Pencetus
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH)
yang bersama-sama dengan Vit D3 (1,25-dihydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur
kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu
dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah.
PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi
kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium
dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan
homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. 8
21
Patologi
Adapun patologi hiperparatiroid primer adalah:
1. Mungkin akibat dari hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.
2. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun
dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
3. Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa cystica), nefrokalsinosis atau nefrolitiasis, dan
kalsifikasi kornea. 8
Sindrom Hiperparatiroid Familial
Sekitar 10% kasus hiperparatiroid primer, disebabkanoleh kelainan genetik, seperi
Neoplasia Endokrin Multiple (MEN) tipe I (sindrom Wermer), MEN tipe IIA (Sindrom
Sipple) dan Sindrom Rahang-Hiperparatiroidisme. 7
MEN I pertama kali ditemukan oleh Wermer pada tahun 1954, diturunkan secara
autosomal dominan dan ditandai oleh tumor paratiroid, hipofisis anterior dan pankreas.
Tumor hipofisis yang tersering adalah prolaktinoma dan kadang-kadang menyebabkan
akromegali dan Sindrom Cushing akibat sekresi hormon pertumbuhan dan ACTH yang
berlebihan. Tumor pankreas pada MEN I umumnya dalam bentuk islet cell tumours yang
sering meningkatkan sekresi gastrin sehingga menimbulkan sindrom Zollinger-Ellison dan
kadang-kadang juga menyebabkan hipersekresi insulin sehingga menimbulkan hipoglikemia
puasa. 7
MEN IIA, pertama kali ditemukan oleh Sipple pada tahun 1961, bersifat otosomal
dominan dan ditandai olehkarsinorna tiroid meduler (MTC), faeokromositoma bilateral dan
hiperplasia paratiroid. MTC merupakan kelainan yang dominan pada MEN IIA dan sering
mengakibatkan kematian akibat metastasisnya. Sedangkan hiperparatiroidisme merupakan
kelainan yang jarang terdapat pada MEN IIA. 7
Sindrom tumor rahang-hiperparatiroidisme merupakan kelainan yang pertama kali
ditemukan oleh Jackson pada tahun 1958, diturunkan secara otosomal dominan dan saat ini
sudah dilcetahui bahwa kelainannya terletak pada kromosom Iq21-q3. Penyakit ini ditandai
dengan hiperkalsemia yang berat sejak anak-anak dengan adenoma soliter paratiroid yang
besar. Kelainan tulang pada sindrom ini sangat eksklusif hanya menyerang maksila dan
mandibula. 7
Familial Hypocalciuric Hypercalcemia (FHH)
22
FHH merupakan kelainan otosomal dominan yang ditandai oleh hiperkalsemia dan
hipokalsiuria relatif. Kelainan ini bersifat asimtomatik. Secara biokimia, kelainan ini ditandai
oleh peningkatan kadar kalsium serum, ekskresi kalsium urin yang normal dan kadar PTH
dan l,25(OH),D yang juga normal. 7
Paratiroidekromi, biasanya hanya memberikan efek normokal semik yang sementara,
walaupun demikian, tetap diindikasikan pada keadaan:
Hiperparatiroidisme primer pada neonates akibat dosis ganda gen FHH,
Orang dewasa dengan pankreatitis berulang
Anak-anak atau orang dewasa dengan hiperkalsemia menetap >14 mg/dl. 7
VIII. Penatalaksanaan
Non medika mentosa1. Pembedahan paratiroidektomi
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan bedah
untuk mengangkat jaringan paratiroid yang abnormal. Namun demikian, pada sebagian
pasien yang asimtomatik disertai kenaikan kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal
yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan
adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang,
gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal calculi). Apabila terdapat
hiperkalsemia yang berat, penatalaksanaan bedah harus dilakukan secepatnya setelah
diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan PTH. 7
Tindakan pembedahan dilakukan sebagai terapi pencegahan komplikasi seperti
osteoporosis, dan juga bisa menyembuhkan gejala-gejala yang sering kali tidak disadari
oleh penderita, seperti kelelahan dan depresi ringan. 7
Indikasi pembedahan pada hiperparatiroidisme primer adalah:
Kadar kalsium serum > 1 mg/dl di atas batas normal tertinggi
Didapatkan komplikasi hiperparatiroidisme primer, seperti nefrolitiasis,
osteotis fibrosa cystica
Episode akut hiperparatiroidisme primer dengan hiperkalsemia yang
mengancam jiwa
Hiperkalsiuria yang nyata (>400 mg/hari)
Densitometri tulang pada radius distal yang menurun L dengan nilai skor T<-2
Umur di bawah 50 – 60 tahun7
23
Tak ada terapi nonbedah memuaskan bagi hiperparatiroidisme. Walaupun
berbagai program diet dan obat telah dicoba, tak satu pun efektif. Difosfonat bisa
layak dalam jangka singkat sebelum operasi, tetapi belum diteliti dengan adekuat.10
Penatalaksanaan pasien hiperkalsemia ringan dan tanpa gejala menciptakan dilema
yang belum ditemukan klinikus di masa lampau, karena penyakit ini jarang ditemukan,
maka jika ada, diagnosis melulu atas gambaran biokimia. Hanya satu penelitian jangka
panjang banyak pasien hiperparatiroidisme asimtomatik telah memungkinkan
penilaian riwayat alamiah penyakit yang tidak diobati. Selama masa 10 tahun, 142
pasien diteliti; 23 persen meninggal karena sebab yang jelas tak berhubungan, 25
persen menderita komplikasi atau hiperkalsemia progresif, semua (kecuali 3 di
antaranya) telah menjalani eksplorasi leher dan 13 persen hilang dari pengawasan.
Tak mungkin meramalkan pasien yang akan menderita hiperkalsemia progresif dan
komplikasi. Lebih lanjut banyak pasien tak ingin mengikuti kuniungan klinik tiap
tahun dan pemeriksaan ulangan.10
Sering pasien hiperparatiroidisme primer jelas asimtomatik menderita kelainan
(neuropsikiatri, rangka, neuromuskular, ginjal atau kardiovaskular) yang dapat
dideteksi dengan pemeriksaan dan evaluasi cermat. Misalnya pembedahan paratiroid
yang berhasil menyebabkan normalisasi tekanan darah dalarn sekitar sepertiga pasien
hipertensi dengan hiperparatiroidisme. Sejumlah komplikasi penyakit seperti gangguan
ginjal bisa menjadi tak reversibel, jika tak diterapi untuk masa yang lama.10
Eksplorasi paratiroid dianjurkan karena aman (mortalitas saat ini 0 sampai 0,1
persen), disertai dengan sedikit morbiditas dan menawarkan kesembuhan definitif
penyakit ini dalam 95 persen pasien atau lebih, bila dilakukan oleh seorang ahii bedah
berpengalaman. Walaupun sejumlah pasien asimtomatik dengan hiperparatiroidisme
primer bersama hiperkalsemia ringan atau intermiten (11 mg per 100 ml atau kurang)
bisa ditatalaksana dengan observasi cermat, namun percaya bahwa sebenarnya semua
pasien dengan penyakit yang terbukti secara biokimia seharusnya menjalani
eksplorasi leher.10
Masalah medis parah bersamaan bisa suatu kontraindikasi untuk suatu operasi
dalam sejumlah kecil pasien. Biaya terapi bedah saat ini diperkirakan kira-kira setara
dengan 5 tahun pengawasan medis.10
Strategi Operasi
24
Diagnosis hiperparatiroidisme primer harus ditegakkan sebelum eksplorasi leher
dilakukan. Satu-satunya diagnosis yang akan ditegakkan dengan operasi adalah jenis
penyakit parathyroidea yang ada dalarn pasien tersendiri, misalnya adenoma,
hiperplasia dan karsinoma. Pemeriksaan prabedah untuk melokalisasi jaringan paratiroid
hiperfungsi umumnya tak diperlukan pada seorang pasien yang mula-mula dieksplorasi.
Ahli bedah berpengalaman jauh lebih dapat diandalkan dalam menentukan lokasi
glandula paratiroid hiperplastik daripada tes tunggal atau kombinasi tes apa pun, yang
mungkin mahal, invasif dan menyesatkan. Namun dua penelitian non-invasif saat ini luas
dievaluasi karena perbaikan teknik adalah ultrasonografl cervicalis (Gambar 1) dan
skintiskan taliumteknesium, Walaupun ada pembatasan saat ini, namun perbaikan kontinu
bisa membuat penggunaan rutinnya dibenarkan di masa yang akan datang. Arteriografi
selektif dan pengarnbilan contoh PTH vena selektif secara spesifik tak dibenarkan
sebelum eksplorasi leher awal. 10
Penatalaksanaan bedah bertujuan mengidenfitikasi dan mengeksisi glandula
parathyroidea hiperfungsi, sementara melindungi glandula normal atau setara satu
glandula hiperplastik ukuran normal (40 mg). Pada kebanyakan kasus, tujuan ini
dapat dicapai selama eksplorasi leher awal. Ditekankan bahwa ahli Kedah tidak
meninggalkan leher tanpa mencapai tujuan ini, kecuali dalam 1 atau 2 persen pasien,
yang glandula paratiroid hiperplastiknya di dalam mediastinum, di bawah tingkat yang
dapat dieksplorasi dari leher.10
Gambar 8.1.1. Ultrasonografi leher (potongan sagital ke kanan pada garis tengah)
yang memperlihatkan hipoechoic adenoma parathyroidea inferior kanan berdiameter 1 cm
(panah) di dekat kutub inferior lobus kanan thyroidea (THY) dan anterior terhadap
trachea (TRA). 10
25
Strategi operasi untuk mengidentifikasi empat atau lebih gandula paratiroid dalam
semua pasien, sehingga penilaian tepat proses penyakit spesifik dapat dibuat. Dalam
pasien dengan adenoma, glandula yang membesar dieksisi, sementara glandula normal
yang masih ada dilindungi. Untuk konfirmasi jaringan parathyroidea yang normal, ahli
patologi bisa membantu ahli bedah dengan melakukan pemeriksaan potong beku segera
atas biopsi kecil satu atau lebih glandula yang jelas normal. Biopsi yang dilakukan
cermat dari area suatu glandula berlawanan dari penyediaan darahnya. Belakangan ini
beberapa ahli patologi telah menggunakan pewaraan lemak karena lemak intrasel tak
ada atau jelas menurun dalam 90 persen glandula paratiroid adenomatosa dan
hiperplastik. Tetapi ahli patologi tak dapat secara diandalkan membedakan suatu
adenoma dari hiperplasia dengan pemeriksaan kelenjar tunggal. Fakta ini
menekankan kebutuhan untuk ahli bedah memvisualisasi semua kelenjar dan
membiopsi paling kurang satu yang jelas normal. Karena infus intravena biru metilen
mewarnai jaringan paratiroid lebih hebat daripada jaringan lain maka digunakan
intraoperatif oleh beberapa ahli bedah untuk membantu dalam mengidentifikasikan
glandula paratiroid. Tetapi kebanyakan ahli bedah berpatokan atas penampilan alamiah
glandula normal dan menggunakan biopsi potong beku hanya untuk mengkonfirmasi
diagnosis rnakroskopiknya.10
Pada pasien hiperplasia semua kelenjar, ahli bedah harus mampu membuat penilaian
tepat setelah menemukan lebih dari dua kelenjar yang membesar. Walaupun tersering
semua kelenjar membesar dalam pasien hyperplasia, namun pada sejumlah kasus,
pembesaran bisa asimetris sehingga rnenyesatkan. Sebagian besar ahli bedah
membuang semua glandula hiperplastik, kecuali setara satu paratiroid bervaskularisasi
baik dinormalisasi (40mg). Tetapi beberapa ahli bedah menganjurkan paratiroidektomi
total dengan autotransplantasi segera beberapa fragmen 1 mm dari setengah kelenjar ke
dalam otot lengan bawah pada kebanyakan pasien hiperplasia difus. Pengganti lain
dengan 'cryopreserve' sejumlah jaringan paratiroid dan hanya mentransplantasi jika
pasien terlihat hipoparatiroid setelah beberapa bulan. Pada pasien hiperplasia primer
atau sekunder, thymus atas harus rutin dibuang, bahkan sewaktu empat paratiroid telah
ditemukan, karena peningkatan insidens 'suparnumerary' yang membesar (15 sampai
20 persen). Hal ini sangat penting dalam sindroma MEN I. 10
Karsinoma paratiroid tak lazim (0,5 sampai 1 persen), tetapi biasanya dapat
dikenal saat operasi oleh penampilan khasnya. Tersering ada kapsula tak teratur pucat
yang tebal sekeliling glandula paratiroid membesar, yang lebih kenyal daripada
26
adenoma lunak yang khas. Mungkin ada invasi struktur berdekatan juga. Eksisi
keseluruhan jaringan sekeliling dan kelenjar limfe lokal yang terlibat biasanya
mengendalikan penyakit selama bertahun-tahun asalkan tumor belum pecah saat operasi.
Bila penyakit ini jelas terlokalisasi, maka eksisi bedah bersifat kuratif dalam sekitar
setengah pasien. 10
2. Pengobatan nonfarmakologi pada penderita hiperparatiroidisme primer diet rendah
kalsium tidak perlu terlalu ketat, karena pada kenyataannya dengan diet rendah kalsium
yang terlalu ketat dapat meningkatkan sekresi PTH, disisi lain diet tinggi kalsium dapat
mengeksaserbasi hiperkalsemia. Defisiensi vitamin D dapat meningkatkan sekresi PTH
dan resorpsi tulang. Oleh karena itu penderita hiperparatiroidisme primer harus
mendapatkan suplemen harian berupa kalsium 800-1000 mg dan vitamin D sesuai dengan
usia dan jenis kelamin. Selain itu mereka juga harus menjaga hidrasi yang cukup,
melakukan olahraga yang teratur dan menghindari imobilisasi dan obat-obatan seperti
thiazides dan lithium. 1
3. Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien
dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah
terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti
bahwa minuman ini dapat menurunkan pH urin. Kepada pasien diminta untuk melaporkan
manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan hematuria. Pemberian preparat
diuretik thiazid harus dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme primer karena obat ini
akan menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium
serum. Disamping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi.
Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk
segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah,
diare). 1
4. Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan
sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami pengrapuhan akan melepaskan kalsium
merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal. 1
5. Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk
menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus
peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena anoreksia
umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat
pelunak feses dan aktivitas fisik disertai dengan peningkatan asupan cairan akan
27
membantu mengurangi gejal konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang
sering dijumpai pada pasien-pasien ini. 1
Medika Mentosa
Bila pasien tidak dapat dilakukan tindakan pembedahan, maka beberapa tindakan medik
dapat dilakukan, seperti hidrasi yang adekuat, asupan kalsium yang cukup, pemberian
preparat fosfat, terapi estrogen pada wanita pasca menopause, bisfosfonat dan mungkin
dimasa yang akan datang dapat diberikan obat-obat kalsimimetik. 11
Hidrasi dan diuretik
Terapi utama adalah regimen hidrasi dengan larutan salin dan diuresis dengan
furosemid atau asam etakrinat. Tujuannya untuk meningkatkan ekskresi kalsium secara cepat
melalui urin, jadi menurunkan pool kalsium yang dapat mengalami perubahan serta kadar
kalsium dalam serum. Salin diberikan untuk meningkatkan ekskresi natrium, karena bersihan
natrium dan bersihan kalsium sebanding satu dengan yang lain selama terjadinya diuresis
cairan atau osmotik. Furosemid mencegah reabsorpsi kalsium di tubulus dan membantu
mempertahankan diuresis, sekitar 4-6 L cairan salin isotonik harus diberikan per hari secara
intravena, disertai dengan furosemid 20-100 mg setiap 1-2 jam secara intravena, atau asam
etakrinat, 10-40 mg setiap 1-2 jam secara intravena atau per oral. Regimen obat seperti itu
akan meningkatkan kalsium dalam urin menjadi 500-1000 mg/hari dan merendahkan kadar
kalsium serum 2-6 mg/dL selama 24 jam. 11
Fosfat oral
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien.
Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan
ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak. 11
Bifosfonat
Bifosfonat merupakan analog phyrophosphate inorganik yang bekerja menghambat
resorpsi tulang oleh osteoklas. Pada hiperparatiroidisme primer terjadi kehilangan densitas
massa tulang cortical, sedangkan tulang trabekular densitas tulang relatif terjaga. Bifosfonat
intravena merupakan inhibitor yang poten mencegah resoprsi tulang dan dapat secara
temporer mengobati hiperkalsemia atau hiperparatiroidisme, keganasan atau imobilisasi.
Obat-obat ini menyebabkan penurunan bertahap kalsium serum dalam beberpa minggu
sampai bulan. Beberapa penelitian mengenai penggunaan oral bifosfonat seperti alendronate,
28
pada hiperparatiroidisme primer menunjukkan peningkatan dari densitas mineral tulang pada
tulang vertebra dan pelvis dan juga tidak menyebabkan perubahan signifikan pada kadar
PTH, kadar kalsium darah dan kalsium urin 24 jam. Terapi dengan bifosfonat dapat
dipertimbangkan pada penderita hiperparatiroidisme primer dengan densitas mineral tulang
yang rendah yang tidak dapat atau tidak ingin dilakukan operasi. 12
Calcimimetic
Cinacalcet merupakan preparat calcimimetic pertama yang tersedia. Preparat ini
bekerja dengan cara mengikat dan memodifikasi kalsium sensing receptor pada chief sel
dipermukaan kelenjar paratiroid, yang akan menyebabkan meningkatnya sensitivitas reseptor
terhadap kalsium. Cinacalcet efektif dalam menurunkan PTH dan menjaga kadar kalsium dan
fosfat. Cinacalcet mungkin dapat diberikan secara oral dengan dosis 30 – 250 mg per hari.
Pasien dengan hiperparatiroidisme juga dapat diberikan dengan dosis 30 – 50 mg dua kali per
hari, dengan 73% pasien mendapat normokalsemia. Cinalcalcet diberikan pada pasien dengan
hiperkalsemia yang diakibatkan karsinoma paratiroid pada dosis awal sebanyak 30 mg
peroral 2 kali per hari dan dinaikan secara progresif sampai mencapai maksimum 90 mg
setiap 6-8 jam. 12
Estrogen
Estrogen menyebabkan penurunan resorpsi tulang dan kalsium serum pada
osteoporosis postmenopause, estrogen telah digunakan dengan sukses sebagai obat untuk
menurunkan kalsium pada hiperparatiroidisme primer. Bila tidak terdapat kontraindikasi
(misalnya: riwayat keluarga adanya kanker payudara atau uterus), estrogen dosis rumatan,
misalnya 0,625-1,25 mg estrogen conjugated harus diberikan pada semua pasien
postmenopause yang menderita hiperparatiroid primer disertai dengan follow up pmeriksaan
medis secara teratur. 11
IX. Komplikasi
1. Peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal
parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta
gagal ginjal.
2. Dehidrasi
3. Batu ginjal
29
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme
primer.
4. Hiperkalsemia
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi
pada kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7
mmol/L) akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat
membawa kematian.
5. Osteoklastik
6. Osteitis fibrosa cystica
Merupakan penyakit tulang simptomatik (osteoitis, fibrosa kistika). Pasien-pasien
dapat mengeluh adanya nyeri tulang difus atau sangat jarang, mengalami fraktur
patologis pada daerah yang mempunyai kista pada tulang.8
X. Preventif Komplikasi
1. Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah
pembentukan batu ginjal.8
2. Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuat dan memperlambat
penyerapan tulang.8
3. Mencukupi kebutuhan vitamin D. Sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal
vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU). Setelah
berusia lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU
perhari.8
4. Hindari merokok. Merokok dapat meningkatkan pengrapuhan tulang seiring
meningkatnya masalah kesehatan, termasuk kanker.8
5. Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu
seperti penyakit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah
meningkat.8
XI. Prognosis
Prognosis baik dengan angka kesembuhan untuk hiperparatiroidisme primer 95 %.
Cukup baik jika penyakit lekas didiagnosis dan tumor lekas diekstirpasi. Setelah ekstirpasi
30
tumor maka tulang-tulang bisa menjadi normal kembali. Prognosis juga tergantung dari
fungsi ginjal masih baik atau tidak. Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada
kebanyakan pasien berhasil. Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid
mempunyai kira-kira 10% resiko timbulnya penyakit. Hal ini mungkin berkaitan dengan
fungsi yang berlebihan atau hilangya kelenjar dileher atau hiperplasia. Adakalanya pasien
yang telah menjalani operasi tetap mengalami hiperparatiroidisme, jika jaringan telah
dicangkok, adakalanya pencangkokan dapat membalikkan hipoparatiroidisme.6
31
Kesimpulan
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang
mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme primer merupakan penyebab utama terjadinya
hiperkalsemia, di mana sebagian besar bersifat asimptomatik, sehingga untuk menegakkan
diagnosis diperlukan pemeriksaan laboratorium yang ditandai dengan peningkatan kadar PTH
dan kalsium dalam darah. Penyebab hiperparatiroidisme adalah 85% adenoma soliter.
Penatalaksanaan dengan cara pembedahan merupakan pilihan terbaik.
32
Daftar Pustaka
1. Rumahorbor, Hotma. Hiperparatiroid dalam Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: EGC, 2002.
2. Smeltzer, Suzzanne C. Hiperparatiroid dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Ed.8. Jakarta: EGC, 2003.
3. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga;
2003. h.112-3
4. Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC; 2009
5. Fitzgerald PA. Endocrine disorders. In : Tierney LM, McPhee J Stephen, Papadakis A
Maxine, editor. In: Current Medical Diagnosis and treatment. 46 th Edition. USA: Mc
Graw Hill LANGE;2007. p. 1173 – 78.
6. Santoso M., Dr.dr.. Referat Hiperparatiroid. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana; 2005.h.6-10
7. Setiyohadi, B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3, Edisi ke-5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006.h.2686-88
8. Hiperparatiroid Primer. Diunduh dari http://www.dokter.co.cc/2010/08/
hiperparatiroidisme-primer.html, 28 November 2010
9. Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-
6. Volume 1. Jakarta: EGC; 2006.h. 576-606 ; 588-91
10. Sabiston D C. Buku ajar bedah ; alih bahasa: Petrus Andrianto, Timan I.S.; editor,
Jonatan Oswari. Bagian 2. Jakarta : EGC; 1994.h.437-9
11. Greenspan F.S., Baxter John D. Hiperparatiroid Primer dalam Endokrinologi Dasar
dan Klinik; editor, Kartini Agnes, Lydia I. Mandera, Vivi Sadikin; alih bahasa;
Caroline Wijaya, R.F. Maulany, Sonny Samsudin. Edisi ke-5. Jakarta : EGC; 2001.
h.319-28
33
12. Fitzgerald PA. Endocrine disorders. In : McPhee J Stephen, Papadakis A Maxine,
editor. In: Current Medical Diagnosis and treatment. 49th Edition. USA: Mc Graw Hill
LANGE;2010. p. 1033 – 38.
34